Ra Amalia - Quilla Dan Tama [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

✧ Raikantopeni ✧



Ra amalia | 1



✧ Raikantopeni ✧



Part 1 Baahirah Quilla menatap keluar jendela yang terbuka. Angin malam berhembus masuk, menerbangkan rambut gadis itu yang terurai. Malam telah turun dan bulan menggantung di langit. Cahayanya memantul di permukaan laut yang berselimut kegelapan. Suara debur ombak menjadi satu-satunya pengisi keheningan yang semenjak tadi dinikmati gadis itu. Quilla sangat berbeda dengan Qarira yang tenang dan dewasa. Gadis itu aktif, spontan dan menyukai keceriaan. Quilla suka mengobrol, senang mengamati manusia dan mengukur reaksi mereka atas umpan yang diberikan. Jadi berdiam diri di Ra amalia | 2



✧ Raikantopeni ✧ depan jendela seperti seorang penyendiri bukanlah gayanya. Ia kini berada di sebuah cottage, bagian dari hotel ternama di daerah pesisir. Sebuah tempat yang dipilih Tama untuk menikmati malam pengantin mereka. Sesuatu yang malah membuat Quilla tegang dan bimbang. Oh bukan berarti gadis itu tidak suka kemewahan dan dimanjakan. Siapapun terutama anggota keluarganya tahu bagaimana oportunis dan kapitalis gadis itu. Quilla senang menerima keuntungan sebesar-besarnya, bahkan jika mungkin tanpa harus melakukan usaha apapun. Jika tidak percaya, Raiq bisa menjadi contoh nyata dari korban Quilla. Namun, kali ini itulah masalahnya. Keuntungan yang diterima Quilla terlalu berlebihan dan seolah tidak bisa ia kendalikan. Tama terlalu memanjakannya. Memperlakukan gadis itu seperti barang antik yang tidak boleh Ra amalia | 3



✧ Raikantopeni ✧ tergores sedikitpun. Bagi sebagian perempuan itu tentu sebuah anugrah, tapi untuk Quilla itu berarti harus memberikan imbalan setara setelahnya. Quilla bukan barang antik. Kata Mama Sarina ia si pintar yang unik. Si cerdas penuh keceriaan yang tidak menyukai posisi diatur siapapun. Quilla benci menjadi objek. Terutama harus mengemban peran sebagai istri manis yang hanya bisa menerima segala sesuatu sesuai keinginan suaminya. Ia tidak membenci laut apalagi tempat indah dengan fasilitas luar biasa yang disewakan Tama untuk mereka. Oh Quilla sangat suka matahari dan suara debur ombak. Namun, perasaan jauh dari keluarganya membuat gadis itu tiba-tiba merasa tidak aman. Rasa tidak aman bukan teman yang disukainya. "Lucu banget deh baru ragu sekarang," ucapnya mengherdik diri sendiri. "Illa kan bukan Ra amalia | 4



✧ Raikantopeni ✧ pengecut. Masa iya harus takut sama duda dua kali, aduh!" Quilla menepuk jidatnya sendiri. Duda dua kali adalah julukan yang dengan senang hati disematkan gadis itu untuk meruntuhkan ego Tama di masa lalu. Namun, tentu saja kini julukan itu sudah tidak pantas digunakan karena Tama sudah bukan duda lagi dan Quilla adalah orang berjasa yang mengubah status itu. Quilla menarik napas dan mengembuskannya dengan perlahan. Ia tidak boleh gugup. Dirinya tidak ditakdirkan sebagai manusia penggugup. Demi Dongdong yang sudah bahagia di surga, suaminya hanya Tama. Playboy cap neon yang merasa dirinya penerang dunia saat dalam kegelapan. "Stop!" Quilla kembali mengherdik diri. "Sejak kapan sih Illa jadi suka buat analogi absurd?" Quilla mulai berdebat dengan dirinya sekarang. Ra amalia | 5



✧ Raikantopeni ✧ Gadis itu maju selangkah. Tangannya terulur seolah ingun merasakan hembusan angin. Aroma garam hanya membuat suasana menjadi semakin intim. Malam, pantai dan pengantin seperti sebuah racikan sempurna untuk mewujudkan fantasi indah para gadis. "Tapi Illa kan nggak suka berfantasi. Otak Illa terlalu sibuk memikirkan kenyataan sampai nggak sempat hayalin macam-macam. Jadi ini sama sekali nggak membantu. Aduh nyebelin banget deh." "Siapa yang menyebalkan?" Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Quilla terlonjak. Ia langsung berbalik dan menemukan Tama sudah berdiri tak jauh darinya. Tadi lelaki itu meminta izin untuk keluar sebentar dan mengatakan ada urusan. Kini Quilla tahu urusan itu setelah melihat sebuket mawar merah di tangan suaminya. Lelaki itu mencari bunga. Bunga hanya untuk merayu dalam kamus Quilla. Ra amalia | 6



✧ Raikantopeni ✧ "Kak Tama abis nyolong bunga dimana?" Tama berdecak dan tersenyum manis, sama sekali tidak terpancing ucapan Quilla. Lelaki itu malah melangkah mendekati istrinya lalu bersimpuh layaknya pangeran mempersembahkan hadiah untuk tuan putrinya. "Bunga cantik ini, untukmu." "Illa tahu." Quilla mengambil buket bunga itu dan memeluknya. Tama yang sudah kembali berdiri tersenyum lebar. "Cantik?" "Iya." "Kamu suka?" "Suka." "Tapi kenapa tidak mengucapkan terima kasih?" "Terima kasih." Tama menghela napas. Awal romantis untuk malam pertama yang dia bayangkan ternyata Ra amalia | 7



✧ Raikantopeni ✧ tidak semulus harapan. "Terima kasihnya tidak ikhlas." "Atau Kak Tama yang nggak ikhlas." "Tentu saja ikhlas. Kamu pikir untuk apa aku memberikanmu bunga jika tidak ikhlas?" Quilla ingin menjawab, tapi saat tatapannya tak sengaja melirik ranjang gadis itu hanya mampu menelan ludah. Tidak, ia menolak memberi jawaban. "Mawar itu secantik dirimu." "Bentar deh, Kak Tama lagi baca puisi buat ngerayu?" "Apa?" "Sebelum usaha Kak Tama berlanjut dan Illa harus pura-pura senang, baiknya kita lurusin semuanya dulu." "Tentang?" "Illa emang suka bunga, tapi yang di taman. Yang nggak dipetik." Ra amalia | 8



✧ Raikantopeni ✧ "Tapi-" "Bentar dulu, Kak. Illa nggak bemaksud kurang ajar dengan jadi istri yang suka membantah apalagi melawan suami, karena kata Ayah, istri kayak gitu bisa masuk neraka. Dan Illa nggak pernah berencana masuk neraka. Di neraka nggak enak, panas lagi. Illa kan lebih suka yang adem, soalnya anak gunung. Berdasarkan buku cerita azab yang Illa baca pas kecil, neraka nggak ada mirip-miripnya sama gunung." "Oke, wow, kamu baca buku azab?" "Illa tahu nggak keliatan relegius emang, tapi Illa suka baca. Baca apapun kecuali majlah por-" "Por?" "Intinya Illa ngomong gini bukan mau nambah dosa dan dapat tiket jalur cepat ke neraka." "Aku juga tidak mau kamu masuk neraka. Karena kita tidak bisa melakukan hal yang enakenak di neraka." Ra amalia | 9



✧ Raikantopeni ✧ "Nah karena itu Illa jujur sama Kak Tama. Apa Kak Tama tahu berapa lama proses bunga mawar tumbuh hingga bisa menghasilkan kuncup?" Tama menggeleng polos. "Apa Kak Tama juga tahu bahwa setelah menjadi kuncup berapa lama waktu yang dibutuhkan bunga mawar agar bisa mekar?" Tama kembali menggeleng. "Satu sampai dengan dua minggu." "Wah lama juga." "Benar, dan setelah dipotong bunga mawar membutuhkan waktu sekitar empat puluh lima hari agar bisa berbunga kembali. Dengan catatan perawatan yang diberikan harus baik dan tepat. Kesabaran dan ketelatan itu menghasilkan bunga yang cantik, kecantikan yang harusnya tidak sekedar dinikmati, tapi dihargai." Tama meringis, tapi tetap bungkam. Dia memahami maksud dari istrinya. Namun, tetap Ra amalia | 10



✧ Raikantopeni ✧ menyesalkan diri mengapa sampai melalukan kesalahan dengan memberinya hadiah bunga. Quilla adalah manusia yang sangat menghargai kehidupan. Penyayang binatang dan perawat tumbuhan yang kompeten. Memberikannya bunga yang hanya akan dinikmati beberapa saat lalu dibuang jelas bukan hadiah pantas menurut Quilla. Suara helaan napas Quilla-lah yang membuat Tama sadar bahwa harus segera memperbaiki keadaan. "Aku minta maaf. Seharusnya aku tahu kamu berbeda." "Dari mantan-mantan Kak Tama?" Tama hampir mengerang. Dia tidak berencana menikmati malam pengantin dengan istri merajuk. Kecemburuan pada seorang wanita bisa menjadi hal menggemaskan, tapi jika itu terjadi pada Quilla, maka habislah Tama. "Bukan begitu." Ra amalia | 11



✧ Raikantopeni ✧ "Illa memamg beda kok. Enak aja Kak Tama mau samain sama mantan-mantan Kakak." "Benar, kamu memang berbeda." "Tapi bukan berati Illa menganggap perempuan yang suka hadiah bunga itu dangkal. Ini hanya soal selera dan sudut pandang." "Oke." Tama mengambil alih bunga dari tangan Quilla lalu meletakkanya di nakas. "Selesai perkara." "Hadiahnya Kak Tama ambil lagi?" Aduh! Rasanya Tama ingin membenturkan kepalanya di dinding. Kenapa dia selalu serba salah? "Aku akan memberikanmu bunga dalam pot, yang masih bisa tumbuh, bagaimana?" "Boleh." "Bagus." Lalu obrolan terhenti. Quilla kembali menelan ludah. Ini saatnya ... ini saatnya ... ini saatnya untuk apa? Kabur! Suara hatinya membuat Quilla Ra amalia | 12



✧ Raikantopeni ✧ melirik pintu dan Tama jelas menyadari hal itu karena dia kini mendekati sang istri. "Jadi aku beristirahat."



rasa



sudah



waktunya



kita



Quilla hampir mengerang karena ucapan suaminya itu. Ia menjadi tegang saat Tama tibatiba membalik tubuh Quilla lalu memeluknya dari belakang. "Sayang ...." Sayang? Quilla merinding mendengar panggilan baru Tama untuknya, dan lebih merinding lagi saat merasakan tubuhnya semakin ditarik hingga menempel pada tubuh bagian depan lelaki itu. Tidak bisa dibiarkan! Quilla tahu dan paham tugasnya sebagai seorang istri. Setidaknya Mama Sarina dan Qarira menguliahinya selama minimal tiga jam secara bergantian setiap hari sebelum acara pernikahan berlangsung. Namun, setelah sampai di tempat bulan madu ini, Quilla tiba-tiba disergap rasa Ra amalia | 13



✧ Raikantopeni ✧ gelisah. Dia belum siap untuk melaksanakan tugasnya. Ia tidak mau melakukan sesauatu saat merasa bimbang. "Kamu menjadi sangat pendiam." "Dan Kak Tama jadi aneh," tukas Quilla dengan memasang sikapnya yang biasa. Ia tidak boleh terlihat gugup apalagi rapuh. Tama bisa memanfaatkan itu untuk menakhlukannya. "Aneh?" Sekarang Tama menundukkan kepala agar bisa berbisik di telinga istrinya. "Apa aku boleh tahu kenapa harus dianggap aneh oleh istriku sendiri?" "Soalnya Kak Tama berubah jadi ganjen." "Ganjen?" "Genit." "Genit ... apa?" Quilla menghela napas lalu melepas pelukan sang suami di perutnya. Ia kemudian melangkah untuk memberi jarak diantara mereka sebelum Ra amalia | 14



✧ Raikantopeni ✧ kemudian berbalik. "Masak Kak Tama nggak tahu genit itu apa?" Tama yang sama sekali tidak berniat melakukan percakapan absurd seperti ini akhirnya menggeleng. Gagal sudah bayanganya selama perjalanan tadi. Dia sudah memimpikan bisa menggendong Quilla ke ranjang dan melucuti tiap helai pakaian dari tubuh mungil gadis itu. Oh anggaplah dia mesum dan memang betul, tapi siapa yang tahan jika di hadapkan dengan wajah luar biasa manis itu? Lagi pula Tama sudah terlalu lama menduda, dia ingin pelampiasan. Menyalurkan hasrat dan kasihnya pada pasangan yang sah. "Aku beberapa kali mendengar istilah itu." "Nah kan!" "Nah apa?" " Illa benar." Ra amalia | 15



✧ Raikantopeni ✧ "Dugaan apa lagi?" "Ish, kok pakai dugaan ? Seolah Illa adalah orang yang suka menduga-duga." "Memangnya tidak?" "Nggak dong. Illa nggak suka menduga-duga. Illa lebih suka membuktikan dan biasanya itu berjalan singkat dan benar." "Kita sedang membahas apa sih sebenarnya?" Tama sungguh mulai hilang kesabaran. "Soal Kak Tama yang genit." "Astaga, Sayang ...." "Nah kan genit lagi." Quilla kembali menghela napas. Ia memberikan tatapan prihatin yang pasti bisa membuat frustrasi lawan bicaranya. "Kak Tama manggil Illa sayang." "Benar, dan apa itu salah?" "Nggak juga." "Lalu?" Ra amalia | 16



✧ Raikantopeni ✧ "Dan Kak Tama berniat merayu Illa." "Apa?" "Akui aja." "Oh ...." Tama menelan ludah. Sial sekali dia. Taktiknya yang seperti ini selalu berhasil membuat para mantan istrinya yang terdahulu tersipu-sipu dan memujanya. Namun, mengapa pada makhluk manis di depannya itu malah menjadi masalah? "Aku hanya berusaha agar kita lebih ... intim." Quilla meringis mendengar kata terakhir suaminya. "Maksudku lebih dekat dan akrab," koreksi Tama. "Kita kan nggak bakal nikah kalau nggak dekat dan akrab. Kecuali kita korban perjodohan kayak di novel-novel." "Kamu tidak suka ya?" "Iya," jawab Quilla terang-terangan. Ra amalia | 17



✧ Raikantopeni ✧ "Kenapa?" "Soalnya apa yang Kak Tama lakukan tadi membuat Illa nggak nyaman. Sikap Kak Tama barusan hanya dilakukan lelaki yang sedang menginginkan sesuatu." Tapi Tama memang menginginkam sesuatu. Quilla, istrinya, di ranjang mereka. "Kamu tahu dari mana?" tanya Tama yang berusaha bersabar. Bagaimanapun dia menikahi Quilla bukan untuk mendesak gadis itu. Dia ingin hubungan mereka berhasil. "Kamu kan tidak pernah menjalin hubungan dengan pria manapun." "Nggak menjalin hubungan bukan berarti Illa buta sama tabiat tipe pemangsa kayak Kak Tama." "Pemngasa?! Aku?" "Illa punya sederet nama teman-teman cewek Illa yang jadi korban lelaki perayu." Ra amalia | 18



✧ Raikantopeni ✧ "Sebentar, sepertinya kita harus meluruskan ini." "Oke." Tama memegang kedua bahu gadis itu. Meminta agar diperhatikan lebih. "Aku akui memang seorang perayu, tapi itu di masa lalu." "Yang tadi apa?" "Itu hal alami yang dilakukan seorang lelaki di malam pertama mereka." "Wah, Illa harusnya nggak lupa Kak Tama punya beberapa kali pengalaman." Tama terkejut dengan balasan Quilla hingga seketika melepaskan tangan di bahu istrinya. "Ada apa, Illa?" "Apa memangnya?" "Kamu pendiam dan menarik diri. Ini berbeda denga sikapmu yang ceria di acara pernikahan kita." Ra amalia | 19



✧ Raikantopeni ✧ Quilla hanya menatap Tama selama beberapa detik, sebelum mengedikkan bahu. "Anggap aja Illa capek." "Anggap saja? Lalu apa yang sebenarnya?" Quilla mengerutkan kening, tak menyangka bahwa Tama mengejar kejujuran darinya. "Illa bukan piala." "Astaga tentu saja bukan. membuatmu berpikir seperti itu?"



Apa



yang



"Soalnya Illa nikah sama duda dua kali." "Kamu mempermaslahkan itu, sekarang?" "Nggak juga. Tapi sebelum Illa memberikan Kak Tama semuanya, Illa harus bisa meyakinkan diri." Quilla berdecak saat melihat tatapan nelangsa suaminya. "Ini bukan soal Kak Tama aja, tapi lebih pada diri Illa sendiri. Harusnya sih Illa udah siap, tapi ternyata belum. Illa nggak masalah dianggap pengecut, asal Illa yakin bisa



Ra amalia | 20



✧ Raikantopeni ✧ mempertanggungjawabkan apa yang akhirnya akan Illa lakukan nanti. " Tama tak mengucapkan apapun. Diam-diam lelaki itu kagum dengan keteguhan sang istri. "Jadi Kak Tama nggak keberatan kan kalau kita nggak ...." Quilla menelan ludah dan menatap ke arah ranjang. "Sampai kapan?" "Eh?" "Sampai kapan aku harus menunggu." "Illa nggak tahu." "Kamu harus tahu." "Tapi-" "Harus, Illa." Tama melangkah dan mengelus pipi istrinya. "Aku mengerti jika kamu belum siap. Aku juga tidak akan bersikap 'genit' dan membuatmu tidak nyaman. Aku memahami jika kamu ingin semuanya dimulai dengan perlahan." Ra amalia | 21



✧ Raikantopeni ✧ Tama tersenyum dan Quilla tiba-tiba merinding." Tapi kamu juga harus mengingat, aku seorang pria. Pria berpengalaman. Pria yang kamu juluki tipe pemangsa. Aku punya kebutuhan dan aku sangat tahu cara untuk memenuhinya. Karena itu untuk toleransi yang kuberikan, bukankah kamu juga harus berusaha menunjukkan itikad baik? Jadi, Baahirah Quilla, agar semuanya berjalan lancar, belajarlah menerima semuanya lebih cepat. Aku tahu kamu sangat cerdas dan tidak akan gagal dalam hal ini." Quilla menelan ludah. Sial! Dia mengira telah mengetahui siapa suaminya, tapi ternyata salah besar. Tama tidak seperti yang selama ini lelaki itu tunjukkan. Gadis itu hanya bisa memejamkan mata saat Tama menariknya ke pelukan. "Dan mari kita mulai kesepakatan ini dengan sebuah ciuman tanda saling memahami." Ra amalia | 22



✧ Raikantopeni ✧ Quilla hanya bisa pasrah saat Tama memberi kecupan di keningnya lalu beralih ke bibirnya. ****** Quilla tidak bisa tidur nyenyak karena merasakan sesuatu menindih perutnya. Gadis itu membuka mata dan meraba-raba. Ia menemukan sebuah tangan melingkar di sana. Tangan yang kekar. Quilla hampir memekik jika saja tidak mengingat bahwa tangan itu adalah milik Tama, suaminya. Gadis itu menghela napas. Dalam keremangan kamar ia bisa mihat wajah Tama yang terlelap menghadap ke arahnya. Lelaki itu terlihat nyenyak atau mungkin lelah? Ia menyadari betul telah mengecewakan Tama malam ini. Lelaki itu harusnya bisa menikmati kebersamaan mereka. Namun, Quilla tidak siap. Ada semacam perasaan rendah diri dalam dirinya. Perasaan gugup jika Tama sampai tahu betapa tidak berpengalaman dirinya. Ra amalia | 23



✧ Raikantopeni ✧ Bagaimana jika lelaki itu malah membandingkannya dengan wanita-wanita pada di masa lalunya? Pemikiran itu membuat dada Quilla merasa ditindih. Ia mengenali perasaan ini. Kecemburuan dan rasa tidak aman. Ketakutan untuk dianggap tidak layak dan ditinggalkan. Astaga ... Quilla malah baru menyadari bahwa dirinya tidak sepenuhnya memercayai lelaki yang kini berbaring di sampingnya. Tama adalah seorang pemai handal dalam kisah romantis. Dalam hubungan yanh dijalin selama ini, dia sebenarnya tidak gagal, tapi memilih mengakhiri setelah mendapat pencapaian. Jadi, bagaimana jika sebenarnya Quilla hanya salah satu tantangan saja? Mata Quilla terasa panas. Ia tidak berencana menangis dan membuat lelaki itu terbangun. Jadi yang dilakukannya adalah menyingkirkan tangan



Ra amalia | 24



✧ Raikantopeni ✧ Tama dengan cara sangat pelan lalu turun dari tempat tidur. Quilla mengambil ponselnya lalu beranjak menuju teras cottege yang langsung berhadapan dengan laut. Ia duduk di kursi malas, berpikir sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk menelepon kakaknya. Gadis itu harus melalkukan dua kali panggilan hingga akhirnya terjawab. "Hallo ...." Kak Raiq. Sial! "Hallo, dek? Illa? Kenapa diam saja? Kamu kenapa? Katakan ada apa? Apa si ban serep itu menyakitimu?" Astaga! Quilla hampir lupa betapa protektifnya Raiq pada dirinya. Dan bagaimana kakaknya itu masih menatap Tama sebagai makhluk menyebalkan.



Ra amalia | 25



✧ Raikantopeni ✧ "Katakan pada Kakak apa yang dia lakukan? Apa Kakak perlu menjemputmu?" "Ng-nggak, Kak," jawab Quilla buru-buru. "Suaramu serak?Kenapa serak? Apa kamu habis menangis? Ban serep itu membuatmu menangis?" "Kak, lelaki yang kakak sebut ban serep itu suami Illa sekarang, adik Kak Raiq juga." "Sial!" Meski sangat galau, Quilla memiliki dorongan untuk tertawa saat mendengar umpatan kakaknya. "Illa nggak kenapa-kenapa kok, Kak. Illa cuma kangen Kak Rira." Ada jeda sejenak dan Quilla tahu Raiq pasti tidak terlalu percaya. Lagi pula manusia macam apa yang menelepon keluarganya di tengah malam, pada saat seharusnya menikmati malam pengantin?



Ra amalia | 26



✧ Raikantopeni ✧ "Baiklah. Kakak akan membiarkanmu bicara dengan Qarira. Tapi ingat, jika sesuatu terjadi, jika Tama melakukan hal yang membuatmu menangis, Kakak tidak akan sungkan mengirimnya ke rumah sakit." Quilla sudah memutar bola mata dan siap membela suaminya saat suara Qarira di telepon terdengar. Quilla disergap rasa bersalah saat mendengar kekhawatiran dalam suara kakaknya. "Illa nggak papa kok, Kak. Beneran," ucap Quilla saat mendengar pertanyaan kakakmya yang berulang-ulang. "Lalu ada apa, Dek?" Hanya dalam keadaan seriuslah kakaknya berhenti memanggilnya Kuil dan Quilla tersenyum karena hal itu. "Illa boleh nanya?" "Boleh. Tentang apa?"



Ra amalia | 27



✧ Raikantopeni ✧ "Kak Rira sama Kak Raiq." Quilla mendengar helaan napas Qarira diseberang. "Bukan soal cerita mendetailnya, nggak. Tapi soal yang jauh lebih pribadi." "Dan itu adalah?" "Kak Raiq ada sama Kakak nggak? Illa kan malu kalo di dengar ." "Kak Raiq udah mau keluar. Dia akan ke kamar triple A." "Sayang, celana dalamnya dimana?" "Kecilkan mendengar."



suaramu,



Kak.



Quilla



bisa



"Ah, maaf, tapi ternyata di sana. Di bawah tubuhmu. Kenapa bisa seperti itu ya?" "Kamu tahu jawabannya, Kak." Kuping Quilla terasa panas mendengar obrolan intim kedua kakaknya. Ia bahkan menahan napas saat mendegar suara ciuman sebelum digantikan suara langlah dan diakhiri Ra amalia | 28



✧ Raikantopeni ✧ pintu tertutup. Quilla menyadari baru saja menyela kegiatan malam kedua kakaknya itu. "Maafin Illa, Kak Rira." "Jangan dibahas. Kakak sudah cukup malu kamu mendengarnya. Tapi sekarang Kakak rasa kamu sudah memahami mengapa itu terjadi dan bagaimana bisa terjadi." "Eum, sebenarnya belum." "Apa?" "Illa sama Kak Tama ...." Quilla bahkan tidak sanggup melanjutkan kalimat itu. Ia malu sekali, tapi tau harus berbicara dengan orang yang tepat dan kakaknya adalah orang itu. "Kenapa? Apa kamu ... takut?" Tepat sasaran. Quilla tidak memahami apakah ini karena ikatan bathin atau pengalaman Qarira sebagai perempuan. Yang jelas ia lega karena tidak harus mengungkapkannya terlebih dahulu. "Takut,"ungkap Quilla dengan lirih. Ra amalia | 29



✧ Raikantopeni ✧ "Takut itu wajar, Dek. Untuk gadis yang baru akan mengalaminya, takut, gugup, dam resah itu lumrah. Kamu akan memasuki fase baru. Kakak tahu mungkin secara medis kamu lebih paham, tapi ini menyangkut ikatan. Penyatuan sebagai suami istri, akan menguatkan hubungan kalian." "Iya, Illa ... Illa ngerti, Kak." "Tapi ?" "Nggak cuma itu yang bikin Illa takut." "Lalu apa, Dek?" tanya Qarira dengan sabar. "Illa takut ... nggak bisa mengimbangi Kak Tama." Jeda, dan itu membuat Quilla resah. Kakaknya tidak memberi tanggapan hingga dirinya kembali bersuara, "Kak Tama memiliki pengalaman sedangkan Illa ... Illa cuma ... gadis ...." "Polos?" "Iya, polos dan buta soal hubungan itu." Ra amalia | 30



✧ Raikantopeni ✧ "Polos dan cerdas. Polos dan sangat mampu mengendalikan keadaan." "Kali ini kayaknya nggak bisa, Kak. Dua hal itu nggak membantu dalam kasus ini." "Hei, sejak kapan adiknya Kakak jadi rendah diri?" "Illa cuma ...." "Takut mengecewakannya? paham. Dulu, Kakak juga takut."



Iya,



Kakak



"Takut?" "Takut sama Kak Raiq, meski rasa takut kita karena alasan berbeda. Kamu takut karena Tama memiliki beberapa wanita di masa lalunya yang akan menjadi bahan pembanding. Sedangkan Kakak takut karena Kak Raiq pernah meninggalkan Kakak setelah malam pengantin kami. " Quilla menelan ludah. Kakaknya begitu tepat menangkap keresahannya. Ra amalia | 31



✧ Raikantopeni ✧ "Tapi mereka para lelaki yang mencintai kita," ucap Qarira dengan bijaksana. "Mereka lelaki yang tahu harus berbuat apa untuk mengharhngai dan menghormati apa yang mereka perjuangkan habis-habisan. Raiq dan Tama memang berbeda, tapi Kakak tahu mereka berdua sama jika menyangkut wanita yang diinginkan." "Illa nggak mau Kak Tama nanti tahu Illa payah. Terus Kak Tama akan bosan dan ...." Kalimat Quilla terhenti saat mendengat tawa kakaknya. "Kok Kakak ketawa?" "Oh, maaf, Dek. Tapi mendengar kamu mengkhawatirkan Tama akan bosan sangat menggelikan. Tama berpengalaman dengan perempuan, banyak petulangan. Kamu pikir kenapa dia sampai nekat melamar gadis cengeng, tukang ambekan, oportunis, mata duitan dan sangat cerewet jika tidak karena cinta mati?" Ra amalia | 32



✧ Raikantopeni ✧ "Makasi lho Kak Rira udah kekurangan Illa."



beberin



"Itu bukan kekurangan, itu kelebihamu, Dek. Semua sifat itu jika digabungkan tidak akan membuat seorang lelaki yang mencintai tantangan seperti Tama bisa bosan. Dia bahkan harus menghabiskan waktu seumur hidup untuk belajar menghadapimu." "Kenapa Kak Rira bisa yakin?" "Karena Kakak sendiri, yang sudah menjadi Kakakmu sejak kamu lahir, masih belajar sampai sekarang untuk memahamimu." Suara Qarira terdengar sangat menenangkan. "Dan soal takut pengalamanmu yang kurang, yakinlah, Tama pasti guru yang hebat. Lagian kan adiknya Kakak sangat cerdas, tidak mungkin akan lambat belajar tertutama tentang sesuatu yang berkaitan dengan ... hal menyenangkan." Air mata Quilla tergenang. Kepercayaan Qarira memberi keyakinan baru pada dirinya. Ra amalia | 33



✧ Raikantopeni ✧ Setelah mengobrol selama dua menit kemudian, Quilla menutup panggilan. Ia bangkit dari kursi malas dan bersiap masuk ke ruangan. Namun, saat berbalik, langkahnya terhenti menemukan Tama sudah nersandar di kusen pintu masuk, setengah telanjang dengan senyum menantang. "Kak Tama sejak kapan ada di situ?" tanya Quilla dengan dada berdentam hebat. "Sejak tadi." "Kak Tama nggak dengar kan soal ...." "Alasanmu mengapa meminta waktu untuk penundaan malam pengantin kita?" "Ya Tuhan ...." Tama melangkah mendekati sang istri. Ia berhenti saat berdiri di hadapan Quilla. "Aku bukan guru yang buruk, jadi kenapa kamu harus ragu kalau aku akan gagal mengajarimu untuk mampu mengimbangiku?" Ra amalia | 34



✧ Raikantopeni ✧ Quilla tidak bisa menjawab dan Tama tidak butuh jawaban. Karena lelaki itu sudah menggendong Quilla dan membawanya masuk ke kamar mereka, menuju ranjang pengantin yang menunggu terlalu lama. Ketika tubuhnya di baringkan di ranjang, Quilla merasa akan terkena serangan jantung. Sosok Tama yang dikenalnya di masa lalu berganti lelaki dewasa yang memegang kendali dan kuasa. Quilla menahan napas saat jemari kokoh lelaki itu mulai menurunkan tali lingerie yang dikenakannya. "Kak ...." "Ssttt ...." Tama menekan jari telunjuknya di depan bibir Quilla. "Tidak ada kata, karena kita hanya butuh sentuhan dalam pelajaran ini."Lalu lelaki itu menunduk, menggantikan jari telunjuknya dengan bibir. Dia mencecap kemurnian yang semanis madu dari bibir Quilla. Ra amalia | 35



✧ Raikantopeni ✧ Hasratnya terbakar melebihi apa yang pernah dialami sebelumya. Jemari Tama bergerak, melepaskan segala kain yang menutupi tubuh gadis di bawah di bawah tubuhnya. Lelaki itu terpaku saat akhirnya melihat bagaimana Quilla dalam keadan paling rentan dan murni. "Apa kamu tahu bahwa kamu adalah kutukan paling sempurna yang bahkan tidak ingin kutolak?" "Kutukan?" pertanyaan itu terurai lirih. Quilla merasa ciut sekaligus terbakar saat melihat tatapan Tama yang menelusuri tubuhnya. "Iya, kamu kutukan tanpa mantra yang mengubahku menjadi tanpa daya. Aku jatuh dan tidak ingin bangkit karenamu." Lalu Tama menyentuhnya, di dada, dengan bibir panas yang membuat Quilla menggelinjang. Ra amalia | 36



✧ Raikantopeni ✧ Sementara tangab lelaki itu menyelipkan ke bawah memastikan apakah istrinya sudah siap. Tama tersenyum di dada Quilla sebelum turun dari ranjang. "Jangan tutup matamu, aku ingin kamu melihatku, ini adalah salah satu pelajaran penting tentang saling mengenal ... anatomi." Lelaki itu menyeringai sembari membuka celananya. Dia bisa melihat bagaimana wajah Quilla berubah merah dan gadis itu terlihat siap menangis. Tama kembali ke ranjang, bergabung bersama istrinya. Jemari lelaki itu menyentuh tengah dada Quilla beralih ke perut hingga turun ke tempat yang membuat Quilla terkesiap lagi. "Kamu sudah siap dan kita akan memasuki pelajaran sebenarnya." Lelaki itu kemudian menidih tubuh Quilla, memberikan ciuman di bibir merah yang teris merintih. Dengan saat perlahan lelaki itu membuka kefua paha Quilla, smentara bibirnya bermain Ra amalia | 37



✧ Raikantopeni ✧ untuk membuat gadis itu melayang. Saat merasa istrinya sudah sangat siap, Tama mendorong masuk dengan lembut. Dia bisa merasakan kesiapan Quilla di bibirnya, tapi Tama menolak berhenti. Dia terus membuai Quilla dengan bibirnya sementara tubuhnya bergerak makin cepat, membawa mereka pada kenikmatan yang paling menakjubkan. Saat Tama menggeram dan memberi tekanan terakhir dalam kekuatan penuh, Quilla merasakan sesuatu yang panas memenuhinya. Wanita itu hanya mampu memeluk tubuh sang suami yang masih bergetar setelah mencapai kepuasan. Lama sekali mereka hanya terdiam, menimlkmati momen indah tentang puncak dari penyantuan. Tama mengangkat wajahnya, menemukan Quilla yang masih berusaha mengatur napas. Ada jejak air mata di pelipis gadis itu. "Bagaimana Ra amalia | 38



✧ Raikantopeni ✧ menurutmu?" tanya Tama tentang apa yang telah mereka lalukan. "I-illa nggak tahu." "Tapi aku tahu." Tama mengecup bibir Quilla dengan penuh pemujaan. "Apa yang kulakukan denganmu tadi adalah hal paling menakjubkan dalam hidup. Jadi jangan berpikir aku akan pernah membandingkanmu dengan siapapun, karena kamu tidak tertandingi."



Ra amalia | 39



✧ Raikantopeni ✧



Part 2 "Kamu akan pergi ke peternakan lagi?" "Memangnya nggak boleh?" tanya Quilla yang masih sibuk dengan rambutnya. Quilla ingin membentuk ekor kuda. Ia berencama mengenakan bandana juga. Sebenarnya hari ini Quilla malas keluar, tapi permohonannya pada Yama agar mereka menghabiskan hari libur bersama, berakhir siasia. Lelaki itu akan tetap pergi bekerja dan Quilla kecewa, lagi. "Bukan begitu, tapi apa kamu tidak bisa libur?" "Kak Tama sendiri kapan pernah libur?" Quilla memicingkan mata, menatap sang suami dari Ra amalia | 40



✧ Raikantopeni ✧ cermin. "Seingat Illa terakhir kali Kak Tama bisa libur, ya itu pas kita bulan madu." "Aku bekerja, Quilla." "Terus Illa nggak?" "Aku tahu kamu bekerja, tapi kamu juga seorang istri." "Yang harus tetap di rumah dan menunggu suaminya pulang di jam sembilan malam? Eh salah, malah sering sampai jam 11." "Aku sedang ada proyek." "Kak Tama nggak pernah nggak punya proyek." "Quilla, aku mengatakan hal ini bukan untuk menimbulka permasalahan. Masih terlalu pagi. Aku tidak mau bertengkar." "Ya udah, ayo kita tutup pembahasan ini seperti biasa. Tanpa titik temu." "Quilla ...." Ra amalia | 41



✧ Raikantopeni ✧ "Illa akan nurut, saat Kak Tama sudah mampu memenuhi tanggung jawab Kakak, dan itu nggak cuma materi." ****** Quilla melepas laptopnya. Ia tidak bisa berkomsentrasi. Pertengakarannya dengan Tama tadi pagi, mempengaruhinya hingga sekarang. Tama berangkat bekerja dengan Quilla yang mengunci diri di kamar mandi. Lelaki itu tampaknya menyerah setelah membujuk Quilla berulang kali untuk keluar. Ia ditinggalkan, tapi bukannya memendam kekecewaan, Quilla malah marah pada dirimya sendiri. Bagaimanapun, tindakannya tidak bisa dibenarkan sepenuhnya. Tama tetaplah suaminya. Quilla tidak mau menjadi wanita yang terlalu dikuasi perasaan hingga meninggalkan Ra amalia | 42



✧ Raikantopeni ✧ akal sehat. Merajuk sangat bukan sekarang.



