Ranperwal Dumai 220321 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

WALIKOTA DUMAI



PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR XX TAHUN XXXX TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG BWP MEDANG KAMPAI TAHUN 2021-2041



DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI



Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 35 ayat (2), Peraturan walikota Kota Dumai Nomor 15 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Dumai perlu menetapkan Peraturan walikota tentang Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah Perencanaan Kawasan Perkotaan dan Industri Kota Dumai



Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3829); 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);



4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 31); dan 5. Peraturan walikota Kota Dumai Nomor 15 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Dumai Tahun 2019 - 2039 (Lembaran Kota Dumai Tahun 2019 Nomor 15).



MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN WALIKOTA RENCANA DETAIL TATA RUANG BWP MEDANG KAMPAI TAHUN 2021-2041



BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1



Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. 2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Riau. 3. Daerah adalah Kota Dumai. 4. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Dumai. 5. Walikota adalah Walikota Dumai. 6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 7. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 8. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. 9. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 10. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. 11. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah Kota Dumai.



12.



13. 14.



15.



16.



17.



18.



19.



20. 21.



22.



23.



Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah BWP Medang Kampai yang dilengkapi dengan peraturan zonasi BWP. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan zonasi yang selanjutnya disebut PZ adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disingkat BWP adalah bagian dari Daerah dan/atau kawasan strategis Daerah yang akan atau perlu disusun rencana rincinya, dalam hal ini RDTR, sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW Kota Dumai yang bersangkutan, dan memiliki pengertian yang sama dengan zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Sub Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disebut Sub BWP adalah bagian dari BWP yang dibatasi dengan batasan fisik dan terdiri dari beberapa Blok, dan memiliki pengertian yang sama dengan Subzonaperuntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.



24.



25. 26.



27.



28. 29. 30.



31.



32.



33.



34.



Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan fisik yang nyata seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan ekstra tinggi, dan pantai, atau yang belum nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota, dan memiliki pengertian yang sama dengan Blok peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik spesifik. Sub Zona adalah suatu bagian dari zona yang memiliki fungsi dan karakteristik tertentu yang merupakan pendetailan dari fungsi dan karakteristik pada zona yang bersangkutan. Pusat Pelayanan Kota merupakan merupakan pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional. Sub Pusat Pelayanan Kota merupakan pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi yang melayani sub wilayah kota. Pusat Lingkungan merupakan pusat pelayanan ekonomi, sosial dan/atau administrasi lingkungan permukiman kota. Rencana Jaringan Transportasi merupakan serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan/kawasan yang dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk suatu kesatuan untuk keperluan penyelenggaraan transportasi. Jalan Arteri Primer menghubungkan secara berdaya guna antar pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah; Jalan Arteri Sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter. Jalan Kolektor Primer menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan local; Jalan Lokal Primer menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional-pusat kegiatan lingkungan, antara Pusat kegiatan wilayah-pusat kegiatan lingkungan, antar-pusat kegiatan lokal, atau antara pusat kegiatan lokal-pusat kegiatan lingkungan, serta antar pusat kegaitan lingkungan. Jalan Lokal Primer didesain dengan lebar badan jalan tidak



kurang dari 7,5 (tujuh koma lima) meter dan ruang pengawasan jalan tidak kurang dari 7 (tujuh) meter diukur dari tepi badan jalan ;



35.



36. 37. 38.



39. 40. 41.



42.



43. 44.



45.



46. 47.



Jalan Lokal Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan; Jalan Lingkungan Sekunder menghubungkan antar persil dalam kawasan perkotaan; Jalan Khusus jalan yang dibangun oleh instansi, badanusaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. Jalur Kereta Api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukan bagi lalu lintas kereta api. 5. Jaringan jalur kereta api adalah seluruh jalur kereta api yang terkait satu dengan yang lain yang menghubungkan berbagai tempat sehingga merupakan satu sistem. Jalur Pejalan Kaki adalah kawasan jalan khusus pejalan kaki. Halte adalah tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang bus. Terminal Tipe C adalah merupakan terminal yang peran utamanya melayani kendaraan umum untuk angkutan perkotaan atau perdesaan. Terminal barang adalah tempat untuk melakukan bongkat muat barang, perpindahan intramoda dan antarmoda angkutan barang, konsolidasi barang/pusat kegiatan logistik, dan/atau tempat parkir mobil barang. Stasiun kereta api adalah tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api. Pelabuhan pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Terminal khusus adalah terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya. Jaringan Energi/ Kelistrikan adalah jaringan infrastruktur pipa minyak transmisi, serta jaringan penyaluran ketenagalistrikan. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) merupakan saluran tenaga listrik antara 70 kV hingga 150 kV, digunakan untuk transmisi listrik antar wilayah.



48.



49.



50. 51.



52.



53.



54.



55.



56. 57.



58.



Saluran udara tegangan menengah (SUTM) merupakan saluran tenaga listrik antara 1000 volt (1 kV) dan 69 kV, digunakan untuk distribusi listrik antar kawasan. Saluran udara tegangan rendah (SUTR) merupakan saluran tenaga listrik kurang dari 1000 volt, digunakan untuk distribusi listrik antar permukiman. PLTU adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Gardu induk merupakan sub sistem dari sistem penyaluran (transmisi) tenaga listrik, atau merupakan satu kesatuan dari sistem penyaluran (transmisi). Gardu distribusi adalah sebuah komponen dalam penyaluran distribusi listrik yang berfungsi untuk menurunkan tegangan dari tegangan menengah ke tegangan rendah untuk disalurkan dan digunakan oleh pelanggan. Jaringan Telekomunikasi adalah rencana jaringan infrastruktur dasar telekomunikasi yang berupa lokasi pusat automatisasi sambungan telepon,  jaringan telekomunikasi telepon kabel yang berupa lokasi, stasiun telepon otomat, rumah kabel, dan kotak pembagi, sistem televisi kabel termasuk lokasi stasiun transmisi, jaringan   telekomunikasi   telepon   nirkabel   yang   berupa lokasi menara telekomunikasi termasuk menara Base Transceiver Station (BTS),  jaringan serat optik; dan  peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi. Jaringan tetap adalah jaringan telepon yang melalui sebuah medium padat, baik melalui kabel logam atau serat optik. Jaringan bergerak seluler adalah jaringan yang melayani telekomunikasi bergerak dengan teknologi seluler di permukaan bumi. Jaringan Air Minum adalah rencana jaringan perpipaan dan jaringan non perpipaan. Jaringan perpipaan adalah satu kesatuan sistem fisik dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum, yang unit distribusinya melalui perpipaan dan unit pelayanannya menggunakan sambungan rumah/sambungan pekarangan, hidran umum dan hidran kebakaran. Bukan jaringan perpipaan adalah satu kesatuan sistem fisik dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum baik bersifat individual komunal, maupun komunal khusus yang unit distribusinya dengan atau tanpa perpipaan terbatas dan sederhana, dan tidak termasuk dalam SPAM.



59.



60.



61.



62. 63.



64.



65.



66.



67.



68.



69.



70.



71.



72.



Pengelolaan Air Limbah adalah jaringan yang terdiri dari sistem pengelolaan air limbah (SPAL) setempat dan sistem pengelolaan air limbah (SPAL) terpusat. Sistem pengolahan air limbah domestik terpusat merupakan sistem air limbah yang mengalirkan air domestik dari sumber secara kolektif ke sub sistem pengolahan terpusat sebelum dibuang ke badan air permukaan. Jaringan Drainase adalah rencana saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier, saluran lokal, bangunan peresapan (kolam retensi), bangunan tampungan (polder) serta sarana pelengkapnya (sistem pemompaan dan pintu air). Saluran drainse primer merupakan saluran yang memanfaatkan sungai dan anak sungai. Saluran drainase sekunder merupakan saluran yang menghubungkan saluran tersier dengan saluran primer (dibangun dengan beton/plesteran semen). Saluran drainase tersier merupakan saluran untuk mengalirkan limbah rumah tangga ke saluran sekunder, berupa plesteran, pipa dan tanah. Jaringan Persampahan adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Tempat Pemrosesan Akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. Tempat Pengolahan Sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) (TPS 3R) adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang skala kawasan. Jalur Evakuasi Bencana adalah jalur evakuasi dan tempat evakuasi yang terintegrasi baik untuk skala kabupaten/kota, kawasan, maupun lingkungan. Pengaman Pantai adalah upaya untuk melindungi dan mengamankan daerah pantai dan muara sungai dari kerusakan akibat erosi, abrasi, dan akresi. Zona budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Zona lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Zona sempadan sungai adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai



73.



74.



75.



76. 77. 78.



79.



80.



81.



82.



83.



perlindungan, penggunaan, dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Zona Sempadan Pantai adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap sempadan pantai. Zona ruang terbuka hijau kota adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sub zona taman kota adalah lahan terbuka yang yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kota atau bagian wilayah kota. Sub zona taman kecamatan adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kecamatan. Sub zona taman kelurahan adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kelurahan. Sub zona pemakaman adalah penyediaan ruang terbuka hijau yang berfungsi utama sebagai penguburan jenazah. Selain itu juga dapat berfungsi sebagai daerah resapan air, tempat pertumbuhan berbagai jenis vegetasi, pencipta iklim mikro serta tempat hidup burung serta fungsi sosial masyarakat disekitar seperti beristirahat dan sebagai sumber pendapatan. Zona perumahan adalah peruntukan ruang yang terdiri atas kelompok rumah tinggal yang mewadahi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dilengkapi dengan fasilitasnya. Sub zona rumah kepadatan tinggi adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang besar antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan. Sub zona rumah kepadatan sedang adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang hampir seimbang antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan. Sub zona rumah kepadatan rendah adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang kecil antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan. Zona perdagangan dan jasa adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya difungsikan untuk pengembangan kegiatan usaha yang bersifat komersial, tempat bekerja, tempat berusaha, serta tempat hiburan dan rekreasi, serta fasilitas umum/sosial pendukungnya.



84.



85.



86.



87.



88.



89.



90.



91.



92. 93.



94.



Sub zona perdagangan dan jasa skala kota adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan perdagangan dan/atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha, tempat hiburan dan rekreasi dengan skala pelayanan kota. Sub zona perdagangan dan jasa skala Sub BWP adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan perdagangan dan/atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha, tempat hiburan dan rekreasi dengan skala pelayanan Sub BWP. Zona perkantoran adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya difungsikan untuk pengembangan kegiatan pelayanan pemerintahan dan tempat bekerja/ berusaha, tempat berusaha, dilengkapi dengan fasilitas umum/sosial pendukungnya. Zona sarana pelayanan umum adalah peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung fungsi kegiatan yang berupa pendidikan, kesehatan, peribadatan, sosial budaya, olahraga dan rekreasi, dengan fasilitasnya dengan skala pelayanan yang ditetapkan dalam RTRWK. Sub zona sarana pelayanan umum skala kota adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk melayani penduduk skala kota. Sub zona sarana pelayanan umum skala kecamatan adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk melayani penduduk skala kecamatan. Sub zona sarana pelayanan umum skala kelurahan adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk melayani penduduk skala kelurahan. Zona kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan Produksi Terbatas yang selanjutnya disingkat HPT adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125-174, di luar kawasan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru. Hutan Produksi yang dapat dikonversi yang selanjutnya disingkat HPK adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar kegiatan kehutanan



95.



