Propulsi: Jurnal Teknik BKI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Jurnal Teknik BKI



PROPULSI Edisi 02 - Juni 2015



Proporsion and Premilinary Powering



MIssion Requirement COst Estimate



Lines and Body Plan



Damage Stability



Capacity,



Hydrostatic and Bonjean Curve



Floodable Length and Freeboard



Estimasi Kekuatan Lambung Kapal Trim, and Pasca Kerusakan Estimation Of The Ship Hull Intact Strength After Damaged



Stability



FINAL DESIGN



Estimasi Laju Korosi Pada Pelat Ruang Muat Kapal Tanker yang Berlayar Di Perairan Indonesia



Lightship Weight Estimate



Analisa Fatigue Life Pada Bentuk Bracket Lengkung (Radiused Bracket) Topside Module FSO/FPSO Powering



Arrangements (hull and Machinery) Structure



www.bki.co.id



Salam Redaksi, Redaksi Jurnal Teknik BKI PROPULSI mengucapkan :



SELAMAT



Pada edisi kedua ini kami mengusung tema Desain Kapal. Tema tersebut diambil mengingat jantung utama dari keselamatan kapal adalah desain dari kapal itu sendiri. Secara umum desain kapal meliputi perencanaan kekuatan struktur, sistem permesinan kapal, stabilitas dan hidrodinamika. Apabila desain kapal dilakukan secara matang dan disesuaikan dengan aturan teknik yang ada diharapkan faktor resiko kecelakaan dapat diminimalisir. Dengan kata lain jaminan keselamatan laut dapat ditingkatkan.



atas terpilihnya Bapak Rudiyanto, Direktur Utama BKI, sebagai



ACS Chairman - 2015



Artikel-artikel yang dimuat pada jurnal kali ini membahas desain kapal tentang perencanaan struktur dan hidrodinamika. Perencanaan struktur meliputi kajian terkait pelat, analisa beban dan tegangan, analisa fatigue serta estimasi kekuatan lambung kapal. Artikel mengenai pembagian data gelombang di perairan domestik Indonesia disajikan sebagai faktor penting dalam desain hidrodinamika kapal terkait penentuan beban gelombang pada kapal, khususnya bagi kapal yang berlayar di perairan domestik Indonesia.



Dalam pertemuan Annual Executive Committee ke-22 di Kobe, 11-12 November 2014



Besar harapan kami Jurnal Teknik BKI digunakan sebagai rujukan tidak hanya bagi internal BKI tetapi juga para stakeholder yang terlibat didalamnya. Semoga keberadaan Jurnal ini dapat menjadi media bagi BKI, institusi penelitian dan institusi pendidikan terkait untuk berkolaborasi dalam pengembangan desain kapal sesuai dengan konsep kekinian. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan edisi selanjutnya.



Peserta pertemuan tahunan ACS EC 22. Bapak Rudiyanto (barisan terdepan, kedua dari kiri)



The Association of Asian Classification Societies (ACS) didirikan di Bali pada tanggal 1 Februari 2010 oleh 6 badan klasifikasi se-Asia yaitu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), China Clasification Society (CCS), Indian Register of Shipping (IRS), Korean Register (KR), Nippon Kaiji Kyokai (NK) dan Vietnam Register (VR). Maksud dan tujuan ACS adalah meningkatkan kesalamatan kapal dan perlindungan lingkungan laut bekerjasama dengan komunitas maritim dunia khususnya di Asia melalui pengetahuan dan keahlian yang dimiliki anggotanya. Informasi lebih lanjut : www.asiancs.org/Main/Main.aspx



ASSOCIATION OF ASIAN CLASSIFICATION SOCIETIES



Pengarah Penanggung jawab Pemimpin redaksi Anggota



: Direksi BKI : Kepala Divisi Manajemen Strategis : Senior Manager Riset dan Pengembangan Teknikal : Mochammad Zaky Sukron Makmun ALAMAT REDAKSI Defri Sumarwan Divisi Manajemen Strategis Eko Maja Priyanto Kantor Pusat Biro Klasifikasi Indonesia Lt. 2 Jl. Yos Sudarso No. 38 - 40, Tanjung Priok Gde Sandhyana Pradhita



Jakarta Utara - 14320 Telp. (+62)21 - 4301017, 4301703 ext. 2001 email : [email protected] Jurnal teknik ini dapat diakses melalui website BKI di Teknik www.bki.co.id Jurnal BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



3



n generalized beam theory secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut:



�� �� 𝑉�



+ 𝐵�� 𝑉� = 𝑞�



(12)



kakuan adalah



𝑢� 𝑑𝐴 +DAFTAR ∫ 𝐾𝑓� 𝑓� 𝑑𝑠 ISI � � �



KAPASITAS PLAT



� ̈ 𝐾𝑓�̈ 𝑓� + Melengkapi ∫� 𝐾𝑓penjelasan diatas, maka dapat � 𝑓� ) 𝑑𝑠 �



incremental



dan



𝐷�� = 𝐷1�� −



membandingkannya



dengan teori membrane plastis.



�� �



PEMBAGIAN DATA GELOMBANG PERAIRAN DOMESTIK INDONESIA



(𝐷2�� + 𝐷2�� ) =



disimpulkan bahwa jika rumus empiris BKI



telah menggunakan batas diatas yield dalam



Untuk



teori elasto/plastic bending, maka salah satu



digunakan beban sebesar 1,2 kali beban



cara untuk mempertahankan tebal plat atau



collapse (0.6MPa) dan untuk membrane



elasto/plastic



bending



akan



menurunkannya adalah dengan menguji



plastic digunakan beban 2 kali collapse



kapasitas plat. Kapasitas plat dalam teori



(0.97MPa), hasil dari equivalent plastic



model beam (Gambar 3), dan selanjutnya



strain yang besar dengan beban membrane



adalah memodelkan secara utuh plat panel,



tipis memiliki kapasitas plat yang jauh lebih



3 mbahasan plat bending telah disimulasikan dengan Salam Redaksi



(13, a, b, c)



Estimasi Kekuatan Lambung Kapal Pasca Kerusakan Estimation Of The Ship Hull Strength After Damaged



51



Estimasi Laju Korosi Pada Pelat Ruang Muat



Abstract



Indonesia



Kurniawan (2012) has been initiated to divide Indonesian waterways by simplified definition 10 by 10 grids in order to recognize the wave characteristic. He concluded that the narrow area definition is required due to the geographical obstacle of some existing area. In this research, 257 areas are created by using two-by-two grid accuracy in general. By using comparable BMKG’s and ECMWF’s metocean data, it is found that the data of BMKG gives higher wave height fluctuation than that of ECMWF. ECMWF data are adviced to be used as wave data source and the wave scatter diagram can be compiled by using this hind-cast data. The HW long-term probability distribution of new area could be assumed by using Weibull distribution.



strain (Gambar 5) menunjukan perbedaan



incremental beban akan dinaikan yang jauh lebih besar. Hal ini menunjukan pang secara melintang terbuka penegar, kehadiran node Kapal cabang Tankermenjadi yang Berlayar Di Perairan hingga batas collapse. Percobaan kedua bahwa teori membrane menjadikan plat



acement) 𝑢�memberikan (𝑠) , 𝑓�,� (𝑠) 𝑓� (𝑠) dengan lebih komplek, karena diperlukan kemudian beban secaradan kuat dibandingkan plat bending. 57



5



Analisa Fatigue Life Pada Bentuk Bracket Pembagian Gelombang Perairan Domestikdua dinding, han melintang pada Data node. Saat node membagi tidak dapat Lengkung (Radiused Bracket) Topside Module Indonesia FSO/FPSO



0.1313



unit warping 𝑢�� (𝑠) yang bernilai 1, node ini tergantung pada node



Keywords : BMKG, ECMWF, Weibull distribusion, Indonesian waterways.



15 Kajian Akibat Beban Lateraldihitung. Dalam dent node) dan Tebal nilaiPelat warpingnya harus Asumsi vlasov yaitu “Rules For Hull”



� mbrane bernilai nol sepanjang penampang melintang 𝛾�� = 0.



1. Pendahuluan



lepas pantai. Ketiadaan data metocean yang valid akan berakibat fatal bagi konstruksi tersebut, yaitu perkiraan yang berlebih atau perkiraan yang kurang dari seharusnya. Dengan perencanaan yang akurat dan matang maka performa bangunan apung yang kita desain dapat kita prediksi mendekati keadaan nyata dalam operasionalnya.



G



0.0034923



gkah dalam perhitungan dan penurunan persamaan sebagai berikut :



elombang adalah fitur dominan yang menjadi pertimbangan utama dalam penentuan desain bangunan apung. Gelombang memiliki pengaruh gaya dan beban yang besar terhadap bangunan dinamis seperti kapal maupun pontoon dan bangunan statis seperti jacket, ataupun offshore platform lain yang bertipe fixed.



tama mendefinisikan dan memilih penampang tak bercabang sebagai



node yang memiliki elementary unit warping 𝑢�� (𝑠) yang bernilai 1. Gambar 5. Elasto/Plastic bending vs Membrane plastic



23 dua mendefinisikan dependent node, Analisis Ultimate Limit State (ULS) dimana nilai warping tergantung



ndent



Mohammad Arif Kurniawan, Fredhi Agung Prasetyo, Siti Komariyah



45



Kurangnya ketersediaan data metocean yang valid terutama di wilayah perairan Indonesia menjadi kendala dalam permasalahan desain diatas. Beberapa peneliti menggunakan pendekatan dengan data data yang tersedia untuk mengatasi hal ini, seperti Kurniawan (2013) dengan inisiasi pembagian daerah perairan Indonesia untuk mencari wave spectrum, dan spectrum yang tepat untuk kawasan ini. Kemudian, Brunner menggunakan pendekatan dengan rasio terhadap kondisi data lingkungan di laut Atlantic Utara. Berpijak pada kondisi data meta-ocean perairan Indonesia yang sangat minim, maka ditulisan ini akan dianalisa pembagian daerah wave scatter untuk perairan Indonesia dan kapabilitas daerah yang baru kemudian dianalisa dengan menggunakan dua data lingkungan yang berbeda.



Gambar 7.1 Tegangan nominal pada interface topside module dengan geladak FSO



Hasil perhitungan rentang tegangan nominal pada semua variasi kejadian gelombang untuk 67 Dengan Menggunakan Idealized Structural Unit Analisa Fatigue Pada Struktur Terapung Lepas arah gelombang dari utara ditunjukkan dalam Tabel 7.1. node Method pada node (ISUM)sebelumnya. Pada Elemen Pelat Segi Empat Pantai (Floating Offshore Structure) Dengan Tabel 7.1 Hasil perhitungan rentang tegangan nominal untuk gelombang dari arah utara Metode Simplified Fatigue Analysis



35 Analisis Padaasumsi Penampang Melintang dent node harus Tegangan memenuhi vlasov, regangan geser bernilai nol Significant Wave Height (Hs, m)



an harus



Terbuka Dinding Tipis (Thin-Wall) Menggunakan Metode Generalized Beam memenuhi kesesuaian perpindahan Theory



Range



75



Mean



Peak Period (Tp, s)



15



15



Studi Kasus Penilaian Resiko Mooring Line melintang.Pada Single Point Mooring Akibat Beban Kelelahan Berdasarkan Standar Biro Klasifikasi Indonesia > 3.0



> 3.0



2.8 - 3.0



2.9



2.6 - 2.8



2.7



2.4 - 2.6



2.5



2.2 - 2.4



2.3



2.0 - 2.2



2.1



1.8 - 2.0



1.9



1.6 - 1.8



1.7



1.4 - 1.6



1.5



1.2 - 1.4



1.3



1.0 - 1.2



1.1



0.8 - 1.0



0.9



126.0



0.6 - 0.8



0.7



126.0



0.4 - 0.6



0.5



0.2 - 0.4 0.0 - 0.2



147.0



152.0



147.0



147.0



134.0



147.0



147.0



134.0



147.0



147.0



147.0



134.0



134.0



147.0



147.0



147.0



134.0



134.0



147.0



147.0



147.0



126.0



134.0



134.0



134.0



134.0



147.0



147.0



147.0



0.3



126.0



126.0



126.0



134.0



134.0



134.0



147.0



147.0



0.1



126.0



126.0



126.0



126.0



126.0



126.0



134.0



126.0



Setelah diperoleh nilai rentang tegangan nominal maka rentang tegangan hotspot dapat dihitung dengan cara mengalikan rentang tegangan nominal dengan faktor konsentrasi tegangan. Hasil perhitungan rentang tegangan 85 hotspot pada semua variasi kejadian gelombang untuk arah gelombang dari utara disajikan dalam



Daftar Alamat Kantor PT. Biro Klasifikasi Indonesia



Gambar 4. Dependent Node (Hijau) 6



Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014



4



Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



88



91 Tabel 7.2.



Daftar Rules & Guideslines BKI Pedoman Penulisan Jurnal Teknik BKI



Untuk mendapatkan hasil desain yang memiliki tingkat kelayakan dengan performa yang optimum, maka gelombang menjadi faktor utama untuk menghindari terjadinya overdesign maupun underestimate. Data metocean merupakan data hasil analisa yang diolah dalam kurun periode waktu tertentu. Data ini diolah berdasarkan sumber data seperti hasil observasi di kapal, atau menggunakan alat ukur. Alat ukur yang digunakan dapat merupakan alat ukur permukaan atau bawah air yang dipasang di stasiun pengukuran terapung (buoy) atau stasiun pengukuran darat. Kemudian, salah satu alat pengukuran adalah satelit altimeter. Data metocean tersebut dapat diperoleh dari badan pemerintah yang menangani bidang prakiraan cuaca atau badan riset lainnya.



Indonesian waterways Berikut ini disampaikan beberapa hasil analisis dengan menggunakan perbandingan data gelombang yang diperoleh dari Badan Metereologi dan Geofisika Indonesia (BMKG)1) dan European centre for medium-range weath-



Penggunaan data metocean sangat diperlukan dalam desain bangunan terapung, seperti kapal atau bangunan



5



Edisi 02- Juni 2015



Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia



pengukuran dengan spasial pengukuran



1 dan Gambar 2 menunjukan bahwa adanya



data satu jam, sedangkan data ECMWF



kesesuain yang hampir sempurna antara



diperoleh pada periode 1979 – 2011 dengan



data yang diperoleh dari BMKG dan



spasial pengukuran data enam jam. Gambar



ECMWF, meskipun ditunjukan juga pada



1, Gambar 2, dan Gambar 3 menampilkan



beberapa periode HW data BMKG sedikit



0



200



400



600



800 time unit



1000



1200



1400



1600



Gambar 2 Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at point 110E 5S on year 2005.



Gambar 2 untuk koordinat 110E 5S dan Gambar 3 untuk



lebih dibandingkan dataGambar ECMWF.2 menunjukan bahwa 118E tinggi 0N. Gambar 1 dan



adanya untuk kesesuain yang3,hampir sempurna antara data yang Sedang Gambar data BMKG



180



diperoleh dari BMKG dan ECMWF, meskipun ditunjukan mencatat HW yang lebih besar dibandingkan juga pada beberapa periode HW data BMKG sedikit lebih dengan ECMWF. Sehingga, dimungkinkan tinggi dibandingkan data ECMWF. Sedang untuk Gambar 3, data BMKG mencatat H yang lebih besar dibandingpemodelan dengan menggunakanW data dari kan dengan ECMWF. Sehingga, dimungkinkan pemodelan BMKG menghasilkan data hasil dari simulasi dengandapat menggunakan BMKG dapat menghasilkan hasil simulasi yang tidak sesuai dengan data aktual. yang tidak sesuai dengan data aktual.



118E 0N -2005-



160 140



ECMWF BMKG



120 100



H W [cm]



er forecasts (ECMWF)1). Data gelombang BMKG diperoleh perbandingan datapengukuran histori tinggi gelombang selama kurun waktu 2004 – 2011 dengan spasial pengukuran data satu jam, sedangkan data ECMsignificant (H W ) pada beberapa poin WF diperoleh pada periode 1979 – 2011 dengan spasial sepanjang tahun 2005. Data yang diperoleh pengukuran data enam jam. Gambar 1, Gambar 2, dan dariperbandingan BMKG dan ECMWF ditampilkan Gambar 3 menampilkan data histori tinggi gelombang significant (HW) pada beberapa poin sepandalam gambar gambar tersebut. Gambar 1 jang tahun 2005. Data yang diperoleh dari BMKG dan menunjukkan historitersebut. di point koordinat ECMWF ditampilkan dalam gambardata gambar Gambar 1 menunjukkan data histori di point koordinat 110E 5N. 110E 5N. Gambar 2 untuk koordinat 110E



0



80 60 40



450



110E 5N -2005-



400



20



0



BMKG



300 H W [cm]



0



ECMWF



350



200



400



600



800 Time unit



1000



1200



1400



1600



Gambar 3 Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at point118E 118E 0N 0N on Gambar 3 : Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at point on year 2005.



250 200 150



year 2005.



100 50 0 0



200



400



600



800 time unit



1000



1200



1400



1600



point110E 110E 5N 5N on Gambar 1 Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history Gambar 1 : Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at at point on year 2005. year 2005. 250



110E 5S -2005-



200



ECMWF BMKG



H W [cm]



150



100



50



0 0



200



400



600



800 time unit



1000



1200



1400



Gambar 4 : Global wavestatistic statistic area 1985).1985). Gambar 4 Global wave area(Hogben, (Hogben,



1600



Gambar 2 Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at point 110E 5S on



Gambar 2 : Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at point 110E 5S on year 2005. Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014



6



Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



180 160



year 2005.



118E 0N -2005-



Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014



1



4



7



10



Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



13



16



7



1. Data metocean yang reliabilitinya lebih



rendah + 10%.



baik. Dari beberapa kesimpulan diatas, maka



Gambar 4 Global wave statistic area (Hogben, 1985).



2. Pembagian area yang lebih baik.



beberapa hal sebagai berikut diperlukan H W [m]



1 0



4



7



10



13



2



3



4



5



6



7



16



8



11



14



10



11



17



1 0.9 0.8



ECMWF-Pex BMKG-Pex



0.001



P EX (log scale)



5



9



0.1 0.01



2



8



ECMWF-CDF BMKG-CDF



0.0001



0.7 0.6 0.5



CDF



1



1



1.1



0.4 0.00001



3



6



9



12



15



0.3 0.2



0.000001



18



0.1



0.0000001



0



Gambar 6 : Comparison of cumulative probability density dan long term exceedance probability of HW.



Gambar 6 Comparison of cumulative probability density dan long term exceedance



Gambar 5 : Indonesian wave spectrum mapping (Kurniawan dkk, 2012).



probability of HW.



Gambar 5 Indonesian wave spectrum mapping (Kurniawan dkk, 2012).



masing lokasi. Dimana dari semua data lingkungan diatas dapat diperkirakan berdasarkan statistic.



Perbandingan cumulative probability density dan long term exceedance probability dari HW dari data BMKG dan ECMWF ditampikan pada Gambar 6. Gambar 7 menampilkan Weibull plot dari long-term distribution HW untuk data BMKG dan ECMWF. Kedua data dianalisa pada periode pengukuran selama 7 tahun (2004 ~ 2011). Dari gambar tersebut, kemungkinan terpilihnya HW untuk BMKG lebih tinggi dari pada ECMWF, sehingga berakibat HW simulasi akan lebih tinggi dan hasilnya adalah konservatif. Linearity Weibull plot pada Gambar 7 menunjukkan bahwa korelasi sebuah garis lurus hanya untuk ECMWF sehingga analisa data gelombang menjadi In(HW ) dan In(In (1/PEX )) dapat ditunjukkan dengan sebuah data, sedangkan keakurasian BMKG lebih lebih akurat: garis lurus hanya untuk ECMWF data, sedangkan keakur1. Data metocean yang reliabilitinya lebih rendah + 10%. 10%. asian BMKG lebih rendah



ECMWF BMKG



3



y = 1.546x - 0.0917



2



2



R = 0.9991



y = 1.8693x - 0.833 2



R = 0.9823



1



ln (H W )



0 -1



-0.5



0



0.5



1



1.5



2



2.5



-1



baik.



-2



0.1



0.01 P EX (log scale)



8



4



Dari beberapa kesimpulan diatas, maka beberapa hal seDari beberapa kesimpulan diatas, maka 2. Pembagian area yang lebih baik. bagai berikut diperlukan sehingga analisa data gelombang -3 menjadi lebih akurat :beberapa hal sebagai berikut diperlukan 1. Data metocean yang reliabilitinya lebih baik. H W [m] 1 1.1 Gambar Weibull plot wave scatter datadata of ECMWF and BMKG 2004 to 2011 period 2. Pembagian area yang lebih baik. Gambar77: Weibull plotofofaverage average wave scatter of ECMWF andalong BMKG along 2004 to 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 of measurement analyses.



Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



  1  ln  ln      PEX  



pembagian area untuk wave spectrum



0.001



0.9 ECMWF-Pex BMKG-Pex ECMWF-CDF



0.0001



2011 period of measurement analyses.



0.8



BMKG-CDF



100E



0.7 0.6 0.5



CDF



Kurniawan, 2012, mengajukan rancangan pembagian area untuk wave spectrum perairan Indonesia. Pembagian area tersebut didasarkan pada luasan yang hampir seimbang Kurniawan, 2012, mengajukan rancangan untuk setiap area, seperti ditunjukkan di Gambar 5. Pembagian area ini didasarkan suatu kebutuhan akan tidak tersedianya data wave scatter untuk perairan Indonesia seperti data dari global wave statistic (GWS) yang ditunjukkan di Gambar 4 dimana area dipedalaman kepulauan Indonesia merupakan blank area. Tetapi cakupan sebuah area yang terlalu luas (10o x 10o), dapat menyebabkan menurunnya tingkat akurasi data yang dihasilkan. Sebagai contoh, area 2 pada Gambar 5 menunjukkan area yang mencakup beberapa wilayah yang sebenarnya sangat berbeda karakteristik tinggi gelombangnya, yaitu selat Malaka, pantai barat pulau Sumatra dan Samudera India. Sebagai akibatnya, maka tinggi gelombang area 2 untuk daerah perairan selat Malaka, akan sama dengan area 2 yang merupakan daerah Samudera Hindia sedangkan secara karakteristik kedua lokasi memiliki perbedaan yang cukup signifikan dari segi kedalaman perairan yang mempengaruhi bathymetry, kecepatan angin, panjang fetch yang dipengaruh oleh kondisi proyeksi medan angin permukaan, serta jejak lintas badai yang mampu mempengaruhi sea state dari masing



110E



120E



130E



Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 140E



Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



9



danyanglnsangat dapat dengan ln  HW akurasi PEX  khususnya  ln 1 baik



2011 period of measurement analyses. 100E



110E



140E



130E



120E



diasumsikan



2.5



dengan akurasi yang sangat baik khususnya 10N



0



10S



10N 241



242



1



2



25



243



245



246



247



248



249



250



251



252



253



254



255



256



257



5



6



7



8



9



10



11



12



13



14



15



16



17



18



29



30



31



32



33



34



35



37



38



39



40



41



42



55



56



60



61



62



63



64



65



66



67



68



69



79



80



84



85



86



87



88



89



90



91



92



93



94



95



96



102



103



104



108



109



110



111



112



113



114



115



116



117



118



119



120



126



127



128



129



130



131



132



133



134



135



136



137



138



139



140



141



142



143



144



151



152



153



154



155



156



157



158



159



160



161



162



163



164



165



166



167



176



177



178



179



180



181



182



183



184



185



186



187



188



189



190



191



200



201



202



203



204



205



206



207



208



209



210



211



212



213



214



215



228



229



230



231



232



3



4



26



27



28



49



50



51



52



73



74



75



76



77



97



98



99



100



101



121



122



123



124



145



146



147



148



149



150



169



170



171



172



173



174



193



194



195



196



197



198



100E



78



175 199



110E



120E



  1 ln  ln    PEX



-1



-0.5



-1



Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014



10



Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



2.5 1



y = 1.4962x - 0.1432



 2   0.5 



2



R = 0.9982 ln(H W )



1 0 -0.5



0 -1.5



-0.5



0.5



1



1.5



-0.5



ln(H W ) 0



0.5



1



1.5



-1 Gambar 9 : Weibull plot of area 32 (all years).



130E



2 32_0_0_0



-1.5



140E



2.5



Gambar 9 Weibull plot of area 32 (all years). y = 1.6734x + 0.5384



• Area 211 dan 212 yang terletak di 130oE ~ 132oE; 8oS ~ 10oS dan 132oE ~ 134oE ; 8oS ~ 10oS disekitar Laut Arafura disebelah selatan kepulauan Tanimbar. • Area 249 yang terletak di 110oE ~ 112oE dan 8oN ~ 10oN didaerah Laut China Selatan disekitar kepulauan Spratly. Wave scatter diagram untuk seluruh area yang diusulkan bagi perairan Indonesia disusun. Kemudian, wave scatter diagram untuk daerah/area yang terpilih dianalisa longterm distribution dari HW-nya. Sebagaimana disebutkan di paragraph sebelumnya bahwa long-term distribution dari HW dapat diasumsikan sesuai dengan distribusi Weibull. Kemudian, Weibull plot dari area 32, 154, 211, 212 dan 249 untuk seluruh tahun ditampilkan di Gambar 9 ~ Gambar 13. Gambar gambar tersebut menunjukkan bahwa korelasi antaraIn (HW ) dan In(In (1/PEX )) dapat digambarkan dengan sebuah garis lurus dengan akurasi yang sangat baik khususnya untuk area 32, 154 dan 249. Sedang untuk area 211 dan 212 akurasinya sebesar 97% ~ 98%. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa long-term distribution dari HW dapat diasumsikan sesuai dengan distribusi Weibull.



2 32_0_0_0



Gambar 9 Weibull plot of area 32 (all years).



10S



Gambar 8 Modified map of Indonesia wave scatter area.



Beberapa lokasi area di peta pembagian perairan Indonesia dipilih untuk menujukkan akurasi usulan wilayah pembagian dan data dari ECMWF. Lima daerah terpilih mewakili perairan Indonesia adalah : • Area 32 yang terletak di 108oE ~ 110oE dan 4oN ~ 6oN didaerah Laut China Selatan disekitar kepulauan Natuna Besar. • Area 154 yang terletak di 112oE ~ 114oE dan 4oS ~ 6oS di perairan Laut Jawa di sebelah selatan pulau Kalimantan.



2



R = 0.9982



0.5 -1



Gambar 8 : Modified map of Indonesia wave scatter area.



Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka penulis mencoba untuk mengatur ulang peta daerah perairan Indonesia dan sekitarnya. Daerah perairan Indonesia adalah daerah pelayaran kawasan Indonesia seperti didefinisikan sesuai PM. 7 tahun 2013 pasal 2 ayat 4. Daerah perairan Indonesia merupakan daerah didalam garis merah jambu pada Gambar 8. Kemudian, pembagian perairan Indonesia baru yang diusulkan didasarkan pada luasan area sesuai prinsip pemetaan yang pertama dengan cakupan daerah yang diperkecil dan ditunjukkan pada Gambar 8. Secara umum, area diatur dengan grid akurasi sebesar 2o x 2o, dan beberapa area diatur khusus dengan memperhitungkan posisi, lokasi dan kontur daratan pada lokasi terpilih.



y = 1.4962x - 0.1432



2



1.5 0 0



distribusi



1.5



43



216



   



dengan



Weibull.



digambarkan dengan sebuah garis lurus   1 ln  ln    PEX



sesuai



-0.8



-0.6



-0.4



  1 ln  ln    PEX



   



  1 ln  ln    PEX



1  2     0.5 1.5



-0.2



-0.6



R = 0.9936



1.5 2.5



0 1 0 -0.5 0.5 -1 0



-0.8



2



2



y = 1.6734x + 0.5384 2



R = 0.9936 ln(H W ) 0.2



0.4



0.6



1



154_0_0_0 ln(H W )



-0.4 -0.2Weibull0 plot of0.2 0.6 Gambar 10 area 1540.4(all years). -0.5



-1



0.8



0.8



1



154_0_0_0



Gambar 10 : Weibull plot of area 154 (all years).



Gambar 10 Weibull plot of area 154 (all years).



Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



11



-1.5



212_0_0_0



-2 -2.5



Gambar 12 Weibull plot of area 212 (all years). 3



4   1 ln  ln    PEX



   3 



2



  1 ln  ln    PEX



  1 ln  ln    PEX



y = 1.8655x - 0.3817 2



R = 0.9748



4



   3 1



-1



-0.5



0.5



2



R = 0.9748



-1



-1



-0.5



0.5



1



1.5



-2



-1



-1



2



0



0.5



1











EX







2



y = 1.8214x - 0.4 2



R = 0.9804



11.5



0.5 1 -1



-0.5 -1



ln(H W)



-0.5 00



-0.5



Dari hasil analisa diatas, maka data gelombang ECMWF, mempunyai kapabilitas, kapasitas dan realibilitas untuk digunakan sebagai acuan dalam analisa lebih lanjut untuk struktur kapal, maupun bangunan lepas pantai. Untuk analisa tersebut, masih memerlukan beberapa analisa tambahan, seperti analisa data spectrum, response karena histori gelombang terhadap struktur kapal maupun bangunan lepas pantai, dan lainnya.



R = 0.9804



00.5 0.5



-0.5 0 -1



1.5 ln(H W)



1



0.5



1



1.5



-1.5-1



2 2



212_0_0_0



-1.5 -2



212_0_0_0



-2



-2.5



-2.5



Gambar 12 Weibull plot of area 212 (all years). Gambar 12 12 Weibull plot 212(all (all years). Gambar : Weibull plotof of area area 212 years). 3 2.5



3



y = 1.677x - 0.7523



y = 1.677x - 0.7523 2



2.5



R2 = 0.9979



  1  ln  ln   1    2 2 ln ln      PEX  PEX 1.5 



R = 0.9979



 1.5



11 Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014



12



-1 Teknik BKI -1Jurnal -0.5-0.5 Edisi 02-Juni 2015



0.50.5 00 -0.50 0 -0.5 -1 -1



ln(H ln(H W) W) 0.5 0.5



1



1.5 1.5



1.5



2



2.5



249_0_0_0



Gambar 13 : Weibull plot of of area (all (all years). Gambar 13 Weibull plot area249 249 years).



3 11 Weibull plot of area 211 (all years). Gambar y = 1.8214x - 0.4   2.5 3    2   1   2.5 ln  ln    1.5 P  2



1



-2.5



Gambar 11 plot 211(all(all years). -3 Weibull Gambar 11 : Weibull plotof of area area 211 years).   1 ln  ln    PEX



0.5



-2



211_0_0_0



-2



-0.5 0 -1.5



1.5 211_0_0_0 2



-3



-0.5



-1



ln(H W )



0



ln(H W )



0



ln(H W )



10



2



R = 0.9979



 2     1.5



1



y = 1.8655x - 0.3817



2



0



y = 1.677x - 0.7523



2.5



2 2



2.5 2.5



2. Kesimpulan Kurniawan (2012) telah melakukan inisiasi untuk mengelompokkan wilayah perairan indonesia menjadi beberapa area yang dibagi secara sederhana dalam 10 x 10 derajat untuk mengetahui perbedaan karakter gelombang antar luasan area. Dalam hal hasil penelitiannya disimpulkan bahwa perlu dilakukan pembagian area yang lebih rapat dan mempertimbangkan karakter perairan disekitarnya area tersebut. Dalam penelitian lanjutan yang dilakukan ini perairan yang sama akan dibagi kembali menjadi 257 area baru dengan kerapatan pengamatan sebesar 2 derajat. Dengan memanfaatkan data metocean BMKG dan ECMWF sebagai input analisa penulis menemukan bahwa data BMKG memiliki kecenderungan fluktuasi muka laut yang lebih besar dibandingkan dengan data ECMWF. Long-term distribution dari HW data metocean ECMWF untuk area baru perairan



Indonesia dapat diasumsikan dengan mengikuti distribusi Weibull. Sebagai kesinambungan dari analisa yang telah dilaksanakan, perlu dilaksanakan pelaksanaan penelitian dengan menggunakan data gelombang ECMWF untuk analisa spectrum gelombang, response karena data gelombang terhadap struktur kapal atau bangunan lepas pantai.



3. Ucapan Terima Kasih Data metocean dari ECMWF dimiliki oleh European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) dan diakses serta diunduh dari http://data-portal.ecmwf.int/ data/d/interim_full_daily/. Data oceanography dari BMKG dimiliki oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika dan diakses melalui Stasiun meteorologi Surabaya, dan Kantor pusat BMKG, Kemayoran Jakarta.



DAFTAR PUSTAKA 1. PM. No.7 2013, Kewajiban klasifikasi bagi kapal berbendera Indonesia pada badan klasifikasi. 2. Kementerian Perhubungan, Standar kapal non-konvensi Berbendera Indonesia, 2009. Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



13



3. Mohammad Arif Kurniawan, Aries Sulistyono, Petrus Eko Panunggal, Spectrum parametric modification for analyzed long and short-term wave in Indonesian waterways by using fourier transformation, TEAM 2013, pp.141-148. 4. European Centre for Medium-Range Weather Fore-



KAJIAN TEBAL PELAT AKIBAT BEBAN LATERAL DALAM “RULES FOR HULL”



casts ECMWF); www.ecmwf.int. 5. Hogben N, Dacunha N M, Olliver F, Global wave statistics, British Maritime Technology Ltd, 1985. 6. Brunnel E, Von Selle H, Kunzel J, Sabel A, Fatigue Analysis and Condition Assessment of FPSO Structures, TSCF Shipbuilders Meeting, 2007.



Topan Firmandha



Abstract BKI as a national classification has determined the minimum scantling of ship structure in accordance with the rules of the BKI Rules For Hull (Part 1, Vol.II). Minimum scantling requirement is expressed in the form of empirical formula in order to make easier to the determining the margin of safety of the ship construction and one of the formula is the minimum requirement of the plate thickness due to lateral loads. This empirical formula using the theory of elasto-plastic bending with failure criteria is above yield points(edge hinges), the consequences of plate thickness is decreases but still not including the margin of safety factor. This is showed by actual plate capacity is stronger than the actual plate (10 ~ 30% compared to the theory), as well as the effect of plastic membrane that is used as a margin of safety limits. Therefore, it can be proposed that the failure of criteria will be increasing up to the limit of collapse, so that the thickness of the plate due to lateral loads can be reduce. Keywords: elasto-plastic bending, lateral load, plastic membrane, edge hinges



) -- Data oceanography dari ECMWF dimiliki oleh European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) dan diakses serta diunduh dari http://data-portal.ecmwf.int/data/d/interim_full_daily/. -- Data oceanography dari BMKG dimiliki oleh Badan T RUANGMeteorologi MUAT Klimatologi KAPAL dan Geofisika dan diakses melalui Stasiun meteorologi Surabaya, dan Kantor RAIRAN pusat INDONESIA BMKG, Kemayoran Jakarta.



Fredhi Agung Prasetyo, merupakan pe-



sa dilakukan dengan metode statistik dan Jurnal Teknik BKI 14 kapal. bagian struktur Data-data Edisi 02-Juni 2015 ini akan n struktur, perencanaan inspeksi maupun



alam menentukan konstruksi kekuatan kapal setiap badan klasifikasi mengeluarkan rumus empiris mereka masing-masing dengan berbagai macam factor dan tingkat keamanan tertentu. Tak terkecuali dengan BKI, BKI sebagai badan klasifikasi nasional dalam Rules For Hull (Part.I, Vol.II) juga mengeluarkan rumus empiris guna menentukan jaminan keamanan ukuran konstruksi kapal.



Dalam Rules For Hull Section 3, A.3 disebutkan, “The formulae for plate panels subjected to lateral pressure as given in the following Sections are based on the assumption of an uncurved plate panel having an aspect ratio b/a >= 2,24”. Hal ini menjadikan masalah menjadi lebih sederhana, yakni dengan menggunakan teori pembebanan lateral pada pelat panjang (Lihat Gambar 1). Adapun beberapa asumsi yang lazim digunakan pada teori ini (Da2 ley, 2012) adalah : − • Geometri pelat panjang (panjang b >= 3 • lebar a) • Beban merata • Dijepit dikedua sisi



Secara umum perhitungan kekuatan struktur kapal dapat dipisah menjadi 2 skala besar, yakni kekuatan local dan kekuatan global. Kekuatan local yang dimaksud adalah ESTIMASI LAJU KOROSI PADA PELAT RUANG MUAT KAPAL kekuatan struktur kapal yang tidak terpengaruh pada ukuran, jenis dan geometri kapal, maupun pada daerah pelaTANKER YANG BERLAYAR kasi Indonesia (Persero). Memperoleh gelar Sarjana TeknikDI PERAIRAN INDONESIA yarannya. Sedangkan kekuatan global adalah kebalikannya. (ST) tahun 2000 di Teknik Perkapalan ITS Surabaya, dan gelar M. Eng tahun 2010 dari Osaka University.



Surabaya.



neliti bidang environmental, Struktur Arif dan Fredhi Agung Mohammad Material untuk Kapal dan Bangunan Laut, Prasetyo Kurniawan diperairan Indonesia telah tim BKI pengembangan software DEWARUCI, Researcher - BKI Researcher - BKI Jurnal Teknik ur pelat kapal crude oil yang berlayar [email protected] 02dan - Desember 2014 Div. Manajemen [email protected] PT. Biro Klasifiment report pada lebih dari 4500 titik yang Abstrak d



h BKI yang berlayar [email protected]



2. Tinjauan Pustaka



D



1



Mohammad Arif Kurniawan, merupakan peneliti bidang environmental, Struktur dan Mohammad Arif Material untuk Kapal dan Bangunan Laut, Kurniawan tim pengembangan software DEWARUCI, I Researcher - BKI dan Div. Manajemen Strategi PT. Biro KlaAJU KOROSI PADA PELAT RUANG MUAT KAPAL sifikasi Indonesia (Persero). Memperoleh ki.co.id [email protected] SarjanadTeknik tahun 2007INDONESIA di Teknik Perkapalan YANGgelar BERLAYAR DI (ST) PERAIRAN ITS Surabaya, dan gelar Magister Teknik (MT) tahun 2013 di Jurusan yang sama.



1. Pendahuluan



Siti Komariyah, merupakan peneliti bidang environmental, Struktur dan Material untuk Siti Komariyah Fredhi Agung Kapal dan Bangunan Laut, dan Div. ManaResearcher - BKIPT. Biro Klasifikasi Indonesia Prasetyo jemen Strategi [email protected] Researcher - BKI (Persero). Memperoleh gelar Sarjana Teknik ITS d (ST) tahun 2003 di Teknik Perkapalan [email protected]



Pada kesempatan kali ini akan dibahas tentang kekuatan local struktur kapal, terkhusus pada rumus empiris tebal pelat akibat beban lateral, Arif yakni tentang teori yang diMohammad usung, tingkat factor keamanan yang diambil, serta konKurniawan sekuensi yangResearcher ditimbulkannya. - BKI Tak lupa kami juga akan membuat hipotesa dan juga membahas tentang adanya [email protected] kemungkinandpenurunan hasil tebal plat dari pembebanan lateral ini.



Inisiasi studi untuk memperkirakan laju korosi pada kapal kapal yang berlayar diperairan Indonesia telah dimulai dengan menggunakan data pengurangan tebal struktur pelat kapal crude oil yang berlayar diperairan Indonesia. Data dikumpulkan dari thickness measurement report pada lebih dari 4500 titik yang



15







Gambar 1 : Ilustrasi pembebanan lateral pada plat panjang 12 − 1 ∙ 2



Edisi 02- Juni 2015



Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia



12



−6 10−6 N N N 235.235. 10−6 −6 N = N N 235. 235. 10 10 N2 2,25. 235. 10−6 = 2,25. 2 m = = 2,25. 2,25. m =222,25. m2 m2 m m2 m



∙ 2 12 ∙∙ 2 = = 12 = =



2











+



2



2



+3∙



2



=



(1)



Adapun kriteria kegagalan yang akan digunakan selanjutnya adalah “von misses yield” atau sering disebut juga sebagai tegangan total. Von missed yield umumnya dibentuk dengan pola engineering stresses tiga dimensi, yakni dengan menjumlahkan semua tegangan (normal dan geser) pada keseluruhan muka penampang. Sedangkan pada kajian kali ini pokok bahasan adalah plat struktur utama kapal (yang disebut juga sebagai pelat tipis / thin plate), 2 2 2 − plane ∙ +stresses + dapat 3 ∙ 2 digunakan, = maka asumsi yakni (1) dengan menganggap pelat sebagai surface dua dimensi, dan menghilangkan keberadaan tegangan kearah tegak lurus bidang, namun tetap membiarkan adanya deformasi kearah tegak lurus bidang. Bentuk von misses yield dalam pola dua dimensi dapat dilihat dalam formulasi berikut : 2 − 1 ∙∙ 2 + + 222 = + 3∙22 12 −



2



=



(1) (2)



Akan tetapi von misses yield terkadang dapat juga dinyatakan juga dalam bentuk principal stresses, yakni dengan mencari nilai tegangan normal pada saat tegangan geser-nya bernilai nol, sehingga didapatkan nilai maximum dan minimum dari tegangan normal. Selanjutnya persamaan von misses yield diatas jika dirubah dalam bentuk “principal stress” akan menjadi :



12 − 1 ∙ 2 + 22 =



2



(2)



2



(5) (6)



∙ ∙



=



∙ /2



=



3 /12



=



6∙



2



∙ /2 6 ∙ = 3 /12



=



2



(6) (6)



2 Dimana ‘c’ 6 adalah titik berat I adalah mo∙ 6 pelat ∙ 2 = t/2, ∙ dan = = ∙ = 2 2pelat. ment Inertia penampang posi12Subtitusi 2 2Mmax pada (7) si yield mengubah persamaan menjadi :



6∙



6



2



2



∙ ∙ = 2∙ 2 2 (7) 6∙ 6 12 ∙ 2 = = 2∙ = 2 2 12 tegangan 2 maximum Perlu diingat kembali bahwa (7) dari =



2



=



2







beam bending (σx) dalam persamaan diatas akan dimasukan dalam persamaan principal stresses (σ1) dari pelat, sehingga nilainya menjadi equivalent dan membentuk persamaan baru :



= 1



∙ 2



(8)



2 2



= 1,125 ∙



= 1



(9) (8)



= 1 Dan bentuk mem∙ 2 akhir dari pembebanan merata untuk(8) = 1,125 ∙ adalah : buat pelat2 menjadi yield



2∙ 2 = 1,125 ∙ 2 =2 2,25 ∙ .



(9)



2 Von missed yield (σy) dalam rumus diatas (bentuk princi(9) pal stresses) merupakan σyield dalam bentuk “engineering (10) 1 = 1,125 ∙ stresses”. Digunakannya bentuk principal stresses adalah (4) untuk memudahkan dan menyederhanakan persamaan, 3. Metodologi 2 yakni tersisa hanya dua jenis tegangan normal, dengan = 2,25 ∙ . 2 hubungan antar adalah Metode pengerjaan dalam kajian kali (10) 1 ∙ ∙ ke-dua 2 + 22tengan = 2normal tersebut(2) ini adalah dengan 11=−1,125 (4) σ2 = υ σ1, dimana υ adalah posion ratio. Dan persamaan menurunkan persamaan dasar/standar respon plat terhdiatas menjadi : adap pembebanan merata secara lateral dengan criteria 2 2 2 2 kegagalan yield, kemudian merubah persamaan dasar 1 − 1( ∙ 1) + ∙ 1 = (3) tersebut kedalam bentuk empiris baik dengan merubah Untuk pelat baja nilai poisson ratio υ sebesar 0.3, sehingga variabelnya, atau dengan menyesuaikan satuan-satuannya 2 nilai principal stresses (σ1) terhadap yield adalah : pola umum dalam Rules For Hull. Jika hasil =sesuai 2,25 ∙ dengan . (10) dari penurunan rumus empiris lebih besar dari rumus em1 = 1,125 ∙ (4) piris BKI maka criteria kegagalan akan dinaikan ke tingkat edge hinges atau bahkan collapse, dan jika hasilnya lebih Persamaan akhir dari kriteria kegagalan yield dari plat diakecil maka criteria akan diturunkan dibawah yield. Kemutas kemudian akan dimasukan dalam persamaan moment dian akan dilakukan penurunan lagi hingga hasil ke-dua 2 ∙ maximum dari beam bending. Dan persamaan dari beam = rumus empiris mendekati sama atau sama. 2 yang2 dibebani bending ‘a’, beban (5) 12 dengan − 1( panjang ∙ 1) +12 ∙ 1 = 2 dengan(3) ‘p’ merata serta dijepit di kedua sisinya adalah : Jika criteria kegagalan telah diketemukan dengan cara analitis, maka metode selanjutnya yang digunakan adalah ∙ 2 = mengevaluasi rumus empiris BKI secara numeric meng12 (5)



Jurnal Teknik BKI ∙ = Edisi 02 - Desember 2014



=



∙ /2 6 ∙ = 3 /12



2 Jurnal Teknik BKI 1( ∙ 1) + 2 ∙ 12 = 16 1 − Edisi 02-Juni 2015 ∙ ∙ /2 6 ∙ = = = 3 /12



2



2



2



(3)



N N .mN . 222 m m



2 [ ][ 2 ] [. ] [[2 ]] 22 ] (12) .[. ][ (12) [235.] [10 ]] N(12) [ ] [ −6 (12)



N = 2,25. m2



(5)



∙ /2 6 ∙ = 3 /12



Tegangan maximum (σx) yang diakibatkan dari moment bending diatas sebesar :



=



(11) (12)(12)



(5)



m2



.



[ ]



gunakan bantuan software ANSYS workbench. Yakni den- Persamaan diatas dibalik dan satuan – 2satuan standarnya N [ ] 235. 10−6 N gan membalik rumus BKI dari data plat actual, sehingga disesuaikan dengan satuan digunakan dalam 2 =−32,25. . 6 lazim kN kN mm2mm k k 2 yang 2 3 3 −3 6 [ ] m m [∗ ] 10 [ ] . ∗ 10 . ∗ 10 = [∗ 10 yang ]kemudian 10Hull, . akhirnya ∗ 10 : (12) = [ ] . Rules ∗For didapatkan besarnya beban maksimum, 25,29.5,29. N N m2 mhingga 10−410−4 menjadi akan di bebankan pada model finite element. Plat actual (13)(13)2 2 k2 mm kN mm k −3 kN mm berbentuk panel, akan dimodelkan seperti beam dengan k 3 kN 3 2 2 2 −3 6 [∗ ] 10∗−3 [ .] . k k . mm =kN [∗33 10 33 ] = ] =[ ][ . ] . ∗ 10 mm kN mm10−4 ∗ 106 N k∗ 10∗−410 10kN ∗662 10 [∗ 10 . m 5,29. 2 −3 −3 6 −3 6 ukuran penampang t • t dan panjang beam adalah leb[∗ 10[∗ [∗ 10 [ ] [[. ]] .. ∗ 10∗∗ 10 .. 5,29. 10∗∗ 10 10 ] = ]] = 10 10N N = m2 m. 225,29. 10−410∗−4 N N m2 m 10−410 N m 5,29.5,29. 5,29. 10−4 ar panel. Kemudian memproses hasilnya dengan metode 3 (13)(13) 3 √10√10 (13) (13) large displacement, dan mengevaluasi hasilnya dengan cri= = . 43,49 . . . .. . 43,49 . 1000 1000 (14)(14) teria equivalent plastic strain. √103 Dan persamaan akhir menjadi = : . 43,49 . . . 3 1000 3 √10√10 3 33. . 43,49 √10 √10 = 1,37521 . . = . . √10 = 1,37521 . . . 2. = . 43,49 . . . Jika hasil dari equivalent plastic strain sesuai dengan kritekN mm k .. 43,49 1000 = = . 43,49 . . . . . .. = 43,49 . . 3 1000 −3 6 [∗ 10 ] =disimpulkan [ ] . ∗ 10 . 1000 ∗ 10 = 1,37521 . . 1000 1000 ria kegagalan secara analitis maka dapat pada 2 −4 N m 5,29. 10



.



(15)(14) (14) (15) (14) (14)



tingkat mana batasan kriteria kegagalan yang digunakan (13) = 1,37521 = 1,37521 . .. . . . untuk membentuk rumus empiris BKI. Selanjutnya adalah = 1,37521 = . . .. .. . .. = 1,37521 1,37521 (15)(15) memberikan argumen terkait pengambilan kriteria kega(15) (15) galan, dan membuat hipotesa kemungkinan penurunan 2 = .2 . . . . +. + = 1,38 . . . + 2 3 1,38 = 1,38 √10 2,25 ∙ . 43,49 .ditambah = 2,25 ∙ empiris .∙ . BKI. == Setelah . . faktor . korosi, persamaan menjadi : hasil tebal yang dihasilkan dari rumus = 2,25



(14) (16)(16)



1000



4. Hasil dan Pembahasan



2



= 2,25 = 2,25 ∙ .∙ = 2,25 = ∙ .∙∙ = 2,25 2,25



.2 ..



2 22



= 1,38 = 1,38 . . . . . +. + = 1,38 = . . . .. . .. . +.. + =. 1,38 1,38 + = 1,37521



Mengambil kembali dari tinjauan pustaka, bentuk akhir dari persamaan pembebanan merata untuk membuat plat menjadi yield (persamaan 10) adalah : 2



= 2,25 ∙



2



(12)



(13)



(14)



(15)



(16)



(16)(16) (15) (16) (16)



Dan persamaan diatas sudah memiliki format yang sama dengan rumus empiris untuk tebal plat alas Rules For Hull . + Section 6. B.1.2 : 2 = 1,21. .



= 1,21. = 1,382. = .21,21. . .+ . . +. +



.



(17)



(17)(17) (16)



Perbedaan dua rumusan diatas menunjukan pula perbe= 1,21. . + kriteria kegagalan, rumus daan2 dalam mengambil = 21,21. . . . +design . .. . +.. + (17)(17) = 1,21. 1,21. + 2 = 21,21. 2= (17) lebih tipis Dari persamaan dasar inilah setiap badan klasifikasi dun- empiris BKI yang menghasilkan tebal plat yang(17) ia mengembangkan persamaan formula empiris mere- memberikan hipotesa bahwa rumus empiris BKI mengamka masing-masing. Sedangkan BKI merubahnya dengan bil kriteria kegagalan diatas yield. Hal ini pun sebagaimana mengganti variable σy dalam variable baru yang disebut yang juga ditemukan pada rumus beban alas dari Rules material faktor k. Nilai k sesuai definisi dari Rules For Hull, DNV “Hull Structural Design, Ships with Length 100 metres above”, kemudian disesuaikan satuan-satuannya dan dijelaskan 2 =and 1,21. . yang . +memiliki kriteria kegagalan hingga col(17) lapse. Rumus standar yang digunakan pada plat elasto/ sebagai berikut : −6 = 1,21 . . 235 235 235 235 235. 10 235. 10N−6 plastis N bending berikut diagramnya disajikan dalam Gam= 1,21 . . = = = = ; =; = N N N 6 N 235. 10−6 N m2−6bar m22 dan Tabel 1 (SSC, 2007). 235 2235 2 . 235 106 . 10 235 235. 10 N 2 2 = = mm m ; m= ; = mm = = 2 N N m N . 106 2 6 N m2 (11) (11) mm2 mm2 m . 10 m2 Menindaklanjuti hipotesa diatas, maka selanjutnya kriteria (11) (11) kegagalan akan dinaikan dari yield ke tingkat edge hinge (plastis pada kedua ujung jepit). Dengan cara penurunan Nilai material faktor k kemudian dimasukkan kembali da- yang sama dengan cara diatas, maka persamaan akhir lam persamaan beban untuk menyebabkan plat yield, dan menjadi : menjadi : = 1,2039 . . . + = 1,2039 . . . + (18) −6 NN N N−6 [N [] 2] 2[ ] 2 235.10 10 235. −6 10 N 235. = 2,25. = 2,25. . 2 . 2 2. [ ] [ ] 2(12) mm22 =m2,25. 2 −6 m mm N [ ] 235. 10 [ N] (12)(12) = 2,25. . [ ] (12) m2 m2



Atau dibulatkan keatas menjadi :



==1,21 1,21. . . .