Quilla



Quilla melirik jam di meja kerjanya. Hampir jam sembilan. Quilla tahu harus turun untuk sarapan. Ia tak mau memperumit masalah dengan sakit. Lagi pula, lima menit yang lalu Quilla mendengar suara mobil Bi Prihatna. Quilla sudah menyiapkan dana untuk wanita itu. Quilla menyukai Bi Prihatna. Dia orang yang lucu dan periang. Setidaknya Quilla tidak merasa kesepian jika dirinya datang. Hubungan Quilla dengan Ibu mertuanyapun sangat baik. Hanya saja Quilla yang manja dan ceriwis berbading terbalik dengan Ibu mertuanya yang kalem dan cenderung pendiam. Saat mereka bersama, Quilla-lah yang lebih banyak bicara, dan kadang itu membuatnya merasa seperti kaset rusak. Ra amalia | 43



✧ Raikantopeni ✧ Quilla berjalan dengan perlahan. Ia ingin memberi kejutan pada Bi Peihatna. "Dia jelas salah pilih. Sania lebih baik. Jauhhhh. Sania memang tidak secantik Quilla, tapi setidaknya, dia tahu cara melayani suami. Kakak tidak lihat? Hanya dengannyalah Tama tidak pernah bertengkar. Andai saja Sania lebih berani untuk menolak keinginan Tama, aku yakin meraka masih menjadi suami istri sekarang. Sania mengerti Tama dengan sangat baik, dan Tama helas menyayanginya. Salah, melihat perhatiannya yang begitu besar pada Sania dulu, aku yakin sebenarnya Tama menyimpan perasaan. " Langkah Quilla terhenti. Semangatnya untuk segera memberi kejutan sirna. Suara yang dikenalnya itu membuat Quilla membeku di tempat. "Kakak harus bicara pada Tama. Dia anak lelaki paling besar. Salah memilih pasangan akan Ra amalia | 44



✧ Raikantopeni ✧ berdampak tidak hanya pada dirinya. Tapi juga keluarga besar. Menantu yang manja, tidak berguna. Lagi pula kalau mau menikah lagi, kenapa Tama tidak kembali pasa Sania? Aku yakin Sania masih menyimpan perasaan. Dia tidak menikah sampai sekarang." "Jangan bicara macam-macam, Dek." "Lebih baik bertindak sekarang dari pada terlambat. Toh dia belum hamil kan? Tapi mengingat tingkahnya yang tidak bisa diam dan hobinya bergaul dengan hewan, wajar dia sulit hamil. Tama memang benar-benar payah. Tertipu wajah. Salah melihat kualitas pasangan." Salah melihat kualitas pasangan? Quilla tercengang mendengar suara Bibi Prihatna. Adik dari ibu mertuanya itu selama ini terlihat sangat baik di depannya. Namun, apa yang didengar barusan adalah pemberitahuan jelas bahwa semuanya hanya kemunafikan belaka. "Pri, jangan bicara besar-besar." Ra amalia | 45



✧ Raikantopeni ✧ "Kenapa? Kata Kakak dia masih tidur." "Memang. Dia kelelahan." "Kelalahan bagaimana? Sejak pulang bulan madu yang dikerjakan hanya bermain-main saja." "Dia bekerja, Dek." "Dia kan tidak perlu bekerja. Tama bisa menjamin hidupnya. Wanita lebih baik di rumah. Kakak saja yang menikah hampir empat puluh tahun, mana pernah bekerja? Kak Arif menjamin hidup Kakak. Sama seperti Tama pasti bisa menjamin hidup menantu Kakak itu." "Kakak dan Quilla berbeda, Dek. Dia sekolah yang tinggi. Ilmunya harus diamalkan." "Kan di rumah bisa, Kak? Memangnya harus keluar dari pagi sampai sore? Sampai rumah tidak terurus begitu? Suami tidak diperhatikan?" "Dek ...." "Aku sudah gemas melihat tingkahnya. Sebulan ini mana pernah dia masuk dapur? Dia Ra amalia | 46



✧ Raikantopeni ✧ memang dari keluarga kaya. Tapi keluarga kita juga. Harusnya dia tahu adab jadi menantu. Jangan berlagak menatang-mentang suaminya cinta." Quilla kembali tercengang. Ini kali pertama dia mendengar ada orang yang bisa berkata begitu kejam pada dirinya. Dan orang itu kini menjadi keluarganya. "Lagi pula berapa sih uang didapatkan dari mengurs hewan-hewan punya kakak iparnya? Palingan itu hanya membantu saja. Mana ada orang dibayar pada keluarganya? Aku yakin, Kak. Menantumu itu memang model wanita yang suka kelayapan. Tidak betah di rumah." Cukup sudah. Quilla penasaran bagaimana rupa dari Bi Prihatna jika tahu bahwa dirinya telah mendengar semua. Wanita itu masuk ke dapur, hingga membuat Bi Prihatna yang hendak Ra amalia | 47



✧ Raikantopeni ✧ kembali bicara langsung terdiam. Wanita itu jelas terkejut luar biasa. Wajahnya memucat. "Eh, Nak. Kamu sudah bangun?" Pertanyaan dari ibu mertuanyalah yang membuat Quilla berhenti menatap Bibi Prihatna. "Iya, Bu. Sebenarnya Illa tidak pernah tidur sejak Kak Tama berangkat bekerja." "La-lalu kenapa kamu tidak turun untuk sarapan, Nak?" "Ila masih ada pekerjaan. Illa harus membuatkan laporan vitamin serta vaksin untuk sapi-sapi Kak Raiq." Quill menarik kursi, lalu duduk persis di seberang Bibi Prihatna. Quilla melihat bolu buatan Kak Qarira yang dititipkan untuk mertuanya kemarin, sudah tersaji bersama dengan dua cangkir teh. Sebenarnya Quilla tidak suka membahas pekerjaaannya bersama sang mertua. Namun, kali ini berbeda, dianggap sebagai istri tidak Ra amalia | 48



✧ Raikantopeni ✧ bertanggung oleh wanita yang hanya sering meminta-minta pada kakaknya, membuat Quilla geram. "Peternakan Kakak Iparmu perkembangannya bagaimana, Nak?" Quilla terkejut melihat Bibi Prihatna yang begitu cepat memasang wajah ramah kembali. Jika melihat ekspresinya sekarang, maka tak akan ada yang menyangka bahwa wanita itu baru saja menjelek-jelekkannya di belakang. "Baik, Bi. Permintaan untuk daging sapi Kak Raiq meningkat. Bahkan karena sudah memenuhi kualitas ekspor, dagingnya akan mulai didistribusikan ke ibu kota." "Wah ... hebat sekali!" Quilla yakin pujian itu tidak tulus. Bagaimanapun, suami dari Bi Prihatna juga seorang peternak. Bedanya dia sering gagal dengan hutang modal menumpuk sebagai tanggungan. Ra amalia | 49



✧ Raikantopeni ✧ Quilla juga tahu, bahwa beberapa kali Bibi Prihatna meminjam pada mertuanya. Bahkan dua modal terakhir keluar dari dompet Tama. Dan perempuan inilah yang malah menghina pekerjaan Quilla. "Iya, Kak Raiq memang hebat. Dia bertangan dingin, pekerja keras, dan tidak pantang menyerah." Quilla tersenyum karena tahu cara membalas Bi Pratna. "Kak Raiq juga orang yang sangat bertanggung jawab. Selalu melihat kesempatan sekecil apapun dan tidak segan untuk turun tangan. Meski dia pemilik modal tunggal, tapi Kak Raiq tidak mau hanya ongkangongkang kaki." Sikap malas suami Bi Prihatna sudah terkenal. Dia memiliki rencana-rencana besar, tapi dalam eksekusi sering tidak turun tangan. "Kak Raiq bilang, keberhasilan sebuah usaha tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan juga Ra amalia | 50



✧ Raikantopeni ✧ modal pemiliknya, tapi etos kerjanya. Percuma memiliki modal besar, jika tidak bisa memberi contoh pada karyawan. Kak Raiq bilang banyak pengusaha yabg omongannya besar, tapi hasil kerja nol." Untuk kalimat yang terakhir Quilla berbohong. Yardhan Sakha Raiq, tidak pernah sempat mengurus apalagi membicarakan orang lain. Lelaki itu juga pantang melakukannya. Namun, Quilla belum selesai. Ia belum puas membalas. "Selain itu Kak Raiq memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Dia selalu berusaha mensejahterakan karywannya. Karena Kak Raiq tahu, usaha yang besar juga hasil dari dedikasi orang-orang yang membantunya. Kak Raiq bilang, Pengusaha yang pelit itu rizkinya tidak berkah. Bahkan bisa jadi gulung tikar. Illa lihat memang benar sih. Dan Illa yakin Bibi juga tahu kan



Ra amalia | 51



✧ Raikantopeni ✧ berapa banyak pengusaha bermulut besar, tapi gagal?" Muka Bibi Prihatna sudah semerah tomat. Sementara mertua Quilla tampak seperti menelan batu. Sungguh, Quilla tak enak hati telah membuat Ibu mertuanya berada dalam posisi sulit, hanya saja Bibi Prihatna perlu diberi pelajaran. "Oya, Bu. Kak Tama bilang Bibi Prihatna pagi ini datang untuk meminjam uang lagi ya?" tanya Quilla yang membuat mertuanya mengangguk gelagapan. Tampak sekali ibu mertuanya terkejut. Tama memang kurang perhatian, tapi dalam masalah materi, di sangat terbuka pada sang istri. "Kak Tama tidak sempat mengurus ke Bank. Ada kalien penting yang akan datang ke hotel. Tapi Illa punya dana. Itu uang pribadi Illa hasil dari main-main sama sapi Kak Raiq. Illa yakin bisa buat bantu suami Bi Prihatna modal lagi." Ra amalia | 52



✧ Raikantopeni ✧ "Oh ... Ibu juga punya dana, Nak. Tapi memang belum sempat menarik ke Bank." "Kak Tama bilang, dana Ibu itu sudah ada yang diniatkan. Jangan dipakai, Bu. Lagipula Illa sudah tarik kemarin, Bu. Karena kebetulan Kak Tama memberitahu Illa dua hari sebelumnya. Illa pulang telat dari kemarin untuk mengurus penarikan dana ini." Quilla kembali menatap Bibi Prihatna yang terlihat siap meledak karena marah dan malu. Mungkin wanita itu merasa harga dirinya baru saja dirobohkan anak kecil. "Tapi Illa harap ada perjanjian hitam di atas putih. Karena ini uang pribadi Illa, bukan dana dari Kak Tama yang biasa Bibi pinjam dan tidak dikembalikan. Kalau Bibi setuju, Illa akan kasi uangnya sekarang. Gimana?" ******



Ra amalia | 53



✧ Raikantopeni ✧



Part 3 Quilla melepas topi, dan menggunakannya untuk mengipas bagian wajah. Wanita itu berkeringat. Meski berada di daerah pegunungan, tapi ia melakukan pekerjaan ekstra hari ini. Tidak hanya memberi vaksin untuk sapi-sapi, Quilla juga membantu mengangkut pakan bersama pekerja yang lain. Bahkan saat proses itu selesai, Quilla mengajak triple A untuk pergi ke kandang salah satu induk sapi yang akan melahirkan. Setelah melakukan tour beresiko itu, Quilla kini duduk kecapean di samping kakaknya. Ia memang terlau nekat membawa tiga bocah lucu itu kekandang sapi, mereka sangat riuh dan tidak bisa diam. Beruntung tidak ada insiden hampir Ra amalia | 54



✧ Raikantopeni ✧ ditendang binatang seperti yang terjadi di kandang kuda dua minggu yang lalu. "Lelah?" Quilla menggeleng. "Cuma berkeringat. Anakanak Kakak tidak bisa diam." "Keponakanmu," balas Raiq. "Yang mengikuti tingkahmu." "Memangnya Illa kenapa? Illa kan hanya melakukan tugas. Membawa mereka itu bonus." "Kamu tahu mereka tidak bisa diam, dan sekarang kamu kewalahan." "Itu tadi menyenangkan, Kak." Quilla nyengir. Meski lelah, setidaknya dia sangat senang. Triple A membuat mood Quilla yang hancur sejak tadi pagi, mulai membaik. "Kita harus bersiap untuk proses kelahiran sapi nomor 9, 16 dan 21. Melihat kondisinya, sepertinya jarak yang untuk proses kelahiran tidak akan lama dan



Ra amalia | 55



✧ Raikantopeni ✧ berdekatan. Semoga saja tidak di hari yang sama." "Jikapun di hari yang sama, kamu tidak perlu kahwatir. Kakak akan mendatangkan tenaga bantuan yang lain." "Tidak boleh. Sapi-sapi Kakak itu temanteman Illa. Mereka tidak akan mau dibantu pihak lain saat melahirkan. Apalagi kalau dokternya pria. Wanita cenderung tidak nyaman. Proses melahirkan itu rentan dan emosional untuk perempuan." "Illa mereka hanya sapi." "Kak Raiq, mereka juga perempuan. Calon ibu baru. Coba Kak Raiq tanya sama Kak Rira, gimana sulitnya menjadi ibu baru." Tatapan Raiq mengikuti arah pandang Quilla, dimana Qarira kini baru saja turun dari sepeda dengan sebuah keranjang piknik di tangan.



Ra amalia | 56



✧ Raikantopeni ✧ Rambut Qarira diikat dengan gaya side ponytail. Ibu tiga anak itu terlihat sangat segar sekaligus anggun. Yang Quilla tak sadari bahwa tatapan Raiq berubah membara. Dia menahan diri untuk tetap bersikap normal. Qarira terlihat sangat menggoda dan Raiq terangsang hebat. Raiq menoleh sebentar ke arah belakang, tempat pondok yanh dijadikan kantor berdiri. Dia tahu bahwa pondik itu tengah kosong memgingat semua pekerja berada di pos masingmasing. Otak Raiq bekerja keras memikirkan cara agar bisa menyeret Qarira ke sana. Raiq menelan ludah susah payah saat melihat Qarira dikelilingi ketiga anak mereka yang berebutan ingin dipeluk. Wanita itu tertawa. Suaranya sangat merdu dan kebahagiaan yang terpancar, membuat Qarira terlihat sangat cantik luar biasa. Ra amalia | 57



✧ Raikantopeni ✧ "Awas, nanti netes." Quilla cekikikan melihat Raiq yang terlalu fokus pada Qarira. "Kalian udah nikaah lama sekali. Punya anak banyak, tapi kenapa Kak Raiq masih saja dimabuk asmara?" "Memangnya bisa tidak?" "Maksud Illa, kan waktu bisa merubah perasaan. Yang menggebu-gebu menjadi biasa saja." "Tidak juga. Saat benar-benar mencintai seseorang, waktu tidak sehebat itu untuk mengubah perasaanmu. Sama seperti waktu yang tidak bisa menghilangkan sikap menggebugebu kami." Ucapan Raiq membuat hati Quilla tercubit. Tama memang menggebu-gebu, tapi saat mereka berada di ranjang. Selebihnya, Quilla merasa tidak terlalu diperhatikan. Suaminya sangat sibuk, dan semakin hari, Quilla merasa dinomorduakan. Ra amalia | 58



✧ Raikantopeni ✧ Padahal Raiq juga sangat sibuk. Namun, Quilla menjadi saksi bagaimana lelaki itu tetap memperhatikan keluarganya. Sejujujurnya Quilla sangat iri. "Sedang membicarakan apa?" tanya Qarira yang telah sampai di tempat mereka duduk. "Membicarakanmu," jawab Raiq yang membantu sudah berdiri ddan langsung menciun kening sang istri. "Aromamu enak." "Aku membawa makanan." "Bagaimana jika termasuk makanannya." Qarira menyikut rusuk suaminya malu-malu. Semakin dibiarkan, maka pria itu akan menjadijadi. "Kalian bicara tentang apa?" Quilla memilih bertanya pada Quilla yang mendongak menatap mereka. "Tentang Kak Rira yang beruntung," jawab Quilla singkat dan sendu. Ra amalia | 59



✧ Raikantopeni ✧ "Maksudnya?" "Illa mau main sama triple A. Kan sebentar lagi mau pulang. Oya Kak Rira, jangan buatin Kak Raiq kopi lagi, tadi Kak Raiq sudah minum." Quilla kemudiam segera berlari menuju tempat keponakan-keponakannya berada. "Minum kopi sore lagi?" tanya Qarira sebal. Ia yang baru hendak duduk langsung di tahan Raiq. "Kita ke dalam." "Apa? Tapi-" "Letakkan saja di sini." Raiq meletakkan keranjang piknik Qarira di rumput lalu menarik tangan wanita itu agar mengikutinya menuju pondok. "Raiq, ada masalah apa?" tanya Qarira heran karena Raiq menutup dan mengunci pintu ruangannya dengan tergesa. Raiq membawa telapak tangan Qarira menuju arah tengah tubuhnya, kemudian berkata, "Ini. Ra amalia | 60



✧ Raikantopeni ✧ Melihatmu membuatnya bangun. Aku tidak tahan lagi." "Ya Tuhan ... tapi-" "Kumohon, Rira. Aku berjanji kita akan cepat." Raiq puas karena Qarira tidak membantah. Lelaki itu menangkup pipi istrinya kemudian melumat bibir wanita itu. Ciuman mereka begitu panas, tapi Raiq tahu tak punya banyak waktu. Jadi ia langsung membalik tubuh Qarira dan mendesakknya di pintu. Raiq menurunkan celananya dengan tergesa, kemudian mengangkat dress sang istri. Setelah memurunkan pelindung Qarira, Raiq melebarkan kaki wanita itu sebelum kemudian meluncur masuk. Rasanya luar biasa hangat dan ketat. Raiq menggeram di bahu istrinya.



Ra amalia | 61



✧ Raikantopeni ✧ "Aku suka karena kamu selalu siap," bisik Raiq sambil menjilati telinga Qarira. Lelaki itu kemudian bergerak. Memompa. Merasakan hentakan tubuh mereka dan kesiap Qarira. Rasa perih dan nikmat bercampur menjadi satu. Qarira menggigit bibirnya, menahan isakan karena kenikmatan. Tangannya yang bertumpu pada pintu semakin erat setiap Raiq mendesak makin dalam. Qarira menggelinjang puas ketika merasakan Raiq meledak dalan dirinya. Lelaki itu memenuhinya dan khangatan meleleh diantara kaki Qarira. ***** Suara ponselnya berbunyi untuk kesekian kalinya sore ini. Tama memang rutin menghubunginya, tapi itu di saat jam makan Ra amalia | 62



✧ Raikantopeni ✧ siang, atau nanti malam saat lelaki itu akan menjemputnya pulang. Quilla yang tengah asyik bermain dengan para keponakannya, memilih untuk mengambil jarak, sebelum kemudian mengangkat telepon dari suaminya. "Hallo?" "Kamu dimana?" Quilla heran karena nada Tama yang agak meninggi dan tidak mengucapkan salam terlebih dahulu. Apa lelaki itu masih kesal karena seharian ini Quilla mengabaikan teleponnya? "Peternakan," jawab Quilla singkat. "Belum pulang?" "Ini baru jam empat." "Aku akan menjemputmu." "Nggak bisa. Illa belum mau pulang." "Tapi kita harus bicara. Ini penting." Ra amalia | 63



✧ Raikantopeni ✧ "Soal apa?" "Kita bicarakan saat bertemu." "Kalau penting harusnya Kak Tama langsung ngomong. Jangan ditunda." "Bisa tidak kamu jangan mendebat dan membantah, sekali saja?" Quilla cukup terkejut dengan nada keras suaminya. "Oke, Kak Tama bisa jemput Illa." Lalu Quilla mematikan telepon. ***** Perjalanan pulang itu terasa berat sekali. Tama hanya beramah tamah dengan Raiq dan Qarira, tapi irit sekali bicara pada Quilla. Lelaki itu bahkan tak mencium keningnya, seperti yang biasa dilakukan. Mereka baru menikah satu bulan, tapi Quilla merasa sangat asing dengan suaminya. Ra amalia | 64



✧ Raikantopeni ✧ "Jangan suka mematikan telepon tanpa salam terlebih dahulu. Itu tidak sopan." "Kak Illa juga tidak mengucapkan salam saat menelepon." "Aku akui salah, tapi apakah kamu harus selalu mendebat?" "Oh jadi Kak Tama akhirnya mau ngomong cuma buat mengkritik Illa?" "Kenapa kamu selalu menganggapnya kritikan. Itu sebuah nasihat. Dan sudah tugasku sebagai suami mengjarimu adab." "Jadi menurut Kak Tama, Illa nggak punya adab?" "Quilla, kamu wanita cerdas. Jangan membuat setiap percakapan menjadi bias." "Setiap? Wah, Illa nggak menyangka kalau di mata Kak Tama, ternyata Illa seperti itu." Ra amalia | 65



✧ Raikantopeni ✧ Quilla cukup terkejut saat Tama tiba-tiba memberhentikan mobilnya di sisi jalan. Perjalama mereka melewati area pegununagan yang masih berupa hutan di pinggir jalan. Saat sore menjelang maghrib seperti ini sangat jarang ada mobil yang lewat. "Ada apa sebenarnya, Quilla? Kenapa kamu bertingkah seperti ini? Hari ini kamu membuat ulah yang tidak bisa ditoleransi." "Membuat ulah?" "Arrogan dan suka menyakiti." "Apa?" "Bi Prihatna menelepon dan bilang kamu memintanya membuat surat perjanjian. Apakah itu tidak berlebihan? Nominal uang itu tidak terlalu besar untuk membuatmu sampai menghinanya?" Quilla geram luar biasa. Rupanya Bibi jelmaan ular itu telah meracuni otak suaminya. "Dan Kak Ra amalia | 66



✧ Raikantopeni ✧ Tama nggak bertanya kenapa Illa melakukan itu?" "Aku tidak melihat melakukannya."



ada



alasan



kamu



"Benar, tidak melihat," balas Quilla sengit. "Jika kamu begitu takut uangmu tidak dikembalikan, seharusnya kamu memberitahuku. Kamulah yang menawarkan diri, sekarang kamu malah menjadikannya menghina keluargaku?" "Keluargaku?" "Iya." "Bagus. Kak Tama sudah memperjelas status Illa di mata Kakak." Quilla langsung keluar dari mobil. Tangannya terkepal di sisi tubuh, matanya memanas. "Quilla tunggu. Kamu mau kemana? Ayo pulang!"



Ra amalia | 67



✧ Raikantopeni ✧ "Illa nggak akan pulang. Kak Tama nggak bisa memaksa Illa!" teriak Quilla dengan suara pecah. "Memaksa? Kamu memang harus melakukannya. Saat kuminta pulang, kamu harus pulang." "Kalau Illa tidak mau?" "Kamu harus mau, karena itulah yang dilakukan istri. Taat pada suaminya." "Benar, tapi dilakukan jika suaminya pantas mendapat ketaatan itu." "Apa maksudmu?" "Kak Tama nggak berhak mendapatkan itu." Matanya mulai berembun dan dadanya sesak oleh emosi. Quilla terluka. Ia ingin menjauh dari Tama dan menghilang. Kekecewaan di mata lelalki itu saat menatapnya, membuat Quilla merasa rendah diri dan gagal. Ra amalia | 68



✧ Raikantopeni ✧ Perasaan baru dan sangat asing yang dulu tak pernah dirasakannya sebelumnya. Tama dan keluarganya telah berhasil membuat kepercayaan diri Quia runtuh. Quilla memekik saat tiba-tiba tubuhnya dibalik. "Apa



maksudmu?!"



"Lepas!" "Jangan kekanak-kanakan? Ini hampir gelap kamu pikir mau kemana?" "Bukan urusan Kak Tama!" "Aku suamimu!" "Nggak! Illa nggak mau Kak Tama jadi suami Illa lagi." Rupanya ucapan Quilla barusan salah total. Karena ekspresi Tama berubah menjadi kejam. Lelaki itu langsung memanggul Quilla. Ra amalia | 69



✧ Raikantopeni ✧ Mengabaikan pemberontakan wanita itu, Tama membuka pintu mobil belakang, dan bisa dikatakan membanting Quilla di kursi penumpang. Kepala Quilla pening dan punggungnya sakit. Namun, rupanya itu penderitaan yang belum selesai. Karena begitu pintu mobil terbanting tertutup, Tama sudah berada di atas Quilla. Lelaki itu memaksakan diri pada istri. Mengabaikan jerit dan tangis Quilla, agar Tama menghentikan siksaaanya.



Ra amalia | 70



✧ Raikantopeni ✧



Part 4 "Nggak mau!" Quilla menampar Tama yang ingin menciumnya. Lelaki itu terlihat berang hingga mencengkeram rahang Quilla dan melumat bibir sang istri. Quilla merapatkam bibir, sesuatu yang membuat Tama tak hilang akal. Lelaki itu menggigit bibir bawah Quila hingga membuat wanita itu membuka mulut karena terkejut. Kesempatan yang tak di lepaskan Tama. Lidahnya menelusup masuk. Quilla memukul-mukul bahu Tama dengan marah. Lelaki itu semakin menekan tubuhnya pada tubuh Quilla, ssementara tangan kirinya turun ke area pribadi sang istri. Tama menggosok-gosikkan jarinya dari balik celana yang Quilla gunakan. Ra amalia | 71



✧ Raikantopeni ✧ Quilla merasa akan mati kehabisan napas saat Tama melepaskan ciumannya. Ciuman lelaki itu turun ke leher Quilla sementara tangannya kini meremas dada sang istri. Quilla mendorong Tama dan menjambak rambut lelaki itu agar melepaskannya. Sesuatu yang membuat Tama makin marah. Penolakan Quilla atas sentuhannya tak bisa diterima Tama. Mengandalkan bobot tubuhnya untuk menahan Quilla, tangan Tama meraih setbelt. Wanita di bawah tubuhnya itu perlu diberi pelajaran agar patuh. "Nggak mau! Lepasin Illa!" Quilla meronta saat Tama mengikat tangannya dengan sabuk pelindung. Bobot tubuh lelaki itu yang menindihnya membuat Quilla kesulitan bergerak. Quilla berusaha menendang, tapi posisi Tama yang sudah berada di antara pahanya membuat Quilla kesulitan melawan. Ra amalia | 72



✧ Raikantopeni ✧ Quilla menjerit saat Tama menurunkan celananya. Lelaki itu benar-benar menelanjangi baguan bawah tubuh sang istri. Quilla berusaha merapatkan pahanya, tapi Tama mencengkeram lutut wanita itu agar tetap terbuka. "Kak Tama jangan. Kak Tama jangan gini. Udah. Illa nggak sanggup. Udah. Illa sakit, Kak." Namun, Tama yang terbutakan amarah tak menghiraukan Quilla. Lelaki itu telah membebaskan dirinya sebelum kemudian mengarahkan diri, memasuki Quilla yang terus memohon belas kasihan lelaki itu. Quilla menjerit penuh derita. Rasa sakitnya tidak hanya bersumber dari sentuhan Tama yang membabi buta, tapi karena harga dirinya yang terkoyak. Setiap gerakan Tama, geraman lelaki itu, hembusan napasnya, menimbulkan rasa marah dan kekecewam dalam diri Quilla. Ra amalia | 73



✧ Raikantopeni ✧ Ini tidak sekedar persetubuhan dan hukuman, ini pelecehean. Tama bergerak semakin cepat. Tangannya mencengkeram pinggul Quilla untuk mengimbangi gerakannnya yang menuju puncak kenikmatan. Saat Tama meledak dalam dirinya, Quilla memejamkan mata, meresapi rasa sakit yang akan dirinya balaskan. Tama harus membayar semua luka yang dialami Quilla hari ini. Tama rubuh di atas tubuhnya. Lelaki itu berpeluh dengan suara napas berat dan geraman. Tama mendorong beberapa kali untuk menyelesaikan yang tersisa. Aroma Tama setelah percintaan mereka adalah hal yang disukai Quilla dulu. Namun, kini wanita itu merasa tak sanggup berdekatan dengan suaminya lagi. Saat Tama memisahkan tubuh mereka, Quilla segera merapatkan pahanya. Sisa yang Ra amalia | 74



✧ Raikantopeni ✧ ditinggalkan Tama dalam tubuhnya membuat Quilla bergidik. Quill menatap bagian tubuhnya yang masih terbuka dengan perasaan hancur. Tatapannya kemudian diarahkan pada tangannya yang masih terikat. Kenapa bisa terjadi? Kenapa dirinya mengalami hal ini? Pertanyaan demi pertanyaan berulang-ulang di kepala Quilla.



muncul



Ia baru saja diperkosa. Lelaki yang dicintainya telah melecehkannya sedemikian rupa. Rasanya Quilla ingin meraung kembali, tapi tenaganya sudah habis. Dia tak bisa mengembalikan menit-menit terakhir sebelum Tama menghancurkannya. Tama tetap tidak berbicara. Lelaki itu duduk dengan pandangan lurus ke dapan setelah Ra amalia | 75



merapikan wajahnya.



✧ Raikantopeni ✧ diri. Berbagai emosi



melintasi



Menyesalkah dirinya? Quilla tidak peduli. Saat Tama akhirnya melepaskan ikatan tangan Quilla, air mata wanita itu telah kering. Tama sedikit terkejut melihat Quilla yang tidak langsung menyerangnya. Quilla mengenakan kembali celananya dengan tergesa. Tubuh wanita itu bergetar. Ia kemudian memasang seatbelt yang tadi digunakan Tama untuk mengikat tangannya. Quilla membuka ikatan rambutnya, membentuk tirai agar tak dilihat suaminya. Tama tahu bahwa pembicaraan tidak akan berguna setelah apa yang terjadi barusan. Lelaki itu kembali ke balik kemudi, kemudian menjalankan mobilnya.



Ra amalia | 76



✧ Raikantopeni ✧ Namun, lelaki itu tak menuju rumah. Melainkan hotelnya. Dia membutuhkan tempat dimana bisa berbicara dengan sang istri tanpa gangguan. Tama mengambil sebuah kamar di lantai tiga. Quilla yang menolak uluran tangannya semenjak turun dari mobil, ikut masuk tanpa berbicara. "Mandi dan istirahatlah. Kakak akan turun mencarikanmu pakaian ganti dan memesankan makanan." Tidak ada jawaban. Quilla hanya berdiri kaku di dekat ranjang. Wanita itu seperti binatang terluka yang waspada pada ancaman. Ia mengunci mulut, tapi matanya mengikuti gerakgerik Tama seolah lelaki itu akan kembali menyerangnya. "Kakak keluar dulu." Quilla masih tak merespon. Namun, saat sang suami akhirnya menutup pintu, Quilla segera mengeluarkan ponsel dari tasnya. Ia berusaha Ra amalia | 77



✧ Raikantopeni ✧ menghubungi Raiq. Quilla harus segera menyelamatkan diri dari neraka yang berkobar di sekelilingnnya. ***** "Ayah, Kakak jadi manusia salju!" Abizar merentakangkan tangannya yang telah dipenuhi busa. "Abang juga. Abang kakek tua. Cu ... minta permen!" Raiq tergelak menyakasikan si tengah yang membentuk sebuah jenggot dengan busa di dagunya. "Dek, Kakek-kakek mintanya kopi bukan permen," tegur si sulung pada Abizard. "Tapi kan Kakek sering minta permen sama Bunda. Abang sering liat, Kak. Kakek minta Bunda jangan bilang-bilang Nenek."



Ra amalia | 78



✧ Raikantopeni ✧ "Soalnya Nenek nggak mau Kakek sakit. Nanti gigi Kakek sakit." "Tapi Kakek tetep aja Kakek, Kak Abi. Kan Abang jadi nggak salah." "Tapi Ayah juga nanti jadi Kakek. Ayah suka kopi. Lagian Kakek yang lian sukanya kopi." Raiq tertawa terbahak-bahak melihat Perdebatan kedua putranya. Dia sedang membawa kedua makhkuk itu berendam air panas. Setelah sibuk bermain seharian kedua bocah itu terihat seperti korban bencana alam. Tubuhnya penuh debu dan lumpur. Rambut mereka keras karena tanah, bahkan ada dedauanan terselip di sana. Kini kedua putranya sedang bermain dengan busa. Setelah membersihkan diri dulu di shower dan saling menggosok punggung, Raiq membawa keduanya untuk menikmati hangatnya air di tengah cuaca pegunungan yang dingin. Ra amalia | 79



✧ Raikantopeni ✧ Si cantik Abia sendiri sudah mandi bersama sang bunda. Terakhir mereka sibuk di dapur menyiapkan makan malam. Qarira membuat cake wortel yang membuat mereka semua tidak sabar. "Sekarang ayo kita bilas. Bunda pasti sudah selesai memasak. Kalian tidak mungkin melewatkan sup ayam dan cake wortel Bunda kan?" Teriakan antusias kedua bocah itu kembali membuat Raiq tergelak. Dia membantu keduanya membersihkan diri. Putra-putranya termasuk anak yang sangat mandiri. Mereka langsung mengenakan baju yang telah disediakan sang bunda. Meski untuk area punggung, Raiq harus membantu mengoleskan minyak hangat dan bedak agar harum.



Ra amalia | 80



✧ Raikantopeni ✧ Malam ini mereka mengenakan baju tidur kembar lagi. Raiq meminta mereka menuju dapur terlebih dahulu, karena harus berpakaian. Dia baru saja mengancing celana jinsnya saat teleponnnya berbunyi. Dari Quilla. Raiq belum sempat mengatakan hallo saat suara tangis Quilla di seberang terdengar. Wanita itu meminta dijemput ke hotel suaminya dan mengancam akan pergi jika Raiq tidak melakukannya. Raiq menutup telepon dan segera meraih kunci mobil. Dia tahu bahwa Quilla tidak mainmain. Sesuatu yang buruk pasti terjadi hingga membuat Quilla sepanik itu. Qarira yang masuk ke kamar untuk memanggilnya makan malam terkejut melihat wajah kalut sang suami. "Ada apa? Kamu mau ke mana?" "Menjemput Quilla." Ra amalia | 81



✧ Raikantopeni ✧ "Quilla? Ada apa dengan anak itu?" "Aku tidak tahu, tapi aku yakin bukan hal yang bagus." Kejujuran Raiq membuat Qarira panik. "Apa maksudmu?" "Dia menangis. Histeris." "Ya Tuhan." Kini Qarira-lah yang panik. Quilla adalah orang yang sangat anti bereaksi berlebihan. Jika sampai histeris maka sudah pasti adiknya itu mengalami suatu hal yang mengguncang. "Bu-bukankah tadi dia pulang bersama suaminya? Apa suaminya kecelakaan?" "Aku tidak tahu, Rira. Tapi kamu harus tenang." "Bagaimana aku bisa tenang? Kamu saja terlihat panik." "Oke, aku tenanglah."



tidak



akan



Ra amalia | 82



panik,



sekarang



✧ Raikantopeni ✧ "Raiq ...." "Aku yakin ini bukan tentang kecelakaan. Jika sampai terjadi kecelakaan, maka Quilla tak mungkin meninggalkan suaminya. Kamu paham kan?" Qarira mengangguk bertengkar?"



pelan.



"Mereka



...



"Entahlah, tapi yang pasti aku harus ke sana untuk memastikannya. Quilla terlalu kalut untuk diminta menggunakan akal sehat saat ini." "Baiklah, aku mengerti." "Tolong jangan beritahu Bunda dan Ayah." "Tidak akan. Aku tidak mau membuat mereka khawatir." "Istri pintar." Raiq mencium kening Qarira. "Dan soal makan malam, bisakah kamu mencari alasan untukku pada anak-anak? Aku tidak ingin mereka kecewa." "Tenanglah. Aku bksa mengaturnya." Ra amalia | 83



✧ Raikantopeni ✧ "Terima kasih, Sayang." "Berhati-hatilah. Kumohon." "Tentu. Aku juga ingin tetap bisa pulang dan memelukmu. " Raiq menghujani Qarira dengan ciuman. Saat akhirnya sang suami meningggalkan rumah, Qarira kembali ke dapur dan menghadapi tiga pasang mata yang kini menatapnya penasaran. "Ayah pergi ke mana, Bunda?" tanya Abizar yang penuh rasa ingin tahu. "Abia dengar suara mobil Ayah. Kok Ayah pergi? Kita kan mau makan bareng. Bia udah siapin piring Ayah." Qarira mengelilingi meja makan untuk menciumi anak-anaknya satu persatu. "Ayah harus pergi sebentar, Sayang. Ayah menitip salam dan permintaan maaf tidak bisa berpamitan." Ra amalia | 84



✧ Raikantopeni ✧ "Jadi Ayah nggak bakal maem sama kita? Perginya lama ya, Bunda?" Kali ini Abizard bertanya, dengan raut wajah kecewa. "Ayah sangat ingin ikut makan. Kan Ayah yang paling semangat pulang tadi. Tapi Ayah ada yang harus diurus." "Terus kenapa Ayah pergi? Nanti sup ayamnya nggak anget lagi Bunda." "Bia Sayang, Ayah pergi buat jemput Bibi Illa." "Bibi mau nginep?" tanya si tengah antusias. "Iya, sepertinya begitu." "Hore!" Ketiga bocah itu berteriak gaduh di meja makan. "Sayang ... udah. Piringnya jangan dipukul, nanti pecah." Qarira kini sudah duduk di kursinya dan mulai mengisi piring anak-anaknya dengan makanan. "Makannya nanti aja Bunda. Tungguin Ayah pulang," usul si bungsu. Ra amalia | 85



✧ Raikantopeni ✧ "Iya. Nanti makannya rame-rame sama Bibi Illa juga, seru!" "Nay ... nay ... nay ...." Qarira menggeleng sembari menyerahkan piring untuk pada Abia. "Ayah pulangnya masih lama dan berpesan kalian tidak boleh telat makan." "Tapi Bunda ...." "Kasihan makannya sudah ada di piring. Kalau dingin kan kurang enak. Kita sisihkan cake buat Ayah dan Bibi Illa saja ya." Ketiga bocah itu mengangguk. "Sup ayamnya juga," celetuk Abia. "Iya. Ayah sama Bibi pasti lapar saat pulang." "Jadi nggak boleh nunggu Ayah pulang aja?" tanya Abizard. "Nay. Ayah berpesan, kalian kan harus tidur cepat. Besok kita petik strawberry kan? Kalau telat bangun, nanti metik strawberrynya terlalu siang, nggak bisa lama-lama. Nggak seru." Ra amalia | 86



✧ Raikantopeni ✧ "Tapi ...." "Lagian kan besok bisa sarapan sama Bibi Illa. Besok Bunda buatkan nasi goreng spesial. Eummm ... Bibi Illa pasti suka. Habis sarapan kita berangkat sama-sama ke kebun strawberry. Bagaimana?" "Mau ... mau!!!" Teriakan persetujuan dari ketiga anaknya, membuat Qaria bernapas lega. Tugasnya selanjutnya setelah makan malam adalah memastikan anak-anak itu tidur sebelum Quilla datang. Qarira merasa bahwa kedatangan Quilla kali ini bukan hal yang mudah.



Ra amalia | 87



✧ Raikantopeni ✧



Part 5 Ponselnya kembali berdering. Quilla yang sudah mengunci pintu kamar segera mengangkat teleponnya. Nama Raiq tertera di sana. "Kamu di mana? Kakak sudah sampai." Quilla cukup terkejut mengetahui betapa cepat Raiq tiba. Ia ngeri membayangkan seberapa cepat lelaki itu menjalankan kendaraanya hingga sudah sampai sekarang. "Di kamar, Kak." Quilla memang sengaja menunggu di kamar. Ia takut jika memilih keluar maka Tama akan memergokinya dan menggagalkan rencana Quilla. "Lantai berapa? Kakak akan menjemputmu." "Nggak!" Quilla menolak dengan tegas. Ia berjalan menuju pintu dan meninggalkan jendela Ra amalia | 88



✧ Raikantopeni ✧ yang semenjak tadi tempatnya menunggu. "Illa yang turun. Kakak tunggu di sana. Tunggu Illa." Quilla membuka pintu kamar dan mengintip ke lorong. Tama belum kembali dan itu membuatnya lega. Tama tidak terlihat. Setelah kepergiannya yang pertama, Tama memang kembali. Lelaki itu mencoba mengajaknya berbicara. Namun, Quilla memilih mengunci mulut. Ia bahkan tak sanggup menatap Tama. Lelaki itu kemudian memilih keluar kamar lagi. Dia mengatakan ada hal yang harus diurus masalah hotel. Pakain Quilla sendiri nanti akan diantarkan staf hotel karena ternyata harus dibelikan terlebih dahulu. Tama memintanya memakan semua yang sudah disiapkan. Namun, alih-alih bisa makan, Quilla merasa siap muntah setiap mengingat apa yang baru saja dilakukan Tama padanya. Ra amalia | 89



✧ Raikantopeni ✧ Tama pergi dengan wajah kesal, tapi sejujurnya Quilla tak peduli dan malah lega, karena itu memberinya waktu untuk melarikan diri. Setelah melihat lorong sepi dan merasa aman, Quilla berlari di sepanjang lorong menuju lift. Dia menekan tombol menuju lantai satu. Quilla berdoa dalam hati agar tidak ada yang masuk lift lagi. Quilla tak siap ada orang yang melihatnya dalam kondisi semenyedihkan ini. Saat tiba di hotel tadi, Tama menyampirkan jasnya dintubuh Quilla yang mungil, membuat penampilan wanita itu tertutupi. Saat Lift terbuka di lantai dasar, ia berusaha bersikap senormal mungkin saat melewati lobby. Dia membalas sapaan dari beberapa staf yang mengenalinya hanya dengan anggukan dan senyum sopan. Semuanya terasa berjalan lancar. Ia hanya berharap Tama belum bertemu dengan Raiq. Ra amalia | 90



✧ Raikantopeni ✧ Namun, ketika langkahnya hampir melewati pintu keluar, suara Tama terdengar memanggilnya. Quilla yang terserang panik langsung berlari. Kehebohan pun terjadi. Quilla melewati petugas yang berusaha menghalanginya. Tama berteriak memerintahkan semua orang untuk menahan Quilla. Beruntung Raiq sudah menunggu dengan mobil tepat berada di pintu keluar. Quilla langsung memeluk kakaknya yang terkejut bukan main melihat kehebohan itu. "Illa mau pergi. Bawa Illa pulang! Illa nggak mau di sini," ucap Quilla tersedu-sedu. Raiq langsung berusaha meredam keterkejutannya. Dia bersikap tenang, meski kini beberapa orang dari dalam hotel mulai mendekat. "Kita akan pergi, Dek, tapi kita tidak Ra amalia | 91



✧ Raikantopeni ✧ bisa masuk ke mobil kalau kamu terus memeluk Kakak seperti ini." Saat itulah Quilla melepas pelukannya dan Raiq bisa melihat wajah adiknya. Bibir bawahQuilla berdarah, wajahnya sangat pucat dan bersimbah air mata. Rambut Quilla berantakan dan yang membuat Raiq paling meradang baju kaus adiknya koyak. Bangsat! "Quila kamu mau kemana?! Kembali!" Tama datang dan berusaha meraih Quilla, tapi belum sempat lelaki itu menyentuh istrinya, Raiq sudah menerjangnya hingga Tama yang tidak siap langsung terjatuh dengan Raiq berada di atas tubuhnya dan langsung meninjunya. "Bangsat! Kubunuh kamu!" Raiq memukul Tama kembali. Orang-orang yang berusaha melerainya, kesulitan menahan Raiq yang membabi buta. "Lawan aku bangsat!" Raiq Ra amalia | 92



✧ Raikantopeni ✧ berteriak murka karena Tama sama sekali tidak melawan. Butuh tiga orang lelaki untuk bisa menahan Raiq. Quilla yang melihat keberingasan Raiq segera memeluk sang kakak. Ia tidak sanggup melihat pertumpahan darah. Quilla sudah terlalu lelah. "Kakak udah. Kitta pulang ya. Illa mau pulang. Ayo kita pulang. Ayo pulang ...." Amukan Raiq terhenti. Tatapannya yang terhunus pada Tama berpindah ke Quilla yang gemetar ketakutan. Hati Raiq sakit sekali. Adiknya yang lugu dan manis, menghadapi kebrutalan yang menjijikan, dan Raiq tidak ada untuk melindunginya. Raiq yang melihat penderitaan di wajah Quilla yang bersimbah air mata, memaki keras. Lelaki itu berusaha menahan amarahnya. Dia belum puas, tapi tahu tak bisa memuaskan emosinya sekarang. Quilla lebih membutuhkannya. Ra amalia | 93



✧ Raikantopeni ✧ "Ini belum selesai. Kamu akan membayar semua ini," ucap Raiq pada Tama yang kini menyeka darah di dagunya. Lelaki itu memberi tatapan menantang pada Raiq. Tatapan agar Raiq melanjutkan ini. Tangis Quilla yang semakin menyayatlah yang membuat Raiq berhasil menahan diri. "Lepas brengsek!" maki Raiq pada tiga orang yang tetap menahannya semenjak tadi. Ketiga orang itu rupanya takut Raiq akan tiba-tiba menyerang bos mereka lagi . Raiq membebaskan diri dari tiga orang yang menahannya. Dia kemudian membimbing Quilla masuk ke dalam mobil. Mereka meninggalkan hotel itu di bawah tatapan Tama yang dingin. **** Tama menyaksikan semuanya. Dia sama sekali tidak menyangka jika Quilla melibatkan Raiq. Tama tahu apa yang telah dilakukannya salah, Ra amalia | 94



✧ Raikantopeni ✧ tapi Quilla yang langsung pergi darinya adalah hal yang tak terduga. Tama mengambil serbet putih dari petugas yang membantunya di ruangan kesehatan. Beberapa orang menawarinya untuk dibawa ke rumah sakit, tentu saja Tama menolak. Dia memang tidak mengejar Quilla, tapi bukan berarti punya waktu untuk pergi ke rumah sakit. Luka yang ditimbulkan Raiq memang cukup parah. Dan hanya demi rencananyalah Tama tidak membalas. Kini, dia harus menyusun siasat jika ingin berhasil. Bagaimanapun Quilla harus kembali padanya. Tama tidak akan siap kehilangan wanita itu.