96.



97.



98.



99.



100.



101.



102.



103.



104.



Zona pertanian adalah peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan mengusahakan tanaman tertentu, pemberian makanan, pengkandangan, dan pemeliharaan hewan untuk pribadi atau tujuan komersial. Sub zona perkebunan adalah peruntukan bagi tanaman tahunan atau perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan maupun bahan baku industri. Zona Tempat Pemrosesan Akhir adalah peruntukan tanah di daratan dengan batas - batas tertentu yang digunakan sebagai tempat untuk menimbun sampah dan merupakan bentuk terakhir perlakuan sampah. Zona pembangkit listrik adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik. Zona pariwisata adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk mengembangkan kegiatan pariwisata baik alam, buatan, maupun budaya. Zona pertahanan dan keamanan adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk menjamin kegiatan dan pengembangan bidang pertahanan dan keamanan seperti kantor instalasi hankam, termasuk tempat latihan baik pada tingkat nasional, Kodam, Korem, Koramil, dan sebagainya. Zona Peruntukan lainnya adalah Peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung fungsi kegiatan di daerah tertentu berupa pertanian, pertambangan, pariwisata, dan peruntukanperuntukan lainnya. Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut PZ kabupaten/kota adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana detail tata ruang. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah sebuah dokumen yang merupakan panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan (Permen PU No. 06/PRT/M/2007). Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan adalah ketentuan yang berisi kegiatan dan penggunaan lahan yang diperbolehkan, kegiatan



105.



106. 107.



108.



109.



110.



111.



112.



dan penggunaan lahan yang bersyarat secara terbatas, kegiatan dan penggunaan lahan yang bersyarat tertentu, dan kegiatan dan penggunaan lahan yang tidak diperbolehkan pada zona lindung maupun zona budi daya Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang adalah ketentuan teknis tentang kepadatan zona terbangun yang dipersyaratkan pada zona tersebut dan diukur melalui Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), dan Koefisien Daerah Hijau (KDH) baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Sub zona pergudangan adalah peruntukan ruang untuk melakukan proses penyimpanan, pemeliharaan, dan pemindahan barang. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan dan/atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga listrik, pipa gas; Penggunaan Lahan adalah fungsi dominan dengan ketentuan khusus yang ditetapkan pada suatu kawasan, blok peruntukan, dan/atau persil; Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL; Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL; Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukan bagi pertamanan/penghijauan; Ketinggian Bangunan yang selanjutnya disingkat KB adalah jumlah lantai penuh dalam suatu bangunan dihitung mulai lantai dasar sampai dengan lantai tertinggi yang diarahkan untuk terciptanya komposisi pemanfaatan lahan di dalam suatu kapling tertentu;



113. Jarak Bebas Antar Bangunan adalah Jarak bebas antar bangunan minimal yang harus memenuhi ketentuan tentang jarak bebas yang ditentukan oleh jenis peruntukan dan ketinggian bangunan. 114. Jarak Bebas Samping dan Jarak Bebas Minimum adalah jarak minimum antara garis batas petak belakang terhadap dinding bangunan terbelakang. Jarak Bebas Samping (JBS) merupakan jarak minimum antara batas petak samping terhadap dinding bangunan terdekat.



115. Koefisien Tapak Basement yang selanjutnya disingkat KTB adalah angka persentase perbandingan antara luas tapak dasar bangunan dengan luas persil. Prosentase KTB adalah kebalikan sisa dari prosentase KDH; 116. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberi rangsangan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang; 117. Disinsentif adalah perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang; 118. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi. 119. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaran penataan ruang. 120. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 121. Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disingkat TKPRD adalah tim ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan tentang penataan ruang di Kota Dumai, dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Walikota dalam pelaksanaan koordinasi penataan ruang di daerah. Pasal 2



Ruang lingkup Peraturan walikota ini meliputi: a. tujuan penataan wilayah perencanaan; b. rencana struktur ruang; c. rencana pola ruang; d. penetapan bagian wilayah perencanaan penanganannya; e. ketentuan pemanfaatan ruang; dan f. peraturan zonasi.



yang



diprioritaskan



BAB II DELINEASI DAN TUJUAN PENATAAN BAGIAN WILAYAH PERENCANAAN Bagian Kesatu Delineasi BWP Pasal 3



(1)



Delineasi RDTR disebut sebagai BWP Medang Kampai



(2)



Delineasi BWP Medang Kampai berdasarkan aspek administrasi dan fungsional dengan luas 8.181,54 Ha (delapan ribu seratus delapan puluh satu koma lima empat) hektar, beserta ruang udara di atasnya dan ruang di dalam bumi, pada koordinat 101 O28’00’ BT – 101O 44’00” BT dan 1O41’00” LU - 1 O 34’30” LU (3) BWP Medang Kampai secara administratif terdiri atas: a. sebagian Kelurahan Pelintung seluas 6.071,5 Ha (enam ribu tujuh puluh satu koma lima) hektar; b. sebagian Kelurahan Guntung dengan luas 337,62 Ha (tiga ratus tiga puluh tujuh koma enam dua) hektar; c. sebagian Kelurahan Teluk Makmur seluas 1.026,93 Ha (seribu dua puluh enam koma sembilan tiga) hektar; dan d. sebagian Kelurahan Mundam seluas 745,49 Ha (tujuh ratus empat puluh lima koma empat sembilan) hektar. (4) Batas RDTR BWP Medang Kampai adalah: a. sebelah utara dibatasi oleh Pulau Rupat Kabupaten Bengkalis; b. sebelah selatan dibatasi oleh Kecamatan Bukit Kapur; c. sebelah timur dibatasi oleh Kecamatan Bandar Laksamana Kabupaten Bengkalis; dan d. sebelah barat dibatasi oleh Kecamatan Dumai Timur. (5) BWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Sub BWP A terdiri dari 8 (delapan) blok, sebagai berikut: 1. Blok A.1 seluas 173,89 Ha (seratus tujuh puluh tiga koma delapan sembilan) hektar; 2. Blok A.2 dengan luas 677,27 Ha (enam ratus tujuh puluh tujuh koma dua tujuh) hektar; 3. Blok A.3 seluas 1.932,43 Ha (seribu sembilan ratus tiga puluh dua koma empat tiga) hektar; 4. Blok A.4 seluas 922,63 Ha (sembilan ratus dua puluh dua koma enam tiga) hektar; 5. Blok A.5 seluas 731,01 Ha (tujuh ratus tiga puluh satu koma nol satu) hektar; 6. Blok A.6 seluas 172,43 Ha (seratus tujuh puluh dua koma empat tiga) hektar; 7. Blok A.7 seluas 762,23 Ha (Tujuh ratus enam puluh dua koma dua tiga) hektar; dan 8. Blok A.8 dengan luas 699,62 Ha (enam ratus sembilan puluh sembilan koma enam dua) hektar. b. Sub BWP B terdiri dari 2 (dua) blok, sebagai berikut: 1. Blok B.1 seluas 171,39 Ha (seratus tujuh puluh satu koma tiga sembilan) hektar; dan 2. Blok B.2 dengan luas 166,23 Ha (seratus enam puluh enam koma dua tiga) hektar.



c. Sub BWP C terdiri dari 4 (empat) blok, sebagai berikut: 1. Blok C.1, seluas 536,18 Ha (lima ratus tiga puluh enam koma satu delapan) hektar; 2. Blok C.2, seluas 164,91 Ha (seratus enam puluh empat koma sembilan satu) hektar; 3. Blok C.3, seluas 183,53 Ha (seratus delapan puluh tiga koma lima tiga) hektar; 4. Blok C.4, seluas 142,31 Ha (seratus empat puluh dua koma tiga satu) hektar. d. Sub BWP D terdiri dari 4 (empat) blok, sebagai berikut: 1. Blok D.1 dengan luas 184,38 Ha (seratus delapan puluh empat koma tiga delapan) hektar; 2. Blok D.2 seluas 120,40 Ha (seratus dua puluh koma empat nol) hektar; 3. Blok D.3 seluas 118,03 Ha (seratus delapan belas koma nol tiga); dan 4. Blok D.4 seluas 322,68 Ha (tiga ratus dua puluh dua koma enam delapan) hektar. (6) Delineasi BWP Medang Kampai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:5000 yang tercantum dalam Lampiran-I merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.



Bagian Kedua Tujuan Penataan BWP Pasal 4



(1)



(2)



Tujuan Penataan Bagian Wilayah Perencanaan Medang Kampai adalah untuk Mewujudkan Perkotaan Medang Kampai sebagai Pusat Industri Nasional dan Pariwisata Berbudaya Melayu yang Berketahanan. Tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan kedalam masing-masing Sub BWP, yang terdiri dari: a. Sub BWP A yang berfungsi sebagai berfungsi sebagai pusat perekonomian, perdagangan dan jasa, kesehatan dan permukiman; b. Sub BWP B berfungsi sebagai pusat permukiman dan jasa perdagangan; c. Sub BWP C berfungsi sebagai pusat Pariwisata, Permukiman, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan dan Industri UMKM; dan d. Sub BWP D berfungsi sebagai pusat Permukiman, Pendidikan, perdagangan jasa dan Industri UMKM.



BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 5



(1) Rencana struktur ruang BWP Medang Kampai meliputi: a. rencana pengembangan pusat pelayanan; b. rencana jaringan transportasi; dan c. rencana jaringan prasarana. (2) Rencana struktur ruang RDTR BWP Medang Kampai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:5000 dan tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini Bagian Kedua Rencana Pengembangan Pusat Pelayanan Pasal 6



(1)



(2) (3)



(4) (5)



Pengembangan pusat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf a, meliputi : a. pusat pelayanan kota/kawasan perkotaan (PPK); b. sub pusat pelayanan kota/kawasan perkotaan (SPPK); dan c. pusat lingkungan (PL). Pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a mencakup Kelurahan Pelintung Sub BWP A pada Blok A.1. Sub pusat pelayanan kota/kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, yang terdapat pada : a. Kelurahan Pelintung Sub BWP A pada Blok A.8; b. Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C pada Blok C.4; dan c. Kelurahan Mundam Sub BWP D pada Blok D.3. Pusat Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c berada di Kelurahan Guntung Sub BWP B pada Blok B.1. Rencana pengembangan pusat pelayanan RDTR BWP Medang Kampai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini



Bagian Ketiga Rencana Jaringan Transportasi



Pasal 7



(1)



(2)



(3)



(4)



(5)



(6)



(7)



