Referat - Keratokonjungtivitis Sicca [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA



REFERAT



FAKULTAS KEDOKTERAN



JULI 2018



UNIVERSITAS HALU OLEO



KERATOKONJUNCTIVITIS SICCA



Oleh: Andi Gunawan, S. Ked. K1A1 12 063



Pembimbing : dr. H. Ilyas Raupong, Sp. M.



KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018



KERATOKONJUNCTIVITIS SICCA Andi Gunawan, Ilyas Raupong A. PENDAHULUAN Keratokonjunctivitis atau biasa disebut sindrom mata kering (Dry Eye Syndrome/DES) adalah gangguan preokular selaput air mata yang menyebabkan kerusakan pada permukaan okular dan dikaitkan dengan gejala ketidaknyamanan okular. Selain keratoconjunctivitis sicca (KCS), penyakit ini juga disebut sebagai keratitis sicca, sindrom sicca, xerophthalmia, penyakit mata kering (Dry Eye Disease), penyakit permukaan okular (Ocular Surface Disease), atau sindrom air mata disfungsional (Dysfunctional Tear Syndrome) atau hanya mata kering.1 Keratoconjunctivitis sicca berasal dari kata Latin yang artinya “kekeringan kornea dan konjungtiva”. Perlu diketahui bahwa“ sicca ”adalah bagian dari kata bahasa Inggris yaitu "desiccate." Sindrom mata kering dimana mata tidak menghasilkan cukup air mata juga dikenal sebagai "sindrom Sjogren".1 Penyakit mata kering ditandai dengan ketidakstabilan selaput air mata yang dapat disebabkan oleh jumlah produksi air mata yang tidak mencukupi atau karena kualitas selaput air mata yang buruk, yang menyebabkan peningkatan penguapan air mata. Oleh karena itu mata kering terutama bisa dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :1 (1) penyakit mata kering yang mengalami defisiensi produksi; (2) penyakit mata kering menguap. Air mata yang tidak cukup menyebabkan kerusakan pada permukaan mata interpalpebral dan berhubungan dengan gejala ketidaknyamanan. The International Dry Eye Workshop (2007) mendefinisikan mata kering sebagai penyakit multifaktorial dari air mata dan permukaan okular yang menghasilkan gejala ketidaknyamanan, gangguan visual, dan instabiltas selaput air mata dengan potensi kerusakan pada permukaan okular. Hal ini biasanya disertai dengan peningkatan osmolaritas air mata dan peradangan pada permukaan okular. DES dikaitkan dengan penurunan kemampuan untuk



1



melakukan kegiatan tertentu seperti membaca, mengemudi, dan terkait kerja di depan komputer, yang membutuhkan perhatian visual. Pasien mengalami gejala kekeringan mata terus-menerus dan berat, sehingga mempengaruhi kualitas hidup mereka.1



B. DEFINISI Keratoconjunctivitis sicca berasal dari kata Latin yang artinya “kekeringan kornea dan konjungtiva”. Perlu diketahui bahwa“ sicca ”adalah bagian dari kata bahasa Inggris yaitu "desiccate." Sindrom mata kering dimana mata tidak menghasilkan cukup air mata juga dikenal sebagai "sindrom Sjogren". 1 Sindrom Sjogren (SS) disebut juga Autoimmune Exocrinopathy, Mickuliczs Disease, Geugerots Syndrome, Sicca Syndrome adalah penyakit autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjar eksokrin dan biasanya memberikan gejala kekeringan persisten pada mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjar saliva dan lakrimalis.2



C. ANATOMI DAN FISIOLOGI 1. Kornea Kornea adalah jaringan transparan yang merupakan selaput bening mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari 5 lapisan. lapisan tersebut antara lain lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement dan lapisan endotel. Batas antara sklera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea juga merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika terjadi oedem kornea akan bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.3 a. Lapisan epitel Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, sel muda terdorong



2



kedepan menjadi lapisan sel poligonal dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan



erosi



rekuren.