Ra amalia | 95



✧ Raikantopeni ✧



Part 6 Qarira menunggu dengan resah. Raiq belum juga kembali. Tentu saja kepergian lelaki itu belum sampai satu jam, tapi kekhawatira Qarira makin memuncak setiap detiknya. Untungnya ketiga anaknya tidak rewel saat digiring menuju kamar. Sebelumnya ia memberi susu extra pada ketiga buah hatinya yang membuat bocah itu kekenyangan dan mengantuk lebih cepat. Kini Qarira sudah duduk di sofa yang biasanya diduduki Raiq saat mendongeng. Ia baru saja selesai membaca sebuah cerita dari buku baru miliknya. Tentang tiga anak kelinci yang suka mencuri wortel milik Pak Tua Babi. Meski ceritanya sangat seru, tapi ketiga anaknua tidur menjelang akhir cerita. Qarira tahu bahwa besok Ra amalia | 96



✧ Raikantopeni ✧ dirinya pasti akan disuruh untuk mengulang cerita ini, lengkap dari awal. Memiliki tiga anak kembar harus membuat Qarira dan Raiq kretif dalam bertindak, agar tidak ada salah satu diantaranya yang merasa tersisihkan. Karena itu Raiq biasanya duduk di sofa tunggal di depan tempat tidur buah hati mereka saat mendongeng. Mereka bersepakat untuk tidak ikut berbaring di salah tempat tidur ketiga buah hatinya. Suara ponselnya yang berbunyi membuat Qarira tersentak. Ia mengerutkan kening karena ternyata Tama-lah yang menghubunginya. Tadinya ia mengira itu adalah sang suami atau bahkan adiknya. Qarira sempat ragu untuk telepon itu. Namun, akhirnya menekan kerguannya. Dia ingin Tama menghubunginya sekaligus terang dari masalah yang ada. Ra amalia | 97



mengangkat memutuskan tahu tujuan mencari titik



✧ Raikantopeni ✧ "Hallo ....." panggilan Qarira tak mendapat balasan. Wanita itu mengulanginya kembali. "Ada apa, Tama?" "Kamu di sana?" Suara Tama begitu lemah dan serak. Qarira bisa merasakan sesuatu yang berat telah menimpa lelaki itu. "Iya. Aku tak mungkin mengangkat telepon jika tidak di sini bukan?" Qarira berusaha bersikap netral. Bagaimanapin Tama tidak hanya adik iparnya, tapi juga sahabatnya sejak dulu. Lelaki itu selalu ada, bahkan di titik terendah Qarira. Qarira hanya berusaha untuk bersikap adil dan tidak terlalu cepat menarik kesimpulan. "Tadinya kukira kamu Raiq." Tidak ada nada humor dalam ucapan Tama seperti biasa. Lelaki itu terdengar sangat serius dan lelah. "Kamu menghubungiku, tentu saja aku yang mengangkat teleponmu." Ra amalia | 98



✧ Raikantopeni ✧ "Dulu Raiq sering mengangkat teleponmu. Dia kan tidak terlalu menyukaiku." "Itu dulu. Sekarang tidak." "Justru sekarang lebih parah." "Tama, Raiq tidak pernah membenci orang tanpa alasan. Kamu tahu dulu dia cemburu, tapi dia tak memiliki alasan itu lagi kan." "Benar, tapi dia memiliki alasan lebih kuat sekarang." "Raiq belum kembali, Tama." Qarira tidak ingin membombardir Tama dengan pertanyaan. Ia bukan wanita implusif. Qarira lebih suka menunggu Tama membuka sendiri permasalahannya. "Kukira sudah, mengingat betapa cepat dia sampai di sini tadi. Aku berpkir dia dia sudah datang di rumah."



Ra amalia | 99



✧ Raikantopeni ✧ Qarira sengaja tidak memperpanjang pembahasan tentang Raiq. Ia tahu bukan itu inti tujuan Tama meneleponnya. "Rira ...." "Aku masih di sini. Aku mendengarkanmu." "Kenapa kamu mau memaafkan Raiq dulu?" Pertanyaan Tama begitu aneh dan tiba-tiba. Sudah lama sekali mereka tidak membahas tentang hubungan Qarira dan Raiq. Setelah Qarira menikah dengan Raiq, Tama justru terlihat sangat bahagia. "Kurasa tujuanmu menelepon bukan agar aku menceritakanmu kisah yang sudah kamu hapal." "Memang." "Lalu?" "Aku hanya harus mengetahuinya." "Kamu tahu jawabannya." "Kamu cinta mati padanya." Ra amalia | 100



✧ Raikantopeni ✧ "Tidak. Aku bertahan hidup karena terus mencintainya." "Jawaban yang indah. Setelah dia menyakitimu sedemikian rupa, kamu masih memujanya." "Karena dia mencintaiku sama besarnya. Bahkan lebih besar dari yang bisa kamu bayangkan." "Meski dia menghancurkanmu dulu?" "Iya. Meski dia melakukannya. Aku memaafkannya setelah tahu alasan dia melakukan itu." Tama menghela napas. Dia terdiam beberapa saat sebelum kemudian berkata, " Apa Quilla sepertimu?" Ini dia, pikir Qarira. "Seperti apa?" "Memaafkan karena cinta. Sefatal apapun kesalahan pasangannya." Ra amalia | 101



✧ Raikantopeni ✧ Qarira merasa rantai di dadanya kian mengetat. Dugaanya benar, Tama telah melakukan sesuatu yang fatal. "Quilla bukan aku. Kami sangat berbeda. Kamu pasti tahu itu." "Iya, aku tahu dan itu yang membuatku ketakutan sekarang." "Tama ... apa yang sebenarnya terjadi?" "Aku menyakitinya, Rira. Aku menyakitinya dengan cara paling buruk. Sebagai suami, aku gagal melindungi Quilla dari didiku sendiri." "Ya Tuhan, ke-kenapa itu bisa terjadi?" Tama menghela napas sangat berat. '"Aku bodoh. Aku tersesat karena ketakutan ketika dia mengatakan tak menginginkanku lagi. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpanya." "Tunggu, itu tidak mungkin! Alasan apa yang membuat Quilla sampai menginginkan perpisahan? Ra amalia | 102



✧ Raikantopeni ✧ "Quilla ... tidak cocok dengan keluargaku." "Apa?!" "Aku tidak ingin membuat nama Quilla buruk di matamu. Sama seperti aku tidak ingin terdengar melakukan pembelaan diri. Sebaiknya kamu menanyakan juga padanya. Intinya, Quilla membuat Ibuku menangis. Ya Tuhan, Rira. Ibuku menangis. Dan Bibiku, ingin minggat dari rumah yang diberikan Ibukku.." "Itu asal muasal pertengkaran kalian?" "Iya. Aku terlalu kalut dan panik. Aku diberitahu Nenekku sempat pingsan. Jadi aku menjemput Quilla dan kami bertengkar. Aku melakukan hal yang tidak termaafkan padanya." Qarira tidak berani membayangkan apa yang dilakukan Tama pada adiknya. Dari cerita Raiq, sudah pasti hal ini sangat mengguncang Quilla. Adiknya bahkan ingin berpisah. "Rira kenapa kamu diam?" Ra amalia | 103



✧ Raikantopeni ✧ "Aku sedang memikirkan perkataanmu, Tama."



semua



"Aku tahu kamu akan sulit mempercayaiku, dan tidak akan menyalahkanmu karena itu." "Ini bukan tentang percaya atau tidak, tapi Quilla tetaplah adikku. Aku tahu bagaimana dirinya Tama. Dia memang suka berbicara blakblakan, tapi Quilla tidak pernah membenci dan mau menyakiti siapapun. Dan aku yakin, Quilla bukan tipe wanita yang suka memicu pertengkarang dengan mertuanya. Demi Tuhan, dia bahkan selalu memuji keluargamu. Dia meyayangi Ibumu, sangat menyukai Bibimu. Jadi aku tidak habis pikir jika sekarang Quilla dikira menjadi penyebab keluargamu terpecah belah. Adikku tidak seperti itu, Tama. Aku mengenalnya dengan baik." "Aku tahu .... Aku pun sama. Tapi Pamanku menelepon. Nenek dibawa ke rumah sakit. Aku diminta untuk menasihati istriku." Suara Tama Ra amalia | 104



✧ Raikantopeni ✧ makin parau. "Harusnya kami berbicara saat sama-sama tenang. Tapi aku malah langsung membombardirnya." "Itu karena kamu meragukannya. Kamu berfikir Quilla bersalah." "Aku tidak tahu mana yang harus kupeecaya, Rira. Ini hal baru dan sangat tidak terduga. Aku memang pernah menikah sebelumnya, tapi itu hanya pernikahan yang tidak melibatkan perasaan. Tidak pernah menimbulkan konflik apapun. Semua mantan istriku, tidak pernah berselisih dengan keluargaku." "Adikku bukan mantan istrimu, Tama. Dia berbeda. Dia unik dan istimewa." "Aku tahu, karena itu aku pun bingung bagaimana harus menjelaskan kondisi ini padamu." Qarira mengerti. Lelaki yang terjebak antara keluarganya dan sang istri. Tama bukan lelaki pertama yang mengalaminya di dunia ini. Banyak Ra amalia | 105



✧ Raikantopeni ✧ hubungan yang gagal saat perselisihan terjadi antara istri dengan keluarga suaminya terjadi. "Lalu apa yang kamu inginkan sekarang, Tama?" "Aku hanya ingin kamu menenangkan Quilla. Dia terluka dan teerguncang. Kumohon temani dia. Aku sudah bersikap seperti bajingan sejati. Aku tidak ingin dia menangis sendirian malam ini. Aku tidak ingin dia tertidur dengan diriku sebagai mimpi buruknya. Kumohon, Rira. Bantu aku untuk memberi rasa aman padanya." "Tentu. Aku akan melakukannya. Tanpa kamu mintapun aku pasti akan melakukannya." "Terima kasih, Rira. Kamu penyelamatku." "Tidak perlu mengatakan hal itu." Qarira menunggu Tama berbicara, tapi lelaki itu hanya diam. "Ada yang ingin kamu katakan lagi, Tama?" "Sebenarnya ini sebuah permintaan." "Apa itu?" Ra amalia | 106



✧ Raikantopeni ✧ "Bolehkah besok aku menemui Quilla? Aku tahu terdengar tidak tahu malu dan egois, tapi demi Tuhan, aku mengkhawatirkannya, Rira. Aku merasa akan mati karena dicekik rasa bersalah. Aku tidak akan tenang sebelum melihatnya lagi. Sebelum kami bisa berbicara kembali." "Aku mengerti maksudmu, Tama. Tapi bukankah kamu mengatakan kondisi Quilla sangat buruk karena apa yang kamu lakukan?" Qarira tak mendapatkan jawabam dari Tama. "Aku rasa Quilla membutuhkan waktu untuk bisa bertemu dengannya lagi. Bairkan dirinya memulihkan diri. Kamu mau bersabar kan Tama?" "Aku tak memiliki pilihan, Rira." "Benar. Apa yang telah kamu lakukan memang tidak memberimu pilihan sekarang." Suara mobil Raiq yang datang, membuat Rira bisa menyudahi panggilan telepom dari Tama. Ra amalia | 107



✧ Raikantopeni ✧ Qarira berlari menuju pintu keluar, tapi langkahnya langsung terhenti saat melihat sosok Quilla yang kini berdiri di depannya. Hati Qarira merasa remuk. Dia mendekap adiknya sangat erat. Tangis Quilla kembali pecah. Ia menumpahkan segala lara dalam pelukan sang kakak. "Sebaiknya kita masuk dulu," perintah Raiq yang melihat beberapa pekerja--yang sedang jaga malam-- mencuri lihat ke arah mereka. Qarira menurut. Dia membimbing Quilla masuk ke dalam. "Ajak dia ke kamar langsung," perintah Raiq kembali. Qarira yang memahami maksud suaminya segera membawa Quilla ke kamar yang memang dulu sering ditempati sebelum menikah. Dia membimbing adiknya agar duduk di ranjang. Ra amalia | 108



✧ Raikantopeni ✧ "Mau mandi?" tanya Qarira perlahan. Dari penampilan Quilla saat ini, Qarira tahu bahwa hal yang sangat buruk telah dilakukan Tama. Dan mungkin dengan mandi, akan membuat Quilla sedikit merasa lebih baik. Hal itu mengingatkannya pada apa yang dilakukan Raiq di malam pengantin mereka. Raiq tidak menyakitinya secara fisik, tapi membuat mental Qarira babak belur. Butuh waktu lama sekali bagi Qarira untuk bisa meyakinkan diri. Mengobati cacat dalam garga dirinya. Meyakinkan diri bahwa tubuhnya tidak hanya dijadikan sebagai objek pelampias seks semata. Dan kini hal itu rupanya juga berlaku pada Quilla. Qarira tak pernah menyangka bahwa adiknya yang manis dan ceria akan mencicipi getirnya rasa cinta. "Dek, mandi dulu ya, biar lebih baik." Quilla akhirnya mengangguk pelan. Ra amalia | 109



✧ Raikantopeni ✧ "Kakak akan siapkan air mandimu. Kamu bisa berendam sepuasnya." Qarira memasuki kamar mandi. Dia menyiapkan air hangat yang telah diberikan bath foam beraroma vanilla. Quilla bertingkah seperti bayi yang tak mengerti apapun. Linglung. Qarira membimbing adiknya menuju kamar mandi. Karena Quilla tak jua bergerak, dengan telaten Qarira melepas satu persatu pakain sang adik. Hatinya terasa hancur dan matanya memanas. Namun, Qarira berjuang agar tidak menangis saat melihat jejak kekerasan Tama pada adiknya. Banyak sekali bekas kemerahan di tubuh Quilla, mulai dari pergelangan tangannya, hingga pinggulnya. Quilla berjengkit saat sang kakak melepaskan celananya. Wanita itu terlihat rapu dah ringkih, menyilangkan kedua tangan di depan dada. Ada Ra amalia | 110



✧ Raikantopeni ✧ rasa malu dan kesakitan yang tergambar dalam sorot matanya. "Tidak apa-apa," ujar Qarira yang berjuang keras menahan suaranya agar tidak gemetar. "Kamu jangan malu pada Kakak. Kakak paham apa yang kamu rasakan. Kakak merasakan sakitmu juga." Quilla hanya mampu mengangguk-anggukan kepalanya, tapi tak sepatah katapun keluar dari bibirnya yang terkatup. "Kita akan membersihkanmu," ujar Qarira dengan suara yang lebih mantap. "Kita akan menghilangkan semua kotoran yang menempel padamu. Kakak di sini, akan membantumu. Kakak tidak akan membiarkanmu menghadapi ini sendiri." Selanjutnya Qarira benar-benar memandikan adiknya, persis saat mereka masih kecil dulu. Ketika ibu mereka sudah meninggal dan Quilla bertengkar dengan sekelompok anak Ra amalia | 111



✧ Raikantopeni ✧ lelaki yang mengejeknya sebagai anak piatu. Quilla pulang dalam keadaan luka. Ia Menangis karena tak cukup kuat melawan. Qarira memandikan dan mengurusnya seperti cara ibu mereka mencontohkannya dulu. Setelah mandi, Qarira membantu Quilla berpakaian. Kini adiknya sudah berada di balik selimut. "Kakak membuat sup ayam dan cake wortel. Kamu harus memakannya." Quilla menggeleng. "Tidak boleh membantah. Hatimu boleh sakit, tapi tubuhmu harus tetap kuat. Kakak tidak mau kehilangan adik Kakak." Qarira mengambil makanan dan kembali tak lama kemudian. Dengan telaten dia menyuapi Quilla. Tak banyak, tapi lebih baik. Setidaknya Quilla tidak akan tidur dalam keadaan perut kosong. Ra amalia | 112



✧ Raikantopeni ✧ Qarira lantas menyibak selimut. Dia berbaring dan memeluk adiknya . Qarira melantunkan lagu yang sering mereka nyanyikan saat masih kecil dulu. Sepanjang malam Qarira berada di sana, menemani Quilla hingga terlalu lelah untuk tetap terjaga. *****



Qarira meninggalkan Quilla karena mendengar suara Abia yang menangis. Namun, saat membuka pintu kamar sang putri, sudah ada Raiq yang sudah menggendong Abia dan berusaha menidurkannya kembali. Ada senandung kecil terdengar dari bibir lelaki itu untuk putri mereka. Qarira memutuskan menuju dapur, karena tahu Raiq akan menyusul jika sudah menidurkan Abia kembali. Ra amalia | 113



✧ Raikantopeni ✧ Makan malam di meja sudah dingin. Rupanya Raiq tak menyentuh makanannya. Qarira tak sempat mengurus suaminya karena Quilla. Namun, dirinya tahu lelaki itu tak akan keberatan. Qarira membereskan meja makan. Dia kemudian menghangatkan lagi sup ayam dan menghidangkannya dengan sepiring nasi. Tepat setelah semuanya siap, Raiq masuk ke dapur. "Aku tahu kamu belum makan," ujar Qaira yang sengaja menarik kursi untuk suaminya. "Aku tidak lapar." "Itu juga aku tahu, tapi kamu harus tetap makan. Tidak boleh membantah." Qarira meraih tangan suaminya, tapi lelaki itu malah menariknya ke dalam pelukan. "Maafkan aku," ucap Raiq serak. "Untuk apa?" Ra amalia | 114



✧ Raikantopeni ✧ "Karena sudah berlaku sangat bangsat padamu di masa lalu. Aku tidak pernah menyangka bahwa karma itu benar-benar ada. Kini Quilla menanggug apa yang telah aku lakukan." "Apa yang kamu bicarakan?" "Aku-" Qarira meletakkan tulunjuk di bibir sang suami. "Apa yang terjadi pada Quilla tidak ada sangkut pautnya denganmu. Apa yang dialaminya sekarang adalah resiko dari mencintai. Sama seperri apa yang terjadi padaku dulu. Itu adalah resiko yang harus siap diambil saat kamu menjatuhkan hatimu pada seseorang. Lagi pula kamu sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk melindunginya. Aku tidak akan pernah menemukan lelaki yang begitu menyayangi adiku sepertimu." "Aku juga menyayanginya. Sangat menyayanginya. Dia Adikku, bahkam sebelum Ra amalia | 115



✧ Raikantopeni ✧ kamu menjadi istriku. Aku kakak lelakinya, yang seharusnya selalu ada untuknya." "Tapi kamu memang selalu ada untuknya, sama seperti hari ini. Karena itu berhenti menyalahkan diri. Besok, kita akan mencari solusi untuk masalah ini. Tapi sekarang kamu harus makan, agar aku bisa segera mengobati luka di tanganmu." Raiq mengikuti arah pandang Qarira. Buku tangan lelaki itu memar dan lecet saat meninju Tama. Qarira menggenggenggam tangan suaminya kemudian berkata, "Kamu harus segera istirahat. Karena kamu harus memiliki kekuatan ekstra untuk memindungi kami. Jika kamu sakit dan tumbang, pada siapa kami akan berpegang?" Raiq mengangguk. Dia mengikuti Qarira menuju meja makan. Dengan patuh lelaki itu menerima suapan yang diberikan Qarira hingga akhirnya nasi dan sup ayamnya tandas. Ra amalia | 116



✧ Raikantopeni ✧ Raiq tahu bahwa Qarira benar. Dia tak boleh lemah, karena besok dan seterusnya masih ada Tama yang harus membayar perbuatannya. *****



Ra amalia | 117



✧ Raikantopeni ✧



Part 7 Quilla membuka mata keesokan paginya. Sudah tidak ada sang kakak di sampingnya ,tapi hal itu menguntungkan Quilla untuk mencerna apa yang telah terjadi. Semuanya terasa seperti mimpi, tapi Quilla bukanlah wanita yang sedang bermimpi. Hati dan harga dirinya benar-benar hancur kemarin. Namun, hari ini akal sehatnya sudah mengambil alih. Suara ponselnya yang berbunyi membuat Quilla bergerak dari ranjang. Pahanya masih terasa perih, tapi Qyilla mengabaikannya. Rasa sakit tak harus membuatnya lemah sekarang. Tidak ada untungnya. Ini masih pagi buta dan matahari terlihat baru merayapi punggung bukit. Quilla memilih Ra amalia | 118



✧ Raikantopeni ✧ membuka jendela, membiarkan udara yang dingin masuk ke dalam ruangan. Benar, inilah yang selalu terjadi. Seburuk apapun hal yamg pernah diami, bumi terus berputar. Hari selalu berganti. Lalu untuk apa Quilla membiarkan dirinya terjebak pada masa lalu?" Ponselnya masih berbunyi dan nama sang ayah tertera di sana. Tiba-tiba saja mata Quilla memanas. Namun, wanita itu sebisa mungkin mengendalikan perasaanya. Sekuat apapun perasaanya sekarang, setiap mengingat ayahnya dan harapan lelaki itu akan kebahagiaannya, selalu mampu membuat hati Quilla tertusuk rasa bersalah. Quilla mengangkat telepon dan suara ayahnya terdengar dari seberang. "Kamu tidak menelepon Ayah mengucaplan selamat tidur tadi malam." Ra amalia | 119



untuk



✧ Raikantopeni ✧ Quilla menggigit bibirnya, berusaha mengendalikan tangis yang mengancam keluar. Meski telah menikah, kebiasaan untuk mengucapkan selamat tidur satu sama lain, memang masih mereja lakukan. Quilla biasanya akan menelepon sang ayah di jam sembilan malam, sebelum pira tua itu naik ke tempat tidur untuk beristirahat. "Hallo .... Hallo, Nak? Kenapa diam saja, ada apa?" "Nggak ada, Ayah." "Adek sakit? Kenapa suara Adek berbeda?' Kekhwatiran jelas tergambar dalam suara ayahnya. "Illa nggak apa-apa. Illa baru bangun tidur, Yah." "Baru bangun? Kalau begitu Adek pasti benarbenar sakit."



Ra amalia | 120



✧ Raikantopeni ✧ Quilla memejamkan mata, lupa bahwa ayahnya sangat mengenal kebiasaanya. "Nggak! Illa nggak sakit. Illa nggak apa-apa." Suara hela napas Pak Zamani yang berat terdengar. "Ingat janji Adek pada Ayah?" "I-ingat." "Apa itu? Ayo sebutkan." "Apapun yang terjadi Illa akan kasi tahu Ayah. Gimanapun kondisi Illa, Illa harus tetap jujur sama Ayah." Namun, bagaimana bisa Quilla jujur. Ia tak akan sanggup menceritakan penderitaan yang dialaminya pada lelaki tersayang itu. Quilla mengalami hal yang terlalu menjijikan untuk dibicarakan. Ia tak mampu membayangkan perasaan ayahnya jika tahu putrinya dilecehkan. Ayahnya memiliki trauma atas hubungan Qarira dan Raiq di masa lalu. Ayahnya menyimpan rasa takut saat melihat putri sulungnya menderita bertahun-tahun. Karena itu, saat Tama datang melamarnya, lelaki itu Ra amalia | 121



✧ Raikantopeni ✧ harus berjuang keras untuk mendapatkan persetujuan. Jika ayahnya tahu Quilla akhirnya mengalami kesakitan dalam pernikahannya, sudah pasti Pak Zamani akan menyalahkan diri karena merasa gagal melindungi salah satu putrinya lagi. "Benar. Ayah harus tahu semuanya. Dan sekarang Ayah yakin Adek sedang tidak baik-baik saja." "Nggak. Illa baik-baik saja, Ayah." Quilla menghapus air matanya yang menetes. "Illa tahu kenapa Ayah seperti ini? Bawel dan terus memberondong Adek dengan pertanyaan?" "Karena Ayah sayang Illa." "Nggak, karena Ayah cinta Adek. Adek dan Kak Rira adalah napas Ayah. Jika kalian mengalami hal yang buruk, maka Ayah akan kesulitan bernapas atau bahkan meninggal." Ra amalia | 122



✧ Raikantopeni ✧ "Nggak! Nggak mau. Nggak boleh! Ayah nggak boleh kenapa-napa!" Quilla dicekam rasa takut membayangka ayahnya tak bernyawa. Itu kemungkinan yang bisa terjadi. "Illa beneran nggak apa-apa, Ayah. Illa cuma kecapean dan babalas tidur." "Kecapean? Apa Adek mau dibuatkan obat herbal sama Mama? Biar nanti Ayah antarkan ke rumah mertua Adek." "Nggak! Eh, maksud Illa, nggak usah Ayah. Illa nggak sampai butuh obat kok. Lagian Illa juga mau siap-siap buat pergi ke peternakan." "Adek harusnya istirahat saja dulu. Jangan berkerja dulu. Pekerjaan bisa menunggu. Yang penting kesehatan Adek terjaga." "Illa bosan di rumah, Ayah. Kalau ketemu Abia, cape Illa bakal hilang. Lagian Kak Rira punya banyak makanan enak. Illa bisa makan sepuasnya. Kalau makan enak terus, Illa kan bakal sehat terus." Ra amalia | 123



✧ Raikantopeni ✧ Suara tawa ayahnya terdengar di seberang dan membuat Quilla lega. Apapun yang terjadi, ayahnya tidak boleh tahu masalahnya dengan Tama. Pak Zamani memiliki riwayat penyakit jantung. Akan sengat berbahaya jika ayahnya mendengar kabar buruk secara tiba-tiba. Quilla tak akan mengizinkan ayahnya terluka karena ketidakberuntungannya. Quilla akan menyelesaikkan masalahnya dengan Tama secara diam-diam dan tenang. Setelah selesai, baeru Quilla alan memberi tahu orang tuanya. Ia yakin , keputusan apapun yang akan diambil, selama itu membuat Quilla tidak menderita, maka Pak Zamani dan Mama Sarina akan menerimanya. "Baiklah kalau begitu. Ayah dan Mama akan menemui di peternakan." Quilla belum siap bertemu dengan ayahnya. Matanya yang sembab akan membuktikan Ra amalia | 124



✧ Raikantopeni ✧ bahwa dirinya berbohong. Namun, menolak sang ayah justru akan menimbulkan kecurigaan lebih besar lagi. "Wah Illa tidak sabar." Quilla bersyukur suaranya terdengar ceria. "Kalau begitu Ayah tutup teleponnya. Ayah menyayangimu, Nak. Sangat menyayangimu." "Illa juga sayang Ayah. Sayang banget." Saat telepon terputus, memeriksa ponselnya.



Quilla



segera



Tama tidak mengirimkan pesan apapun, tapi ada empat panggilan yang tidak Quilla jawab. Saat akan meletakkan ponsel, panggilan dari Tama masuk Quilla menguatkan hati. Ia mendinginkan kepalanya. Apa yang dilakukan Tama kemarin memberikan Quilla pengetahuan baru tentang suaminya. Lelaki humoris itu bisa berubah menjadi agresif dan buas jika tertekan. Ra amalia | 125



✧ Raikantopeni ✧ Sejujurnya Quilla tidak peduli pada perasaan Tama. Kemarin adalah batas yang merubah rasa cinta Quilla menjadi perasaan kebas. Ia bukan wanita yang dikatdirkan untuk menderita karena cinta. Quilla menolak mentah-mentah hal itu. Quilla mengangkat panggilan itu dengan keyakinan baru terhadap dirinya sebagai wanita terhormat. "Hallo ...." "Syukurlah Tuhan, kamu mau mengangkat teleponku." "Ada apa?" tanya Quilla singkat. "Bagaimana keadaanmu?" Suara Tama begitu parau, tapi Quilla tak akan tertipu. Lelaki itu telah menghukumnya atas kesalahan yang dilakukan orang lain. Perhatian yang diberikan Tama tak akan lagi dipercayai Quilla sebagai bentuk cinta Bahkan kini Quilla sudah berhenti percaya bahwa Ra amalia | 126



✧ Raikantopeni ✧ Tama mencintainya. Bagi Quilla saat mencintai seseorang, maka kita tidak akan pernah menyakitinya. "Illa nggak tahu apa pentingnya Kak Tama mengatahui kondisi Illa." "Quilla ... ya Tuhan ...." Quilla menarik sudut bibirnya. Sebegitu terkejutkah Tama mendengar Quilla yang tak lagi akrab? "Jika tidak ada yang ingin disampaikan, Illa akan menutup telepon ini." "Jangan ... kumohon jangan." "Kalau begitu sebaiknya Kak Tama mulai bicara. Waktu Illa nggak banyak." "Aku ingin kita bertemu," ujar Tama cepat. "Maaf?" Quilla merasa telah salah mendengar. "Kita harus meluruskan kesalahpahaman ini." Ra amalia | 127



✧ Raikantopeni ✧ "Tidak ada kesalahpahaman. Mari kita anggap Kak Tama benar dan Illa salah. Jadi tidak perlu membicarakan apapun lagi." "Baahirah Quilla, aku bersungguh-sunghuh!" "Illa pun bersungguh-sungguh. Kemarin adalah akhir dari setiap hal yang perlu dibicarakan. Akhir dari semuanya." "Tidak! Kita belum berakhir." Quilla mengangkat dagunya, menatap matahari dengan tajam, seolah itu adalah Tama. "Tapi bagi Illa, sudah." "Kamu masih istriku." "Ada hal lain yang mau Kak Tama bahas? Yang tadi udah nggak penting buat Illa." "Quilla, hubungan kita penting." "Nggak. Kemarin Kak Tama membuatnya menjadi nggak penting lagi." "Aku tidak ingin kita bertengkar." Ra amalia | 128



✧ Raikantopeni ✧ "Kalau begitu kita nggak usah bicara lagi. Nggak usah berhubungan kembali. Kak Tama nggak perlu pusingin Illa, dan Illa nggak akan merecoki hidup Kak Tama lagi." "Apa maksudmu?" Quilla menghembuskan napas yang semenjak tadi di tahannya. "Illa mau bercerai, Kak Tama. Dan kali ini alasannya bukan karena Illa sedang marah, tapi karena Illa tahu, Kak Tama dan Illa udah nggak bisa sama-sama." ***** Tama terpaku menatap bayangannya di cermin. Ponssl masih menempel di telinganya. Cara Quilla menyampaikan keinginnannya begitu tegas dan elegan, tapi juga mematikan secara bersamaan. Quilla berbeda, mengingat hal itu.



dan



Ra amalia | 129



harusnya



Tama



✧ Raikantopeni ✧ Kecerdasan Quilla diimbangi dengan kemampuan mengetahui apa yang diinginkan dan bagaimana cara mendapatkannya. Sikap manja fan kekanak-kanakannya selama ini tak seharusnya membuat Tama lengah. Kini Tama malah membuat dirinya berada dalam posisi di ujung tanduk. Quilla ingin berpisah dan Tama tahu wanita itu akan mengusahakannya. Namun, yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana cara Tama untuk mempertahannkannya. Tama memutuskan untuk meninggalkan hotel. Dia harus bertemu dengan Quilla, karena pembicaraan di telepon tidak akan menghasilkan apa-apa. ***** "Ayah menelepon akan ke sini." Ra amalia | 130



✧ Raikantopeni ✧ Quilla yang semenjak tadi mengaduk serealnya, mengangguk. Ia dan kakaknya tengah berada di dapur untuk sarapan yang agak terlambat. Keluarga kecil Qarira memang memulai aktifitas selalu lebih awal dari kebanyakan orang biasanya. Mereka memulai sarapan pada pukul enam pagi. Hebatnya triple A sudah terlatih untuk itu. Raiq yang pekerja keras, selalu memulai bekerja sebelum matahari berhasil merayapi punggung bukit secara penuh. Lelaki itu mengatakan bahwa dirinya seorang petani dan peternak. Sebuah profesi yang mengharuskannya beraktifitas jauh lebih awal dari jenis pekerjaan lainnya. Kini Raiq sudah membawa ketiga anaknya menuju perkebunan. Ada strawberry yang harus dipetik. Tentu saja lelaki itu pergi setelah memastikan kondisi Quilla baim-baik saja. Ra amalia | 131



✧ Raikantopeni ✧ Mereka memang tidak sempat berbicara panjang lebar, karema Quilla meminta agar mereka tidak dulu membahas apa yang terjadi kemarin. Raiq dan Qarira memahami maksud Quilla. Jadi saat mereka melihat Quilla berusaha bersikap normal, mereka mendukung secata penuh. "Illa, kamu mendengar Kakak?" Quilla mengangguk. "Ayah menelepon Illa tadi, Kak." "Oh begitu. Jadi ... bagaimana?" "Soal apa?" "Apa kamu sanggup bertemu dengan Ayah sekarang?" Quilla menyendok susu di mangkuknya dan memasukkan ke mulut. Manis, Quilla sangat suka. "Kenapa nggak?" Qarira cukup terkejut dengan jawaban adiknya. "Maksud Kakak, apa kamu sudah siap?" Ra amalia | 132



✧ Raikantopeni ✧ "Siap kok, Kak." Quilla berusaha tersenyum lebar pada kakaknya yang masih terlihat khawatir. "Sekarang Illa udah nggak apa-apa. Memang belum sepenuhnya, tapi buat Illa satu malam cukup. Illa nggak mau nangis dan meratap terus. Bikin capek. Mata wajah Illa jadi jelek kalau nangis." Qarira terperangah, sebelum kelegaan membanjirinya. Adiknya sudah kembali. Quilla yang ceria kini berada di depannya lagi. Qarira jadi berpikir bahwa mungkin Quilla dan Tama pada akhirnya akan berbaikan kembali. Dan yang terjadi kemarin hanyalah pertengkaran rumah tangga biasa. "Kakak lega sekali mendengarnya. Kakak senang kamu sudah baik-baik saja." Quilla mengangguk. Suara mobil terdengar dari halaman selanjutnya teriakan khas triple A mengudara riuh. Mereka meneriakkan nama Kakek dan Neneknya. Ra amalia | 133



✧ Raikantopeni ✧ ***** Quilla mengeratkan pelukannya pada sang ayah. Tidak ada yang lebih nyaman bagi Quilla selain berada dalam pelukan pria tua berperut buncit yang terus makan kukis itu. Mereka tengah duduk di beranda. Ada sebuah kursi kayu--yang salah satunya berbentuk panjang-- kini diduduki Pak Zamani dan Quilla. Qarira sengaja membiarkan adiknga dan sang ayah menghabiskan waktu berdua. Dan Quilla berterima kasih untuk itu. Ia tak sanggup harus berlama-lama dengan Mama Sarina, karena sebagai perempuan, ibu tirinya itu jelas jauh lebih peka dari Pak Zamani. Mama Sarina terus mengawasi gerak-gerik Quilla. Bahkan make up cukup tebal yang digunakan Quilla hari ini, diragukan bisa menipu Mama Sarina terhadap sembab di matanya. Quilla hanya berharap semoga Ra amalia | 134



✧ Raikantopeni ✧ kakaknya bisa memberi penjelasan yang bisa meredam keingintahuan Mama Sarina. "Ayah harum," ucap Quilla yang mengendusendus pakaian ayahnya. "Iya dong, Ayah kan punya istri yang rajin parfumin." "Emangnya Ayah nggak bisa pakai parfum sendiri?" "Mana enak kalau pakai sendiri. Lelaki itu, meski sudah dewasa, tetap suka dimanja. Perhatian-perhatian kecil seperti ini yang membuat lelaki bahagia dan merasa diutamakan. Meraasa dicintai. Nanti Adek seperti itu juga ya sama suaminya." Tidak akan. Quilla tidak akan sempat melakukannga karena mereka sudah ada diambang perpisahan. Namun, ucapan ayahnya barusan tak pelak juga menyentil Quilla. Selama ini harus diakui bahwa dirinya terlalu sibuk Ra amalia | 135



✧ Raikantopeni ✧ dengan dunianya. Tama selalu menjadi nomor dua. Prioritas yang mengantri setelah pekerjaan Quilla. Quila tidak pernah memperlakukam Tama seperti cara Qarira memperlakukam Raiq. Jangankan memasak, sekedar menyiapkan baju ganti suaminya pun Quilla jarang sekali. Sikap manjanya di rumah, tak berubah hingga dirinya menikah. Tama yang tidak pernah protes membuat Quilla merasa aman. Dan sekarang dia mulai merasa bersalah. "Kenapa diam saja? Heum?" Quilla baru hendak menjawab saat Abia datamg. Bocah perempuan itu bersimbah air mata. ****** "Mamanya mati ...." Abia mengusap pipinya yang basah oleh air mata. "Dia sendilian. Kakak Ra amalia | 136



✧ Raikantopeni ✧ sama Abang nemuin mamanya di bawah pohon mangga, Bibi Illa. Telus anak kucingnya mau mimik. Makanya Bia nyali Bibi Illa." Anak kucing yang baru berusaia tiga minggu itu kini sudah kenyang. Mamanya ditemukan mati pagi ini. Ketiga bocah itu sangat berduka hingga meminta pemakan khusus untuk kucing mereka pada sang ayah. Hampir semua pekerja peternakan hadir di pemakan si ibu kucing bernama gukguk itu. Pemakaman yang ditutup dengan doa oleh Pak Zamani itu berlangsung khidmat. Sekarang Abia yang manis, mendatangi Quilla yang sedang menyiapkan vitamin untuk kuda Raiq. Ada klinik hewan yang dibuat di tanah peternakan Raiq. Klinik yang dipegang oleh Quilla. Kedua kakak kembarnya sendiri sedang sibuk memandikan kuda bersama ayah mereka. Ra amalia | 137



✧ Raikantopeni ✧ Sedangkan Qarira menemani Mama Sarina dan Pak Zamani di kebun strawberry. Setidaknya Abia yang manis selalu berhasil membuat Quilla tersenyum. "Kucingya pasti sedih." "Kan ada Bia yang akan merawatnya." Quilla menyentuh kepala si kucing. "Jadi udah dikasi nama? Kata Bang Izar, Adek Bia belum kasi nama sampai sekarang." "Illa bingung, mau kasi nama Meong atau Miaw. Tapi karena mamanya udah pelgi sulga, Bia kasi nama Guguk 2 aja." Quilla melongo sebelum kemudian tertawa. Tawa yang berhenti tepat saat pintu klinik terbuka dan Tama masuk ke dalam.



