Referat Hifema [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT HIFEMA



Disusun oleh : Vivie Veronica Tanama 112018191 Pembimbing : dr. Puranto Budi Susetyo, Sp.M



KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN MATA RSPAD GATOT SOEBROTO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA PERIODE 6 JANUARI 2020 – 8 FEBRUARI 2020



1



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................1 BAB I PENDAHULUAN.................................................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................4 2.1



Anatomi Mata.......................................................................................4 2.1.1



Rongga Orbita.........................................................................4



2.1.2



Palpebra..................................................................................5



2.1.3



Konjungtiva............................................................................5



2.1.4



Sklera......................................................................................6



2.1.5



Kornea.....................................................................................6



2.1.6



Uvea........................................................................................7 2.1.6.1 Iris.............................................................................7 2.1.6.2 Badan Siliar..............................................................7 2.1.6.3 Koroid.......................................................................7



2.1.7



Pupil........................................................................................8



2.1.8



Lensa.......................................................................................8



2.1.9



Retina......................................................................................8



2.1.10 Nervus Optikus.......................................................................8 2.1.11 Vaskularisasi Bola Mata……………………………………..8 2.2



Definisi Hifema……………………………………………………….9



2.3



Epidemiologi………………………………………………...………10



2.4



Klasifikasi……………………………………………………………10



2.5



Patofisiologi……………………………………………………..……11



2.6



Etiologi………………………………………………………..………13



2.7



Diagnosis…………………………………………………….………..13



2.8



Pemeriksaan Penunjang……………………………………………….14



2.9



Penatalaksanaan……………………………………………………….14



2.10



Komplikasi…………………………………………………….............16



2.11



Prognosis………………………………………………………………18



BAB III KESIMPULAN...................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………20



2



BAB I PENDAHULUAN Trauma okuli yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita. Cedera pada mata ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas. Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris atau badan siliar yang robek. Menurut Duke Elder (1954), hifema disebabkan oleh robekan pada segmen anterior bola mata yang kemudian dengan cepat akan berhenti dan darah akan diabsorbsi dengan cepat. Hal ini disebut dengan hifema primer. Bila oleh karena sesuatu sebab misalnya adanya gerakan badan yang berlebihan, maka timbul perdarahan sekunder atau hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang. Dengan adanya keadaan hifema akan menyebabkan berbagai konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan intraokuler, kornea terkena darah, pembentukan sinekia posterior atau anterior, dan katarak. Oleh karena hifema dapat menyebabkan penurunan penglihatan yang signifikan, maka setiap dokter harus memperhatikan diagnosis, evaluasi, dan tata laksana hifema.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Anatomi Mata Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Dinding bola mata tersusun atas 3 lapisan yaitu tunika fibrosa (lapis sklera - kornea) yang merupakan lapisan luar bola mata terdiri atas sklera dan kornea. Tunika vaskularis (lapis uvea) yang merupakan lapisan tengah bola mata terdiri atas khoroid, badan siliaris dan iris serta tunika neuralis (lapis retina) yang merupakan lapisan dalam bola mata terdiri atas retina.1,2



Gambar 1. Anatomi dan Bagian-bagian Mata 2.1.1



Rongga Orbita Rongga orbita merupakan rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang membentuk dinding orbita, yaitu Superior oleh os. Frontal, Lateral oleh os. Frontal, os. Zigomatikus, os. Sfenoid, bagian Inferior os. Zigomatikus, os. Maksila, os. Palatina dan Nasal oleh os. Maksila, os. Lakrimal dan os. Ethmoid.1



4



Gambar 2. Rongga Orbita6 2.1.2



Palpebra (Kelopak Mata) Palpebra merupakan alat penutup mata yang mempunyai fungsi sebagai pelindung bola mata dari trauma dan mensekresi kelenjar yang berbentuk film air mata yang terletak di depan kornea. Pada palpebra juga terdapat bagian – bagian seperti kelenjar yaitu kelenjar sebasea, kelenjar moll atau keringat, kelenjar zeis pada pangkal rambut dan kelenjar meibom pada tarsus. Terdapat juga M. orbikularis okuli yang berfungsi untuk menutup bola mata, dipersarafi oleh N. fasial dan M. levator palpebra berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata yang dipersarafi oleh N.III.1



2.1.3



Konjungtiva Merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebris atau tarsal), permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbi) dan konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Perdarahan konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.1



5



2.1.4



Sklera Bagian terluar yang melindungi bola mata. Merupakan jaringan ikat bersifat kenyal, memberikan bentuk pada bola mata dan berwarna putih, serta menyambung dengan kornea di sebelah anterior, dan durameter nervus optikus di posterior. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan elastik halus yang mengandung banyak pembuluh darah yang memasuk sklera, yang disebut sebagai episklera.1,3



