Referat Batu Saluran Kemih [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT BATU SALURAN KEMIH



Pembimbing :



dr. ISDIYANTO, SpU



Disusun oleh : Erianti Dian Ramadhani 03014056



KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH PERIODE FEBRUARI 2020 – APRIL 2020 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA



LEMBAR PENGESAHAN



Referat “BATU



SALURAN KEMIH”



Penyusun: Erianti Dian Ramadhani - 03014056



Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Bedah di Fakultas Kedokteran Trisakti Periode Februari 2020 – April 2020



Jakarta, Maret



dr. Isdiyanto, SpU



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala nikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul “Batu Saluran Kemih” Adapun penulisan referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan Ilmu Bedah di Fakultas Kedokteran Trisakti. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Isdiyanto, SpU, selaku pembimbing yang telah membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan referat ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan sesama koasisten radiologi di Fakultas Kedokteran Trisakti dan semua pihak yang turut serta berperan memberikan doa, semangat dan membantu kelancaran dalam proses penyusunan referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Pada kesempatan ini, penulis memohon maaf kepada para pembaca. Masukan, kritik, dan saran akan penulis jadikan bahan pertimbangan agar penelitian kedepannya menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.



Jakarta, Maret 2020



Penulis



DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii HALAMAN KATA PENGANTAR .............................................................................. iii DAFTAR ISI ................................................................................................................. iv BAB I



PENDAHULUAN ............................................................................................ 1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 2 2.1 Anatomi........................................................................................................ 2 2.2 Epidemiologi ................................................................................................ 5 2.3 Klasifikasi ................................................................................................... 6 2.4 Faktor Risiko ................................................................................................ 6 2.5 Manifestasi Klinis......................................................................................... 7 2.6 Diagnosis ..................................................................................................... 7 2.6.1 Anamnesis .............................................................................................. 7 2.6.2 Pemeriksaan fisik ................................................................................... 8 2.6.3 Pemeriksaan Laboratorium .................................................................... 9 2.6.4 Pemeriksaan USG .................................................................................. 9 2.7 Jenis batu ............................... .......................................................................11 2.8 Penatalaksanaan ..........................................................................................17 BAB III KESIMPULAN............................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 21



BAB I PENDAHULUAN



Batu Saluran Kemih atau Urolithiasis (Ouron: urin dan lithos: batu) adalah suatu kondisi dimana terbentuknya masa keras berbentuk batu (Kalkuli) di sepanjang saluran kemih sehingga menimbulkan rasa nyeri, pendarahan dan infeksi. Batu saluran kemih dikelompokkan berdasarkan lokasi terdapatnya batu dalam saluran kemih antara lain batu ginjal, saluran ureter, kandung kemih, dan uretra.(1,2) Batu saluran kemih termasuk dalam tiga kategori masalah dibidang urologi yang banyak terjadi di Indonesia selain infeksi saluran kemih dan benigh prostatic hyperplasia.(3) Pembentukan batu dalam saluran kemih terjadi pada sekitar 12% dari poupulasi global dan tingkat kemunculannya pada pria adalah 70-81% dan 47-60% pada wanita. Diperikirakan setidaknya 10% dari populasi di dunia menderita dengan masalah pembentukan batu di saluran kemih. Tingkat kejadian pada pria tiga kali lebih tinggi daripada wanita, karena meningkatkan kapasitas testosterone dan menghambat kapasitas estrogen dalam pembentukan batu.(4) Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Dari data yang pernah di publikasikan penngkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di Rumah Sakit Cipto Magunkusumo dari tahun ke tahun semakin meningkat. (5) Terbentuknya batu saluran kemih diduga adanya hubungan dengan ras, lingkungan, gender dan usia. Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering muncul pada semua jenis batu. Oleh karena itu, dibutuhkan penegakan diagnosis dan penatalaksanaan yang pada pasien dengan batu saluran kemih. Pada referat batu saluran kemih ini, akan dibahas mengenai definisi, prevalensi, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya batu saluran kemih dan penegakan diagnosis serta tatalaksana pada batu saluran kemih.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI TRAKTUS URINARIUS 2.1.1 GINJAL Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf, dan ureter.



Gambar 1. Ginjal (Netter, Frank H. Atlas of human anatomy) Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua. Lapisan luar terdiri dari lapisan korteks (subtansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian medulla (subtansia medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal piramid. Puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Masing-masing piramid dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah renalis 15-16 buah. Garis-garis yang terlihat di piramid disebut tubulus nefron yang merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal (tubulus kontorti satu), ansa henle, tubulus distal (tubulus kontorti dua) dan tubulus urinarius (papilla vateri).



Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat menyaring darah 170 liter. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang-lubang yang terdapat pada piramid renal masing-masing membentuk simpul dari kapiler satu badan malfigi yang disebut glomerulus. Pembuluh aferen yang bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior.



 Vaskularisasi Ginjal(6)



`



```` Gambar 2. Vaskularisasi ginjal(6)



Arteri renalis berada pada level IV disc antara vertebra L1 dan L2. Arteri renalis dextra yang lebih panjang melewati bagian posterior menuju IVC. Masing-masing arteri terbagi menjadi lima segmental arteries yang merupakan end arteries, yang tidak beranastomosis. Vena renalis berada di sebelah anterior arteri renalis, dan arteri renalis sinistra yang lebih panjang melewati bagian anterior aorta. Masing-masing vena renalis bermuara di IVC (inferior vein cava). Arteri suprarenalis berasal dari tiga sumber yaitu: superior suprarenal arteries (enam sampai dengan delapan) dari inferior phrenic artery, middle suprarenal arteries (satu atau lebih) dari abdominal aorta di dekat superior mesenteric artery, inferior suprarenal arteries (satu atau lebih) dari renal artery.



Aliran vena dari suprarenal gland mengalir menuju suprarenal vein. Short right suprarenal vein mengalir menuju IVC, sementara itu left suprarenal vein yang lebih besar, sering bergabung dengan inferior phrenic vein, akhirnya menuangkan isinya ke left renal vein.  Persarafan Ginjal(7) Reseptor nyeri pada traktus urinarius bagian atas berperan dalam persepsi nyeri dari kolik renalis. Reseptor ini terletak pada bagian sub mukosa dari pelvis renalis, calyx, capsula renalis, dan ureter pars superior. Terjadinya distensi yang akut merupakan faktor penting dalam perkembangan nyeri kolik renalis daripada spasme, iritasi lokal, atau hiperperistaltik ureter. Rangsangan pada peripelvis capsula renalis menyebabkan nyeri pada regio flank, sedangkan rangsangan pada pelvis renalis dan calyx menyebabkan nyeri berupa kolik renalis. Iritasi pada mukosa juga dapat dirasakan oleh kemoreseptor pada pelvis renalis dengan derajat yang bervariasi, tetapi iritasi ini berperan sangat kecil dalam terjadinya nyeri kolik renalis atau kolik ureteral. Serat-serat nyeri dari ginjal terutama saraf-saraf simpatis preganglion mencapai medula spinalis setinggi T11-L2 melalui nervus dorsalis. Ganglion aortorenal, celiac, dan mesenterika inferior juga terlibat. Sinyal transmisi dari nyeri



ginjal



muncul



terutama



melalui



traktus



spinothalamikus. 2.1.2 URETER(8) Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang dibentuk dari jaringan otot polos, yang menghubungkan dinjal dengan vesika urinaria dan berfungsi mengalirkan urin. Pada orang dewasa 20-30cm, dengan penampang 0,5cm. dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melaukan gerakan peristaltic.Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan tengah lapisan otot polos dan lapisan sebelah dalam lapisan mukosa. Secara anatomis, terdpaat beberapa tempat dengan ukuran diameter relative lebih sempit, sehingga batu atau benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut dan menimbulkan kolik ginjal. Tempat tersebut antara lain: 1. Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter junction (proksimal ureter) 2. Pada tempat ureter menyilang arteri iliaca di rongga pelvis



3. Pada saat ureter masuk kedalam vesika urinaria (distal ureter)



Pada saat kedua ureter memasuki vesica urinaria mereka berjarak sekitar 5 cm. Dan saat vesica urinaria terisi penuh, muara dari kedua ureter ini berjarak sama sekitar 5 cm, tetapi saat vesica urinaria dalam keadaan kosong muara dari kedua ureter berjarak sekitar 2,5 cm. Diameter lumen dari ureter di junctura ureteropelvicum sekitar 2 mm, di bagian tengah sekitar 10 mm, saat menyilang arteri iliaca externa sekitar 4 mm, dan di junctura ureterovesicalis sekitar 3-4 mm.  Vaskularisasi Arteri yang memberikan suplai darah kepada ureter sangat bervariasi dan bersumber pada a. Renalis, aorta abdominalis, a. Ovarica/a. Testicularis, a. Iliaca interna, a. Uterina dan a. Vesicalis. Percabangan-percabangan dari a. Vesicalis inferior, yang selain memberi vascularisasi kepada ureter pars inferior, juga kepada trigonum vesicae Lieutaudi. Pembuluh vena berjalan bersama-sama dengan arteri.  Persarafan Pada ureter bagian bawah, sinyal nyeri juga didistribusikan melalui saraf genitofemoral dan ilioinguinal. Nervi erigentes, yang menginervasi ureter intramural dan kandung kemih, bertanggung jawab atas beberapa gejala kandung kemih yang sering menyertai kalkulus ureter intramural.



