Profil Dan Biografi Mochtar Lubis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Profil dan Biografi Mochtar Lubis Ia dikenal sebagai seorang sastrawan, wartawan senior, penulis dan pengarang yang berasal dari Padang, Sumatera Barat. Bagi pecinta sastra, pasti tidak asing dengan nama Mochtar Lubis. Mochtar Lubis lahir pada 7 maret 1922 di Padang, Sumatera Barat. Ia merupakan anak dari pasangan Raja Pandapotan Lubis dan Siti Madinah Nasution. Dalam buku biografi Mochtar Lubis yang ditulis oleh David T. Hill, diketahui bahwa Ayah Mochtar Lubis dikenal sebagai seorang bangsawan suku Mandailing yang digelari Raja Pandapotan. Ayahnya juga merupakan Binnenlands Bestuur (BB) atau pegawai pemerintahan kolonial Belanda yang ketika pensiun dengan pangkat asisten bupati. Mochtar Lubis diketahui merupakan anak keenam dari 10 bersaudara. Masa Kecil Mochtar Lubis memulai pendidikannya dengan bersekolah di sekolah untuk bumiputera atau HollandschInlandsche School (HIS) yang berbahasa Belanda setingkat SD yang berada di sungai penuh. Setelah lulus dia melanjutkan sekolah di sekolah ekonomi partikelir kayutanam yang didirikan oleh S.M. Latif di Bukittinggi. Di sekolah ini mengajarkan mengenai ekonomi, bahasa, matematika dan politik. Namun disini, Mochtar lebih tertarik pada politik. Ia banyak membaca karya-karya dari Karl Marx dan Adam Smith. Ia juga biasa membaca tulisan-tulisan mengenai nasionalisme dari Soekarno, Sutan Sjahrir serta Mohammad Hatta. Ia percaya bahwa dengan pendidikan dapat mengubah masyarakat. Di sekolah ini pula, Ia bisa belajar bahasa inggris serta Belanda. Mochtar tamat pada tahun 1939. Mengajar Sebagai Guru Pendidikan formalnya tidak begitu tinggi, dia tidak sampai jenjang HBS (Hoogere Burgerschool) yang setingkat atau AMS (Algemeene Middelbare School). Walaupun begitu, Mochtar Lubis pernah menjadi seorang guru HIS di pulau Nias. Disini murid-muridnya ia ajarkan mengenai nasionalisme misalnya menyanyikan lagu Indonesia Raya dibawah kibaran bendera merah putih. Kelakuannya tersebut membuat pihak sekolah marah bahkan akan dihukum berat oleh pemerintah Belanda kala itu. Namun karena pihak sekolah mengenal ayahnya, maka Mochtar Lubis hanya dipecat saja. Merantau ke Jakarta Setelah dipecat, Mochtar Lubis sempat akan dinikahkan namun ia menolak dengan pilihan orang tuanya. Ia kemudian merantau ke Batavia kini Jakarta dengan menumpang kapal dari Padang ke Jakarta. Sampai disana, ia menumpang di rumah kakaknya, Bachtar Lubis. Pertama kali menetap di Jakarta, Bachtiar bekerja sebagai akuntan di sebuah Apotek. Beberapa bulan kemudian, ia pindah kerja sebagai seorang juru tulis di bank milik pemerintahan Belanda, N.V. Nederlandsche Handel Maatschappij (N.H.M.). Di zaman pemerintahan jepang berkuasa di Indonesia pada tahun 1942, Kantor tempat Bachtiar Lubis ditutup. dia kemudian bekerja di sebuah tim monitor siaran radio sekutu. Tugasnya adalah mendengar dan mencatat siaran berita bahasa Inggris untuk orang jepang. Menikah Dengan Halimah Berita yang dia dengarkan, ditulis dalam sebuah laporan dan disampaikan ke kantor pemerintahan bala tentara Dai Nippon. Akhir tahun 1944, Mochtar Lubis menikah dengan Halimah. Halimah merupakan gadis sunda, yang bekerja di sekretariat Redaksi harian Asia raja. Istrinya meninggal di usia 77 tahun, tepatnya pada 27 agustus 2001. Menjadi Seorang Wartawan Setelah kemerdekaan RI, Mochtar bergabung dengan berita antara yang dirikan oleh Adam Malik dkk. Karena kemampuan bahasa Inggrisnya bagus, dia sering menjadi penghubung antara koresponden asing yang masuk ke Jawa. Sebelum penyerahan kedaulatan RI dari Belanda ke Republik indonesia serikat, pada 27 desember 1949, Mochtar dan Hasjim Mahdan, memulai surat kabar baru dengan nama Harian Indonesia raya. Disana dia menjabat sebagai pemimpin redaksi. Ketika terjadi perang korea tahun 1950, dia pergi untuk meliputnya. Sejak saat itu dia terkenal sebagai salah satu koresponen perang. Mochtar Lubis Dipenjara Karena sering meliput situasi perang. Pada tahun 1957, dia menjadi tahanan rumah. Kemudian menjadi tahanan penjara selama 9 tahun hingga tahun 1966 ketika rezim Soekarno berkuasa. Mengapa Mochtar Lubis dipenjara? Dia ditahan karena membuat cerita yang berjudul Affair. Cerita tersebut tentang pelecehan seksual yang dialami oleh Nyonya Yanti Sulaiman. Beliau adalah ahli purbakala, yang bekerja di bagian kebudayaan kementrian P&K. Dia mendapat pelecehan seksual dari bosnya. Di majalahnya, dia sering menulis artikel yang kontroversial. Bahkan dia pernah menulis tentang hubungan presiden soekarno dengan wanita Salatiga yang bernama Hartini. Dia menulis cerita affair lagi, tentang Roselan Abdulgani. Kemudian pada 13 agustus 1956, CPM menangkap syamsudin Sutan Makmur, Burhanuddin Harahap dan Pieter de Queljoe karena korupsi. 1