Rencana jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf b meliputi : a. Jaringan jalan arteri primer; b. Jaringan jalan arteri sekunder; c. Jaringan jalan kolektor primer; d. Jaringan jalan lokal primer; e. Jaringan jalan lokal sekunder; f. Jaringan jalan lingkungan sekunder; g. Jalan khusus; h. Jaringan jalur kereta api antarkota; i. Jalur pejalan kaki; j. Halte; k. Terminal penumpang Tipe C; l. Terminal barang; m. Stasiun kereta api; n. Pelabuhan pengumpul; dan o. Terminal khusus. Jalan arteri primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.7, dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1 dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; dan Blok D.1 dan Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub BWP D. Jalan arteri sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat pada Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C. Jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat pada Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B dan Blok C.1 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C. Jalan lokal primer sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d terdapat pada Blok A.1, Blok A.2, dan Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A, Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B, Blok C.1, Blok C.2, dan Blok C.4 Kelurahan Tekuk Makmur Sub BWP C; Blok D.2 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. Jalan lokal sekunder sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e terdapat pada Blok A.1, Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C. Jalan lingkungan sekunder sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf f terdapat pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6, Blok A.7, dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1



(8) (9)



(10)



(11)



(12) (13) (14) (15) (16)



(17)



dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Guntung Sub BWP D Jalan khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf g terdapat pada Blok A.3, Blok A.4, dan Blok A.5 Kelurahan Pelintung Sub BWP A. Jaringan rel kereta api antarkota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h berada pada Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.7, dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; dan Blok C.1 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C. Jalur pejalan kaki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i terdapat pada Blok A.1 dan Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. Halte sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf j berada pada Blok A.1 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.2, Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur di Sub BWP C; Blok D.2 Kelurahan Mundam Sub BWP D pada. Terminal penumpang Tipe C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k terdapat pada Blok A.4 di Kelurahan Pelintung Sub BWP A. Terminal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l terdapat pada Blok A.2 Kelurahan Pelintung Sub BWP A. Stasiun barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m, terletak pada Blok A.2 Kelurahan Pelintung Sub BWP A. Pelabuhan pengumpul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n berada pada Blok A.2 di keluarahan Pelintung Sub BWP A. Terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf o merupakan dermaga angkutan laut, berada pada Blok A.3 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok D.2 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. Rencana jaringan transportasi RDTR BWP Medang Kampai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini. Bagian Keempat Rencana Jaringan Prasarana Pasal 8



Rencana jaringan prasarana di BWP Medang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf c meliputi:



Kampai



sebagaimana



a. b. c. d. e. f. g.



Rencana Rencana Rencana Rencana Rencana Rencana Rencana



Jaringan Jaringan Jaringan Jaringan Jaringan Jaringan Jaringan



Energi; Telekomunikasi; Air Minum; Drainase; Pengelolaan Air Limbah; Persampahan; dan Prasarana lainnya. Paragraf 1 Rencana Jaringan Energi Pasal 9



(1)



(2)



(3)



(4)



Jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, meliputi: a. jaringan Jaringan Penyaluran Minyak dan Gas Bumi dari Fasilitas Produksi-Kilang Pengolahan; b. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT); c. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM); d. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR); dan e. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU); f. Gardu listrik. Jaringan Jaringan Penyaluran Minyak dan Gas Bumi dari Fasilitas Produksi-Kilang Pengolahan di BWP Medang Kampai sebagaimana dalam ayat (1) huruf a meliputi : a. Jaringan Penyaluran Minyak Bumi dari Fasilitas Produksi-Kilang Pengolahan yang terdapat pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6, Blok A.7 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1 dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1 dan Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub BWP D; dan b. Jaringan Penyaluran Gas Bumi dari Fasilitas Produksi-Kilang Pengolahan yang terdapat pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6, Blok A.7 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1 dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1 dan Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub BWP D. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b berada pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, dan Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok C.1 dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c dengan panjang 63,94 (enam puluh lima koma tiga nol) Kilometer berada pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6, Blok A.7 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, dan



(5)



(6)



(7)



(8) (9)



Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1 dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C, Blok D.1 dan Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub BWP D. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan panjang 98,98 (sembilan puluh delapan koma sembilan puluh delapan) Kilometer berada pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.7, dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. Pembangkit Listrik Tenaga UAP (PLTU) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdapat pada Blok A.3 Kelurahan Pelintung Sub BWP A. Gardu listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi : a. gardu distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d berada pada Blok A.1 dan Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2 dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1 dan Blok D.2 Kelurahan Mundam Sub BWP D. b. Pengembangan Gardu Induk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e terdapat pada Blok A.3 Kelurahan Pelintung Sub BWP A. Infrastruktur ketenagalistrikan lainnya sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundangan Rencana jaringan energi/kelistrikan RDTR BWP Medang Kampai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini



Paragraf 1 Rencana Jaringan Telekomunikasi Pasal 10



(1) Jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, terdiri atas: a. jaringan tetap; dan b. jaringan bergerak seluler. (2) Jaringan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. jaringan serat optik berada pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6, Blok A.7 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1,



Blok C.2, dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1 dan Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub BWP D. b. Stasiun Telepon Otomat (STO) yang berada pada Blok C.2 kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C. (3) Jaringan bergerak seluler sebagaimana pada ayat (1) huruf b berupa menara Base Transceiver Station (BTS) yang berada pada Blok A.1, Blok A.3 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok C.1 dan Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1 dan Blok D.2 Kelurahan Mundam Sub BWP D. (4) Rencana jaringan telekomunikasi RDTR BWP Medang Kampai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini. Paragraf 2 Rencana Jaringan Air Minum Pasal 11



(1) Jaringan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, yaitu berupa jaringan perpipaan yang terdiri dari: a. Jaringan perpipaan; dan b. Bukan jaringan perpipaan. (2) Jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Pipa transmisi air minum berada pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6, Blok A.7, dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1 dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1 dan Blok D.3 Keluarahan Mundam Sub BWP D. b. Pipa unit distribusi berada pada Blok A.1, Blok A.2, dan Blok A.3 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan Blok D.4 Keluarahan Mundam Sub BWP D. c. Unit produksi berada pada Blok C.1 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C. (3) Bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi terminal air sebanyak 5 (lima) yang berada pada Kelurahan Pelintung Sub BWP A pada Blok A.4, Blok A. 5, Blok A.8; Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C pada Blok C.1, Blok C.4; Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. (4) Rencana Jaringan Air Minum RDTR BWP Medang Kampai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian



1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.



Paragraf 3 Rencana Jaringan Drainase Pasal 12



(1) Jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, terdiri atas: a. Saluran drainase primer; b. saluran drainase sekunder; dan c. saluran drainase tersier. (2) Saluran drainase primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berada pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6, dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1 dan Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. (3) Saluran drainase sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berada pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6, Blok A.7, dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. (4) Saluran drainase tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berada pada Blok A.1, dan Blok A.2 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1 dan Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. (5) Rencana jaringan drainase RDTR BWP Medang Kampai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini. Paragraf 4 Rencana jaringan Air Limbah Pasal 13



(1) Jaringan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e berupa sistem pengolahan air limbah domestik terpusat. (2) Sistem pengolahan air limbah domestik terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.4, Blok



A.6, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. (3) Rencana jaringan air limbah RDTR BWP Medang Kampai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini. Paragraf 5 Rencana jaringan Persampahan Pasal 14



(1) Rencana jaringan persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf f , terdiri atas: a. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA); dan b. Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS 3R). (2) Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sebagaimana pada ayat (1) huruf a berada pada Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; (3) Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS 3R) sebagaimana pada ayat (1) huruf b berada pada Blok A.4, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. (4) Rencana jaringan persampahan RDTR BWP Medang Kampai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.



Paragraf 6 Rencana Jaringan Prasarana Lainnya Pasal 15



(1) Rencana jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf j, terdiri atas: a. Jalur evakuasi; b. Tempat evakuasi; dan c. Pengaman pantai. (2) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf berada pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6, Blok A.7, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, Blok C.4



Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3, Blok D.4 Keluarahan Mundam Sub BWP D. (3) Tempat evakuasi sebagaimana pada ayat (1) huruf b meliputi a. Meeting point yang berada pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.4, Blok A.6, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.3, Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.2,Blok D.3, Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. b. Tempat evakuasi sementara yang berada pada Blok A.1, Blok A.3, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub BWP D. c. Tempat evakuasi akhir yang berada pada pada Blok C.1 kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C. (4) Pengaman pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berada pada Blok A.1 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C. (5) Rencana jaringan prasaraa lainnya RDTR BWP Medang Kampai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 5.000 dan tercantum dalam lampiran II-I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.



BAB IV RENCANA POLA RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 16



(1) Rencana pola ruang terdiri atas: a. zona lindung; dan b. zona budidaya. (2) Rencana Pola Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 5.000 sebagaimana tercantum dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini. (3) Peta rencana pola ruang RDTR tersebut merupakan peta zonasi (zoning map) untuk Peraturan Zonasi



Bagian Kedua Zona Lindung Pasal 17



Zona lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. Zona sempadan pantai (SP); b. zona sempadan sungai (SS); dan c. zona ruang terbuka hijau kota (RTH). Paragraf 7 Zona Sempadan Pantai Pasal 18



Zona sempadan pantai dengan kode SP luas 261,33 Ha (dua ratus enam puluh satu koma tiga tiga) hektar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a terletak pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.7, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.2, Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.2 dan D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.



Paragraf 8 Zona Sempadan Sungai Pasal 19



Zona zona sempadan sungai kode SS seluas 74,52 Ha (tujuh puluh empat koma lima dua) hektar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b terletak pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6, Blok A.7, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. Paragraf 9 Ruang Terbuka Hijau Pasal 20



(1)



Zona ruang terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c dengan luas 695,59 Ha (enam ratus sembilan puluh lima koma lima sembilan hektar), terdiri atas: a. sub zona Taman Kota dengan kode RTH-2;



(2)



(3)



(4)



(5)



b. sub zona Taman Kecamatan dengan kode RTH-3; c. sub zona Taman Kelurahan dengan kode RTH-4; dan d. sub zona Pemakaman dengan kode RTH-7. Sub zona Taman Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas 620,44 Ha (enam ratus dua puluh koma empat empat hektar) berada pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6, Blok A.7 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok C.1, Blok C.3 dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. Sub zona Taman Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas 46,10 Ha (empat puluh enam koma satu nol) hektar, terdapat pada Blok A.2, Blok A.3, Blok A.4, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok C.1, Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. Sub zona Taman kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas 25,70 Ha (dua puluh lima koma tujuh nol) hektar, terdapat pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.3 dan Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, dan Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3, Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. Sub zona Pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d seluas 3,34 Ha (tiga koma tiga empat) hektar, terletak pada Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.2, Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.2 Kelurahan Mundam Sub BWP D.