Ra amalia | 138



✧ Raikantopeni ✧



Part 8 Tawa Quilla terhenti. Waktu pun seakan ikut berhenti. Ia tepaku bertatapan dengan Tama. Lelaki itu terlihat sangat tersiksa. Matanya menampilkan kedukaan. Mata yang kemarin begitu bengis menghancurkannya. "Maman Tamtam!" Tama yang terlalu fokus pada Quilla, langsung tersentak saat Abia memeluk kakinya. "Maman kok balu datang? Gukguk udah ke sulga. Kakek bilang di sulga gukguk maem ikan." Tama mengerjap. Bocah berkucir dua yang tingginya tak sampai pinggang lelaki itu kini berbicara serius dengan ekspresi menggemaakan. Hati Tama meleleh. Dia memang sangat suka anak kecil, terutama anakanak Qarira dan ... Raiq. Ra amalia | 139



✧ Raikantopeni ✧ Terlepas dari papa mereka yang menyebalkan, Abia adalah salah saru makhluk tercantik di mata Tama. Sepertinta pesona sang ibu menurun langsung padanya. Tama langsung mengangkat tubuh Abia. Menggendong gadis mungil yang hari ini menggubakan jumpsuit berwana pink. Tama mencium pipi Abia yang montok dan kemerahan. "Selamat pagi buat Maman mana?" tanya Tama. "Selamat pagi Maman Tamtam. Selamat pagi buat Bia mana?" "Selamat pagi, Princess, dan Maman mau minta maaf nggak bisa hadir pas Gukguk pergi ke surga. Paman baru tahu Gukguk pergi." "Nggak papa, Maman. Kakek bilang yang penting telus kilimin doa. Kata Mama juga Gukguk bisa liat kita dali sulga. Gukguk pasti tau Maman sakit makanya nggak dateng tadi." Ra amalia | 140



✧ Raikantopeni ✧ "Sakit? Maman nggak sakit kok, Princess." "Ini ...." Abia menyentuh wajah Tama yang lebam dan sudut bibirnya yang robek. "Kalo ngga sakit, Maman abis digigit nyamuk ya? Tapi kan sakit juga." Tidak, Princess. Paman habis dianiaya papamu yang sumbu pendek itu. Namun, tentu saja Tama hanya mampu menyimpan jawaban itu dalam hati. Abia yang cantik dan manis, terlalu polos untuk memahami konflik antara Tama dan Raiq. "Iya, nyamuknya nakal." Quilla menyipitkan mata mendengar jawaban Tama. Raiq tak pantas disamakan dengan nyamuk. Kakaknya itu sama sekali tidak nakal. "Nyamuknya lapal? Papa bilang nyamuk gigit kali lapal." "Maman nggak tau, Princess, tapi si nyamuk sepertinya nggak lapar pas gigit Maman." Ra amalia | 141



✧ Raikantopeni ✧ "Emangnya Maman bisa liat nyamuknya?" "Iya?" "Kok tau nyamuknya nggak lapal?" "Soalnya nyamuknya besar." "Besar?" "Banget." "Sebesal apa?" "Besar sekali. Nyamuk terbsesar yang Maman pernah liat." "Ihhh ... ngeliiii. Bia takut." Abia bergidik dan memeluk kucingya. "Gukguk 2 juga takut. Mamanya nggak ada. Ntar nyamuknya datang telus mau gigit." "Nyamuk itu nggak menggigit hewan manis," Quilla ikut berbicara. Ia tahu telah berbicara sembarangan, tapi tak bisa menahan jengah dengan cara Tama menggambarkan Raiq. "Nyamuknya hanya menggigit orang yang pantas digigit." Ra amalia | 142



✧ Raikantopeni ✧ "Pantas digigit itu apa Bibi Illa?" "Nyamuknya baik. Cuma gigit anak nakal." "Jadi Maman Tamtam nakal?" Quilla bertatapan dengan Tama. Lelaki itu menunggu jawabannya. "Tapi kan Maman TamTam baik. Seling beliin Bia boneka." "Terima kasih, Princess." "Buat apa?" "Sudah jadi tim hore Maman." "Tim hole itu apa?" "Gukguk 2 kan udah kenyang, Bia sekarang ajakin ke Gukguk 1, ya. Gukguk 2 pasti mau ketemu mamanya. Dia kangen." "Iya, Bibi Illa. Tapi Maman Tamtam ntar datang ya ke tempat Gukguk 1 bobok. Gukguk 1 kan teman Maman Tamtam juga."



Ra amalia | 143



✧ Raikantopeni ✧ Tama tidak pernah berteman dengan seekor kucing. Apalagi induk kucing yang setiap bertemu dengannya dulu selalu ingin mecakarnya. Namun, rupanya bagi Abia, ketidaksukaan kucing betina bernama Gukguk itu justru bentuk dari keakraban. Harusnya Tama heran, tapi karena Abia adalah keponakan dari istrinya, maka hal-hal seperti itu bisa dimaklumi. "Oke, nanti Maman ke sana." "Yeay! Maman Tamtam baik banget!" Abia mencium pipi Tama sebelum meluncur turun dari gendongan lelaki itu. Setelah Abia tidak terlihat lagi, Tama kembali fokus pada sang istri. Quilla terlihat begitu tenang. Terlampau tenang untuk karakternya yang ceria dan antusias. "Boleh aku duduk?"



Ra amalia | 144



✧ Raikantopeni ✧ "Kalau Illa bilang nggak, Kak Tama bakal pergi?" "Tidak." "Kalau begitu ngapain minta izin." Tama mengabaikan sikap dingin Quilla dan duduk di kursi kayu ruang kerja itu. "Aku ingin bicara." Quilla tak menyahut. Ia sibuk membereskan pekerjaanya. "Quilla, kamu mendengarku kan?" "Dengar." "Tapi kenapa kamu hanya diam saja?" "Kak Tama kan mau ngomong, ya silakan, tapi bukan berarti Illa harus jawab kan?" Ini dia. Sesuatu yang paling ditakuti Tama. Quilla memang manja, tapi tidak suka merajuk. Wanita itu sering bertingkah kekanak-kanakan,



Ra amalia | 145



✧ Raikantopeni ✧ tapi di dalam dirinya ada kedewasaan berbahaya yang disembunyikan. "Sayang ...." "Aduh." Quilla menjatuhkan wadah yang dipegangnya. Mendengar panggilan itu sangat tidaj Quilla harapkan untuk situasi ini. "Duduk aja, Illa cuma kaget." Quilla melarang Tama yang hendak bangkit. Ia membereskan pekerjaanya dengan cepat sebelum kemudian duduk di depan Tama. Quilla tahu betapa keras kepalanya Tama jika tidak dituruti. "Nah, sekarang ayo mulai." Tama gelisah karena sikap tenang istrinya, tapi tak urung mengungkapkan tujuanya. "Aku ingin minta maaf atas apa yang terjadi kemarin. Apa yang kulakukan padamu-" "Illa maafin." Tama menyipitkan mata. Dia tidak percaya. "Kalau begitu, maukah kamu berbaikan?"



Ra amalia | 146



✧ Raikantopeni ✧ "Oke." Quilla mengulurkan tangan. "Ayo berbaikan. Jangan bermusuhan." Tama menolak jabatan tangan itu. Kecurigaannya makin besar karena sikap Quilla yang begitu mudah. "Kak Tama nggak mau salaman? Oke." Quilla menurunkan tangannya. "Udah selesai kan? Kalau udah, Illa mau lanjut kerja." "Kamu tidak menganggap serius semua ini kan?" "Siapa bilang?" "Sikapmu." "Berarti Kak Tama salah sangka. Ini sangat serius buat Illa, kemarin. Sekarang udah nggak karena Illa menemukan solusinya." "Aku tidak mau menceraikanmu!" sambar Tama tajam. "Aku tidak mau berpisah jika itu yang kamu anggap solusi." Ra amalia | 147



✧ Raikantopeni ✧ "Nggak masalah. Illa nggak akan memaksa Kak Tama mau. Cuma memang Kak Tama harus setuju." "Bagaimana jika tetap tidak?" "Illa akan ke pengadilan. Biar kita melibatkan pengacara soal ini." "Ya Tuhan, Quilla aku tahu sudah salah." "Bagus." "Tapi bukan berarti kita harus langsung berpisah." "Kenapa nggak?" "Ini pernikahan, Quilla. Kita tidak sedang berpacaran atau main cinta-cintaan." "Harusnya Kak Tama sadar dari awal.". "Quilla aku-" "Illa nggak mau hidup sama pemerkosa." Tama membeku. Ra amalia | 148



✧ Raikantopeni ✧ "Iya. Itu alasan terbesar Illa." Quilla mengepalkan tangan. Ia berusaha untuk tidak menunjukkan reaksi berlebihan saat mengingat apa yang terjadi kemarin. Quilla masih terluka. Lukanya bertambah dalan setiap berhadapan dengan Tama. "Ingat nggak, sebelum menikah sama Illa, Kak Tama janji nggak bakal nyakitin Illa dengan sengaja. Kak Tama janji akan berusaha bikin Illa selalu tersenyum dan bahagia. Kak Tama nggak bakal izinin Illa nangis. Semua itu Kak Tama janjiin sama Ayah. Janji yang kemarin Kak Tama patahkan semuanya." Quilla berusaha mengatur napas. Dadanya yang terasa sangat sakit. "Kak Tama tahu Illa kesakitan kemarin, tapi Kak Tama nggak mau berhenti. Kak Tama sengaja ngelakuinnya karena Kak Tama marah dan mau Illa merasakan kemarahan Kak Tama. Itu sakitnya luar biasa, Kak. Kak Tama ingat kapan kita pernah bercanda Ra amalia | 149



✧ Raikantopeni ✧ terakhir kalinya sejak menikah? Selain pas kita bulan madu, Illa lupa kapan terakhir. Karena nggak pernah. Kak Tama bikin Illa ngerasa asing, dan itu bukan hidup yang bisa buat Illa bahagia. Seumur hidup Illa nggak pernah nangis sesering dan sebanyak saat jadi istri Kak Tama. Tapi sekarang, nangis kayaknya udah jadi rutinitas Illa. Dan Kak Tama nggak tahu itu kan? Pas mata Illa sembab kalo udah nangis semalaman, Kak Tama juga nggak tahu. Itu membuktikan Kak Tama bukannya nggak peka, tapi nggak cukup peduli sama apa yang Illa rasain. Bukannya itu berarti Kak Tama udah gagal memenuhi janji Kak Tama sama Ayah?" Quilla menelan ludah. Ia berjuang untuk mengendalikan suaranya agar tidak gemetar. "Illa nggak bisa, Kak Tama. Illa nggak bisa menghadapi semua ini. Illa memang wanita lemah dan manja, jadi sebelum kita saling menyakiti lebih jauh lagi, kita berpisah sekarang aja. Sebelum semuanya jadi terlalu parah." Ra amalia | 150



✧ Raikantopeni ✧ "Perceraian bukan jalan keluar." "Mungkin bagi sebagian orang iya, tapi bagi Illa, itu satu-satunya pilihan yang Illa punya." "Kita bisa memperbaiki semua ini. Belajar dari kesalahan kita." Quilla menggeleng. "Ini bukan kesalahan. Ini kondisi yang bakal terus belanjut. Alasan kejadian kemarin, bukan hal sepele, karena udah melibatkan keluarga Kak Tama. "Illa adalah orang yang sangat menyayangi keluarga. Orang yang tahu arti penting sebuah keluarga, dan Illa tahu Kak Tama juga begitu. Illa nggak bisa menempatkan Kak Tama di tengahtengah, antara Illa dan keluarga Kak Tama. Itu nggak adil, buat Kak Tama, buat keluarga Kak Tama dan buat Illa." "Dengar, aku akan bicara dengan-" Quilla mengangkat tangan dan menggeleng. "Nggak perlu ada yang diomongin. Kemarin Ra amalia | 151



✧ Raikantopeni ✧ adalah bukti, bagaimana pandangan keluarga Kak Tama terhadap Illa, juga bagaimana posisi Illa di hidup Kak Tama." Quilla tersenyum sendu. "Itu bukan pandangan dan posisi yang Illa inginkan seumur hidup. Jadi, ayo kita hentikan aja. Illa nggak mau lagi menjalani hal yang memiliki kemungkinan besar terulang lagi. Illa nggak mau berada di dalam hubungan, dimana ada konflik yang siap meledak kapan aja, karena pada akhirnya, Kak Tama akan tetap lebih percaya keluarga Kakak, dan Illa berakhir sebagai si bersalah." Quilla menggeleng. "Itu bukan rumah tangga yang diinginkan Ayah untuk Illa. Kalau Illa sakit, Ayah akan ikut sakit. Jadi, nggak, Kak Tama. Illa nggak mau menjadi sumber rasa sakit dari laki yang benar-benar mencintai Illa." Mereka kemudian terdiam. Quilla sangat berharap Tama memahami maksudnya. "Aku tidak akan menceraikanmu." Ra amalia | 152



✧ Raikantopeni ✧ Quilla terperangah, tidak menyangka akan mendapatkan respon itu dari Tama. "Kak Tama ngerti nggak-" "Aku mengerti, tapi bukan berarti aku harus mengikutimu. Aku berhak mempertahankan rumah tanggaku. Jadi, Baahirah Quilla, jangan pernah bermimpi kamu akan kuceriakan. Itu adalah hal yang tidak akan pernah terjadi."



Ra amalia | 153



✧ Raikantopeni ✧



Part 9 Mereka tidak menemukan kesepakatan. Semua itu semakin jelas saat Tama malah mendekatinya lalu mengecup bibir Quilla. Lelaki itu membelai kepalanya dan mengatakan mencintainya. Lalu Tama pergi. Semudah itu. Seolah Quilla tidak baru saja meminta carai. "Hah ...!" Quilla menghembuskan napas yang semenjak tadi tertahan. Untuk pertama kali dalam hidup, Quilla tak tahu apa yang harus dilakukan. Apa dia yang bodoh atau Tama yang telah gila? Bukankah mereka sedang perang besar? Lalu kenapa lelaki itu bersikap seolah-olah semuanya telah selesai? Berakhir baik-baik saja? Ra amalia | 154



✧ Raikantopeni ✧ Kini Tama sudah pergi dan Quilla masih tak mampu mencerna semua ini. Kesadaran wanita itu kembali saat pintu tersibak dan Qarira masuk ke dalamnya. Kakaknya menampilkan wajah kahwatir. Ada Abia dalam gendongan Qarira. Bocah itu meronta hingga mendapatkan atensi ibunya. Qarira meminta maaf lalu menurunkan sang putri. "Tama ke sini?" tanya Qarira dengan raut khawatir. Quilla mengangguk pelan. "Di mana dia sekarang?" "Pergi." "Pergi ke mana?" "Kok Maman Tamtam pergi? Katanya mau liat kuburnya Gukguk 1?" Quilla menatap keponakannya, tapi tak mampu bersuara. Ia teralu shock karena Ra amalia | 155



✧ Raikantopeni ✧ perubahan sikap Tama barusan. Awalnya lelaki itu diliputi rasa bersalah. Terlihat tertekan, menyesal dan berduka. Lalu selanjutnya Tama terlihat sangat bertekad. Dan terakhir ... lelaki itu memperlakukan Quilla dengan cara yang selalu wanita itu sukai dulu. Manis dan lembut. Penyayang dan .... "Sialan!" "Siapa yang sialan?" "Sialan itu apa, Mama?" Quilla menutup mulutnya. Ia tak menyangka sudah keceplosan mengumpat. Di depan anak kecil lagi. Quilla tidak suka mengumpat dan sekarang merasa berlumuran dosa karena melakukannya. Quilla menatap sang kakak dengan pandangan memelas. Ia meminta pertolongan. Sungguh dirinya sedang tak mampu meladeni Abia sekarang. Ra amalia | 156



✧ Raikantopeni ✧ "Bia sayang, boleh Mama berbicara dulu sama Bibi Illa?" "Tapi sialannya apa, Mama?" "Bibi Illa lagi nggak enak badan, jadi ngomongnya salah. Tadi mau bilang sakitnya." Abia mengernyit dan Qarira menahan ringisan. Putri bungsunya memang jarang menerima penjelasan janggal mentah-mentah. Apalagi Quilla bukablah orang yang sembarangan saat berbicara. "Jadi Bibi Illa sakit kayak Maman Tamtam? Tapi kata Maman Tamtam, sakitnya itu gara-gara digigit nyamuk gede. Bibi Illa digigit nyamuk juga?" Qarira tersenyum, memilih untuk segera mengalihkan perhatian putrinya. "Mama lupa, Nenek mau cicipin cake wortelnya. Mama bisa minta tolong sama Bia?" "Bisa dong." Ra amalia | 157



✧ Raikantopeni ✧ "Bantuin Mama ngajakin Nenek ke dapur ya. Buat ambil cake-nya. Nanti Mama nyusul. Bisa?" "Bisa ... bisaaa .... Bia ke Nenek dulu ya Mama ...." Abia kemudian menatap bibinya. "Papa punya semplot nyamuk di lumah. Nanti Bia minta pinjem Papa bial nyamuknya nggak gigit Bibi Illa. Mau?" Quilla mengangguk. "Dadah Mamah, Dadah Bibi Illa." Gadis berkucir dua itu kemudian berlari sambil melompat-lompat meninggalkan kantor Quila. Qarira segera membawa adiknya duduk di kursi lalu mengambilkan segelas air yang hanya diminum sedikit oleh Quilla. "Abia memberitahu Kakak kalau Tama datang. Benarkah?" Quilla mengangguk. Ia lupa berpesan kepada keponakannya agar tak memberitahu siapapun.



Ra amalia | 158



✧ Raikantopeni ✧ "Untung Mama Sarina sedang berbicara dengan pekerja. Jika tidak dia pasti ingin bertemu suamimu." Quilla tak mau membayangkan hal itu. Semuanya akan bertambah sulit. "Sekarang katakan, apa yang terjadi? Kenapa kamu spucat ini?" "Illa nggak pucat." Quilla menepuk-nepuk pipinya. Seolah ingin memberi warna pada kulitnya. "Ini efek kurang tidur tadi malam." "Quilla, kamu tahu kan percuma berbohong pada Kakak soal ini? Kakak lebih berpengalaman darimu." "Ya ampun benar." Quilla mendesah dan bersandar di sandaran kursi. "Kak Tama datang ke sini. Illa bahkan nggak dengar suara mobilnya." Klinik hewan itu memang terletak di tepi jalan utama menuju peternakan dan cukup jauh dari Ra amalia | 159



✧ Raikantopeni ✧ rumah. Meski tetap bisa ditempuh dengan berjalan kaki, berada di sisi berbeda membuat tamu yang datang ke klinik, tidak harus melewati rumah utama. "Dia pasti memarkirkan kendaraanyya di tepi jalan besar." "Pintar sekali." Quilla mendesah. "Kak Tama sudah memperhitungkan jika berkendara langsung ke sini, Kak Raiq pasti tahu." "Itu berarti dia tak ingin ada ribut-ribut." "Illa juga." "Lalu kenapa kamu terlihat seperti ini?" Qarira mengingat wajah adiknya yang penuh tekad tadi pagi. "Karena Kak Tama mau kami balikan." Qarira diam. "Kak Rira nggak terkejut?" Quilla menatap kakaknya lelah. Tadinya ia berharap sang Kakak akan memberikan reaksi terkejut atas ala yang Ra amalia | 160



✧ Raikantopeni ✧ diungkapkan. Karena apa yang diminta Tama memang gila. "Tidak," jawab Qarira singkat, tapi lembut. "Kenapa? Kenapa Kak Rira nggak terkejut. Ini kan sesuatu yang diluar dugaan." "Salah, itu sesuatu yang sudah Kakak duga." "Kenapa bisa?" "Karena dia mencintaimu. Dan Kakak yakin kamu tahu itu." Quilla tertawa. Tawa renyah penuh rasa geli. "Cinta sama Illa? Cinta nggak kayak gini. Nyakitin. Konsep cinta cuma buat nyakitin itu nggak benar. Nggak ada malah." Qarira menyentuh tangan adiknya dan menggenggannya erat. "Cinta nggak punya konsep, Dek. Sama seperti cinta belum tentu membebaskanmu dari rasa sakit. Cinta dan rasa sakit itu berteman erat." Ra amalia | 161



✧ Raikantopeni ✧ "Temenan macam apa itu? Kok nyebelin. Nggak berguna sekali. Temenan kan harusnya mendatakan kebaikan, ini kok malah rasa sakit." "Temenan yang kamu anggap konsep tadi." Quilla cemberut. "Cinta itu bukan sains yang bisa kamu rumuskan. Bisa kamu perhitungkan." "Karena itu, Illa nggak mau terjun terlalu dalam." "Tapi sudah terlambat." "Kakak ...." Quilla merengek. Ia tidak suka karena kakaknya selalu memiliki jawaban atas apa yang diutarakan. "Kamu sudah menikah. Sudah jatuh cinta, sudah terikat. Kakak tidak salah kan?" "Tapi Illa juga sudah ngerasain sakitnya." "Dan kamu mau menyerah? Begitu saja?"



Ra amalia | 162



✧ Raikantopeni ✧ "Illa mau membebaskan diri, menyerah. Membebaskan diri."



bukan



"Jaminannya apa?" "Jaminan apa?" "Kalau kamu benar-benar bisa bebas." "Itu keinginan Illa. Berdasarkan akal sehat." "Atau emosi sesaat kamu." "Kak ...." "Dan kadang akal sehat nggak punya kuasa apa-apa pada cinta. Sekali lagi, posisimu sekarang, kamu sudah jatuh cinta." Quilla mendelik. "Kak Rira kenapa sih?" "Kenapa apa?" "Kenapa seolah-olah menghalangi Quilla buat berpisah." "Kakak mana yang mau adiknya menjadi janda? Terutama karena dia pernah menjadi janda." Ra amalia | 163



✧ Raikantopeni ✧ "Jadi janda nggak selamanya buruk." "Memang." "Terus kenapa?" "Karena sekali lagi, Kakak nggak mau kamu rasain apa yang Kakak pernah alami." "Tapi kasus kita beda." "Dan kamu pasti tahu kasus Kakak lebih parah." Quilla terdiam. "Bukan bermaksud membandingkan, tapi Kakak tahu kamu dan Tama saling mencintai. Emosimu sekarang membuatmu berpikir bisa melakukan semuanya dalam hidup. Tapi sekali lagi, kamu sudah terikat dengan lelaki yang kamu cintai dan sangat mencintaimu." "Kalau mencintau Illa, Kak Tama nggak bakal nyakitin Illa." "Lalu menurutmu Kak melakukannya pada Kakak?" Ra amalia | 164



Raiq



tidak



✧ Raikantopeni ✧ Quilla terperangah. "Kak Raiq ... pernah ... pernah ...." "Kakak tidak akan membahas urusan ranjang Kakak denganmu." "Itu nggak adil." "Itu adil. Karena Kak Raiq pasangan Kakak. Sebesar apapun kesalahannya, Kakak dulu yang memilihnya. Kakak tidak mau menjadi pengecut yang langsung kabur saat suami Kakak melakukan kesalahan. Kakak akan berjuang membantunya memperbaiki diri. Karena konsep cinta--jika memang ada-- adalah saling menerima, memperbaiki, dan menguatkan, bukan malah meninggalkan." Quilla merasa tertohok mendengar ucapan Kakaknya. "Percayalah, Dek. Lelaki itu tidak selalu sekuat yang mereka pikirkan. Kadang, saat mereka merasa terancam dan ketakutan, mereka Ra amalia | 165



✧ Raikantopeni ✧ melakukan tindakan implusif yang akan mereka sesali." "Tapi kesalahan Kak Tama sangat fatal." "Benar, dan Kakak nggak akan membelanya soal itu. Tapi Kakak juga tidak mau kamu menderita setelah ini." Qarira menyentuh pipi adiknya dengan sayang. "Kamu gadis kesayangan kakak. Separuh jiwa Kakak. Kakak selalu berharap kamu akan bahagia." "Illa nggak mau nangis lagi." "Kalau begitu jangan menangis lagi. Kamu wanita paling unik yang pernah Kakak kenal. Wanita yang paling tidak kenal takut, berakal sehat, dan sulit jatuh hati. Karena itu ketika kamu memutuskan menikah dengan Tama, Kakak yakin perasaanmu untuknya tidak mainmain. "Ketahuilah, Quilla. Berpisah dengan seseorang yang memiliki perasaan sama besarnya dengan kita, jauh lebih sulit dari yang Ra amalia | 166



✧ Raikantopeni ✧ kamu bayangkan. Karena kita tidak hanya berjuang untuk menghilangkan perasaan kita, tapi juga harus tahan melihatnya menderita. Dan pertanyaan Kakak adalah, apa kamu sanggup melihat Tama menderita karena terlalu mencintaimu?" PART 10 "Enak, Nek?" "Iya, Princess, enak sekali." "Mama buatnya kemarin." Abia mencolek cream dari atas cake lalu memasukkan ke mulut. "Gukguk mau nggak?" Abia menawarkan kucinya. Hewan mungil dalam gendongan gadis kecil itu menjulurkan lidah dan menjilati jari Abia. "Uhyaaayyyy ... Gukguk syuka. Besok Bia minta Mama buatin lagi ya. Yang besarr. Biar Gukguk bisa makan banyak. Kenyang." Ra amalia | 167



✧ Raikantopeni ✧ Mama Sarina tertawa melihat tingkah lucu cucunya. Abia adalah gadis kecil termanis di dunia bagi neneknya. "Kak Abi sam Izard mana?" "Kan main sama Ayah sama Kakek." "Nenek kira ke klinik Bibi Quilla." "Nggak. Kan Mama yang ke sana. Eh, sama Bia, tapi Bia disuruh balik." "Kenapa disuruh balik? Bia kan anak manis dan Bibi Illa suka." Mama Sarina menaruh curiga karena tahu itu bukanlah kebiasaan Qarira. Mengizinkan anaknya pulang sendiri dan tanpa pengawasan. Bukan berarti bahwa lingkungan itu berbahaya, mengingat banyaknya pekerja yang juga sedang bertugas dan selalu ikut membantu mengawasi tiga makhluk mungil itu. Hanya saja Qarira memang sedikit terlalu protektif terhadap anak-anaknya. Ra amalia | 168



✧ Raikantopeni ✧ "Emang suka, Nenek. Tapi Mama mau ngomong sama Bibi Illa." "Ngomongin apa emangnya? Boleh Nenek tahu?" "Bia nggak tau. Kan Mama belum ngomong." Mama Sarina tersenyum, gemas sekali mendengar kejujuran cucunya. Namun, hal itu malah membuatnya makin curiga. Dia belum sempat kembali berbicara saat Pak Zamani, Raiq dan kedua cucu lelakinya datang. Abia turun dari kuris taman dan menyusul kakak-kakaknya. Bocah perempuan itu kini sudah sibuk memilih jeruk dari keranjang yang dibawa Abizard. "Sepertinya kamu mendapatkan yang terbaik," puji Mama Sariba melihat keranjang buah berisi strawberry, apel dan jeruk kini sudah diletakkan Raiq dan Pak Zamani di samping piring cake. Ra amalia | 169



✧ Raikantopeni ✧ "Beberapa sudah siap panen, sebelum panen raya. Kami memetik seperlunya." "Seperlunya dan sebanyak ini?" tanya Mama Sarina geli. "Lebih banyak lagi, Cinta. Tapi Raiq membagibagikannya untuk pekerja. Tadi banyak sekali." Pak Zamani ikut mengambil suara, tak lupa dirinya mencolek dagu sang istri dengan mesra. Mama Sarina mendesah. "Dan kamu terlihat sangat bersemangat." "Tentu saja. Ini menyenangkan." "Aku tahu. Tapi kamu harus ingat tidak boleh kelelahan." Mama Sarina tahu rewel tidak baik, tapi suaminya yang terlalu bersemangat itu sering membuatnya was-was. "Aku kuat. Aku sehat. Memetik buah-buahan tidak akan membuatku tumbang. Kamu kan tahu betapa perkasanya aku."



Ra amalia | 170



✧ Raikantopeni ✧ Mama Sarina memejamkan mata mendengar ucapan suaminya. Sementara Raiq dan Pak Zamani malah tertawa. Pembicaraan mereka terjeda karena ketiga boceh kecil itu kini berkumpul dan mulai meminta cake pada Neneknya. "Mama mana, Princess?" tanya Raiq pada sang putri. Dia mencium pipi putrinya dengan gemas. "Ketemu Bibi Illa." "Oh. Bibi Illa masih di klinik?" "Iya, Papa. Kerjaanya Bibi Illa buanyak banget." "Kenapa bisa? Bibi Illa biasanya sudah selesai. Tadi Bibi Illa berjanji akan menyusul ke sini." " Kan tadi Maman Tamtam dateng. Ngomongngomong. Ih Maman janji mau ke sini, ketemu Gukguk, tapi nggak datang. Ayah Maman Tamtam kemana?" Ra amalia | 171



✧ Raikantopeni ✧ Raiq terlalu terkejut untuk membalas ucapan putrinya. "Tama datang? Dimana Paman sekarang, Cantik?" tanya Pak Zamani pada cucunya. "Pulang." "Pulang. Aneh sekali dia datang dan pulang begitu saja, tanpa memberitahu kita." Raiq tidak memiliki jawaban untuk ayahnya. ****** "Di mana dia? Kakak akan menghajarnya lagi!" Quilla meringis. Ini bukan hal yang diharapkannya. Raiq terlihat sangat emosi dan pasti akan bertambah parah jika diberitahu apa yang dikatakan Tama tadi. "Sayang .... tenanglah," pinta Qarira. Sejak kembali dari klinik, Qarira sudah sangat resah melihat gelagat suaminya. Karena itu, ia tak menunggu dua kali untuk menurut saat Raiq meminta mereka bertiga berkumpul. Ra amalia | 172



✧ Raikantopeni ✧ "Bagaimana aku bisa tenang? beraninya dia ke sini."



Berani-



"Sudah sewajarnya dia kesini." "Apa maksudmu, Rira? Apa yang wajar dari semua itu?!" "Sayang." Qarira mengusap dada suaminya. "Kamu tidak ingin kan Ayah dan Mama mendengar semuanya?" "Kak Rira benar. Illa tidak mau Ayah sampai tahu." Raiq berusaha mengendalikan emosinya. Mereka kemudian duduk di sofa ruang kerja lelaki itu. "Jika Abia tidak memberitahuku, aku tidak akan tahu." Abia tentu saja tidak bisa disalahkan karena bersikap polos dan jujur. "Kak Tama memang tiba-tiba muncul. Illa hanya bersyukur dia tak sempat bertemu Ayah atau Mama Sarina." Ra amalia | 173



✧ Raikantopeni ✧ "Ayah tidak selemah yang kamu pikirkan, Dek. Ayah sudah menghadapi banyak hal dalam hidup. Yang terpenting bagi Ayah adalah kebahagianmu." "Dan bagi Illa pun sama. Illa ingin Ayah bahagia." "Lalu apa maksudmu? Kamu akan bertahan dengan bajingan itu?" "Raiq, aku tahu kamu khawatir, tapi dalam hal ini kita tidak bisa terlaly ikut campur-" "Ikut campur katamu? Apa kamu tahu bagaimana keadaan Quilla kemarin karena bajingan itu? Kamu tidak ada di sana saat melihat betapa takutnya adik kita! Dan sekarang kamu malah membelanya!" Qarira tersentak. Ia tak menduga Raiq akan meneriakinya. "A-aku tidak membelanya." "Iya. Kamu membelanya. Aku tahu dia meneleponmu dari catatan panggilan masuk di Ra amalia | 174



✧ Raikantopeni ✧ ponselmu kemarin. Sesuatu yang tidak kamu katakan padaku. Kamu menyembunyikannya dengan sengaja!" "Raiq-" "Hubunganmu dengannya istimewa kan? Hubungan yang tidak bisa aku masuki. Sejak dulu kamu sudah menegaskannya." "Apa maksudmu?" "Maksudku adalah bersikaplah yang adil. Sesayang apapun kamu pada bajingan itu , dia tetap telah menyakiti adikmu! Bersikaplah seperti Kakak sesungguhnya. Jangan selalu menjadi tameng untuknya hanya karena masa lalu kalian!" Qarira mendorong dada Raiq. Ia tak tahan mendengar ucapan suaminya. "Cukup." Qarira berusaha mengendalikan air matanya yang mengancam keluar.



Ra amalia | 175



✧ Raikantopeni ✧ Raiq yang melihat wajah istrinya memucat langsung menyadari telah bersikap kejam. "Rira ...." "Kamu tahu selalu menjadi satu-satunya, tapi kamu tetap saja menyakitiku. Jika menurutmu aku wanita tidak bermoral, setidaknya jangan menuduhku di depan adikku. Dengan lelaki yang adalah suaminya!" "Rira ...." Qarira menepis tangan Raiq yang berusaha menggapainya. "Aku tidak sedang membela Tama. Aku hanya tidak ingin adikku menjadi janda seperti yang kualami dulu." Qarira kemudian bergegas keluar, disusul Raiq yang mengejarnya. Quilla yang menyaksikan semua itu hanya bisa terdiam. Ia tak menyangka bahwa permasalahannya membuat kedua kakaknya malah bertengkar. Kak Raiq melukai Kak Rira. Dan Quilla hanya bisa menjadi penonton saja. Ra amalia | 176



✧ Raikantopeni ✧ Quilla baru saja menutup pintu ruang kerja Raiq saat punggungnya disentuh Mama Sarina. "Mama ya ampun, Illa kaget banget." "Maaf, Nak. Mama nggak sengaja." "Nggak papa, Ma. Mama cari Kak Raiq?" Mama Sarina menggeleng. "Mama tahu Kak Raiq-mu sedang menyusul Rira." Quilla tetap berusaha terlihat tenang. Ia hanya berdoa agar Mama Sarina tak melihat wajah tersiska kakaknya. "Mama mencarimu." "Eh? Kenapa, Ma?" "Pulang ya, Nak. Pulang ke rumah. Jangan di sini." Deg. Quilla terpaku. Apa itu berarti Mama Sarina sudah mengetahui semuanya?



Ra amalia | 177



✧ Raikantopeni ✧ "Mama tidak buta. Dan bukan orang yang sama sekali tidak peka." Mama Sarina menyentuh pipi Quilla. "Mama tahu ada yang tidak beres, tapi Mama memilih diam hingga nanti kamu siap berbicara." Quilla merasakan matanya memanas lagi. "Tapi ternyata, diam Mama tidak berujung baik. Mama tahu Illa sudah dewasa, tapi bagi seorang ibu, anak tetaplah anak. Jadi ayo pulang ke rumah, Nak. Agar Mama bisa merawat Illa." Air mata Quilla menetes dan Mama Sarina dengan lembut mengusapnya. "Ta-tapi Kak Raiq dan Kak Rira ..., mereka bertengkar gara-gara Illa." "Mereka dewasa dan cukup berpengalaman. Pada akhirnya mereka akan bisa menyelesaikan masalah sendiri." "Tapi gara-gara Illa-"



Ra amalia | 178



✧ Raikantopeni ✧ "Jangan menyalahkan dirimu, Sayang. Kakakkakakmu memiliki pandangan sendiri. Suami istri tidak selamanya harus sependapat. Jika Illa ingin membantu mereka, maka mari kita berikan mereka ruang untuk mengurai kesalah pahaman ini. Tapi sekarang, Illa pulang dengan Mama dan Ayah ya. Rumah itu adalah rumah Illa, sudah seharusnya anak-anak pulang ke rumah di mana orang tuanya berada saat merasa terlalu lelah." Quilla langsung memeluk Mama Sarina. Ia tak akan bisa berhenti menyayangi wanita ini. Dukungan dan cinta yang diberikan Mama Sarina, tidak akan ternilai harganya.



Ra amalia | 179



✧ Raikantopeni ✧



Part 11 Tama mendesah saat melihat nama yang tertera di ponselnya. Sang ibu kembali menghubunginya. Perasaan Tama tidak enak dari semalam, karena itu dirinya tak mengangkat telepon dari siapapun. Namun, sebagai lelaki dewasa, Tama tahu ada batas dari sikapnya ini. Keluarganya sedang kacau balau, jadi Tama tak ingin menjadi orang yang memperumit segalanya. Tama akhirnya mengangkat panggilan sang ibu. "Hallo ... Ibu-" "Nak, kamu dimana?" Tama meringis karena suara khawatir ibunya. "Di hotel, Bu." "Hotel? Kamu masih di sana?" Ra amalia | 180



✧ Raikantopeni ✧ Tama meringis, lagi. Dia yakin ibunya telah mendengar kejadian kemarin. Meski dirinya pemilik hotel itu, tapi orang tuanya memiliki pengaruh kuat dan membuat staf merasa perlu melaporkan perkembangan yang terjadi. "Iya, Ibu. Saya masib di hotel." "Apa yang kamu lakukan?" "Eum ... bekerja?" Tama sebisa mungkin menjawab dengan tenang. Dia tak ingin ibunya bertambah khawatir. "Bekerja? Dalam keadaan seperti ini?" Tama menarik sudut bibirnya. Memang apa yang bisa dilakukannya? Berdiam diri dan mengingat semua kebodohannya? Tidak, Tama bukan lelaki yang akan melakukan hal seperti itu. Kini di atas mejanya sudah tersedia tablet yang layarnya menampilkan rekomendasi pengacara paling hebat di tanah itu. Benar, Tama tidak tenang. Bersikap santai di depan Quilla hanyalah tameng. Tekad di mata Ra amalia | 181



✧ Raikantopeni ✧ istrinya membuat Tama tahu harus mengambil langkah persiapan jika taktiknya gagal. Tama akan menyediakan pengacara terbaik--bahkan jika perlu yang berasal dari ibu kota-- jika itu bisa membuat istrinya gagal di pengadilan nanti. Bagaimanapun caranya, Tama tidak akan melepaskan Quilla. "Iya, Bu. diselesaikan."



Beberapa



pekerjaan



harus



"Pulang, Nak. Pulang." "Pasti pulang, Bu. Tapi nanti ya?" bujuk Tama lembut. Ibunya adalah wanita pendiam yang lembut hatinya. Meski dulunya dikenal sebagai play boy yang dengan mudah mencampakkan orang, Tama banyak belajar dari ibunya cara memperlakukan perempuan agar tidak sakit hati. Tapi kamu gagal memperlakukan istrimu dengan baik, hati kecil Tama mencibir dengan keji. "Tapi Ibu khawatir." Ra amalia | 182



✧ Raikantopeni ✧ "Ibu sayang, yang paling cantik dan penyabar, putramu ini tidak apa-apa. Jadi jangan kahwatir. Mengkhawatirkan saya tidak berguna." "Kamh putra Ibu!" "Tent saja! Siapa yang berani bilang tidak?" "Tama, Ibu sedang tidak bercanda." "Maaf, maafkan saya. Tapi saya benar-benar tidak ingin Ibu khawatir. "Nak ..., kami tidak mendengar kabarmu dari sore kemarin, bagaimana Ibu bisa tenang?" "Ah, maafkan putramu yang lalai ini Ibu. Saya terlalu sibuk hingga lupa mengabari. Ibu mau memaafkan saya kan? Saya berjanji akan menajdi anak yang lebih manis setelah ini." "Tentu, tentu memaafkanmu."



saja.



Ibu



akan



selalu



"Ibu terbaik. Ibu tahu itu kan? Saya tahu Ibu sedang tersenyum sekarang." Ra amalia | 183



✧ Raikantopeni ✧ Namun, rupanya jurus Tama kali ini tidak mempan, karena helaan napas ibunyalah yang justru terdengar. "Nak, Ibu ... ingin meminta maaf." Tama merasakan firasat buruk. "Tentang apa, Bu? Kenapa suara Ibu lirih seperti itu?" "Soal Nenek. Bibimu melebih-lebihkan. Ibu ... termakan ucapannya dan merasa bersalah. Ibu-" Tama memijit keningnya. Dia tak tahu harus mengatakan apa. "Nak, kamu masih mendengarkan Ibu?" "Iya, tentu, Bu. Tapi apa bisa kita bisa membahasnya nanti? Di waktu yang tepat saat kita bertemu. Berbicara melalui telepon hasilnya sering tidak sesuai harapan kan?" "Benar. Benar, Nak. Kemarin adalah buktinya. Jadi kapan kita bisa bertemu?" "Saya akan pulang sore ini." "Terima kasih Tuhan." Ra amalia | 184



✧ Raikantopeni ✧ Tama tersenyum mendengar rasa syukur ibunya yang tulus. "Jadi, Ibu jangan khawatir lagi. Jangan bersedih. Ibu memang tetap cantik meski bersedih, tapi saya lebih suka melihat Ibu saat sedang tersenyum. Ibu seperti dewi dari khayangan." "Tidak ada dewi bertubuh gemuk dan tua seperti Ibu." "Memangnya kenapa? Justru Ibu harus tahu tubuh gemuk itu melindungi Ibu dari tatapan pria-pria yang menganggumi kecantikan Ibu." "Nak, pulang saja ya. Jangan terlalu keras berusaha bercanda. Kepulanganmulah yang bisa menenangkan Ibu." Pada akhirnya Tama tahu, bahwa ibunya tetap sangat mengenalinya.