. . ++



(18)



(19) (19) Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014



(6) Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



17



Pressure



Remote Displacemen



Frictionless Support Gambar 2 : Diagram respon plate bending Tabel 1 : Rumus respon plat bending standar



Fixed Support



ujung plastis, dan fenomena inilah yang dikenal



dengan



sebagaimana sudah terlewati bahasannya



nama edge hinges teori elasto/plastic plat bending. Gambar 3 : Bentuk model,pada beban, dan tumpuan



Equivalent Plastic Strain



Hasil terakhir menunjukan bahwa secara analitis, rumus empiris BKI dibangun pada kriteria plastis. Untuk memperjelas dan membuktikan pengambilan kriteria edge hinge pada rumus empiris BKI diatas, maka akan diadakan percobaan numerik dengan software ANSYS workbench, menggunakan analisa non-linear atau large displacement, kemudian menguji kapasitas plat aktual yang umum digunakan pada plat struktur utama kapal (contoh: plat alas) dengan kriteria equivalent plastic strain. Kriteria equivalent plastic strain adalah kriteria yang digunakan ANSYS workbench untuk memperhitungkan munculnya penambahan area plastis/area yang telah melampaui batas tegangan yield dalam suatu analisa struktur. Pelat alas panel yang diuji dengan ukuran geometri 2100x700x15mm, dengan memasukan geometri pada rumus empiris tebal pelat alas BKI diatas, maka akan didapat besarnya beban merata sebesar 313628,6 Pa. Pemodelan diambil pada bagian tengah pelat secara melintang, dengan ukuran penampang model sebesar t • t (15x15mm), bentuk-bentuk tumpuan yang digunakan adalah fixed supJurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014



18



Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



port yang mengunci semua pergerakan, remote displacement yang membatasi gerak translasi dan rotasi arah x dan y tapi membebaskan kearah z, dan frictionless support yang membuat area ini tidak memiliki gesekan atau dalam kata lain masih berhimpit dengan pelat di sebelahnya, hal ini dilakukan agar hasil analisa sesuai dengan kondisi teori yang dipergunakan. Bentuk model, tumpuan serta beban yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 3. Setelah diproses untuk analisa large displacement, maka hasil untuk Equivalent plastic strain tercapai, sebagaimana yang nampak dalam Gambar 4. Hasil tersebut menjelaskan bahwa terdapat 2 lokasi yang telah mengalami plastis, sehingga membuat mekanisme tumpuan selanjutnya berubah yakni dari tumpuan jepit menjadi tumpuan ujung plastis, dan fenomena inilah yang dikenal dengan nama edge hinges sebagaimana sudah terlewati bahasannya pada teori elasto/plastic plat bending. Dengan 2 metode yang telah dilaksanakan (analitik dan numerik) maka dapat disimpulkan bahwa design criteria



Gambar eq.plastic plasticstrain strain Gambar 4. 4 :Kriteria Kriteria eq. kegagalan yang diambil dalam pembentukan rumus emDengan 2 metode yang telah dilaksanakan piris BKI adalah pada tingkat edge hinges, dengan konsekuensi hasil tebal pelat dibutuhkanmaka menjadidapat lebih (analitik danyang numerik) tipis. Hal ini membuat pertanyaan baru, kenapa BKI tidak disimpulkan bahwa design criteria menggunakan design pada tingkat yield atau dibawah kegagalan yang SF ≥ 1diambil dalam yield, sehingga safety factor-nya ? Untuk menjawabnya, maka beberapa alasan telah disebutkan pada penepembentukan rumus empiris BKI adalah litian rules DNV yang mengambil tingkat collapse (diatas tingkat edge dengan yield dan pada edge hinges) sebagai kriteriahinges, kegagalannya, sebagai berikut : konsekuensi hasil tebal plat yang • Pelat aktual memiliki aspek rasio yang tak hingga, dibutuhkan menjadi lebih tipis. Hal teori ini sehingga akan lebih kuat dibanding asumsi pelat panjang yang dipergunakan (5-10%)



• Batas tegangan yield material aktual biasanya diatas dibanding asumsi teori plat panjang yang nilai tertentu dari yang disyaratkan ( ≥ 235) • dipergunakan Strain hardening akan menaikan kapasitas pelat (5-10%) pada daerah setelah yield. - Batas tegangan yield material aktual • Efek membrane akan menambah kapasitas pelat meskipun hanyanilai pada tertentu defleksi yang biasanya diatas dari besar yang • Pelat yang di design dari rules hanya mengakibatkan disyaratkan ( ≥ 235) deformasi permanen yang sangat kecil



- Strain



hardening



akan



menaikan



Kesimpulannya, dengan mengumpulkan berbagai alasan kapasitas plat pada daerah setelah yield. diatas maka kapasitas pelat aktual lebih tinggi 10~30% - Efek membrane akan menambah dari teori yang dipergunakan.



membuat pertanyaan baru, kenapa BKI



kapasitas plat meskipun hanya pada



tidak menggunakan design pada tingkat



defleksi yang besar



yield atau dibawah yield, sehingga safety factor-nya SF ≥ 1? Untuk menjawabnya,



Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014



- Plat yang di design dari rules hanya Jurnal Teknik BKI mengakibatkan



Edisi 02-Juni 2015



deformasi



permanen



19



Kapasitas Plat



Okumoto et.al. dalam bukunya “Design of ship hull structures” menjelaskan tentang perilaku membrane Melengkapi penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan plastis ketika melakukan ekperimen plat panel yang di incremental dan membandingkannya KAPASITAS PLAT bahwa jika rumus empiris BKI telah menggunakan ba- beri tekanan air dan dinaikkan secara incremental. Dia penjelasan diatas, bending, maka dapat teori membrane plastis. menyebutkan bahwa ada 3 tahap perubahan : tas diatas Melengkapi yield dalam teori elasto/plastic maka dengan salah satu disimpulkan cara untuk mempertahankan pelatBKI atau bahwa jika rumustebal empiris menurunkannya adalah dengan menguji kapasitas pelat. Pertama, ujung-ujung panel menjadi plastis, kemudian telah menggunakan batas diatas yield dalam Untuk elasto/plastic bending akan Kapasitas plat dalam teori plat bending telah disimulasikan plastis mulai muncul pada tengah panel. Pada tahap ini tidak terjadibeban collapse ataupun defleksi yang sigdengan model (Gambarbending, 3), dan selanjutnya teori beam elasto/plastic maka salah secara satu digunakan sebesar 1,2peningkat kali beban incremental beban akan dinaikan hingga batas collapse. nifikan meskipun telah terbentuk plastis di tiga titik (ujungcara untuk mempertahankan tebal plat atau collapse (0.6MPa) dan untuk membrane Percobaan kedua adalah memodelkan secara utuh pelat ujung dan tengah panel). Fenomena ini menjelaskan fakmenurunkannya adalah menguji plastic digunakan bebantekanan 2 kali air collapse ta bahwa meningkatnya tidak meningkatkan panel, kemudian memberikan beban dengan secara incremental tegangan bending tetapi malah meningkatkan tegangan dan membandingkannya dengan teori membrane plastis. kapasitas plat. Kapasitas plat dalam teori (0.97MPa), hasil dari equivalent plastic membran. plat bending telah disimulasikan dengan strain (Gambar 5) menunjukan perbedaan Untuk elasto/plastic bending akan digunakan beban sebeKemudian telahbeban mencapai yield mulai menjalar sar 1,2 kalimodel beban beam collapse (0.6MPa)3), dandan untuk membrane strain (Gambar selanjutnya yang area besaryang dengan membrane plastic digunakan beban 2 kali collapse (0.97MPa), hasil dan menjadikan seluruh permukaan panel menjadi memsecara incremental beban akan dinaikan yang jauh lebih besar. Hal ini menunjukan dari equivalent plastic strain (Gambar 5) menunjukan per- brane plastis. Dalam tahap ini terjadi peningkatan defleksi hingga collapse.beban Percobaan kedua teori membrane menjadikan plattekanan air. secara proporsional terhadap peningkatan bedaan strain yangbatas besar dengan membrane yang bahwa jauh lebih adalah besar. Hal ini menunjukan teoripanel, mem- tipis memiliki kapasitas plat yang jauh lebih memodelkan secarabahwa utuh plat brane menjadikan plat tipis memiliki kapasitas pelat yang Ketika seluruh permukaan panel telah menjadi membrane memberikan beban secara kuat dibandingkan dengan plat jika bending. plastis, kegagalan hanya terjadi plat telah memiliki jauh lebih kemudian kuat dibandingkan dengan pelat bending.



cacat baik ketika dalam pengelasan (production) ataupun dalam material (metal forming). Dan hal inilah yang kemudian menjadi alasan yang masuk akal bagi perancang menentukan kondisi plastic membrane sebagai batas criteria kegagalan.



5. Kesimpulan Dan Saran Setelah penurunan secara analitis, pembuktian numeric, serta pengenalan konsep membrane maka dapat disimpulkan : 1. Rumus empiris tebal plat akibat beban lateral dibangun diatas criteria kegagalan yield (plastis) /edge hinges, konsekuensinya tebal yang dihasilkan menjadi lebih tipis tapi tanpa memiliki safety factor. 2. Pengambilan criteria kegagalan edge hinges dapat di imbangi dengan jaminan kenaikan kapasitas (keku atan) plat aktual sekitar 10~30%. 3. Menimbang kapasitas plat aktual berikut teori dan percobaan membrane plastis, maka secara teknis BKI bisa menurunkan tebal plat dengan menaikan kriteria kegagalan hingga collapse.



4. Kajian ini disarankan agar dilanjutkan hingga tahap eksperimen/pengujian, dengan menguji satu panel plat penuh atau satu kompartemen penuh. 5. Disarankan agar kajian ini dilanjutkan hingga ke tahap pembebanan kombinasi lateral dan kompresi, mulai dari penurunan analitis, numerik, komparasi, hingga eksperimen.



DAFTAR PUSTAKA BKI (2013), Rules For Hull DNV (2013), Hull Structural Design Ship with Length 100 meters and above Okumoto,Y, Takeda, Y, Mano, M, Okada, T, (2008), Design of Ship Hull Structures, Springer Daley,C, Kendrick,A, Pavic,M, (2007), New Direction in Ship Structural Regulation,10th International Symposium on Practical Design of Ship and Other Floating Structures, Houston, Texas SSC-446 (2007), Comparative Study of Ship Structures Design Strandards, March 2007, 22-24 Daley, C (2012), Ship Structures I & II, Memorial University



0.1313



0.0034923



Gambar Membrane plastic plastic Gambar 5. 5 :Elasto/Plastic Elasto/Plastic bending vs Membrane Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014



20



Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



Topan Firmandha, merupakan staf peniliti bidang kekuatan dan konstruksi kapal, tim pengembangan software DEWARUCI, dan tim ship structural incident investigation di Div. Manajemen Strategi PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero). Memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) tahun 2008 di Teknik Perkapalan ITS Surabaya, dan gelar Magister Teknik (MT) tahun 2013 di Jurusan yang sama.



Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



21



Mencegah Resiko dan Menjaga Produktivitas Aset Anda



ANALISIS ULTIMATE LIMIT STATE (ULS) DENGAN MENGGUNAKAN IDEALIZED STRUCTURAL UNIT METHOD (ISUM) PADA ELEMEN PELAT SEGI EMPAT Sukron Makmun, Achmad Zubaidy, P. Eko Panunggal



Abstract Emphasis on the design of the structure has moved from the allowable stress design to limit state design, because the limit state approach has more advantages. FEM although very powerful in solving problems of non-linear structure, but the FEM also has weaknesses in analyzing non-linear structures that are large (difficulty of modelling and time consuming). This raises ISUM elements for modeling the structure as an array of different types of the unit structural elements. By using ISUM numerical calculations of elements in non-linear structure will be more effective and efficient. The numerical program carried out using MATLAB software. The resulted of the comparison between the program ISUM using MATLAB software with analytical calculations showed that for structural analysis in the elastic regime produces almost the same value (percentage error (0-8.224)%). Influence of imperfect fabrication in the analysis ULS resulted buckling structure does not happenned naturally. So that in the modeling structure is modeled using a flat plate with initial deflection (imperfection fabrication) was calculated using the theory of non-uniform membrane stress. Keywords : ultimate limit state (ULS), finite element method (FEM), Idealized Structural Unit Method (ISUM), rectangular plate, buckling and imperfection fabrication



1. Pendahuluan



F JASA TEKNIK BIDANG MARITIM, INDUSTRI, dan REKAYASA TEKNIK Inspeksi dan sertifikasi teknik bidang maritim, Konsultansi dan supervisi struktur lepas pantai dan industri Migas, Inspeksi dan sertifikasi struktur terapung lepas pantai, Pendidikan dan pelatihan teknik bidang maritim, Laboratorium pengujian dan sertifikasi material dan komponen, DT dan NDT, Konsultansi ISM dan ISPS Code, Inspeksi dan sertifikasi alat angkat, angkut, ungkit, dan bejana tekan, Inspeksi dan Sertifikasi peti kemas.



www.bki.co.id



inite Element Method (FEM) merupakan sebuah program yang powerful untuk menyelesaikan permasalahan struktur non-linier. FEM non-linier telah terbukti berhasil diaplikasikan pada struktur yang bersifat komplek. Keberhasilan itu diantaranya dilakukan dalam menyelesaikan collision and grounding (Wu [7], ship structures for ice loads (Wang dan Wiernichi, [6]) ultimate strength of panels (Paik [4], hull girder ultimate strength (Yao et al., [8]), dll. Meskipun banyak permasalahan yang sebelumnya sulit mampu diselesaikan, tetapi FEM mempunyai kelemahan dalam menganalisis struktur yang berukuran besar. Kesulitan yang terjadi adalah dalam pemodelan struktur yang komplek dan perlu waktu yang banyak dalam perhitungan numeriknya. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan cara mengurangi jumlah derajat kebebasan (degree of freedom/DOF) dari FEM sehingga mengurangi jumlah yang tidak diketahui dari matrik kekakuannya. Salah satu metode yang dikembangkan untuk memecahkan permasalahan itu adalah dengan ISUM (Paik, et al., [2], Paik, et al., [3]). ISUM merupakan metode untuk memodelkan suatu struktur sebagai susunan dari beberapa jenis unit



struktur yang besar dan diformulasikan baik secara analitis, numerik serta eksperimental atau kombinasinya. Hasil dari pemodelan tersebut adalah sebuah elemen ISUM. Berbagai kondisi yang telah diuraikan memunculkan ide penelitian, yaitu bagaimana pengembangan perangkat lunak untuk menganalisis suatu struktur berukuran besar dengan metode ISUM pada elemen pelat segi empat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji perilaku elemen struktur dengan menggunakan metode ISUM. Kemudian mengaplikasikannya ke dalam sebuah program perhitungan pada elemen pelat segi empat yang berbasis pada MATLAB software.



2. Tinjauan Pustaka 2.1 Teori Large of Displacement Perilaku post buckling atau large deflection pelat dapat dianalisa dengan menyelesaikan dua persamaan diferensial non-linier dari large deflection plate theory. Persaman tersebut disebut sebagai persamaan kesetimbangan 1a dan persamaan compatibility 1b (Marguerre, [1]) :



23



Edisi 02- Juni 2015



Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia



2.1 Teori Large of Displacement 2.1 Teori Large of Displacement Perilaku post buckling atau large deflection pelat dapat dianalisa dengan menyelesaikan Perilaku post buckling atau large deflection pelat dapat dianalisa dengan menyelesaikan dua persamaan diferensial non-linier dari large deflection plate theory. Persaman tersebut dua persamaan diferensial non-linier dari large deflection plate theory. Persaman tersebut disebut sebagai persamaan kesetimbangan 1a dan persamaan compatibility 1b (Marguerre, disebut sebagai persamaan kesetimbangan 1a dan persamaan compatibility 1b (Marguerre, [1]): [1]): � � �



𝜕 𝜔 𝜕 𝜔 𝜕 𝜔 𝐷 � � + 2 � 𝜕 ��𝜔+ � �𝜕 � 𝜔 𝜕� 𝜔 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝐷 � � +𝜕𝑦 2 � � + �� (1a) 𝜕𝑥 𝜕 � 𝐹𝜕𝑥 𝜕𝑦+ 𝜔�𝜕𝑦 ) 𝜕 � (𝜔 𝜕 � 𝐹 𝜕 � (𝜔 + 𝜔� ) 𝜕 � 𝐹 𝜕 � (𝜔 + 𝜔� ) 𝑃 � −2 � (𝜔 � � � � � −𝑡� � + + = 0 (𝜔� + 𝜔�𝜕𝑦 ) � 𝜕 𝐹 𝜕 𝑡(𝜔 + 𝜔� ) 𝑃 + 𝜔� ) 𝜕𝑥𝜕𝑦𝜕 𝐹 𝜕 𝜕𝑥 � 𝜕 𝐹𝜕 𝜕𝑦 𝜕𝑥 − 𝑡 � � 𝜕𝑥𝜕𝑦 −2 + � + �=0 � � � � 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 � 𝑡 𝜕 𝐹 𝜕 𝐹 𝜕 𝐹 � + 2 � 𝜕 ��𝐹+ � 𝜕 � 𝐹 𝜕 𝐹 � 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 +𝜕𝑦 2 � �+ � 𝜕𝑦 �� (1b) 𝜕𝑥 � 𝜕𝑥𝜕 �𝜕𝑦 𝜔 𝜕 𝜔 𝜕 � 𝜔 � 𝜕 � 𝜔� 𝜕 � 𝜔 𝜕 � 𝜔� 𝜕 � 𝜔 𝜕 � 𝜔 𝜕 � 𝜔� � � � = 0� � � − �𝜕 � 𝜔 � + − 𝐸 �� 2 𝜕 � 𝜔 𝜕 � 𝜔 − 𝜕 � 𝜔�� 𝜕 � 𝜔 − 𝜕 �𝜔� 𝜕 �𝜔 𝜕 𝜔 𝜕 𝜔� � 𝜕𝑥𝜕𝑦 − 𝐸 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 �� 𝜕𝑦 � − 𝜕𝑥𝜕𝑦 �=0 + 2 𝜕𝑥 𝜕𝑦 − 𝜕𝑥 � 𝜕𝑦 � − � � 𝜕𝑦 � 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 � 3 2 dimana: D = )] , ω, ω = added dan initial deflection, F = fungsi tegangan Airy 3 Et /[12(1-υ 2 o Dimana : D = Et /[12(1-υ )] , ω, ω3o = added2dan initial deflection, F = fungsi tegangan Airy



2.2 ISUM



(1a)



(1b)



2.2 ISUM ISUM adalah penyederhanaan dari FEM non-linier. Perbedaan FEM konvensional 2.2 ISUM elemen hingga dengan dan penelitian eksperimental. Kemudian ISUM adalah penyederhanaan dari FEM non-linier. Perbedaan dengan FEM konvensional diidealisasi dan berbagai kondisi diformulasikan untuk adalah ISUM mengidealisasikan komponen struktur menjadi sebuah elemen dengan nodal ISUM adalah penyederhanaan dari FEM non-linier. Perbesemua kemungkinan kegagalan yang akan terjadi dalam adalah ISUM mengidealisasikan komponen struktur menjadi sebuah elemen dengan nodal point FEM yangkonvensional lebih sedikit. Untuk model secara analisis daan dengan adalah ISUMmembuat mengidealsatustruktur unit struktur. Hal lengkap ini berlakupada seperti buckling pada bepoint yang lebih sedikit. Untuk membuat model struktur secara lengkap pada analisis isasikan komponen struktur menjadi sebuah elemen den- berapa unit komponen. struktur non-linier diperlukan berbagai jenis ISUM elemen. Perilaku setiap jenis unit gan nodal point yangstruktur lebih sedikit. Untuk membuat model non-linier diperlukan berbagai jenis ISUM elemen. Perilaku setiap jenis unit kondisi berdasarkan diformulasikan untuk semua kemungkinan kegagalan yangDisplasemen akan terjadi dalam satu diselidiki teori-teori fundamental maupunkegagalan analisis teori sepertidalam strukturstruktur secara lengkap analisis struktur non-linier 2.3 Hubungan Regangan dan olahan, kondisipada diformulasikan untuk semua kemungkinan yang akan terjadi satu struktur diselidiki berdasarkan teori-teori fundamental maupun analisis teori olahan, seperti diperlukan berbagai ISUM Hal elemen. Perilakueksperimental. setiap bucklingKemudian unitjenis struktur. ini berlaku seperti pada beberapa unit komponen. analisis elemen hingga dan penelitian diidealisasi dan berbagai unit struktur. Hal ini berlaku seperti buckling pada beberapa unit komponen. jenis unit struktur diselidiki berdasarkan teori-teori funPersamaan 2 digunakan untukdiidealisasi mengukur hubungan reanalisis elemen hingga dan penelitian eksperimental. Kemudian dan berbagai 2.3 Hubungan Regangan dan Displasemen damental maupun2.3 analisis teori olahan, sepertidan analisis gangan dan displasemen pada ISUM. Hubungan Regangan Displasemen Persamaan 2 digunakan untuk mengukur hubungan regangan dan displasemen pada ISUM. Persamaan 2 digunakan untuk mengukur hubungan regangan dan displasemen pada ISUM. 𝜕𝑢 𝜕 � 𝑤 1 𝜕𝑢 � 𝜕𝑣 � 1 𝜕𝑤 � ⎫ 𝜕𝑢 − 𝑧𝜕 � 𝑤 + 1 ��𝜕𝑢 �� + �𝜕𝑣 �� � +1 �𝜕𝑤 �� ⎫ 𝜕𝑥 − 𝑧 𝜕𝑥�� + 2�� 𝜕𝑥� + � 𝜕𝑥� � + 2� 𝜕𝑥� ⎪ 𝜕𝑥 𝜕𝑥 2 𝜕𝑥 � 𝜕𝑥 � 2 𝜕𝑥 � 𝜀 ⎪⎪ � 𝜀�� ⎪ 𝜕 1 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝑤 𝜕𝑢 1 𝜕𝑤 � � � {𝜀} = �𝜀𝜀� � = 𝜕𝑢 − 𝑧𝜕 � 𝑤 +1 ��𝜕𝑢 � + �𝜕𝑣 � � + 1 �𝜕𝑤 � {𝜀} = � 𝛾 ��= ⎨ ⎬ 𝜕𝑥 − 𝑧 𝜕𝑥�� + 2�� 𝜕𝑥� + � 𝜕𝑥� � + 2� 𝜕𝑥� �� ⎨ ⎬ 2 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥� 2 𝜕𝑥 𝛾�� ⎪ 𝜕𝑢 𝜕𝑣 ⎪ 𝜕 𝑤 ∂u ∂u ∂v ∂v ∂w ∂w ⎪⎪�𝜕𝑢 +𝜕𝑣 � − 2𝑧 𝜕 � 𝑤 + ��∂u � �∂u � + �∂v � �∂v �� + �∂w � �∂w �⎪⎪ ⎪� + � − 2𝑧 ⎪ ⎩ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦+ �� ∂x� � ∂y� + � ∂x� � ∂y�� + � ∂x� � ∂y� ⎭ ⎩ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 ∂x ∂y ∂x ∂y ∂x ∂y ⎭



(2) (2)



Selain itu juga diperhitungkan pengaruh out-of-plane large deformation karena elemen Selain itu juga diperhitungkan pengaruh out-of-plane large deformation karena elemen Selain itu juga diperhitungkan out-of-plane large besar. Sehinggapendekatannya pendekatan perhitungannya digunakan pelat yangpengaruh dianalisa berukuran besar. Sehingga digunakan persamaan pelat yang dianalisa berukuran besar. Sehingga pendekatannya digunakan persamaan deformation karena elemen pelat yang dianalisa berukuran persamaan incremental (3): incremental: incremental: 𝜕∆𝑢 𝜕�� ∆𝑤 𝜕𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 1 𝜕∆𝑢 � 𝜕∆𝑣 � 𝜕𝑢 � �𝜕∆𝑢 � + �𝜕𝑣 � �𝜕∆𝑣 � + �𝜕𝑤 � �𝜕∆𝑤 � +1 ��𝜕∆𝑢 �� + �𝜕∆𝑣 �� � � ∆𝜀� = 𝜕∆𝑢 − 𝑧𝜕 ∆𝑤 + ∆𝜀� = 𝜕𝑥 − 𝑧 𝜕𝑥�� + � 𝜕𝑥� � 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥� � 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥� � 𝜕𝑥 � + 2�� 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥 � � 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 2 𝜕𝑥 𝜕𝑥 1 𝜕∆𝑤 �� +1 �𝜕∆𝑤 � + 2� 𝜕𝑥 � 2 𝜕𝑥 𝜕𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑣 𝜕�� ∆𝑤 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 1 𝜕∆𝑢 � 𝜕∆𝑣 � 𝜕𝑢 � �𝜕∆𝑢 � + �𝜕𝑣 � �𝜕∆𝑣 � + �𝜕𝑤 � �𝜕∆𝑤 � +1 ��𝜕∆𝑢 �� + �𝜕∆𝑣 �� � � ∆𝜀� = 𝜕∆𝑣 − 𝑧𝜕 ∆𝑤 + ∆𝜀� = 𝜕𝑦 − 𝑧 𝜕𝑦�� + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑦 � + 2�� 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑦 � � 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 2 𝜕𝑦 𝜕𝑦 1 𝜕∆𝑤 �� 1 𝜕∆𝑤 � + � + 2� 𝜕𝑦 � 2 𝜕𝑦 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑣 𝜕�� ∆ 𝜕𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 ∆𝛾�� = �𝜕∆𝑢 + 𝜕∆𝑣 � − 2𝑧 𝜕 ∆ + �𝜕𝑢 � × �𝜕∆𝑢 � + �𝜕𝑢 � �𝜕∆𝑢 � + �𝜕𝑣 � �𝜕∆𝑣 � ∆𝛾�� = � 𝜕𝑦 + 𝜕𝑥 � − 2𝑧 𝜕𝑥𝜕𝑦+ � 𝜕𝑥� × � 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥� � 𝜕𝑦 � 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑤 𝜕𝑥 𝜕∆𝑤𝜕𝑦 𝜕𝑤𝜕𝑦 𝜕∆𝑤 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕∆𝑢 𝜕𝑦 𝜕∆𝑢 + �𝜕𝑣 � �𝜕∆𝑣 � + �𝜕𝑤 � �𝜕∆𝑤 � + �𝜕𝑤 � �𝜕∆𝑤 � + �𝜕∆𝑢 � �𝜕∆𝑢 � + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥� � 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥 � � 𝜕𝑦 � 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕∆𝑣 𝜕𝑥 𝜕∆𝑣 𝜕𝑥𝜕∆𝑤 𝜕𝑦𝜕∆𝑤 𝜕𝑦 + �𝜕∆𝑣 � �𝜕∆𝑣 � + �𝜕∆𝑤 � �𝜕∆𝑤 � + � 𝜕𝑥 � � 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑥 � � 𝜕𝑦 � 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦



24



(3a) (3a)



(3b) (3b)



(3c) (3c)



Nilai prefiks, ∆, menyatakan kenaikan yang sangat kecil dan terus menerus setiap variabel. Nilai prefiks, ∆, menyatakan kenaikan yang sangat kecil dan terus menerus setiap variabel. Agar {U} lebih sederhana, maka dipisah menjadi: (1) {S}, adalah untuk komponen inJurnal Teknik BKI Agar 2014 {U} lebih sederhana, maka dipisah menjadi: (1) {S}, adalah untuk komponen inEdisi 02 - Desember plane, (2) {W}, adalah untuk komponen out-of-plane, (3) Komponen untuk rotasi terhadap plane, (2) {W}, adalah untuk komponen out-of-plane, (3) Komponen untuk rotasi terhadap Jurnal Teknik BKI sumbu z. Sehingga: Edisi 02-Juni 2015 z. sumbu Sehingga: �







{∆ε} = [Bp]{∆S}-z[Bp]{∆W}+[Cp][Gp]{∆S}+[Cb][Gb]{∆W}+� [∆Cp][Gp]{∆S}+� [Cb][Gb]{∆W} �







�� +



� 𝜕𝑦𝜕𝑥 � 𝜕𝑦 2 𝜕𝑦



𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑣 𝜕 ∆ � � 𝜕𝑢� � +𝜕∆𝑢 �� +� � � + � � � � � �� + �+���𝜕𝑢�����𝜕∆𝑢 � � ��𝜕∆𝑣 + ���++���𝜕𝑣 � − 2𝑧+ �𝜕𝑦++ �𝜕𝑦 � � � ∆𝛾�� = � + × 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕∆𝑣 𝜕∆𝑣𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑣𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑤𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑢 +�� � � �� � +��+��+ ����� � ��� + � � � � � + � � � + �� + (3c) 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑦𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 �



(3c) (3c)