Epitel



berasal



dari



ektoderm



permukaan.3 b. Membran bowman Terletak dibawah membran basal



epitel



kornea



yang



merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi. 3 c. Jaringan stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur, sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang. Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu yang kadangkadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast yang terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.3 d. Membran Descement Merupakan membran aseluler dan merupakan batas belakang stroma kornea yang bersifat sangat elastis dan tebalnya sekitar 40 μm.3 e. Endotel Berasal dari mesotelium, bentuk heksagonal, besar 20-40 μm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidoson dan zonula okluden.3 Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan



3



suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran bowman melepaskan selubung schwannya. Bulbus krause untuk sensasi dingin ditemukan diantaranya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquos dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitas dan deturgensinya.3



Gambar 1. Anatomi Kornea



2. Konjungtiva Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)



4



dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:3 1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra). 2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata). 3. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior palpebra dan bola mata) Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (Duktus-duktus kelenjar lakrimalis bermuara ke forniks temporal superior.) Kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya. Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa.3 Konjungtiva



forniks



struktumya sama dengan konjungtiva



palpebra. Tetapi hubungan dengan jaringan di bawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan. Juga mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi bila terdapat peradangan mata. Jika dilihat dari segi histologinya, lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel



5



basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.3 Stroma



konjungtiva



dibagi



menjadi



satu



lapisan



adenoid



(superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata. Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan funginya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas. 3



Gambar 2. Anatomi Konjungtiva 6



3. Sistem Sekresi Air Mata Sistem lakrimalis meliputi struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur pembentuk cairan air mata. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang terletak di fossa lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Selain kelenjar air mata utama terdapat kelenjar lakrimal tambahan. Meskipun hanya sepersepuluh dari massa utama, namun mempunyai peran yang penting.4 Komponen lipid air mata disekresi oleh kelenjar Meibom dan Zeis di tepian palpebra. Sekresi lipid ini dipengaruhi oleh serabut saraf kolinergik yang berisi kolinesterase dan agonis kolinergik seperti pilokarpin. Selain itu sekresi kelenjar dipengaruhi oleh hormon androgen seperti testosteron yang dapat meningkatkan sekresi, sementara hormon antiandrogen dan estrogen akan menekan sekresi kelenjar lipid. Refleks mengedip juga memegang peran penting dalam sekresi oleh kelenjar Meibom dan Zeis. Mengedip menyebabkan lipid mengalir ke lapisan air mata.4 Komponen akuos air mata disekresi oleh kelenjar utama, kelenjar Krause dan Wolfring. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama namun tidak mempunyai sistem saluran. Mekanisme sekresi akuos dipersarafi oleh saraf kranial V. Stimulasi reseptor saraf V yang terdapat di kornea dan mukosa nasal memacu sekresi air mata oleh kelenjar lakrimalis. Kurangnya sekresi air mata oleh kelenjar lakrima dan sindrom dry eye dapat disebabkan oleh penyakit maupun obat-obatan yang berefek pada sistem otonom.4 Komponen musin lapisan air mata disekresi oleh sel Goblet konjungtiva dan sel epitel permukaan. Mekanisme pengaturan sekresi musin oleh sel ini tidak diketahui. Hilangnya sel Goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun banyak air mata dari kelenjar lakrimal.4 4. Sistem Ekskresi Air Mata Selain sistem sekresi, kelenjar air mata juga terdiri dari komponen ekskresi. Komponen ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis dan duktus lakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip



7



risleting mulai dari lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas kornea dan menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi di sisi medial palpebra. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan dengan kecepatan yang sesuai dengan jumlah yang diuapkan. Oleh sebab itu hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi.4