Bagian Ketiga Zona Budidaya Pasal 21



Zona budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. Zona Perumahan dengan kode R; b. Zona Perdagangan dan Jasa dengan kode K; c. Zona Sarana Pelayanan Umum dengan kode SPU; d. Zona Perkantoran dengan kode KT; e. Zona Kawasan Peruntukan Industri dengan kode KPI; f. Zona Hutan Produksi dengan kode HP; g. Zona Pertanian dengan kode P; h. Zona Tempat Pemrosesan Akhir dengan kode TPA; i. Zona Pembangkit Tenaga Listrik dengan kode PTL; j. Zona Pariwisata dengan kode W;



k. Zona Pertahanan dan Keamanan dengan kode HK; l. Zona transportasi dengan kode TR; dan m. Zona Peruntukan Lainnya kode PL. Paragraf 1 Zona Perumahan Pasal 22



(1) Zona perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a dengan luas 1.317,47 Ha (seribu tiga ratus tujuh belas koma empat tujuh hektar), terdiri atas: a. sub zona rumah kepadatan tinggi dengan kode R-2; b. sub zona rumah kepadatan sedang dengan kode R-3; dan c. sub zona rumah kepadatan rendah dengan kode R-4. (2) Sub zona rumah kepadatan tinggi dengan kode R-2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas 264,15 Ha (dua ratus enam puluh empat koma satu lima) hektar terdapat pada Blok A.1 Kelurahan Pelintung Sub BWP A pada; Blok C.1 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C. (3) Sub zona rumah kepadatan sedang dengan kode R-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas 1.026,33 Ha (seribu dua puluh enam koma tiga tiga) hektar, terletak pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung SUB BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam di Sub BWP D. (4) Sub zona rumah kepadatan rendah dengan kode R-4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d seluas 26,99 Ha (dua puluh enam koma sembilan sembilan) hektar terletak pada Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A. Paragraf 10 Zona Perdagangan dan Jasa Pasal 23



(1) Zona perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b dengan luas 317,21 Ha (tiga ratus tujuh belas koma dua satu) hektar, terdiri atas: a. sub zona perdagangan dan jasa skala kota dengan kode K-1; dan b. sub zona perdagangan dan jasa skala Sub BWP dengan kode K-3. (2) Sub zona perdagangan dan jasa skala kota dengan kode K-1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan luas 28,26 Ha (dua



puluh delapan koma dua enam) hektar terletak di Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; dan (3) Sub zona perdagangan dan jasa skala Sub BWP dengan kode K-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas 288,96 Ha (dua ratus delapan puluh delapan koma sembilan enam) hektar terletak pada Blok A.1, Blok A.4, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Clok C.1, Blok C.2, Blok C.3, Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. Paragraf 11 Zona Sarana Pelayanan Umum Pasal 24



(1) Zona sarana pelayanan umum dengan kode SPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c dengan luas 46,31 Ha (empat puluh enam koma tiga satu hektar) terdiri atas: a. sub zona sarana pelayanan umum skala kota dengan kode SPU-1; b. sub zona sarana pelayanan umum skala kecamatan dengan kode SPU-2; dan c. sub zona sarana pelayanan umum skala kelurahan dengan kode SPU-3. (2) Sub zona sarana pelayanan umum skala kota dengan kode SPU-1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas 27,37 Ha (dua puluh tujuh koma tiga tujuh) hektar terdapat pada Blok A.1, Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.2 dan Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur SUB BWP C; (3) Sub zona sarana pelayanan umum skala kecamatan dengan kode SPU-2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas 5,38 Ha (lima koma tiga delapan) hektar terdapat pada Blok A.1, Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2 dan Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub BWP D. (4) Sub zona sarana pelayanan umum skala kelurahan dengan kode SPU-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas 13,56 Ha (tiga belas koma lima enam) hektar terdapat pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.4, Blok A.6, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.2, Blok C.3, Blok C.4 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.2, Blok D.3 dan Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.



Paragraf 12 Zona Perkantoran Pasal 25



Zona perkantoran dengan kode KT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf d, seluas 14,42 Ha (empat belas koma empat dua hektar) yang terdapat pada pada Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C. Paragraf 13 Zona Kawasan Peruntukan Industri Pasal 26



Zona kawasan peruntukan industri dengan kode KPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf e seluas 2.588,20 Ha (dua ribu lima ratus delapan puluh delapan koma dua nol) hektar terdapat pada Blok A.3, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.7, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok D.4 Kelurahan Guntung Sub BWP D. Paragraf 14 Zona Hutan Produksi Pasal 27



(1) Zona hutan produksi dengan kode HP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf f seluas 904,14 Ha (sembilan ratus empat koma satu empat hektar) terdiri atas: a. Sub zona hutan produksi terbatas dengan kode HPT; dan b. Sub zona hutan produksi konversi dengan kode HPK. (2) Sub zona hutan produksi terbatas dengan kode HPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas 51,62 Ha (lima puluh satu koma enam dua hektar) terdapat pada Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A pada. (3) Sub zona hutan produksi konversi dengan kode HPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas 854,52 Ha (delapan ratus lima puluh empat koma lima dua hektar) terdapat pada Blok A.1, Blok A.4, Blok A.5, Blok A.6, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.1, Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.1, Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.1, Blok D.3 Kelurahan Mundam Sub BWP D.



Paragraf 15 Zona Pertanian Pasal 28



Zona pertanian dengan kode P di BWP Medang Kampai berupa sub zona perkebunan dengan kode P-3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf g seluas 1.287,25 Ha (seribu dua ratus delapan puluh tujuh koma dua lima) hektar terdapat pada Blok A.1, Blok A.2, Blok A.6, Blok A.7, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A; Blok B.2 Kelurahan Guntung Sub BWP B; Blok C.3 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C; Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D. Paragraf 16 Zona Tempat Pemrosesan Akhir Pasal 29



Zona Tempat Pemrosesan Akhir dengan kode TPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf h seluas 11,98 Ha (sebelas koma sembilan delapan hektar) terdapat pada pada Blok A.4 Kelurahan Pelintung Sub BWP A. Paragraf 17 Zona Pembangkit Tenaga Listrik Pasal 30



Zona Pembangkit Tenaga Listrik dengan kode PTL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf i seluas 40,96 Ha (empat puluh koma sembilan enam) hektar terdapat pada Blok A.3 Kelurahan Pelintung Sub BWP A. Paragraf 18 Zona Pariwisata Pasal 31



Zona pariwisata dengan kode W sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf j seluas 91,27 Ha (sembilan puluh satu koma dua tujuh) hektar terdapat pada Blok C.2, Blok C.4 Kelurahan Teluk makmur Sub BWP C; Blok D.4 Kelurahan Mundam Sub BWP D.



Paragraf 19 Zona Pertahanan dan Keamanan Pasal 32



Zona pertahanan dan keamanan dengan kode HK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf k dengan luas 24,82 (dua puluh empat koma delapan dua) hektar terdapat pada pada Blok C.2 Kelurahan Teluk Makmur Sub BWP C. Paragraf 20 Zona Transportasi Pasal 33



Zona Transportasi dengan kode TR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf l seluas 34,87 Ha (tiga puluh empat koma delapan tujuh hektar), terdapat pada Blok A.2 dan Blok A.3 Kelurahan Pelintung Sub BWP A pada; Blok D.2 Kelurahan Mundam Sub BWP D. Paragraf 21 Zona Peruntukan Lainnya Pasal 34



Zona peruntukan lainnya dengan kode PL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf m berupa sub zona pergudangan dengan kode PL-6 seluas 251,00 Ha (dua ratus lima puluh satu koma nol nol) hektar terdapat pada Blok A.2, Blok A.3, Blok A.8 Kelurahan Pelintung Sub BWP A.



BAB V Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan Penanganannya Pasal 35



(1) Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya, terdiri atas: a. lokasi Sub BWP Prioritas; dan b. tema Penanganan Sub BWP prioritas. (2) Lokasi Sub BWP prioritas, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak di: a. Kawasan Industri Selinsing di Kelurahan Pelintung di Kelurahan Pelintung Sub BWP A pada Blok A.8 seluas 66,16 Ha (enam puluh enam koma satu enam) hektar; dan



b. Kawasan Pulai Bungkuk di Kelurahan Mundam di Kelurahan Mundam Sub BWP D pada Blok D.4 seluas 17,03 Ha (tujuh belas koma nol tiga) hektar. (3) Tema penanganan Sub BWP prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. tema penanganan Blok A.8 yaitu pembangunan baru prasarana, sarana Kawasan Industri Selingsing sebagai Pusat Ekonomi Baru BWP Medang Kampai; dan b. tema penanganan Blok D.4 yaitu perbaikan prasarana, sarana, dan Kawasan Pulai Bungkuk sebagai Kawasan Berbudaya Melayu. (4) Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1 : 5.000 sebagaimana tercantum dalam lampiran IV-A dan IV-B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.



BAB VI KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG Pasal 36



(1) Ketentuan pemanfaatan ruang RDTR BWP Medang Kampai merupakan acuan untuk mewujudkan rencana pola ruang dan rencana jaringan prasarana sesuai dengan RDTR BWP Medang Kampai. (2) Ketentuan pemanfaatan ruang, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai: a. dasar pemerintah dan masyarakat dalam pemrograman investasi pengembangan BWP; b. arahan untuk sektor dalam penyusunan program; c. dasar estimasi kebutuhan pembiayaan dalam jangka waktu 5 (lima) tahunan dan penyusunan program tahunan untuk setiap jangka 5 (lima) tahun; dan d. acuan bagi masyarakat dalam melakukan investasi. (3) Ketentuan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Indikasi program utama; b. lokasi; c. besaran; d. sumber pendanaan; e. instansi pelaksana; dan f. waktu dan tahapan pelaksanaan.



Pasal 37



Program utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (3) huruf a meliputi: a. program perwujudan rencana struktur ruang. b. program perwujudan rencana pola ruang; dan c. program perwujudan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya Pasal 38



Lokasi program perwujudan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (3) huruf b merupakan tempat program pemanfaatan ruang akan dilaksanakan. Pasal 39



Besaran program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (3) huruf c merupakan perkiraan jumlah satuan masing-masing program pemanfaatan ruang yang akan dilaksanakan. Pasal 40



Sumber pendanaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (3) huruf d berasal dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN); b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau; c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Dumai; d. Swasta; e. Masyarakat; dan f. Sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 41



Instansi Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (3) huruf e terdiri atas Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Masyarakat, dan/atau Swasta Pasal 42



(1) Waktu dan tahapan pelaksanaan sebagaimana dalam pasal 36 ayat (3) huruf f terdiri atas 4 (empat) tahapan, meliputi: a. tahap pertama pada periode tahun 2021 - 2025 ; b. tahap kedua pada periode tahun 2026 - 2030; c. tahap ketiga pada periode tahun 2031 - 2035; dan d. tahap keempat pada periode tahun 2036 - 2041.



(2) waktu dan tahapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar bagi instansi pelaksana dalam menetapkan prioritas pembangunan pada BWP Medang Kampai.



Pasal 43



Indikasi program utama pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 disusun berdasarkan indikasi program utama 5 (lima) tahunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan walikota ini.