Musim gugur 1956, Mochtar Lubis dan Rosihan anwar, akan berangkat ke pertemuan para editor Belanda dan editor Indonesia di Zurich Swiss. Namun sebelum berangkat, mereka berdua diinterogasi delapan jam di markas CPM. Di luar negeri, dia menetap selama 1 bulan untuk menunggu situasi tanah air yang lebih tenang. Namun sepulang dari luar negeri, Mochtar mendapat sebutan tahanan rumah. Dia tetap menjalankan beritanya, namun semakin sulit. Sampai akhirnya di dipindahkan ke penjara Madiun. Selama dipenjara, ia menulis buku berjudul Catatan Subversif yang terbit pada tahun 1981. Sastrawan Hebat Indonesia Selain sebagai wartawan, Mochtar juga dikenal sebagai sastrawan. Ada banyak buku yang sudah ia terbitkan. Dalam buku yang berjudul Mochtar Lubis Wartawan Jihad yang ditulis oleh Atmakusumah, disebutkan bahwa ada sekitar 53 judul buku yang ditulis ataupun diceritakan kembali oleh Mochtar Lubis Adapun karya-karya Mochtar Lubis seperti Tanah Gersang, Harimau Harimau, Senja di Jakarta, Berkelana Dalam Rimba, Jalan Tak Ada Ujung dan masih banyak lainnya. Mochtar Lubis Wafat Mochtar Lubis yang dikenal sebagai sastrawan dan wartawan senior ini meninggal dunia pada 2 juli 2004 di Jakarta pada usia 82 tahun.



“HARIMAU HARIMAU” KARYA MOCTHAR LUBIS



Judul buku : Harimau! Harimau! Penulis : Mochtar Lubis Penerbit : Yayasan Obor Indonesia Tebal : vi + 214 halaman. : 11 x 17 cm Sinopsis: Telah seminggu Haji Rakhmat (Pak Haji), Wak Katok, Sutan, Talib, Sanip, Buyung, Pak Balam berada di hutan mengumpulkan damar, tidak jauh dari pondok Wak Hitam. Mereka bertujuh disenangi dan dihormati orangorang kampung karena mereka dikenal sebagai orang-orang sopan, mau bergaul, mau bergotong royong, dan taat dalam agama. Semua anak-anak muda itu adalah murid pencak silat Wak Katok. Mereka juga belajar ilmu sihir dan gaib padanya. Dan anggota rombongan yang ketujuh dan terakhir ialah Pak Bayam yang sebaya dengan Wak Katok. Orangnya pendiam dan kurus namun ia masih kuat untuk bekerja. Mereka bertujuh paling disenangi dan dihormati oleh orang-orang kampung karena mereka dikenal sebagai orang-orang sopan, mau bergaul, mau bergotong royong, dan taat dalam agama. Mereka semua sudah berkeluarga terkecuali Buyung. Wak Katok mempunyai sebuah senapan yang paling ampuh di dalam kelompok tersebut. Senapan ini tidak jarang dipinjamkan kepada Buyung karena tahu bahwa ia sangat senang dan bahkan pandai menggunakan senapan.Karena mempunyai senapan itu, mereka sering berburu rusa dan babi. Babi ini sering masuk ke rumah Wak Hitam. Karena itu pula terjadi perkenalan dengan Wak Hitam, bahkan mereka sering menginap di pondok Wak Hitam ini. Wak Hitam adalah seorang laki -laki yang berusia 70 tahun. Orangnya kurus, berkulit hitam, menyukai celana dan baju hitam. Ia senang tinggal berbulan-bulan di hutan atau di ladangnya bersama Siti Rubiyah, istri keempatnya yang cantik dan masih muda belia. Wak Hitam pandai menggunakan sihir dan memiliki ilmu gaib. Orang-orang percaya bahwa Wak Hitam senang tinggal di hutan karena ia memelihara jin, setan, iblis, dan harimau jadi-jadian. Ada pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam mempunyai anak buah bekas pemberontak yang menjadi perampok dan penyamum yang tinggal di hutan. Di samping itu ada pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam mempunyai tambang yang dirahasiakannya di dekat ladangnya. Mereka bertujuh sampai di pondok Wak Hitam sebelum malam tiba. Dengan gembira mereka menyantap masakan Rubiyah karena selama di hutan mereka belum pernah menikmati masakan yang enak. Buyung si rombongan anggota termuda dan satu-satunya yang masih