Gambar 3. Anatomi air mata + sistem sekresi dan eksresi air mata



D. EPIDEMIOLOGI Prevalensi sindrom mata kering meningkat seiring bertambahnya usia. DES adalah gangguan umum mata yang signifikan mempengaruhi persentase populasi, terutama mereka yang berusia lebih dari 50 tahun. Orang berusia tua dan lebih tua adalah kelompok yang paling banyak terkena karena tingginya prevalensi penggunaan lensa kontak, efek obat sistemik, penyakit autoimun, dan operasi refraktif pada kelompok ini. Peningkatan keratokonjunctivitis akan terus meningkat seiring peningkatan harapan hidup karena proyeksi pertumbuhan penduduk orang tua. Survei telah memperkirakan prevalensi KCS bervariasi antara 5% dan> 30% dalam berbagai kelompok usia berbeda di berbagai negara dan di seluruh dunia. Perkiraan jumlah orang yang terkena KCS berkisar dari 25 hingga 30 juta semua seluruh dunia.1 SS merupakan penyakit autoimun yang sering dijumpai selain Systemic Lupus Eritematosus (SLE), di seluruh dunia angka kejadian SS berkisar 0,14% populasi. Di Amerika Serikat jumlah penderitanya mencapai 2-4 juta orang. 4-6 Hanya 50% yang tidak didiagnosis dan hampir 60% ditemukan bersamaan dengan penyakit autoimun lain. SS dapat dijumpai pada semua 8



usia, paling sering pada usia 40-60 tahun, terutama pada wanita dengan perbandingan wanita dan pria adalah 9:1. Prevalensinya pada populasi wanita di China berkisar 0,33-0,77%.2 Mata kering kronis (keratitis sicca) mempengaruhi hingga 30% dari populasi berusia diatas 50 tahun dan dapat mengakibatkan disfungsi visual dan jika tidak diobati, kekeringan kornea yang menyebabkan kebutaan.5 Berdasarkan penelitian Hashemi dkk, 2013, pada populasi Iran didapatkan bahwa prevalensi DES yaitu pada umur pertengahan (mid-range). Selain itu faktor risiko DES terutama terjadi pada wanita dan meningkat seiring meningkatnya usia. Didapatkan pula bahwa pterygiumberhubungan dengan terjadinya DES dan meningkatkan gejalanya.6



E. FAKTOR RISIKO Sangat banyak faktor yang berperan pada terjadinya dry eye baik pada wanita maupun pria, beberapa diantaranya tidak dapat dihindari:7 1. Usia lanjut. Dry eye dialami oleh hampir semua penderita usia lanjut, 75% di atas 65 tahun baik laki maupun perempuan. 2. Faktor hormonal yang lebih sering dialami oleh wanita seperti kehamilan, menyusui, pemakaian obat kontrasepsi, dan menopause. 3. Beberapa penyakit seringkali dihubungkan dengan dry eye seperti: artritis rematik, diabetes, kelainan tiroid, asma, lupus erythematosus, pemphigus, Stevens-johnsons.



syndrome,



Sjogren



syndrome,



scleroderma,



polyarteritis, nodosa, sarcoidosis, Mickulick.s syndrome. 4. Obat-obatan dapat menurunkan produksi air mata seperti antidepresan, dekongestan, antihistamin, antihipertensi, kontrasepsi, oral, diuretik, obatobat tukak lambung, tranquilizers, beta bloker, antimuskarinik, anestesi umum. 5. Pemakai lensa kontak mata terutama lensa kontak lunak yang mengandung kadar air tinggi akan menyerap airmata sehingga mata terasa perih, iritasi, nyeri, menimbulkan rasa tidak nyaman/intoleransi saat menggunakan lensa kontak, dan menimbulkan deposit protein.