2.1.5



Kornea Merupakan jaringan transparan yang memiliki tebal 0,54 mm ditengah, dan 0,65 mm di tepi, serta berdiameter sekitar 11,5 mm. Sumber nutrisi kornea berasal dari pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Dalam axis penglihatan, kornea berperan sebagai jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea cembung dengan sifat yang transparan dimana kekuatan pembiasan sinar yang masuk 80 % atau 40 dioptri. Kornea memiliki 5 lapisan yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran descement dan endotel. Epitel merupakan lanjutan dari konjungtiva disusun oleh epitel gepeng berlapis tanpa lapisan tanduk. Lapisan ini merupakan lapisan kornea terluar yang langsung kontak dengan dunia luar. Membran bowman merupakan lapisan fibrosa yang tersusun dari serat kolagen, lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. Stroma merupakan lapisan kornea yang paling tebal tersusun dari serat - serat kolagen. Membran descement bersifat sangat elastic dan berkembang terus menerus seumur hidup. Lalu, endotel merupakan lapisan kornea yang paling dalam, tersusun dari epitel selapis gepeng. Sel – sel ini mensintesis protein yang mungkin diperlukan untuk memelihara membran descement. Dinding sel nya memiliki pompa natrium yang berfungsi untuk mengeluarkan ion ion natrium yang berlebihan menuju kamera okuli anterior.1,3



6



Gambar 3. Lapisan Kornea6 2.1.6



Uvea Uvea terdiri atas iris, badan siliaris (korpus siliaris) dan koroid. Bagian ini adalah lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera.1,3 2.1.6.1 Iris Merupakan bagian paling depan dari lapisan uvea, merupakan bagian yang memberikan warna pada mata karena terdapat sel – sel melanosit. Iris memisahkan bilik mata bagian depan dan bagian belakang. Iris disusun oleh jaringan ikat longgar yang mengandung pigmen dan pembuluh darah.1 2.1.6.2 Badan Siliaris Badan siliar merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem ekskresi di belakang limbus, menghasilkan humor aquaeus. Korpus siliaris disusun oleh jaringan penyambung yang mengandung serat – serat elastin, pembuluh darah dan melanosit.1 2.1.6.3 Koroid



7



Koroid merupakan lapisan yang banyak mengandung pembuluh darah dan sel – sel pigmen sehingga tampak berwarna hitam. Lapisan ini tersusun dari jaringan penyambung jarang yang mengandung serat- serat kolagen dan elastin, sel – sel fibroblast, pembuluh darah dan melanosit.1 2.1.7



Pupil Pupil berwarna hitam pekat yang mengatur jumlah sinar masuk kedalam bola mata. Pupil berada di celah antara iris kanan dan kiri. Terdapat dua jenis otot polos pada iris, yaitu otot dilatator pupil dipersarafi simpatis yang mengakibatkan pupil melebar dan otot sfingter atau konstriktor pupil dipersarafi parasimpatis (N.III), yang merubah diameter pupil.1



2.1.8



Lensa Merupakan struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan transparan yang terletak di belakang iris. Lensa terdiri atas 3 lapisan yaitu kapsul lensa, epitel subkapsul pada bagian ini terdapat serat-serat lensa yang diisi dengan protein lensa kristalin (crystallins) dan nukleus. Pada axis penglihatan, lensa berperan untuk berakomodasi dan memfokuskan cahaya ke retina. 1



2.1.9



Retina Retina merupakan lapisan terdalam bola mata, mengandung sel-sel fotoreseptor yaitu sel-sel batang dan kerucut. Dalam aksis penglihatan, retina berfungsi untuk menangkap rangsangan jatuhnya cahaya dan akan diteruskan berupa bayangan benda sebagai impuls elektrik ke otak untuk membentuk gambaran yang dilihat. 1,6,7



2.1.10



Nervus Optikus Saraf penglihatan yang meneruskan rangsangan listrik dari mata ke korteks visual untuk dikenali bayangannya.1,3



2.1.11



Vaskularisasi Bola Mata Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri



ophtalmica, yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis 8



optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang



lain



arteri



oftalmika



adalah



arteri



lakrimalis,



yang



memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra troklearis.1



Gambar 4. Vaskularisasi pada Bola Mata Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus optikus.



Kedua



arteri



siliaris



longus



memvaskularisasi



badan



siliar,



beranastomosis satu dengan yang lain, dan bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari cabang-cabang



muskularis



dan



menuju



ke



muskuli



rekti.