2



bujangan, tergila-gila akan kecantikan Rubiyah. Dalam hatinya, ia membandingkan kelebihan Rubiyah dan Zaitun tunangannya di kampung. Pada suatu hari mereka melihat hal-hal yang aneh ketika Wak Hitam sakit. Banyak orang yang berpakaian serba hitam datang ke pondok dan menyerahkan bungkusan rahasia kepada Wak Hitam. Mereka juga menjumpai seorang tukang cerita dan juru ramal di pondok tersebut. Berbagai ramalan disampaikan peramal itu tentang jalan hidup Buyung, Sutan, Talib, dan Sanip. Rubiyah menceritakan kalau dirinya juga jatuh ke tangan Wak Hitam dan penderitaan yang ditanggungnya. Buyung merasa telah jatuh cinta dan merasa wajib melindungi menyelamatkan Rubiyah dari tangan Wak Hitam. Hati dan perasaan keduanya terpadu dan membeku. Setelah Buyung kembali ke tempat rombongan bermalam di hutan ia merasa bimbang dan menyesal telah berbuat dosa. Ia ingin membebaskan Rubiyah dengan menjadikannya sebagai istrinya. Namun ia masih mencintai Zaitun Paginya mereka pergi berburu ke tempat kumpulan rusa yang sekaligus juga kumpulan harimau. Setelah menunggu beberapa saat, Buyung berhasil membidik seekor rusa jantan. Mereka pun langsung ke tempat bermalam dan menguliti rusa tersebut di situ. Tapi tiba-tiba, mereka semua mendengar auman seekor harimau. Dengan cepat mereka memasak rusa tersebut dan langsung pergi. Setelah perjalanan setengah hari dan tak lagi mendengar suara harimau, mereka beristirahat untuk makan dan setelah selesai semuanya mereka langsung saja melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat bermalam. Lalu mereka membuat sebuah pondok dan api unggun. Ketika Pak Balam buang hajat, harimau menerkam dan membawanya masuk ke dalam hutan. Setelah mereka sadar, dengan cepat Wak Katok menembak ke arah harimau dan harimau tersebut akhirnya lari dan meninggalkan Pak Balam. Tubuhnya penuh luka, goresan, dan darah. Setelah sadar Pak Balam lalu berkata bahwa ia telah memiliki firasat sebelumnya. Lalu ia menceritakan mimpi-mimpi buruknya ketika masih di kampung dan di rumah Wak Hitam. Lalu Pak Balam meminta mereka semua untuk bertobat dan mengakui semua dosa-dosa yang mereka perbuat. Tapi tak ada satu orangpun yang mau mengakui dosa-dosanya. Setelah sembahyang, lalu mengobati luka Pak Balam dan membuat usungan mereka lantas pergi. Keranjang damar mereka tinggalkan. Selama perjalanan, panas Pak Balam tak juga reda, mereka ingin cepat-cepat sampai kampung agar Pak Balam dapat segera diobati. Talib berada di barisan paling belakang, ketika ia hendak membuang air seni harimau telah membawanya lari. Mereka mengikuti jejak harimau tersebut, dan ia di tempat terbuka di dalam hutan mereka menemukan Talib yang sudah berlumuran darah. Karena kaget akan serangan rombongan itu, harimau lantas pergi. Semua ikut membantu menyembuhkan Talib dengan kekuatan lima orang itu walaupun akhirnya ia sendiri meninggal. Semua ikut membantu kecuali Wak Katok karena ia adalah seorang pemimpin. Esok paginya Talib dikuburkan, Pak Haji dan sutan menjaga pondok serta Pak Balam. Sedangkan yang lain pergi memburu harimau. Sutan tak tahan mendengar igauan Pak Balam yang meminta untuk mengaku dosa. Ia pun pergi meninggalkan Pak Haji dan Pak Balam yang sedang sakit dan pergi menyusul kawan-kawan yang lainnya. Sedangkan di tempat lain, di dalam hutan Wak Katok dan Pasukannya terus mengikuti jejak harimau. Pada saat mereka merasa sudah dekat dengan sang harimau, mereka menyusun rencana sedemikian rupa. Mereka lantas bersembunyi di belakang pohon yang besar dan menunggu sang harimau tiba. Malam pun tiba, saat itu juga mereka mendengar jeritan manusia, dan ngauman harimau seecara bersamaan. Tapi mereka tak hendak untuk menolongnya, dan memutuskan kembali ke tempat mereka bermalam. Ketika sampai di tempat bermalam, Pak Haji menanyakan keberadaan Sutan. Mereka menggeleng, dan menceritakan apa yang terjadi pada dua tempat yang berbeda, mereka pun menyimpulkan bahwa yang menjadi korban harimau tersebut ialah Sutan. Pagi-pagi ketika mereka bangun, mereka terkejut karena Pak Balam akhirnya meninggalkan dunia. Setelah selesai mengubur Pak Balam, mereka semua memutuskan untuk pergi berburu. Wak Katok memutuskan mengambil jalan pintas, ternyata jalan pintas itu melewati hutan yang sangat lembab. Hutan ini pun seperti tak pernah disentuh makhluk hidup kecuali babi dan badak. Mereka ingin keluar dari rimba jahat tersebut, tetapi Wak Katok yang menjadi pemimpin rombongan tersebut hanya membuat mereka berputar-putar di jalan yang sama karena sebenarnya Wak Katok takut memburu harimau. Setelah itu, Wak Katok malah marah-marah sendiri, dan memaksa satu persatu orang untuk mengakui dosa-dosanya. Semuanya mau menurut kecuali Buyung. Wak Katok memaksa Buyung dengan cara meletakkan senapan di dadanya, dan saat itu pula suara auman harimau terdengar. Setelah harimau pergi, Wak Katok tak dapat diajak berbicara lagi yang akhirnya Wak Katok pun mengusir mereka. Buyung, Pak Haji, dan Sanip menyusun rencana untuk mengambil senapan. Senapan berhasil diambil setelah melalui perkelahian. Wak Katok akhirnya pingsan dan akhirnya Pak Haji meninggal karena luka yang disebabkan oleh Wak Katok. Setelah sihir yang dimiliki oleh Wak Katok, Buyung menyusun rencana yang sangat bagus hingga akhirnya dapat membunuh harimau tersebut. Ia membunuh dengan cara melepaskan bidikan tepat mengenai sasaran dan harimaupun mati. Ketika itu ia menggunakan Wak Katok sebagai umpan karena Wak Katok diikat di sebuah batang pohon yang besar. Kini mengertilah Buyung maksud kata-kata Pak Haji bahwa untuk keselamatan kita hendaklah dibunuh dahulu harimau yang ada di dalam diri kita. Untuk membina kemanusiaan perlu kecintaan sesama manusia. Seorang diri tidak dapat hidup sebagai manusia. Buyung menyadari bahwa ia harus mencintai sesama manusia dan