9



6. Faktor lingkungan seperti, udara panas dan kering, asap, polusi udara, angin, berada diruang ber-AC terus menerus akan meningkatkan evaporasi air mata. 7. Mata yang menatap secara terus menerus sehingga . lupa berkedip seperti saat membaca, menjahit, menatap monitor TV, komputer, ponsel 8. Pasien yang telah menjalani operasi refraktif seperti PRK, LASIK akan mengalami dry eye untuk sementara waktu.7



F. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI Berdasarkan etiologinya, terdapat 2 tipe utama:8 1. Keratoconjunctivitis sicca karena kekurangan air mata disebabkan oleh volume air mata yang tidak adekuat. 2. Evaporative keratoconjunctivitis sicca (lebih umum) disebabkan oleh penguapan air mata yang cepat karena kualitas air mata yang buruk. keratokonjungtivitis sicca paling sering idiopatik terutama pada wanita pascamenopause. Ini juga merupakan bagian dari sindrom Sjögren, RA, atau SLE. Selain itu untuk kondisi sekunder lainnya adalah skar pada saluran lakrimal (misalnya, pemfigoid cicatricial, sindrom StevensJohnson, trachoma). Hal ini merupakan hasil dari kerusakan atau malfungsi kelenjar lakrimal karena penyakit graft-vs-host, HIV (infiltratif difus limfositosis sindrom), terapi radiasi lokal, atau disautonomia keluarga.8 Evaporative keratoconjunctivitis sicca disebabkan oleh hilangnya selaput air mata karena evaporasi cepat yang disebabkan oleh lapisan minyak yang tidak memadai pada permukaan lapisan air mata. Gejala dapat diakibatkan oleh karena kualitas minyak yang tidak normal (mis., Disfungsi kelenjar meibom) atau terdegradasinya lapisan minyak normal (yaitu, blepharitis seboroik). Pasien biasanya memiliki acne rosacea. 8 Kekeringan ini juga bisa hasil dari paparan karena penutupan mata yang tidak baik di malam hari (nokturnal lagophthalmos atau Bell atau facial nerve palsy) atau dari frekuensi pengeluatan air mata yang tidak



10



memadai ke kornea karena tingkat kedipan yang tidak memadai pula (misalnya, pada penyakit Parkinson).8



Gambar 4. Klasifikasi Dry Eye Berdasarkan National Eye Institute / Industry Workshop.9 Berdasarkan National Eye Institute / Industry Workshop pada tahun 1995 dry eye syndrome diklasifikasikan menjadi dua yaitu Aqueous Deficient Dry Eye (ADDE) dan Evaporative Dry Eye (EDE). Pada ADDE terjadi gangguan fungsi lakrimal sehingga mengakibatkan suatu pengurangan arus dan volume cairan mata. Pada kondisi ini air mata memiliki komposisi tertentu sehingga menyebabkan terjadi penguapan dengan cepat. Pada pasien dry eye syndrome hanya ditemukan 10% yang mengalami ADDE, 35% mengalami EDE sedangkan sisanya adalah campuran atau termasuk golongan yang tidak dikenali.9



11



Tabel 1. Klasifikasi Dry eye syndrome Berdasarkan International Dry Eye Workshop.9 Tingkat Keparahan Dry Eye



1



2



3



4



Ketidaknya man, keparahan, dan frekuensi



Ringan (mild) dan/atau episodik; terjadi akibat stres lingkungan



Sedang (moderate), episodik atau kronik, stress atau tidak stres



Berat dan sering atau konstan tanpa adanya stress



Berat (severe) dan/atau sangat mengganggu dan konstan



Gejala Visual



Tidak mengalami atau mengalami kelelahan ringan yang episodic



Menggangg u dan/atau membatasi aktifitas episodic



Mengganggu, kronik dan/atau konstan, membatasi aktifitas



Konstan dan/atau sangat mengganggu



Injeksi konjungtiva



Tidak ada Tidak ada hingga ringan hingga ringan (mild) (mild)



+/-



+/++



Tabel 2. Klasifikasi Dry eye syndrome Berdasarkan International Dry Eye Workshop.9 Pewarnaan konjungtiva



Tidak ada Variable hingga ringan (mild)