𝜕∆𝑣 ∆,𝜕∆𝑣 𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑤 ∆, sangat dan terus menerus variabel. NilaiNilai prefiks, yangyang sangat kecilkecil dan terus menerus setiapsetiap variabel. � � menyatakan � +menyatakan � � � kenaikan � kenaikan + �prefiks, 𝜕𝑥



𝜕𝑦



𝜕𝑥



𝜕𝑦



{U} sederhana, dipisah (1) {S}, adalah komponen Nilai prefiks, ∆, menyatakan kenaikan yangmaka sangat kecil danmenjadi: terus(1) menerus setiap variabel. AgarAgar {U} lebihlebih sederhana, maka dipisah menjadi: {S}, adalah untukuntuk komponen in- in-



Nilai prefiks, ∆, menyatakan kenaikan yang sangat kecil untuk komponen in-plane, {W} untuk komponen out-ofAgarmenerus {U} lebih maka dipisah menjadi: (1) {S}, adalah komponen inplane, (2) {W}, adalah komponen out-of-plane, (3) Komponen untuk rotasi terhadap plane, (2)sederhana, {W}, adalah untuk komponen (3)untuk Komponen rotasi terhadap dan terus setiap variabel. Agar {U}untuk lebih seder- out-of-plane, plane, komponen untuk rotasiuntuk terhadap sumbu z. Sehinghana, maka menjadi dua bagian, yaitu out-of-plane, {S} adalah (3) ga dihasilkan 4: terhadap plane,dipisah (2) {W}, adalah untuk komponen Komponenpersamaan untuk rotasi sumbu z. Sehingga:



sumbu z. Sehingga:



sumbu z. Sehingga:











� � {∆ε} = [Bp]{∆S}-z[B [∆C [C]{∆W} p]{∆W}+[C p][Gp]{∆S}+[C b][Gb]{∆W}+ p][Gp]{∆S}+ b][Gb]{∆W} {∆ε} = [Bp]{∆S}-z[B [∆Cp][G [Cb][G p]{∆W}+[C p][Gp]{∆S}+[C b][Gb]{∆W}+ p]{∆S}+ � b � � � � � {∆ε} = [Bp]{∆S}-z[B =p]{∆W}+[C [B]{∆U}p][Gp]{∆S}+[Cb][Gb]{∆W}+�[∆Cp][Gp]{∆S}+� [Cb][Gb]{∆W} = [B]{∆U} (4)



Dimana :



(4) (4)



= [B]{∆U} Dimana: Dimana:



Dimana:



T T ∆εxy = increment of strain vector y,}∆γ= xy} {∆ε}{∆ε} = {∆ε=x,{∆ε ∆εT yx, ∆γ increment of strain vector



{∆ε} = {∆εx, ∆εy, ∆γxy} = increment of strain vector



dimana: D = Et /[12(1-υ )] , ω, ωo = added dan initial deflection, F = fungsi tegangan Airy



⎧ ⎧ ⎪ ⎪⎪ ⎪



��



T



{U} =W} {ST W}nodal = nodal displacement vector displacement vector {U} ={U} {S W}=T {S = nodal = displacement vector T



=v{uu1 vv1 uu23 vTv2=3 uin-plane } = in-plane displacement vector 4in-plane u34 vv34}u4 =vdisplacement displacement vector {S} ={S} {u1 {S} v1=u{u vector 2 v12 u31 v32 u42v4} T



T



{w θθx1 θ23x1θθx1w θx1x1w wθ3θx1x1 θ}x1Tw=θ4 x1 θx1}ofTθplane } =displacement theofout of plane displacement vector 1θx1 4θx1 θx1wout =x1the out plane displacement vector 1wθ 34 x1 x1 {W} ={W} {w1 {W} θ=x1 {w θx1= θx1 θx1 wθ θθx1 the vector 2x1 x1ww x12θ [B]



[B] = strain-displacement matrix =[B] strain-displacement matrix matrix = strain-displacement �



𝜕𝑢



𝜕𝑣



𝜕𝑤



𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑣 𝜕𝑣 � 𝜕𝑤⎤ 𝜕𝑢⎡𝜕𝑢 𝜕𝑣 ⎡ ⎡ 0𝜕𝑣 0 0⎤ 𝜕𝑢 ⎡ 0 𝜕𝑤 � 𝜕𝑣 𝜕𝑤�𝜕𝑢 �𝐵�� �{𝑆}= �𝐵� �{𝑆} + 𝜕𝑣�𝜕𝑤 += 𝜕𝑣 0 ⎤⎤ ⎡ ⎡ 0⎤ ⎤ 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 0 0 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 ⎢𝜕𝑢 𝜕𝑣⎢𝜕𝑥 𝜕𝑥 ⎥ ⎢ � 𝜕𝑢 �� =𝜕𝑥�𝐵� �{𝑆} + 𝜕𝑣 𝜕𝑦 ⎥ ⎢ 𝜕𝑥 ⎥𝜕𝑥 ⎥ 0 𝜕𝑤 𝜕𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑣𝜕𝑢 𝜕𝑤⎤⎢⎥ 𝜕𝑤⎥ � 𝜕𝑥 𝜕𝑥�𝜕𝑢 𝜕𝑣 ⎥ � ⎡⎢ ⎢ ⎢ 𝜕𝑢 ⎤⎥ 𝜕𝑣 ⎥⎥ ⎡⎢ 𝜕𝑣 𝜕𝑥 𝜕𝑢 𝜕𝑣 �𝜕𝑢𝜕𝑦 + 𝜕𝑣 = �𝐵 𝜕𝑢 � �{𝑆} 0� �⎢= 0 0 0 0 0𝜕𝑢⎥ 𝑑𝑎𝑛 0] = ⎢00⎢⎥ [𝐶𝑑𝑎𝑛 �𝐺� � = ⎢⎢𝜕𝑥 𝜕𝑤 � 𝜕𝑣 �𝐺 𝜕𝑥 𝜕𝑥 � ] =[𝐶 ⎢ � 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 �𝐺 �{𝑆}, � � ⎥ ⎥ = ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ �𝐺 �{𝑆}, � � = 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 � 𝜕𝑢 𝜕𝑦 𝜕𝑦 � �𝐺�⎢�⎢ = ⎢ 0⎢ 𝜕𝑢0 𝜕𝑣𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑣 𝜕𝑥𝜕𝑢 𝜕𝑦 𝜕𝑣 𝜕𝑦 = 𝜕𝑥 �𝜕𝑥 � 𝜕𝑦 𝜕𝑦 ⎥ 𝜕𝑦⎥⎥ 𝑑𝑎𝑛⎢⎢[𝐶� ] 𝜕𝑤 ⎢ ⎥⎢⎥ 0 ⎥ 𝜕𝑦 ⎥ ⎥ �𝐺 �{𝑆}, � 𝜕𝑢 = 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑦 � 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑤 � � 0 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 � ] = ⎢⎢0 �𝐺� � = ⎢⎢ 0 � 𝜕𝑦 ⎢ ⎥⎢⎥ 𝜕𝑤⎥ 𝜕𝑥 � 𝜕 �𝜕𝑥 �𝑤� 𝑤 𝜕 � 𝑤 =𝜕 ��𝐺 𝑤� �{𝑆}, 𝑤 𝜕𝜕𝑦 𝑤 𝜕 �𝜕 ⎢ ⎢ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 ⎥⎥ 𝑑𝑎𝑛 ⎥[𝐶 ⎥ ⎥ 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 [𝐵 ]{𝑊} � � � [𝐵 ]{𝑊} 2 = ⎣ ⎣𝜕𝑥 �𝜕𝑥 � 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥⎦ 𝜕𝑦⎥⎢𝜕𝑤 2 = ⎣ ⎣ ⎦ 𝜕𝑥 ⎦ 𝜕𝑤⎥ ⎢ ⎥ ⎢ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥⎦ 𝜕𝑦 � � � � � � � � � ⎢ ⎥ 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕 𝜕𝑦 𝑤 � 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 �𝑤 𝜕𝜕𝑦 �𝑤 𝜕𝑥 ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ 𝜕 � 𝑤 �� = [𝐵 ]{𝑊} ��𝜕 �𝑤 𝜕 𝑤 2 ⎣𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥⎦ 𝜕𝑥 𝜕𝑥⎦ � � � 𝜕𝑤 𝜕𝑤 [𝐵 ]{𝑊} � 2 = ⎣ ⎣ ⎦⎣ 𝜕𝑦 𝜕𝑥 ⎦ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑤 𝜕𝑤 � 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 � = [𝐺� ]{𝑊} = [𝐺� ]{𝑊} � 𝜕𝑥 � 𝜕𝑦���� 𝜕𝑥𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑤 𝜕𝑦 � 𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕𝑤 �� �� ==[𝐺[�𝐺]{𝑊} � ]{𝑊 } 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 2.4 Matrik Kekakuan Elastis �



2.4 Matrik Kekakuan Elastis Persamaaan matrik kekakuan diturunkan menggunakan teori Total lagrangian 2.4 Matrik Kekakuan Elastis Persamaaan matrik kekakuan diturunkan dengandengan menggunakan teori Total lagrangian dan dan



2.4 Matrik Kekakuan Elastis



2.4 Matrik Kekakuan updated Elastis lagrangian.



Total lagrangian



Persamaaan matrik diturunkan dengan menggunakan teori Total lagrangian dan updated lagrangian. Persamaaan matrikkekakuan kekakuan diturunkan dengan menggunakan teori Total lagrangian dan



Total updated lagrangian. Persamaaan matriklagrangian kekakuan diturunkan dengan meng- Persamaan total Lagrangian adalah sebagai berikut : Total lagrangian updated lagrangian. gunakan teoriPersamaan Total lagrangian dan updated lagrangian. total Lagrangian adalah sebagai berikut:E ([K]E = [Kp] + [Kb] + [Kg] + [K�])



Total lagrangian Persamaan total Lagrangian adalah sebagai berikut: ([K] = [Kp] + [Kb] + [Kg] + [K�])



Total lagrangian [𝐾� ] [𝐾 ]



0



0



0



[𝐾 ] [𝐾 ]



[𝐾 ]



0



� E � � , [𝐾 ]adalah � ��] ([K] � , [𝐾[K � g] + [K�]) =� Persamaan total sebagai + [K [𝐾���berikut: ] = [𝐾 � = �Lagrangian � ]�= 0[Kb][𝐾 p]] �+ 0 ]� ,��𝐾 [𝐾� ]� , [𝐾 [𝐾�]] ==�[𝐾 0 �] = 0 �0 � 0 �0, �𝐾[𝐾 [𝐾� ] = �[𝐾� ] 0� , [𝐾 ��= � �] E � � [𝐾 ] 0 [𝐾 ] [𝐾 ] [𝐾 ] 0 0 total 0 Lagrangian Persamaan ([K] �] � p] + [Kb] + [Kg] + [K�]) [𝐾 �] [𝐾�berikut: [𝐾 ] =0[K 0 0� adalah sebagai [𝐾Dimana, � ] 0� , [𝐾 ] = � [𝐾 � , �𝐾� � = � � � , [𝐾� ] = � � � Dimana, �] = � � [𝐾 ] 0� � [𝐾� ] [𝐾[𝐾]��] [𝐾 [𝐾 Dimana : 0 � [𝐵 ]� [𝐷] � [𝐵] ]𝑧 � 0 �] ] [ 0 0 𝐾 0 ] [𝐵 ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾 ] [𝐵 ] [𝐷] � [𝐾0[𝐾 ] = = 𝑑𝑉𝑜𝑙, 0 � � � �� [𝐾 � � � � ��, [�𝐾�� ] = � [𝐾 � , �𝐾�� � ]= � , [𝐾� ] = � � � � �� � [𝐵 ]𝑧 � Dimana, � ]]= [𝐾 0 [�𝐾]�=] � [𝐵 [𝐾� ]� [𝐾𝑑𝑉𝑜𝑙, ] [ � = � 0[𝐵� ] 0[𝐷] [𝐵� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � [𝐷] 0 𝐾 � �]











� [𝐶 ]� [𝐷]� [𝐵 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 �� [𝐵 � [𝐷] � [𝐷] � � [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � � �[𝐺 [𝐾� ] = � [𝐾 [𝐵��] ]= [𝐵��]]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾� ] =� � [𝐵�+] [𝐷]� [𝐵 Dimana, 𝑑𝑉𝑜𝑙, � � ]� ]𝑧 � �



[𝐺� ]� [𝐶� ]� [𝐷]� [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙



[𝐾� ] = �� [𝐺� ]� [𝐶�� ]� [𝐷]� [𝐵� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + �� [𝐵� ]� �[𝐷]� [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � [𝐺� ]�� [𝐶� ]� [𝐷]� [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 � � �� �� � � � � [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 �� � [𝐶 � � ]�� �[𝐷] � � � [𝐺��[𝐶 ] [𝐶][𝐺 ] [𝐷] � ][𝐵 + ]�� [𝐷] � ] = � [𝐾 � � [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � �� � [𝐵 [𝐾 [𝐺��]�]= [𝐵� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � � [𝐷] � � � � ]𝑑𝑉𝑜𝑙 �+ �� [𝐺� ] [𝐶� ] [𝐷] [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 � � �� � �� � � � � � [𝐾� ] = � [𝐵� ] [𝐷] [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � [𝐺� ] [𝐶� ] [𝐷] [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � [𝐾 ] �� [𝐺� ]� [𝐶� ]� [𝐷]� [𝐶 ][𝐺 � � � � [𝐾���] =��� [𝐺 ]� [𝜎� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � � � � ]= � [𝐺 � ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾 �� ] = � [𝐵 � [𝐶�� ][𝐺��]𝑑𝑉𝑜𝑙 � +� �� � ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � � � � �� [𝐷] � ] [𝐶��] [𝐷] [𝐶 � ][𝐺 � � � � � � � � � [𝐺� ] [𝐶� ] [𝐷] [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾��] = � [𝐺� ] [𝜎� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � [𝐾� ] = � � � [𝐾 ] � ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 � [𝐺 ��[𝐶 � ] �[𝜎 � � ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾� ] = � [𝐺�� ]= ]��[𝐷] [𝐶�� ][𝐺�� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾� ] = � � [𝐺� ]��[𝜎� ][𝐺 �� � � � � � � � � � � � [𝐾� ] = � ]𝑑𝑉𝑜𝑙 𝜏�� 0 � ][𝐺 � [𝐺� ] [𝜎𝜎 � � �𝑜 ⎡ 0 𝜎 ⎤ � � ⎢ � ][𝐺 [𝐾� ] = �𝜎�𝜎 [𝐺� ]𝑜=��[𝜎 𝜏���� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 0� 0 𝜏�� ⎥ , [𝜎� ] = � 𝜎� 𝜏�� � � � �� 𝜏��� 𝜎� ⎡ � 0 �𝜎 ⎢𝜏��� 0 ⎤𝜎�� 0� ⎥ � � � � 𝜏0�� ⎥ ⎥ 𝜎� 𝜏�� � ⎢ 𝜏0 ⎢ �𝜎� � 𝑜 �� 0 𝜏 0 𝜎 [𝜎 ] �𝜎� � = ⎡⎢ � � , = ⎣ �� ⎤⎥ � � ⎦ 𝜏 𝜏�� � 0 𝜎0 𝜎�� 𝜏𝜎 0𝜎� 𝜏0�� � � �� �𝜎�� � = ⎢⎢⎣ 0 �𝜏 � � 0 �𝜎 ⎥⎥⎥⎦ , [𝜎� ] = �𝜏 � 𝜎 𝜏�� 0�� 𝜎� 0� �� �



[𝐾 ] = � [𝐵 ] [𝐷] [𝐵 ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾 ] = � [𝐵 ] [𝐷] [𝐵 ]𝑧 𝑑𝑉𝑜𝑙,



[𝐾 ] = � [𝐺 ] [𝐶 ] [𝐷] [𝐵 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � [𝐵 ] [𝐷] [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � [𝐺 ] [𝐶 ] [𝐷] [𝐶 ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 [𝐾 ] = � [𝐵 ] [𝐷] [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � [𝐺 ] [𝐶 ] [𝐷] [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙,



[𝐾 ] = � [𝐺 ] [𝐶 ] [𝐷] [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾 ] = � [𝐺 ] [𝜎 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾 ] = �Updated [𝐺 ] [𝜎Lagrangian ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 formulation ⎢�







update Updated formulation 𝜏0updated ⎣ Penamaan ⎦ Lagrangian approach adalah karena perlu dilakukannyaJurnal 𝜎0Lagrangian �� Teknik BKI �� 𝜎� 0 � 𝜏𝑜 ⎡ ⎤ Edisi 02Desember Updated Lagrangian formulation 0 𝜎 𝜎 𝜏 0 𝜏 � sistem koordinat lokal pada setiapkarena prosesperlu penambahan beban,update sehingga2014 � ��adalah �� ⎢ terhadap ⎥ Penamaan updated Lagrangian approach dilakukannya



�𝜎� � = ⎢ , [𝜎 ] = � 𝜏 𝜎� � 𝜏�� updated 0 𝜎�Lagrangian 0 ⎥ � approach �� Penamaan adalahproses karena dilakukannya update ⎢ ⎥ Jurnal Teknik matrik dari lokal penambahan keperlu sistem koordinat global harusBKI terhadaptransformasi sistem koordinat lokal sistem pada koordinat setiap beban, sehingga 0 𝜎� ⎦ Edisi 02-Juni 2015 ⎣ 0 𝜏�� terhadap sistem koordinat lokal padaKeuntungan setiaplokal proses penambahan beban, sehingga diperbaharui pada setiap waktu. dari Lagrangian approach adalah transformasi matrik dari sistem koordinat ke updated sistem koordinat global harus Updated Lagrangian formulation



25



terhadap sistem koordinat terhadap sistem lokal pada koordinat setiap lokal proses pada penambahan setiap proses beban, penambahan sehingga beban, sehingga transformasi matrik transformasi dari sistemmatrik koordinat dari sistem lokal kekoordinat sistem koordinat lokal ke sistem global koordinat harus global harus



Asumsi Data Struktur:



diperbaharui pada diperbaharui setiap waktu.pada Keuntungan setiap waktu. dari updated Keuntungan Lagrangian dari updated approach Lagrangian adalah approach adalah



Data input yang diperoleh kemudian diidentifikasikan ke dalam bentuk matrik-matrik data



initial deformation,initial [Kg],deformation, [Kg], dapat dapat dihilangkan karenadihilangkan initial deformation karena initial pada deformation setiap pada setiap



E E : sebagai berikut: [K]E,dapat [K] dapatdiset disederhanakan menjadi persamaan Asumsi Data Struktur : ,dapat permulaan penambahanproses bebanpenambahan dapat beban menjadi dapat nol. diset Sehingga, menjadi [K](5) nol. Sehingga,



Asumsi Data Struktur: 4. Hasil Dan Pembahasan Data input yang diperoleh kemudian diidentifikasikan ke dalam bentuk matrik-matrik data E 1. Material bersifat isotropik data material berisi modulus elastisitas (E) dan disederhanakan disederhanakan [K]E = [K ] + [Kb] +[K] [K]..........................................................(5) = [Kp] + [Kb] + [K]..........................................................(5) pmenjadi: Penamaan Updated Lagrangian menjadi: adalah karena perlu Data inputdengan yang diperoleh kemudian yang diidentifikasikan ke 4.1 Formulasi Elemen sebagai berikut: dilakukannya update terhadap sistem koordinat lokal pada dalam bentuk matrik-matrik data sebagai berikut : poisson's ratio (). 1. data Material bersifat isotropik dengan data material yang berisi modulus elastisitas (E) dan setiap proses penambahan beban, sehingga transforma1. Material bersifat isotropik dengan material yang Formulasi elemen ISUM merupakan serangkaian tahapan 3. METODOLOGI 3. sistem METODOLOGI si matrik dari sistem koordinat lokal ke koordinat 3. Metodologi berisi modulus elastisitas (E) dan poisson’s ratio ( ). poisson's ratio mempunyai (). yang dimulai dari tahap pendefinisian elemen, penentuan 2. Data nodal beserta koordinatnya. Tiap-tiap titik nodal enam derajat global harus diperbaharui pada setiap waktu. Keuntungan 2. Data nodal beserta koordinatnya. Tiap-tiap titik noddisplacement function, pendefinisian stress displacement Penelitian yang dilakukan analitis dan numerik dalam perumusan Penelitianbersifat yang dilakukan bersifat analitis danhalnumerik dalammatrik hal perumusan matrik 2. Data nodal beserta koordinatnya. Tiap-tiap titik nodal mempunyai enam derajat dari updated Lagrangian adalah initial deformation, [Kg] Penelitian yang dilakukan bersifat analitis dan numerik daal mempunyai enam derajat kebebasan. dan stress strain sehingga dihasilkan suatu persamaan kebebasan. kebebasan. kekakuan elemen. Tahap penelitian selengkapnya tersajiselengkapnya pada Gambar 1. elemen. kekakuan elemen. Tahap penelitian tersaji pada Gambar 1. dapat dihilangkan karena pada setiap permulaan proses lam hal perumusan matrik kekakuan Tahap pene3. Elemen pelat mempunyai empat titik nodal pada ti- matrik kekakuan. Elemen yang digunakan untuk formuempat titik tiap-tiap elemen Elemen pelat mempunyai empatData titik berbentuk nodal pada segi tiap-tiap pojoknya. Data elemen penambahan beban dapat diset menjadi nol. Sehingga litian selengkapnya tersaji pada Gambar 1. 3. Elemen pelat mempunyai ap-tiap pojoknya. Datanodal elemen3.pada berisi informasi ter-pojoknya. lasi adalah pelat empat. Bentuk ini dipilih kait nodal i, j, k, l serta data material tiapinformasi elemen. terkaitkarena diaplikasikan pada kontruksi kapal. berisi nodal i,banyak j, k, l serta data material tiapbidang elemen. berisi informasi terkait nodal i, j, k, l serta data material tiap elemen. 4. Data kondisi batas (boundary condition) adalah simSelain itu bentuk geometri tersebut sesuai dengan kondisi Mulai 4. Data kondisi batas (boundary condition) adalah simply supported yang digunakan ply supported yang digunakan untuk memberikan buckling. 4. Data kondisi batas (boundary condition) adalahuntuk simply supported yang digunakan memberikan Data Struktur batasan pada matrik struktur. Data tersebut berisi batasan pada matrik struktur. Data tersebut berisi indeks nodal dan Persamaan Updated Lagrangian permulaan proses



indekspada nodalmatrik dan batasan pada tiap DOFnya. batasan pada tiap DOFnya. Langkah-langkah penurunan untuk memberikan batasan struktur. Data tersebut berisi indeks nodal dan matrik kekakuan secara leng-



No Data Struktur



batasan pada



Yes



5. Data beban,



Perhitungan Matrik Kekakuan [k]24x24 Tiap Elemen



5. Data beban, pembebanan yang dilakukan bersifat kap Langkah-langkah matrik kekakuan adalah sebagai berikut 5. Data beban, pembebanan yang dilakukan bersifat:penurunan kombinasi di antara beban axial kombinasi di antara beban axial transverse/longi- • Penentuan displacement function dan shape function tiap DOFnya. transverse/longitudinal  compressive, axialdisplacement transverse/longitudinal bendingdan ataushap tudinal compressive, axial transverse/longitudinal Penentuan function (N) pembebanan yang kombinasi di initial antara beban dan axial tensile, edgeimpershear load, imperfection lateral pressure. bending ataudilakukan tensile, edge bersifat shear load, initial Keteranga fection dan lateral pressure. Unit elemen pada ISUM untuk pelat segi empat disajikan pada Gambar 2.



transverse/longitudinal compressive, axial transverse/longitudinal bending atau



Penyesuaian Matrik Kekakuan [k] Elemen dengan Orde Matrik [K] Global



tensile, edge



Pembentukan Matrik [K] Struktur dan Matrik Beban



Unit elemen pada ISUM untuk pelat segi empat disajikan pada Gambar 2.



Perhitungan Nodal Displacement dengan Metode Gauss-Jordan [K] x {d} = {R} Perhitungan Incremental Loading dengan Metode Newton-Raphson [K] x {∆d} = {∆R}



Langkah-langkah penurunan matrik kekakuan secara lengkap adalah sebagai berikut:  Penentuan displacement function dan shape function (N) Gambar



Perhitungan Stress dan Strain Pada Koordinat Titik Simpul Tiap Elemen  = [B] x {d} → [ = [D] x []  = [B ] x {d} → [ ]= (-t2/6) x [D] x [ ] Pendefinisian State Kegagalan Pada Tiap Load Increment Elastic Buckling, Yielding, Elastic Plastic Buckling, Ultimate Strength Failure Free Regime [K]E, [D]E



Gambar 1.



Cek Elastic Buckling dan Yielding



Yielding Gross Yielding Local Yielding Elastic Plastic Buckling [K]P, [Dp]B



Buckling



Elastic Plastic Regime [K]P, [Dp]B



Selesai



Gambar 1. Alur Pemograman Analisis ULS dengan Elemen ISUM



Gambar 1 : Alur Pemograman Analisis ULS dengan Elemen ISUM Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014



26



Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



1. Lokal Koordinat Lokal untuk E Gambar 3 : Koordinat Elemen ISUM Keterangan: Gambar 2. Penentuan Unit Elemen dan Nodal Point ( ) Pada ISUM untuk Pelat Segi Displas R : translasi nodal force arah sumbu x, y dan z Gambar 3 menunjukkan adalah translasi nodal force arah Empatbending (Ueda,Rarah et al., [5]) sumbu x dan y Mx & My : out-of-plane momen & M out-of-plane momen bending sumbu x, y dan z, M Mz : momen torsi arah sumbu z x y Persamaan displasemen beserta rotasinya dita u,v dan w arah : translasi displacement node arah sumbu x, y & z sumbu x dan y, Mz merupakan momen torsi arah sumθx = -∂w/∂y, θy = -∂w/∂x dan θz adalah rotasi searah sumbu x,y dan bu z. Sedangkan u, v dan w adalah translasi displacement 4. HASIL DAN PEMBAHASAN z �4 2 = -∂w/∂x node dan𝑎θx𝑥𝑦 =+ -∂w/∂y, 𝑢 =arah 𝑎1 sumbu + 𝑎2 𝑥x,+y𝑎&3 𝑦z + (𝑏θy − 𝑦 2) 4.1. Formulasi Elemen 4 2 z. dan θz adalah rotasi searah sumbu x, y dan FormulasiLokal elemen ISUM merupakan tahapan Koordinat untuk Elemen ISUM serangkaian dengan nodal forcesyang dan dimulai dari tahap



� � Gambar 2. Penentuan Unit 2Elemen danUnit Nodal Point ( ) Pada ISUM Pelat 𝑣untuk = displacement 𝑏� + 𝑏�𝑥 Segi +function, 𝑏� 𝑦beserta +pendefinisian 𝑏� 𝑥𝑦rotasinya + � (𝑎 −displacement 𝑥� ) Displasemennya Gambar : Penentuan Elemen dan Nodal Point (• )penentuan Persamaan displasemen ditampilkan pendefinisian elemen, stress �



Pada ISUM untuk Pelat Segi Empat (Ueda, et al., [5]) Persamaan - (12). dan et stress dihasilkan suatu(7)persamaan matrik kekakuan. Elemen yang Empat (Ueda, al.,strain [5]) sehinggapada



Elastic Buckling [K]E, [Dp]B Ultimate Strength [K]U=[K]E, [Dp]U



R : transl Mx & My Mz : mom u,v dan w θx = -∂w/ z



elemen pada ISUM untuk pelat empat pressure. disajikan shear Unit load, initial imperfection dansegi lateral pada Gambar 2.