BAB VII PERATURAN ZONASI Bagian Kesatu Umum Pasal 44



(1) Peraturan zonasi berfungsi sebagai: a. perangkat operasional pengendalian pemanfaatan ruang; b. acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang termasuk di dalamnya air right development dan pemanfaatan ruang di bawah tanah; c. acuan dalam pemberian insentif dan disinsentif; d. acuan dalam pengenaan sanksi; dan e. rujukan teknis dalam pengembangan atau pemanfaatan lahan dan penetapan lokasi investasi. (2) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan; b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang; c. ketentuan tata bangunan; d. ketentuan prasarana dan sarana minimal; e. ketentuan khusus; dan f. teknik pengaturan zonasi. (3) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b, terdiri atas: a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan intensitas pemanfaatan ruang zona lindung; dan b. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan intensitas pemanfaatan ruang zona budidaya.



dan



ketentuan



dan



ketentuan



(4) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a didasarkan pada zona pemanfaatan ruang yang dirinci kedalam subzona dengan kode subzona, sebagai berikut : a. zona perlindungan setempat meliputi: 1. zona sempadan pantai dengan kode (SP); dan 2. zona sempadan sungai dengan kode (SS). b. zona ruang terbuka hijau dengan kode (RTH) meliputi: 1. sub zona taman kota dengan kode (RTH-2); 2. sub zona taman kecamatan dengan kode (RTH-3); 3. sub zona taman keluarahan dengan kode (RTH-4); dan 4. sub zona pemakaman dengan kode (RTH-7). (5) zona budidaya diklasifikasikan menjadi: a. zona perumahan (R) meliputi: 1. sub zona rumah kepadatan tinggi dengan kode (R-2); 2. sub zona rumah kepadatan sedang dengan kode (R-3); dan 3. sub zona rumah kepadatan rendah dengan kode (R-5). b. zona perdagangan dan jasa (K) meliputi: 1. sub zona perdagangan dan jasa skala kota dengan kode (K-1); dan 2. sub zona perdagangan dan jasa skala Sub BWP dengan kode (K3). c. zona perkantoran dengan kode (KT); d. zona kawasan peruntukanindustri dengan kode (KPI); e. Zona hutan produksi meliputi: 1. sub zona hutan produksi terbatas dengan kode (HPT); 2. sub zona hutan produksi yang dapat di konversi dengan kode (HPK). f. zona sarana pelayanan umum (SPU) meliputi: 1. sub zona sarana pelayanan umum skala kota dengan kode (SPU-1); 2. sub zona sarana pelayanan umum skala kecamatan dengan kode (SPU-2); dan 3. sub zona sarana pelayanan umum skala kelurahan dengan kode (SPU-3). g. zona pembangkitan tenaga listrik dengan kode (PLT); h. zona pertahanan dan keamanan dengan kode (HK); i. zona pertanian (P) berupa sub zona pertanian perkebunan dengan kode (P-3); j. zona pariwisata dengan kode (W); k. zona peruntukan lainnya (PL) berupa sub zona pergudangan dengan kode (PL-6); l. zona tempat pemrosesan akhir dengan kode (TPA); dan m. zona transportasi dengan kode (TR).



Bagian Kedua Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan Pasal 45



(1) Klasifikasi ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a meliputi : a.



kegiatan



diperbolehkan/diizinkan



dengan



kode I; b. b.



kegiatan diizinkan terbatas dengan kode T; kegiatan diizinkan bersyarat tertentu dengan kode B; dan



d. kegiatan tidak diizinkan dengan kode X. (2) Klasifikasi ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan dalam Tabel Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan (Matriks ITBX) pada Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Wali Kota ini. (3) Dalam hal jenis kegiatan tidak termuat dalam ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud pada lampiran VI, Wali Kota menetapkan



jenis



kegiatan



dimaksud



setelah



mendapatkan



pertimbangan dari Forum Penataan Ruang Kota Dumai.



Bagian Ketiga Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang Pasal 46



(1) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf b, meliputi: a. koefisien dasar bangunan (KDB); b. koefisien lantai bangunan (KLB); c. ketinggian bangunan; d. koefisien daerah hijau (KDH); dan e. luas kavling minimum pada zona perumahan.



(2) Luas kaveling minimum pada zona perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e sebesar 75m2 (tujuh puluh lima meter persegi). (3) Intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan dalam tabel ketentuan intensitas pemanfaatan ruang dan tata bangunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Wali Kota ini.



Bagian Keempat Ketentuan Tata Bangunan Pasal 47



(1)



Ketentuan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf c, meliputi: a. ketinggian bangunan (TB) maksimum; b. garis sempadan bangunan (GSB) minimum; c. jarak bebas antar bangunan minimal;dan d. jarak bebas samping dan jarak bebas minimum.



(2)



Ketentuan tata bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam tabel ketentuan tata bangunan pada lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.



Bagian Kelima Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal Pasal 48



(1) Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf d, meliputi : a.



jalur pejalan kaki;



b.



ruang terbuka hijau;



c.



ruang terbuka non hijau;



d.



prasarana lingkungan; dan



e.



prasarana pendukung.



(2) Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:



a. perhitungan jumlah penghuni berdasarakan unit hunian, setiap 1 (satu) unit hunian berjumlah 4 (empat) jiwa; b. pembangunan prasarana, perhitungan kebutuhan luas lahan dan luas lantai dengan memperhitungkan jumlah jiwa; c. pembangunan perumahan wajib menyediakan prasarana umum dan prasarana sosial sesuai ketentuan luas lahan dan luas lantai yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan d. pengadaan dan pembangunan prasarana umum dan prasarana sosial yang bukan menjadi kewajiban dari pembangunan perumahan harus mengikuti ketentuan luas lahan dan luas lantai yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan pada tabel ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Wali Kota ini.



Bagian Keenam Ketentuan Khusus Pasal 49



(1) Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf e terdiri atas tempat evakuasi bencana sebagai berikut : a. Sub zona sarana pelayanan umum skala kecamatan di Blok A.1.B; b. Sub zona sarana pelayanan umum skala kelurahan di Blok C.1.O, Blok C.2.K, Blok C.1.B, Blok C.1.P dan D.3.E; c. Sub zona rumah kepadatan tinggi di Blok A.1.E; d. Sub zona perdagangan dan jasa skala Sub BWP di Blok B.1.F, Blok C.1.A; e. Sub zona sarana pelayanan umum skala kota di Blok B.2.H; dan f. Sub zona kawasan peruntukan industri di Blok A.8.D, A.3.C. (2) Ketentuan khusus ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1 : 5.000 sebagaimana tercantum dalam lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.



Bagian Ketujuh Teknik Pengaturan Zonasi



Pasal 50



(1) Ketentuan teknik peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf g, terdiri atas : a. Teknik peraturan zonasi zona ambang dengan kode h; dan b. Teknik peraturan zonasi khusus dengan kode j. (2) Zona ambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berada pada kawasan Hutan Produksi Terbatas pada sub blok A.8.M, merupakan ketentuan pengaturan pada blok peruntukan yang belum mendapatkan persetujuan subtansi perubahan fungsi dari peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan dan/atau sebaliknya dari Menteri yang membidangi kehutanan sehingga pemanfaatan dan peruntukan ruangnya ditentukan kemudian berdasarkan persetujuan subtansi tersebut. (3) Zona ambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku setelah peraturan walikota ini disahkan sampai adanya peraturan berlaku, pencabutan zona ambang dilakukan melalui keputusan walikota. (4) Perubahan peruntukan kawasan hutan, perubahan fungsi kawasan hutan, dan penggunaan kawasan hutan dalam pengaturan kawasan hutan yang sudah ditetapkan sebagai zona ambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang – undangan yang berlaku. (5) Teknik peraturan zonasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah TPZ yang memberikan pembatasan pembangunan untuk melestarikan fungsi ekosistem gambut dan mencegah terjadinya kerusakan ekosistem gambut pada suatu zona. TPZ khusus berlaku pada zona sebagai berikut : a. Hutan produksi yang dapat di konversi terletak pada sub blok A.6.A, Sub Blok A.8.V, dan Sub Blok D.1.O; b. Kawasan Peruntukan Industri terletak pada Sub Blok A.5.B, Sub Blok A.3.L, dan Sub Blok A.4.G; c. Perdagangan dan Jasa Skala Sub BWP terletak pada Sub Blok D.4.N dan Sub Blok A.4.G; d. Pergudangan terletak pada Sub Blok A.2.I; e. Perkebunan terletak pada Sub Blok A.6.A, Sub Blok A.7.I, Sub Blok A.8.V dan Sub Blok C.3.G; f. Rumah Kepadatan Sedang terletak pada Sub Blok A.4.G, Sub Blok C.3.G, Sub Blok D.1.O, Sub Blok D.1M dan Sub Blok D.4.N; g. Sarana Pelayanan Umum Skala Kelurahan terletak pada Sub Blok A.6.A dan D.4.N; h. Taman Kota terletak pada Sub Blok A.7.I dan D.4.N; dan i. Taman Kecamatan terletak pada Sub Blok A.2.I dan Sub Blok A.4.G



(6) Teknik peraturan zonasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku aturan sebagai berikut : a. Pembangunan baru dan pengembangan kegiatan eksisting, pondasi bangunan menggunakan pondasi kedalaman lebih dari 5 m tipe pondasi tiang pancang beton cast in-place; b. Kawasan perkebunan wajib menyediakan saluran atau kanal air untuk menjaga kondisi intensitas air; c. Penyediaan alat pemantau kualitas udara dan pendeteksi karhutla (hotspot) sebagai sistem deteksi dini; dan d. Pembatasan pemakaian air tanah sebesar 100 meter kubik per KK per bulan. (7) Ketentuan peraturan zonasi ditetapkan dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1 : 5.000 sebagaimana tercantum dalam lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.



BAB VIII PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 51



(1) (2)



(3) (4)



(5) (6)



Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. Pelaksanaan kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagairnana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha; dan b. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan non berusaha. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh Menteri. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagairnana dimaksud pada ayat (2) di Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi, diterbitkan oleh rnenteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan oleh Menteri. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dirnaksud pada ayat (2) di Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah



(7)



(8)



(9)



yurisdiksi berlaku sampai dengan berakhirnya Perizinan Berusaha dan perizinan non berusaha lainnya. Dalam hal Perizinan Berusaha dan perizinan non berusaha sebagairnana dimaksud pada ayat (6) belum diterbitkan, maka Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang di Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan Dalam hal Perizinan Berusaha dan perizinan nonberusaha belum diterbitkan, maka Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang di Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan. Kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang mcnjadi pertimbangan dalam pelaksanaan revisi RDTR.



Paragraf 1 Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Untuk Kegiatan Berusaha Pasal 52



(1) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf a diperoleh melalui OSS. (2) Setelah memperoleh Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha dapat mengajukan permohonan Penzinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pelaku Usaha dapat rrelaksanakan kegiatan Pemanfaatan Ruang setelah memperoleh Perizinan Berusaha. Pasal 53



(1) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) meliputi: a. kegiatan berusaha untuk non-UMK; dan b. kegiatan berusaha untuk UMK. (2) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha non-UMK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui: a. Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; atau b. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. (3) Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) di Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi, dilakukan melalui Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfataan Ruang Laut diterbitkan



oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan. Pasal 54



Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasat 53 ayat (2) huruf a diberikan berdasarkan kesesuaian rencana lokasi kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RDTR. Pasal 55



Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha dilaksanakan melalui OSS dengan tahapan: a. pendaftaran; b. penilaian dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap RDTR; dan c. penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. Pasal 56



(1)



Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf a paling sedikit dilengkapi dengan: a. koordinat lokasi; b. kebutuhan luas lahan kegiatan Pemanfaatan Ruang; c. informasi penguasaan tanah; d. informasi jenis usaha; e. rencana jumiah lantai bangunan; dan f. rencana luas lantai bangunan. (2) Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf c, paling sedikit memuat: a. lokasi kegiatan; b. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang; c. koefisien dasar bangunan; d. koefisien lantai bangunan; e. ketentuan tata bangunan; dan f. persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang.



Pasal 57



Jangka waktu penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf c paling lama 1 (satu) hari sejak pendaftaran atau pembayaran penerimaan negara bukan pajak. Pasal 58



Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b diberikan dalam hal belum tersedia RDTR di lokasi rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang.