2.1.3 VESIKA URINARIA(9) Vesika urinaria (kandung kemih) adalah sebuah kantong yang dibentuk oleh jaringan ikat dan otot polos, berfungsi sebagai tempat penyimpanan urine dari yreter dan kemudian mengeluarkannya ke uretra dalam mekanisme miksi. Dinding vesika uriaria memiliki beberapa lapisan: 1. Serosa, yaitu lapisan trluar, merupakan perpanjangan dari lapisan periotenal rongga abdiminopevis. 2. Otot detrusor, yaitu lapisan tengah. Terdiri dari 3 lapisan polos yang saling membentuk sudut. Berperan dala proses urinasi.



3. Submukosa, yaitu lapisan jaringan ikat, meghubungan antara lapisan otot detrusor dengan lapisan mukosa. 4. Mukosa terdiri dari epitel-eptel transisional. Membtnuk lipatan saat dalam keadaan rileks dan akan memipih saat keadaan terisi penuh.



Gambar 3. Vesika Urinaria (9)



Bagian vesika urinaria terdiri dari: 1.



Fundus yaitu, bagian yang menghadap ke arah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari



rektum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferen, vesika seminalis dan prostat. 2.



Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.



3.



Verteks, bagian yang mancung ke arah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika



umbilikalis.



 Vaskularisasi Vesika Urinaria Peredaran darah vesika urinaria berasal dari arteri vesikalis superior dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna. Venanya membentuk pleksus venosus vesikalis yang berhubungan dengan pleksus prostatikus yang mengalirkan darah ke vena iliaka interna.



 Persarafan vesika urinaria Persarafan vesika urinaria berasal dari pleksus hipogastrika inferior. Serabut ganglion simpatikus berasal dari ganglion lumbalis ke-1 dan ke-2 yang berjalan turun ke vesika urinaria melalui pleksus hipogastrikus. Serabut preganglion parasimpatis yang keluar dari nervus splenikus pelvis yang berasal dari nervus sakralis 2, 3 dan 4 berjalan melalui hipogastrikus inferior mencapai dinding vesika urinaria. Sebagian besar serabut aferen sensoris yan g keluar dari vesika urinaria menuju sistem susunan saraf pusat melalui nervus splanikus pelvikus berjalan bersama saraf simpatis melalui pleksus hipogastrikus masuk kedalam segmen lumbal ke-1 dan ke-2 medula spinalis.



2.1.4 URETHRA(8)



Gambar 4. Urethra Perempuan (8) Urethra adalah saluran akhir dari Traktus Urinarius yang mengalirkan urn eke luar tubuh. Pada pria, urethra juga berfungsi sebagai penyalur cairn semen(mani).







Urethra perempuan Urethra perempuan panjang 4cm, terletak di bagian anterior vagina, muara disebut ostium urethra externum, berada didalam vestibulum vaginae, di ventralis dari ostium vagina, diantara kedua ujung anterior labia minora. Berjalan melalui diaphragm pelvis dan diaphragm urogenital. Pada dindin dorsal terdapat suatu lipatan yang menonjol, membentuk crista urethralis. Urethra difiksasi pada os pubis oleh serabut ligamentum pubovesicale.



 Vaskularisasi Pars cranialis mendapat suplai darah dari a. vesicalis inferior. Pars medialis endapat suplai darah dari cabang-cabang a. vesicalis inferior dan a. uterine. Sedangkan pars caudalis mendapat vascularisasi dari cabang-cabang a. pudenda interna. Aliran darah venous dibawa menuju ke plexus venosus vesiclis dan v. pudenda interna.  Persarafan Pars cranialis urethra dipersarafi oleh cabang-cabang dari plexus nervous vesicalis dan plexus nervous uterovaginalis. Pars caudalis dipersarafi oleh n. pudendus.







Urethra Pria