3



ia akan sungguh-sungguh mencintai Zaitun. Buyung merasa lega bahwa ia terbebas dari hal-hal yang bersifat takhayul,mantera-mantera,jimat yang penuh kepalsuan dari Wak Katok. Analisis Novel “Harimau! Harimau!, karya Mochtar Lubis I. Adapun unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Harimau ! Harimau ! adalah sebagai berikut : 1. Alur Adapun alur yang terdapat dalam novel Harimau ! Harimau ! adalah alur maju ( progresif), hal ini dikarenakan cerita menceritakan kejadian dari awal sampai akhir tanpa adanya unsur kejadian masa lampau. Secara rinci tahap alur cerita dapat diuraikan sebagai berikut : a) Pengenalan cerita Cerita diawali dari penceritaan tokoh – tokohnya. Tujuh orang desa mencari damar ke dalam sebuah hutan tropis lebat. Mereka mewakili karakter yang berbeda-beda. Misalnya ada Buyung, pemuda tekun, baik dan pandai berburu. Lalu ada Pak Haji, seorang sederhana yang dianggap soleh namun asosial. Adapula Wak Katok, orang yang dituakan dalam rombongan, guru silat dan diyakini memiliki ilmu gaib. b) Munculnya Konflik Kebiasaan mereka mencari damar di hutan terusik dengan kehadiran seekor harimau kelaparan. Pak Balam menjadi anggota rombongan pertama yang diserang si raja hutan. Dalam kondisi sekarat, ia bercerita bahwa harimau itu adalah binatang jadi-jadian kiriman dari Wak Hitam – mantan gerilyawan yang hidup di hutan – untuk menghukum mereka karena dosa-dosa yang mereka lakukan. Kecuali mereka mengakui dosa-dosa tersebut dan bertobat. Kemudian Pak Balam mulai menyuruh yang lain untuk mengakui dosa-dosanya juga satu persatu di depan mereka semua yang akhirnya mulai menimbulkan perdebatan dan penolakan keras. c) Konflik Memuncak (Klimaks) Pak Balam disusul Talib dan Sutan, yang kesemuanya akhirnya meninggal diterkam harimau. Kemudian terjadilah perdebatan hebat antara Wak Katok dan Buyung. Kepercayaan akan hal-hal yang gaib mengantarkan mereka memasuki area konflik batin. Satu-persatu menjadi korban keganasan harimau. Satu-persatu mulai membuka aib dan dosa diri tak terkecuali membuka aib teman-temannya demi mempertahankan nyawa. Dalam situasi yang mendekatkan diri pada kematian, mereka baru sadar kesalahan dan dosa yang selama ini mereka perbuat. d) Konflik Menurun (Anti-klimaks) Rombongan yang tersisa sepakat memburu harimau tersebut dengan membuat siasat. Buyung bersama Sanip membuat siasat untuk menggunakan Wak Katok sebagai umpan supaya harimau mau keluar dan bisa dibunuh, agar mereka bisa kembali ke kampung. e) Penyelesaian Mereka berhasil membunuh harimau setelah Wak Katok dipaksa menjadi umpan. Setelah mereka belajar bahwa sebelum mengalahkan harimau di luar sana, mereka juga harus mengalahkan harimau sekaligus musuh terbesar yang ada dalam diri mereka sendiri. 2. Tokoh dan Penokohan (Karakterisasi) Tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan dalam cerita. Sedangkan watak tokoh dan penciptaan citra tokoh disebut penokohan. Tokoh –tokoh utama dalam novel Harimau ! Harimau ! adalah Pak Haji Rakhmad, Wak Katok, Buyung, Sanip, Pak Balam, Sutan, Talib, Wak Hitam, dan Siti Rubiah. Sedangkan tokoh-tokoh sampingan yang terdapat dalam novel Harimau ! Harimau ! adalah Zaitun, Wak Hamdani ( ayah Zaitun ), Ayah dan Ibu Buyung. Adapun tokoh serta penokohan yang terdapat novel Harimau ! Harimau ! adalah sebagai berikut : 1. Pak haji Rakhmad, adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :  Realistis, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “Manusia yang mau hidup sendiri tak mungkin mengembangkan kemanusiaannya. Manusia perlu manusia lain….” (hal. 198)  Taat pada Tuhan, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “… ingatlah ucapan ‘Bismillahirrokhmanirrohhiim’… Tuhan adalah yang Maha Pemurah dan Pengampun….” (hal. 199) 2. Wak Katok, seorang tua yang dianggap sebagai dukun dan pandai silat. Dia mempunyai perguruan silat sehingga murid silatnya banya. Dia juga salah seorang pencari damar. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :  Pemaksa, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “Jika perlu aku paksa dengan ini,” (hal. 132)  Penipu, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “Jimat-jimatmu palsu, mantera-manteramu palsu. Inikah jimat-jimat juga yang dipakai oleh Pak Balam ….” (hal. 192)