Pasal 59



(1) (2)



Perubahan peruntukan dan fungsi serta penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan. Pemanfaatan Ruang yang lokasinya berada pada Kawasan Hutan yang mengalami perubahan peruntukan dan fungsi serta belum dimuat dalam RDTR maka kegiatan Pemanfaatan Ruang dilaksanakan setelah mendapatkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha.



Pasal 60



(1)



(2) (3)



Kegiatan Pemanfaatan yang dilakukan oleh Pelaku Usaha yang termasuk dalam kelompok UMK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b, tidak melalui proses penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. Pelaku UMK sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) membuat pernyataan mandiri bahwa kegiatan usahanya telah sesuai dengan rencana tata ruang. Dalam hal pernyataan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terbukti tidak benar, kegiatan pemanfaatan ruangnya dilakukan pembinaan oleh perangkat daerah. Paragraf 2 Kesesuaian Kegiatan Pernanfaatan Ruang Untuk Kegiatan Non Berusaha Pasal 61



(1)



(2)



Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan non berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf b diperoleh melalui sistem elektronik yang diselenggarakan oleh Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan sesuai dlengan kewenangannya. Setelah memperoleh Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha, pemohon melakukan kegiatan Pemanfaatan Ruang setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pasal 62



(1)



(2)



Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan pemanfaatan Ruang untuk kegiatan non berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) dilakukan melalui: a. Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; atau b. Persetujuan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang. Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) di



(3)



Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi, dilakukan melalui : a. konfirmasi kesesuaian ruang laut; atau b. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut. Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan Pasal 63



Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a diberikan berdasarkan kesesuaian rencana lokasi kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RDTR. Pasal 64



Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a dilaksanakan melalui sistem elektronik yang diselenggarakan oleh Menteri dengan tahapan: a. pendaftaran; b. penilaian dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap RDTR; dan c. penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. Pasal 65



(1)



(2)



Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a paling sedikit dilengkapi dengan: a. koordinat lokasi; b. kebutuha luas lahan kegiatan Pernanfaatan Ruang; c. informasi penguasaan tanah; d. informasi jenis kegiatan; e. rencana jumlah lantai bangunan; dan f. rencana luas lantai bangunan. Konfirmasi kesesuaian kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf (c) , paling sedikit memuat : a. lokasi kegiatan; b. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang; c. koefisien dasar bangunan; d. koefisien lantai bangunan; e. ketentuan tata bangunan; dan f. persyaratan pelaksanaan kegiatan Pernanfaatan Ruang. Pasal 66



Jangka waktu penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c paling Iama 1 (satu) Hari sejak pendaftaran atau pembayaran penerimaan negara bukan pajak.



Pasal 67



Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan non berusaha sebagairnana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) huruf b diberikan dalam hal belum tersedia RDTR di lokasi rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang. Pasal 68



(1) (2)



Perubahan peruntukan dan fungsi serta penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan. Pemanfaatan Ruang yang lokasinya berada pada Kawasan Hutan yang mengalami perubahan peruntukan dan fungsi serta belum dimuat dalam RDTR, maka kegiatan pemanfaatan ruangnya dilaksanakan setelah mendapatkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha. BAB IX PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 69



(1) Pengendalian Pemanfaatan Ruang dilaksanakan untuk mendorong terwujudnya Tata Ruang sesuai dengan RTR. (2) Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mendorong setiap Orang agar: a. menaati RTR yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan RTR; dan c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan kesesuaian Kegiatan Pemantaatan Ruang. Pasal 70



Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dilakukan melalui: a. penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan pernyataan mandiri pelaku UMK; b. penilaian perwujudan RTR; c. pemberian insentif dan disinsentif; d. pengenaan sanksi; dan e. penyelesaian sengketa Penataan Ruang.



Bagian Kedua Penilaian Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang



Pasal 71



(1) Penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dilaksanakan untuk memastikan: a. kepatuhan pelaksanaan ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pernanfaatan Ruang; dan b. pemenuhan prosedur perolehan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. (2) Penilaian pernyataan mandiri yang dibuat oleh pelaku UMK dilaksanakan untuk rnemastikan kebenaran pernyataan mandiri yang dibuat oleh pelaku UMK. Pasal 72



(1) Penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 71 ayat (1) huruf a dilakukan pada periode: a. selama pembangunan; dan b. pasca pembangunan. (2) Penilaian pada periode selama pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan dalam memenuhi ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. (3) Penilaian pada periode selama pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. (4) Penilaian pada periode pasca pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk memastikan kepatuhan hasil pembangunan dengan ketentuan dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. (5) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang tertuang dalam dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, pelaku kegiatan Pemanfaatan Ruang diharuskan melakukan penyesuaian. (6) Dalam hal hasil penilaian pernyataan mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) ditemukan ketidaksesuaian pernyataan mandiri yang dibuat oleh pelaku UMK, dilakukan pembinaan oleh kementerian/ lembaga dan atau perangkat daerah. (7) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang tertuang dalam dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dilakukan pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 73



Hasil penilaian pelaksanaan ketentuan dalam dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang pada periode selama pembangunan dan pasca pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 dituangkan dalam bentuk tekstual dan spasial.



Pasal 74



(1) Penilaian pelaksanaan ketentuan dalam dokumen kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dilakukan oleh Menteri. (2) Penilaian pelaksanaan ketentuan dalam dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada Wali Kota Dumai. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 75



(1) Penilaian pemenuhan prosedur perolehan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaku pembangunan/ pemohon terhadap tahapan dan persyaratan perolehan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perunclangundangan. (2) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterbitkan dan/atau diperoleh dengar tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum. (3) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan RTR dapat dibatalkan oleh instansi pemerintah yang menerbitkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. (4) Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dimintakan ganti kerugian yang layak kepada instasi pemerintah yang menerbitkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian ganti kerugian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Presiden. Pasal 76



Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan penetapan hasil penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan pernyataan mandiri pelaku UMK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 sampai dengan Pasal 75 diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Penilaian Perwujudan Rencana Tata Ruang Pasal 77



Penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf b dilakukan dengan penilaian perwujudan rencana Struktur Ruang dan rencana Pola Ruang. Pasal 78



(1) Penilaian perwujudan rencana Struktur Ruang dan rencana Pola Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dilakukan dengan: a. penilaian tingkat perwujudan rencana Struktur Ruang; dan b. penilaian tingkat perwujudan rencana Pola Ruang. (2) Penilaian perwujudan rencana Struktur Ruang dan rencana Pola Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilahirkan terhadap: a. kesesuaian program; b. kesesuaian lokasi; dan c. kesesuaian waktu pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang (3) Penilaian tiirgkat perwujudan rencana Struktur Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan penyandingan pelaksanaan program pembanglunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana terhadap rencana Struktur Ruang. (4) Penilaian tingkat perwujudan rencana Pola Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan penyandingan pelaksanaan program pengelolaan lingkurrgan, pembangunan berdasarkan Perizinan Berusaha. Pasal 79



(1) Hasil penilaian tingkat perwujudan rencana Struktur Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (3) berisikan: a. muatan rencana Struktur Ruang yang terwujud; b. muatan rencana Struktur Ruang yang belum terwujud; dan c. pelaksanaan program pembangunan yang tidak sesuai dengan muatan rencana Struktur Ruang. (2) Hasil penilaian tingkat perwujudan rencana Pola Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (4) berisikan: a. muatan rencana Pola Ruang yang terwujud; b. muatan rencana pola ruang yang belum terwujud; dan c. pelaksanaan program pembangunan yang tidak sesuai dengan muatan rencana Pola Ruang. (3) Tingkat perwujudan rencana Struktur Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tingkat perwujudan rencana Pola Ruang sebagairnana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk tekstual dan spasial. Pasal 80



(1) Terhadap hasil penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dan hasil penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dilakukan pengendalian implikasi kewilayahan untuk terwujudnya keseimbangan pengembangan wilayah sebagaimana tertuang dalam RTR. (2) Pengendalian implikasi kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan membatasi: a. konsentrasi Pemanfaatan Ruang tertentu pada wilayah tertentu yang tidak sesuai dengan skenario perwujudan RTR; dan b. dominasi kegiatan Pemanfaatan Ruang tertentu.



(3) Pengendalian implikasi kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada: a. zona kendali; atau b. zona yang didorong. (4) Zona kendali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan zona dengan konsentrasi kegiatan Pemanfaatan Ruang danf atau dominasi kegiatan Pemanfaatan Ruang tertentu yang tinggi dan berpotensi melarnpau daya dukung dan daya tampung. (5) Zona yang didorong sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan zona dengan konsentrasi kegiatan Pemanfaatan Ruang dan/atau dominasi kegiatan Pemanfaatan Ruang tertentu yang sangat rendah yang perlu dittngkatkan perwujudannya sesuai dengan RTR. Pasal 81



Terhadap zona kendali dan zona yang didorong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3), dapat disusun perangkat Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Pasal 82



(1) Penilaian perwujudan RTR dilakukan secara periodik dan terusmenerus. (2) Penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dan dilaksanakan 1 (satu) tahun sebelum peninjauan kembali RTR. (3) Pelaksanaan penilaian perwujudan RTR dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dalam hal terdapat perubahan kebijakan yang bersifat strategis nasional yang ditetapkan Pasal 83



Penilaian perwujudan RTR dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Dumai. Pasal 84



Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 81 diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat Pemberian Insentif dan Disinsentif Paragraf 1 Umum Pasal 85



Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan berdasarkan asas: a. keterpaduan;



b. c. d. e. f. g. h. i. j.



keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; keberlanjutan; keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; keterbukaan; kebersamaan dan kemitraan; perlindungan kepentingan umum; kepastian hukum dan keadilan; akuntabilitas; dan Keberlanjutan.



Pasal 86



Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam penataan ruang diselenggarakan untuk: a. meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka mewujudkan tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang; b. memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan rencana tata ruang; dan c. meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang.