Gambar 5. Urethra Laki-laki (8) Lapisan uretra laki-lakin terdiri lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa. Uretra mulai dari orifisium uretra interna di dalam vesika urinaria sampai orifisium eksterna. Pada penis panjangnya 17,5-20 cm yang terdiri dari bagian-bagian berikut: Uretra prostatika merupakan saluran terlebar panjangnya 3 cm, berjalan hampir vertikulum melalui glandula prostat , mulai dari basis sampai ke apaks dan lebih dekat ke permukaan anterior. Uretra pars membranasea ini merupakan saluran yang paling pendek dan paling dangkal, berjalan mengarah ke bawah dan ke depan di antara apaks glandula prostata dan bulbus uretra. Pars membranesea menembus diagfragma urogenitalis, panjangnya kira-kira 2,5 cm, di belakang simfisis pubis diliputi oleh jaringan sfingter uretra membranasea. Di depan saluran ini terdapat vena dorsalis penis yang mencapai pelvis di antara ligamentum transversal pelvis dan ligamentum arquarta pubis.



Uretra pars kavernosus merupakan saluran terpanjang dari uretra dan terdapat di dalam korpus kavernosus uretra, panjangnya kira-kira 15 cm, mulai dari pars membranasea sampai ke orifisium dari diafragma urogenitalis. Pars kavernosus uretra berjalan ke depan dan ke atas menuju bagian depan simfisis pubis. Pada keadaan penis berkontraksi, pars kavernosus akan membelok ke bawah dan ke depan. Pars kavernosus ini dangkal sesuai dengan korpus penis 6 mm dan berdilatasi ke belakang. Bagian depan berdilatasi di dalam glans penis yang akan membentuk fossa navikularis uretra. Oriifisium uretra eksterna merupakan bagian erektor yang paling berkontraksi berupa sebuah celah vertikal ditutupi oleh kedua sisi bibir kecil dan panjangnya 6 mm. glandula uretralis yang akan bermuara ke dalam uretra dibagi dalam dua bagian, yaitu glandula dan lakuna. Glandula terdapat di bawah tunika mukosa di dalam korpus kavernosus uretra (glandula pars uretralis). Lakuna bagian dalam epitelium. Lakuna yang lebih besar dipermukaan atas di sebut lakuna magma orifisium dan lakuna ini menyebar ke depan sehingga dengan mudah menghalangi ujung kateter yang dilalui sepanjang saluran  Vaskulariasi Urethra pars prostatica mendapat suplai darah terutama dari a. vesicalis inferior dan a. rectalis media. Urethra pars membranacea diberi suplai darah oleh a. bulbi penis. Urethra pars spongiosa mendapat suplai darah adari a. urethralis dan cabang-cabang a. dorsalis penis dan a. profunda penis. Aliran darah venous menuju ke plexus venosus prostaticus dan ke v. pudenda interna.



 Persarafan Urethra pars prostatica menerima innevarsi dari plexus nervosus prostaticus. Urethra pars membranacea dipersarafi oleh n. cavernosus penis dan pars spongiosa diinervasi oleh cabang dari n. pudensus.



2.2 BATU SALURAN KEMIH Batu Saluran Kemih atau Urolitiasis adalah proses terbentuknya batu (kalkuli) pada traktus urinarius. Urolitiasis adalah penyebab umum adanya keluhan ditemukan darah dalam urin dan nyeri di abdomen, pelvis, atau inguinal. Urolitiasis terjadi pada 1 dari 20



orang pada suatu waktu dalam kehidupan mereka. 10



2.3 EPIDEMIOLOGI Di Indonesia, batu saluran kemih menduduki kasus tersering diantara seluruh kasus urologi. Belum terdapat data angka prevalensi batu salurn kemih nasional di Indonesia. Di beberapa negara di dunia berkisar antara 1-20%. Laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan perempuan yaitu 3:1 dengan puncak insiden terjadi pada usia 40-50 tahun. (11)



2.4 KLASIFIKASI 2.4.1



Klasifikasi Berdasarkan Etiologi(11)



Urolitiasis Non Infeksi a. Kalsium oksalat



b. Kalsium phospat



c.



Asam urat



Urolitiasis dengan Infeksi a. Magnesium ammonium phospat



b. Karbonat apatit



c. Amonium urat Genetik



a. Cistin



b. Xanthin



c. 2,8-dihidroksiadenin Obat 2.4.2



Klasifikasi Berdasarkan Ukuran dan Lokasi



Berdasarkan diameter ukurannya secara dua dimensi dibagi menjadi >5 cm, 4-10 cm, 10-20 cm, dan > 20 cm. Sedangkan berdasarkan posisi anatominya kalkuli dibagi menjadi: calyx superior, medius, atau inferior; pelvis renali; ureter proksimal, medius, dan distal; dan vesica urinaria. 12 2.4.3



Klasifikasi Berdasarkan Gambaran Radiologis



Pembagian kalkuli berdasarkan gambaran radiologisnya menjadi tiga yaitu: radiopak, radiopak lemah, dan radiolusen. Yang bersifat radiopak yaitu: kalkuli kalsium oksalat dihidrat, kalsium oksalat monohidrat, dan kalsium phospat. Yang gambaran radiologisnya radiopak lemah: magnesium amonium phospat, apatite, dan sistin. Dan yang tergolong radiolusen: kalkuli asam urat, amonium urat, xanthin, 2,8-didroksiadenin, batu karena obat-obatan.11