Ra amalia | 185



✧ Raikantopeni ✧ *****



Quilla menatap sekelilingnya. Kamar itu tentu tidak berubah. Kamarnya saat masih gadis dulu. Sejujurnya wanita itu tak menyangka akan kembali ke tempat itu, bukan untuk menginap, tapi kemungkinan tinggal selamanya. Quilla tidak akan lupa ekspresi terkejut ayahnya saat Mama Sarina mengatakan bahwa dirinya akan ikut pulang. Awalnya Pak Zamani terlihat sangat senang. Namun, intuisi sebagai orang tua, terutama ketika melihat ekspresi anggota keluarganya yang lain, memberitahu Pak Zamani bahwa kepulangan Quilla bukan untuk berkunjung atau menginap biasa. Ayahnya memang tidak mendesak dengan rentetan pertanyaan setelah itu. Bahkan pria tua itu memeluk dan menciumnya lalu mengatakan tentu saja Quilla bisa pulang. Ra amalia | 186



✧ Raikantopeni ✧ Namun, itu yang justru lebih menghancurkan hati Quilla. Ayahnya terlihat memendam perasaan. Sesuatu yang sebenarnya sangat dihindari Quilla. Tidak ada perpisahan yang mudah. Tidak semua keputusan yang dianggap tepat itu menyenangkan semua orang. Iya, setidaknya itu adalah prinsip yang dipegang Quilla sekarang. Quilla mengambil figura dimana potret dirinya dan Dongdong berada. Gadis di foto itu tersenyum lebar dimana ada seekor anak kambing yang dirangkulnya. Betapa ceria dirinya dulu. Betapa hidup terasa mudah dan indah di masa lalu. "Dong ... Illa kangen," bisik Quilla lirih. Dongdong adalah sahabat terbaik Quilla. Meski mendiang kambingnya tidak bisa berbicara layaknya manusia, tapi Dongdong memiliki cara tersendiri untuk membuat Quilla tahu bahwa kambing itu memahaminya. Ra amalia | 187



✧ Raikantopeni ✧ Quilla nenyentuh potret kambing dalam figura itu. "Kamu kangen nggak? Iya, Illa tahu rumput di surga itu paling enak, tapi kamu harus tetap kangen Illa. " Quilla tahu dirinya kini terdengar tidak masuk akal, berbicara dengan foto hewan. "Illa kangen banget. Illa lagi sedih." Quilla tersenyum muram. "Duda dua kali itu nyebelin banget. Seenaknya bikin Illa nangis, malah balik dan mau cium-cium. Salah, udah cium-cium. Kamu tahu, Illa rasanya pengen nampol dia. "Tapi ... Illa nggak bisa. Dia juga keliatan sakit banget. Terus Illa harus gimana, Dong?" Quilla meletalkan figura itu kembali di meja belajarnya dulu. Ia duduk dan meletakkan dagu di atas permukaan meja, persis di hadapan figura itu. "Saat pertama kali ketemu dia, kamu ada di sana. Kamu liat kan dia itu ... nggak tahu malu. Illa kira dia udah tobat, tapi ternyata nggak. Sok gantengnya kumat lagi, Dongdong. Ra amalia | 188



✧ Raikantopeni ✧ "Oke, Illa tahu nggak boleh bicarain orang di belakang. Tapi kan kamu udah meninggal. Masak itu diihitung dosa juga. Nggak kan? Coba deh kamu tanya sama Tuhan, Illa mesti ngapain. Soalnya Illa udah minta pisah, tapi si duda nggak mau. Illa putus asa .... Illa harus gimana?" ******



"Jadi kapan kamu akan memberitahuku, Cinta?" tanya Pak Zamani pada sang istri yang kini sibuk mengupas buah untuknya. "Memberitahu apa?" "Sarina, kamu tahu apa maksudku. Alasan putri kita kembali ke sini." "Kamu pasti sudah bisa menduganya." Mama Sarina meletakkan pisau dan buah. Dia menjalin jemari di atas meja dan menatap suaminya. Ra amalia | 189



✧ Raikantopeni ✧ Ini memang tidak terhindarkan. Sebagai ibu, dirinya bertugas memberi pengertian pada suaminya. Dia adalah perantara untuk masalahmasalah dalam keluarga mereka. Sepulang tadi, Quilla meminta izin untuk ke kamarnya dan hingga sekarang masih berada di sana. Jadi Mama Sarina sengaja mengajak Pak Zamani ke teras belakang, sebagai tempat untuk bisa berbicara berdua. Tempat yang tenang agar pembicaraan ini tidak terlalu tegang. Dia harus bisa menyampaikan masalah ini baik-baik, karena jika tidak, itu bisa mengancam kesehatan suaminya. "Quilla dan Tama sedang ada masalah kecil." "Istriku, Cinta dalam hidupku. Quilla berbeda dengan wanita kebanyakan, dia tak akan mengambil langkah ekstrem dengan pulang ke rumah, jika hanya terlibat perselisihan kecil dengan suaminya. Jadi, katakan, apa yang terjadi? Apa penyebab semua ini bisa terjadi?" Ra amalia | 190



✧ Raikantopeni ✧ "Aku tidak tahu." "Apa?" "Aku benar-benar tidak tahu. Quilla, tidak mengatakan alasannya, tapi kamu benar, ini pasti bukan masalah kecil." Pak Zamani terlihat gelisah sekarang. "Berjanjilah kamu akan baik-baik saja dan tenang," pinta Mama Sarina yang kini sudah bangkit lalu memeluk suaminya dari belakang. "Berjanjilah kamu akan kuat dan kita akan mencari solusi untuk masalah ini." Mama Sarina mencium pipi Pak Zamani. Dia mengeratkan pelukannya. "Putri kita sedang mengalami badai dalam rumah tangganya, sebagai orang tua, kita adalah rumah tempatnya berlindung. Jika sekarang kita roboh, apa yang akan terjadi pada putri kita? Kemana dia harus berteduh dan beristirahat? Jadi kumohon, berjanjilah kamu akan baik-baik saja. Karena aku tidak akan sanggup kehilanganmu." Ra amalia | 191



✧ Raikantopeni ✧ "Aku akan baik-baik saja, Cinta. Kita akan baikbaik saja." "Aku mencintaimu." "Aku lebih mencintaimu." Pak Zamani mengecup lengan Mama Sarina yang melingkari lehernya. **** Tama memarkiran mobilnya di carport. Lelaki itu kemudian masuk ke dalam rumah. Ini perasaan yang tidak disukainya. Karena biasanya Tama akan bersemangat pulang. Tidak ada Quilla yang akan menemaninya. Seseorang yang bisa dipeluk Tama. Bahkan sekarang, sang istri ingin menuntut cerai. "Kamu sudah pulang?"



Ra amalia | 192



✧ Raikantopeni ✧ Tama langsung menghampiri ibunya. Mencium tangan wanita itu dengan takzim lalu memeluknya. "Kenapa dengan wajahmu?" Tama meringis saat ibunya menyentuh lebam di pipi lelaki itu. "Jadi gosip itu benar? Kakak iparmu datang ke hotel dan menyerangmu?" "Saya yang bersalah, Bu." "Bagaimana mungkin kamu yang bersalah?" Tama langsung menoleh ke pintu dari arah taman. Bibinya sudah muncul dengan wajah khawatir dan marah. Namun, yang membuat Tama terpaku adalah, ada Sania di sana. Mantan istri lelaki itu.



Ra amalia | 193



✧ Raikantopeni ✧



Part 12 Tama tidak langsung bereaksi. Setidaknya lelaki itu butuh sang ibu menyentuh lengannya hingga sadar dari keterkejutan. Dia lupa sudah berapa lama tak melihat Sania, dan kini melihat perempuan itu berada di rumahnya, menimbulkan perasaan yang aneh bagi Tama. Sania memiliki sikap yang mirip dengan Qarira. Lembut, sabar, penyayang dan keibuan. Bahkan seperti Qarira, Sania pintar memasak. Dari segi penampilan, Sania bisa dikatakan memiliki selera yang sama dengan Qarira. Rambutnya panjang tergerai hingga pinggang, seringnya diikat menggunakan pita. Dress adalah pakaian wajib wanita itu, dan hal itu membuat Tama dulu memperhatikan Sania lebih dari wanita manapun. Ra amalia | 194



✧ Raikantopeni ✧ Sesuatu yang juga alasan Tama memilihnya dulu. Tama terobsesi pada Qarira. Ketika tak mampu memiliki wanita itu, Tama beralih ke wanita yang lain. Istri pertama Tama, tak terlalu berkesan, dan sedikit merepotkan. Kecemburuannya yang berlebihan membuat Tama tidak tahan. Meski begitu, Tama berpisah dengannya secara baik-baik. Tama ahli membuat perasaan wanita melambung, meski akhirnya tetap ditinggalkan. Namun, Sania memiliki tempat tersendiri di hati Tama. Karena perempuan itu sangat sabar dan tahan dijadikan pelarian. Sania tidak mengeluh dan selalu berusaha memanjakan Tama sebagai suami. Hal yang justru membuat Tama merasa bersalah hingga memutuskan berpisah dengannya. Tama mengingat Sania menangis kala itu. Namun, wanita itu menghargai keputusannya. Perceraian mereka tidak ribut-ribut, meski Sania Ra amalia | 195



✧ Raikantopeni ✧ mengatakan akan tetap mencintai Tama selamalamanya. Kini, Sania berdiri di hadapannya, hampir sama seperti saat pertama mereka dipertemukan dulu. Rambutnya dikuncir menyamping dengan pita putih untuk mengikatnya. Wanita itu menggynakan dress putih polos. Jika dulu ada sebuah keranjang buah di tangannya, kini Sania menjalin jemarinya, tampak gugup dan penuh harap. Kesadaran itu membuat Tama tersentak. Dia menyipitkan mata, berusaha menahan emosi. "Oh, keponakanku yang tampan." Bibi Pirhatna menyerbu ke arah Tama. Menyetuh wajah lelaki itu dengan hati-hati. "Lihat luka-luka ini. Apa yang dilakukan lelaki arrogan itu padamu? Tega-teganya dia melakukan ini!" Tama meringis. Dia tak tahu lagi harus bersikap seperti apa pada bibinya sekarang. Bibi Prihatna adalah Bibi yang paling dekat dengan Ra amalia | 196



✧ Raikantopeni ✧ Tama. Sebelum menikah dulu, dia tinggal bersama keluarga Tama. Bibi Prihatna menyayangi Tama, itu pasti. Bahkan Tama selalu menjadi kebanggaanya. Bahkan anak-anak Bibi Prihatna sering iri melihat perhatian ibu mereka pada Tama. Bibi Prihatna selalu ada untuk Tama. Di saat terburuk sekalipun saat Tama patah hati karena Qarira. Ketika dirinya menceraikan dua mantan istrinya, Bibi Prihatna memasang badan agar Tama tak dipersalahkan. Bibi Prihatna membantu Tama melunakan hati orang tuanya. Namun, kini, di satu sisi, Bibi Prihatna menjadi pemicu wanita yang dicintai Tama menjauh. "Ini tidak bisa dibiarkan! Si Yardhan itu harus membayar semuanya. Dia berani melukai keponakanku yang tampan! Dasar manusia tak beretika!" Mata Bibi Prihatna berkaca-kaca. Sangat tidak terima "Pasti sakit sekali kan, Nak? Bibirmu sampai sobek. Sini biar Bibi obati." Ra amalia | 197



✧ Raikantopeni ✧ Tama menurunkan tangan Bibinya dengan sopan, lalu menggeleng. "Ini sudah diobati, Bi. Tidak apa-apa." "Tidak apa-apa bagaimana? Manusia bar-bar itu hampir menghancurkan wajahmu yang tampan." "Kita duduk dulu," sela ibu Tama. " Ayo." Tama mengikuti perintah ibunya. Dia duduk di sofa. Sania yang terlihat sangat kahwatir terus memperhatikan Tama dari seberang. Wanita itu langsung bisa menyesuaikan diri. Dia terlihat akrab duduk di samping Bibi Prihatna. Bagaimanapun rumah Tama pernah menjadi rumah Sania dulu. "Kakak akan membiarkannya saja?" tanya Bibi Prihatna kembali, saat melihat ibu Tama memperhatikan luka putranya dengan seksama."Apa Kak Mustafa sudah tahu?" "Sudah," jawab ibu Tama. Ra amalia | 198



✧ Raikantopeni ✧ "Lalu apa tindakan yang akan kalian ambil?" "Kami akan menyerahkannya pada Tama. Karena bagaimanapun ini urusan keluarga." "Urusan keluarga, tapi sudah menyangkut kekerasan. Hah! Itu bukan keluarga jika saling memukul dan menyakiti. Kakak masih mau berkeluarga dengan lelaki yang memukul anak Kakak di depan umum?! Apa kata orang nanti, Kak?!" "Prihatna, pelankan suaramu." "Saya emosi, Kak. Saya sangat marah saat mendengar Tama dipukuli. Dan saya lebih marah saat mengetahui Kakak dan Kak Mustafa tidak melakukan apa-apa. Bukannya mencari dan menjemput putra kalian kemarin, Tama dibiarkan sendiri menghadapi ini." "Pola asuh kita berbeda, Pri. Dan Putraku sudah dewasa." "Tapi-" Ra amalia | 199



✧ Raikantopeni ✧ "Pasti ada alasan kenapa kejadian itu bisa terjadi. Pak Yardhan, bukan orang yang emosional. Dia terkenal dengan kepala dinginnya." "Kenapa Kakak malah membela lelaki itu?" "Karena dia adalah Kakak dari menantuku." "Tapi-" "Dan dia juga keluarga." Tama cukup terkejut melihat ibunya yang bersuara lantang. Biasanya wanita itu lebih banyak memendam perasaan dan menghindari argumen dengan adiknya. "Aku tahu kamu menyayangi Tama, Pri. Aku pun juga. Sangat. Aku ibunya, orang yang melahirkan dan membesarkannya. Aku orang yang tidak pernah berhenti berdoa untuk kebaikannya. Tapi aku tahu, ada batas dimana rasa cintaku padanya tidak boleh ikut campur. Aku hanya ingin putraku bisa mengambil sikap Ra amalia | 200



✧ Raikantopeni ✧ dan melakukan hal yang menurutnya benar. Karena bagaimanapun, permasalahan ini berawal dari kita." Bibi Prihatna terlihat terkejut sekaligus menghindari tatapan kakaknya. Namun, itu tak berlangsung lama, karena setelahnya, Bibi Prihatna kembali terlihat marah. "Jadi Kakak akan membiarkan saja semua ini? Membiarkan Tama diinjak-injak oleh wanita itu." "Pri-" "Kakak melihat bagaimana kurang ajarnya dia kemarin? Berasal dari keluarga kaya membuatnya merasa bisa menginjak-injak orang lain. Saya memang tidak semampu kalian. Saya tahu ekonomi keluarga saya tidak akan sebanding dengan keluarga Kakak dan besan Kakak, tapi bukan berarti perempuan itu berhak menghina saya." Tama tidak bersuara. Dia sudah belajar banyak hal dari sikap implusifnya kemarin. Jadi, Ra amalia | 201



✧ Raikantopeni ✧ lelaki itu memilih diam dan mengamati. Bibinya menangis dan Sania langsung merangkul Bibi Prihatna. Wanita itu berusaha menenangkannya. "Kakak bahkan tidak membela saya di depan perempuan itu. Padahal Kakak tahu bagaimana dia melukai saya." "Pri, tidak seperti itu." "Lalu seperti apa, Kak? Kakak harusnya bersikap tegas sebagai mertua. Tapi Kakak selalu membiarkannya bersikap seenaknya." Bibi Prihatna menatap Tama yang masih bungkam. "Bibi tidak pernah membenci Istrimu. Tidak. Meski dia bukan calon yang Bibi inginkan untukmu, tapi kamu tahu sendiri Bibi mendukungkung pernikahan kalian. Bibi hanya menginginkan kebahagianmu, Nak. Hanya itu. Kamu tahu kan?" Tama mengangguk, karena tahu bibinya belum selesai. Ra amalia | 202



✧ Raikantopeni ✧ "Tapi lama kelamaan, Bibi jengah melihat tindak tanduknya. Bibi mengamatinya, bukan karena ingin ikut campur, tapi karena sangat menyayangimu. Kamu juga tahu itu kan, Nak?" Tama kembali hanya mengangguk saja. "Karena itu, saat melihatnya tidak bisa menjadi istri yang baik untukmu, Bibi tidak terima. Bibi berusaha berbicara pada Ibumu, tapi rupanya perempuan itu mendengarnya dan dia salah paham. Bukannya memperbaiki diri, dia malah langsung menghina Bibi. Jadi, katakan daei segi mana dia pantas menajdi pendampingmu? Jika menghormati orang tua saja tak bisa. Jika melayani suamipun tak mampu?" "Prihatna, Quilla masih muda." "Istri-istri Tama yang dulu juga masih muda. Tapi tidak ada yang pernah seperti dirinya." "Quilla sedang berusaha menyesuaikan diri."



Ra amalia | 203



✧ Raikantopeni ✧ "Tidak, Kak. Kakak terlalu baik dan lugu untuk bisa menilai. Sayalah yang tahu karena terus mengamatinya. Perempuan itu tidak berusaha menyesuaikan diri. Kalaupun iya, maka dia sudah sangat gagal. Karena dia tidak berusaha dengan keras. Dia malah bersikap semuanya. Itu bukan usaha namanya, Kak. Tidak ada wanitanya yang berusaha, tapi selalu pergi pagi dan pulang malam. Alasan dia melakukan itu apa? Mencark uang? Buat apa? Toh, semua kebutuhannya telah dipenuhi oleh suaminya. Tapi dia memilih tetap melakukan hal-hal yang disukainya, dengan mengabaikan tugas dan tanggung jawabnya. "Sadarlah, Kak, dari tiga istri Tama, dialah yang paling tak tahu adab. Lihat Sania, apa pernah dia bicara kurang ajar? Selama menjadi istrimu, apa Sania pernah tak melayanimu, mengurus semua kebutuhanmu?" Saat itulah Tama bertatapan dengan Sania, dan mau tak mau lelaki itu menggeleng. Karena Ra amalia | 204



✧ Raikantopeni ✧ diakui atau tidak, sebagai seorang istri, Sania sempurna. ****** -



Ra amalia | 205



✧ Raikantopeni ✧



Part 13 "Lama tak bertemu, Mas." Langkah Tama terhenti. Lelaki itu berbalik dan menemukan Sania sudah berada di depan pintu kamar. Sebuah kamar yang dulu mereka tempati saat menjadi suami istri. Kamar itu memang berada di lantai dua, satu arah dengan kamar Tama dan Quilla saat ini. "Bagaimana kabarmu, Mas?" Panggilan itu juga sudah lama sekali tak didengar Tama. Panggilan dari bibir kemerahan yang selalu tersenyum padanya. "Baik," jawab Tama singkat. "Aneh sekali rasanya mendangarmu menjawab seperti barusan. Tiba-tiba saja aku merasa asing." Ra amalia | 206



✧ Raikantopeni ✧ Tama tak enak hati mendengar ucapan Sania. Namun, dia belum tahu tujuan Sania hadir di rumahnya. Pembicaraan dengan Bibinya tadi berjalan alot. Rupanya Tama tak sesabar itu untuk mendengar bibinya menjelek-jelekkan Quilla. Jadi dengan tegas Tama meminta bibinya berhenti lalu lelaki itu meminta undur diri. Dia benar-benar membutuhkan istirahat, sebelum kepalanya meledak. Benar saja, begitu merebahkan diri di tempar tidur, Tama langsung jatuh terlelap. Jiwa dan raganya lelah bukan main. Jadi meski telah bersikap tidak sopan, Tama tak bisa terus berada di diantara bibinya dan Sania. "Apa kamu tak menyukai kedatanganku, Mas?" tanya Sania pelan. Sikap tertutup Tama membuatnya kikuk. Terlebih lelaki itu hanya menatapnya semenjak tadi.



Ra amalia | 207



✧ Raikantopeni ✧ "Tidak. Maafkan aku. Hanya saja aku terkejut melihatmu tiba-tiba ada di sini. Tadinya aku berpikir kamu sudah pulang." "Bibi mengudangku makan malam." Bibi, bukan Ibu. Tama makin heran dengan kelakuan bibinya. Bukankah harusnya bibinya sedang menunggui nenek Tama sekarang. Karena Neneknya sakit akibat dari aduan wanita itu. "Apa kamu keberatan, Mas?" "Untuk?" "Makan malam." "Tidak. Tentu saja tidak." "Kalau untuk melihat-lihat kamar kita?" "Dulu," koreksi Tama. "Itu kamar kita dulu, sekarang kamar itu tidak ditempati lagi." Sania tersenyum sedih. "Aku tahu." Sania yang tadi menunduk, kini mendongak menatap Tama. "Apakah kamu ingin berjalan-jalan denganku sebentar?" Ra amalia | 208



✧ Raikantopeni ✧ "Apa?" Tama cukup terkejut karena peralihan topik pembicaraan mereka. "Aku ingin melihat pohon mangga yang kutanam dengan Ibu dulu, juga mawar yang bibitnya kamu belikan. Ibu mengatakan mawarnya selalu berbunga dan indah sekali." "Ini sudah malam, Sania. Untuk apa kamu ingin melihat taman?" "Ada lampu taman. Tetap bisa dilihat." "Kenapa kamu tidak melihatnya tadi saja?" "Menurutmu?" "Sania, maafkan aku, tapi-" "Bolehkan aku melihatnya bersamamu, bunga itu. Sekali saja." Tama keberatan, tapi tatapan mata Sania yang memohon membuat lelaki itu luluh. Tama mengikuti Sania ke taman. Lelaki itu mengamati bagaiaman Sania berjongkok untuk memperhatikan mawar-mawar. Ra amalia | 209



✧ Raikantopeni ✧ "Yang di sana, indah sekali. Bolehkah aku memintanya?" Tama mendongak dan melihat setangkai mawar yang paling besar. Mawar putih yang memang indah. "Tentu saja." "Tapi tinggi sekali. Aku tak bisa menggapainya. Maukah kamu mengambilkannya untukku?" Tama menatap Sania untuk beberapa saat. Wajah cantik itu terlihat sungkan, tapi penuh harap. Tama kemudian mengangguk dan memetik bunga itu untuk Sania. "Semoga Ibu tidak kesal karena aku memetikanya begitu saja." Sania tertawa dengan menutup mulutnya mebggunakan ujung jari-jari. Dia kemudian mencium aroma mawar itu sembari memejamkan mata. "Harum sekali. Dulu aku selalu berharap akan bisa melakukan ini." "Melakukan apa?" Ra amalia | 210



✧ Raikantopeni ✧ "Mencium aroma bunga yang kutanam sendiri." "Bukankah kamu juga punya kebun bunga di rumahmu?" "Tentu." "Lalu kenapa kamu tidak melakukannya di sana?" "Aku melakukannya." "Aku tidak mengerti." "Tentu saja kamu tidak mengerti, karena yang kumaksud adalah, mencium bunga yang kamu petikkan untukku, seperti malam ini." Tama tersentak, menyadari apa yang baru saja dilakukan. Lelaki itu tahu harus segera mengambil batas. "Sania, aku lelaki yang sudah beristri. Apa yang kulakukan barusan, murni karena aku ingin membantumu memetiknya saja." "Jangan lanjutkan." Ra amalia | 211



✧ Raikantopeni ✧ "Sania, dengar ...." "Aku tahu apa yang akan kamu katakan, bahwa perasaanmu padaku tidak berubah. Iya kan?" "Benar." "Tapi perasaanku padamu juga tidak berubah. Aku masih sangat mencintaimu." "Ya Tuhan, Sania. Ini tidak benar." "Lalu apa yang benar? Aku mencintaimu. Kamu mencintai dia, tapi wanita sepertinya tidak cukup mencintaimu hingga terus mengabaikanmu." "Kamu tidak tahu apa-apa." "Aku tahu. Bibi Prihatna selalu memberitahuku. Kamy lupa, sebelum menjadi istrimu, aku lebih dahulu adalah keponakan suaminya. Kami sangat dekat. Aku dekat dengan Bibi Prihatna sama seperti dirimu dengannya. Ra amalia | 212



✧ Raikantopeni ✧ Bibi Prihatna memberitahuku betapa menderitanya dirimu karena perempuan itu-" "Hentikan! Jangan lanjutkan, Sania." Tama menatap Sania dengan tegas. "Kamu tidak mengenal Quilla. Kamu tidak berhak menghakiminya hanya karena merasa tahu. Dan aku tidak menderita. Malah, tanpanyalah aku akan menderita. Jadi berhenti menyebutnya dengan kata perempuan itu, karena dia istriku. "Aku tidak tahu apa tujuanmu datang ke sini, tapi sejujurnya ini bukan waktu yang tepat. Aku selalu menganggapmu sebagai teman lama yang berharga. Jadi kumohon jangan ubah penilaianku padamu, hanya karena caramu membicarakan Istriku. Terlepas apapun pandangan orang dan keluargaku tentang dirinya, aku sangat mencintainya." "Tama-" "Pulanglah, Sania. Berharap padaku, hanya akan mematahkan hatimu lagi, seperti masa lalu. Ra amalia | 213



✧ Raikantopeni ✧ Aku ingin melihatmu bahagia, tapi kita berdua tahu, aku tidak akan pernah bisa menjadi sumber kebahagiaanmu." ****



"Kakak melihatnya bukan?" tanya Bibi Prihatna pada ibu Tama yang kini sudah duduk di sofa. Tadi mereka mengintip melalui jendela ruangan yang langsung menuju taman bunga. Bibi Prihatna berisekeras agar kakaknya menyaksikan interaksi Tama dan Sania. Namun, begitu melihat sang putra memberi Sania bunga, ibu Tama langsung berbalik menuju ruang keluarga.



Ra amalia | 214



✧ Raikantopeni ✧ "Kak, lihat kan, Tama memberi Sania bunga? Itu pertanda yang bagus-" "Hentikan! Apa yang kamu bicarakan?" "Kenapa Kakak masih bertanya?" "Karena aku tidak habis pikir kamu bisa menganggap semua ini bagus." "Loh, memangnya tidak?" "Tidak sama sekali. Putraku adalah lelaki beristri. Dan sekarang dia sedang ada masalah dengan istrinya. Kamu tidak lupa siapa yang menjadi akar masalahnya." "Menantu Kakak." "Ya Tuhan." Ibu Tama memijit keningnya. "Jika kamu benar-benar menyayangi keponakanmu Tama, kamu tidak akan melakukan ini. Tidak menambah bebannya di saat dirinya sedang dalam masalah besar." "Jadi begitukah aku di mata Kakak. Seseorang yang hanya mendatangkan masalah?" Ra amalia | 215



✧ Raikantopeni ✧ "Tama dan Sania sudah bercerai. Tama milik istrinya sekarang." "Wanita tidak becus itu-" "Ini, inilah alasan kenapa masalah Tama terjadi. Jika kamu masih bertanya siapa penyebabnya." "Kakak menyalahkanku?" "Kamu menghina Quilla dan keluarganya. Dia mendengarnya. Quilla hanya berusaha membela diri." "Jadi itu alasannya?" Kedua wanita itu langsung menoleh saat mendengar suara Tama. Lelaki itu kini berdiri dengan marah, menatap tajam pada bibinya. "Jadi ini akar permasalahnya dan Bibi masih menyalahkan Istri saya?" "Tama, bukan begitu, Nak-" "Tanpa mengurangi rasa hormat, saya meminta agar Bibi pulang sekarang. Saya tidak Ra amalia | 216



✧ Raikantopeni ✧ mau jika Bibi bertahan di sini, maka akan melihat betapa buruk perasaan saya sekarang. Dan tolong, bawa Sania bersama Bibi." ******



Ra amalia | 217



✧ Raikantopeni ✧



Part 14 "Jangan diambil hati." Sania menoleh saat mendengar ucapan Bibi Prihatna. Semenjak tadi dirinya melamun menatap ke luar mobil. Perjalanan pulang meraka memang diisi kebisuan. Setelah batalnta makan malam itu, Sania didera rasa sedih dan malu. Dirinya tak menyangka akan ditolak seperti barusan, padahal Bibi Prihatna mengatakan bahwa kemungkinan besar perasaan Tama goyah sekarang. Sania adalah kandidat terbaik yang bisa masuk ke dalam celah keretakan runah tangga lelaki itu. Sania tidak pernah bermaksud jahat. Semua ini dilakukannya karena tahu Tama tidak bahagia. Bibi Prihatna mengatakan bahwa perempuan itu membuat Tama menderita. Hal yang membuat Ra amalia | 218



✧ Raikantopeni ✧ Sania akhirnga memutuskan memperjuangkan mantan suaminya. Tak tahu kah perempuan itu betapa beruntungnya ia? Dicintai Tama dengan begitu tulus. Cinta yang tak pernah diberikan Tama perempuan manapu dahulu? "Dia hanya sedang mempertahankan egonya," ujar Bibi Prihatna kembali. "Maksud Bibi apa?" "Kamu tak lihat betapa menderitanya dia. Lelaki yang istrinya pergi dari rumah. Ditinggalkan setelah dihajar oleh kakak iparnya, di depan bawahannya pula." Bibi Prihatna berdecak. "Tama dikenal sebagai pria kuat yang dikejar-kejar perempuan. Dia terbiasa meninggalkan, bukan ditinggalkan. Menurutmu bagaimana perasaan Tama setelah mengalami semua ini?" "Sedih sekali." Ra amalia | 219



✧ Raikantopeni ✧ "Salah. Dia marah. Marah besar.Sebagai lelaki dia tentunya sangat marah. Apa kamu tidak tahu bahwa untuk beberapa lelaki, egonya kadang lebih besar dari ukuran otaknya." "Tapi Kak Tama-" "Tama sama saja. Justru karena ini Tama. Istri yang kabur dari rumah dan Kakak ipar mengamuk, membuat harga dirinya tercoreng. Tama tentu saja tak akan mau menerima hal itu. Terutama egonya sebagai penakhluk wanita." Bibi Prihatna menatap bunga di tangan Sania. Senyum wanita itu melebar. "Bunga cantik." "Ah, i-iya, Bi," balas Sania tergagap. "Kamu menyukainya?" Sania mengangguk, sedih. "Kenapa tidak terlihat bersemangat. Bukankah Tama memetiknya untukmu?" "Dari mana Bibi tahu?" "Bibi melihatnya, dan Ibu Tama juga." Ra amalia | 220



✧ Raikantopeni ✧ "Ya Tuhan, apa yang Ibu katakan setelah melihatnya?" "Apa itu penting?" "Tentu saja, Bi." Sania menelan ludah. "Sasaya tidak mau dianggap sebagai penggoda." Bibi Prihatna tertawa kencang, hingga membuat sopir mereka melirik dari spion. "Penggoda? Kamu? Yang benar saja." "Tapi, Bi-" "Kakakku tidak mengatakan apa-apa," tukas Bibi Prihatna menyembunyikan kenyataan. "Dan kamu tahu apa artinya?" Sania menggeleng. "Artinya Kakakku tidak ingin ikut campur mengenai masalah putranya. Seperti di masa lalu, Kakakku akan mendukung apapun pilihan dan keputusan Tama asal bahagia." "Tapi Ibu terlihat menyukai perempuan itu. Ibu membela dia di depan Kak Tam sore tadi." Ra amalia | 221



✧ Raikantopeni ✧ Bibi Prihatna mendengkus. Bibirnya yang berlipstik berwarna mauve itu mencibir. "Kakak tidak membelanya. Hanya baginya keluarga lebih baik selalu rukun. Jangan ada pertengkaran. Kamu pernah menjadi menantunya, jadi pasti tahu betapa lembut hati Kakakku kan?" Sania mengangguk. "Dan itulah yang dimanfaatkan perempuan sombong tak tahu malu itu. Kelamahan Kakakku dan ketidaksukaan Kakak soal perpecahan di dalam keluarga, membuat Quilla semena-mena. Jadi, yang sebenarnya adalah, bukan cuma Tama yang menderita, tapi orang tuanya juga." Sania terdiam. Hatinya makin bimbang. Penolakan Tama dan ucapan Bibi Prihatna sekarang membuatnya tak tahu harus bagaimana. "Ingat kebiasaanmu dulu saat masih menjadi menantu Kakak?" Ra amalia | 222



✧ Raikantopeni ✧ Kebiasaan Sania banyak. Meski ada pembantu di rumah itu, tapi dirinya yang suka bersihbersih, tak segan turun tangan. Dia pun suka membantu memasak bersama ibu mertuanya. Mereka merawat taman bunga bersama. Menyulam di waktu senggang. "Kamu selalu membuatkan kopi untuk bapak mertuamu." "Ah, iya. Bapak suka minum kopi sambil membaca koran." "Nah, dan kamulah yang selalu membuat dan menghidangkannya. Sesuatu yang tak pernah dilakukan perempuan sombong itu. Jangankan membuat kopi, menjerang air pun aku yakin dia tak bisa." Sania terkejut. Dia tak menyangka bahwa ada perempuan sebodoh itu. "Nah jadi kamu tahu kan kenapa aku tak menyukainya? Dia tidak hanya manja, tapi juga bebal. Kekayaan keluarganya membuatnya Ra amalia | 223



✧ Raikantopeni ✧ merasa tak perlu belajar untuk menjadi lebih baik. Perempuan itu pasti berpikir bahwa semua orang akan menyembah padanya. Dasar sombong." Bibi Prihatna mendesah. "Jadi apa kamu tega membiarkan Tama hidup dengan perempuan seperti itu? Katamu kamu mencintainya. Mencintai seseorang berarti berusaha untuk bisa membuatnya bahagia. Tama tidak bahagia sekarang. Dan Bibi yakin kamulah yang bisa membuatnya bahagia." "Tapi bagaimana jika ternyata Kak Tama tidak menginginkan saya lagi?" "Tidak menginginkan, tapi kok memberimu bunga?" "Saya meminta Kak Tama untuk memetiknya. Ini bunga yang bibitnya dulu diberikan Kak Tama pada saya. Bunga ini saya tanam bersama Ibu." "Nah kan, apa kubilang." Ra amalia | 224



✧ Raikantopeni ✧ "Apa maksud, Bibi?" "Tama lelaki berpengalaman. Dia tahu arti memberi bunga pada seorang wanita. Terutama mantan istrinya. Terlebih bunga itu dulunya diberikan Tama padamu. Kamu pasti tak memahami nilai filosofisnya." Sania menggeleng. "Sebuah bibit, diharpkan bisa tumbuh dan akhirnya hidup. Bunga itu berhasil tumbuh, melewati waktu yang panjang dan tantangan perubahan cuaca. Kini Tama memberimu setangkai yang indah. Bukankah itu artinya dia memintamu kembali?" "Saya rasa itu salah, Bi. Karena Kak Tama membela istrinya. Kak Tama mencintai istrinya." "Cinta juga bisa luntur. Dulu, dia sangat mencintai Kakak perempuan wanita sombong itu, tapi pada akhirnya tetap menikah denganmu. Meski kalian berpisah, dan Tama menikah lagi, lihat, rumah tangganya juga tak berjalan baik. Ra amalia | 225



✧ Raikantopeni ✧ Bahkan di ujung perpisahan. Apa kamu tidak berpikir bahwa mungkin saja perempuan itu juga hanya peran pengganti saja? Tama mengatakan mencintainya karena dia adik dari wanita yang tak pernah benar-benar Tama bisa dapatkan." Sania terdiam. Dia tak memahamu asal dari pemikiran bibinya itu. Namun, tak ayal perasaan sedihnya tadi, menjadi lebih baik sekarang. "Dulu kamu berhasil menikahi Tama. Jadi Bibi yakin sekarangpun akan sama. Kamu sangat mencintainya dan tak berhasil melupakannya. Sedangkan Tama masih lelaki yang sama. Jadi, dari pada hidup dengan perempuan pengganti yang hanya bisa membuatnya menderita, kenapa tidak bersamamu saja? Menikah kembali dengan Tama dan hidup bahagia. Selama memilikinya dicintai atau tidak bukan masalah bukan?"