Arteri



ini



memvaskularisasi sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus arteriosus major iris.2,3 Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan inferior, yang juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior, dan vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura orbitalis inferior.1 9



2.2



Definisi Hifema Hifema adalah adanya darah pada bilik mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan



iris. Hifema umumnya disebabkan oleh trauma tembus atau yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata). Trauma tumpul bertanggung jawab atas 2/3 kasus hifema. Hifema dapat pula disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah iris (akibat komplikasi kronik retinopati diabetik, oklusi vena retina sentral, oklusi karotid, ablasio retina kronik), xanthogranuloma juvenilis, atau melanoma iris. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Banyak sedikitnya darah yang terkumpul pada bilik mata depan akan menyebabkan penurunan penglihatan. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.1,4,5 2.3



Epidemiologi Insidens hifema di Indonesia belum diketahui dengan pasti, namun telah diketahui



bahwa penyebab tersering adalah akibat kecelakaan saat berolahraga, misalnya terkena shuttle cock atau bola. Penyebab lain adalah kecelakaan mobil atau akibat kerja. Data menunjukan angka kejadian dari hifema traumatik diperkirakan 12 kejadian per 100.000 populasi, dengan pria terkena tiga sampai lima kali lebih sering daripada wanita. Lebih dari 70 persen dari hifema traumatik terdapat pada anak-anak dengan angka kejadian tertinggi antara umur 10 sampai 20 tahun.4 2.4



Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya, hifema dibagi menjadi lima, yaitu hifema traumatika,



hifema akibat tindakan medis, hifema akhibat inflamasi, hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah, dan hifema akibat neoplasma. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior mata. Hifema akibat tindakan medis yang bisa terjadi misalnya kesalahan pada prosedur operasi mata. Hifema akibat inflamasi inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah pecah. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah, contohnya pada juvenile xanthogranuloma, dan hifema akibat neoplasma, misalnya retinoblastoma. Sedangkan berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu hifema primer yang timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2 dan hifema sekunder yang



10



timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma. Berdasarkan tampilan klinisnya, hifema dibagi menjadi empat grade (Sheppard), yaitu (tabel 1):6 1.



Grade I



: darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)



2.



Grade II



: darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)



3.



Grade III



: darah mengisi hampir total COA (14%)



4.



Grade IV



: darah memenuhi seluruh COA (8%)



Tabel 1. Klasifikasi hifema berdasarkan tampilan klinisnya



2.5



Patofisiologi Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan



perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabangcabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar.6,7



11



Gambar 5. Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea. Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral. Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali. Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan 12



kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan sel-sel radang pada bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada 10 % kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinn. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat peninggian tekanan intraokular.1,6,7



2.6



Etiologi Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu,



peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma). Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekanrobekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Pendarahan yang timbul dapat berasal dari kumpulan arteri utama dan cabang dari badan ciliar, arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil. Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di  bagian terendah.1,7,8 2.7



Diagnosis Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema.



Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA (dapat diperiksa dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi 13



dari konjungtiva dan pericorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen. Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada kornea, anisokor pupil.4,8 Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah mengganggu media refraksi. Darah  yang mengisi kamera okuli  ini secara  langsung dapat  mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler ini disebut glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan jaringan kornea.4,8 2.8



Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan



ketajaman penglihatan dengan menggunakan Snellen Chart, visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, humor aqueous, iris dan retina. Pemeriksaan lapang pandang dapat ditemukan penrunan yang disebabkan oleh patologi vaskuler okuler, dan glaucoma. Pengukuran tonografi untuk mengkaji tekanan intra okuler. Slit lamp digunakan untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal contact, aqueous flare dan sinekia posterior. Pemeriksaan oftalmoskopi untuk mengkaji struktur internal okuler, dan tes provokatif untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal atau meningkat ringan.1,4 2.9 Penatalaksanaan Setelah



pemberian



terapi



inisial



yang



meliputi



obat



antiinflamasi,



antofibrinolitik, antiglaukoma, dan sikloplegik, pasien dengan hifema dapat dirujuk ke dokter spesialis mata untuk evaluasi dan tatalaksana lebih lanjut. Cara pengobatan penderita dengan traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi. 4,9 14