4



3. Buyung, seorang pemuda pencari damar. Dia murid Wak Katok yang pandai silat. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :  Pemalas, dibuktikan pada cuplikan dialog dibawah ini. “Tetapi, aku malas kembali. Kita telah jauh,” (hal. 58)  Suka menolong, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “Aku tolong engkau, Rubiah,” (hal. 67)  Pandai, dapat dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “Sungguh pandai engkau menembak, Buyung,” (hal. 83) 4. Sanip, murid Wak Katok, pencari damar. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :  Jujur, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “Memang kami berdosa, kami…Talib, aku, dan ….,” (hal. 128)  Ingkar janji, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “Biarlah Sutan marah padaku karena aku melanggar janji atau sumpah ….,” (hal. 129)  Suka mencuri, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “Kami bertiga, Talib, Sutan, dan aku, enam bulan yang lalu, yang, yang mencuri empat ekor kerbau milik Haji Serdang di kampong Kerambi,” (hal. 129) 5. Pak Balam, salah seorang pencari damar. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :  Jujur, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “Aku merasa ringan kini aku sudah menceritakan pada kalian di depan Wak Katok beban dosa yang selama ini ….,” (hal. 100) 6. Sutan, Pencari damar, murid Wak Katok. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :  Suka menyindir, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “Asal sungguh dia hanya dapat kancil,” (hal. 71)  Penakut, dapat dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “ Huusss, jangan sebut-sebut namanya, engkau ingin dia datang menyerang kita ?” (hal. 125)  Suka mencuri, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “Kami bertiga, Talib, Sutan, dan aku, enam bulan yang lalu, yang, yang mencuri empat ekor kerbau milik Haji Serdang di kampong Kerambi,” (hal. 129) 7. Talib, seorang pemuda pencari damar, murid Wak Katok. Adapun karakterisasinya :  Suka mencuri, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “… dosa … aku berdosa … mencuri … curiiiii, ampun Tuhan….” (hal. 126) 8. Wak Hitam, seorang tua yang tinggal menyepi dalam hutan belantara dengan keempat istrinya. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut :  Suka mengeluh, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “Aduh, beginilah kalau sudah tua dan sakit-sakit, tak ada lagi yang mengurus awak,” (hal. 50) 9. Siti Rubiah, istri muda Wak Hitam. Adapun karakterisasinya adalah sebagai berikut:  Suka melamun, dibuktikan pada cuplikan dialog di bawah ini. “Rubiah, mengapa engkau bermenung-menung sendiri ?” (hal. 62) 3. Latar (Setting) Latar adalah waktu, tempat, dan suasana ketika suatu cerita yang dialami oleh seseorang terlukis atau terjadi. 1. Latar waktu  Petang Ini terjadi pada suatu petang, ketika Zaitun datang membawa makanan untuk ibu Buyung dan …. (hal. 12)  Malam hari Dalam malam serupa itu, Sanip akan mengeluarkan dangung-dangungnya dan menyanyikan lagulagunya. (hal. 30)  Pagi hari Esok paginya, apabila yang lain masih tidur, lama sebelum subuh, Buyung telah membangunkan Wak Katok dan Sutan. (hal. 80) 2. Latar tempat  Di hutan Mereka bertujuh telah seminggu lamanya tinggal di dalam hutan mengumpulkan damar. (hal. 2)  Di rumah Buyung … ketika ayah dan ibunya ayah dan ibunya menyangka, bahwa dia tak ada di rumah. (hal. 12)  Di kamar … setelah Zaitun pergi, Buyung mendengar dari kamar di sebelah … (hal. 12)  Rumah Wak Hitam