Paragraf 2 Pemberian Insentif Pasal 87



(1) Pemberian insentif diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang didorong pengembangannya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. (2) Pemberian insentif diberikan dengan tetap menghormati hak orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 88



(1) Insentif dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dapat berupa insentif fiskal dan/atau insentif non fiskal. (2) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. pemberian keringanan pajak; dan/atau b. Pengurangan retribusi. (3) Insentif non fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. kemudahan perizinan; b. penyediaan prasarana dan sarana; c. penghargaan; dan/atau d. publikasi atau promosi daerah. (4) Pemberian insentif fiskal dan non fiskal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pasal 89



(1) Pemberian Insentif Fiskal berupa Keringanan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) huruf a, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemberian Insentif Fiskal berupa pengurangan retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) huruf b, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 90



(1) Pemberian Insentif berupa kemudahan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a, diberikan pada saat izin dikeluarkan dan/atau perpanjangan izin. (2) Kemudahan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk percepatan pemberian perizinan yang meliputi seluruh jenis perizinan. (3) Pemberian kemudahan perizinan paling sedikit memenuhi kriteria : a. memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat; b. menyerap banyak tenaga kerja lokal; c. menggunakan sebagian besar sumber daya lokal; d. memberikan kontribusi bagi peningkatan pelayanan publik; e. bermitra dengan usaha mikro; f. berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Pasal 91



(1) Penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf b, upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah untuk memperkuat struktur ruang guna mendukung pola ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. (2) Penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikhususkan bagi pembangunan pada daerah yang termasuk dalam tingkat kepadatan penduduk rendah dan sesuai dengan tata ruang. (3) Pemberian insentif penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Walikota berdasarkan pertimbangan yang disampaikan oleh Tim Teknis berupa: a. Penyediaan sarana dan prasarana jalan lingkungan; b. Penyediaan sarana dan prasarana jembatan; c. Penyediaan sarana dan prasarana penerangan jalan Pasal 92



(1) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf c, merupakan bentuk apresiasi Pemerintah Daerah kepada para pihak yang berhasil memberikan manfaat pada tata ruang daerah . (2) Penerima penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Walikota dan diberikan pada peringatan Hari Jadi Daerah berdasarkan pertimbangan yang disampaikan oleh Forum



Penataan Ruang. Pasal 93



(1) Publikasi atau promosi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf d, merupakan upaya Pemerintah Daerah agar para pihak memberikan manfaat tata ruang yang maksimal. (2) Publikasi atau promosi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Walikota berdasarkan pertimbangan yang disampaikan oleh tim teknis dalam bentuk pemberian ruang publikasi atau promosi milik daerah berupa : a. Billboard; b. Website pemerintah daerah; c. Pameran daerah; d. Videotron daerah. Paragraf 3 Pengenaan Disinsentif Pasal 94



(1) Pengenaan Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang dibatasi pengembangannya. (2) Pengenaan Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kegiatan eksisting dengan batas waktu dan syarat sesuai dengan aturan yang berlaku; (3) Pengenaan Disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 95



(1) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 berupa disinsentif fiskal dan non fiskal. (2) Disinsentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa: a. pengenaan kenaikan tarif pajak; dan b. pengenaan kenaikan tarif retribusi daerah. (3) Disinsentif non fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa: a. kewajiban memberi kompensasi; b. persyaratan khusus dalam perizinan; c. kewajiban memberi imbalan; dan/atau d. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana. (3) Pemberian disinsentif fiskal dan non fiskal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 96



(1) Pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (3) huruf a, berupa dukungan penyediaan sarana dan prasarana untuk memperkuat struktur ruang guna mendukung pola ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. (2) Kompensasi pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mempercepat pemanfaatan ruang pada daerah yang diprioritaskan sesuai ketentuan peraturan perundang-



undangan Pasal 97



(1) Pengenaan Disinsentif persyaratan khusus dalam perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (3) huruf b diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat bagi kegiatan pemanfaatan ruang. (2) Pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebagai upaya mengantisipasi dan atau menghindari kegiatan pemanfaatan ruang yang menimbulkan kerusakan atau degradasi lingkungan, stabilitas pasar, dan/ atau kondisi sosial masyarakat. (3) Persyaratan khusus dalam perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pada saat permohonan izin dan / atau hasil pengawasan, pemantauan dan pengendalian dari Forum Penataan Ruang yang diberikan paling lama 5 (lima) tahun sesuai dengan pemanfaatan dan kebutuhan tata ruang. Pasal 98



(1) kewajiban memberi imbalan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (3) huruf c merupakan penggantian dalam bentuk nonfinansial terhadap pembangunan komponen guna lahan tertentu dalam pemanfaatan ruang untuk memastikan kelestarian lingkungan dan daya dukung alam. (2) Imbalan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditentukan berdasarkan jenis kegiatan, nilai kemanfaatan, dan skala kepentingan. (3) Imbalan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. Penyediaan dan Pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH); b. Penyediaan dan Pengelolaan resapan air; c. Penyediaan dan Pengelolaan Lingkungan. (4) Imbalan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 99



(1) Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (3) huruf d merupakan pengurangan terhadap sarana dan prasarana yang disediakan pemerintah daerah. (2) Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Forum Penataan Ruang kepada dinas terkait berdasarkan pertimbangan Tim teknis meliputi : a. Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana akses jalan; b. Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana drainase; c. Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana penerangan jalan; (3) Penyediaan sarana dan prasarana yang dibatasi oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab pemohon disinsentif.



Paragraf 4 Tatacara Pemberian Insentif dan Pengenaan Disinsentif Pasal 100



(1) Tata cara Pemberian Insentif dilakukan dengan cara : a. usulan pengenaan insentif diajukan oleh Dinas terkait kepada Walikota berdasarkan permohonan dari badan hukum atau perorangan; b. tim teknis melakukan kajian terhadap berkas dan peninjauan lapangan; c. tim teknis memberikan rekomendasi penerimaan permohonan atau penolakan permohonan; d. rekomendasi penerimaan permohonan insentif dilakukan pada Tahun Anggaran berikutnya; e. rekomendasi penolakan permohonan insentif disampaikan kepada pemohon disertai dengan alasan penolakan; f. Pemberian insentif ditetapkan dengan Keputusan Walikota. (2) Usulan alokasi anggaran pemberian insentif dilakukan paling lambat 31 Oktober pada anggaran tahun berjalan dan direalisasikan pada tahun berikutnya. Pasal 101



(1) Tata cara Pengenaan Disinsentif dilakukan dengan cara : a. pemohon menyampaikan permohonan ijin kepada DPUPR; b. tim teknis melakukan kajian terhadap berkas permohonan dan melakukan peninjauan lapangan; c. tim teknis memberikan rekomendasi penerimaan atau penolakan permohonan; d. rekomendasi penerimaan permohonan disinsentif dilakukan pada Tahun Anggaran berjalan; e. rekomendasi penolakan permohonan disinsentif disampaikan kepada pemohon disertai dengan alasan penolakan; dan f. pengenaan Disinsentif ditetapkan dengan Keputusan Walikota. (2) Pengenaan Disinsentif dimasukan dalam laporan pertanggungjawaban APBD Kota Dumai. Bagian Kelima Sanksi Pasal 102



Terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran pengaturan pemanfaatan ruang sebagaimana diatur berdasarkan Peraturan Wali Kota ini dikenakan sanksi administratif.



Pasal 103



(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dikenakan kepada setiap Orang yang tidak menaati Peraturan Walikota ini yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang. (2) Pemeriksaan perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui audit Tata Ruang. (3) Audit Tata Ruang sebagairnana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. (4) Hasil audit Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Wali Kota. (5) Dalam pelaksanaan audit tata ruang, tim audit Tata Ruang dapat dibantu oleh penyidilk pegawai negeri sipil penataan ruang dan ahli lainnya sesuai kebutuhan. Pasal 104



(1)



(2) (3)



(4)



(5)



Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 102 dikenakan juga kepada Orang yang tidak mematuhi ketentuan Pemanfaatan Ruang dalam Peraturan Wali Kota ini. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat langsung dikenakan tanpa melalui proses dudit Tata Ruang. Perbuatan tidak menaati Peraturan Wali Kota yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 102 ayat (1) dan tidak mematuhi ketentuan Pemanfaatan Ruang dalam RTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Pemanfaatan Ruang yang tidak memiliki kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang; dan/ atau b. Pemanfaatan Ruang yang tidak mematuhi ketentuan dalam muatan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. Selain perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sanksi administratif dapat dikenakan kepada setiap orang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundangundangan dinyatakan sebagai milik umum. Perbuatan menghalangi akses sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa penutupan akses secara sementara maupun perrnanen. Pasal 105



Pengenaan sanksi administratif dilakukan berdasarkan: a. hasil penilaian pelaksanaan ketentuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang; b. hasil Pengawasan Penataan Ruang; c. hasil audit tata ruang; dan/ atau d. pengaduan pelangaaran pemanfaatan ruang.



Pasal 106



(1) Pengenaan sanksi administratif dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Dalam hal wali kota tidak melaksanakan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 2 (dua) bulan setelah adanya penetapan pengenaan sanksi administratif, gubernur mengambil alih pengenaan sanksi administratif yang tidak dilaksanakan oleh wali kota. (3) Dalam hal gubernur tidak melaksanakan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 4 (empat) bulan setelah adanya penetapan pengenaan sanksi administratif oleh walikota, menteri mengambil alih pengenaan sanksi administratif yang tidak dilaksanakan oleh gubernur. Paragraf 1



Kriteria dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Pasal 107



(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 berupa : a. peringatan tertulis; b. denda administratif; c. penghentian sementara kegiatan; d. penghentian sementara pelayanan umum; e. penutupan lokasi; f. pencabutan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; g. pembatalan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; h. pembongkaran bangunan; dan/atau i. pemulihan fungsi ruang. (2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan tanda pemberitahuan, pelanggaran Pemanfaatan Ruang. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai dcngan upaya paksa oleh Pemerintah Pusat dan / atau Pemerintah Daerah. (4) Pengenaan sanksi administratif dapat dilakukan melalui koordinasi dengan kementerian/lembaga dan/atau perangkat.



Pasal 108



Sanksi administratif terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang dikenakan berdasarkan kriteria: a. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran Pemanfaatan Ruang: b. nilai manfaatn pengenaan sanksi yang diberikan terhadap Pemanfaatan Ruang; dan/atau



c. kerugian publik yang ditimbuikan akibat pelanggaran Pemanfaatan Ruang. Pasal 109



Pengenaan sanksi adrninistratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dilaksanakan melalui tahapan: a. pelaksanaan inventarisasi kasus; b. pengumpulan dan pendalaman materi, data, dan informasi; c. penelusuran kajian teknis dan kajian hukum; d. penecapan tindakan sanksi; e. penyelenggaraan forum sosialisasi; dan f. pengenaan sanksi administratif. Pasal 110



(1)



(2)



(3) (4)



Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf a dilakukan melalui penerbitan surat peringatan tertulis dari pejabat yang berwenang. Surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. rincian pelanggaran dalam Penataan Ruang; b. kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RTR dan ketentuan teknis Pemanfaatan Ruang; dan c. tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan apabila tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana djmaksud pada huruf b. Surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali. Dalam hal surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan berupa pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf i sesuai dengan kewenangannya. Pasal 111



(1) Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf b dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan sanksi adrninistratlf lainnya. (2) Penghitungan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan: a. nilai jual objek pajak; b. luas lahan dan luas bangunan; c. indeks kawasan; dan/atau d. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan.