4. HASIL DAN



� Persamaan displasemen beserta rotasinya ditampilkan Persamaan 𝑤 = 𝑐�pada + 𝑐berbentuk +(7)𝑐�-𝑥(12). + 𝑐� 𝑥𝑦ini+dipilih 𝑐� 𝑦 � karena + 𝑐� 𝑥 � + � 𝑥 + 𝑐� 𝑦 digunakan untuk formulasi adalah pelat segi empat. Bentuk �



2 𝑢 = 𝑎1 + 𝑎2 𝑥 + 𝑎3 𝑦 + 𝑎4 𝑥𝑦 + 24 (𝑏diaplikasikan − 𝑦 2) (7) geometri tersebut banyak pada bidang kontruksi kapal. Selain itu bentuk ��



𝜃� = −



sesuai � dengan kondisi buckling. PEMBAHASAN 𝑣 = 𝑏� + 𝑏�𝑥 + 𝑏� 𝑦 + 𝑏� 𝑥𝑦 + � (𝑎� − 𝑥 � ) �



4.1. Formulasi Elemen



��



��



= -c3 - c5x - 2c6y - c8x2 - 2c9xy - 3c10y2 - c11 (8)



=� +c2𝑐��+𝑦2c 5y++𝑐 3c 7�x + 2c8xy + c9y � 4x + c 𝑤 = 𝑐� + 𝑐� 𝑥 + 𝑐� 𝑦 + 𝑐� 𝑥 � + 𝑐� 𝑥𝑦 + 𝑐� 𝑦 � + 𝑐� 𝑥 � + 𝑐�𝜃 𝑥 ��𝑦 = + 𝑐��𝑥𝑦 + 𝑐�� 𝑥 � 𝑦 �� 𝑥𝑦 (9) �



Formulasi elemen ISUM merupakan serangkaian tahapan yang dimulai dari tahap � 𝜃 = − �= -c3 - c5x - 2c6y - c8x2 - 2c9xy - 3c10y2 - c11x3 - 3c12xy�2 � �



𝜃� =



��







+







= a 3 + b2



�� pendefinisian elemen, penentuan displacement function, pendefinisian stress��displacement ��



𝜃� =



��



= c2 + 2c4x + c5y + 3c7x2 + 2c8xy + c9y2 + 3c11x2Matrik y + c12y3



��



+



��



= a 3 + b2



2



(10)



Jurnal Teknik BKI



+ 3c



(11) 2014 Edisi 02- Desember persamaan displasemen secara umum



dan stress strain sehingga dihasilkan suatu persamaan matrik kekakuan. Elemen yang 𝜃 =



2



� �� �� digunakan untuk formulasi adalah pelat berbentuk segi empat. Bentuk ini dipilih karena



Jurnal Teknik (12) BKI Edisi 02-Juni 2015



Matrik persamaan displasemen secara umum dijelaskan pada Persamaan (13)-(14). a



27



w1 1



1x1



x1 y1



Jurnal Teknik BKI 28 00 2015 0 -1 θx1 θx1 0Edisi 02-Juni



θy1



θy1 0



01



1 0



[P� ] adalah 12x12, sehingga konstanta



ringkas menjadi,



{𝜓� } = [𝑃� ][𝐶� ]�� {𝑑� }



Persamaan (15) dan Persamaan (16), dapat ditulis dalam bentuk Persamaan (15) dan Persamaan (16), dapat ditulis dalam bentuk ringkas menjadi, {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑎𝑏} dan {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑐} {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑎𝑏} dan {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑐}



[P� ] adalah dimana ukuran matrik [P� ] adalah 8x8 dan ukuranmatrik konstanta [P ]12x12, dimana ukuran adalahsehingga 8x8 dan ukuran



c12







0



y13



{ab} dan {c} dan dapat diselesaikan dengan:



y1



y13



-3y1



0



(x1+a)y12



-2(x1+a)y1



y12



3(x1+a)2y1



c11



c12 y1



3



3(x1+a)2y1



-3(x1+a)y12 -(x1+a)3 c10



c11 2



-3(x1+a)y1



2



(x1+a)y13 -3y12



0 (y1+b)2



-(x1+a)3



-3(y1+b)2 -2(x1+a)(y1+b)



2



(y1+b)3 (x1+a)(y1+b)2



3y (x1+a)-2(x 1 1+a)y1



c10



{𝜓� } = [𝑁� ]{𝑑� }



(x1+a)y13 (x1+a)3y1 c9



y13



0 (y1+b)2



-(x1+a)



(x1+b) 1+a)y1 3(x1+a)2(y



2



(y1+b)3



c9 (y1+b) 3(x1+a)2(y1+b)



c7 Kemudian



c8



0



-3(x1+a)(y1+b)2



(x1+a)(y1+b)3



+b)2 (y 3 1



-3(y1+b)2 -2x1 (y1+b)



0 θy4



(x1+a)3(y1+b)



-2(x1+a)(y1+b)



(y1+b)3 x1 (y1+b)2



3x12(y1+b)



2



0 y12



(y1+b) x13(y1+b)



-3y12 -2x1y1



0 θx4



{𝜓� } = [𝑃� ][𝐶� ]�� {𝑑� }



dan



c8 -3(x1+a)(y1+b)2 -3(y1+b)



2 c6



(y1+b)3



3 -x(x 1 1+a)(y1+b)2 -3x1 (y1+b) (y2 1+b)3 c5



(x1+a)3(y1+b)



-(x1+a)3 (16)



(x1+a)(y1+b)3



{𝑎𝑏} = [𝐶� ]�� {𝑑� }



c7



Persamaan (13) dan Persamaan (14) ditulis menjadi: 3



{𝑐} = [𝐶� ]�� {𝑑� }



2 -3(y1+b)2 c dimana ukuran -x13 [P� ] adalah 12x12, sehingga konstant 1 (y1+b) 8x8 dan cukuran 5 matrik [P-3x � ] adalah 3 3x12(y (y1+b)3 dengan: c6 (16) x1 (y1+b)3 0 c4 {ab} dan {c1}+b) dan dapat diselesaikan



y13



-2x (y +b) 3x12y1 1 1



x1 (y1+b)2



y13 x1y12



-x13



x13y1



y12



x1y13



0



c1 (y1+b)3 2 -3x1y1 c2



-x13y12



-2x1y1 0 y1 2(x1+a) 0



1 w4



1



2



x13(y1+b)



0 -3x1y1



y1 xy3 -3y12 1 1 (x1+a)y1



y13 -(x1+a)2 2 2 3(x1+a)-3y 1 2(x1+a)y1 0



-(x1+a) x1y1 -2y1 0 -1



0 θy3



0



{𝑑3� } = [𝐶� ]{𝑎𝑏} x1 (y1+b) c4 dan {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑐}



c12



c11



2



3(x1+a)2y1



c2



y1



3



c10 (x1+a)y1



-3(x1+a)y12



c -(x1+a)3 1



(y1 (y1



3 x-2(x 1 y11+a)y1



3



0



2



(x1+a)2y1



2(x1+a)(y1+b) 3(x1



(x1+a)3 y12



0 (y1+b)



(x1+a)y1 (x1+a)2



2(x1+a) 0



0



1



y1



c8



c9



3



(x1+a)3y1



+b)3 3(x1+a)2(y1+b)



+a)2



1 w3



(x1+a)



1



1



+b)2



c7 (x1+a)(y1



-2(xy11+a)(y1+b) -(x11+a) 2(x +a)2



2 3 2 2 0 -3(y1+b)3(x 2(x 1+a) -(x1+a) 1+a)y1 -3(x1+a)(y1+b)



-(x +a) 1+b)2 (x11+a)(y (x1+a)02(y1+b)



1



-x1



θy3 x1(y1+b) 0 x1



0 -1



(y1+b)



Persamaan dan Persamaan dalam bentuk ringkas menjadi, 3x12y(15) y13 (16), dapatcditulis 1 3



(16) +b)3



c6 (y1



c5



(x +a)2 2x1(y +b)



w 1 (x +a) 3x y21 1 0 2x1 4 (y1+b) 01 1 2 2 θ 0 0 -13 x4 (x1+a) (y1+b) (x1+a) (x1+a)(y1+b) (y1+b) (x1+a) 0 -1 0 θy4 -(x1+a) 0 -2(y1+b) 00 1



x (y



(x1+a)y 12 (y +b)



-2x1 (y1+b)



-x12



2(x1+a) 0



0



x1 (y1



1



-2(y1+b)



2x01y1



x12(y1+b) 3



2 3x1-1



+b)2



00



0 y1



θx3



2



2x1 0



1 -x1



w3 0 -1



(y11+b)1



+b)2



y1 -(x1+a)



2



-2x1+b) (x1+a)(y 1y1 2 2 (x1-x +a) 1



(y01+b)



2x x12y1 1 x130 y121



0 x=1y1



θy2



(x11+a) -2y



(y1+b) x1y12



-x1 0 -1 0 0



+b)3



2 y12 0 (x1+a)3 3x 2(y (x 1+a) y1 1 1+b) 2 -2y1(y1+b)3 0 (x1+a)3(y-(x 1+a) 1+b)



c4 x1 (y1



c3



(y1



0



-3(y1+b)2



3(x1+a)2



-x13



2(x1+a)(y1+b)



-3x1 (y1+b)2



+b)3



y1



-(x1+a)2



x13(y1+b)



0



+b)3



c2 -3x1y12



3



3x12y1



-2(y1+b)0



0



-x (x131+a)2(y1+b)



1(y1+b) x13y2x 1



3x12 y13



-x1 0 -2(y1+b)



2 2 (x +a)3 (y1+b)-3y 1 1



c1 x1y13



2(x1+a)y1 3(x1+a)2 0 y1 2(x1+a) 0



b4 0



θy4 (x1+a)y1 (x1+a)



y1



(y1+b) x1



w2 2



θx2



θy1



1



0



0



0



1



0



0



x12



(x1+a)(y1+b) w4 2x1 1/2(b2- y12) θx4 (y1+b)



0



(x1+a) 1



0



00



x1 x1



11



2



-(x1+a)2 0 -2y1



x1(y1+b)



0



0



-1



(y1+b)2



0



3x1



x13



-(x1+a)



x12(y1+b)



2x1y1



2(x1+a)(y1+b)



(x1+a)2y1 (x1+a)3



3(x1 0



-x12 (y1+b)



(x1+a)y1



(x1+a)22



2(x1+a) 0



y1



-2y10



b2 1 y1 b3 0



1



(15)



y1 x1 (y1+b) x12 θx3 (y1+b) 2) 0 -1 1/2(b2-0(y1+b) θy3



b1 -x10



0



(x1+a)



-(x1+a)2



(y1 (x1+a)(y1+b)



3 0x1



(x1



y12-1



(x1+a) (y1+b)



x1y01 a4



y12



+a)2



0



(x1+a)2(y1+b) (x1



2 -(x1+a)x1 y1-2(y1+b)



2x1(y1+b)



θy2 1/2(b2- (y1+b)w2)3 0 0 0



0



x1



1



0



θx3



b4



=



b4



Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014



Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014



w1



b3



0



y1 (x1+a)y(x11+a)y1



b3



θy2



2- 2(x 0 1/2(a21/2(a - (x1+a) ) 1+a)12) (x11+a) (x1+a) y1



y1



x1



00



0



0



0 0



1



v4 0



0 0



00



w2



v4



0



θx2



y1 (x1+a)y(x11+a)y1



1



1(x1+a) (x1y+a) 1



0



u4 1



θy1



u4



2)



0



b2



1/2(b21/2(b - y12) 2-



0



2- 2(x 0 1/2(a21/2(a (x1+b) +a)(y1+b) b2 - (x1+a) ) 1+a)12) (x11+a) (x1+a) (y1+b)(y1+b) (x1+a)(y



θx1



0 0



x12



00



(15) (15)



y1



v3 0



b1



x1



v3



2- (y1+b) 2) 2) 0 1/2(b21/2(b - (y1+b) b1



1



0 0



w1



00



1



1(x1+a) (x1(y +a) (x1+b) +a)(y1+b) 0 (x1+a)(y 1+b) (y1+b)



1/2(a - (x1+a)2)



=u3 1 =



a4



0



u3



a4



0



x1 (y1+b)(y1+b) x1 (y1+b) x1 (y1+b)



0



x11



v4



0 1/2(a21/2(a - x12) 2- x12) 1



(x1+a)y1



0 0



y1



00



(x1+a)



v2 0



1



v2



u4



a3



1/2(a2- (x1+a)2)



2- 2(y 0 1/2(b21/2(b ) - (y1+b) ) 1+b)2a3



0



0 0



0



00



0



0



v3



x1 (y1+b)(y1+b) x1 (y1+b) x1 (y1+b)



(x1+a)(y θx11+b)



1x1



(y1+b)



u2 1



0



u2



(x1+a)



a2



0



a2



1



y1 x1y1 x1y1



0



x1 y1



=



x11



u3



0 1/2(a21/2(a - x12)2- x12) 1



v2



0 0



2-1x 2) 1/2(aw 1



00



x1 (y1+b)



v1 0



(y1+b)



v1



x1



a1



1



a1



u2



0 1/2(b21/2(b -y12) 2-y12)



0



0 0



0



00



0



0



v1



y1 x1y1 x1y1



x1y1 v4



x1 y1



y1



1x1



x1



u1 1



1



u1



u1



1



u4



1



v3



1



u3



1



v2



1



u2



1



v1



1



u1



1



=



dimasukkanlah koordinat titik simpul ke dalam persamaan tersebut. Hasil yang didapatkan nodal ,y ),1:pada nodal nodal 3:+a),(y ((x1+a),(y +b)), dan+a),y nodal ((x1+a),y nodal 1: (xditunjukkan ,y(x ),1nodal nodal 2: (x ,(y(x12:+b)), nodal 3: 3:((x dan nodal 4:),((x4:1+a),y 1Persamaan 1,(y 1+b)), 11: 1pada 12: 1+b)), 1), 1), dan (16). Dimana ditunjukkan (15) dan (16). Dimana koordinat nodalnya adalah: (x ,y Persamaan ), nodal (x(15) ,(y +b)), nodal ((x1+a),(ykoordinat +b)), dan1 nodalnya nodal 4: ((xadalah: ditunjukkan pada Persamaan (15) dan (16). Dimana koordinat nodalnya adalah:



1/2(a2- x12)



00



1



0



1



0



1



0



1



Untuk mendapatkan nilai a1-a4, b1-b4, c1-c12 dari Persamaan tunjukkan pada Persamaan (15) dan (16). Dimana koordiditunjukkan pada Persamaan (15) dan (16). Dimana koordinat nodalnya adalah: koordinat dalam persamaan (7), (8)dimasukkanlah dan (9), maka dimasukkanlah koordinat Untuk mendapatkan nilai ,a1csimpul b-a -b -cnat dari (1)tersebut. (2),Hasil makayang Untuk mendapatkan nilai a1-a ba1titik -b (1) (2),danmaka 1-a 1simpul 1-b 12 4, nilai 4,4titik 1-c Untuk mendapatkan ,4, dari bc1ke ,nodalnya c1-cPersamaan dari: danPersamaan (1) dan didapatkan (2), maka 412 4Persamaan 12adalah ke dalam persamaan tersebut. Hasil yang didapatkan diditunjukkan pada Persamaan (15) dan (16). Dimana koordinat nodalnya adalah: dimasukkanlah titikke simpul dalam persamaan Hasil yang didapatkan dimasukkanlah koordinatkoordinat titik simpul dalamkepersamaan tersebut.tersebut. Hasil yang didapatkan



1



0



0



0



x1



0



⎩c�� ⎭



x1



{𝜓 nilai } = [𝑃 ]{ -a Persamaan (1) dan (2), Untuk mendapatkan ake�1persamaan dalam bentuk ringkas, (14) maka 4𝑐,} bpersamaan 1-btersebut. 4, c1-c 12 �� dari dimasukkanlah dimasukkanlah koordinat simpul dalam tersebut. Hasil yang Hasil didapatkan yang [𝑃dalam {koordinat } = simpul [{𝑃𝜓��titik ]{} 𝑐=}�ke dalam ringkas, dalam bentuk ringkas, (14) dalambentuk bentuk ringkas, 𝜓�titik (14) didapatkan � ]{𝑐 } ditunjukkan ditunjukkan padamendapatkan Persamaan pada Persamaan (15) dan (15) (16). dan (16). Dimana koordinat koordinat nodalnya adalah: adalah: dimasukkanlah koordinat titik tersebut.(1) Hasil cnodalnya dari Persamaan danyang (2),didapatkan maka Untuk nilai aDimana 1-asimpul 4, b1-bke 4, dalam 1-c12 persamaan ⎩c ⎭



+a)3



3x1 0 (y1+b)



+a)2



0



= a2 0 a3 1 x1y1



0 y1



0



0



y1 (x1+a)



(x1+a)



1



y10



1



(x1+a)y w1



1 2 1/2(b21/2(a -y12) 2θ-x2(x1+a) a12)0



0 nodal 1: (x1,y1), nodal 2: (x1,(y1+b)), nodal 3: ((x1+a),(y1+b)), dan nodalθy14: ((x1+a),y ), 11



(x1



1+b)



1/2(a2θ-x1(x1+a)2)0



0x1



(y1+b)



(14)



(14)



2x1



1 1



1



y1 2x1



0x 2



0



0x 0 (y +b) 1 1 1 0 (x1+a) -1



0



1



1



w1 +a)(y



(13)



+b)2



-x12



(x1-x+a)y 1 -2(y1+b) 1



1



b40



3x1



b3 x3



0



1/2(b2- y 2) x (y +b) 1 (y +b)2



-2y1 1 (x1-x+a)(y 1+b)



(y01+b) -1 1 0 (x1+a)



2



x12(y1+b)



2x1y1



-x12



2



b20



x1 b1 x1y1 2- (y1+b) y122) 1/2(b



x1 (y1+b) (y1+b)



y1



x1



2 0x1



a4



3



(x1+a)y1



y1a3



0 0



x1 (y1+b) v4



u4



0



(y1+b)



1



0



0



0



x12)



v3



x1y1 y1



1/2(a2-



1



u3



=



1



u2



x1



0



v1



0



1



u1



x1



⎧ c�⎪⎫c ⎪ ⎪⎪c� ⎪ �⎪ c � c � � � 𝑤 xy ⎪⎪ � ⎪ xy 1 x y x y ⎪ c ⎧ ⎫c� � c � ⎪ �c � ⎪ � � 0 xy�−1 −3xy � xy �0 �x�−x � xy 𝑤 {ψ�1} = 𝑤x �𝜃�y�1=xx��0 xy −2y x x y x y y y xy y y y � y x x � � � ⎪ c��⎨⎪ ⎪c� ⎬ � 𝑤 ⎪ cy� xc⎩cy��⎭� xy �(13) x y � �−3xy xy ���� −3xy }��𝑎𝑏 {00𝜓ringkas, }= [0{𝑃𝜓�0 ]{ }[xy {�𝜓 }2x [�𝑃]{�y�𝑎𝑏 ]{ dalam = 𝑃−x 𝜃=−1 dalam x−x = 𝑐�}} −x (14) �x −2xy 𝜃�{ψ 𝜃bentuk � � −x2xy −x 1y−2y ��01ringkas, {ψ� } = �bentuk } �=0 �ringkas, 0 � �bentuk � �=dalam 0x�−1 y −xy c� �0� c� 3x(13) 3x 0 −2y 0y−2xy 0 ⎪ −3y −3y y c � � (14) c� ⎪c� c�� ⎬ c�� ⎬�� ⎨−x {𝜓 } =02xy [𝑃�3x ]{�𝑐y}�2xy 0 y�−x � � {ψ 0 0y −1 𝜃�� } dalam =0 0�02x =0�𝜃𝜃�1� �bentuk � � y ⎨−3y 1 ringkas, −2y ⎪ cc��⎪⎪c ⎪ 3x� y0 −2xy 2x0 0y�3x� −x y3x 0 cc�y⎫ cc� ⎫ −3xy ⎧ ⎧ � � ⎪ ⎪ ⎪x���y⎪ �⎪ ⎨ 𝜃𝑤� y xy ⎪ c �⎪⎬ ⎪ x� y xy 0 3x y⎪ cc��⎪ 1 1x 0y 2x y� ⎪ cy���0�⎪ ⎪⎪ y0� 3x x�� 2xy x� xy y� c � ⎪ �� c �� ⎪ � ⎪ ⎪ ⎪cc�� ⎪� ⎪⎪cc�� � −2xy �⎪ −3xy(2), ⎪ {ψ� }Untuk = �0 0 −1 nilai = �𝜃� � mendapatkan a1-a4−2y , b1-b4,0 c1-c Persamaan (1) −x −x � ⎪ dan 0 −x �⎪ 12 dari c�� ⎪ ⎪⎪ ⎪ ⎪−3y �� ⎪ ccmaka c c ⎪ ⎪ c�� � �Persamaan ⎬ � 4, ��c1-c � 12� dari � ⎪ c�� � 4, � b1�-b mendapatkan a (1) � � xy �� ⎪ dan � (2),⎨cmaka �xy 𝜃𝑤 �x-a � nilai 1 y � �x 1 xy � 𝑤 Untuk ⎪ xy ⎪ 0 x x y y xy y x y y xy y � x 0 y y 1 1 2xy y x0 ke3x xy 2xtitik x y simpul x koordinat ⎪ c�� ⎩⎪ c ⎭ y didapatkan ⎩cc��0⎭ ⎩3x c�� ⎭y yang dimasukkanlah dalam persamaan tersebut. Hasil � � � � c� � −2xy � −2xy � 𝜃0� � = ⎪c�� ⎪�� � � −x −x 0 koordinat {ψ� } = �𝜃�{ψ −1 −1�0 0 �= −3xy −3xy 0 �ringkas, ⎪ ⎪ −x dalam −x� ��tersebut. −x −x−3y 0𝜓 0} ke −2y 0} −2y −3y dimasukkanlah titik simpul persamaan Hasil yang didapatkan � }�= c { } { [ ]{ } [ ]{ c dalam𝜃bentuk dalam bentuk ringkas, 𝜓 = 𝑃 𝑐 = 𝑃 𝑐 (14) (14) c � {𝜓02xy � ringkas, �� � dalam = [2xy 𝑃� ]{Dimana 𝑐y}� 3x� y0koordinat ⎨ ⎬ ⎨ � ⎬� ⎪c � ⎭ ⎪ adalah: � } dan 0 0 pada � ditunjukkan 0 𝜃1� bentuk 2x 3x�y�(16). 2x1 y0Persamaan 0 y3x� (15) y�3x� y cnodalnya c adalah: ⎩ �y c�� ditunjukkan pada Persamaan (15) dan (16). 0Dimana koordinat ⎪ �⎪ ⎪ ⎪ nodalnya ⎪ �� ⎪ ⎪ c� ⎪ ⎪ c� ⎪ ⎪c�� ⎪ dalam bentuk ringkas, {𝜓� } = [𝑃� ]{𝑐 } ⎪c�� ⎪ ⎪c�� ⎪ c�� ⎭ c�� ⎪ dan(1) ⎪c�� ⎪danmaka ⎪(1) -a4, ba11-b -a44,, cb11-c -b124, dari c1-c12Persamaan dari Persamaan (2), (2), ⎩maka Untuk Untuk mendapatkan mendapatkan nilai a1nilai 0⎨



x12(15) y1



b3



y1 0 0



2) (x11/2(b2- 1(y1+b) (x1+a)



y(x 1 1+a)y1 x1y1



+a)2)



1



1/2(a2- (x1+a) )



0



0



b4



b2



1/2(b2-



2)



(x1+a)(y1+b)



0a2



a1



(x1+a)



0 0 0



2-y 2) 1/2(b 1 2



(x1+a)(y1+b) (y1+b)



0 0 0



x1 (y1+b) (y1+b)



(y1+b)



(y1+b)2) 1/2(b2-



b1



a3



(y1



a4



a2



1/2(b2-



+b)2)



x1y1 y1 1 0



x1



a1



1/2(b2-y12) 0 0 0



1/2(a2-



x12)



x1y1 y1



b� � � � ⎨ � � ⎪ ⎬ 3x ⎧yc� ⎫ y ⎧ c⎪� c⎫� ⎬ �⎪ ⎪ b �⎪ ⎪ c ⎪ ⎪ ⎪ c⎪�cc⎪ ⎪ � �� � b� ⎪x� y ⎪b�xy ⎪ �⎪ c ⎪ y� ⎪ c⎪c⎪ x� � y x⎪ �� ⎪ � � ⎪ ⎪ ⎪ ⎩�b� ⎭ ⎪ b−2xy � c⎪ ⎩�c⎪ ⎭� � �� �−x ���⎭ ⎪ c�xy �0 �� ⎩xy �� −x ⎪ ⎪ ⎪ −3y b�







1/2(a2- x12)







0







1/2(a2-







1(x1+a)x1 y1 00 0 0



𝑣



0







)2x 1 −yx )y 0 1 3x y 2xy ⎨xy 01 − 00x0.5(a 0𝜃� 0 00.5(a 0 ringkas, {𝜓� } = [𝑃x��xy ]{ dalam0bentuk 𝑎𝑏} ⎪yb�� ⎬⎪



(x1+a)



𝑣



nodal 1: (x1,y1), nodal 2: (x1,(y1+b)), nodal 3: ((x10+a),(y1/2(a dan nodal 4: ((x 1+b)), 1+a),y1), 2- x 2) v2 0 0 1 x1 (y1+b) x1 (y1+b) 1







nodal 1: (x1,y1), nodal 2: (x1,(y1+b)), nodal 3: ((x1+a),(y1+b)), dan nodal 4: ((x1+a),y1),