Sedang (moderate) hingga berat



Pewarnaan kornea (tingkat keparahan/l okasi) Kornea/ tanda air mata



Tidak ada Variable hingga ringan (mild)



Lokasi di sentral



Erosi punctata yang berat (severe)



Tidak ada Debris hingga ringan ringan, meniscus (mild)



Keratitis filament, ↓penggumpal an mukus, ↑tear debris



Keratitis filament, penggumpalan mukus, ↑tear debris, ulkus



Berat



12



Kelopak/ke lenjar



Variabel meibomian variabel MGD



Meibomian Gland Disease (MGD)



sering



Trikiasis, keratinisasi, simblefaron



Tear Film Break Up Time (TFBUT) (detik) Nilai tes schirmer (mm/5 min)



Variabel



≤10



≤5



Segera



Variable



≤10



≤5



≤2



G. TANDA DAN GEJALA Pada anamnesis penderita akan mengeluh matanya tidak



nyaman



(discomfort). Dry eye syndrome merupakan suatu kelompok gejala dimana mata terasa tidak nyaman, seperti iritasi, perih, berair, seperti ada pasir, lengket, gatal, pegal, merah, cepat merasa mengantuk, cepat lelah, dan dapat terjadi penurunan tajam penglihatan bila sudah terjadi kerusakan epitel kornea, bahkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terjadi perforasi kornea dan kebutaan.7 Pada pemeriksaan mata biasanya didapatkan : -



Tajam penglihatan biasanya tidak terganggu kecuali pada kasus berat



-



Vasodilatasi/hiperemia konjungtiva



-



Tampak banyak sekret dan debris, mukus pada air mata



-



.Tear meniscus. (air mata yang berada pada sudut antara konjungtiva bulbi inferior dengan tepi kelopak bawah) berkurang



-



Kelainan kornea: permukaan kornea ireguler, epiteliopati, keratitis pungtata, filamen, defek epitel, ulkus.7



13



H. PATOFISIOLOGI Keratokonjuntivitis (KCS) pada sindroma Sjogren (SS) dipredisposisi oleh kelainan genetik yang terlihat adanya prevalensi dari HLA-B8 yang meningkat. Kondisi tersebut dapat memicu terjadinya prose inflamasi kronis dengan akibatnya terjadi produksi autoantibodi yang meliputi produksi antibodi antinuklear, faktor reumatoid, fodrin (protein sitoskeletal), reseptor muskarinik M3, antibodi spesifik SS ( seperti anti –RO, anti-LA, pelepasan sitokin peradangan dan infiltrasi limfositik fokal terutama sel limfosit T CD4+ namun terkadang juga sel B) dari kelenjar lakrimalis dan salivatorius dengan degenerasi glandular dan induksi apoptosis pada kelenjar lakrimalis dan konjunitiva. Keadaan ini dapat menimbulkan disfungsi kelenjar lakrimalis, penurunan produksi air mata, penurunan respon terhadap stimulasi saraf dan berkurangnya refleks menangis. Infiltrasi sel limfosit T aktif pada konjuntiva juga sering dilaporkan pada KCS non SS.4 Reseptor androgen dan estrogen terdapat di dalam kelenjar lakrimalis dan meibomian. SS sering ditemukan pada wanita post menopause. Pada wanita menopause, terjadi penurunan hormon seks yang beredar ( seperti estrogen, androgen) dan juga mempengaruhi fungsi dari sekresi kelenjar lakrimalis. 40 tahun yang lalu, penelitian mengenai defisiensi estrogen dan atau progesteron sering berkaitan dengan insidensi KCS dan menopause.4 Disfungsi kelenjar meibomian, defisiensi hormon androgen akan berakibat kehilangan lapisan lipid terutama trigliserida, kolesterol, asam lemak esensial monosaturasi (MUFA seperti asam oleat), dan lipid polar ( seperti phosphatidiletanolamin, sfingomielin). Kehilangan polaritas lemak (pada hubungan antara lapisan aqueous-air mata) akan mencetuskan terjadinya kehilangan air mata atau evaporasi dan penurunan asam lemak tidak jenuh yang akan meningkatkan produksi meibum, memicu penebalan serta sekresi air mata yang bersifat viskos sehingga dapat mengobstruksi duktus dan menyebabkan stagnasi dari sekresi. Pasien dengan terapi antiandrogenik pada penyakit prostat juga dapat meningkatkan viskositas sekret kelenjar meibom, menurunkan waktu kecepatan penyerapan air mata dan meningkatkan jumlah debris.4