2.5 FAKTOR RESIKO(13) A. Diet Konsumsi makanan tinggi protein yang berlebihan dan garam akan meningkatkan pembentukan batu saluran kemih . Diet banyak purin (kerang-kerangan, anggur), oksalat (teh, kopi, cokelat, minuman soda, bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin dan jeroan) mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih. Makan-makanan yang banyak mengandung serat dan protein nabati mengurangi risiko batu saluran kemih dan makanan yang mengandung lemak dan protein hewani akan meningkatkan risiko batu saluran kemih.



B. Riwayat Keluarga



Riwayat anggota keluarga sebelumnya yang pernah menderita batu saluran kemih



akan



memberikan resiko lebih besar timbulnya gangguan/penyakit batu saluran kemih pada anggota keluarga lainnya. Lebih kurang 30-40% penderita kalsium oksalat mempunyai riwayat keluarga yang positif menderita batu saluran kemih. Namun sampai saat ini bagaimana peranan faktor keturunan dalam terjadinya batu saluran kemih masih belum diketahui dengan jelas



C. Air minum Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi terbentuknya batu, sedangkan bila kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urin akan meningkat dan akan mempermudah pembentukan batu. Kejenuhan air yang diminum sesuai dengan kadar mineralnya terutama kalsium diperkirakan mempengaruhi terbentuknya batu saluran kemih.



D. Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kemih. Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum dan membentuk amonium akan mengubah pH urin menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-garam fosfat sehingga akan mempercepat pembentukan batu yang telah ada.



E. Iklim dan temperatur/suhu Individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D (memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden batu saluran kemih akan meningkat.



2.6 MANIFESTASI KLINIS(14) Manisfestasi klinik adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine, terjadi obstruksi yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi biasanya disertai gejala demam, menggigil, dan disuria.  Batu Ginjal



Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan diseluruh area kostovertebratal, tidak jarang disertai mual dan muntah, maka pasien tersebut sedang mengalami kolik ginjal. Rasa sakit (pegal) di CVA yang mendadak ketika aliran urin mengenai batu,



atau berupa nyeri kolik akibat



hiperperistaltik otot polos yang menjalar ke perut bagian bawah sesuai dengan lokasi batu dalam ureter. Adanya darah dalam urine merupakan salah satu gejala adanya batu ginjal. Tidak semua pasien menunjukkan adanya hematuria. Hematuria terjadi akibat pergerakan batu di dalam ginjal atau saluran urinarius sehinggga menyebabkan rupture pada dinding ureter. Kristaluria, urine yang keluar disertai pasir dan batu



 Batu ureter Ureter mempunyai anatomi beberapa tempat penyempitan yang memungkinkan batu ureter bisa terhenti. Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Selama batu bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang-ulang sampai batu bergeser dan memberi kesempatan pada urin untuk lewat. Rasa sakit (pegal) di CVA yang mendadak ketika aliran urin mengenai batu. Pasien sering ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang



keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah, maka pasien tersebut mengalami kolik ureter.  Batu kandung kemih Gejala klinis batu kandung kemih adalah adanya keluhan bak yang lancar, tiba tiba berhenti. Namun bila pasien mengubah posisi, aliran kencing dapat lancar kembali. Disertai rasa nyeri hebat



(yang menjalar sampai ke penis atau vulva) dan nyeri pada suprapubik.



 Batu urethra Biasanya berasal dari ureter. Namun bisa juga berasal dari batu pada kandung keih , atau terjadi pembentukan di uretra secara sendirinya. Biasanya batu dari ureter atau buli yang ikut aliran urin akan menyangkut di tempat yang agak lebar (pars prostatika, permulaan pars bulbosa, fosa navikular). Manifestasi klinis batu pada urethra terdapat keluhan seperti buang air kecil yang lancar, tiba tiba berhenti. Disertai rasa nyeri hebat (pada glans penis, batang penis, perineum dan rectum) pada pria. Dan bisa terdapat keluhan Retensi urin (total atau parsial) yang biasanya di dahului oleh nyeri pada pinggang .



2.7 DIAGNOSIS



Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan sebagai berikut : A. Anamnesa dan pemeriksaan fisik B. Pemeriksaan laboratorium