Ra amalia | 226



✧ Raikantopeni ✧ Sania tidak menjawab, karena tahu Bibi Prihatna pasti bisa membaca pikirannya sekarang. "Lagi pula, jika sudah tak memiliki perasaan apapun padamu, kenapa Tama mengikutimu malam-malam ke taman itu? Dan kenapa juga bunga itu masih ada? Harusnya bunga itu mati dan tak dirawat. Kalian sudah berpisah sangat lama. Tapi bunga itu selalu menjadi yang istimewa, karena berhasil hidup, meski melewati banyak cobaan." Bibi Prihatna menggenggam tangan Sania. "Cintamu juga masih hidup untuknya bukan? Meski telah melewati begitu banyak hal?" Sania mengangguk. "Jadi berjuanglah. Jangan menyimpan dan mengalah lagi. Jangan menyerahkan semuanya pada lelaki yang terbutakan cinta masa lalu dan rela hidup dalam penderitaan. Quilla hanya peran pengganti, dan sayangnya dia sangat Ra amalia | 227



✧ Raikantopeni ✧ buruk dalam menjalankan peran itu. Jadi, gantikanlah. Kamu yang lebih baik, karena Quilla sampai akhir, tak akan pernah menjadi wanita pantas untuk keponakan Bibi yang tampan." *******



Ra amalia | 228



✧ Raikantopeni ✧



Part 15 Kamu sudah pulang?" "Iya." "Bagaimana hasilnya?" "Hasil apa?" "Pertemuan tadi." "Bagus. Setidakmya Sania tidak ditolak di sana." "Bukan itu maksudku!" "Lalu apa?" Bibi Prihatna menatap suaminya heran. Dia baru saha sampai rumah, sangat lelah, dan teriakan suaminya adalah hal yang pernah disangka sebagai ucapan selamat datang. "Bukankah itu tujuanmu bertanya? Kamu ingin tahu bagaimana rencanaku membawa Sania, berhasil atau tidak?" Ra amalia | 229



✧ Raikantopeni ✧ "Aku tidak peduli soal Sania." "Ya Tuhan, Sania keponakanmu. Bagaimana bisa kamu berkata kejam begitu? Kamu tahu sendiri betapa menderitanya dia selama ini." "Aku juga menderita. Aku tak punya waktu untuk memikirkan pendrritaan orang lain." Bibi Prihatna tercengang. Dia tak pernah menduga akan mendengar kata-kata seperti itu dari mulut suaminya. Lelaki yang dikenalnya tidak seperti ini, setidaknya di masa lalu, saat mereka baru menikah, suaminya sangat peduli pada kesusahan orang lain. Lalu mengala suaminya berubah? Dan kenapa Bibi Prihatna baru menyadarinya? "Dia putri dari saduaramu! Tidakkah kamu memahami itu. Nasibnya seperti ini karena kita!" "Dia seperti ini karena bodo jatuh cinta pada lelaki seperti Tama." Ra amalia | 230



✧ Raikantopeni ✧ "Memangnya keponakanku kenapa? Keponakanku sangat baik dan sempurna." "Tapi tidak bisa mencintai siapapun. Sania sudah tahu itu, tapi tetap saja bodoh. Lihat, dia sudah tidak berguna sekarang. Sejak diceraikan oleh Tama. Dia tidak lagi berguna bagi kita. Jadi apa aku harus terus memikirkannya? Tidak bukan?!" "Ya Tuhan ...." "Jangan menyebut nama Tuhan sekarang. Aku ingin tahu hasilmu. Kamu sudah pergi dari pagi dan menjanjikan keberhasilan. Tapi kamu sama sekali tak menghubungiku sepanjang hari." "Aku sibuk. Aku mengalami banyak hal." "Jadi bagaimana? Kamu berhasil? Kamu harus berhasil, karena jika gagal mendapat suntikan dana itu, aku benar-benar akan gulung tikar. Memangnya kamu mau hidup dengan seorang pengangguran?" Ra amalia | 231



✧ Raikantopeni ✧ "Suamiku, kamu tahu aku tidak pernah peduli pada kemampuan ekonomimu." "Tapi aku peduli! Kamu tidak lihat cara keluarga besarmu bersikap pdaku itu berbeda dengan sikapnya pada kakak iparmu. Aku selalu diremehkan. Meski tidak pernah berbicara di depan wajahku langsung, aku tahu mereka merendahkanku! Mereka memganggap aku terlalu payah untuk bersanding dengan putri bungsu kesayangan kelurgamu!" "Tidak. Kamu salah besar. Keluargaku menyayangimu. Mereka menghargaimu seperti pada menantu yang lain." "Sayang tahi kucing! Menghargai omong kosong!Kamu lihat sendiri hasilnya, bahkan setelah anak ingusan itu menghinamu, mereka bukannya membelamu, tapi Ibumu menyuruhmu meminta maaf kan? Itu karena Kakakmu membela menantunya dan dia lebih didengar. Selalu lebih didengar. Suaminya yang beruang Ra amalia | 232



✧ Raikantopeni ✧ membuat powernya lebih besar dalam keuargamu. Kamu hanya dianggap anak manja yang selalu salah!" Bibi Prihatna terdiam. Dia mengepalkan tangan. Dirinya tidak akan lupa pada pertemuan keluarga siang tadi di kediaman orang tuanya. Para kakaknya berkumpul. Ibu mereka yang sakit membuat semua anak-anaknya datang hingga mengetahui permasalahan itu. Namun, bukannya dibela, begitu kakak perempuannya mulai membuka mulut, Bibi Prihatna langsung mendapat penilaian negatif. Dia dinyatakan bersalah dan disuruh untuk meminta maaf pada Quilla. Tidak akan pernah! bisik Bibi Prihatna dalam hati. Dirinya tak salah apapun. Quilla itu memang perempaun sombong yang mulai memperngaruhi semua orang. Keceriaaan palsunya membuat orang mudah menyukainya. Ia bahkan menjadi anggota keluarga termuda Ra amalia | 233



✧ Raikantopeni ✧ yang paling disukai sekarang. Sedangkan kekayaan dan pekerjaanya, membuat keluarga besar menaruh rasa segan. Bibi Prihatna, awalnya tidak mempermasalahkan hal itu. Namun, semakin hari, posisinya sebagai anak bungsu yang selalu mendapat perhatian dan dimaklumi, terasa digeser oleh istri keponakannya sendiri. Setiap hari yang dibicarakan adalah Quilla, padahal dahulu, Bibi Prihatna-lah yang dimanja. Yang membuatnya semakin meradang adalah, Bibi Prihatna tak bisa lagi leluasa meminta uang pada Tama. Padahal dulu, Tama menjadi salah satu sumber uangnya saat sang suami tak bekerja. Dia mendengar dari kakaknya, bahwa keuangan Tama akan diurus oleh Quilla. Bukankah itu adalah ancaman? Bibi Prihatna tidak seperti saudarasaudaranya yang bisa menghasilkan uang sendiri. Dia hanya mengandalkan sang suami. Ra amalia | 234



✧ Raikantopeni ✧ Masalahnya suaminya adalah pembisnis yang tidak terlalu cakap. Terus gagal. Jadi Bibi Prihatna mengandalkan kasih sayang keluarganya untuk meminta uluran tangan selama ini. Kedatangan Quilla menjadi sebuah rintangan hebat untuknya. Karena itulah dia perlu menyingkirkan wanita itu. Dan Sania, adalah salah satu kunci yang akan memudahkan keinginannya. "Kenapa diam saja? Harusnya kamu bisa lebih berguna." "Aku sudah berusaha sejauh ini dan kamu mengatakan aku tidak berguna!" Suaminya tersentak. Lalu kemudian menyadari kesalahannya. Pria itu mendekati istrinya dan memeluknya dari belakang. "Maafkan aku, Sayang. Maafkan aku yang tidak tahu diuntung ini. Tapi aku sedang sangat kalut. Aku takut gagal lagi. Aku tidak mau menjadi miskin. Jika miskin, maka kamu akan terkena Ra amalia | 235



✧ Raikantopeni ✧ dampaknya. Dulu, aku berjanji untuk membahagiakanmu. Membuatmu menjadi ratu. Tapi bagaimana bisa aku mewujudkan janjiku jika tak mampu memberimu makan?" Bibi Prihatna luluh. Dia marah, tapi jufa terlalu mencintai suaminya. Dia yakin lelaki itu tulus padanya. "Iya, Sayang. Maafkan aku juga yang marah padamu. Kamu tenanglah, kita pasti akan mendapat pinjaman itu. Kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan." ******



"Kakak ... nggak apa-apa?" "Memangnya Kakak kenapa?"



Ra amalia | 236



✧ Raikantopeni ✧ Quilla menggigit bibir bawahnya. Ini benarbenar canggung dan tak enak, tapi dirinya tak bisa tenang. Semenjak pulang dari rumah Raiq, Quilla sama sekali belum mendengar kabar tentang kakaknya. Memang saat berpamitan tadi, Qarira terlihat baik-baik saja. Bahkan masih bisa tersenyum, tapi Quilla bukan manusia dengan kepekaan tumpul. Ia bisa melihat bagaimana kakaknya yang selalu berusaha menjaga jarak dari Kak Raiq. Dan Quilla masih merasa itu adalah kesalahannya. Jadi, ia memutuskan untuk menghubungi Qarira malam ini. "Kakak dan Kak Raiq ...." "Kami kenapa?" "Kalian bertengkar." Tak ada jawaban dari Qarira. "Kak ...." "Heum?" Ra amalia | 237



✧ Raikantopeni ✧ "Jadi kalian beneran bertengkar?" "Jangan terlalu dipikirkan." "Gimana nggak dipikirin. Itu kan gara-gara Illa." "Memangnya apa yang kamu lakukan hingga menyalahkan diri?" "Maksud Illa, itu gara-gara Kak Tama yang datang. Kak Tama kan suami Illa." "Tapi tindakannya bukan tanggung jawabmu, sama seperti prilaku Kak Raiq tadi. Itu bukan tanggung jawabmu, Dek. Kak Raiq manusia dewasa yang bertindak berdasarkan kemauannya. Jadi berhenti menyalahkan diri." "Tapi Kakak benar-benar bertengkar?" "Kamu akan terus menanyakan ini kan? Kamu akan mengulanginya sampai Kakak menjawab?" "Iya." "Dasar!" Ra amalia | 238



✧ Raikantopeni ✧ "Jadi?" "Iya, kami bertengkar. Setidaknya Kakak belum mau berbicara dengan Kak Raiq." "Kenapa Kak Rira terdengar santai sekali?" "Terus kamu mau Kakak bagaimana? Berteriak marah, meratap dan meraung-raung?" Quilla terdiam. Ia menelan ludah. Dirinya tahu Kakaknya tak bermaksud menyidir, tapi ada bagian dalam diri Quilla yang tersentil. "Ini bukan pertengkaran pertama kami, dan Kakak berani bersumpah tidak akan menjadi yang terakhir." "Kakak ... masih saja santai." "Karena Kakak tahu, dalam rumah tangga, pertengkaran itu adalah hal biasa. Lumrah. Bahkan akan sangat aneh jika ada suami istri yang tak pernah bertengkar dalam sepanjang hidup bersama. Jadi sehebat apapun pertengkaran kami, toh Kakak masih tetap akan Ra amalia | 239



✧ Raikantopeni ✧ mencintai Kak Raiq. Kakak tidak mau berpisah dengannya." Quilla merasa tertohok. "Lalu Kakak bakal ngapain?" "Diam." "Hah?" "Diam." "Kakak nyuruh Illa diam?" "Bukan, Kakak akan mengambil sikap diam." "Memangnya mempan?" "Justru jika pada Kak Raiq, sikap itu paling mempan. Berbicara sekarang, saat sama-sama merasa benar, hanya akan memperunyam masalah. Kakak butuh waktu untuk menenangkan diri, mengolah emosi. Dan Kak Raiq butuh waktu untuk mengintropeksi kesalahannya. " "Semudah itu?" Ra amalia | 240



✧ Raikantopeni ✧ "Memangnya harus dibuat sulit?" "Jadi tadi, Kakak nggak benar-benar marah?" "Tentu saja benar-benar marah. Tapi sekali lagi, Kakak tahu, semarah apapun Kakak pada Kak Raiq, Kakak tetap mencintainya. Mencintai, bukan hanya menerima semua kelebihan suami kita, Dek, tapi juga harus siap menghadapi segala kekurangannya. Tempramen buruk, sikap kekanak-kanakan, bahkan omongan yang bisa dengan cepat membuat kita naik darah." Quilla kembali terdiam. Dalam ilmu rumah tangga, jelas levelnya berada jauh sekali di bawah sang kakak. "Kakak pernah berpisah dengan Kak Raiq dulu. Dan rasanya benar-benar menyakitkan. Kakak hanya tidak mau mengulang siklus yang sama, terlebih karena ego Kakak sebagai perempuan semata. Maksud Kakak adalah, Kak Raiq salah, itu sangat benar. Kak Raiq menyakiti Kakak, itu juga sangat benar. Tapi kembali lagi, Ra amalia | 241



✧ Raikantopeni ✧ Kakak mencintainya. Rasa cinta Kakak jauh lebih besar dari kemarahan dan kekecewaan Kakak. Dan yang pasti Kakak tahu Kak Raiq akan menelaah kesalahannya dan mengambil pelajaran dari itu. Kakak tidak mau berpisah dengan Kak Raiq karena Kakak tahu, berpisah ketika saling mencintai, itu bisa menjadi sebuah penyesalan hebat." Entah mengapa, Quilla merasa, Qarira tidak hanya sedang membahas kisahnya dan Raiq saja. *****



Ra amalia | 242



✧ Raikantopeni ✧



Part 16 Quilla membuka mata dengan perasaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Setelah diberikan 'pencerahan' oleh Qarira semalam, Quilla tidak lagi merasa gamang. Ia memang belum memutuskan apapun. Karena kini Quilla menyadari bahwa keinginannya bercerai juga adalah tindakan implusif. Pernikahan tidak hanya melibatkan dirinya dan Tama saja. Ada keluarga dari kedua belah pihak yang juga akan terkena imbasnya. Quilla juga belum memaafkan Tama atas apa yang dilakulan lelaki itu padanya, tapi dirinya juga harus bersikap kesatria, mengakui bahwa tindakannya juga memicu sikap Tama. Quilla dengan mudahnya mengatakan ingin bercerai, sesuatu yang langsung membuat Tama gelap mata. Ra amalia | 243



✧ Raikantopeni ✧ "Dikirain cerai kayak buang ampas pisang apa?" Quilla merutuki diri. Namun, sebagai wanita dewasa, Quilla mengakui semua kekeliruannya. Ia bukan tipe wanita yang selalu ingin dibenarkan. Yang selalu merasa benar dan suka playing victim. Jadi meski memiliki daftar nama pengacara yang bisa membantunya, Quilla akan memilih bersabar, mihat situasi. Diam dan memberi waktu. Iya, itu adalah pelajaran yang didapatnya dari sang kakak semalam. Quilla akan memberi waktu pada hubungan mereka. Bagaimanapun akhirnya nanti, jika memang mereka tidak bisa bersama lagi, setidaknya perpisahan itu dilakukan dengan baik-baik. "Illa kan nikahnya atas dasar cinta, masak pisahnya harus semua menderita." Quilla mengangguk. Ini adalah keputusannya saat ini. Fokus pada apa yang ada di hadapannya dan mulai menyusun rencana jangka pendek. Ra amalia | 244



✧ Raikantopeni ✧ Tama harus membayar mahal atas apa yang dilakukannya pada Quilla. Namun, wanita itu pun akan melakukan hal yang sama pada dirinya. Quilla akan membuat dirinya membayar mahal tindakannya kemarin. Bibi Prihatna. Quilla cemberut. Lalu kenapa wanita itu malah bebas berkeliaran setelah memporakporandakan rumah tangga Quila? Kemarahan jangan dibalas kemarahan. Kejahatan, jangan dibalas dengan kejatahatan. Ingat, kita punya Tuhan. Adukan pada Tuhan. Tuhan memiliki cara yang paling hebat untuk mmebalas rasa sakit makhluknya karena perbuatan makhluknya yang lain, yang terlampau zholim. Ingatan tentang nasihat terngiang di kepala Quilla.



ayahnya



dulu



"Tapi Illa nggak sesabar itu, Ya Allah. Illa gedek banget sama itu Nenek sihir. Ups. Illa minta maaf Ra amalia | 245



✧ Raikantopeni ✧ ya Allah udah bilangin orang Nenek sihir. Tapi dia nyebelin banget. Illa kan jadi emosi. Terus Illa harus gimana?" Quilla mendesah. Hidupnya bukanlah sinetron yang suka ditonton Mama Sarina. Di mana si jahat bisa langsung mendapat azab. "Nggak papa kok, Ya Allah, kalo kerandanya nggak dibikin terbang terus kesambar petir. Illa juga ngeri bayanginnya. Bukannya bikin sadar, malah kayak film horor. Makanya ya Allah, bikin itu Nenek sihir tobat ya. Illa malas ribut sama orang tua. Illa kan nggak mau jadi anak muda durhaka. Ribut sama keluarga suami itu malumaluin. Itu nggak ada dalam cita-cita Illa. Jadi jangan wujudtin sesuatu yang bukan cita-cita hambaMu wahai Tuhan yang maha kuasa." Quilla menurunkan tangannya yang semenjak tadi terentang ke atas. Wanita itu pun menunduk, menatap corak bunga di selimutnya. Ra amalia | 246



✧ Raikantopeni ✧ "Dahlah Illa mandi dulu, Ya Allah. Illa abis ini mau dandan dan sarapan biar kuat menghadapi kehidupan. Dadah ... Tuhan." Quilla yang sudah menyibak selimut kembali mendongak. "Illa lupa kalo Tuhan kan selalu ada, nggak bisa ditinggal. Hehehe ... maapin ya, Allah." Quilla kemudian turun dari tempat tidur dan memasuki kamar mandi. Setelah berhari-hari, ini adalah kali pertama moodnya merasa lebih baik. Karena itu Quilla bertekad, hari ini tidak ada yang boleh menghancurkan suasana hatinya. Tekad yang sangat sulit dipertahankan karena begitu membuka pintu kamar, dan hendak ke ruang makan, Quilla menemukan Tama tidur di sofa ruang keluarga. Lelaki itu terlihat tidak nyaman, mengingat tubuhnya yang tinggi, tidak sesuai dengan ukuran sofa. Selimut yang digunakan lelaki itu, sudah tergeletak di atas karpet. Kepalanya miring dari bantal. Dan yang membuat Quilla terenyuh Ra amalia | 247



✧ Raikantopeni ✧ adalah Tama terlihat pucat dengab lingkar hitam di bawah matanya yang terpejam. "Dia tidak mau tidur di kamar yang lain. Tapi juga tak mau membangunkanmu semalam." Quilla menoleh ke arah sumber suara. Mama Sarina masih dengan celemeknya, kini tersenyum pada Quilla. "Kapan Kak Tama datang, Ma?" "Semalam." "Semalam?" "Iya, pukul dua pagi." "Hah?" "Pak Udin yang membuka gerbang. Tapi yang membuka pintu Ayah. Mama bangun karena mendengar suara berisik. Ternyata Ayah sedang mencari selimut untuk suamimu." Aduh. Quilla memijit keningnya. Kalau begini, sudah pasti ayahnya tahu bahwa dirinya dan sang sumi tengah dalam masalah. Ra amalia | 248



✧ Raikantopeni ✧ "Ayah nggak ngomong apa-apa, Ma?" Mama Sarina tersenyum lembut. "Jangan kahwatirkan Ayah, urus saja Suamimu. Karena kamu bisa lihat sendiri, dia tidak terlihat baikbaik saja." Mama Sarina mengusap lengan Quilla. "Ayah sedang berjalan pagi dan Mama akan menyiapkan sarapan. Bangunkan Tama dan minta dia membersihkan diri. Kita sarapan bersama." Quilla hanya mampu mengangguk akhirnya Mama Sarina berlalu.



saat



Quilla butuh beberapa menit untuk menyiapkan mental sebelum kemudian mendekati Tama dan menggoyangkan bahu lelaki itu. "Kak ... Kak Tama bangun ...." Tak ada respon. Quilla lupa betapa sulit suaminya ini dibangunkan saat pagi. "Kak ... ayo bangun." Ra amalia | 249



✧ Raikantopeni ✧ "Heum ...." "Jangan heum, kamar."



tapi



bangun.



Pindah



ke



Mata Tama langsung terbuka. Ia menarik tangan Quilla hingga membuat wanita itu jatuh ke atas tubuhnya. "Kamar? Kamu mau kita ke kamar. Ayo aku sudah sangat siap. Kenapa nggak dari tadi? " Quilla memejamkan mata. Kesal karena bisabisanya Tama menganggap ini sebagai ajakan untuk bercinta. "Kak, lepas. Nanti Mama datang." "Mama kan ke dapur, Ayah pergi jalan pagi." "Jadi Kak Tama udah bangun dari tadi?!" "Jangan melotot, kamu tambah cantik. Hatiku lemah dan mudah tergoda." "Dasar buaya!" "Hah!" Ra amalia | 250



✧ Raikantopeni ✧ "Lepas nggak. Illa gigit nih." "Gigitlah dimanapun kamu mau." Quilla tercengang. Suaminya yang gila atau Quilla yang hilang ingatan? Bukankah mereka sedang perang besar. "Kamu emangnya gak bisa ngerasain, dia udah bangun?" "Yakh! Buaya mesum!" Gilanya, Tama malah tertawa terbahak-bahak melihat kekesalan Quilla. Hujatan Quilla sama sekali tidak berguna. Lelaki itu tampak kegirangan melihat pipi istrinya yang memerah dan bibir cemberutnya. Suara dehemanlah yang membuat Tama berhenti tertawa dan membiarkan Quilla lepas dari pelukannya. "Jangan menodai mata Ayah pagi-pagi. Kamar kalian nggak sampai tujuh langkah. Cepat sana, Ra amalia | 251



✧ Raikantopeni ✧ asal jangan membuat Istri Ayah harus menunggu lama untuk sarapan." Quilla kembali memejamkan mata. Ia merasa bisa pingsan karena malu. Namun, belum sempat meredakan perasaanya akibat terpergok sang ayah, Tama malah menyerat Quilla ke kamar. Dan begitu pintu tertutup, Tama langsung memeluk istrinya dengan erat. "Aku sangat mencintaimu. Rasanya aku bisa mati jika kehilanganmu. Jadi, katakanlah, apa yang harus kulakukan agar kamu mau memaafkanku?" *****



Ra amalia | 252



✧ Raikantopeni ✧



Part 17 Quilla terpaku. Pelukan Tama begitu erat, dan kini pada punggungnya yang terbuka, ia bisa merasakan cairan hangat di sana. Suaminya menangis. Tama menangis dengan tubuh gemetar. Bagaimana bisa ini terjadi? "Jangan menghukumku dengan perpisahan. Aku tidak akan sanggup. Lakukan, lakukan saja apa yang kamu mau asal jangan menyingkirkanku dari hidupmu. Akulah yang tidak akan bisa hidup jika tak bersamamu." Quilla berusaha menggerakkan tangannya. Pelukan Tama terlalu erat. "Lepasin Illa, Kak." "Tidak mau." "Kak ...." Ra amalia | 253



✧ Raikantopeni ✧ "Tidak akan." Tama menggeleng, semakin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sang istri. Tama merindukan aroma ini. Harum Quilla yang selalu menawarkan kenyamanan dan harapan untuk semua rasa penat. "Kamu tahu betapa keras usahaku untuk memilikimu? Iya, aku tau bahwa harusnya aku menyadari itu sebelum melukaimu. Aku memang bodoh dan bejat. Kamu boleh memukul, mencemooh atau menghujatku. Lakukanlah. Asal jangan meminta berpisah dariku." "Kak Tama nggak adil," bisik Quilla. Gimana Illa bisa mukul Kakak, kalo Kakak meluk Illa?" Saat itulah Tama langsung melepaskan pelukannya. "Ayo, kamu bisa pukul aku sekarang" Plak! Kepala Tama terlempar ke samping. Tamparan Quilla benar-benar keras. Namun, dia tentu tak bisa meringis saat ini. Jadi Tama Ra amalia | 254



✧ Raikantopeni ✧ kembali menatap Quilla sembari mengelus pipinya yang panas." Mau lagi?" Plak! Kini pipi Tama di sebelah kirilah yang menerima tamparan. Lebih keras dari barusan. Sekali lagi, lelaki itu berusaha menahan rasa sakit. Dia tahu pantas menerimanya. "Apa kamu sudah puas?" "Nggak." "Kalau begitu, ayo ... lakukan hal yang bisa membuatmu puas." Dan setelah itu Tama menyesal mempersilakan Quilla. Karena wanita itu tak menunggu lama untuk langsung mencubit perut suaminya sekuat tenaga. Tama menggit bibibirnya agar tidak mengaduh, tali saat Quilla menggit pergelangan tangan Tama hingga hampir berdarah, lelaki itu tak kuasa menahan pekikan. Ra amalia | 255



✧ Raikantopeni ✧ Quilla menghentikan aksinya dengan napas terengah. "Tamparan itu, karena Kak Tama makasa cium Illa, padahal Illa nggak mau. Cubitan di perut itu, gara-gara si ... si ...." "Si burung." "Dia bukan burung! Burung itu lucu, nggak kayak punya Kak Tama. Nakal terus pemaksa. Untung Illa nggak potong!" Tama meringis memegang bagian pribadinya. "Terus gigitan di tangan, gara-gara Kam Tama ngikat tangan Illa. Illa sakit! " Tama mengangguk. Dia tahu bahwa rasa sakit yang diberikan Quilla barusan, tidak akan pernah sebanding dengan luka yang Tama torehkan. "Jika belum puas, ayo, aku siap kamu pukuli lagi." "Nggak mau. Capek. Mukul orang juga abisin tenaga. Puas nggak, lelah iya." Ra amalia | 256



✧ Raikantopeni ✧ Tama merasa akan meleleh meluhat sikap manis istrinya. Lelaki itu memberanikan diri menggandeng tangan Quilla. Lelaki itu kemudian membimbing sang istri ke tempat tidur. Dia membantu Quilla duduk, sebelum kemudian dirinya sendiri duduk di lantai. Tama menggenggam tangan Quilla. Dia mendongak agar bisa menatap wajah manis sang istri. "Sekarang katakan, apa yang kamu inginkan?" "Kak Tama tahu yang Illa inginkan." "Kalau itu tidak boleh!" "Terus buat apa nanya?" Ini adalah percakapan yang sangat aneh. Mereka dalam pertengkaran, tapi tak ada yang meninggikan suara. "Kamu mau aku bersujud di kakimu? Aku akan melakukannya." Ra amalia | 257



✧ Raikantopeni ✧ Quilla menahan bahu Tama saat lelaki itu hendak bersujud. "Ini bukan lebaran. Lagian kan Illa istri Kak Tama, bukan ibu." "Jadi kamu masih mengakui sebagai istriku?" Mata Tama berbinar-binar. "Memangnya kapan Illa ingkari?" "Benar. Kamu benar. Kamu hanya meminta berpisah dan tidak kukabulkan. Jadi apa kita baikan?" Quilla hampir mendengkus. "Tidur di sofa dan terlihat menyedihkan, bukan modal yang cukup buat Kak Tama dimaafkan. Illa nggak segampang itu buat luluh." "Aku tahu." "Dan Kak Tama nggak usah pasang muka teraniaya. Kak Tama itu pelakunya di sini." "Aku juga tahu." "Terus kenapa Kak Tama senyum?" Ra amalia | 258



✧ Raikantopeni ✧ Tama pasrah meskipun semua yang dilakukannya selalu salah di mata sang istri. "Karena kamu sudah mau bebicara seperti ini." "Soalnya Illa tahu, percuma main diamdiaman sama Kak Tama. Nggak bakal mempan. Bukannya sadar, nanti Kakak malah ngelunjak." "Ya ampun kamu benar. Kamu memang pintar dan menggemaskan. Aku jadi ingin menciummu." Quilla langsung menutup mulut sang suami. "Illa nggak mau kontak fisik lebih dari ini." Tama menatap istrinya terperangah. "Illa nggak suka sok baik, sok kuat, tapi memendam perasaan. Jadi, Illa bakal jujur. Illa emang bilang udah maafin Kak Tama, tapi itu nggak sepenuhnya benar. Karena di sini." Quilla menekan telapak tangannya di dada. "Illa masih merasa sakit dan takut.



Ra amalia | 259



✧ Raikantopeni ✧ "Kak Tama nggak pernah kasar sama Illa, tapi kemarin, Kak Tama membuat Illa ngerasa kayak barang yang bisa dipakai berkali-kali, bukan manusia yang punya perasaan. Tubuh Illa memang nggak sakit lagi, tapi bathin Illa masih. Jadi, Illa nggak mau keliatan baik-baik saja, biar Kak Tama merasa lebih lega. Nggak. Kak Tama harus tahu dampak dan konsekwensi yang harus Kak Tama tanggung saat nggak mengandalkan otak kayak kemarin." Tama tak membantah, meski ucapan istrinya bagai pisau yang menancap hatinya berulang kali. "Illa memang belum mendaftarkan percerian. Belum, bukan nggak. Karena Illa sadar, kemarin juga bagian dari kesalahan Illa. Illa yang bodoh karena tersulut emosi dan memancing Kak Tama buat meledak. "Jadi, sekarang Illa memutuskan untuk menghadapi ini dengan kepala dingin. Illa tahu Ra amalia | 260



✧ Raikantopeni ✧ kita punya banyak waktu untuk kembali mikirin hubungan ini. Yang pasti, hubungan kita nggak akan kembali seperti semula dalam waktu dekat." "Tidak masalah. Aku akan menahan diri. Asal kamu tidak meminta berpisah, aku akan bersabar." "Kak Tama tahu arti ucapan Kak Tama barusan?" Tama mengangguk. "Itu berarti Kak Tama cuma jadi suami Illa di atas kertas." "Quilla ...." "Iya?" "Sudah selesai?" "Kenapa? Kak Tama keberatan?" "Tentu saja. Kita akan berusaha untuk jujur kan?" Ra amalia | 261



✧ Raikantopeni ✧ Quilla mengangguk. "Bagus. Aku akan berusaha memenuhi keinginanmu, tapi dengan satu syarat." "Syarat apa?" "Izinkan aku berjuang untuk mempertahankan rumah tangga kita. Kamu memberi batas bahwa posisiku sekarang hanya suamimu di atas kertas. Bagiku itu posisi yang rentan, posisi yang tidak kuinginkan. Karena bisa saja sewaktu-waktu kamu kembali meminta berpisah. Jadi untuk bisa mendapatkan posisiku semula, biarkan aku berjuang. Biarkan aku memperbaiki semuanya. Itu cukup adil kan?" Quilla mengangguk. Apa yang diucapkan Tama cukup masuk akal. "Terima kasih. Kamu baik sekali." "Sama-sama. Sekarang sebaiknya Kak Tama segera mandi. Mama bakal ngomel kalo kita nggak ikut sarapan." Ra amalia | 262



✧ Raikantopeni ✧ "Tentu saja. Aku bahkan berencana makan siang di sini juga." "Memangnya Kak Tama nggak kerja?" "Kerja. Aku bawa laptop. Nanti aku akan minta Mas Udin sekalian bawakan masuk bersama koperku di bagasi." "Tu-tunggu bentar, kok ada koper juga?" "Aku kan butuh pakaian ganti, Sayang." "Kok manggil sayang?" "Kamu kan istriku." "Ish ... tapi kenapa ada koper juga?!" "Kamu sudah setuju aku berjuang. Gimana aku bisa berjuang, kalau tidurnya aja pisah sama kamu?" "Kak Tama!" "Iya, Sayang?" "Ini namanya curang!" Ra amalia | 263



✧ Raikantopeni ✧ "Bukan curang, tapi berusaha maksimal. Taktik penuh gaya."



dengan



Quilla baru hendak protes kembali, tapi Tama sudah mengecup bibirnya. "Jangan marah, ini juga bagian dari berjuang." Quilla hanya bisa melongo saat melihat Tama melenggang santai masuk ke dalam kamar mandi. "Tuhan, ini Illa yang bodoh atau suami Illa yang licik?" Quilla tentu saja tahu jawabannya. ***** -



Ra amalia | 264



✧ Raikantopeni ✧



Part 18 Quilla menatap kepergian suaminya dengan tercengang. Wanita itu baru sadar dari keterkejutannya saat mendengar suara notifikasi di ponsel suaminya. Quilla mengerutkan kening saat membaca nama kontak. Sania. Sania? Mata Quilla melebar saat menyadari nama itu. Mantan istri dari suaminya. Quilla memang tahu bahwa hubungan Tama dan Sania berbeda dengan beberapa kisah rumah tangga yang berakhir. Mereka berpisah baik-baik, dan menjadi teman. Tama beberapa kali membahas tentang Sania saat Quilla iseng bertanya.



Ra amalia | 265



✧ Raikantopeni ✧ Tak ada rasa cemburu dalam diri Quilla, karena wanita itu tahu Tama tak pernah mencintai mantan istrinya. Namun, mengapa wanita itu menghubungi Tama sekarang? Setelah begitu lama. Quilla tak akan lupa bahwa Sania bahkan tidak hadir di pesta pernikahan mereka. Bukankah itu berarti bahwa selema ini Sania berusaha menghindari pertemuan dengan mereka, atau ... hanya dengan Quilla? "Aduh otak Illa mulai deh. Angkat nggak ya?" Quilla berperang dengan nuraninya. "Tapi kan nggak sopan. Tapi Illa penasaran. Ya ampun, angkat aja udah." Quilla baru hendak akan menerima saat panggilan itu terhenti. Namun, rasa penasarannya terbayar segera karena sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Tama.



Ra amalia | 266



✧ Raikantopeni ✧ "Lebih baik mencegah dari pada mengobati. Ish, salah, lebih baik mencegah dari pada sakit hati." Quilla kemudian membuka pesan dari Sania, tapi langsung mengerutkan kenjng karena tak memahami istrinya. 'Kakak pasti terkejut karena aku tiba-tiba mengirim pesan.' 'Kak Tama tak menghapus nomorku kan?' 'Baiklah, sepertinya aku tak perlu berbasa-basi, kita telah saling memahami. Tetapi, aku minta maaf soal semalam.' "Semalam? Emangnya mereka ketemu? Terus ngapain? Stop!" Quilla melarang otaknya berpikir berlebihan. Beruntung ternyata Sania belum selesai. Sebuah pesan, kembali masuk ke dalam ponsel Tama dari wanita itu. "Dan apa yang diposting Bibi Prihatna, aku sama sekali tidak tahu. Aku pun sangat terkejut Ra amalia | 267



✧ Raikantopeni ✧ saat dia memberitahuku telah sengaja menyebarkannya.' 'Aku tak tahu Bibi mengambil foto kita.' 'Aku sudah meminta Bibi menghapusnya, tapi Bibi tidak mau. ' 'Bibi mengatakan keluarga besarmu perlu disadarkan.' 'Demi Tuhan, aku tidak ingin lebih menyulitkanmu. Rasa cintaku tidak untuk menimbulkan masalah untukmu.' "Hah?!" Quilla tercengang membaca rentetan pesan Sania. "Dia ... bilang cinta sama suami Illa? Dan nggak nimbulib masalah?!" 'Aku akan meminta Bibi lebih bersabar, sama sepertiku yang bersabar untukmu.' 'Aku mencintaimu, Kak. Aku sungguh-sungguh tam menyangka Bibi akan melakukan ini. Karena itu, ayo kita bertemu, untuk membicarakan hubungan ini. Aku menunggumu di rumah Nenek. Aku ingin berbicara padamu.' Ra amalia | 268



✧ Raikantopeni ✧ 'Bibi Peihatna telah menyadarkaku apa yang sudah kulepaskan dulu. Aku menyesal. Sekali lagi, rasa cintaku tidak berubah dan kini aku akan berjuang utuk itu. Tangan Quilla gemetar memegang ponsel Tama. Dadanya terasa sesak dan tiba-tiba saja dia kesulitan bernapas. Kepalanya panas sekali. "Astaga ... ini Illa kenapa?" Quilla tak memahami reaksi tubuhnya, tapi sungguh satusatunya yang diinginkan wanita itu adalah menjambak Sania. 'Kakak tidak membalas, tapi tak apa. Aku akan tetap menunggu sampai Kak Tama datang.' Quilla tak tahan. Untuk pertama kali dalam hidupnya, jemari wanita itu melakukan sesuatu yang tak direstui otaknya. 'DASAR GILA!'



Ra amalia | 269



✧ Raikantopeni ✧ Quilla mengirim pesan itu dan puas saat melihatnya sudah dibaca. Tak lama kemudian, balasan pun masuk dari Sania. 'Benar, Kak. mencintaimu.'



Aku



gila



karena



terlalu



"Apa-apaan ini?!" Quilla ternganga. Ia tak pernah menyangka ada jenis wanita seperti Sania. Merendahkan diri karena diperbudak perasaan sendiri. Quilla baru hendak kembali membalas, saat otaknya mengambil alih. Tidak. Sania tidak tahu bahwa Quilla-lah yang membaca dan membalas pesannya. Wanita itu mengira ini adalah Tama. Dan yang paling penting, memaki Sania lewat ponsel, tidak akan memberikan kepuasan apapun pada Quilla. Wanita seperti Sania perlu disadarkan, bahwa berusaha merebut milik orang lain adalah sesuatu yang tidak benar. Quilla memilih tak meladeni Sania lagi. Namun, wanita itu segera memeriksa Ra amalia | 270



✧ Raikantopeni ✧ semua isi pesan Tama. Dan benar saja, di grup keluarga lelaki itu, Bibi Prihatna mebgirim sebuab foto yang membuat darah Quilla mendidih. Foto Tama yang tengah memberi bunga pada Sania. Quilla melempar ponsel Tama bertepatan dengan pintu kamar mandi yang terbuka. Tama yang keluar hanya menggunakan sehelai handuk terlilit di pinggang tercengang saat melihat ponselnya tergeletak di lantai menjadi beberapa bagian. Namun, yang membuat lelaki itu lebih panik adalah, istrinya yang menangis. Tama pernah melihat Quilla menangis. Beberapa hari yang lalu Tama juga membuat wanita itu menangis. Namun, Tama tak pernah melihat Quilla menangis, tapi dengan sorot mata yang seolah ingin membunuhnya. Ra amalia | 271



✧ Raikantopeni ✧ Tangan istrinya terkepal dan Tama tahu tubuh Quilla bergetar. "Illa ... ada apa?" Bibir Quilla bergetar dengan gigi gemeretak. Sementara Tama dengan perlahan berusaha mendekatinya. "Apa yang ada di ponssl itu dan membuatmu semarah sekarang?" Harus Quilla akui suaminya sangat cepat tanggap. Namun, itu justru memperburuk suasana hati Quilla. "Kenapa Kak Tama nggak lihat sendiri?!" "Ponselnya kamu hancurkan. Aku tidak bisa melihatnya." "Kak Tama bilang cinta sama Illa kan?" "Sangat." "Akan mati kalau berpisah dengan Illa?" "Karena itu jangan tinggalkan aku” Ra amalia | 272



✧ Raikantopeni ✧ "Tapi Kak Tama malah ngasi bunga ke mantan istri Kakak!" "Apa?!" "Semalam, dia datang ke rumah kan? Kalian ke taman dan Kak Tama ngasi dia bunga." "Kamu tahu dari mana?" Quilla menepis tangan Tama yang berusaha menyentuhnya. "Jadi itu benar?" "Benar, tapi-" "Berani-berninya Kak Tama dateng ke sini terus bicara omong kosong soal nggak bisa hidup tanpa Illa, padahal semalam Kak Tama sama perempuan itu!" "Itu bukan omong kosong. Aku benar-benar mencintaimu!" "Illa mau bunuh Kak Tama! Illa mau bunuh Kak Tama! Kak Tama bikin Illa sakit terus!"



Ra amalia | 273



✧ Raikantopeni ✧ Tama shock melihat istrinya yang menangis kencang. Quilla memukul-mukulnya, tapi terlihat sangat menderita. "Sayang, dengarkan aku-" "Nggak mau! Illa capek banget! Illa capek Kak Tama sakitin terus! Illa udah nggak kuat. Illa nggak bisa hadapin Kak Tama lagi." Tama mencengekram pergelangan tangan Quilla yang hendak memukulnya lagi. "Baahirah Quilla, aku juga lelah, tapi maukah kamu mendengarkanku? Sekali saja." "Buat apa? Biar Kak Tama bisa bohong?" "Kamu tahu aku tidak pernah berbohong." Kali ini Tama menangkup wajah sang istri. "Beri aku kesampatan menjelaskannya, jika setelah ini kamu tetap mau membunuhku, aku akan pasrah." Quilla terdiam. Ia berusaha mengendalikan histerisnya sendiri. Ra amalia | 274



✧ Raikantopeni ✧ "Kemarin, setelah aku pulang menemuimu, Bibi Prihatna sudah ada di rumah, dan dia membawa Sania. Aku terkejut, tapi aku tentu tidak bisa mengusurinya. Ibu dan Bibi berdebat, hingga membuatku mengetahui motif kenapa Bibi membawa Sania. Dan melihat kehisterisanmu, aku yakin kamu pun tahu alasannya. "Aku dan Sania tidak berbicara banyak di awal. Karena aku memilih beristirahat di kamar. Namun, saat akan turun untuk makan malam, ternyata Sania masih ada di sana. Di depan kamar yang kami tempati dulu sebagai suami istri. Sania masih mengharapkanku, dan Bibiku yang merasa paling tahu segalanya, entah merecokinya dengan janji apa hingga membuat wanita malang itu kembali terobsesi padaku. "Kami membutuhkan waktu untuk berbicara berdua. Tidak, yang sebenarnya adalah Sania memintaku mengikutinya ke taman dan aku rasa Ra amalia | 275



✧ Raikantopeni ✧ itu memang tempat yang bagus untuk meluruskan segalanya. Untuk menegaskan pada Sania bahwa baik dulu maupun sekarang, aku tidak pernah mencintainya. Aku lelaki beristri yang sangat mencintaimu." "Tapi bunga itu-" "Sania mau dipetikkan, dan posisi bunga itu tinggi. Aku hanya memetikkan untuknya agar Sania segera berhenti mengulur waktu. Tapi entah kenapa Bibiku malah meromantisasi semua itu." "Bibi Prihatna mengirim foto Kak Tama saat memberi Sania bunga. Di grup keluarga kalian." "Astaga. Apa Bibiku waras? Dia tahu keadaan sedang sangat panas." Tama sungguh tak habis pikir kelakuan bibinya. "Bibi tahu aku tidak pernah mencintai Sania. Aku akan berbicara pada Bibi agar menghentikan apapun yang sedang coba dilakukannya. Tapi kumohon, percayalah padaku. Aku sungguh-sungguh tak Ra amalia | 276



✧ Raikantopeni ✧ sanggup kehilanganmu. Kita berada dalam masalah besar ini karena kesalahpahaman, jadi aku tak mau mengulanginya lagi. Beri aku kesampatan untuk membuktikan diri. Kumohon." Quilla terdiam. Semua ucapan suaminya masuk akal. Tama dulu memang buaya, tapi Quilla tahu lelaki itu tidak pernah berbohong. Tama tidak pernah menjalin hubungan dengan dua wanita sekaligus.Tama tidak pernah mendekati wanita lain, saat terlibat dalam suatu hubungan. Itu adalah semua informasi yang didapatkan Quilla dari kakaknya. Raiq menyekediki Tama hingga ke akar sebelum memberikan restu. Tama mengusap pipi istrinya yang bersimbah air mata. "Aku tidak pernah mencintai wanita lain kecuali kamu, Baahirah Quilla. Jadi jangan pernah berpikir aku akan bisa hidup tanpamu." Quilla masih tak mampu berbicara, tapi dirinya memejamkan mata saat Tama Ra amalia | 277



menyatukan



✧ Raikantopeni ✧ bibir



*****



Ra amalia | 278



mereka.