14



Sitokin proinflamasi juga dapat menimbulkan destruksi seluler, meliputi interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6), interleukin 8 (IL-8), TGF beta, TNF alpha. IL-1 beta dan TNF-alfa juga ditemukan pada air mata dari KCS dimana dapat menimbulkan pelepasan opioid yang akan mengikat reseptor



opioid



pada



membran



neural



dan



menghambat



pelepasan



neurotransmiter melalui NF-K beta. IL-2 juga dapat mengikat reseptor opioid delta dan menghambat produksi cAMP dan fungsi neuronal. Kehilangan fungsi neuronal akan menurunkan tegangan neuronal normal, yang dapat memicu isolasi sensoris dari kelenjar lakrimalis dan atrofi kelenjar lakrimalis secara bertahap.4 Neurotransmiter proinflamasi seperti substansi P dan kalsitonin gen related peptide (CGRP) dilepaskan dan dapat mengaktivasi sel limfosit lokal. Substansi P juga berperan melalui pelepasan sinyal lewat jalur NF-AT dan NFKb yang memicu ekspresi ICAM-1 dan VCAM-1, adesi molekul yang mempromosi munculnya limfosit dan kemotaksis limfosit ke daerah inflamasi. Siklosporin A merupakan reseptor sel natural killer (NK)-1 dan NK-2 yang dapat menurunkan regulasi molekul sinyal yang dapat digunakan untuk mengatasi defisiensi lapisan aqueous air mata dan disfungsi kelenjar meibomian. Proses tersebut juga dapat meningkatkan jumlah sel goblet dan menurunkan jumlah sel inflamasi dan sitokin di dalam konjuntiva.4 Sitokin-sitokin tersebut dapat menghambat fungsi neural yang dapat mengkonversi hormon androgen menjadi estrogen yang merupakan hasil dari disfungsi kelenjar meibomian. Peningkatan rata-rata apoptosis juga terlihat pada sel konjunktiva dan sel lakrimalis asiner yang mungkin disebabkan karena kaskade sitokin. Elevasi enzim pemecah jaringan yaitu matriks metalloproteinase (MMPs) juga ditemukan pada sel epitel.4 Gen yang berperan dalam produksi musin yaitu MUC1-MUC 17 akan memperlihatkan fungsi sekresi dari sel goblet, musin yang soluble dan tampak adanya hidrasi dan stabilitas dari lapisan air mata yang terganggu pada penderita sindroma dry eyes. Kebanyakan MUC 5AC berperan dominan dalam lapisan mukus air mata. Adanya defek gen musin makan akan memicu perkembangan sindroma dry eyes. Sindroma Steven-Johnson, defisiensi



15



vitamin A akan memicu kekeringan pada mata atau keratinisasi dari epitel okuler dan bahkan dapat menimbulkan kehilangan sel goblet. Musin juga menurun pada penyakit tersebut dan terjadi penurunan ekspresi gen musin, translasi dan terjadi perubahan proses post-translasi.4 Produksi protein air mata normal seperti lisosim, laktoferin, lipocalin, fosfolipase A2 juga menurun pada KCS.4