5



Mereka beruntung, karena tak berapa jauh dari hutan damar, ada sebuah huma kepunyaan Wak Hitam. Disebuah pondok dilating Wak Hitamlah mereka selalu bermalam selama berada di hutan damar. (hal. 25)  Di pinggir sungai Mereka bertemu di tanah terbuka di pinggir sungai. Buyung perlahan-lahan mendekati mereka. (hal. 82) 3. Latar suasana  Gembira “Untung hujan, kita sempat beristirahat”. Dan mereka semua tertawa. (hal. 19)  Menegangkan Napas Buyung terasa sesak, dan mengencang. Belum pernah dia merasa apa yang dirasakannya … (hal. 68) 4. Sudut Pandang Sudut pandang atau point of view merupakan cara pandang yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai yang membentuk cerita. Adapun sudut pandang yang digunakan dalan novel Harimau ! Harimau ! adalah sudut pandang orang ketiga. Hal ini dikarenakan dalam kisahannya pengarang mengacu pada tokoh-tokoh cerita dengan menggunakan kata ganti orang ketiga (ia, dia), atau menyebut nama tokoh. 5. Gaya dan Nada Gaya adalah cara pengungkapan khas seorang pengarang yang membedakannya dengan pengarang lain. Sementara nada adalah suatu hal yang dapat terbaca dan terasakan melalui penyajian fakta cerita dan sarana sastra yang terpadu dan koheren. Adapun gaya yang digunakan dalam novel Harimau ! Harimau ! adalah bahasa Indonesia. Sebagian besar bahasa yang digunakan pada novel ini adalah bahasa Padang, sesuai dengan tanah kelahiran Moctar Lubis. Keunikan kata pada novel Harimau! Harimau! yang paling mendasar, dapat dilihat dari judulnya sendiri “Harimau! Harimau!” yang sengaja dibuat berulang tanpa tanda (-) yang biasa digunakan pada tata bahasa yang benar, karena dalam karya sastra, sastrawan memiliki kebebasan untuk berbahasa. Hal itu juga sangat unik, karena dapat menggugah ketertariakn pembaca dengan novel ini. tidak hany itu saja, dalam novel ini, dari nama tokoh-tokohnya, Wak Katok, Wak Hitam, Buyung, Sunip, Talib, dll. Pembaca yang luar Daerah Padang, mungkin lucu mendengar nama-nama tersebut, tidak terbiasa dan aneh. Sedikit mengulas, novel ini juga mengambarkan karakteristik pemain yang berbeda satu dengan lainnya. Di mana masing-masing memiliki ciri khasnya. Pada novel ini, tidak hanya memiliki bahasa yang mencirikan daerah Padang, akan tetapi bahasa fulgar khas sastra juga ditonjolkan, misal:  “Matanya tak putus-putusnya mengikuti gerak-gerik Siti Rubiyah. Perempuan muda itu yang menyangka dirinya seorang diri di pinggir sungai dengan tenang membuka pakaiannya. Dia membuka kebaya tuanya dan meletakkan diatas batu besar. Dia tidak memakai kutang.” Pemilihan kata kutang oleh Muctar Lubis dalam Novel Harimau! Harimau! ini, memang terkesan vulgar. Di mana dunia sastra tidak lepas dengan ciri khas pengarangnya. Setiap pengarang memiliki kebebasan untuk berbahasa, itulah yang dimanfaatkan semua pengarang untuk mengekspresikan apa yang memang menjadi ide mereka. Kata-kata yang terdapat pada novel ini, lebih banyak menggunakan pemilihan kata yang unik, misal:  “Aduh, beginilah kalau sudah tua dan sakit-sakit, tak ada lagi yang mengurus awak," (hal. 46)  "Bini yang tua dan bini yang muda, sama saja, tak hendak mengurus kita dengan benar." (hal. 47) Dalam hal ini, awak yang berarti saya, kata itu memiliki kekhasan tersendiri dibanding dengan menggunakan kata yang biasa dipakai, seperti saya atau aku. Sedangkan ‘tak hendak mengurus kita dengan benar’, hal itu berarti ‘tidak mengurus saya dengan benar’. Penggunaan kata ‘tak hendak’ dan ‘kita’ diaman ‘kita’ itu sebenarnya menunjukkan objek tunggal ‘aku (Wak Hitam)’ itu juga lebih terkesan unik dan menarik dibaca. 6. Amanat Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui cerita yang tertuang. Adapun amanat yang dapat diambil dari novel Harimau ! Harimau ! adalah sebagai berikut :  Dalam menjalani persahabatan dan kesetiakawan, kita harus jujur dan tulus satu sama lain agar tidak timbul kecurigaan.  Janganlah sombong terhadap apa yang kita punya.  Janganlah mengganggu habitat hewan, kalau tidak mau hewan tersebut menerkam kita.  Janganlah terlalu percaya tahayul, karena kekuatan Tuhan jauh melebihi segalanya.  Jika menghadapi suatu permasalahan, kita harus bersama-sama menyelesaikannya.  Dalam menjalani kehidupan, kita harus jujur.  Janganlah berbuat curang dengan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan kedudukan.