✧ Raikantopeni ✧



Part 19 Ciuman itu sangat hati-hati. Seolah Tama adalah pria yang baru belajar untuk pertama kalinya. Kecupannya berubah menjadi lumatan kecil. Ketika akhirnya Quilla membuka bibirnya, barulah Tama memberanikan diri. Lidahnya menyelinap masuk, mengulum lidah sang istri. Tama selalu merasa akan gila karena kenikmatan yang diberikan Quilla. Wanita itu seperti kembang api saat bergairah. Hasratnya tersamar apik oleh kesan lugu yang ditampilkan. Tangan Quilla mencengkeram kedua bahu suaminya. Tama tersenyum diantara ciuman mereka saat merasakan tubuh Quilla menempel pada dirinya. Emosi dan rasa terancam membuat Quilla yang pintar, kehilangan akal sehat. Bagus. Inilah yang Tama butuhkan. Ra amalia | 279



✧ Raikantopeni ✧ Tama mendorong Quilla hingga berbaring di tempat tidur. Ciuman lelaki itu turun ke arah leher sang istri, sementara tangannya melucuti pakaian Quilla dengan perlahan. Dia tak mau terkesan buru-buru dan memaksa. Tama harus memastikan Quilla nyaman hingga tak mengingat kejadian di mobil dulu. "Kamu indah sekali. " Tama puas melihat tubuh Quilla yang telanjang dan mendamba. Lelaki itu berlutut di antara kaki sang istri. Dia kemudian melepaskan handuknya. Tama menyeringai saat melihat Quilla melebarkan kakinya. Ternyata wanita itu sedang berperang dengan diri sendiri dan menang atas rasa takutnya. "Apa kamu siap?" tanya Tama dengan jemari yang menyentuh bagian terlembut Quilla. Mengelus perlahan hingga jemarinya basah. Dia menyukai suara napas Quilla yang terputusRa amalia | 280



✧ Raikantopeni ✧ putus, juga pekik tertahan wanita itu setiap Tama memberi tekanan. "Jawablah, Sayang ...." "Iya ...." "Apa kamu tidak akan menyesal?" "Illa akan menyesal kalau biarin diri Illa kalah dari rasa takut." "Tapi apa-" "Kak, ini tubuh Illa. Illa nggak bakal ngasi Kak Tama kesempatan kalau Illa tahu Kak Tama bakal nyakitin Illa lagi ...." Quilla tak mampu menyelesaikan kalimatnya. Ia menutup mulut dengan telapak tangan agar tidak menjerit. Jemari Tama membuatnya melayang. "Kak ...." "Aku tahu. Kamu menginginkan ini kan?" Tama memamerkan dirinya sendiri. Tubuh lelaki itu seolah pahatan yang sempurna. Ra amalia | 281



✧ Raikantopeni ✧ Quilla mengangguk. Matanya sayu. Quilla merasakan dadanya berdebar bukan hanya gairah semata, melainkan kenangan sakit yang Tama torehkan. Namun, Quilla tak akan mundur. Tama suaminya. Bercinta adalah salah satu aktivitas tersering mereka. Dulu, Quilla sangat menikmatinya. Jadi, kini dia pun akan melakukan hal yang sama. Quilla tak sabar melihat apa yang dilakukan Tama. Lelaki itu menyentuh dirinya sendiri hingga sangat keras. Qa menginginkan bagian itu di dalan tubuhnya, memenuhinya. Jadi wanita itu bangkit. Duduk di tepi ranjang persis di depan Tama dan menarik lelaki itu. Quilla menyentuh Tama dan membimbing lelaki itu masuk. Quilla berhasil menyelubungi Tama. Napasnya tersekat dan Tama menggeram penuh gairah karena yang dilakukan istrinya. Ra amalia | 282



✧ Raikantopeni ✧ "Kak Tama mau diam aja?" tanya Quilla yang mulai menggerakkan pinggulnya tak sabar. Rasa perih dan nikmat menyeret Quilla ke ambang batas pengendalian diri. "Tentu saja tidak. Aku harus berusaha maksimal untuk memuaskanmu bukan? Agar perjuanganku tidak sia-sia." Lalu Tama menunduk, mengulum dada sang istri, sementara pinggulnya terus bergerak, mengisi Quilla hingga wanita itu harus menahan jeritan berulang kali. Klimaks itu datang bagai badai yang sangat hebat. Quilla terlentang sementara Tama masih mendorong masuk, mengosongkan diri. Mengandalkan sisa tenaganya, Tama menarik diri dan berdiri. Kakinya gemetar sebelum kemudian menjatuhkan diri di samping sang istri. Dia butuh istirahat sejenak, memulihlan lagi teganya yang terkuras. Ra amalia | 283



✧ Raikantopeni ✧ "Aku tidak menyakitimu lagi bukan?" tanya Tama penuh risau. Quilla menggeleng. Peluh di tubuhnya memperjelas kenikmatan yang dirasakannya. "Aku sudah berusaha untuk lembut." "Illa tahu dan Kak Tama berhasil. Tapi lain kali jangan terlalu lembut, Illa lebih suka Kak Tama yang penuh semangat." "Aku masih penuh semangat. Aku tak sabar untuk menunjukkannya." Tama bangkit dari ranjang lalu menggendong Quilla yang kebingungan. "Ayo kita mandi bersama. Aku janji kamu akan suka melihat betapa semangatnya aku sebenarnya." ***** "Makan yang banyak. Mama memasak untuk kalian berdua. Mama tahu kalian pasti lapar." Ra amalia | 284



✧ Raikantopeni ✧ "Terima kasih, Mama tersayang. Selain sangat cantik, Mama memang paling pengertian. Saya jadi memahami kenapa Ayah begitu memuja Mama." Quilla mendelik mendengar ucapan suaminya. Lelaki itu memang bermulut manis. Bahkan harus Quilla akui jika tidak berhati-hati maka dirinya bisa menjadi korban, seperti tadi di kamar. Wajah Quilla masih bisa memanas mengingat apa yang terjadi. Bisa-bisanya ia luluh secepat itu dan memberikan Tama keinginannya. Lelaki itu membuat Quilla tak bisa menolak. Emosinya yang sedang berkecamuk, dan rasa terancam karena keberadaan Sania, adalah senjata Tama untuk membuat Quilla merasa tidak aman dan ingin membuktikan diri lebih baik. Pembuktian bahwa Tama hanyalah miliknya. "Bodoh banget ...." "Bodoh? Siapa yang bodoh, Nak?" Ra amalia | 285



✧ Raikantopeni ✧ Quilla tersentak. Ia tak sadar telah berbicara tanpa sadar. "Dan kenapa wajahmu memerah? Apa kamu demam?" "Nggak!" "Kamu menjawab terlalu cepat. Apa kamu sakit, Sayangku?" tanya Mama Sarina maki khawatir. Tadi pagi putrinya tidak sarapa, dan juga melewati jam makan siang. Mama Sarina sudha risau sekali, tapi Pak Zamani menahannya agar tidak mengetuk kamar tempat Tama dan Quilla berada. "Saya hanya membuatnya kelelahan, Mama tersayang. Maafkan saya yang tak bisa menahan diri." "Kak Tama!" "Iya Istriku tercinta, ada apa?" "Kak Tama mau bikin Illa malu?" Ra amalia | 286



✧ Raikantopeni ✧ "Malu? Kenapa harus malu, bukankah lelaki yqng merindukan istrinya hingga lepas kendali itu sesuatu yang menakjubakan? Tanya saya pada Mama. Mama juga pernah muda seperti kita dulu." Tama mengedipkan mata pada Mama Sarina yabg tersipu. Quilla jengah sekali. Suaminya benar-benar burmulut buaya. "Jadi karena itu kalian melewatkan sarapan dan makan siang?" tanya Pak Zamani yang baru memasuki ruang makan. Harusnya dia memang tidur siang, tapi ketidakberadaan sang istri di ranjang membuatnya tak bisa terlelap. "Ayah ...." Quilla malu setengah mati. Ia memang sudah menikah, tapi urusan ranjangnya adalah hal yang tabu untuk dibahasa. Apalagi oleh orang tuanya.



Ra amalia | 287



✧ Raikantopeni ✧ "Kami akan menebusnya sekarang. Dek Illa membutuhkan makan yang banyak agar tenaganya kembali pulih." "Kak Tama jangan mancing emosi deh. Illa nanti marah lagi." "Jadi kamu sudah berhenti marah sekarang? Aku memang beruntung sekali. Tuhan pasti tak mau membuat lelaki setulus aku tersiksa menunggumu." "Siapa bilang?" "Harapanku." "Marahan itu tidak baik. Hanya akan memperepot kalian saja," ujar Pak Zamani. Dia berusaha menasehati dengan tidak terangterangan. "Kami nggak marahan kok Ayah." "Syukurlah. Berarti suara ribut-ribut yang kami dengar tadi suara kucing sama tikus. Ayah lega." Ra amalia | 288



✧ Raikantopeni ✧ Quilla meringis. Mereka semua tahu tak ada kucing di rumah itu. Dan Mama Sarina memastikan makhluk pengerat tidak pernah berkeliaran di daerah kekuasaanya. "Sayang, kamu mau makan lagi?" tanya Mama Sarina berusaha membantu putrinya. Dia memang mengkhawatirkan Quilla dan Tama. Namun, melihat pasangan itu duduk bersama di meja makan dengan rambut setengah kering, Mama Sarina memutuskan untuk tidak makukan interogasi. "Meski makananmu sangat lezat, tapi perutku kekenyangan, Cinta. Sudah tidak ada ruang untuk makanan apapun. Berikan saja makanan itu pada menantumu yang kelaparan itu." "Terima kasih, Ayah. Saya memang benarbenar lapar." Saat itulah Quilla menyadari bahwa suaminya sudah menambah nasi sebanyak tiga kali. Lelaki itu sangat lahap, sedangkan makanan di piring Ra amalia | 289



✧ Raikantopeni ✧ Quilla sendiri hanya berkurang sedikit. Dan itu bukanlah hal yang biasa. Meski Tama memang sering lapar setelah mereka bercinta, tapi lelaki itu selalu makan seperlunya. Tidak seperti sekarang, seolah lelaki itu tak pernah makan berhari-hari. "Kak, pelan-pelan ...," pinta Quilla. Tanpa sadar kekesalannya hilang dan suaranya melembut. "Iya? Ah, ini karena masakan Mama sangat enak." "Sangat enak atau kamu yang tidak pernah makan?" Tama hanya nyengir mendengar pertanyaan Mama Sarina. "Jadi kamu emmang tidak pernah makan, Nak?" "Makan, Ma. Roti."



Ra amalia | 290



✧ Raikantopeni ✧ "Dan kapan itu? Yang jelas bukan tadi pagi kan?" Tama terdiam, ngingatnya.



mencoba



mengingat-



"Kamu bahkan lupa kapan terakhir makan?!" "Keterlaluan. Itu adalah usaha bunuh diri pelan-pelan. Kamu mau menjadikan Putriku janda ya?" Omel Pak Zamani ikut khawatir. "Bukan begitu, tapi-" Tama terdiam karena Quilla meletakkan sepotong ayam di piringnya. "Makan yang banyak, Kalo Kak Tama emang nggak mau Illa jadi janda." Tama menahan senyum. Istrinya memang memggemaskan sekali. Meski bibirnya cemberut, Tama bisa melihat mata Quilla berkaca-kaca. *****



Ra amalia | 291



✧ Raikantopeni ✧



Epilog Tama menutup teleponnya. Dia memijit kening. Ayahnya baru saja menelepon dan terdengar marah. Tama sangat menghormati ayahnya. Mengingat masa lalunya yang tidak bisa dibanggakan, lelaki itu berusaha sekeras mungkin untuk tidak mengecewakan ayahnya kembali. Dulu, sang ayah selalu memaafkannya dan berusaha memasang badan untuk tndakan ceroboh Tama. Namun, bibinya berulah lagi. Dan kali ini telah membuat Tama sampai tak bisa berkata-kata. Entah kapan dan kenapa, Bibinya mengambil foto Tama semalam dan malah mengirimnya ke grup keluarga. Apa bibinya ingin membuat Tama dibantai oleh para tetua? Ra amalia | 292



✧ Raikantopeni ✧ Dan Tama yakin, jika nanti tak bisa menjelaskan dengan baik, maka itulah yang akan terjadi. Hubungan antara ayahnya dan ayah mertuanya sangat baik. Sebelum menikah dengan Quilla, kedua orang itu adalah tokoh masyarakat yang saling mengenal baik. Jadi, tentu saja ayahnya malu dan marah jika sampai Tama melakukan perselingkuhan. Menjalin hubungan sebelum bercerai. "Astaga!" Tama memijit keningnya. Jelas itulah yang ditampilkan foto itu jika dilihat sekilas. Seolah Tama kembali menjalin hubungan dengan mantan istrinya, hanya karena sedang bermasalah dengan istrinya. Pantas saja Quilla terlihat ingin membunuhnya tadi. Untung istrinya wanita yang memiliki akal sehat di atas rata-rata hingga cepat memahami situasi dan mengatasi kecemburuannya. Jika tidak, maka sudah pasti Ra amalia | 293



✧ Raikantopeni ✧ Tama akan menjadi duda untuk ketiga kalinya. Dan kali ini bukan karena menceraikan, tapi diceraikan. Tama bergidik. Dia tak pernah masalah menyandang status duda selama ini, tapi jika harus kehilangan Quilla, Tama yakin akan sendiri menghabiskan sisa hidup. Tama tidak akan busa menerima kenyataan. Karena itu, Bibi Prihatna harus dihentikan. Tama mengerti kesulitan ekonomi dan tekanan ego membuat Bibi Prihatna tak lagi menjadi bibinya yang dulu sangat manis. Ini karena suaminya yang pecundang dan hanya seorang benalu selalu memaksa Bibi Prihatna. Bibi Prihatna telah dimanifulasi sedemikian rupa dan masih saja bertahan pada harapan semu suaminya akan berubah. Namun, bukan berarti Tama akan bertoleransi untuk hal ini. Cukup baginya berpartisipasi dalam menghidupi bibinya, tapi jika sudah merembet Ra amalia | 294



✧ Raikantopeni ✧ ke urusan rumah tangganya dan menimbulkan ancaman, Tama tak akan biarkan. Dia harus bertindak. "Kak Tama kenapa deh?" tanya Quilla yang sedang menyisir rambutnya. "Ayah menelepon." "Dan?" "Aku diomeli." "Tumben." "Ayah mengira aku berselingkuh dengan Sania." Quilla tak bereaksi. Ia hanya menatap suaminya dari cermin. "Ayah mengirim foto tangkapan layar di grup keluarga ke ponsel yang satunya." Tama memang memiliki dua ponsel. Satunya untuk urusan pribadi, dan yang lain khusus untuk bisnis. "Bibi Prihatna keterlaluan sekali. Bisabisanya dia melakukan itu. Aku tak mengerti apa Ra amalia | 295



✧ Raikantopeni ✧ tujuannya? Menunjukkan kita sedang bermasalah atau ingin meminta dukungan untukku dan Sania? Bukankah itu kekanakkanakan dan tidak masuk akal?" Quilla masih tetap diam. Tama akhirnya mendekati sang istri lalu mengambil alih sisir di tangan Quilla. "Aku minta maaf untuk segalanya." Tama tak mendapat balasan hingga kembali melanjutkan, " Tadi malam Ibu menceritakan semuanya padaku. Bibi menghinamu. Dan bukannya berusaha mencari tahu, aku langsung memarahimu. Pantas kamu mau meninggalkanku." Quilla masih memilih diam. Ia menikmati rasa bersalah Tama. Tidak ada yang lebih nikmat dari melihat rasa tersiksa orang-orang yang telah menyakitinya saat menyadari kesalahan mereka.



Ra amalia | 296



✧ Raikantopeni ✧ "Aku tidak akan membela diri, tapi ... aku bersikap jahat karena tak pernah menyangka Bibi bisa melakukan itu." "Melakukan apa?" "Menjelek-jelekkanmu. Menghinamu. Ya Tuhan, dulu dia terlihat sangat menyukaimu, Quilla. Dia bahkan orang yang sangat mendukung pernikahan kita. Jadi bagiku, sangat tidak masuk akal dia bisa melakukan ini." "Yah, kita kan nggak pernah tahu isi hati seseorang." Kali ini Tama-lah yang terdiam. "Illa juga begitu. Kalau nggak dengar sendiri, Illa pasti mengira Bibi Prihatna benar-benar suka sama Illa." "Kamu pasti terluka sekali. Karena perbutanku padamu."



Ra amalia | 297



✧ Raikantopeni ✧ "Banget." Quilla menghujam Tama dengan tatapan. "Itu rasa sakit paling hebat yang pernah Illa rasain." "Maafkan aku-" "Illa tahu Kak Tama merasa bersalah dan benar-benar menyesal. Tapi Illa tahu juga salah. Illa salah dalam menangani kemarahan Kak Tama. Bukannya tenang, Illa malah terprovokasi. Jadi rasa sakit itu Illa jadiin pelajaran, kalo bersikap bodoh konsekwensinya memang besar." "Ya Tuhan ...." Tama kehilangan kata-kata. Semua ucapan istrinya tidak memberi rasa lega, tapi sakit dari rasa bersalah yang berlipat ganda. "Aduh ... Kak Tama kayak orang disuruh nelan batu deh. Illa kan jadi puas ngeliatnya." Tama tercengang. Bisa-bisanya Quilla terlihat girang saat dirinya menderita.



Ra amalia | 298



✧ Raikantopeni ✧ "Rasa bersalahnya jangan dihabisin sekarang, soalnya Illa berencana ungkit-ungkit terus lho. Cewek kan gitu, kesalahan kecil aja diungkit terus kalo lagi sebel. Jadi, usahain Kak ama bikin Illa seneng terus ya. Biar hidup Kak Tama tenang." "Katakan apa yang akan kulakukan agar kamu selalu senang?" "Pertama-tama, bawa Illa ketemu Sania. Dia bakal ke rumah Nenek kan? Nah ayo kita ke rumah Nenek." ***** Mereka datang cukup terlambat. Karena para orang tua sudah berada di ruang keluarga. Quilla memang disambut dengan hangat oleh para tetua, kecuali Bibi Prihatna dan suaminya. Namun, ketegangan di sana tak mampu disembunyikan. Wajah ibu mertua Quilla merah padam, dan sebelum memasuki pintu tadi, ia Ra amalia | 299



✧ Raikantopeni ✧ sempat mendengar ibu mertuanya berteriak mengatakan Bibi Prihatna sudah kehilangan akal sehat. Sejujurnya Quilla senang. Ia bukannya takut berhadapan dengan Bibi Prihatna. Tapi wanita tinggi hati itu harus mendapatkan serangan dari pihak yang dianggapnya lebih tinggi. Dan siapa lagi kalau bukan dari ibu dan kakak-kakaknya? Itu akan menjadi pukulan telak yang pasti sulit diterma Bibi Prihatna. Sejujurnya Quilla agak terkejut karena Tuhan mengabulkan doanya terlalu cepat. Karena itu, Quilla tak melepas kesempatan untuk bersikapmanis di depan keluarga Kak Tama yang lain. Dia mencium tangan yang lain dan memasang sikap lugu. Simpati jelas membanjiri Quilla, terlebih saat memasang ekspresi canggung dan takut ketika harus menyalami Bibi Prihatna. Ra amalia | 300



✧ Raikantopeni ✧ Bodohnya, Bibi Prihatna malah menolak menyalami Quilla, seperti yang telah diperkirakan. Quilla tentu senang sekali, karena setelah itu, Nenek Tama yang sangat menyayanginya, meminta Quilla meminta melihat kucingnya di belakang. Quilla tahu itu hanya trik untuk membuatnya pergi agar tidak mendengar Bibi Prihatna dibantai lagi. Tentu saja, masih dengan memasang ekspresi seseorang yang terluka karena ditolak, Quilla undur diri. Ia akan memberikan ruang sebesarbesarnya pada keluarga Kak Tama untuk mensehati putri bungsu mereka yang tidak dewasa. Sedangkan Quilla memiliki waktu untuk membantai Sania. Rumah untuk para kuching itu terletak di dekat teras belakang. Nenek Kak Tama memiliki tiga ekor kucing. Satu di antaranya yang berwana oren kini berada di pangkuan Sania. Rupanya wanita itu terlalu terkejut melihat kehadiran Ra amalia | 301



✧ Raikantopeni ✧ Quilla di samping Tama tadi, hingga langsung mencari tempat bersembunyi. Sama seperti ekspresinya sekarang yang terlihat ingin kabur saat melihat Quilla mendekatinya. "Aw ....!" Sania memekik karena tangannya terkena cakaran kucing yang melompat turun dan malah mendekati Quilla. "Tidak semua kucing suka disentuh. Wajah dan perut salah satu area yang tidak terlalu disukai kucing untuk disentuh, Apalagi oleh orang asing." Quilla berjongkok kemudian mengelus kepala kucing berwarna oren itu. "Mimi ... tidak boleh mencakar sembarangan. Ugh, kukunya belum dipotong ya? Mamaw sama Memew juga?" Kini Quilla sudah di kelilingi oleh tiga kucing. "Tenang anak-anak, Kak Illa nggak akan kemana-mana. Nanti kukunya Kak Illa potongin biar kiyut kayak kuki Kakak. Oke?" Quilla mengalihkan pandangan. Kini ia menatap Sania yang masih terduduk di samping Ra amalia | 302



✧ Raikantopeni ✧ kandang kucing sambil memegang sebelah tangannya yang terluka. "Itu harus diobati. Sebentar, Illa ambilin obat." Quilla kemudian mengambil kotak obat, sementara itu dia meminta tolong pada salah satu pembantu untuk membawa kucing-kucing yang terus mengikutinya, bermain keluar. Quilla kembali menghampiri Sania. Ia baru akan menyentuh tangan Sania saat tangannya sendiri ditepis. "Aku bukan orang asing," ujar Sania tajam. "Iya?" "Kamulah orang asing. Aku sudah mengenal rumah ini jauh sebelum dirimu." "Emang, tapi buat kucing-kucing itu kan, Kakak orang baru. Lagian Kakak juga nggak sampai setahun jadi istri Kak Tama." "Kamu mengejekku?" Ra amalia | 303



✧ Raikantopeni ✧ "Sejak kapan jujur dianggap ejekan? Aduh .... Tangan ... Kakak perlu diobati." "Aku bukan kakakmu." "Memang. Tapi Illa berusaha sopan, karena gimanapin, Kakak kan emang lebih ... tua. Lagian Kakak Illa nggak bakal pernah memegang kucing terlalu kencang hingga dicakar. Kakak Illa tidak akan menyentuh sesuatu yang tidak bisa ditanganinya. Ka Rira selain peka juga berotak." Sania mengerjap. Berusaha mencerna ucapan Quilla. "Itu benar-benar harus diobati lho, berdarah." Quilla meendorong obat ke dekat Sania. "Kalo nggak mau Illa pegang, ayo obatin sendiri." "Aku tidak manismu."



akan



tertipu



dengan



sikap



"Illah nggak berusaha bersikap manis. Soalnya Illa memang manis. Kalo nggak percaya, tanya aja Kak Tama." Ra amalia | 304



✧ Raikantopeni ✧ "Kamu membuatnya menderita!" "Siapa?" "Kak Tama!" "Suami Illa?" Sania terhenyak. "Kok diam? Suami Illa kan yang sedang Kakak omongin?" Quilla tersenyum manis. Ia menyangga wajahnya dengan telapak tangan. "Kakak tau dari mana suami Illa menderita?" "Kamu sengaja melakukan ini kan?" "Apa?" "Mengulang kata bahwa dia suamimu." "Kan emang suami Illa? Masa bilang suami Kakak? Kakak kan cuma mantan istrinya. Yang diceraikan karena nggak dicintai." "Kamu-" "Istrinya. Istri dari lelaki yang Kakak kirimkan pesan soal perasaan Kakak itu. 'Aku sangat Ra amalia | 305



✧ Raikantopeni ✧ mencintaimu' ." Quilla berdecak. "Illa lho yang baca pesan itu." Sania tercengang. "Kaget ya? Atau kaget banget?" "Kamu menganggap ini lelucon?" "Iya." "Apa?!" "Ini kan emang lelucon yang konyol. Illa harus berhadapan sama mantan istri suami Illa yang menyedihkan. Tadi Kakak bilang Kak Tama menderita, mau tau nggak kenapa dia menderita?" Quilla mencondongkan tubuh dengan cepat lalu berbisik di telinga Sania, "soalnya Kak Tama berpikir akan kehilangan Illa. Kak Tama akan benar-benr menderita kalo Illa memilih ninggalin dia." Quilla menegakkan tubuh dan tersenyum manis. "Kalau Kak Sania nggak ngerti juga karena mungkin halusinansi Kak Sania bikin otaknya Ra amalia | 306



✧ Raikantopeni ✧ nggak jalan, biar Illa jelasin deh, Kak Tama itu cinta mati sama Illa. Sejak awal dia yang ngejarngejar Illa. Kalau diibaratkan tuh, ya kayak posisi Kak Sania sekarang, cinta mati dan ngejar-ngejar Kak Tama. Cuma bedanya, perasaan Kak Tama berbalas, sedangkan Kak Sania nggak akan pernah." "Kamu-" "Illa belum selesai, jangan dipotong, kan udah dewasa, masa nggak sopan? " Quilla tersenyum melihat Sania yang menganga. "Jadi sebaiknya berhenti saja. Ups, Illa tahu gak boleh ngaturatur perasaan orang. Jadi kalo Kak Sania berecana mau terus ngebucinin suami Illa sampai hilang akal, ya silakan. Cuma jangan sampai ngirim pesan kayam tadi, soalnya nanti Illa tahu. Kalau Illa tahu kan kasian Kak Sania. Soalnya, selain nggak bakal ngelepasin Kak Tama, Illa akan sangat menikmati penderitaaan Kak Sania." "Jahat sekali ...," ujar Sania lemah. Ra amalia | 307



✧ Raikantopeni ✧ " Jahat ya? Tapi jahatan mana sama Kak Sania yang mencoba merebut suami Illa, padahal tahu kami saling cinta?" Sania tak mampu berkata-kata. Tubuhnya gemetar dan pipinya basah oleh air mata. "Aduh, mau Illa ambilin tisu? Meski Kak Sania punya niat jahat mau ambil milik Illa, tapi Illa tetap punya prikemanusiaan kok. Nggak bisa ngeliat orang terluka. Yah mungkin itu yang membedakan istri sah dengan wanita perebut. Aduh, Illa lupa, Kak Sania bahkan nggak punya kesempatan buat ngerebut." "Apa-apaan menangis?!"



ini?



Kamu



membuat



Sania



Quilla menoleh ke belakang saat mendengar suara menggelegar itu. Ia segera berdiri, disusul Sania. Bibi Prihatna berjalan mendekati mereka dan langsung merangkul Sania. "Kamu membuatnya menangis?!" Ra amalia | 308



✧ Raikantopeni ✧ "Nggak kok. Dia dicakar kucing. Liat aja tangannya berdarah." "Sania tidak akan menangis hanya karena dicakar kucing! Kamu pasti sudah menghinanya dengan lidah tajammu?" "Aduh, Illa mau terluka nih Bibi Prihatna bilang begitu, tapi nggak jadi deh, soalnya Bibi benar." Quilla terkikik renyah sebelum kembali berkata, " Si Kakak ini memang nangis, soalnya Illa kasi tahu kalo Kak Tama cinta mati sama Illa dan usahanya buat jadi orang jahat sia-sia. Jadi sebaiknya dia kembali ke kenyataan dan berhenti hidup dalam halusinasi yang direcoki seseorang." "Apa maksudmu?!" "Maksud Illa, si Kakak ini harusnya kebih pintar. Dia nggak punya modal apa-apa buat bisa ngerebut Kak Tama dari Illa. Jadi harusnya dia nggak sebodoh ini mau jadi alat orang lain." "Kamu-" Ra amalia | 309



✧ Raikantopeni ✧ "Dan Bibi juga harus lebih dewasa," ujar Quilla pada Bibi Prihatna. "Jika masih membutuhkan uluran tangan dari suami Ia buat hiudp, jangan jadi orang yang mengggigit di belakang. Soalnya selain itu sikap munafik, itu juga sangat tidak tahu malu. Illa paling benci orang yang nggak tahu malu. Pengen Illa tindas aja rasanya kayak kutu. Untung Illa lemah lembut." "Dasar perempuan sombong!" "Makasi pujiannya. Kata orang, sombong pada orang sombong dan munafik itu, hal pintar." Bibi Prihatna kehilangan kata-kata dia kemudian membawa Sania pergi dengan wajah merah padam dan langkah menghentak. “Hati-hati di jalan, Bibi dan Si Kakak. Jangan lupa obati tangannya ya. Luka itu harus diobati, biar nggak infeksi.” "Kamu bilang apa pada Sania sampai menangis begitu?" tanya Tama yang baru masuk ke ruangan. Tadi dia bertemu dengan Bibinya Ra amalia | 310



✧ Raikantopeni ✧ dan Sania. Mereka pergi dengan tatapan terluka dan marah. "Ciee yang nanyain mantannya." "Illa, bukan begitu. Tapi aku terkejut saja. Sania terlihat akan pingsan dan Bibiku merah padam." "Illa nggak ngomong apa-apa tuh." "Yakin?" "Iya deh Illa ngaku. Illa cuma bilang dia bodoh harepin suami orang. Eh, malah nangis. Salah Illa dimana coba?" Tama hanya mempu memggelengkan kepala. Dia memeluk Quilla dan mencium keningnya. Lelaki itu tahu, bahwa tak mungkin Quilla hanya berbicara sesingkat itu pada Sania. "Kamu pasti membuat mereka jera." "Semoga, soalnya Illa malas buat orang nangis. Illa kan anak baik, yang nggak suka kejahatan." Ra amalia | 311



✧ Raikantopeni ✧ Tama tertawa dan mengeratkan pelukannya.



Ra amalia | 312



✧ Raikantopeni ✧



Extra Part 1 Ibu ingin minta maaf." Quilla tak terkejut mendengar ucapan ibu mertuanya. Meminta waktu berdua setelah kepergian Bibi Prihatna--di salah satu ruangan rumah nenek Tama-- Quilla tahu bahwa mereka memang harus meluruskan masalah ini. Namun, Quilla memilih tak langsung merespon. Ia tahu bahwa ibu mertuanya belum selesai. Wanita lemah lembut itu terlihat sangat menyesal. "Harusnya Ibu bersikap lebih tegas sejak awal. Ibu berpikir tadinya Bibimu hanya terlalu peduli saja, tapi ternyata salah besar. Dia menyimpan iri padamu. Dan itu menyakitimu." Kali ini Quilla mulai bingung. Ia tak tahu mengapa Bibi Prihatna harus iri padanya. Ra amalia | 313



✧ Raikantopeni ✧ Rentang usia mereka sangat jauh, dan siapapun tahu bahwa Bibi Prihatna hidup dengan lelaki yang dicintainya. Dari pihak keluarga pun selalu berusaha mendukung dan menyokongnya. Namun, rupanya kebingungan Quilla terbaca oleh Ibu mertuanya. Wanita itu kemudian menambahkan, " Di mata Bibimu, kamu memiliki kehidupan yang terlalu sempurna, sedangkan dirinya menderita." "Illa nggak paham, Bu. Bibi Prihatna nggak keliatan menderita." Quilla berusaha menjelaskan keheranannya. "Sebelum Illa bermasalah sama Bibi Prihatna, dia selalu nyeritain betapa bahagianya dia sama suaminya. Jadi Illa bingung kalau sekarang Ibu bilang Bibi Prihatna menderita, Bu." "Tidak semua yang tampak dan diucapkan oleh seseorang, seratus persen adalah kebenaran. Ada beberapa orang yang memilih untuk memanifulasi dirinya dan orang lain dalam Ra amalia | 314



✧ Raikantopeni ✧ rangka menghindari kepahitan yang dihdapai." Wanita itu tersenyum melihat menantunya yang manis tertegun. "Nak, apa yang dikatakan Bibimu tentang kisahnya, adalah bagian dari kebohogan dan harapannya yang tidak pernah terwujud." Sang Ibu mertua menghela napas. "Prihatna menikahi lelaki manipulatif yang sangat ahli. Bermulut manis dan sayangnya sangat mengenal Bibimu. Adik Ibu adalah orang yang terjebak dalam fantasi romantis, dan suaminya nenggunakan itu sebagai alat untuk membuatnya tunduk." Kali ini ada kepedihan juga amarah dalam suara ibu mertuanya ketika kembali berkata, " Lelaki itu menjadikannya tambang emas. Namun, dia terlalu mencintai suaminya untuk sadar watak buruk itu." Ibu Tama menggenggam tangan Quilla. "Bibimu menipu dirinya selama ini. Dan kami hanya mampu melihatnya saja." "Maaf, Bu, tapi apa boleh Illa nanya?" Ra amalia | 315



✧ Raikantopeni ✧ "Tentu, Nak. Tanyakanlah apapun yang ingin kamu ketahui." Quilla membulatkan tekad. "Illa minta maaf sebelumnya. Illa nggak bermaksud menyinggung, tapi kenapa Ibu dan Om yang lain diam aja? Maksud Illa, Ibu dan keluarga yang lain tahu kalau Bibi Prihatna menderita dan ... em ...dimanfaatkan. Kenapa Ibu nggak berusaha nyadarin Bibi?" "Sudah pernah, Nak. Tapi Prihatna dan wataknya yang keras dan selalu merasa benar, menganggap bahwa nasihat kami merupakan hinaan." "Hinaan?" Quilla melongo. Ia tahu ibu mertua dan para saudaranya adalah orang-orang yabg sangat sopan dan menjujung tata krama. Mereka tak pernah bicara kasar. Jadi Quilla yakin nasihat yang diberikan tentu saja disampaikan secara baik. Ra amalia | 316



✧ Raikantopeni ✧ "Iya. Bibimu menganggap bahwa kami sedang berusaha menghasutnya." "Maaf, Bu. Tapi Illa nggak salah dengar kan?" "Tidak, Nak." Sang Ibu mertua tersenyum mendengar spontanitas Quilla. "Bibimu menganggap kami tak menyukai suaminya karena kondisi ekonomi mereka yang tidak semapan kami." Itu lagi, pikir Quilla jengkel. Bibi Prihatna benar-benar bebal. "Di balik sikap kerasnya, Prihatna menyimpan rasa rendah diri akan kondisinya. Dia anak bungsu di keluarga kami. Terbiasa mendapatkan segala yang diinginkannya. Tidak pernah ada kata tidak ketika dirinya meminta sesuatu. Limpahan kasih sayang dan materi sebelum menikah, membuatnya tumbuh menjadi sosok yang manja dan sedikit egois. Salah kami, sebagai kakakkakaknya yang membiarkan hal itu berlangsung. Ra amalia | 317



✧ Raikantopeni ✧ "Namun, meski suaminya tak mampu memenuhi semua kebutuhannya, Prihatna tak pernah mengeluh dan menjelekjelekkannya. Bahkan dia selalu berusaha menutupi kekurangan lelaki itu. Hanya saja, mungkin dia merasa terusik saat melihatmu. Kamu si bungsu sama seperti dirinya, seseorang yang mendapatkan limpahan kasih sayang dan materi dari keluarga. Namun, setelah menikah nasib kalian berbeda. Diakui atau tidak Tama berusaha memberikan semua yang terbaik untukmu, yang tidak didapatkan Prihatna dari suaminya." Quilla mengakui itu. Jika diingat-ingat, selain kurangnya komunikasi karena kesibukan mereka yang gila-gilaan, Tama selalu berusaha menjadikannya ratu. Contohnya kecilnya adalah, selelah dan selarut apapun lelaki itu pulang setelah bekerja, Tama tidak akan segan untuk memijit punggung Quilla. Ra amalia | 318



✧ Raikantopeni ✧ "Istriku yang manis sudah bekerja keras hari ini, jadi aku harus memberinya pijatan penuh cinta." Itu adalah kata-kata yang selalu diucapkan Tama ketika Quilla terlalu sebal untuk meladeninya. "Namun, sekali lagi, salah kami yang selalu membiarkan Prihatna. Salah Ibu yang tidak tegas padanya. Ibu diam dan membiarkan dia berbicara karena tadinya berpikir itu akan membuat bebannya sedikit berkurang. Namun, ternyata di sisi lain itu melukaimu. Itu hampir membuat hubungamu dan Tama berantakan. "Ibu tidak menginginkan itu. Ibu minta maaf. Ibu sangat menyesal karena apa yang sudah terjadi." "Bu, itu tidak sepenuhnya salah Ibu. Illa juga tidak seharusnya menghadapi Bibi Prihatna dengan emosional waktu itu. Illa agak lepas kendali." Ra amalia | 319



✧ Raikantopeni ✧ "Tidak, Nak. Kamu sudah melakukan hal yang tepat. Bahkan jika kejadian itu terulang, Ibu tetap senang kamu melakukannya. Sebagai seorang anak, tidak boleh ada yang menghina keluarga kita. Meski kamu menantu di keluarga kami, tapi kamu memiliki hak yang sama untuk bersuara. Tidak boleh ada yang berpikir bisa menindasmu semena-mena." Quilla terharu. Air matanya merebak. Sekuat tenaga Quilla menahan tangisan. Ia selalu geli saat melihat pertunjukkan emosional. Jika bahagia, harusnya ditunjukkan dengan senyuman dan tawa, bukan tangisan, itu setidaknya pendapat Quilla untuk waktu yang lama di masa lalu. "Karena itu, Ibu memohon maaf untuk semua yang sudah terjadi. Untuk apapun yang telah dilakukan Tama hingga membuat Kaka Iparmu sampai meninjunya."



Ra amalia | 320



✧ Raikantopeni ✧ Quilla meringis. Ia memang sudah menduga kabar itu akan sampai pada mertuanya. "Tapi Ibu mohon, jangan tinggalkan Tama. Setelah bertahun-tahun, ini kali pertama dia benar-benar terlihat jatuh cinta dan bahagia. Ibu tak mau dia patah hati. Tama memiliki banyak sekali kekurangan, tapi dia benar-benar mencintaimu, Nak. Jadi Ibu mohon, berikanlah Tama kesempatan untuk memperbaiki diri. Ibu mohon." Quilla membalas genggaman tangan Ibu mertuanya. Ia memang masih menyimpan amarah pada Tama, tapi ibu mertuanya sampai memohon. Quilla selalu lemah pada segala sesuatu yang menyangkut orang tua. Tama memang beruntung memiliki ibunya. ***** "Tidurlah jika kamu lelah." Ra amalia | 321



✧ Raikantopeni ✧ "Illa nggak lelah," balas Quilla yang semenjak tadi memainkan ponselnya. Mereka baru keluar dari gerbang rumah nenek Tama. Lelaki itu mengendarai mobil dengan perlahan. Dia tak mau perjalanan pulang ini berakhir dengan cepat. "Tapi kamu terlihat lelah." "Illa cuma aga capek sedikit. Sedikitttttt." "Kalau begitu turuti saranku, tidurlah." "Emangnya kalau orang capek itu harus tidur ya? Istirahat nggak selalu berarti tidur." Tama tak ingin berdebat hanya karena masalah ini. Tujuannya mengusulkan Quilla tidur, karena merasa canggung saja. Istrinya menjadi lebih pendiam setelah berbicara empat mata dengan ibunya. Dia takut, Quilla benar-benar akan menutut berpisah setelah ini. "Jadi kamu mau main hape saja sebagai hiburan?" Ra amalia | 322



✧ Raikantopeni ✧ "Illa nggak main hape." "Lalu apa? Kamu terus menatap hape dari tadi." "Illa lagi kirim pesan buat Ayah." "Kenapa tidak menelepon?" "Nggak diangkat. Sama Mama Sarina juga." "Memangnya pesan apa?" "Soal Illa nggak bisa tidur di sana malam ini." "Memangnya kamu mau tidur dimana? Maksudku kamu mau kemana?" "Ke rumah suami Illa," jawab Quilla kalem sembari terus mengetik. Ia tersenyum saat mendengar Tama mengatakan 'yes' tertahan.