Gambar 5. Mekanisme Dry Eye.9 Gambar



tersebut



menunjukkan



bahwa



hiperosmolar



dapat



menyebabkan kerusakan pada permukaan epithelium dengan mengaktifkan aliran inflammatory di permukaan mata dan melepaskan mediator inflamasi kedalam air mata. Dry eye dapat menstimulasi saraf mata sehingga menyebabkan luka pada epitel. Hilangnya normal musin pada permukaan mata menyebabkan naiknya resistensi friksi antara kelopak mata dan bola mata. Selama periode ini terjadi inflamasi neurogenik di dalam kelenjar.9 Penyebab utama hiperosmolar pada air mata adalah penurunan aliran air mata (low lacrimal flow) akibat kegagalan kerja kelenjar lakrimal dan peningkatan penguapan cairan air mata. Meningkatnya penguapan dapat



16



dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dengan kelembapan rendah, aliran udara yang tinggi dan keadaan pasien yang mengalami Meibomian Gland Dysfunction (MGD), kondisi tersebut menyebabkan ketidakstabilan lapisan air mata. Gangguan penghantaran dari kelenjar lakrimal ke kantung konjungtiva menyebabkan menurunnya aliran air mata.9 Penghantaran air mata dapat terhalangi oleh jaringan parut konjungtiva atau hilangnya reflek sensoris yang menuju jaringan lakrimal dari permukaan mata. Kerusakan kronis pada permukaan mata kering menyebabkan sensitifitas kornea dan reflek sekresi air mata menurun. Berbagai etiologi dapat menyebabkan mata kering melalui mekanisme blok reflek sekretoris termasuk bedah refraktif (LASIK mata kering), memakai kontak lensa, dan penyalahgunaan anestesi topikal.9



I. DIAGNOSIS Anamnesis yang lengkap keluhan pasien, usia, pekerjaan, penyakit serta pemakaian obat-obatan yang mungkin dapat menjadi penyebab. Pemeriksaan klinis segmen anterior mata termasuk kelopak, sistem lakrimal, konjungtiva, epitel kornea, serta tekanan intraokuler. Pemeriksaan khusus penting dapat dilakukan untuk menilai fungsi air mata secara kualitas maupun kuantitas seperti:7 1. Test Schirmer Pemeriksaan ini menilai kuantitas produksi air mata yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal. Kertas filter Schirmer 30 x 5 mm diletakkan pada sakus inferior 1/3 temporal (agar tidak menyentuh kornea) tanpa anestesi topikal selama 5 menit. Bagian kertas yang dibasahi menunjukkan kuantitas airmata. Nilai di bawah 6-7 mm dianggap kurang. Tes ini dapat juga dilakukan dengan anestesi topikal (pantokain 0.5%) untuk menilai sekresi dasar (basic secretion) air mata. Nilai kurang dari 5 mm dianggap dry eye.7



17



Gambar 6. Tes Schirmer.7 2. Tear break-up time (BUT) Untuk menilai stabilitas lapisan airmata. Lapisan air mata diberi pewarnaan



fluoresin



dan



dilakukan



pemeriksaan



kornea



dengan



menggunakan lampu biru. Apabila interval waktu antara mengedip dan terbentuknya .dry spot. pada kornea kurang dari 10 detik dianggap abnormal (nilai normal 15 detik).7



3. Pewarnaan Pewarnaan fluoresin dapat mendeteksi adanya kerusakan epitel kornea pada penderita dry eye berupa pungtata, defek atau ulkus kornea. Pewarnaan Rose Bengal/lissamin green dapat menilai keadaan sel-sel konjungtiva dan kornea yang patologis, yang tidak dilapisi musin, serta filamen.1-3.7



4. Tes Ferning Tes untuk menilai kualitas serta stabilitas air mata. Bila air mata dibiarkan kering di atas suatu gelas objek, dengan menggunakan mikroskop cahaya akan tampak suatu gambaran kristal berbentuk daun pakis (ferns). Tes ini sangat sederhana, tidak invasif, cepat dan dapat memberikan gambaran kualitas serta stabilitas lapisan airmata.7