(1



𝑢 Gambar =𝑢𝑎=1 𝑎+ Gambar 𝑎1. + 𝑎𝑎31. 𝑦 ++ −�𝑦 )Elemen (7) 2 (𝑏 2untuk Koordinat Lokal untuk Lokal Elemen ISUM dengan ISUM nodal denganforces nodaldan forces dan ��𝑦 2 𝑥Koordinat 4 𝑥𝑦 + 𝑎𝑎 (𝑏 − 22dan 1 + 𝑎2 𝑥 + 4 𝑥𝑦𝑏+ 𝑥𝑦 � u,v dan𝑥w�displacement : translasi displacement node arah w2 ): u,v translasi node arah sumbu x, y sumbu & z x, y & z (7) 𝑣𝑢 = 𝑥 𝑎+33𝑦𝑦𝑏+ − ) (8) �𝑦 = 𝑎𝑏1�++𝑎2𝑏𝑥�+ 𝑎4+ 𝑥𝑦 +� 24Displasemennya (𝑏+ −� 𝑦(𝑎 ) (7) Displasemennya 2 θ� -∂w/∂y, danrotasi θz adalah rotasi searah sumbu x,y dan θxθ= = -∂w/∂y, -∂w/∂xθdan θz adalah searah sumbu x,y dan y = -∂w/∂x x4 y= 2 2 �� ��� (𝑏 � − 𝑦 ) 𝑢= =𝑣𝑏𝑎=1 𝑏+ + +𝑎2𝑏𝑥�𝑥+ ++𝑏𝑎 +𝑏𝑏�𝑎𝑥𝑦 (7) z − 𝑥� )z � 4 𝑥𝑦 𝑏��3𝑦 + �+ (𝑎 (8) 𝑣 𝑦𝑦++ (8) �� 2� (𝑎 �− 𝑥 ) � � � 𝑏� 𝑥 � 𝑥𝑦 �+ � � � � � � = 𝑏 𝑥𝑦 𝑥 ) (8)𝑐�� 𝑥 𝑦 + 𝑐�� 𝑥𝑦 � (9) � 𝑦𝑐+ 𝑤𝑣 displasemen =𝑏𝑐��++𝑏�displasemen 𝑐𝑥�+𝑥 𝑏+ 𝑐+� 𝑥� (𝑎+rotasinya 𝑐− 𝑐� 𝑦 pada + 𝑐�Persamaan 𝑥 pada + 𝑐�Persamaan 𝑥 𝑦 𝑐�� 𝑦 + Persamaan Persamaan beserta rotasinya beserta ditampilkan (7)+- 𝑐(12). (7) -+(12). � 𝑦�+ � 𝑥𝑦 + ditampilkan � 𝑥𝑦 �� 𝑐 �𝑦 � + 𝑐�𝑥 � + 𝑐 𝑥 � 𝑦 + 𝑐 𝑥𝑦 � + 𝑐 𝑦 � + 𝑐 𝑥 � 𝑦 + 𝑐 𝑥𝑦 � (9) 𝑤 =+ 𝑐� + 𝑐𝑥� 𝑥++𝑏𝑐� 𝑦𝑦++𝑐�𝑏𝑥 �𝑥𝑦 + � 𝑥𝑦 +(𝑎 � �− 𝑥 ��)� � � �� �� � 𝑣 Gambar = 𝑏 � 𝑐+ � ��dan �𝑐 𝑦 ��� � + � �𝑦 ��𝑥+ Gambar 1. Koordinat Lokal Elemen dengan nodal 1. Koordinat Lokal untuk 𝑤 =𝑤𝑏𝑐= 𝑐 𝑥 + 𝑐 𝑦 + 𝑐 + 𝑐 𝑥𝑦𝑐22�Elemen + 𝑐+� 𝑐𝑦� 𝑥 ISUM ++𝑐𝑐��𝑥𝑥 ��dengan ++ 𝑐𝑐��𝑥𝑦 𝑥nodal 𝑦++𝑐��𝑐forces + 𝑥 � 𝑦 + 𝑐�� 𝑥𝑦 �(8) (9) 𝑐 + 𝑐 𝑥 + 𝑐 + 𝑐 𝑥 𝑐 𝑥𝑦 𝑦 untuk 𝑦2ISUM 𝑦� 𝑥𝑦 +2𝑐��+ 𝑥forces 𝑦��+ 𝑐��dan 𝑥𝑦𝑐��� (9) � � � � � � �� � � 4 �2 � 24 � 2 �+ 3 𝑢 = 𝑎1 +𝑢𝑎𝜃 𝑥 𝑎 + 𝑎 + 𝑦 𝑎 + 𝑥 𝑎 + 𝑥𝑦 𝑎 𝑦 + + 𝑎 (𝑏 𝑥𝑦 − + 𝑦 ) (𝑏 − 𝑦 ) (7) (7) = − = -c c x 2c y c x 2c xy 3c y c x 3c xy (10) 3 5 6 8 9 10 11 12 2= 1 3 2 4 3 4 �� � Displasemennya Displasemennya 2 2 2 2 3 2 𝜃� = − ����=� -c3 - c5x - 2c6y - c8x - 2c9xy - 3c10y - c11x - 3c12xy (10) � � 12xy2 � � � � �−�𝑐 � = 𝜃�𝑐�= + -c c�5𝑦 x� -+2c𝑐 c8+ x2 -�𝑐2c - 3c c11𝑐x32𝑥 - 3c 6y - � 𝑤 == +𝑏3--𝑐𝑦c+ 𝑐10𝑦y2�- + + 𝑐3 𝑥 𝑦 + 𝑐2 𝑥𝑦 � + 𝑐(8) 𝑐(10) (9) 2𝑥𝑦 � �6𝑥 �+ ��𝑥𝑥 �� 𝑦 +(8) �� 𝑥 𝑦 + 𝑐�� 𝑥𝑦 (10) − -c 2c c8x�− -9𝑥xy 2c 5x� -� 𝑥𝑦 𝑣 = 𝑏� 𝜃 +�𝑣𝑏= + +���𝑦𝑏�= 𝑏+�3𝑥𝑦 − +y𝑥 �-� )(𝑎 ) 9xy� - 3c10y� - c11x �- 3c12xy� �𝑥 𝑏 �𝑏 �+ � +�𝑏(𝑎 � �� displasemen �� Persamaan beserta rotasinya ditampilkan pada Persamaan (7) (12). Persamaan displasemen beserta rotasinya ditampilkan pada Persamaan (7) (12). 2+ 𝜃𝜃�� = + 42c 3c2c78xxy (11) 5y7x+2 + = ��� == c2c+22c x +4cx5y++c3c + 2c c9y82xy + 3c+11cx92y y 2++c123c y311x2y + c12y3 (11) �� �� � 2 + 2c 2�+ 3c11x�2 2�y + c12y33�� 𝜃 = = c + 2c x + c y + 3c x xy + c y (11) 2 2 � � � � � � � � � � � 2 4 5 7 8 9 � − = c+ -� 𝑥2c c+8+ x2𝑐�𝑐𝑥�-𝑦2c c11 (10) 3𝑐�-𝑦 5𝑐x 6𝑐y 9𝑐xy 12 𝑤 = 𝑐�𝜃+�𝑤𝑐= 𝑥+ 𝑐� 𝑐+ +𝑥-c 𝑐+ + ++ ++ 𝑦 3c + + 𝑐𝑐10 𝑥y 𝑦-+ + 𝑐𝑐�� 𝑥𝑦 𝑦 -+3c +𝑐𝑐�� 𝑦 𝑦+ +𝑐𝑐�� (9) 𝑐�� 𝑥𝑦 (9) �𝑦 �= �� � �𝑥 �𝑐𝑦 �-𝑥𝑦 �𝑐𝑥� 𝑥��𝑥𝑦 �x ��𝑥xy ��𝑥𝑥𝑦𝑦 + ��4𝑐𝑥𝑦 �𝑐� 4 2 2 �𝑦 2−+𝑦 2c �𝑎c+ 𝑎1𝑎+ + 𝑎3 𝑦 𝑎(𝑏 ) 8xy + c9y2 + 3c11x2y + c12y3 (7) 𝑢 = 𝑎1𝜃+�𝑢 𝑎= 𝑥+ +x++ 𝑦 23c )(𝑏7x (7) + 2c c + (11) 4 5y−+ �= 22𝑥�𝑎 4 𝑥𝑦 2= 3� �4 𝑥𝑦 2 2 �� ���+ � �=�a3 + b2 𝜃� = (12) �� 𝜃 � + �� = (12) 2b 2- 3 -y2 3-26+ 𝜃� = − �𝜃 - c�� - -c 2c -y=c-5axc= x�a2c 2c y -b c28x�-2 3c - 2c yxy c11 3cx10 3c- 12 c11xy x32 - 3c12xy2 (10) (10) + (12) �-c 3− 5�x= 3�6� 9xy 109 38-+ �=𝜃= � = � � � � � � �� � � � 2 + 3c11x2y 3 displasemen umum dijelaskan pada Persamaan (13)-(14). 𝑣= = 𝑏 𝑥�𝑏+ + 𝑏� 𝑦 ++𝑏(𝑎 𝑥𝑦 ++𝑥 ��3c (𝑎7�x2−secara 𝑥 �2c ) 8xy (8) 𝑣 = 𝑏� 𝜃 +��𝑏 𝑥+ 𝑦𝑏persamaan + − ) (8) c+ 2c c y + + c y + c y (11) 4x 5 9 12 ��2 � �Matrik �= � 𝑥𝑦 ���𝑏+ �� +persamaan Matrik secara umum dijelaskan pada (13)-(14). = = a3 +� bdisplasemen (12) a� Persamaan 2 displasemen Matrik persamaan secara umum dijelaskan pada Persamaan (13)-(14). �𝜃 �� �� � � � � 𝜃� = =𝜃�c2=+ 2c4=x c+2c+5y2c+�43c x +7xc25y+ +2c 3c +c92c y28xy +�3c +�11 c9xy22y�++�3c c1211yx32y�+ c12y3 �⎧� aa�� ⎫ � � (11) (11) 8xy 7x2+ � � � � � � � � 𝑦𝑐 a𝑦�+ 𝑤 𝑦+ 𝑐�secara 𝑥+ + 𝑐dijelaskan 𝑐� 𝑥𝑦 pada 𝑥Persamaan 𝑦++𝑐𝑐��� 𝑥𝑦 +𝑐�� 𝑐 𝑥𝑦𝑦 + 𝑐�� 𝑤 = 𝑐���+ 𝑐� 𝑥=+ + 𝑥𝑐 + 𝑐� 𝑥𝑦 𝑐�𝑐𝑦umum ++ 𝑐� 𝑥 𝑐� 𝑥 ++𝑐𝑐��𝑥𝑦 𝑦 ⎧+ 𝑥𝑦 (9)𝑐�� 𝑥𝑦 (9) Matrik persamaan displasemen (13)-(14). ��𝑥𝑐+ � 𝑥𝑦 � 𝑦+ + ��𝑥 �𝑐��𝑐�+ ⎪a � ⎫ ⎪�� �� � Matrik persamaan displasemen secara umum dijelaskan pada Persamaan (13)-(14).(12) ⎧ ⎫ 𝜃 = + = a + b 3 2 a� ⎪aa� ⎪ ���� �� ��� � �� �� �� � � � xy 0 0 � 𝑢 -c=36ay-13c-5+cx8bxx-222c a�⎪a (10) − y 2) ⎪ ⎪ 0.5(b yy 9-xy 20 𝜃�� = + 𝜃 �{ψ = (12) (12) == c8x-2xy - 2c xy -12c11 x23 - 3c (10) 𝜃 = − -a=c3+ 3c - c-113c x310-y3c xy 92 3}�− 5+ 10y �x=�b-��22c � 12xy� )� a = �1 x - y62c �� � 𝜃�= �-c �⎪ � �) 0 0 0 b�� − y dijelaskan 0.5(b � � � � ��𝑢 𝑣 y xy ⎧ ⎫ 0.5(a − x 1 x 0 0 0 Matrik persamaan displasemen secara umum pada Persamaan (13)-(14). ⎪ ⎪ ⎨ ⎬ {ψ } a � � � � = � =persamaan � umum �) b� �Persamaan � ) � a(13)-(14). Matrik persamaan Matrik secara umum pada pada (13)-(14). 𝑣𝑢displasemen b xy0 Persamaan − xsecara x y 0dijelaskan 0 10displasemen 0x 0.5(a xy 1 dijelaskan 0 � ( �⎬ − y 0.5 b ⎨ y ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ � �� { a� � (11) � � � = � 2+ = = +c𝑣 x +7xc25+y 2c +11cx9y2�y2 + 3c (11) 𝜃� = =𝜃c�ψ +� }2c + 43c c92c y28+xy y3x2ya+� c12y3 a⎪�b 2c+ 11 2= 4x 5y2c 8xy b�� ⎪ ⎪ �� �� (a�3c− ) c12 y xy x 1 x 0 0+ 3c 07x+0.5 ⎧ ⎫b� ⎬ ⎧ ⎫ ⎧ ⎫ ⎨⎪ � � a a a b ⎪ xy 0 0 0 � 0.5(b⎪ � � 𝑢 ⎩�b− ⎭ ) y 1 x y ⎪a � ⎪ ⎪a⎩�b⎪� ⎭ � ⎪b � ringkas, {𝜓 } =� [𝑃 ]{ a��⎪⎪b� ⎪ �{ψ� } ��= ��� � �= � )𝑎𝑏} � bentuk ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ y xy x 1 x == �a𝑣 a3 + xy b2 0 0.5 (12)(13) �(a − � 𝜃� = � +𝜃�dalam b�2� = 0 0 3+ ⎪a ⎪⎬ ⎪bc��(12) ⎨ �} ⎪ 0� } 0= 0[𝑃0�0.5(b 0 0 � 𝑢 dalam �� 1 �𝑢x �y 1 ringkas, { xy ]{𝑎𝑏 − 0.5(b y �0) � a−� y � ) ( a �� x y (13) �) xy 0 � b {ψ� } = �� {ψ � � � �=} �= �𝑢bentuk � = � 1 �x y� 𝜓 − y 0 0.5 b �⎪ � � )y b� Persamaan b� Persamaan ⎧bc(13)-(14). ⎫ ⎪ 𝑣 � ) xy y xy 0.5(a − 0.5(a x − x 1 x 1 x ⎩ ⎭ } 0 0 0 0 0 0 Matrik persamaan displasemen secara umum dijelaskan pada � Matrik{ψ𝑣persamaan displasemen secara umum dijelaskan pada (13)-(14). � � � � = = ⎨ ⎬ ⎨ ⎬ � b ⎧⎪ c�� ⎫⎪ 𝑣 ⎪ 0 0 0 0.5(a� − x � ) 1 x ⎪yba�� ⎪ ⎪baxy ��⎪ ⎨b��⎪ ⎬ ⎪ c�� ⎪ } dalam bentuk ringkas, {𝜓� } = [𝑃� ]{𝑎𝑏 (13) b��⎭ ⎧ ⎪b ⎪ ⎪⎧ba��⎪⎫ ⎩ b �⎫ a ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ � c � � � � c � � � � � 𝑤 � xy b ⎪ ⎪ xy y x y ⎪ 1 x y x ⎩xy ⎭ y⎩⎪ba��⎭⎪x� y x b a�� ⎪ ⎪� ��⎪⎪c� ⎪ �⎪� ⎪x y� � [𝑃� ]{𝑎𝑏 ⎧ c� ⎫ xy xy� } −2y dalam bentuk ringkas, = (13) 𝜃𝑤� � = �1 ⎪xy ⎪ �−3y x� y�� } −2xy y x0�{𝜓 x −1 −x y y {ψ } 0 x � = � −3xy � 0 −x −x 0 � � a � a {𝜓x0�xy } y= {[𝜓 }0 𝑎𝑏 dalam bentuk c� ⎬ dalam bentuk ringkas, bentuk 𝑃��]{ = 𝑎𝑏0} � 0− y0.5(b (13) (13)c ⎪ c ⎪ xy 0}[𝑃0� ]{00.5(b � y ) 𝑢x𝜃� � y= 1�ringkas, 𝑢dalam − 1ringkas, �� ⎨ � ) −2xy ⎩ ⎭ � � −x�� b −x � {ψ } −1 � y = � −3xy 0 1 −x � 0 0 −2y 0 � � −3y } {ψ } = � {ψ � � � � � � = �= = 2xy � y 3x yc y 2x 3x 0 � 0 c c



y1 x12



x12



x1y1 x1y1



-1 0



0



-x1



-x1



0 2x1



2x1



y1



y1



y12



y12 x13



-2y1 -2y1 0 0



x13



x12y1 x12y1



0



-x12



0 3x12 3x12



-x12



2x1y1 2x1y1



Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



29



(y(y (x(x (x(x c7c 1+b) 3 1+a) (y 1+a)(y1+b) 3 3 1+b) +b) 2 (y1+b) 3 10 1+a) 1+a)(y 1+b) 3x (y c67 1 (y1+b) 1+b) 2 3 2 -3(y -(x -3(x c 1+b) 2 1+a) 3 1+a)(y1+b) 2 8 -3(y -(x13+a) -3(x 3 3 1+b) 1+a)(y+b) 1+b) (y1+b) (x1+a) (y1+b) (x1+a)(y cc78 1 2 3 00 3(x +b) (y +b) c 1+a) (y 1 1 9 2(y +b) 3 3(x1-(x +a) 31 1+b) +b)2 -3(y31+b)2 -3(x1(y+a)(y cc89 1+a) 1 3 3y y1y 3 (x(x +a) (x +a)y c 1 1 1 3 10 31 (x cc10 2(yy1+b) 31 1+a) 01 3(x1+a) (y1+a)y 1 1+b) 9 2 2 3 -3y -(x -3(x c 1 2 1+a) 3 1+a)y1 2 11 -3y -(x +a) -3(x +a)y c 3 3 3 1 1 11 y1 1 (x1+a) y1 (x1+a)y c10 11 2 3 00 3(x y c 1+a) y21 1 3 12 3(x +a) 3y1 y1 12 2 12 (15) dapat dalam -3y1Persamaan -(x1dan -3(x cc11 1+a)Persamaan (16), 1+a)yditulis



(16)



Selanjutnya Gambar 5 menunjukkan hasil perbandingan distribusi tegangan untuk elemen tunggal menyajikan prosentase kesalahan (+/-) 3.33%. Sedangkan pada elemen empat prosentase kesalahan ( 3.0



2.8 - 3.0



2.9



2.6 - 2.8



2.7



2.4 - 2.6



2.5



2.2 - 2.4



2.3



2.0 - 2.2



2.1



1.8 - 2.0



1.9



1.6 - 1.8



1.7



1.E-06



8.E-07



0.0000



1.4 - 1.6



1.5



2.E-06



1.E-06



0.0000



1.2 - 1.4



1.3



5.E-07



4.E-06



1.E-06



1.0 - 1.2



1.1



3.E-06



6.E-06



1.E-06



7.E-07



0.8 - 1.0



0.9



5.E-06



5.E-06



2.E-06



2.E-06



0.0000 0.0000



total damage (Dtotal) baik untuk desain bracket pertama maupun desain bracket yang kedua. 0.6 - 0.8



0.7



0.4 - 0.6



0.5



4.E-07



4.E-07



Nilai Dtotal adalah:



0.0000



4.E-07



2.E-06



5.E-06



4.E-06



5.E-06



2.E-06



7.E-07



9.E-06



8.E-06



4.E-06



6.E-06



4.E-06



4.E-06



0.0000



3.E-06



1.E-06



2.E-06



0.2 - 0.4



0.3



5.E-06



3.E-06



3.E-06



2.E-06



1.E-06



6.E-06



6.E-06



0.0 - 0.2



0.1



7.E-07



1.E-06



4.E-07



4.E-07



2.E-06



1.E-06



5.E-07



0.000



0.000



0.000



0.000



0.000



0.000



0.000



Total



0.000



0.0000



0.0000 0.0000



0.000



0.0001



8 : D4 Damage scatter diagram untuk pembebanan gelombang dari arah utara ΣSetelah D = D1diperoleh + D2 +Tabel D3nilai + + D5 + D6 + D7 + D8 rasio kerusakan kumulatif (D) untuk semua arah gelombang maupun desain bracket yang8.2. kedua. Nilai Dtotal adalah : Setelah diperoleh nilai semua rasio kerusakan kumulatif (D) unTotal damage pada arah semua gelombang pada Tabel sebanyak delapan arah, maka nilai ditunjukkan tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan nilai tuk semua arah gelombang sebanyak delapan arah, maka semua nilai tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan nilai total damage (Dtotal) baik untuk desain bracket pertama



Σ D = D1 + D2 + D3 + D4 + D5 + D6 + D7 + D8



Total damage pada semua arah gelombang ditunjukkan pada Tabel 9.



Tabel 8.2 Total damage Damage



No.



Load Case



N (D1)



NE (D2 )



E (D3)



SE (D4 )



S (D5)



SW (D6 )



W (D7)



NW (D8 )



Total 0.1037



1



Full Load, crane 0º



1.298E-04



3.881E-05



1.266E-01



1.700E-04



6.879E-05



2.201E-03



2.034E-04



3.445E-02



2



Full Ballast, crane 0º



1.743E-04



6.076E-05



1.866E-01



2.333E-04



9.085E-05



4.017E-03



2.660E-04



4.616E-02



3



Full Load, crane 45º



1.544E-04



4.643E-05



1.474E-01



1.958E-04



7.928E-05



2.539E-03



4



Full Ballast, crane 45º



2.304E-04



7.948E-05



2.458E-01



3.070E-04



1.195E-04



5.313E-03



5



Full Load, crane 90º



1.376E-04



4.190E-05



1.367E-01



1.795E-04



7.281E-05



2.331E-03



6



Full Ballast, crane 90º



2.110E-04



7.280E-05



2.232E-01



2.769E-04



1.078E-04



4.888E-03



Total Damage



0.0010



Tabel 9 : Total damage



0.1774 Ir. Petrus Eko Panunggal, PhD (Alm), lahir di Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau 2.358E-04 4.007E-02 menempuh 0.1305pendidikan di Jurusan Teknik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan Kapal), ITS pada tahun 1962 dan sudah mendapat gelar sarjana muda tiga Setelahnya beliau 3.501E-04 6.076E-02 tahun 0.2038kemudian. dipercaya sebagai Asisten Dosen 2.189E-04 3.736E-02 dilanjutkan 0.1168Dosen pada Jurusan tersebut. Gelar beliau terima pada 22 3.162E-04 5.492E-02 Insinyur 0.1836Perkapalan Juli 1976. Tanpa tahapan Ir. Petrus Eko Panunggal,melalui PhD (Alm), lahirS2 di pada Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau menempuh pendidikan didipercaya Jurusan Teknik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan 0.9158 tahun 1988 beliau mendapatkan beasiswa dari University of Newcastle Kapal), ITS pada tahun 1962 dan sudah mendapat gelar sarjana muda tiga tahun kemudian. untuk melanjutkan studi Setelahnya beliau upon Tyne, Inggris dipercaya sebagai Doctor of Philosophy Asisten Dosen Program Doctor. Gelar dilanjutkan Dosen pada di ITS hampir setengah Jurusan tersebut. Gelar beliau raih pada 10 Juli 1993. Pengabdian beliau Insinyur Perkapalan September 2014 karena beliau terima pada 22 abad, tepatnya sejak tahun 1965 sampai 11 Juli 1976. Tanpa perkapalan melalui tahapan S2 pada tutup usia. Peran dan jasa beliau di bidang tahun 1988 beliau Indonesia. dipercaya mendapatkan bersumbangsih besar dalam perkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman beasiswa dari University of Newcastle upon Tyne, Inggris untuk melanjutkan studi Program Doctor. Gelar Doctor of Philosophy beliau raih pada 10 Juli 1993. Pengabdian beliau di ITS hampir setengah abad, tepatnya sejak tahun 1965 sampai 11 September 2014 karena Prof.usia. Ir. Achmad Zubaydi, merupakan staf pengajar pada perkapalan tutup Peran dan jasa MEng, beliau PhD, di bidang Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh bersumbangsih besar dalam perkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman Indonesia. adalah S1 di JTP-ITS, dilanjutkan dengan program S2 di Hiroshima University (Jepang) dan pendidikan S3 di Memorial University of



Umur kelelahan pada sambungan antara topside module dengan geladak FSO merupakan Umur kelelahan pada sambungan antara topside module



9. Kesimpulan



umur dengan rasio kerusakan kumulatif. Jika desain umur



Berdasarkan hasil perhitungan fatigue life pada desain



kelelahan bracket topside module FSO adalah sebagai



nilai tegangan yang terjadi pada desain bracket lengkung, diperoleh nilai umur lelah bracket topside module adalah 27,3 tahun. Nilai ini masih diatas nilai umur lelah yang direncanakan untuk sambungan bracket topside module FSO/FPSO yaitu 25 tahun.



pembagian dariFSO desain umur dengandarirasio dengan geladak merupakan pembagian desain kerusakan kumulatif. Jika desain umur lelah bracket topside module 25tahun, tahun, bracket topsidebahwa module FSO lelah bracket topside moduleFSO FSO 25 makamaka umur umur bracketkelelahan tersebut, maka dapat disimpulkan dengan adalah sebagai berikut: berikut : Fatigue life (years)



Fatigue life (years)



= 25/0.9158 = 25/0.9158 = 27.3 tahun



= 27.3 tahun Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014



9



Jurnal Teknik BKI 64 Kesimpulan



Edisi 02-Juni 2015



Newfoundland



(Canada).



Email:



Newfoundland



(Canada).



Berdasarkan hasil perhitungan fatigue life pada desain bracket tersebut, maka dapat Ahmad Zakky,



na.its.ac.id



Septia Hardy Sujiatanti, merupakan staf pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh secara berurutan adalah S1 di JTP-ITS, Tahun 2009-2012 melanjutkan S2 di ITS dengan jurusan yang sama. e-mail : septi@



Wasis Dwi Aryawan, merupakan staf pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), Prof. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh seJurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh adalah S1 di JTP-ITS, dilanjutkan dengan program S2 di berurutan Hiroshima cara adalah S1 di JTP-ITS, S2 di University (Jepang) dan pendidikan S3 di University of Newcastle Upon Tyne dan S3 di Memorial University of [email protected] University of Newcastle Upon Tyne. e-mail : [email protected] Email:



[email protected]



Ir. Petrus Eko Panunggal, PhD (Alm), lahir di Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan Kapal), ITS pada tahun 1962 dan sudah mendapat gelar sarjana muda tiga tahun kemudian. Setelahnya beliau dipercaya sebagai Asisten Dosen dilanjutkan Dosen pada Jurusan tersebut. Gelar Insinyur Perkapalan beliau terima pada 22 Juli 1976. Tanpa melalui tahapan S2 pada tahun 1988 beliau dipercaya mendapatkan beasiswa dari University of Newcastle upon Tyne, Inggris untuk melanjutkan studi Program Doctor. Gelar Doctor of Philosophy beliau raih pada 10 Juli 1993. Pengabdian beliau di ITS hampir setengah abad, tepatnya sejak tahun 1965 sampai 11 September 2014 karena tutup usia. Peran dan jasa beliau di bidang perkapalan bersumbangsih besar dalam perkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman Indonesia.



Prof. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh adalah S1 di JTP-ITS, dilanjutkan dengan program S2 di Hiroshima University (Jepang) dan pendidikan S3 di Memorial University of Newfoundland (Canada). Newfoundland (Canada). Email: [email protected] e-mail : [email protected] Prof. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh adalah S1 di JTP-ITS, dilanjutkan dengan program S2 di Hiroshima University (Jepang) dan pendidikan S3 di Memorial University of



Ahmad Zakky, bergabung



Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



65



Aktivitas Riset



Divisi Manajemen Strategis Tahun 2015 Struktur Kapal dan Bangunan Laut



ANALISA FATIGUE PADA STRUKTUR TERAPUNG LEPAS PANTAI (FLOATING OFFSHORE STRUCTURE) DENGAN METODE SIMPLIFIED FATIGUE ANALYSIS



Fully Random Fatigue Load of Ship Structural Member Along Indonesian Waterways Area Fredhi Agung Prasetyo ([email protected]), Mohammad Arif Kurniawan, Siti Komariyah.