6



Novel ini mengajarkan kita bahwa dalam hidup kita harus saling tolong menolong sebab kita tidak hidup sendiri dan tak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Setiap manusia   harus belajar hidup dengan kesalahan dan kekurangan manusia lain. Kita juga   harus selalu bersedia memaafkan kesalahan orang lain dan janganlah menaruh dendam kepada orang lain seperti kalimat yang terdapat dalam novel ini "Bunuhlah harimau dalam hatimu". Selain itu juga novel ini mengingatkan kita agar kita selalu ingat kepada Tuhan, jangan percaya pada hal-hal yang bersifat tahayul. 7. Tema Tema adalah pokok pikiran, ide, gagasan yang mendasari lahirnya sebuah cerita. Adapun tema dalam novel Harimau ! Harimau ! adalah mengenai masalah tahayul dan hal-hal yang berhubungan dengan ilmu magis yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Namun di atas segala-galanya itu, bahwa kekuatan Tuhan jauh melebihi segalanya. II. Unsur Ekstrinsik 1. Pendekatan Historis Pendekatan historis adalah pendekatan yang menekankan pada pemahaman mengenai biografi pengarang, latar belakang peristiwa kesejarahan yang melatarbelakangi masa terwujudnya cerita, serta perkembangan kehidupan penciptaan kehidupan sastra pada umumnya dari zaman ke zaman. Dalam menulis novel, Mochtar Lubis lebih condong untuk mengisahkan mengenai kepemimpinan yang terjadi saat itu, seperti yang dikisahkan dalam Harimau! Harimau! Yaitu tentang pencarian jati diri dan jiwa pemimpin seperti apa yang harus dipertahankan. Unsur ekstrinsik novel ini yaitu khususnya yang berhubungan dengan kondisi kemasyarakatan, tidak lepas dari masalah ketidakadilan, masalah penindasan terhadap kaum lemah, dan hati nurani. Harimau! Harimau! merupakan kritik sosial politik terhadap masyarakat. Hal ini sedikit banyak dipengaruhi oleh pribadi pengarangnya yang memang selalu berkecimpung dalam masalah-masalah politik dan sosial. Sehingga walaupun novel ini mengambil setting di hutan-hutan, namun sebenarnya tidak lepas dari pengungkapan kehidupan para pemimpin yang sewenang-wenang, yang lalim dan tidak adil menurut pengarang. Hutan rimba sebagai latar tempat dalam cerita ini juga dipengaruhi oleh tempat kelahiran Mochtar yang kelahiran Padang, Sumatera Barat tahun 1922. Harimau adalah simbol kesewenangan dalam hati manusia yang harus dibunuh, untuk dapat menjadi manusia sejati yang mencintai sesamanya. Harimau adalah simbol pemimpin besar dan berwibawa tetapi sebenarnya palsu. Seorang Mochtar Lubis yang cukup mapan dalam ilmu agama, tentunya tahu kalau karyanya akan menjadi amal jariyahnya bila karya itu baik dan membawa kebaikan. Tidak heran kalu nilai moral sangat kental terdapat di dalam novel Harimau Harimau itu. Novel yang mengajarkan nilai keberanian dan tidak hanya teori. Jika dalam dunia nyata, musuh berupa hewan buas atau penjahat akan sangat mudah dilihat secara kasat mata serta dikalahkan, maka musuh terbesar yang ada dalam diri setiap manusia, berupa niat buruk dan nafsu, sering tidak terlihat dan sulit ditaklukkan. Itulah harimau yang ada dalam diri setiap manusia, dan jadi kunci keberhasilan setiap orang untuk sukses menaklukkan musuh di luar dirinya. Pesan moral itu yang coba diselipkan oleh penulis novel ini. Novel ini berisi petualangan di rimba raya oleh sekelompok pengumpul damar yang di buru oleh seekor harimau yang kelaparan. Berhari-hari mencoba menyelamatkan diri, sampai satu-persatu dari mereka menjadi korban terkaman harimau. Di bawah tekanan ancaman harimau , dalam diri mereka masing-masing terjadi pula proses refleksi mengenai diri mereka masing-masing, yang mempertinggi kesadaran mereka tentang kekuatan dan kelemahan-kelemahan anggota kelompok mereka yang lain. 2. Keterkaitan tema novel dengan kehidupan sehari-hari  Tema novel ini masih sangat berkaitan dengan kehidupan sekarang. Dalam kehidupan saat ini masih terdapat orang yang melakukan kedzaliman, kemunafikan , dan keras kepala. Kita juga sebagai manusia harus saling tolong menolong karena manusia sama-sama saling membutuhkan. Oleh karena itu manusia tak dapat hidup sendiri.  Dalam novel terlihat bahwa masyarakat masih percaya dengan kekuatan-kekuatan gaib, mantera-mantera, jimat, atau apapun yang berbau magis dalam setiap segi kehidupan  Masalah yang terjadi adalah perkawinan paksa yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya. Hal ini terlihat pada cerita kisah perkawinan antara Rubiyah dengan Wak Hitam. Rubiyah terpaksa menikah dengan Wak Hitam, seorang lelaki tua yang telah memiliki 3 orang isteri. Akan tetapi karena menghormati dan takut pada ayah dan ibunya, maka dituruti juga kemauan ayah dan ibunya.  Pemimpin tidak mau mengatur serta membina hubungan yang lebih baik dengan para anggota bawahannya. Dia tidak mampu melindungi anggota kelompoknya dari gangguan berupa serangan dari lawan. Dia hanya mementingkan keselamatan dan kepentingan diri sendiri. Penyebab yang menjadikan adanya permasalahan tersebut adalah karena pemimpin bersifat lemah dan berpura-pura. Kehebatan pemimpin tidak ditunjukkan dalam perbuatan, hanya di mulut saja. 7