1. Rawat inap Pasien ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan



bahwa dengan tirah baring



kesempurnaan absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan sekunder (secondary bleeding). Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar. 2. Pemberian anti-inflamasi topikal Karena sering disertai dengan iritis, obat-obat antiinflamasi topikal harus selalu diberikan. Anti-inflamasi yang diberikan umumnya adalah steroid topikal – yang memiliki potensi anti-inflamasi besar, misalnya betametason oral (steroid oral) hanya diberikan jika reaksi peradangan sangat berat atau disertai perdarahan vitreus. 3. Obat antifibrinolitik oral Antifibrinolitik oral seperti asam traneksamat dapat diberkan dalam waktu tertentu (hingga menjadi koagulum) untuk mengurangi risiko perdarahan sekunder. 4. Obat-obat antiglaucoma Glaukoma merupakan komplikasi kedua tersering setelah iritis dan bila tidak diterapi dengan tepat bisa menyebabkan kebutaan. Oleh karena itu, apabila dalam pemeriksaan TIO didapatkan peningkatan, obat-obat glaukoma harus diberikan. Obat glaucoma harus diberikan dalam sediaan oral atau topikal. Catatan khusus untuk asetazolamid oral, dikontraindikasikan pada pasien dengan sicle cell karena dapat menyebabkan terbantuknya sel darah merah yang abnormal yang menyumbat jaringan trabekulum sehingga tekanan intraokular tetap tinggi. 5. Pemberian siklopegik Sulfas atropin tetes mata dapat diberikan apabila secara klinis terlihat inflamasi hebat. 6. Evaluasi koagulum Evaluasi koagulum dibilik mata depan dapat dipikirkan dalam keadaan berikut : 60mmHg dalam 2 hari, 50 mmHg dalam 5 hari, dan 35 mmHg dalam 7 hari, koagulum yang persisten dan menghalangi penglihatanlebih dari 7 hari. Evakuasi dapat dilakukan 15



dengan irigasi aspirasi manual, vitrektomi anterior atau cryoextraction. Pasca operasi dapat diberikan anti-inflamasi dan antibiotic tetes mata selama dua minggu. Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior perifer bila hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari. Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut :9 1. Empat hari setelah onset hifema total 2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu) 3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari (untuk mencegah atrofi optic) 4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining) 5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk mencegah peripheral anterior synechiae) 6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50 persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol dalam 24 jam. 2.10



Komplikasi Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan



sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping komplikasi dari traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan iridodialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya hifema. 7-9 1. Perdarahan sekunder Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan primernya. Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer. Terjadi pada 1/3



16



pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah trauma inisial dan selalu bervariasi sebelum 7 hari post-trauma. 2. Glaukoma sekunder Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh tersumbatnya trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah. Insidensinya 20% , sedang di RS: Dr: Soetomo sebesar17,5%. Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya glaukoma.Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata. 3. Hemosiderosis kornea Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karenahemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya ± 10%.3 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan. 4. Sinekia Posterior Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini akibat dari iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan evakuasi bedah pada hifema.Peripheral anterior synechiae anterior synechiae terjadi pada pasien dengan hifema pada COA dalam waktu yang lama, biasanya 9 hari atau lebih.Patogenesis dari sinekia anterior perifer berhubungan dengan iritis yang lama akibat trauma atau dari



17



darah pada COA. Bekuan darah pada sudut COA kemudian bisa menyebabkan trabecular meshwork fibrosis yang menyebabkan sudut bilik mata tertutup. 5. Atrofi optic Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular. 6. Uveitis Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea, uveitis. Selain dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang mungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga pada funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman penglihatan menurunnya lebih banyak.Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular masih normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intra okular sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah karena tekanan intra okular lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun lagi. 2.11 Prognosis Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan  tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan.4



18



BAB III KESIMPULAN Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus yang jernih. Hifema bisa disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma). Penegakan diagnosis hifema berdsarkan adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA, kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tandatanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia, penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen. Penatalaksanaan hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi. Tindakan ini bertujuan untuk : menghentikan perdarahan, menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder, mengeliminasi 19



darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi, mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain, dan berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.



Daftar Pustaka 1. Ilyas HS. Ilmu penyakit mata. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. 2. Pascolini D, Marioti SP. Global estimates of visual impairment. BRJ Ophthalmol; 2011 3. Eva PR. Augsburger JJ. Vaughan Asbury’s General Opthtalmology 19 th edition. United states: McGraw-Hill Education;2018. 4. Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku ajar oftalmologi. Edisi pertama. Jakarta: FKUI; 2017. h. 479-481. 5. Suhardjo, Asfani S. Hifema pada glaucoma fakolitik. Berkala Ilmu Kedokteran; 1999 Juni; 31(2). h. 119-123. 6. Vitresia H [homepage on the internet]. Memahami hifema traumatika dan dampaknya



pada



penglihatan.



[cited



2020



Januari



15].



Available



from



:



https://perdami.id/memahami-hifema-traumatika-dan-dampaknya-pada-penglihatan/ 7. Onofrey BE, Skorin L, Holdeman NR. Ocular therapeutics handbook: a clinical manual. Second edition. Philadelphia: 2005; Lippincott William & Wilkins. 8. Maggs DJ, Miller PE, Ofri R. Slatter’s fundamentals of veterinary of ophthalmology. Fourth Edition. Missouri: Westline Industrial Drive; 2008. h. 223-225 9. Walton W, Hagon SV, Grigorian R, Zarbin M. Management of traumatic hyphema. Survey of ophthalmology. 2002; 47(4).



20



21