C. Pemeriksaan BNO Polos, BNO IVP USG



2.7.1 ANAMNESIS Anamnesa harus dilakukan secara menyeluruh. Keluhan nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran nyeri, aktivitas yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri, riwayat muntah, adanya hematuria, dan riwayat nyeri yang sama sebelumnya. Penderita dengan riwayat batu sebelumnya sering mempunyai tipe nyeri yang sama. Riwayat infeksi saluran kemih pada penderita. Apakah penderita mempunyai riwayat kelainan ginjal sebelumnya, Riwayat keluarga, Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi serta Kebiasaan makanan penderita.



2.7.2 PEMERIKSAAN FISIK Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi, berkeringat, dan nausea. Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita dengan obstruksi berat atau dengan hidronefrosis. Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, tanda gagal ginjal dan retensi urin. Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada pasien dengan urosepsis 2.7.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, menentukan adanya infeksi dan menentukan adanya hematuria. 2.7.4 PEMERIKSAAN FOTO POLOS ABDOMEN(15) Foto abdomen biasa dapat menunjukkan ukuran, bentuk, dan posisisi membedakan batu kalsifikasi. Densitas tinggi menunjukkan kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Sedangkan densitas rendah menunjukkan struvite, sistin, dan campuran keduanya. Kekurangan pemeriksaan foto sinar tembus abdomen adalah tidak dapat menentukan batu radiolusen, batu kecil dan batu yang tertutup bayangan struktur tulang. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan batu dalam ginjal dan batu luar ginjal.



2.7.5. INTRAVENA PIELOGRAFI Dibandingkan dengan USG abdomen dan BNO, IVP memiliki sensitivitas yang lebih tinggi (64-87%) dan spesifisitas (92-94%) untuk deteksi urolitiasis. Fungsi utamanya adalah untuk menilai



anatomi ginjal serta menilai apakah ada batu atau tidak.sepanjang traktus urinarius bila tidak tampak pada pemeriksaan BNO. 2.7.6 PEMERIKSAAN USG Pemeriksaan ultrasonografi merupakan instrumen diagnostik radiologi yang utama pada pasien. Ultrasonografi dapat mengidentifikasi lokasi batu pada calyx, pelvis, ureter, dan lain-lain. Pemeriksaan ultrasonografi juga sangat sensitif terhadap hidronefrosis, yang mungkin merupakan manifestasi obstruksi ureter, namun seringkali terbatas pada penentuan tingkat atau sifat obstruksi



2.8 KLASIFIKASI  Batu Kalsium Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan pada batu saluran kemih. Terdapat lima faktor penyebab terjadinya batu kalsium. Faktor pertama adalah Hiperkasiuria. Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid. Faktor kedua adalah Hiperoksaluria yaitu Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam. Faktor ketiga adalah Hiperurikosuria yaitu Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen. Faktor keempat adalah Hipositraturia yaitu Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama. Faktor kelima adalah Hipomagnesiuria yaitu seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan oksalat.



 Batu Struvit Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.  Batu urat Batu asam urat banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasien dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH kurang dari 6, volume urine kurang dari 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.



2.9 PENATALAKSANAAN Terapi medikamentosa untuk kalkulus memerlukan waktu yang panjang. Tujuan pemberian obat adalah untuk melarutkan atau menghancurkan kalkulus sehingga dapat melewati traktus urinarius dengan mudah. Selain itu bertujuan untuk mencegah munculnya kembali kalkulus pada traktus urinarius.(17)



ESWL(18) Extracoporeal Shock-Wave Lithotripsy adalah terapi yang menggunakan gelombang kejut (shock wave), yang ditembakkan dari luar tubuh ke arah batu ginjal sampai batu ginjal tersebut hancur berkeping keeping dengan beberapa kali (bahkan ribu) tembakan sampai ukuran serpihannya cukup kecil hingga dapat dikeluarkan secara natural dengan urinasi.



Proses hancurnya batu ginjal diprediksi merupakan hasil kombinasi dari efek langsung maupun tidak langsung dari shock waves. Untuk dapat menjelaskan proses hancurnya batu ginjal, terlebih dahulu kita perlu mengetahui profil dari shock wave yang dihasilkan di titik fokus penembakan.