Ahmad Zakky



Advanced Corrosion Rate of BKI’s Vessel Siti Komariyah ([email protected]), Fredhi Agung Prasetyo, Mohammad Arif Kurniawan. Define The Characteristic of Ocean Enviromental Condition Along Indonesian Waterways for Use in Design and Operational of Ship and Offshore Floating Mohammad Arif Kurniawan ([email protected]), Fredhi Agung Prasetyo, Siti Komariyah.



Abstract



Simplified Ultimate Strength Assessment of Hull Girder Ship Structures Based on BKI Rules for Hull Sukron Makmun ([email protected]), Topan Firmandha, Siswanto.



Floating offshore structure is a structure exposed to cyclic loads due to wave and environment loads. The cyclic loads may occur up to billion times until fatigue failure of structure. Fatigue assessment is mandatory for floating offshore in design stage to guarantee the structures are safe during the operational period since the floating offshore structures are designed without period of drydocking survey as required by prescriptive rules. In this study, various method of fatigue analysis for floating offshore structure will be introduced especially for simplified fatigue method. Furthermore a simple fatigue analysis for FSO will be conducted as sample of fatigue assessment using simplified fatigue analysis method based on Palmgren-miners rule.



Analisa Tegangan pada symetric and unsymetric profile terhadap beban merata Siswanto ([email protected]), Iwan Karunia Siringo-ringo.



Keywords : Analisa Fatigue, Floating Offshore Structure, Fatigue Assessment, Simplified Fatigue Method.



Fatigue Assessment of Floating Offshore Structure Based on FPI Guidelines Ahmad Zakky ([email protected]), M. Irfan, Defri Sumarwan. Fatigue Mooring Line Analysis Muhammad Irfan ([email protected]), Mohammad Arif Kurniawan, Ahmad Zakky, Fredhi Agung Prasetyo.



Numerical Evaluation on Normal Stress Distribution of Ship Cross Section Topan Firmandha ([email protected]), Sukron Makmun., Siswanto. Numerical Evaluation on Shear Stress Distribution of Ship Cross Section Siswanto ([email protected]), Topan Firmandha., Sukron Makmun. Thickness requirement Based on BKI-Rules of Ship Cross Section Topan Firmandha ([email protected]), Siswanto, Sukron Makmun. Computational Tools for Hull Girder Assessment of Ship Cross Section Sukron Makmun ([email protected]), Triyan Indrawan, Topan Firmandha, Siswanto. Mesin On the Use of the Lifting Line Theory to Optimize Propeller Performance of Ship Muhdar Tasrief ([email protected]), Faisal Mahmuddin. Design Compressed Natural Gas (CNG) Floating Station Munir Radetya ([email protected]), Muhdar Tasrief, Siswanto. Sistem Propulsi (Propeller) yang Optimal Terkait Penghematan Bahan Bakar (Fuel Saving) Muhdar Tasrief ([email protected]). Pengaruh Perubahan Bentuk Lambung Terhadap Gerak dan Juga Tahanan Kapal Muhdar Tasrief ([email protected]). Stabilitas dan Hidrodinamika Penentuan kriteria stabilitas dan load lines di perairan domestik Wasito Abdul Mukit ([email protected]), Rosihan Syarif, Mohammad Arif Kurniawan, Muhdar Tasrief, Andi Dian Eka.



1. Pendahuluan



K



egagalan lelah (Fatigue failure) adalah kegagalan yang terjadi pada suatu struktur konstruksi akibat beban yang berulang-ulang. Pada sturktur terapung lepas pantai (Floating offshore structure), beban berulang-ulang terjadi akibat beban yang ditimbulkan oleh gelombang air laut maupun akibat kondisi lingkungan laut lainya seperti angin, arus, dsb. Kegagalan fatigue pada struktur terapung (Floating offshore structure) dapat terjadi pada sambungan konstruksi yang memiliki konsentrasi tegangan yang tinggi (baseplate dan weldments) seperti pada sambungan-sambungan antara pembujur dan penegar. Untuk menjamin suatu struktur terapung lepas pantai seperti FSO, FPSO, FLNG atau FSRU tidak mengalami kegagalan lelah selama masa beroperasinya dimana struktur tersebut dirancang untuk tidak melakukan survey pengedokan, maka analisa lelah (fatigue analysis) untuk struktur tersebut disaratkan dalam tahap desain. Secara umum kegagalan lelah dapat ditentukan dengan dua metode yaitu Metode S-N Curve dan metode Fracture Mechanics (FM). Metode S-N Curve merupakan metode yang paling tepat digunakan dalam tahap desain konstruksi. Analisa lelah pada metode ini dilakukan melalui pendekatan perbandingan antara jumlah siklis beban yang terjadi pada struktur konstruksi (n) dengan kapasitas jum-



lah siklis maksimal beban pada material (N) berdasarkan fatigue test material (S-N Curve). Metode S-N dapat dibagi menjadi tiga metode berdasarkan pendekatan penentuan beban fatigue-nya yaitu, deterministic fatigue method, simplified fatigue method dan spectral fatigue method. Sedangkan metode fracture mechanics (FM) digunakan untuk menentukan fatigue berdasarkan perambatan retak (fatigue crack growth) dan ukuran retak yang dapat diterima (flaw size) pada suatu sambungan struktur. Metode fracture mechanics biasanya digunakan untuk menyusun rencana dan strategi pemeliharaan struktur konstruksi (Bai 2003). Pada penelitian ini metode kegagalan fatigue dengan S-N Curves Method dijabarkan lebih rinci berikut dengan tiga metode yang dapat dilakukan untuk menentukan pendekatan beban fatigue terutama metode dengan pendekatan simplified fatigue. Lebih lanjut suatu contoh sederhana dalam menghitung dan menganalisa fatigue dengan menggunakan metode simplified fatigue pada struktur FSO akan dilampirkan pada paper ini sebagai contoh.



2. Tinjauan Pustaka Analisa lelah dengan menggunakan metode S-N Curves dihitung berdasarkan Palmgren-Miner damage cumulative



67



Edisi 02- Juni 2015



Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia



n n n n n D   i  1  2  3  ........ m N1 N 2 N 3 Nm i 1 N i m



Metode Simplified Fatigue Analysis Dimana,Secara teoritis metode simplified mengasumsikan bahwa histogram re N = Jumlah siklis pada longdistribusi term period yangdua diperhitungkan 0 akibat beban gelombang adalah Weibull parameter (Bai. 2003).



(1)



Dimana:



f(S)



total strain energy pada saat n siklus dari variabel amplitudo pembebanan adalah sama dengan ni



= Probability density fungtion untuk rentang tegangan, untuk distribusi W



= Jumlah siklis rentang tegangan (Si) yang terjadi pada struktur akibat beban



parameter adalah :







n N f(S) Berdasarkan pendekatan kurva linear seperti yang dibammerupakan hipotesis lelah kumulatif ber- pembebanan (Ayyub dkk, 1998). Dapat ditulis  (6) D   iS  1 0 totalyang energi dari N sikluskerusakan dari konstan amplitudo S    N N(S) i 1  barkan pada Gambar 1(b), rumus dasar S-N Curves dapat dasarkan konsep strain energy. Konsep strain energy men( S )   i  0 exp   (7) Berdasarkan pendekatan kurva linear seperti yang dibambarkan pada Gambar 1(b), rumusfdasar A  A  A ditulis sebagai berikut : yatakan bahwasebagai kerusakanberikut: akan terjadi ketika total strain dengan rumus log S log S dapat ditulis sebagai berikut: S-N Curves Dimana, energy pada saat n siklus dari variabel amplitudo pembetotal strain menergy pada saat n siklus dari variabel amplitudo pembebanan adalah sama dengan m / A dan ξ adalahNparameter A = Parameter strain energy saat sama n siklus darinvariabel amplitudo bananpada adalah dengan energi dari siklus n 2 Npembebanan n 3 dari adalah n msama dengan logN  logA  m  logS (2)N0  S 0period  Weibull itotal n 1 1  dimana m = Jumlah siklis pada long yang diperhitungkan 0term (1) D      ........      D 1 (8) total energi dari N siklus dari konstan amplitudo pembebanan (Ayyub dkk, 1998). Dapat ditulis skala dan ξ = Parameter bentuk. konstan amplitudo pembebanan (Ayyub dkk, 1998). Dapat     energi dari N siklus dari konstan amplitudo pembebanan m K dasar ln untuk N 0  rentang N N 2 (Ayyub N 3 dkk, 1998). N mDapat ditulis   i 1 N i  1 logA  logN  m  logS Berdasarkan pendekatan kurva linear seperti yang dibambarkan pada Gambar 1(b), rumus (3) f(S) = Probability density fungtion tegangan, untuk distribusi W ditulis dengan rumus sebagai berikut : dengan rumus sebagai berikut: an rumus sebagai berikut: Berdasarkan persamaan (5) dimana N merupakan paramem















Dimana:m



ana:



ni



mn n n n n ni n n n m (1) n m D i  1  2  3 D  ........   1  2  (1)3  ........ N N N N N i 1 2 3 m N1 N 2 (S Ni)3 yang terjadi Nm =i1Jumlah siklis rentang i 1 N i tegangan







(1)



S-N Curves dapat ditulis sebagai Sm N  berikut: A



(4) A logN  logA  m  logS N  m log N (5) S logA  logN  m  logS



log N beban pada struktur akibat



(2)



parameter adalah : ter material dari S-N Curve dan probability density funtion



(3)



Dimana : Dimana: dimana, b = Jumlah siklis rentang tegangan (Si) yang terjadi pada struktur akibat beban a Sm N  A (4) = Jumlah siklis rentang tegangan (Si) yang terni Dimana : ni = Jumlah siklis rentang tegangan (Si) yang terjadi pada struktur akibat beban S = rentang tegangan (Stress range) jadi pada struktur akibat beban siklis (Fatigue S-N Curves log S S linear tegangan (Stress range) = rentang A log S Gambar 1. (a) Ilustrasi Regresi S-N Curves (b) Pendekatan kurva N  (5) demand) m N tegangan sikliskegagalan rentang tegangan = jumlah N = jumlah siklis rentang hingga lelah hingga kegalog S log S S 2 Si = rentang tegangan (Stress range), N/mm galan lelah 1 m = gradien / negative slope log S rentang tegangan (S ) yang log S Ni = Jumlah siklis 1 dimana, i m = gradien / negative slope m m meneyebabkan kegagalan pada sambungan log A = intersepsi axis log N pada kurva log A = intersepsi axis log N pada kurva S = rentang tegangan (Stress range) 1 (Fatigue strength)



 1







untuk distribusi Weibull   S  2 parameter,  S  maka persamaan (6)  f ( S ) exp (7)     dapat disederhanakan A A menjadi : A











N  S  D 0  0  K  ln N 0 







m /







 m 1    



(8)



3. Studi Kasus



Studi kasus dilakukan pada FSO dengan spesifikasi dan data ukuran utama dapat dilihat pada Table.2. PembebaN = jumlah siklis rentang tegangan hingga kegagalan lelah nan lingkungan berupa data gelombang terdiri dari 7 vauntuk menentukan nilai siklis Sedangkan menentukan nilaislope siklis beban lingkungan yangbeban terjadilingkunpada struktur (ni) dapat m untuk = gradien /Sedangkan negative N Nilai (Ni) ditentukan logberdasarkan penyebaran data ekriasi tinggi gelombang dan 8 variasi arah gelombang (40o, log N gan yang terjadi pada struktur (ni) dapat dilakukan dengan sperimen dari material yang diuji denganlogbeban siklis 85o, 130o,yaitu, 175o, 220o, 265o, 310o, 355o), sehingga jumlah dilakukan dengan tiga metode pendekatan penentuan beban fatigue-nya N log A = intersepsi axis logberdasarkan N pada kurva tiga metode berdasarkan pendekatan penentuan beban log N b tertentua (Stress range) sebayak N kali percobaan hingvariasi beban gelombang adalah 56 variasi. Setiap variasi log N deterministic fatigue method, simplified fatigue method dan spectral fatigue method. Pada fatigue-nya yaitu, deterministic fatigue method, simplified log N ga terjadinya kegagalan lelah (fatigue filure), kemudian pembebanan dilengkapi dengan data jumlah kejadian daGambar 1. (a) Ilustrasi Regresi S-N Curves (b) Pendekatan kurva linear S-N Curves fatigue method dan spectral fatigue method. Pada Table.1 b Table.1 digambarkan perbandingan masing-masing metode analisa kelelahan yang dipakai hasil eksperimen diregresi sehingga membentuk suatu lam kurununtuk waktu 25 tahun (Tabel 3). Sedangkan variasi beSedangkan untuk menentukan nilai siklis beban lingkungan yang terjadi pada struktur (ni) dapat a digambarkan perbandingan masing-masing metode analb a kurva (S-N Curve) seperti disajikan pada Gambar 1a. ban muatan terdiri dari tiga yaitu Full Load, full ballast dan menganalisa kelelahan struktur kapal dan banguan pantai terapung (Bai, 2003). isatiga kelelahan yang dipakai lepas untuk menganalisa kelelahan dilakukan dengan metode berdasarkan pendekatan penentuan beban fatigue-nya yaitu, Gambar 1.Gambar (a) Ilustrasi Regresi S-N Curves (b) Pendekatan kurva linear S-N Curves partial Load dengan probabilitas kejadian dapat diketahui Gambar 1 : (a) Ilustrasi Regresi S-N Curves (b) Pendekat1. (a) Ilustrasi Regresi S-N Curves (b) Pendekatan kurva linear S-N Curves struktur kapal dan banguan lepas pantai terapung (Bai, Metodedeterministic Simplified Fatigue an kurva linear S-N Curves fatigue Analysis method, simplified fatigue method dan spectral fatigue method. Pada2003). Sehingga total semua variasi dari Table 4 (Oh dkk, 2003). pembebanan adalah 168 beban gelombang. Secara teoritis metode simplified mengasumsikan bahwa analisa histogram rentang tegangan Table.1 digambarkan perbandingan masing-masing metode kelelahan yang dipakai untuk m



Metode SimplifiedWeibull Fatigue Analysis akibat beban gelombang adalahstruktur distribusi dua parameter (Bai. 2003). menganalisa kelelahan 3.1 2003). Target Sambungan Gambar 2. Contoh S-N Curve (DEn S-N Curves, IACS 2010) kapal dan banguan lepas pantai terapung (Bai, Metode Simplified Fatigue Analysis Secara teoritis metode simplified mengasumsikan bahwa



Target sambungan yang akan dianalisa ditentukan dengan



 m rentang histogram akibat beban gelombang Secara teoritis metode rentang tegangan n i simplified Ntegangan 0 f(S) mengasumsikan bahwa histogram metode seleksi berdasarkan tegangan maksimal (strength (6) (Bai. 2003). D     adalah distribusi Weibull dua parameter N N(S) stress) yang terjadi pada setiap sambungan struktur. Secara i 1 akibat beban gelombang adalah Weibull dua parameter (Bai. 2003). i distribusi 0



Gambar 2. Contoh S-N Curve (DEn S-N Curves, IACS 2010)



umum lokasi sambungan kritis terdapat pada sambungan antara penegar memanjang dengan sekat melintang, terDimana,  m masuk juga wash bulkhead dan web frame yang berada n Ndiperhitungkan 0 f(S) N0 = Jumlah siklis pada long term (6) D periodi yang  dalam tank (IACS 2010). Lokasi sambungan yang akan diaN(S) i 1 N i 0 f(S) = Probability density fungtion untuk rentang tegangan, untuk distribusi Weibull nalisadua pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.











parameter adalah : Dimana, N0



Gambar 2. Contoh S-N Curve (DEn S-N Curves, IACS 2010) 2 : Contoh Curve (DEn S-N Curves, IACS 2010) Gambar Gambar 2. Contoh S-N S-N Curve (DEn S-N Curves, IACS 2010) Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014



68



Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



f(S)



Dimana :



 1



3.2 Rentang Tegangan







  S  term period  S  yang diperhitungkan = Jumlah siklis  =long f (NS0)pada Jumlah  exp   pada  siklis long(7) term period yang Rentang tegangan (Se ) untuk masing-masing variasi pemA A A     = Probability density fungtion untuk rentang tegangan, untuk distribusi Weibull dua diperhitungkan density fungtion untuk rentang = parameter adalah : Probability m /  untuk Weibull dua  mdistribusi  N  tegangan, S  D  0  0   S11  S (8) parameter adalah : Kf ( Sln) N    exp (7) f(S)







   A  A



 



0



N D 0 K



 S 0     ln N 0 



m /



 A



 m 1    



bebanan diperoleh melalui analisa elemen hingga menggunakan software Poseidon ND 11.0. Pemodelan elemen hingga (meshing dan kondisi batas) dilakukan berdasarkan CSR oil tanker (IACS 2010). Rentang tegangan mempuJurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014



(8)



Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



69



L LL (m) (m) (m) L 248,32 248,32 248,32 (m) Ukuran 248,32



Item Item Item Ukuran Ukuran Item Ukuran



CRITERIA



Purpose



39,6



23,1



17,32



Spread dengan 5 lajur



Table 3. Data Gelombang Tabel3. 3 :Data Data Gelombang gelombang Table 3. Data Gelombang Table



METHOD SPECTRAL FRACTURE MECHANICS



 Evaluating crack growth  Developing and refining inspection programs.



The fracture mechanics model for fatigue strength is based on crack growth data.



Tabel 1 : Perbandingan Metode Analisa Kelelahan Pada Struktur Bangunan Apung Lepas Pantai



1



S-N APPROACH SIMPLIFIED



ni



n i  n SdS  v 0i Tlife p(S)dS



Three regions in crack growth process:  Regions I, low crack growth rate, threshold  Regions II, Paris law  Regions III, Fracture, high crack growth rate.



Paris-Law Equation:



da m  CΔK  dN



ΔK  Ya S πa



C, m = Paris parameters



Tabel.1 Perbandingan Metode Analisa Kelelahan Pada Struktur Bangunan Apung Lepas Pantai



DETERMINISTIC



m



i 1 N i



D



n i  N 0 f SdS



 dS  



n(S)dS = the number of stress range between S and S+dS Tlife = stationary response process of duration = zero up crossing frequency v0i



0



 pS dS NS



D  v 0i Tlife 



Dimana p(S) adalah Rayleigh PDF:



   



S-N Approach are recommended for fatigue assessment and design purpose



TR  Pi Ti



= Total number of cycles N 0 in the long-term period f(S) = Probability density function for the stress range (Represented by 2 parameters Weibull distribution).



 N f S D  0 dS 0 N S N  D  0  S m f SdS K 0



Dimana, f(S) adalah Weibull 2 parameter:



 S2 S exp  2   8σ i



4σ i2



2  v 0i Tlife  S m1 - S exp  2  K 0 4σ i2  8σ i



pS 



D



Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



ni



TR = Reference time Pi = relative frequency Ti = wave period



m T P D R i Ti N i i 1



ξ



 m Γ1   ξ 



 S exp    A



m/ξ



ξ 1



 Sξ   0   lnN 0 



70



Palmgren-Miner cumulative damage law



Number of cycles at Si based on fatigue loads (ni)



Final Equation



N0 K



ξ S f S    AA



D



Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014



Table 2. Data ukuran utama FSO Table 2. ukuran utamaFSO FSO Table utama FSO Tabel2. 2 Data :Data Dataukuran ukuran utama B T H B H FSO B H Sistem Tambat Table 2. DataTTukuran utama Sistem Tambat Tambat Sistem (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) 39,6 23,1 17,32 Spread dengan 5 lajur 39,6B 23,1T 17,32H Spread SpreadSistem dengan lajur Tambat 39,6 23,1 17,32 dengan 55 lajur (m) (m) (m)



NE N NW W SW S SE E NE NW W SW SE NE NN NW W SW SS SE EE TOTAL TOTAL Table 3. Data Gelombang TOTAL (40°) (85°) (130°) (175°) (220°) (265°) (310°) (355°) (40°) (85°) (130°) (175°) (220°) (265°) (310°) (355°) (40°) (85°) (130°) (175°) (220°) (265°) (310°) (355°) Original Mid 10.522.750 16.252.750 29.253.750 27.693.750 130.530.000 NE 20.022.500 N NW 10.011.750 W 8.321.000 SW 8.451.750 S SE E Original Mid 10.522.750 10.522.750 20.022.500 16.252.750 10.011.750 8.321.000 8.451.750 29.253.750 27.693.750 130.530.000 Original Mid 20.022.500 16.252.750 10.011.750 8.321.000 8.451.750 29.253.750 27.693.750 130.530.000 Wave Height (feet) TOTAL (40°) (85°) (130°) (175°) (220°) (265°) (310°) (355°) 0,0 ~ 1.9 1,0 2.322.800 4.646.600 3.770.900 2.322.800 1.931.100 1.960.500 6.788.800 6.426.500 30.170.000 0,0 ~ 1.9 1,0 2.322.800 4.646.600 3.770.900 2.322.800 1.931.100 1.960.500 6.788.800 6.426.500 30.170.000 0,0 ~ 1.9 1,0 2.322.800 4.646.600 3.770.900 2.322.800 1.931.100 1.960.500 6.788.800 6.426.500 30.170.000 Mid 513.500 10.522.7501.027.000 20.022.500 833.600 16.252.750 513.500 10.011.750 426.800 8.321.000433.500 8.451.750 1.500.400 29.253.750 1.420.500 27.693.750 6.668.800 130.530.000 2,0 ~~Original 3,9 3,0 2,0 3,9 3,0 513.500 1.027.000 833.600 513.500 426.800 433.500 1.500.400 1.420.500 6.668.800 2,0 ~ 3,9 3,0 513.500 1.027.000 833.600 513.500 426.800 433.500 1.500.400 1.420.500 6.668.800 2.322.800 227.000 4.646.600 184.220 3.770.900 113.500 2.322.800 94.340 1.931.100 95.820 1.960.500 331.700 6.788.800 313.920 6.426.500 1.471.000 30.170.000 4,0 5,9 5,0 110.500 4,0~~~0,0 5,9~ 1.9 5,0 5,0 1,0 110.500 110.500 227.000 184.220 113.500 94.340 95.820 331.700 313.920 1.471.000 4,0 5,9 227.000 184.220 113.500 94.340 95.820 331.700 313.920 1.471.000 2,0 ~ 3,9 3,0 513.500 1.027.000 833.600 513.500 426.800 433.500 1.500.400 1.420.500 6.668.800 6,0 ~ 7,9 7,0 35.080 50.160 40.730 25.080 20.850 21.170 73.300 69.390 335.760 6,0~~7,9 7,9 7,0 35.080 50.160 40.730 25.080 20.850 21.170 73.300 69.390 335.760 6,0 7,0 35.080 50.160 40.730 25.080 20.850 21.170 73.300 69.390 335.760 8,0 9,9 9,0 6.753 6.970 110.500 13.506 227.000 10.954 184.220 113.500 5.621 94.340 5.716 95.820 19.729 331.700 18.675 313.920 87.924 1.471.000 8,0~~~4,0 9,9~ 5,9 9,0 9,0 5,0 6.753 6.753 13.506 10.954 6.970 5.621 5.716 19.729 18.675 87.924 8,0 9,9 13.506 10.954 6.970 5.621 5.716 19.729 18.675 87.924 ~ 7,9 11,3 35.080 40.730 25.080 20.850 21.170 73.300 69.390 335.760 10,0 13,9 367 734 596 150 289 294 1.071 1.015 4.516 10,0 ~~~6,0 13,9 11,3 7,0 367 367 73450.160 596 150 289 294 1.071 1.015 4.516 10,0 13,9 11,3 734 596 150 289 294 1.071 1.015 4.516 8,0 ~ 9,9 9,0 6.753 13.506 10.954 6.970 5.621 5.716 19.729 18.675 87.924 14,0 ~ 25,9 20,0 10.522.750 20.022.500 16.252.750 10.011.750 8.321.000 8.451.750 29.253.750 27.693.750 130.530.000 14,0 ~~25,9 25,9 20,0 20,0 10.522.750 10.522.750 20.022.500 20.022.500 16.252.750 16.252.750 10.011.750 10.011.750 8.321.000 8.321.000 8.451.750 8.451.750 29.253.750 29.253.750 27.693.750 27.693.750 130.530.000 130.530.000 14,0 10,0 ~ 13,9 11,3 367 734 596 150 289 294 1.071 1.015 4.516 Wave Height (feet) WaveHeight Height(feet) (feet) Wave



14,0 ~ 25,9



20,0



10.522.750



20.022.500



16.252.750



10.011.750



8.321.000



8.451.750



Table 4. Probabilitas pembebanan muatan Table 4. pembebananmuatan muatan Table pembebanan muatan Tabel4. 4 Probabilitas :Probabilitas Probabilitas pembebanan



29.253.750



27.693.750



130.530.000



Probability Table 4. Probabilitas pembebanan muatan Probability Probability No. Loading Pattern No. Loading Pattern No. Loading Pattern (%) (%) (%) Probability 1 Full Load 25 Full Load Load 25 Loading Pattern 11 No. Full 25 (%) 2 Full Ballast 25 Full Ballast Ballast 25 22 Full 25 Full Load 3 1 Intermediate Load (50%) 50 Intermediate Load (50%) 50 25 33 Intermediate Load (50%) 50 2 Oh Full Ballast 25 (Sumber: et. al 2003) (Sumber: Oh et. et. al al 2003) 2003) (Sumber: Oh 3 Intermediate Load (50%) 50 85.00 (Sumber: Oh et. al 2003) 85.00 N N 85.00 N



o



o 130.00 130.00o 130.00 NW NW NW



130.00



oo N 85.00 o 40.00 40.00 NE NE40.00 NE



o



NW



0



0 175.00 W 175.000W W 175.00 0



175.00 W



E



SW SW SW oo 220.00 220.00o 220.00 SW 220.00



o



40.00 NE oo 355.00 o 355.00 E 355.00 EE



o



355.00



o



o



S SS



o 310.00 SE 310.00o SE 310.00 SE o



o 265.00 265.00oS 265.00



265.00



SE



310.00



o



o



Gambar 3 : Variasi arah gelombang (Sumber: Glenn Report, 1988) Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



71



Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014



72



Indeks Jurnal Teknik BKI H Edisi 02-Juni 2015 Kondisi (m) Pembebanan



Jumlah



(s)



Siklus



SCF



S nom



Probabilitas



Se



(N/mm ) 2



(N/mm ) 2



Arah



H



Tabel 8. Modifikasi sambungan (S1)



1 2 3 4



Sambungan 1 Sambungan 2 Sambungan 3 Sambungan 4



1.5272 0.3843 0.4901 0.5394



(tahun) 16.37 65.06 51.01 46.34



25/Σ D



tahun No. telah Jenisdiketahui Sambungan bahwa Σ D D diselesaikan dan parameter material. Seperti yang dengan menggunakan



Estimasi



Weibull, jumlah siklus kejadian setiap pembebanan yang telah umur ditentukan pada data gelombang 25



4.2 Kerusakan Lelah Kumulatif (D) TabelTabel 7. Kegagalan Lelah Kumulatif (D) 7 : Kegagalan Lelah Kumulatif (D) Berdasarkan persamaan (8), D merupakan fungsi dari rentang tegangan, parameter



5.16E-09 0,00000 0,25 0,0000 0,1535 118 63 1,880 734 5,95 6,09602



1,880 621 (S1) dimodifikasi 117 0,1535 dengan 0,0005 sambungan 0,25 0,00002 1.61E-06 sambungan yang memiliki



nilai SCF maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 8.