(3) Denda administratif dapat berupa denda progresif yang disyaratkan sampai pelanggar memenuhi ketentuan dalam sanksi administratif lainnya. (4) Bentuk dan cara penghitungan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam peraturan wali kota. Pasal 112



(1)



(2)



Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf c dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang menerbitkan Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110; b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Kegiatan pemanfaatan ruang dan/atau surat penyegelan; c. dalam hal pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan sementara, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Secara Paksa terhadap kegiatan pemanfaatan ruang; d. berdasarkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Secara Paksa, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar bahwa akan segera dilakukan tindakan penertiban oleh aparat penertiban; e. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang melakukan penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan f. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang. Surat keputusan penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat: a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang beserta bentuk pelanggarannya; b. peringatan kepada pelanggar untuk menghentikan kegiatan sementara sampai dengan pelanggar memenuhi kewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang;



c. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar dengan kesadaran sendiri melakukan penghentian sementara kegiatan dan melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan d. konsekuensi akan dilakukannya penghentian kegiatan sementara secara paksa apabila pelanggar mengabaikan surat keputusan. Pasal 113



(1)



(2)



Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf d dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang dengan menerbitan Surat Peringatan Tertulis; b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Pelayanan Umum; c. berdasarkan Surat Keputusan Penghentian Sementara Pelayanan Umum, pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan sementara pelayanan kepada orang yang melakukan pelanggaran, disertai penjelasan secukupnya; d. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada pelanggar; dan e. setelah pelayanan umum dihentikan kepada orang yang melakukan pelanggaran, perangkat daerah bidang penataan ruang melakukan pengawasan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada orang yang melakukan pelanggaran tersebut sampai dengan terpenuhinya kewajiban. Surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang beserta bentuk pelanggarannya; b. rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus; c. peringatan kepada pelanggar untuk mengambil tindakan- tindakan yang diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang; d. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar dengan kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan e. konsekuensi akan dilakukannya penghentian sementara pelayanan umum apabila pelanggar mengabaikan surat keputusan.



Pasal 114



(1)



(2)



Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf e dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang menerbitkan Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110; b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Keputusan Penutupan Lokasi; c. berdasarkan Surat Keputusan Penutupan Lokasi, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan; d. pejabat yang berwenang melakukan penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan e. setelah penutupan lokasi dilakukan, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang. Surat Pemberitahuan Penutupan Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat: a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara evaluasi; b. peringatan kepada pelanggar untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang; c. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar untuk dengan kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan d. konsekuensi akan dilakukannya penutupan lokasi secara paksa apabila pelanggar mengabaikan surat peringatan.



Pasal 115



Pencabutan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf f dilakukan dalam hal pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang tidak sesuai dengan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.



Pasal 116



Pembatalan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf g dilakukan dalam hal Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang tidak diperoleh dengan prosedur yang benar. Pasal 117



(1)



(2)



Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf h dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: a. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang menerbitkan Surat Peringatan Tertulis; b. dalam hal Surat Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Keputusan Pembongkaran Bangunan; c. berdasarkan Surat Keputusan Pembongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf b, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan d. dalam melakukan tindakan penertiban sebagaimana dimaksud pada huruf c, pejabat yang berwenang dapat meminta bantuan Satpol PP. Surat Keputusan Pembongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d memuat: a. pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara evaluasi; b. peringatan kepada pelanggar untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang; c. batas waktu maksimum yang diberikan kepada pelanggar untuk dengan kesadaran sendiri melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan d. konsekuensi akan dilakukannya pembongkaran bangunan secara paksa apabila pelanggar mengabaikan surat peringatan. Pasal 118



(1) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf i rnerupakan upaya untuk merehabilitasi ruang agar dapat kembali sesuai dengan fungsi yarrg ditetapkan dalam RDTR.



(2) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan apabila terbukti adanya perubahan fungsi ruang yang diakibatkan oleh Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan RTR. (3) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab pihak yang melanggar. (4) Biaya pemulihan fungsi rang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berasal dari denda administratif. (5) Dalam hal pihak yang melangar dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dengan pengenaan disinsentif pada pihak yang melanggar. BAB X HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu Hak Masyarakat Pasal 119



Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat berhak: a. berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah; c. menikilometerati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang; d. memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; e. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya; f. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; g. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian; dan h. mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang. Bagian Kedua Kewajiban Masyarakat



Pasal 120



Kewajiban masyarakat dalam penataan ruang wilayah meliputi: a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Pasal 121



(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. (2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.



Bagian Ketiga Peran Masyarakat Pasal 122



(1)



(2)



(3) (4)



(5)



Peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: a. peran masyarakat dalam pelaksanaan penataan ruang; dan b. peran masyarakat dalam pengawasaan penataan ruang. Peran masyarakat dalam pelaksanaan penataan ruang dilakukan pada tahap: a. proses perencanaan tata ruang; b. pemanfaatan ruang; dan c. pengendalian pemanfaatan ruang. Peran masyarakat dalam pengawasan penataan ruang dilakukan secara terus menerus selama masa berlakunya Rencana Tata Ruang. Ketentuan mengenai peran masyarakat dalam pelaksanaan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berpedoman kepada peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai peran masyarakat dalam pengawasan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui:



(6) (7) (8)



a. keikutsertaan memantau pelaksanaan penyelenggaraan penataan ruang; b. keikutsertaan mengevaluasi pelaksanaan penyelenggaraan penataan ruang; dan c. pemberian laporan terhadap ketidaksesuaian terhadap penyelenggaraan penataan ruang. Peran masyarakat dibidang penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara lisan dan/atau tertulis. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat disampaikan kepada Wali Kota. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga dapat disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Wali Kota. Peran Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang Pasal 123



(1)



(2) (3)



Bentuk peran masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (2) huruf a dapat berupa: a. masukan, meliputi: 1) persiapan penyusunan rencana tata ruang; 2) penentuan arah pengembangan kota; 3) pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan; 4) perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan 5) penetapan rencana tata ruang. b. menyampaikan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang; dan c. melakukan kerja sama dengan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur masyarakat. Kerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang. Masyarakat dapat menyampaikan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a melalui forum pertemuan yang difasilitasi oleh pemerintah daerah. Peran Masyarakat dalam Pemanfaatan Ruang Pasal 124



Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (2) huruf b dapat berupa: a. melakukan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang; c. memberikan dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana dalam pengelolaan pemanfaatan ruang;



d. meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e. melakukan kerjasama pengelolaan ruang dengan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah daerah, dan/atau dan pihak lainnya secara bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan penataan ruang; f. menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan Sumber Daya Alam (SDA); g. melakukan usaha investasi dan/atau jasa keahlian; dan h. mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah atau pihak lain apabila kegiatan pembangunan yang dilaksanakan merugikan.



Peran Masyarakat dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pasal 125



Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (2) huruf c dapat berupa: a. memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan, pemberian insentif, dan disinsentif serta pengenaan sanksi; b. turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang, rencana tata ruang yang telah ditetapkan, dan pemenuhan standar pelayanan minimal di bidang penataan ruang; c. melaporkan kepada instansi/pejabat yang berwenang dalam hal menemukan kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan adanya indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, tidak memenuhi standar pelayanan minimal dan/atau masalah yang terjadi di masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang; d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik yang dipandang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan e. mengajukan gugatan pembatalan izin dan/atau penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada instansi yang berwenang. Pasal 126



(1) Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah dapat membangun strategi pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang. (2) Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Wali Kota.



BAB XI KERJASAMA Pasal 127 (1) Pemerintah



Daerah dapat melakukan kerjasama dengan daerah perbatasan dan/atau pemerintah daerah lain, perguruan tinggi dan swasta dalam pelaksanaan RDTR dalam rangka: a. meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat berdasarkan RTRW Kota Dumai dan RDTR BWP Medang Kampai; b. meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemanfaatan sumber daya; c. meningkatkan kebersamaan dalam memecahkan permasalahan pelaksanaan RDTR; d. mempercepat akselerasi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pemanfaatan ruang berdasarkan RTRW Kota Dumai dan RDTR BWP Medang Kampai; e. mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam penyediaan prasarana dan sarana perkotaan melalui pengerahan dana swasta; f. meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat; dan g. meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam penyediaan prasarana dan sarana. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 128



Pemerintah daerah melakukan pembinaan penyelenggaraan RDTR dengan cara: a. mensosialisasikan RDTR, peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang penataan ruang; b. pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang; c. pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang; d. menyebarluaskan informasi penataan ruang kepada masyarakat; dan e. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.



Bagian Kedua Pengawasan Pasal 129



(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan pelaksanaan RDTR sesuai dengan kewenangannya melalui: a. pemantauan; b. evaluasi; dan c. pelaporan. (2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. pengamatan; b. pencatatan; c. perekaman; d. pemeriksaan laporan; dan/atau e. peninjauan secara langsung. (3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan melalui kegiatan analisis dan penilaian terhadap hasil pemantauan yang hasilnya sebagai dasar peninjauan atas pelaksanaan RDTR . (4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, disampaikan oleh kepala OPD yang mengeluarkan izin dan rekomendasi kepada Wali Kota secara berkala atau sesuai kebutuhan BAB XIII KELEMBAGAAN Pasal 130



(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penataan ruang dan kerjasama antar sektor/daerah di bidang penataan ruang, dibentuk Forum Penataan Ruang Kota Dumai. (2) Untuk membantu pelaksanaan tugas Forum Penataan Ruang Daerah Kota Dumai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk Sekretariat dan Kelompok Kerja yang terbagi atas Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang dan Kelompok Kerja Pemanfaatan serta Kelompok Kerja Pengendalian Pemanfaatan Ruang. (3) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Forum Penataan Ruang Daerah Kota Dumai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Wali Kota.



BAB XIV PENYIDIKAN



Pasal 131



(1)



Selain pejabat penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang -Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam bidang penataan ruang; c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang; d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidan penataan ruang; e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan ruang. (3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Pejabat Penyidik Kepolisan Negara Republik Indonesia. (4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai negri sipil melakukan koordinasi dengan Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. (6) Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XV KETENTUAN LAIN-LAIN



Pasal 132



(1)



(2)



(3)



Jangka waktu RDTR Perkotaan BWP Medang Kampai adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan RDTR Perkotaan BWP Medang Kampai dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Peraturan Walikota tentang RDTR Perkotaan BWP Medang Kampai Tahun 2021 – 2041 dilengkapi dengan buku rencana dan album peta yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.



BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 133



(1)



(2)



Pada saat mulai berlakunya Peraturan Walikota ini, semua ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan penataan ruang Kota tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Walikota ini. Dengan berlakunya Peraturan Walikota ini, maka: a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Walikota ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Walikota ini berlaku ketentuan: 1. Dalam hal pemilik izin belum melaksanakan pembangunan, maka izin yang telah dikeluarkan disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Walikota ini; 2. Dalam hal pemilik izin sudah melaksanakan pembangunan, maka dilakukan penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan ketentuan Perundang-undangan; 3. Dalam hal sudah dilaksanakan pembangunan dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Walikota ini, maka izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak; dan 4. penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada angka 3 terlebih dahulu dinilai oleh Lembaga Penilai Independen dengan memperhatikan indikator sebagai berikut: a) memperhatikan harga pasaran setempat; b) sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak; atau c) menyesuaikan kemampuan keuangan daerah.



5. Lembaga Penilai Independen dimaksud angka 4, lembaga yang terdaftar resmi di kementerian Keuangan dan atau Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia atau sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Walikota ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Walikota ini; dan d. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut: 1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Walikota ini, pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Walikota ini; 2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Walikota ini, dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan. BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 134



Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini, dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Dumai.



Ditetapkan di Kota Dumai. pada tanggal …………… 2021 WALIKOTA DUMAI,



(...............................................) H. Paisal, SKM,MARS



Diundangkan di Kota Dumai Pada tanggal …………………….… 2021 SEKRETARIS DAERAH KOTA DUMAI,



(…………………………………………) Dr. H.M. Herdi Salioso, S.E., M.A