Secara



umum, shock



wave ditandai



dan



diawali



oleh high



positive



pressure (compressive wave) dengan durasi singkat sekitar satu mikrodetik, kemudian diikuti oleh negative pressure (tensile wave) dengan durasi sekitar tiga mikrodetik. High positive pressure di dalam



batu



ginjal



akan



mengalami



refraksi



dan



refleksi,



dan



akhirnya



membangkitkan tensile dan shear stress di dalam batu ginjal. Selanjutnya retak akan terjadi dan merambat hingga menyebabkan batu pecah menjadi dua atau beberapa fragment besar. Pada saat yang sama, tingginya compression stress dapat menyebabkan erosi pada permukaan batu ginjal. Proses di atas dikatakan sebagai efek langsungdari shockwave.



Sedangkan negative pressure, akan



mengakibatkan munculnya cavitation bubbles pada fluida di sekitar batu ginjal dan ini dikatakan sebagai



efek



tidak



langsung



dari shock



wave.



Cavitation



bubbles ini



kemudian



akan collapse menghujam permukaan batu ginjal dan menyebabkan erosi. Dikatakan sebagai terapi non-invasive, karena tidak memerlukan pembedahan atau memasukkan alat kedalam tubuh pasien PNL(19) Precutaneous Nepholithotomy adalah metode pengambilan batu yang invasif minimal karena memasukan instrument kecil ke tubuh penderita. Dalam terapi PNL, guide wire dimasukkan melalui kulit dekat pinggang kemudian dengan membuat lubang kecil menembus masuk ke dalam ginjal sampai ia menemukan posisi batu ginjal. Sejenis tabung kecil kemudian dimasukkan sepanjang guide wire untuk membuat tunnel, dimana nantinya lewat tunnel ini dimasukkan instrumen kecil untuk menghancurkan batu ginjal dan mengeluarkan serpihannya. Bila metode ESWL tersedia maka metode PNL hanya digunakan apabila angka keberhasilan dari ESWL kecil, batu berukuran lebih dari 2 cm, batu diakibatkan oleh infeksi, dan adanya hambatan urin dari ginjal. Metode PNL tidak disarankan bila batu berukuran kuran dari 1 cm, pasien obesitas, dan pasien mengkonsumsi obat-obatan antikoagulan. Meskipun nefroskop yang digunakan memiliki ukuran 24 – 30 Fr, namun sesungguhnya memiliki dimensi yang lebih kecil mencapai 12 – 20 Fr. Dimensi alat yang sangat kecil ini memperkecil kemungkinan komplikasi perdarahan dan trauma ginjal. Prosedur ini biasanya dilakukan



melalui kaliks dorsal dari kutub terbawah ginjal. PNL adalah teknik minimal invasif namun tetap memiliki potensi risiko komplikasi: infeksi, perdarahan, fistula kemih dan perforasi organ yang berdekatan.



Terjadinya komplikasi ini dapat dicegah dengan berhati-hati dan memperhatikan



prosedur operasi dengan seksama.



URS Ureteroscopy atau yang biasa disingkat dengan URS, merupakan piranti medis bagian dari rumpun tekonologi endolaparascopy yang sangat bermanfaat guna menolong pasien yang menderita sakit pada saluran kencing seperti : infeksi saluran kemih, batu saluran kemih, hingga batu yang menyumbat di ujung saluran kemih (ureter proximal) di daerah sekitar pielum ginjal. Prinsip kerja URS hampir mirip dengan PNL, namun dalam URS digunakan alat yang dinamakan ureteroscopes, dimana alat ini dimasukkan melalui urethra (saluran kencing), kemudian melalui bladder (kandung kemih) dan ureter (saluran kemih), sampai menemui posisi batu ginjal.



2.9.1. Tindakan Operasi Tindakan bedah dilakukan jika batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Beberapa jenis tindakan pembedahan, nama dari tindakan pembedahan tersebut tergantung dari lokasi dimana batu berada, yaitu : 20 a. Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di dalam ginjal b. Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di ureter



c. Vesikolitomi merupakan operasi tebuka untuk mengambil batu yang berada di vesica urinearia d. Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di uretra