Ra amalia | 323



✧ Raikantopeni ✧



Extra Part 2 Quilla membuka mata. Ia tidur dengan nyenyak semalam. Setelah beberapa malam tak pulas, wanita itu yakin telah tertidur seperti bayi. Dan itu semua karena perasaan aman yang baru hadir dalam dirinya. Tama memeluknya sepanjang malam. Namun, kini tak ada lengan Tama di perutnya, melainkan di dada quilla. Quilla langsung berbalik dan menemukan Tama meringis. "Aku kira kamu belum bangun." "Jadi Illa bangun gara-gara Kak Tama?" "Aku sudah berusaha sepelan mungkin." "Kakak nggak ngerasa ini termasuk tindakan mesum?" "Apa itu tindakan mesum? Aku tifak mengenal istilah itu." Tama meringis saat melihat tatapan Ra amalia | 324



✧ Raikantopeni ✧ mengecam istrinya. "Aku minta maaf jika kamu merasa begitu." "Tapi Kakak nggak nyesel kan?" "Nggak." Quilla geleng-geleng kepala. Tama menunduk dan melumat bibirnya. Quilla harus mendorong dada sang suami agar mau melepaskan ciumannya. "Maafkan aku, tapi aku sudah menahan diri sejak semalam. Rasanya aku ingin menangis saja karena terlalu merindukanmu." "Duh, mulutnya manis banget pas ada maunya." Quilla mencubit bibir suaminya dengan gemas. "Mulutku kan memang manis, Sayang. Apalagi sekarang. Jika tidak percaya, cicipilah." Tama kembali melumat bibir Quilla. Dia melakukan permainan lidah yang membuat sang istri melenguh. Ra amalia | 325



✧ Raikantopeni ✧ "Boleh ya, sebentar saja," pinta Tama lengkap dengan ekspresi memelas. Quilla yang memang telah terbuai mengangguk mengiyakan. Ia hanya bisa merintih saat Tama membelai pahanya dan mencari tempat paling hangat di tubuh sang istri. Tama menekan jemarinya hingga membuat Quilla terlonjak. Lelaki itu tak membuang kesempatan untuk berada di antar kaki sang istri. Mereka masih berpakaian lengkap, tapi tak mengurangi kesan liar saat Tama menyatukan tubuh mereka. Tama bergerak, memburu setiap jengkal kenikmatan yang ditawarkan tubuh hangat istrinya. Rintihan dan desahan Quilla bagi alunan indah yang membelai telinga Tama. Quilla melingkarkan kakinya di pinggang Tama, sementara pinggulnya terangkat agar bisa menerima sang suami lebih dalam. Ra amalia | 326



✧ Raikantopeni ✧ Quilla memekik ketika Tama menahan untuk memasukinya dalam dorongan yang lebih keras. Tubuhnya terlonjak, melemas. Quilla mencapai puncak yang disusul Tama setelahnya. Napas mereka memburu menjadi satu. Tama mengecup bibir Quilla yang membengkak. "Kamu indah sekali. Aku tidak akan bisa hidup tanpamu." Quilla tersenyum. Suaminya memang pandai berkata manis, tapi ia tahu, jika menyangkut dirinya, Tama selalu bersungguh-sungguh. ***** "Maaf, Bi, tidak bisa." Quilla yang masih mengantuk, terbangun karena mendengar suara Tama yang begitu dingin. Suaminya sedang menerima telepon. Sebelah tangan Tama menjadi bantal Quilla. Ra amalia | 327



✧ Raikantopeni ✧ Wanita itu suka tidur sembari memeluk sang suami. "Kamu tega sekali, Nak. Kamu pentingnya dana itu untuk Pamanmu."



tahu



Quilla mengernyit. Ia mengenali suara itu. Bibi Prihatna. Masih pagi sekali, tapi wanita pendengki itu sudah mengganggu istirahat orang lain hanya untuk membahas soal uang. Quilla ingin heran, tapi ini Bibi Prihatna. Tabiat, ujar Quilla dalam hati. Ia sebisa mungkin tetap pura-pura tidur. Quilla ingin mendengar bagaimana sang suami menghadapi bibinya yang mirip benalu itu. Tama pasti mengira istrinya masih terlelap. Permainan cinta mereka yang intens dan berulang-ulang, memang menguras habis tenaga Quilla. Tama seperti tidak bisa puas dan lelah. Andai saja Quilla tak langsung tertidur setelah percintaan terakhir mereka, sang suami pasti mengajaknya melakukan lagi. Ra amalia | 328



✧ Raikantopeni ✧ "Saya minta maaf jika Bibi mengira saya tega. Tapi saya memang belum bisa memberikan dana itu." "Tapi bukankah dana itu sudah ada? Quilla sendiri yang mengatakannya pada Bibi waktu itu. Lalu kenapa kamu tak bisa memberikannya sekarang? Tunggu, apa Istrimu melarangnya? Apa dia mengahalangimu membantu Bibi? Bibi tidak membutuhkan uangnya. Bibi hanya ingin meminjam uang darimu, bukan perempuan itu!" "Quilla bukan orang yang perhitungan," tandas Tama. "Malah dia adalah wanita yang sangat suka membantu. Tapi sepertinya Bibi lupa, milik saya sekarang adalah milik Quilla juga." "Jadi benar dia melakukannya? Jujur saja pada Bibi. Dia kan yang melarangmu? Hanya saja kamu berusaha menjaga nama baiknya pada Bibi." Ra amalia | 329



✧ Raikantopeni ✧ "Rupanya Bibi salah sangka. Tapi maaf, istri saya bahkan tidak peduli lagi pada pendapat Bibi terhadapnya. Setelah apa yang Bibi lakukan, upaya menikamnya dengan membawa Sania, saya yakin Quilla tidak perlu berusaga untuk berusaha mencari perhatian Bibi." "Itukah yang dia pikirkan? Bibi menikamnya? Tega-teganya dia berpikir seperti itu ." Tama memejamkan mata lelah. Saat membukanya kembali, tak ada yang berubah. Peningnya masih terasa mendengar bibinya yang tak merasa memiliki salah sedikitpun. Dia heran mengapa fokus bibinya justru pada kalimat itu. Terlebih tak ada nada menyesal yang didengar lelaki itu sekarang. "Tidak, itulah yang terlihat, Bi. Dan tidak hanya oleh Quilla, tapi kami semua." "Bibi tidak bermaksud seperti itu!" Tama sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya saat Suara Bibi Prihatna meninggi. Ra amalia | 330



✧ Raikantopeni ✧ "Sungguh, Bibi tidak bermaksud memperkeruh keadaan apalagi menikam Istrimu. Kamu lupa, Bibi tak pernah keberatan atas pernikahan kalian? Bahkan dulu saat kamu menunjukkan fotonya, Bibi langsung setuju. Kamu ingat kan?" Tama tak menjawab. Dia merasa tak ada gunanya. "Lagipula, Sania bersilaturahmi."



datang



hanya



untuk



Quilla yang semenjak tadi pura-pura tidur, berusaha keras agar tidak tertawa. Menggelikan sekali mendengar kebohongan Bibi Prihatna. Bersilaturahmi kepalamu? Quilla jadi bertanya-tanya, apakah di mata Bibi Prihatna suaminya sebodoh itu hingga bisa dimanifulasi dengan cerita yang sangat tidak masuk akal. "Apapun niatnya, tapi Bibi tahu ini adalah pemilihan waktu yang tidak tepat." Ra amalia | 331



✧ Raikantopeni ✧ "Bibi tidak bermaksud apa-apa. Lagi pula Sania tulus ingin menghiburmu." "Saya tidak ingin dihibur oleh mantan istri saya, Bi. Saya memiliki istri yang bisa melakukan itu." Quilla menyeringai mendengar ketegasan suaminya. "Bibi tidak memikirkan hal seperti itu. Maksud Bibi, tidak ada niat buruk sama sekali. Bibi tentu tahu kamu dan Istrimu belum bercerai-" "Kami tidak akan bercerai. Saya tidak akan pernah menceraikan Quilla. Saya mencintainya, dan saya berjuang sangat keras agar dulu dia mau menerima saya. Jadi tolong, jangan mengatakan belum bercerai, karena itu terdengar seperti Bibi mengharapkan hal itu terjadi." Quilla merasa dadanya mengembang oleh perasaan haru mendengar pernyataan Tama. Ra amalia | 332



✧ Raikantopeni ✧ "Ya Tuhan, Bibi tidak menyangka penilaianmu serendah itu pada Bibi." "Saya tidak sedang merendahkan Bibi. Tapi saya hanya memberi peringatan agar setelah ini, Bibi bertindak tidak terlalu jauh." "Memangnya kesalahan apa yang Bibi lakukan? Sudah Bibi bilang membawa Sania ke rumah itu tidak ada niat buruk sedikitpun." "Lalu bagaimana dengan mengirim foto saya dan Sania--yang diambil tanpa sepengetahuan saya-- ke grup keluarga?" "Itu ... itu ...." "Itu membuat salah paham. Bibi tidak hanya mengacaukan hubungan saya dan Quilla, tapi membuat para orang tua mempertanyakan sikap saya sebagai seorang pria beristri." "Ya Tuhan, Nak. Bukan begitu maksud-" "Maaf, Bi. Saya tidak tahu cara agar bisa mempercayai Bibi untuk saat ini." Ra amalia | 333



✧ Raikantopeni ✧ "Bibi minta maaf, tapi ... tapi bagaimana dengan dana itu?" "Saya tidak bisa meminjamkannya. Bukan hanya karena Quilla yang mengatur keungan saya sekarang, tapi juga karana saya tidak mempercayai Paman mampu mengelola dan mengembalikannya. Maaf jika terdengar kejam, tapi sudah berkali-kali Paman meminjam dana dan belum dikembalikan. Saya hanya ingin Paman lebih bertanggung jawab terhadap hak orang lain yang digunakannya, juga kewajiban yang belum dituntaskan." Panggilan telepon itu langsung diputus Bibi Prihatna begitu kalimat Tama selesai. Lelaki itu menghela napas. Dia tahu Bibinya marah. Namun, Tama juga lebih tahu, bahwa tindakannya sudah benar. "Jangan sedih. Kak Tama memang harus tegas, " ucap Quilla yang sudah berhenti purapura tidur. Ra amalia | 334



✧ Raikantopeni ✧ "Siapa yang sedih?" tanya Tama sembari mengangkat dagu istrinya. "Aku tidak sedih, malah lega. Karrna untuk pertama kalinya, bisa mengatakan tidak pada rengekan Bibi." "Illa lega sekali. Makasi udah bela Illa." "Aku sudah belajar banyak dari kejadian kemarin. Sekarang aku berjanji akan selalu membela dan melindungimu, dari siapapun." Tama kemudian menunduk dan melumat bibir istrinya.



Ra amalia | 335



✧ Raikantopeni ✧



Extra Part 3 Qarira tidak tidur di kamar mereka, lagi. Raiq menyugar rambut sebahunya dengan resah. Ini sudah berlangsung tiga malam berturut-turut. Qarira mengabaikannya. Mereka bahkan pisah ranjang! Terlalu mengerikan, pikir Raiq. Tentu saja sang istri menjalankan tugasnya yang lain, bahkan dengan sangat baik. Memasak dan mengurus anak-anak. Tidak ada cacat. Namun, jika menyangkut kedekatan dengan suaminya, Qarira sebisa mungkin menghindar. Hal itu sangat menyiksa Raiq. Qarira bukan wanita yang emosional. Namun, kali ini ia benar-benar menunjukan kemarahan. Raiq telah berulang kali mencari kesempatan



Ra amalia | 336



✧ Raikantopeni ✧ untuk meminta maaf, tapi sang istri sangat lihai menghindar. Seperti tadi malam. Raiq sudah bertekad untuk membahas kesalahpahaman mereka usai makan malam. Namun, kedatangan tamu ke rumah, dimanfaatkan Qarira untuk tidur lebih cepat, di kamar anak-anaknya. Raiq tak mungkin akan menyeret istrinya ke kamar dan membuat putra-putri mereka akhirnya terbangun. "Dia sengaja melakukan ini," rutuk Raiq. Lelaki itu turun dari ranjang. Potret Qarira dalam balutan gaun pengantin, seolah menantang Raiq. Dalam potret yang tertempel di tembok itu, Qarira tersenyum, sangat cantik. Kecantikan yang selalu mampu membius Raiq dan membuatnya tak berdaya. "Tidak bisa dibiarkan." Raiq kemudian keluar dari kamar. Rumah masih sepi sepagi ini. Raiq tahu bahwa anak-anaknya masih tertidur. Cahaya dari Ra amalia | 337



✧ Raikantopeni ✧ dapurlah yang memberitahu Raiq bahwa bukan hanya dirinya manusia yang sudah bangun. Raiq menuju dapur. Dia bersandar di pintu dan bersidekap. Apa yang dilihatnya sangat indah. Qarira masih menggunakan pakaian tidurnya, tapi ada celemek yang tergantung di lehernya. Rambut wanita itu disanggul seadanya menggunakan jepitan kecil. Anak-anak rambut Qarira terlihat keluar dan menambah kesan seksi pada tengkuknya. Raiq suka menjilati tengkuk sang istri. Tatapan Raiq beralih pada siluat tubuh sang istri dari belakang. Bahu Qarira yang mungil dan feminin turun menuju pinggang yang masih seramping dulu. Siapa yang menyangka wanita itu telah melahirkan tiga orang anak. Tubuh Qarira tampak sesegar seorang gadis remaja. Tatapan Raiq beralih pada bokong sang istri. Tidak terlalu terbentuk mengingat model pakaian Ra amalia | 338



✧ Raikantopeni ✧ tidur istrinya. Namun, pria itu sangat menikmati tungkai sang istri dan kakinya yang telanjang. Gairah Raiq melesat. Sudah tiga hari lamanya dia didiamkan. Tiga hari tanpa bisa menyentuh Qarira. Rasanya Raiq bisa gila. Lelaki itu berjalan mendekat. Dia langsung memeluk Qarira dari belakang. Raiq bisa merasakan tubuh Qarira terlonjak dan menegang. Namun, wanita itu tak mengucapkan sepatah katapun. Masih marah ternyata, simpul Raiq. Lelaki itu memutuskan untuk membiarkan kebisuan sang istri. Toh, ada hal yang lebih mendesak harus dituntaskan. Dan cara Qarira yang tidak mendorongnya menjauh, membuat Raiq merasa cukup percaya diri. Lelaki itu menggesek-gesekkan tubuhnya. Sengaja meberi sinyal pada Qarira betaoa siap dirinya. Sementara tangan Raiq sudah meremas dada sang istri. Ra amalia | 339



✧ Raikantopeni ✧ Raiq tahu Qarira mulai terpengaruh. Wanita itu memang lemah pada sentuhannya. Tangan Raiq turun, masuk ke dalam dress tidur sang istri dan menggesek-gesekkan jarinya pada area pribadi Qarira. Sebuah desahan terdengar begitu lembut membelai telinga Raiq. Lelaki itu memasukkan jarinya, membuat Qarira menggelinjang hinhha harus bersandar padanya. Jari Raiq sangat ahli dalam bergerak hingga membuat Qarira basah. Raiq mengeluarkan jarinya, lalu membalik tubuh Qarira. Lelaki itu menyingkirkan sayuran yang ada di counter sebelum kemudian mendudukkan Qarira di sana. Raiq menarik turun celana dalam Qarira. Tangan lelaki itu menahan paha sang istri agar tetap terbuka. Jemari Raiq kembali bekerja, sementara satu tangannya lagi menahan pinggang Qarira agar tak bisa menjauh. Ra amalia | 340



✧ Raikantopeni ✧ Qarira menggigit bibirnya, berusaha menahan pekikan. Tubuhnya telah terlonjak berulang kali setiap jemari Raiq masuk lebih dalam. Wanita itu merintih panjang ketika klimaks kedua hendak datang. Raiq yang melihat Qarira sudah sangat siap, segera menurunkan celana pyamanya. Lelaki itu bergerak cepat, menggantikan jemarinya mengisi Qarira. Rasanya nikmat luar biasa. Raiq menggigit bahu Qarira dalam usaha untuk tidak langsung meledak. Qarria sempit dan sangat hangat. Perlahan, Raiq mulai menggerakkan pinggulnya. Tangan lelaki itu masih menahan pinggang sang istri, mengontrol agar gerakan pinggul Qarira seiringan dengan gerakannya. Suara desah napas dan tubuh yang beradu mengisi keheningsn dapur. Raiq bergerak makin liar. Dia ingin membanjiri Qarira dengan benihnya, lagi. Ra amalia | 341



✧ Raikantopeni ✧ ***** Qarira memejamkan mata. Ia tak mau menatap pantulan dirinya dicermin. Karena jika melakukannya, sudah pasti wanita itu akan mencemooh diri sendiri. Bukankah dirinya sudah bertekad akan melanjutkan perang dingin ini hingga Raiq memohon maaf? Lalu mengapa satu sentuhan saja telah membuatnya meleleh dalam dekapan lelaki itu. Qarira menggeleng sebal. Diakui atau tidak dirinya memang merindukan sang suami. Namun, jika sudah begini, apalagi yang tersisa. Harga dirinya bahkan tidak mampu berdiri tegak ketika Raiq mulai bergerak dalam dirinya. "Memalukan," bisik Qarira pada diri sendiri. Setelah klimaks hebat yang membuatnya sangat kelelahan. Qarira malah lemas dan pasrah Ra amalia | 342



✧ Raikantopeni ✧ berada dalam pelukan Raiq. Ia bahkan tak mampu bersuara ketika lelaki itu membawanya masuk ke kamar mereka. Begitu menyentuh ranjang, Qarira malah terlelap. Kurang tidur selama tiga hari ini membuat pertahanan diri Qarira bobol. Ia tak tahu apa yah harus dilakukan jika berhadapan dengan Raiq nanti. Wanita itu keluar dari kamar mandi. Tubuhnya terasa jauh kebih segar. Tentu saja itu karena tidur hampir empat jam. Bisa-bisanya dia tertidur pulas, padahal harusnya menyiapkan sarapan. Qarira segera memilih pakaiannya. Ia harus segera kembali ke dapur. Anak-anaknya pasti sudah terbangun. Dan bocah-bocah aktif itu berhak atas sarapan penuh gizi olahan tangan ibunya. Mereka memiliki rencana berkuda pagi ini bersama sang ayah. Itu Qarira ketahui dari obrolan di meja makan kemarin. Ra amalia | 343



✧ Raikantopeni ✧ Meski tak pernah mau terlibat dalam pembicaraan dengan Raiq, Qarira tak bisa mengabaikan anak-anaknya. Ia menjanjikan sandwich ayam dan jus apel sebagai bekal mereka. Namun, lihatlah sekarang. Jangankan menyediakan bekal, membuat sarapan saja Qarira batal. Hal itu menambah rasa bersalahnya. Dari rumah yang sepi saat bangun tadi, Qarira yakin anak-anaknya sudah berangkat. Raiq pasti mengurusi mereka. Lelaki itu sering melakukannya jika Qarira sedang terlalu lelah setelah ... percintaan mereka. Meski dengan roti bakar dan susu segar, Raiq selalu memastikan anak-anak mereka sarapan. Namun, Qarira bertekad untuk menunaikan janjinya. Membuat bekal berkuda untuk triple A yang pasti lapar nantinya. Ra amalia | 344



✧ Raikantopeni ✧ Setidaknya Raiq sudah tidak ada di rumah, pikir Qarira girang. Ia sungguh tak bisa membayangkan harus menghadapi Raiq setelah kejadian di dapur tadi. Setidaknya Qarira membutuhkan waktu sedikit lebih banyak untuk menyiapkan pertemuan mereka lagi Qarira memilih sebuah dress bunga-bunga dan sweater rajut untuk dikenakan. Ia tengah mengenakan bra saat pintu terbuka dan Raiq masuk dengan nampan di tangannya.



Ra amalia | 345



✧ Raikantopeni ✧



Extra Part 4 Qarira langsung berusaha menutupi dadanya. Dia tahu Raiq kesal karena apa yang dilakukannya. Namun, Qarira pun masih sakit hati pada sang suami. Raiq meletakkan nampan di meja. Kemudian berjalan ke arah Qarira. Lelaki itu membantu sang istri mengait bra-nya. Dada Qarira terasa akan meledak karena antisipasi. Ini reaksi yang menyebalkan. Tak seharusnya terbakar lagi karena sentuhan sang suami. "Khoiron membawa anak-anak ke peternakan. Mereka akan menunggang kuda duluan." Raiq tak pernah membiarkan anak-anak mereka menaiki kuda tanpa pengawasannya langsung. Namun, hari ini pengecualian, dan Ra amalia | 346



✧ Raikantopeni ✧ Qarira tahu alasannya. Raiq sengaja mengirim anak-anak, agar mereka memiliki kesempatan untuk berbicara. "Kenapa kamu melakukannya?" tanya Qarira sengaja. "Kamu tentu tahu alasannya." Raiq merapatkan tubuh mereka. Lelaki itu mencium punggung telanjang sang istri. "Kita harus bicara." "Untuk apa?" "Meluruskan segalanya." "Aku tidak salah. Kecuali pikiranmu yang masih saja dipenuhi prasangka,tidak ada yang perlu diluruskan." "Aku tahu. Aku memang pecemburu gila." "Sudah dari dulu." Raiq menelusuri jemarinya.



lengan



Ra amalia | 347



Qarira



dengan



✧ Raikantopeni ✧ "Hentikan," pinta Qarira. Ia tak mau sikap Raiq behasil memprovokasinya untuk kembali ke ranjang. Pembicaraan mereka belum selesai. Isu lama ini, akan terus muncul di kemudian hari jika menemukan pemicu yang tepat. Bagai bara dalam sekam. Qarira tak mau menunggu hingga akirnya berubah menjadi api yang membakar mereka sampai jadi abu. "Apa yang membuatmu berpikir bahwa aku bisa mengkhianatimu?" tanya Qarira dengan suara agak gemetar. Setiap mengingat tuduhan Raiq, hatinya terasa disayat-sayat. "Aku bodoh." "Bukan itu jawabannya. Yardhan Sakha Raiq, jika kamu ingin pembicaraan ini berhasil, terbukalah. Karena aku akan pergi jika kamu tak mau jujur." "Aku cemburu, oke? Kamu mempercayainya, meski dia sudah melakukan kesalahan." Ra amalia | 348



✧ Raikantopeni ✧ "Dia tidak pernah melakukan kesalahan padaku." "Itulah yang membuatku makin sebal. Terlebih dia dengan mudah membuatmu tertawa, tapi aku? Kamu tidak pernah tertawa selepas bersama Tama saat denganku." "Hah?" Qarira berusaha berbalik, tapi Raiq menahannya. Lelaki itu memeluk sang istri dari belakang. "Kamu mau aku jujur kan? Maka biarkan kita bicara seperti ini. Aku tidak akan bisa berpikir dan berbicara dengan benar jika berhadapan denganmu. Aku pasti akan langsung menarikmu ke ranjang, terutama saat melihatmu setengah telanjang seperti ini." Qarira tahu Raiq serius. Jadi dirinya pun memilih aman. "Aku memperhatikannya, Rira. Bertahuntahun menikah, tak membuatku benar-benar bisa menyaingi Tama." Ra amalia | 349



✧ Raikantopeni ✧ "Tunggu? Kenapa kamu berpikir bahwa kalian adalah saingan? Demi Tuhan, Raiq, kamu suamiku dan Tama adalah adik iparku!" "Tapi tetap saja dia adalah lelaki yang lebih dahulu hadir di hidupmu." "Astaga!" Qarira kesal sekali. Lelaki dewasa dengan tubuh kekar yang kini memeluknya itu, ternyata bisa berubah menjadi bocah konyol saat dimakan cemburu. "Lihat, kamu akan kesal jika aku jujur. Ini yang membuatku memilih diam selama ini." "Sampai kapan?" "Sampai kapan apa?" "Kamu akan memilih cemburu pada Tama?" "Ini bukan cemburu yang seperti kamu bayangkan." "Lalu seperti apa yang sebenarnya? Karena seingatku kata-katamu di depan adikku, Ra amalia | 350



✧ Raikantopeni ✧ menyiratkan bahwa aku memiliki perasaan khusus pada Tama." "Tapi memang begitu kan? Dia spesial bagimu." "Lepaskan aku! Ini tidak akan berhasil! Aku tidak perlu mendengar semua tuduhan konyolmu itu. Lepaskan!" Qarira meronta. Rasanya dia ingin menggigit Raiq. Namun, usahanya untuk membebaskan diri sia-sia, karena Raiq semakin erat memeluknya. "Rira, aku hanya berusaha jujur. Kamu yang memintanya tadi." "Dengan berpikir aku berselingkuh?" "Bukan begitu." "Lalu apa?!" "Aku tidak berpikir kamu akan berselingkuh dengan Tama. Tidak. Karena aku tahu betapa kamu cinta mati padaku. Kamu memiliki waktu bertahun-tahun untuk bisa melupakanku, tapi Ra amalia | 351



✧ Raikantopeni ✧ tidak berhasil. Itu menunjukkan betapa aman posisiku di hatimu. Aku tidak terkalahkan oleh siapapun." Qarira menyeringai kesal. Raiq terdengar sangat sombong dan percaya diri, tapi tetap saja harus diakui bahwa lelaki itu memang benar. "Lalu apa yang membuatmu terus menyiksa diri dengan semua pikiran buruk itu? Tentang Tama." "Karena aku terlalu egois untuk bisa menerima ada lelaki lain di hatimu. Meski posisinya berbeda dan porsinya tak seberapa, tetap saja aku hanya ingin kesluruhan hatimu milikku. Hanya aku yang boleh berada di sana." Qarira mengerjap, terkejut sekaligus takjub atas keinginan Raiq. Ia bertanya-bertanya apakah hanya dirinya wanita yang memiliki suami seperti ini, atau adakah istri lain di luar sana yang harus menghadapi rasa cinta gila dari suaminya. Ra amalia | 352



✧ Raikantopeni ✧ "Aku merasa tak mampu bersaing dengan Tama," aku Raiq dengan suara lirih. "Hah?!" "Dia manis, humoris dan lucu." "Bukankah kamu sebal padanya? Lalu kenapa kamu malah memujinya?" "Aku tidak memujinya. Aku hanya membeberkan kelebihannya. Aku orang yang adil, mengakui hal yang memang pantas diakui meski itu menyebalkan." Mau tak mau Qarira tersenyum. "Dia gampang membuat orang lain nyaman dan menyukainya. Sedangkan aku ...." "Sedangkan kamu apa?" "Tidak banyak orang yang benar-benar bisa tertawa lepas bersamaku." "Itu karena kharismamu. Apa kamu tidak menyadarinya? Orang segan padamu. Karaktermu terlalu kuat hingga membuat orang Ra amalia | 353



✧ Raikantopeni ✧ lain berusaha menjaga sikap dan perkataan saat bersamamu." "Itu terdengar seperti kekurangan." "Itu adalah kelebihan. Tidak semua orang memiliki kharisma sepertimu." "Tapi jika itu membuat istriku jarang tertawa bersamaku, buat apa?" "Aku? Jarang tertawa?" "Iya. Saat bersamaku, kamu jarang tertawa." "Itu karena kamu lebih sering mengajakku beraktifitas di ranjang. Kamu pikir bagaimana bisa aku akan tertawa saat ... saat ...." "Aku berada di dalam tubuhmu?"tanya Raiq persis di telinga Qarira. "Jangan melanjutkannya. Kita harus fokus pada lembicaraan ini." "Aku pernah melihatmu di taman bersama Tama dan Quilla. Kalian minum teh bersama. Tama menceritakan sebuah lelucon dan kamu Ra amalia | 354



✧ Raikantopeni ✧ tertawa. Tertawa sangat lama hingga menitikan air mata. Setelah itu aku berusaha mencari lelucon lucu di internet, dan menceritakannya padamu saat kita akan tidur. Tapi kamu hanya tersenyum. Kamu tidak tertawa." Qarira memejamkan mata. Ia ingat kejadian itu. Namun, bagaimana bisa tertawa jika lelucon itu sudah didengarnya berkali-kali, lebih dari tiga orang yang berbeda. "Jadi aku merasa dikalahkan lagi," sambung Raiq. "Karena itu saat Tama melakukan kesalahan, aku menjadi sangat marah. Kekesalanku yang menumpuk membuatku ingin mendoringnnya pergi jauh-jauh. Di mataku dia seperti penyusup yang malah menghancurkan bagian penting rumahku." Raiq menghela napas. "Aku tidak bisa melupakan ketakutan yang tergambar di mata Quilla saat menjemputnya. Tama telah merusaknya. Aku tak perlu dijelaskan untuk tahu Ra amalia | 355



✧ Raikantopeni ✧ apa yang dilakukannya. Aku sangat marah. Quilla adalah hal yang selalu berusaha kita jaga. Darahku terasa mendidih dan rasanya aku ingin membunuh Tama saat itu juga. "Namun, kamu malah membelanya. Jadi kecemburuan yang terpendam, kemarahan, kekecewaan dan kebencian itu membaur menjadi satu dan kulampiaskan padamu. Aku merasa kamu selalu lebih memilihnya, bahkan di atas penderitaan adik kita." "Aku tidak begitu," bantah Qarira tenang. "Aku membela Tama bukan karena kami adalah sahabat karib. Bukan pula karena dia adik iparku." "Lalu kenapa?" "Karena kali ini Tama mengimgatkanku pada seorang lelaki, kamu, suamiku.". Qarira menggenggem tangan Raiq yang melingkar di perutnya. "Kali ini Tama bersikap emosional dan implusif. Dia Ra amalia | 356



✧ Raikantopeni ✧ melukai Quilla, meski sangat mencintainya. Ketakutan membuat Tama bersikap seperti bajingan. Bukankah itu sangat mirip dirimu? Kamu tidak lupa kan semua perbuatan burukmu padaku?" Qarira tak mendapatkan jawaban, hanya kepala Raiq yang kini bersandar di punggungnya. "Kamu benar, Tama menghubungiku sebelum kalian pulang dan aku tak memberitahumu. Tapi itu kulakukan karena aku terlalu sibuk mengurus Quilla dan jikapun aku memberitahumu, kamu akan tetap memandangnya sebagai sesuatu yang negatif. Kamu sedang sangat emosi waktu itu. "Tama menghubungiku untuk meminta maaf dan memohon agar aku menjaga Quilla. Dia menyesal, Raiq. Dia menyesal melukai wanita yang sangat dicintainya. Namun, saat itu, mungkin melukai Quilla merupakan satu-satunya hal yang bisa dilakukan Tama untuk bisa tetap waras. Untuk meredakan ketakutannya. Ra amalia | 357



✧ Raikantopeni ✧ Bukankah kamu juga melakukan hal itu di masa lalu? Kamu melukaiku untuk memastikan agar aku tak bisa terbebas darimu. Agar kamu merasa aman?"



Ra amalia | 358



✧ Raikantopeni ✧



Extra Part 5 Raiq tidak menjawab. Qarira tahu suaminya telah memahami maksudnya. Ia kemudian berbalik, menghadap Raiq yang kini tampak sangat bersalah. "Tapi jika penjelasanku masih belum cukup, aku akan melakukan cara terakhir untuk membuktikan, bahwa di hatiku, memang hanya ada kamu sejak dulu. Bahwa kamu tidak perlu menjadi lelaki yang manis, menyenangkan, humoris, untuk bisa tetap menjadi lelakiku." Qarira mendorong Raiq hingga lelaki itu mundur, terus mundur sampai terduduk di ujung ranjang. Lelaki itu mengerjap, terkejut atas apa yang dilakukan Qarira. Ra amalia | 359



✧ Raikantopeni ✧ "Sayag apa yang-" Bibi Raiq dibungkam oleh permainan lidah sang istri. Qarira duduk di pangkuan suaminya. Sementara tangan wanita itu telah masuk ke dalam kaus Raiq, membelai perut dan dada lelaki itu, sebelum kemudian turun ke resleting celana Raiq. Qarira membelai Raiq, sementara bibirnya menyusuri rahang dan leher sang suami. Gigi Qarira memberi gigitan sementara lidahnya menghisap kulit kecokletan yang memanas itu. Raiq tak tinggal diam. Ia membuka Qarira dan membuangnya sembarangan. Handuk yang melingkari pinggul wanita itu memikiki nasib yang sama. Tangan lelaki itu meremas dada sang istri, membuat Qarira menggelinjang. Raiq menganggumi betapa penuhnya Qarira di tangan lelaki itu. Raiq menunduk dan menghisap. Matanya menatap Qarira yang merintih. Mulut Ra amalia | 360



✧ Raikantopeni ✧ Raiq meninggalkan jejak merah dan basah di puncak dada Qarira. "Sayang, aku tidak tahan ...," Raiq memohon belas kasihan Qarira. Tubuhnya sudah sangat tegang dan mendamba. Qarira puas melihat ketidakberdayaan Raiq. Wanita itu sedikit mengangkat pinggulnya sebelum kemudian menyelubungi sang suami. Mereka berdua terkesiap karena rasa nikmat yang menyebar dengan intens. "Jangan pernah berpikir kamu tidak layak." Qarira mengerakan pinggulnya hingga membuat Raiq tersekat. Lelaki itu tak mampu berkata apapun. "Kamu satu-satunya dan tidak tergantikan. Kamu telah mengambil teralalu banyak dan memberikan lebih banyak lagi ...." Qarira mendesah saat Raiq ikut bergerak. "Aku mencintaimu. Jika bukan kamu, maka aku tak Ra amalia | 361



✧ Raikantopeni ✧ akan mampu dan mau jatuh cinta. Hanya kamu dan akan selalu kamu." Mata Raiq memanas. Dia tak mampu memebalas ucapan Qarira. Lelaki itu hanya terus mendekap istrinya, lebih erat, sembari membagi kenikmatan menakjubkan dari penyatuan tubuh dan jiwa mereka. ***** "Aku memaafkanmu atas pukulan itu. Aku orang baik." Raiq mendengkus mendengar ucapan Tama. Lelaki bertampang manis itu memang memiliki kepercayaan diri terlalu tinggi. "Kamu pikir aku mau minta maaf?" "Tidak, tapi aku mengatakan itu agar kamu tidak sungkan."



Ra amalia | 362



✧ Raikantopeni ✧ Raiq mendelik. "Tak ada satupun bagian dari dirimu yang bisa membuatku sungkan." Bukannya tersinggung, Tama malah tertawa terbahak-bahak. "Aku tak berniat menyakitinya," aku Tama setelah berhenti tertawa. Kali ini dia tahu harus berbicara dengan serius. .Entah mengapa dia ingin Raiq memahaminya. Baiklah, Tama tahu alsannya, bahwa meski Pak Zamani adalah kepala keluarga, tapi Raiq memiliki pengaruh yang sangat besar. Pendapat Raiq menjadi tolak ukur dalam pengambilan keputusan di keluarga itu. "Hanya saja, waktu itu aku ketakutan karena dia meminta berpisah. Jadi aku-" "Jangan menjelaskannya," sela Raiq. "Aku tidak perlu mengetahui urusan ranjangmu dengan Adikku. " Tama menghela napas. Dia mengikuti arah pandang Raiq. Quilla tengah berada di halaman Ra amalia | 363



✧ Raikantopeni ✧ belakang bersama ketiga keponakannya. Mereka duduk di padang rumput dan asyik bermain dengan anak kucing mereka. Tama dan Raiq sendiri berada tak jauh dari mereka. Kedua lelaki itu memilih duduk berdua karena tahu perlu berbicara. Sore ini, Quilla memang meminta Tama untuk mengantarnya ke rumah Raiq. Akan ada makan malam bersama yang diatur oleh Qarira dan Mama Sarina. Tama pun sadar alasan sebenarnya Quilla melakukan itu karena ingin suaminya dan sang kakak berdamai. Tama dan Raiq sama-sama lelaki yang memiliki ego tinggi. Namun, untuk wanita mereka, ego itu menjadi tak berharga. Mereka rela menekannya sampai ke tempat paling dasar. "Aku memang sangat kesal padamu, salah. Aku sangat marah hingga merasa ingin membunuhmu. Kamu menyakiti Adik kesayanganku." Ra amalia | 364



✧ Raikantopeni ✧ Raiq menghela napas. "Kamu mungkin tidak tahu ini, bahkan tak ada orang yang tahu, dan aku sendiri heran kenapa mau memberitahumu, tapi dulu, saat orang tua kami menikah, Quilla menjadi orang pertama yang membuatku merasa diterima. Mengingat bahwa Qarira menolak mentah-mentah menjadi saudariku." Tama memang baru mendengar cerita ini, tapi mampu memahami mengapa Qarira menolak Raiq. Wanita itu jatuh cinta pada pria yang malah menjadi saudaranya. "Aku merasa asing dan ... terkucil. Pindah dan memasuki hidup yang tak kupahami. Sejak lama aku hanya bersama Ibuku, tiba-tiba aku harus menerima seorang ayah baru dan dua saudari perempuan. Dimana salah satunya membuatku jatuh cinta setengah mati sejak pertama kali melihatnya. Kalau kamu mual mendengar ceritaku, bilang saja."



Ra amalia | 365



✧ Raikantopeni ✧ "Meski ini terdengar terlalu romantis untuk lelaki sepertimu, tenang saja, aku tidak akan mual. Kamu lupa bagaimana aku terobsesi pada Istrimu dulu? Aku mengorbankan banyak wanita untuk mencari penggantinya. Untung dia memiliki adik yang menyadarkanku, bahwa keinginan memiliki Qarira hanya karena rasa penasaran dan tertolak yang tak bisa sembuh." "Ya aku tidak akan lupa. Kamu membuatku cemburu setengah mati." "Senang mendengarnya." Tama menyeringai dan Raiq mendengkus. "Saat-saat itu sangat sulit untukku," lanjut Raiq. "Aku merasa terombang-ambing dan sangat lelah. Dan Quilla menjadi sosok yang selalu mengingatkanku agar tidak menyerah. Dia adalah kompas yang menunjukkanku arah. Adik kecil yang membuatku berusaha tetap waras agar tidak melampaui batas. Ra amalia | 366



✧ Raikantopeni ✧ "Meski pada akhirnya aku tetap menikah dengan Qarira, Quilla tetap menjalankan perannya. Selama sepuluh tahun dia menjadi jangkar yang menahanku agar tidak memburu Qarira setelah menghancurkannya habishabisan." Raiq tersenyum sayang saat melihat Quilla tertawa bersama putra-putri Raiq. "Bagiku Quilla bukan sekedar adik, tapi makhluk istimewa yang sangat kusayangi. Jadi aku sangat marah dan merasa gagal ketika dia terluka. Di satu sisi aku merasa itu karmaku karena pernah menyakiti Qarira." "Aku tak menyangka pria yang berpikir sangat rasional sepertimu percaya pada karma." "Jangan memancing emosiku, dengarkan saja." "Aku tidak melakukannya. Sungguh. Maaf." Raiq kembali mendengkus. "Tapi mengetahui kamu melakukannya karena rasa terancam, Ra amalia | 367



✧ Raikantopeni ✧ mengingatkanku pada kisahku dan Qarira. Mau tak mau harus kuakui bahwa aku memahamimu." "Lega mendengarnya. Itu berarti kemungkinan dia meminta berpisah hampir tidak ada." "Kenapa kamu berpikir begitu?" "Karena Adik kesayanganmu itu sudah memiliki daftar pengacara untuk menggugatku. Dan dia mengatakan, meski kami sudah berbaikan, jika sewaktu-waktu aku membuatnya kesal, dia bisa saja mengontak salah satu pengacara itu." "Terdengar sangat seperti Quilla." "Benar, khas dirinya yang selalu mampu melihat peluang sekecil apapun untuk dimanfaatkan. Karena itu aku lega, setidaknya jika kamu memahamiku, kamu tidak akan mendukungnya." Ra amalia | 368



✧ Raikantopeni ✧ "Asal kamu berjanji tidak akan pernah melukainya lagi." "Tidak akan pernah. Demi hidupku." Raiq dan Tama bertatapan, dan mereka memahami itu adalah sumpah seorang pria sejati. Fokus mereka teralihkan karena suara teriakan girang Quilla dan triple A. Rupanya Qarira datang membawa nampan berisi piringpiring dengan setumpuk cookies.



End



Ra amalia | 369