3. Nilai-Nilai a. Nilai sosial Nilai sosial yang terdapat dalam kutipan novel tersebut adalah memberi pertolongan kepada orang yang sedang sakit. Karena dalam kutipan diungkapkan, Wak Katok dan teman-temannya memberi pertolongan kepada Pak Balam yang terluka (membersihkan, mengobati, dan membalutnya), meminumkan obat yang mereka buat sendiri. Dapat dilihat ari kutipan berikut ini: Dari sebuah kantung di dalam keranjang besarnya, Wak Katok mengeluarkan daun ramu-ramuan. Mereka membersihkan luka-luka Pak Balam dengan air panas dan Wak Katok menutup luka besar di betis dengan ramuan daun-daun yang kemudian mereka membungkus dengan sobekan kain sarung Pak Balam. Wak Katok merebus ramuan obat-obatan sambil membaca mantera-mantera, dan setelah air mendidih, air obat dituangkan ke dalam mangkok dari batok kelapa. Setelah air agak dingin, Wak Katok meminumkannya kepada Pak Balam sedikit demi sedikit. (hal 92-93) b. Nilai moral Pesan moral yang bisa diambil dalam novel ini adalah perkataan Pak Haji ketika hendak menghembus napas terakhirnya kepada Buyung dan Sanip : “Kemanusiaan hanya dapat dibina dengan mencinta, dan bukan dengan membenci. Orang yang membenci tidak saja hendak merusak manusia dirinya sendiri. Ingatlah hidup orang lain adalah hidup kalian juga... sebelum kalian membunuh harimau yang buas itu, bunuhlah lebih dahulu harimau dalam hatimu sendiri... mengertikah kalian... percayalah pada Tuhan. Tuhan ada... manusia perlu bertuhan.” (Hal : 202) Bentuk-Bentuk moral baik dan buruk dalam novel Harimau ! Harimau ! sebagai berikut : Kesabaran merupakan sebuah keutamaan yang menghiasi diri seorang mukmin, di mana orang itu mampu mengatasi berbagai kesusahan dan tetap berada dalam ketaatan kepada Allah meskipun kesusahan dan cobaan itu begitu dahsyat. Contoh kesabaran pada tokoh Pak Haji dalam novel ini, ia yang meredakan segala keadaan ketika pertikaian terjadi antara Wak Katok dan Buyung karena berebut kekuasaan. c. Nilai budaya Permasalahan tentang perkawinan yang merupakan penggambaran obsesi Mochtar Lubis dalam novel Harimau! Harimau! yaitu tidak adanya kebahagiaan dalam perkawinan. Perkawinan diartikan sebagai sesuatu yang tidak perlu dikaitkan dengan dasar-dasar, nilai-nilai, dan norma-norma tertentu. Ia boleh saja dibentuk atau ditiadakan sekiranya kedua pasangan berkeinginan untuk itu. Jadi kehadiran lembaga perkawinan tidak ada artinya, tidak perlu adanya. Calon suami dan calon istri boleh saja membentuk suatu ikatan perkawinan jika mereka berdua berkeinginan untuk itu. Begitu pula terhadap pasangan suami istri, mereka boleh memutuskan ikatan perkawinannya jika mereka tidak bersesuaian lagi tanpa melalui suatu tatanan nilai-nilai atau norma-norma tertentu. Latar belakang atau penyebab tidak adanya kebahagiaan dalam perkawinan karena suami sudah tua dan “lemah”, suami sibuk dan lama berada di luar rumah dan keterbatasan perekonomian suami dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga. Akibat dari tidak adanya kebahagiaan dalam perkawinan dapat menimbulkan berbagai macam fenomena sosial. Baik yang berasal dari dalam diri, rumah tangga, maupun masyarakat. d. Nilai agama Nilai agama yang terungkap pada noverl ini yaitu adalah menasehati orang-orang yang telah berbuat kejahatan melakukan tobat dan minta ampun atas dosa-dosa meminta ampun kepada Tuhan dengan cara bersujud selalu, mengakui kesalahan dan dosa-dosa yang dilakukan berbicara dengan membuka mata dan memandang awan. Terdapat dalam kutipan sebagai berikut: Kemudian Pak Balam membuka matanya dan memandang mencari muka Wak Katok. Ketika pandangan mereka bertaut, Pak Balam berkata kepada Wak katok, "Akulah dosa-dosamu, Wak katok, dan sujudla kehadirat Tuhan. Mintalah ampun keada Tuhan yang maha penyayang dan maha pengampun, akuilah dosa-dosamu, juga supaya kalian dapat selamat keluar dari rimba ini, terjatuh dari bahaya yang dibawa harimau......biarlah aku yang menjad korban......"(hal 206) 4. Kesimpulan Melalui novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis ini dapat disimpulkan bahwa sebagai manusia tidak bisa hidup seorang diri karena pasti sebagai manusia senantiasa hidup saling berdampingan satu dengan yang lain. Sebagai manusia yang selalu berhubungan satu dengan yang lain juga harus menerapkan nilai-nilai rasa kemanusiaan antara satu sama lain seperti, saling tolong menolong, saling menghormati, saling menghargai, dll. Sebagai manusia juga pasti tidak akan luput dari dosa dan kesalahan. Entah itu dosa atau kesalahan kecil maupun besar. Untuk itu sebelum ajal menjemput, selagi masih ada kesempatan, sebagai seorang manusia harus selalu memohon ampun atas dosa dan kesalahan kepada Tuhan. Kepercayaan dan keyanikan akan kekuatan dan kuasa Tuhan yang mengatur kehidupan ini pun juga harus senantiasa dibangun dan dihadirkan 8



dalam hati manusia dalam menjalani hidupnya, karena tidak ada kuasa dan kekuatan lain yang mampu melebihi kekuatan dan kuasa Tuhan. Selain itu dalam novel Harimau! Harimau! juga turut menggambarkan sebuah kritikan mengenai kepemimpinan. Mengkritik kepada para pemimpin yang kerap kali berlaku sewenang-wenang, mementingkan diri sendiri, dan tidak memperhatikan kepentingan bersama. Harimau dalam novel Harimau! Harimau! melambangkan suatu kesewenangan, keburukan, dan bahkan kejahatan yang ada di dalam hati manusia yang harus dibunuh agar tidak menguasai diri dan agar bisa menjadi manusia sejati yang penuh cinta terhadap sesama. Harimau juga merupakan sosok pemimpin yang terlihat nampak kuat dan berwibawa namun, sebenarnya tidak demikian. Semua yang terlihat hanya kepalsuan.



9