BAB III KESIMPULAN Batu saluran kemih atau Urolithiasis adalah kalkuli atau batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih atau traktus urinarius dan bia menyebabkan nyeri, perdarahan, infeksi hingga penyumbatan aliran kemih. Terbentuknya batu saluran kemih diduga adanya hubugan dengan diet, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan genetic. Gejala klinis pada penderita batu saluran kemih bisa didapatkan tanpa adanya gejala (asimptomatis) dan bergejala (simptomatis). Pada penderita batu saluran kemih mengeluhkan nyeri pinggang, hematuria, hingga retensi urin. Beberapa penderita juga mengeluhkan tanda tanda adanya infeksi. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis dan rencana terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena (PIV), Ultrasonografi (USG). Penatalaksanaan dari penyakit batu saluran kemih ini secara garis besar adalah dengan terapi simptomatik, pengambilan batu, dan pencegahan. Batu saluran kemih dapat keluar dengan spontan bila ukurannya cukup kecil, namun harus diambil secara langsung bila batu berukuran cukup besar. Metode seperti ESWL, PNL, dan URS adalah metode-metode yang sering dipakai dalam pengambilan batu yang tidak bisa keluar secara spontan.



DAFTAR PUSTAKA



1. Moe,O.W.2016. Kidney Stones: Pathophysiology And Medical Management. Lancet.367 (9507): 333-44. 2. Pearle,M.S.2015.



Urologic



Diseases



In



America



Project:



Urolithiasis.



Journal



Urol.173(3):848-857 3. Purnomo Basuki B. 2003.Dasar-Dasar Urologi. Ed 2. Jakarta: Sagung Seto. 4. T. Vijaya, M Satish Kumar, N.V Ramarao. 2013. Urolithiasis and Its Causes-Short Review. The Journal of Phytopharmacology. 2(3):1-6 5. Noviandrini E, et al. 2015. Urinary Stone characterisitics of patients treated with extracorporeal shock wave lithotripsy in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. Cliniacl Research Departement of urology, Faculty of Medicine. Medical Journal Indonesia. Vol. 24(4):234-7 6. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. 2014. Moore clinically oriented anatomy. Edisi ke-7. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins. 7. Dave C.



2017.



Nephrolithiasis.



Medscape.



https://emedicine.medscape.com/article/437096-overview. Dec 12. 2017. Accessed Jan. 16, 2018. 8. Skandalakis, John E., Panajiotis N. Skandalakis, Lee John Skandalakis, and SpringerLink (Online service). Surgical Anatomy and Technique: A Pocket Manual. New York, NY: Springer US, 1995. 9. Netter, Frank H. 2016. Atlas Anatomi Manusia Bahasa Latin/ Indonesia Edisi 6. Indonesia: Elsevier. 10. Armed Forces Health Surveillance Center. Urinary Stones, Active Component, U.S. Armed Forces, 2001-2010. Medical Surveillance Monthly Report (MSMR). 2011. December; Vol 18 (No12): 6-9. 11. Rasyid N, et al. 2018. Panduan penatalaksanaan klinis batu saluran kemih. Ikatan ahli urologi Indonesia. 12. Kim SC, Burns EK, Lingeman JE, et al. Cystine calculi: correlation of CT- visible structure,CT-number,and stone morphology with fragmentation by shock wave lithotripsy. Urol Res 2007 Dec;35(6):319-24.



13. Menon, M, Resnick, & Martin E (2002). Urinary lithiasis: Etiologi and endourologi in Chambell’s Urology, 8th Ed, Vol 14. Philadelphia : W.B. Saunder Company. 14. Coll, D, M., Varanelli, M, J., & Smith, R. C. (2002). Relationship of spontaneous passsage of ureteral calculi to stone size and location ad revealed by unenhanced helical CT. AJR American Journal Roentgenol. 178(1): 101-103. 15. Turk C, Knoll T, Pterick A et al. Guidelines on Urolithiasis. European Association of Urology 2015. March 2015. 16. 17. Moore, Keith L., Arthur F Dalley, and A. M. R Agur. Clinically Oriented Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010. 18. Kim SC, Burns EK, Lingeman JE, et al. Cystine calculi: correlation of CT- visible structure,



CT



number, and



stone morphology with



fragmentation by shock wave lithotripsy. Urol Res 2007 Dec;35(6):319-24. 19. Mohammed H, ahmed R. El-Nahas, Nasr El-Tabey.Percutaneus nephrolitothomi vs extracorporeal shockwave lithrotripsy for treating a 20-20 mm single renal pelvic stone. Arab journal of Urology [internet]. 2015 [diakses tanggal 28 Oktober 2015]; 13(3):212-216.Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4563020/



20. Preminger GM, Tiselius HG, Assimos DG, Alken P, Buck AC, Gallucci M, Knoll T, Lingeman JE, Nakada SY, Pearle MS, Sarica K, Türk C, Wolf Js Jr. American Urological Association Education and Research, Inc; European Association of Urology. 2007 Guideline for the management of ureteral calculi. Eur Urol. 2007 Dec;52(6):1610–31.



1