LC1N20



harga SCF maka LC1N9 2,743209 4,3



LC1N11 3,352811hal 4,75 13506 Berdasarkan tersebut jika



harga D semakin kecil sehingga umur semakin 2.22E-05 lama. 50160 1,880 62 117 0,1535 sambungan 0,0019 0,25akan 0,00007



3.55E-04 0,00034 0,25 0,0087 0,1535 111 59 1,880 227000 2,133607 LC1N7



4



1,524005



3,6



1027000



1,880



50



94



0,1535



0,0395



0,25



0,00152



3.14E-03



konsentrasi tegangan sangat signifikan berpengaruh dalam menentukan harga D. Semakin kecil



LC1N5



3,125 tahun 4646600karena 1,880nilai D 39 > 1. Seperti 73 0,1535telah 0,1788 0,25 sebelumnya 0,00686 1.82E-02 dari yang kita ketahui faktor LC1N3 0,914403 waktu kurang



total



D Prob



Muatan H Arah (N/mm2)



Se



Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014



Table 6. Rentang tegangan pada sambungan 1



Ti



Antara pembujur deck & Sekat Melintang S5



S4



T 500 x 12.5/180 x 12.0



LC1N1



35



Dari tabel 27 dapat diketahui bahwa sambungan 1 0,1535 (S1) mengalami kegagalan dalam1.00E-02 kurun 0,304801 20022500 1,880 20 38 0,7705 0,25 0,02957



3



Pembebanan



4,3E+11



(N/mm2)



F2



Siklus



35



(s)



3



padaTabel (m)7.



4,3E+11



S nom



F2



SCF



35



Jumlah



3



Ti



4,3E+11



H



F2



Kondisi



35



beserta estimasi umur lelah sambungan terhadap masa operasional 25 tahun dapat diketahi Probabilitas



3



D Indeks



4,3E+11



Table jenis 6.Tabel Rentang tegangan pada sambungan berbeda-beda sesuai dengan dan bentuk sambungan (Lihat1 tabel15). Hasil akhir berupa nilai 6 : Rentang tegangan pada sambungan



F2



dan k dapat ditentukan dari kurva S-N melalui persamaan (5). Harga m dan k memiliki nilai yang



Sq



T 500 x 12.5/180 x 12.0



F2



m



Antara pembujur Bottom & web transverse



T 500 x 12.5/180 x 12.0



Antara pembujur Bottom & Sekat melintang



Antara pembujur deck & Sekat Melintang



A



S3



Antara pembujur Bottom & web transverse



T 500 x 12.5/180 x 12.0



draft



S5



Antara pembujur Bottom & Sekat melintang



Class



HP 400 x 13



S1



S4



Antara pembujur sisi & Sekat melintang antara 0.3 - 1.1 max draft



Tipe Sambungan



S3



Karakter sambungan terhadap S-N Curves



Typical Sambungan



No.



S1



Tipe Sambungan



Antara pembujur sisi & Sekat melintang antara 0.3 - 1.1 max



No.



distribusi Weibull dengan parameter ξ dan incomplete gamma function. Parameter material m



3 4,3E+11



4,3E+11 F2



Tabel 5 : Target sambungan struktur FSO untuk analisa lelah beserta jenisnya



Table 5. Target sambungan struktur FSO untuk analisa lelah beserta jenisnya



T 500 x 12.5/180 x 12.0



Typical Sambungan



Berdasarkan persamaan (8), D merupakan fungsi dari rentang tegangan, parameter Weibull, jumlah siklus kejadian setiap pembebanan yang telah ditentukan pada data



T 500 x 12.5/180 x 12.0



F2



3.3 Kerusakan Lelah Kumulatif (D)



35



35 3



35



Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa sambungan 1 (S1) mengalami kegagalan dalam kurun waktu kurang dari 25 tahun karena nilai D > 1. Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya faktor konsentrasi tegangan sangat signifikan berpengaruh dalam menentukan harga D. Semakin kecil harga SCF maka harga D semakin kecil sehingga umur sambungan akan semakin lama. Berdasarkan hal tersebut jika sambungan 1 (S1) dimodifikasi dengan sambungan yang memiliki nilai SCF maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 8.



HP 400 x 13



4,3E+11 F2



3



3



A Class



Rentang tegangan yang diperoleh dari analisa elemen hingga adalah rentang tegangan nominal. Untuk dapat dimasukan ke persamaan (8), maka rentang tegangan nominal dikalikan dengan faktor konsentrasi tegangan. Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa pengaruh konsetrasi tegangan sangat signifikan. Hal ini mengindikasikan bentuk dan jenis sambungan sangat berpengaruh terhadap nilai D.



gelombang dan parameter material. Seperti yang telah diketahui bahwa D diselesaikan dengan menggunakan distribusi Weibull dengan parameter ξ dan incomplete gamma function. Parameter material m dan k dapat ditentukan dari kurva S-N melalui persamaan (5). Harga m dan k memiliki nilai yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan bentuk sambungan (Lihat tabel 5). Hasil akhir berupa nilai D beserta estimasi umur lelah sambungan terhadap masa operasional 25 tahun dapat diketahui pada Tabel 7.



4,3E+11



35



Sq m



Karakter sambungan terhadap S-N Curves



Table 5. Target sambungan struktur FSO untuk analisa lelah beserta jenisnya



nyai nilai yang bervariasi sesuai dengan variasi pembebanannya. Tabel 4 menampilkan rentang tegangan pada sambungan 1 (S1) yang memperlihatkan variasi tegangan terhadap pembebanannya. Hal ini akan diperjelas lagi dari penyebaran rentang tegangan terhadap probabilitas setiap variasi pembebanan yang diperlihatkan pada gambar 3.



Muatan



Prob total



D



Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



73



3 4



Sambungan 3 Sambungan 4



0.4901 0.5394



51.01 46.34



Tabel 8. Modifikasi sambungan (S1) Tabel 8 : Modifikasi sambungan (S1)



Sambungan



Jenis dan bentuk Sambungan



Analisa Fatigue



Sambungan Lama S1



Jenis dan bentuk Sambungan



Analisa Fatigue



Sambungan Baru



K= ΣD= FL =



K= ΣD= FL =



1.880



1.527



16.370



T 500*12.5*180*25.0



1.461



74



Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



Muhammad Irfan, Eko B. Djatmiko, Daniel M. Rosyid



0.872



28.668



T 500*12.5*180*25.0



3. Bentuk dari sambungan sangat mempengaruhi Pada sambungan S1 dengan bentuk sambungan tanpa Pada sambungan S1 dengan bentuk sambungan tanpa braket di lokasi (f) faktor kekuatan lelah karena Faktor konsetrasi tegangan braket di lokasi (f) faktor konsetrasi tegangan (SCF) total secara matematis sangat mempengaruhi harga D adalah K = 1.880 dan D = 1.527 sehingga umur sambungan konsetrasi tegangan (SCF) total adalah K = 1.880 dan D = 1.527 sehingga umur sambungan pada persamaan (6). kurang dari 25 tahun yaitu 16.37 tahun. Jika sambungan S1 (f) dimodifikasi dengan menambahkan kurangpada daribagian 25 tahun yaitu 16.37 tahun. Jikabrasambungan S1 pada bagian (f) dimodifikasi dengan ket konstrasi tegangan (SCF) turun hingga K = 1.461. Jika Daftar Pustaka K baru dikalikan dengan rentang tegangan nominal maka harga D mengalami penurunan drastic hingga menjadi Ayyub, B.M., Assakkaf, I., Atua, K., Engle, A., Hess, P., Karaszewski, Z., Kihl, D., Melton, W., Sielski, R.A., Sieve, D = 0.872 atau umur konstruksi menjadi lebih dari 25 taM., Waldman, J., dan White, G.J. Reliability Based Dehun yaitu, 28.668 tahun. Sehingga pada penelitian ini samsign of Ship Structures: Current Practice and Emerging bungan 1 Ir.direkomendasikan dimodifikasi dengan Petrus Eko Panunggal, PhD (Alm), lahir diuntuk Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau Technologies. Research Report ti the US Coast Guard, menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan menambahkan pada lokasi (f).sarjana muda tiga Kapal), ITS braket pada tahun 1962 dan sudah mendapat gelar SNAME, 1998. tahun kemudian. Setelahnya beliau dipercaya sebagai Asisten Dosen Bai, Young. Marine Structure Design. Oxford: Elsevier, 2003. dilanjutkan Dosen pada Jurusan tersebut. Gelar Insinyur Perkapalan beliau terima pada 22 Glenn, A.H. “25 Year Directional Wave Exceedance Data 5. Kesimpulan dan Saran melalui tahapan S2 pada Juli 1976. Tanpa tahun 1988 beliau dipercaya mendapatkan Widuri and Intan Field.” 1988. beasiswa dari University of Newcastle upon Tyne, Inggris untuk melanjutkan studi IACS. Common Structural Rules for Bulk Carrier. London: Program Doctor. Gelar Philosophy Sesuai dengan hasil analisa fatigueDoctor danof prediksi umur konbeliau raih pada 10 Juli 1993. Pengabdian beliau di ITS hampir setengah IACS, 2010. abad, tepatnya sejak tahun 1965 sampai 11 September 2014 karena struksi dapat disimpulkan bahwa : tutup usia. PeranFSO dan jasa beliau di bidang perkapalan IACS. Commons Structural Rules for Oil Tanker. London: bersumbangsih besar dalam perkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman Indonesia. 1. Analisa kelelahan pada struktur FSO dengan metode IACS, 2010. J.P Sikora, A. Dinsenbacher, J.A. Beach. “A Method for Estisimplified fatigue analysis telah dilakukan. mating Lifetime Loads and Fatigue Lives for Swath and 2. Konstruksi sambungan S1memiliki harga D > 1 sehProf. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh Conventional Monohull Ships.” Naval Engineer Jouradalah S1 di JTP-ITS, dilanjutkan dengan program S2 di Hiroshimakerusakan leingga sambungan tersebut mengalami University (Jepang) dan pendidikan S3 di nal, ASNE, 1983: 63-85. Memorial lah sebelum berumur 25 tahun. Untuk meningkatkan M.H. Oh, W.S. Sim, H.S. Shin. “Fatigue Analysis of KizomUniversity of kekuatan lelah maka sambungan S1 dapat dimodiba ‘A’ FPSO using Direct Calculation based on FMS.” fikasi dengan menambahkan braket sehingga D 0.01 kejadian atau lebih > 0.01 -21. Hasil 0.01 Tabel Anaalisis Kelelahan danatau Keandalan > 10 > 10-2 kejadian permooring mooring per tahun kejadian per lineline per tahun Target



Annual



0.001 –– 0.01 atauatau 1 kejadian per 0.001 0.01kejadian kejadian 1 kejadian perIndex (β) -3 -2 (year) life Probability of Reliability Reliability -2life Improbable 10 – 10 – 10 Improbable 10-3Fatigue 100 – 1000 mooring line per tahun Damage mooring (year) Failure (PoF) line per tahun SF = 10 SF100 = 3 – 1000 0.010796 Rare93



Rare



Remote



Gambar 3. Diagram Alir Penelitian



Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014



78



Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015



Gambar3. 3 :Diagram Diagram Alir Gambar AlirPenelitian Penelitian



10-49– 10-3



10 – 10 -4



-3



10-5 – 10-4



0.0001 – 0.001 kejadian atau 1 kejadian per



0.0001 – 0.001 31 10-5 kejadian atau 0.99991 kejadian per 3.5 1000 – 10000 mooring line per tahun



1000 – 10000 mooring tahun 0.00001 – 0.0001 kejadianline atauper 1 kejadian



per US 10000––0.0001 100000 lineatau per 0.00001 kejadian 1ditetapkan kejadian seperti Mengacu pada kriteria frekuensi pada mooring penelitian initahun Remote 10-5 – 10-4 Kurang dari– 100000 0.00001 kejadian atau per 10000 mooring line 0.01 kejadian pada sekenario kegagalan satu mooring line0.01 (lihat Gambaratau 4). Sedangkan kriteria > 10-2 4.3 PenilaianProbable Konsekuensi (Consequency Assessment)



79



ealty dan Safety, Environmental, Financial/Bussiness, (lihat pada Gambar 5). Berikut ini dalah analisis konsekuensi apabila terjadinya kegagalan akibat beban kelelahan pada Dari kriteria frekuensi diatas dapat ditentukan bahwa mooring line SPM #1043. ooringpeluang line SPM #1043.line SPM #1043 masuk pada krigagal mooring teria Remote .



a) Berdasarkan pengamatan surveyor BKI



a) Berdasarkan pengamatan surveyor BKI 4.3 Penilaian (ConsequencyFSO Assessment) yang menambat CNOOC 114 bersifat SPM #1043Konsekuensi yang menambat CNOOC SPM 114#1043 bersifat unman.FSO Artinya tidak adaunman. Artinya tidak ada orang yang tinggal selama 24 jam orang yangini,tinggal 24 dilakukan jam di secara atas SPM. CNOOC 114 tertambat Pada studi penilaianselama konsekuensi di atasFSO SPM. FSO CNOOC 114 yangyang tertambat secara perkualitatif dengan mengacu pada sekenario kegagalan satu manent juga bersifat unman. Menurut laporan surveyor, secara permanent juga bersifat unman. Menurut laporan surveyor, biasanya pekerja mooring line (lihat Gambar 4). Sedangkan untuk kriteria biasanya pekerja melakukan pengecekan sistem produksi melakukan pengecekan sistem produksi sebanyak duatigahingga tigaBerarti kalipokonsekuensi, mengikuti kriteria yang digunakan Stiff et al.,ke keSPM SPM sebanyak dua hingga kali sepekan. (2003) [6] Berarti dalam menganalisis pada mooring line tensi keamaan kehilangan jiwaJika sangatkegagalan kecil. Jika kegasepekan. potensi resiko keamaan atas kehilangan jiwa atas sangat kecil. FPSO. Kriteria konsekuensi yang dipertimbangkan meliputi galan mooring line terjadi saat pekerja melakukan inspeksi, mooring line terjadi saat pekerja melakukan inspeksi, kemungkinan ekstrim Healty dan Safety, Environmental, Financial/Bussiness (lihat kemungkinan ekstrim konsekuensi yang diterima adalah pada Gambar 5). Berikut ini adalah adalah analisis konsekuensi lukahingga ringan hingga yangtidak tidak mengancam hilangkonsekuensi yang diterima luka ringan beratberat yang mengancam apabila terjadinya kegagalan akibat beban kelelahan pada nya jiwa seseorang. hilangnya jiwa seseorang. Deterioration



Failure



Detection



•Kerusakan yang memburuk akibat fatigue, korosi dan keausan



•Diikuti dengan kegagalan komponen pada kondis moderat ataupun ekstream



• Tali putus kemungkinan bisa terdeteksi melalui alat monitoring tension yang sudah terpasang. Namun juga bisa tidak diketahui sampai cek rutin bawah laut dilakukan



Shutdown



Inspection



Reduce operations



• Sistem sepertinya harus dimatikan sampai integritas mooring sistem di pastikan aman dan operasi baru dibatasi



• Sistem mooring dan produksi sebaiknya dicek untuk mengidentidfikasi bahaya yang berkaitan



• Dimulainya operasi kembali di bawah kriteria kondisi yang diizinkan



Repair • Pemulihan seluruh mooring sistem



Gambar 4 : Skenario Kegagalan Satu Mooring line



Gambar 4. Skenario Kegagalan Satu Mooring line



Berdasarkan sekenario kegagalan putusnya satu mooring melampaui batas izin perpindahan yang dapat menyebabline, terjadinya kejadian kegagalan dapat terditeksi atau- kan putusnya riser dan menyebabkan terjadinya tumpahBerdasarkan sekenario kegagalan putusnya satu mooring line, terjadinya kejadian pun tidak terdeteksi. an minyak ke laut. Namun menurut pengamatan surveyor, kegagalan dapat terditeksi ataupun tidak terdeteksi. Apabila terjadi kegagalan pada kejadian putusnya riser dan menyebabkan tumpahan minApabila terjadi kegagalan pada dua atau lebih mooring yak termasuk katagori minor sampai sedang. Karena, ketidua atau lebih mooring line, maka hal ini akan miningkatkan pergerakan kapal. line, maka hal ini akan miningkatkan pergerakan kapal. ka terjadi kegagalan satu mooring line, umumnya kejadian Akibanya, SPM akan oleh tertarik oleh gaya seretini kapal bisa melampaui batas izin Akibanya, SPM akan tertarik gaya seret kapal dan bisa terditeksidan dari alat monitoring tension dan proses akan Jurnal Teknik BKI perpindahan yang dapat menyebabkan putusnya riser dan menyebabkan terjadinya Edisi 02 - Desember 2014 tumpahanJurnal minyak ke laut. Namun menurut pengamatan surveyor, kejadian putusnya Teknik BKI 80 02-Juni 2015 riser danEdisi menyebabkan tumpahan minyak termasuk katagori minor sampai sedang. Karena, ketika terjadi kegagalan satu moorng line, umumnya kejadian ini terditeksi



segera dihentikan sementara (shutdown) untuk dilakukan pengecekan dan perbaikan hingga sistem bisa dipastikan aman. Sehingga jika ditinjau dari dampak lingkungan, ketika terjadi kegagalan satu mooring line putus, maka termasuk pada tingkat minor-sedang. Jikapun terjadi tumpahan minyak, tidak akan berdampak secara signifikan karena tumpahan tersebut akan segera distop melalui sistem katup yang ada. Analisa ini dipakai apabila kegagalan tidak sampai menibulkan tenggelamnya kapal atau FSO yang ditambat, karena kemungkinan terjadi konsekuensi tenggelam kapal akibat gagal mooring line sangat kecil.



akses pengetahuan teknis dan pengalaman dengan anggota yang beroperasi di seluruh dunia dalam berbagai medan yang berbeda. Salah satu laporan yang dikeluarkan OGP pada tahun (2010) yaitu mengenai direktori data penilaian resiko struktur pada bangunan lepas pantai. Dalam laporan tersebut terdapat data frekuensi kegagalan mooring line sedunia. Data yang digunakan tersebut ialah data yang dikumpulkan sejak 1980-2002 dari Worldwide Offshore Accident Data Bank (WOAD).



Menurut OGP (2010) frekuensi kegagalan mooring line untuk semi submersibele sebesar 5.78 x 10-3 per tahun. Kejadian ini menyebabkan kerusakan yang meliputi kategori, insisignificant, minor, significat, severe, dan total loss. DefiDari aspek finansial dan bisnis, kegagalan satu mooring nisi masing-masing kategori tersebut berdasarkan OGP line dapat menyebabkan target produksi berkurang akibat adalah sebagai berikut : konsekuensi penghentian produksi / shutdown ketika keg-- Total Loss : Total hilangnya unit termasuk kerugian agalan terdeteksi. Setelah operasi dihentikan akan ditindakonstruktif dari sudut pandang asuransi, namun unit klanjuti dengan inspeksi untuk mengecek sistem mooring dapat diperbaiki dan dioperasikan kembali. dan produksi agar dapat mengidentifikasi potensi baha-- Severe Damage : Kerusakan berat/parah pada salah ya yang ada. Minimal pengecekan dan perbaikan awal satu modul unit; besar atau pun sedang pada strukmembutuhkan waktu sekitar 1-7 hari kerja. Setelah ditur pemikul beban; kerusakan besar pada peralatan pastikan aman, maka sistem akan dihidupkan lagi namun penting. beroperasi di bawah kriteria kondisi yang diizinkan sampai -- Sinigficant Damage : Kerusakan serius pada modul sistem benar-benar dipastikan aman untuk dijalankan sedan daerah unit; kerusakan kecil pada struktur pemicara normal. Selama beroperasi di bawah kriteria terbatas, kul beban, kerusakan yang sinifikan pada peralatan perbaikan mooring line dilakukan, namun jika perbaikan penting tunggal; kerusakan pada peralatan yang membutuhkan keamanan yang tinggi, maka sewaktu-waklebih penting tu sistem bisa dimatikan kembali. Dari analisis kualitatif -- Minor Damage : Kerusakan kecil untuk peralatan subjektif ini, dapat disimpulkan bahwa konsekuensi kepenting tunggal; kerusakan pada peralatan yang gagalan akibat beban kelelahan pada mooring line SPM non-esensial,; kerusakan struktur non-pemikul be#1043 masuk pada katagori minor - moderat. ban. -- Insiginficant Damage : kerusakan tidak signifikan b) Berdasarkan laporan-OilInsiginficant and Gas Produce (OGP) (2010) atau tidak kerusakan; kerusakan pada bagian dari Damage : kerusakan tidak signifikan atauada tidak ada kerusakan; terkait kegagalan mooring line sedunia peralatan kerusakan kerusakan pada bagian dari peralatan penting; kerusakanpenting; pada kabel penyeret, pada kabel penyeret, pendorong, generator dan driver pendorong, generator dan driver Asosiasi internasional Oil and Gas Producer (OGP), telah Level kerusakan akibatberkaitan kegagalan denmooringLevel line sedunia tersebut juga kegagalan di laporkan mooring line sedunmelakukan penyusunan serta penyaring kerusakan akibat dalam bentuk peluang yang disajikan dalam Tabel 3. gan kegagalan struktur bangun laut. Asosiasi profesi yang ia tersebut juga di laporkan dalam bentuk peluang yang bergerak di bidang minyak dan gas ini memiliki banyak disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Peluang Kegagalan Mooring line Sedunia (OGP, 2010) Tabel 3 : Peluang Kegagalan Mooring line Sedunia (OGP, 2010) Damage Level



Insignificant



Minor



0.29



0.44



Single/multiple line



Single



Multiple



failure



0.7



0.3



Significant Severe 0.27



0



Total Loss 0



Jurnal Teknik BKI



Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, level kerusakan atau konsekuensi Edisi akibat 02- Desember 2014 kegagalan mooring line paling sering terjadi adalah dilevel minor, dan kegagalan atas satu mooring line putus memiliki peluang lebih besar sekitar 70% dari padaJurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015 kegagalan multiple line sebesar 30%. Data ini ini menunjukkan bahwa, konsekuensi akibat kegagalan mooring line cukup kecil/minor. Dan kegagalan umumnya



81



maka diperoleh level resiko mooring line SPM #1043 yaitu pada level resiko aman karena dalam zona yang masih bisa diterima (acceptable zone).



Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, level kerusakan atau konsekuensi akibat kegagalan mooring line paling sering terjadi adalah dilevel minor, dan kegagalan atas satu mooring line putus memiliki peluang lebih besar sekitar 70% dari pada kegagalan multiple line sebesar 30%. Data ini ini menunjukkan bahwa, konsekuensi akibat kegagalan mooring line cukup kecil/minor. Dan kegagalan umumnya disebabkan akibat putusnya satu mooring line. Hal ini selaras dengan sekenario kegagalan yang dijelaskan di atas. Kegagalan multiple line sangat jarang terjadi karena ketika satu mooring line gagal biasanya sudah terdeteksi dan segera dilakukan penangan agar tidak menyebabkan gagal mooring line lainnya. Dan secara desain pesimisnya, sistem mooring bangunan apung masih mampu bertahan dalam kondisi satu mooring line putus, namun kondisi ini tidak layak operasi dan harus segera ditangani sehingga tidak menyebabkan kegagalan mooring line lainnya. Data



ini bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk menetapkan konsekuensi karena perilaku skenario gagal dan perilaku mooring line pada umumnya sama. Dari pembahasan dua sudut pandang yang berbeda di atas, dapat disimpulkan bahwa konsekuensi kegagalan mooring line pada SPM #1043 pada kategori minor baik dari segi kesehatan dan keamanan/keselamatan, lingkungan maupun aspek bisnis dan finansial. 4.4 Evaluasi Resiko (Risk Evaluation) Matriks yang digunakan dalam evaluasi resiko dapat dilihat pada Gambar 5. Resiko adalah perkalian antara frekuensi (dalam hal ini peluang gagal) dan konsekuensi. Tabel 4 berikut ini adalah data penilaian resiko berupa peluang gagal dan konsekuensi yang telah di bahas diatas.



Tabel 4 : Data Penilaian Resiko Tabel 4. Data Penilaian Resiko



Mooring line SPM #1043



Annual Probability of Failure (PoF) 10-5



Frequency Level Remote



Consequency Level Minor



Dengan memasukan data penilaian resiko pada Table 4 ke jika dibandingakan dengan struktur yang tidak diinspeksi. data penilaian resiko Data pada inspeksi Table 4 yang ke matrik Gambardan 5, ketebalakuratresiko sepertipada laju kororsi matrik resiko padaDengan Gambarmemasukan 5, maka diperoleh level resiko line SPM #1043growth yaitu pada resiko aman karena kondian marine dapatlevel menghasilkan perhitungan mooring line SPM maka #1043diperoleh yaitu padalevel levelresiko resiko mooring aman karedalam zona yang masih bisa diterima (acceptable zone). na dalam zona yang masih bisa diterima (acceptable zone). si aktual mooring line lebih tepat yang mendekati kondisi sebenarnya. Sehingga faktor keamanan 3 dinilai laik untuk dipergunakan. 4.5 Diskusi Dari hasil yang telah didapatkan dan dibahas di atas, dapat BKI sebagai salah satu klass yang memiliki aturan terkait diobservasi bahwa umur kelelahan SPM #1043 yang tel- mooring line khususnya mengenai SPM ini, belum meneConsequences penerimaan kegagalan mooring line akibat ah beroperasi hampir 30 tahun, memiliki sisa umur kele- tapkan kriteria Likelihood beban kelelahan. Berdasarkan studi kasus lahan yang masih cukup panjang sekitar 93 tahun. Ketika A B C D yang diangkat sisa umur kelelahan tersebut dibagi dengan faktor kea- dalam penelitian ini serta dengan studi literatur terkait kriImprobable F > standar 10-3 manan yang ditetapkan BKI sebagai keamanan teria penerimaan, maka usulan tahap awal diajukan untuk dalam analisis kelelahan untuk menunjukkan sisa target kriteria penerimaan dalam analisis kelelahan akibat beban 10-3 Rare 10-4< F< umur operasi memperlihatkan bahwa sisa umur operasi lingkungan pada mooring line SPM sebesar 10-5 per tahun. SPM #1043 tidak lebih dari 10 tahun lagi. Hal ini didapat Nilai ini mengandung arti bahwa maksimum peluang ke#1043gagalan akibat beban kelelahan pada mooring line sebeRemote 10-5< F