18



A



B



C



D Gambar 7. Hasil Tes Ferning



(A) Grade 1: gambaran daun pakis baik serta banyak (B) Grade 2: gambaran daun pakis mulai berkurang tapi masih baik (C) Grade 3: gambaran daun pakis mulai tidak berbentuk, masih ada sebagian kecil yang berbentuk pakis



(D) Grade 4: gambaran daun pakis tidak terbentuk sama sekali 5. Impression cytology Sitologi impresi menggunakan cellulose acetate filter dapat dilakukan untuk menilai keadaan serta densitas sel-sel permukaan mata, seperti sel epitel, sel goblet, serta gambaran kerusakan sel yang mengalami keratinisasi.7



J. PENATALAKSANAAN Tabel 3. Kategori terapi dry eye syndrome berdasarkan International Dry Eye Workshop.10 Macam Terapi Lingkungan / Eksogen



Perlakuan Edukasi dan modifikasi lingkungan Mengeliminasi efek pengobatan topikal atau sistemik



19



Pengobatan topical



Air mata buatan (artificial tears), gel/salep Antiinflamasi (siklosporin dan kortikosteroid topikal) Agen mukolitik Serum autologous



Pengobatan sistemik



Asam lemak omega 3 (dapat meningkatkan resiko kanker prostat pada laki-laki) Tetrasiklin (untuk disfungsi kelenjar meibomian, rosacea) Antiinflamasi sistemik Secretagogues



Pembedahan



Pemasangan sumbat punktum Pemasangan sumbat punktum secara permanen Penjahitan sepertiga kelopak mata (tarsorafi) Perbaikan posisi kelopak mata Selaput lendir, kelenjar saliva dan pencangkokan selaput amniotic



Lainnya



Terapi pada kelopak mata (kompres air hangat) Kontak lensa Kacamata moisture chamber



1. Perawatan Lingkungan dan Gaya Hidup Perawatan lingkungan meliputi edukasi untuk memodifikasi lingkungan dan mengeliminasi efek pengobatan topikal atau sistemik. Penggunaan obat-obatan topikal atau sistemik seperti beta bloker, diuretik, antihistamin, antikolinergik, dan psikotropika juga berpengaruh pada kondisi mata kering. Obat-obatan tersebut dapat mengurangi produksi air mata sehingga memperburuk kondisi mata kering. Pada kasus berat digunakan



goggles



atau kacamata



yang didesain



khusus



untuk



mempertahankan kelembaban permukaan mata dan juga berguna pada kondisi lingkungan yang berangin.11 2. Pengobatan Topikal Penggunaan obat-obatan topikal dapat berupa air mata buatan baik dalam bentuk gel maupun salep, obat anti inflamasi (siklosporin dan kortikosteroid topikal), agen mukolitik, dan serum air mata autologous. Air mata buatan (artificial tears) bertujuan untuk menurunkan osmolaritas air mata, mencuci mata dari produk proinflamatory, dan melindungi permukaan mata. Selain itu, manfaat air mata buatan pada pasien mata 20



kering adalah menyediakan lapisan lubrikasi pada konjungtiva palpebralis superior dan permukaan mata, menstabilkan lapisan air mata, mengurangi aberasi optik, dan memberikan efek pseudo anti-inflammatory. Efek pseudo



antiinflammatory



yaitu



pembersihan



secara



fisik



agen



proinflamasi, penurunan osmolaritas air mata, mengurangi resiko epiteliopati oleh karena gesekan kelopak mata, dan membantu proses penyembuhan kornea sehingga dapat mengurangi inflamasi pada permukaan mata.10,11 Topikal siklosprin menstimulasi produksi air mata dengan menekan proses inflamasi dan menghambat apoptosis pada sel epitel penghasil air mata pada kelenjar lakrimalis dan permukaan mata. Siklosporin juga dapat meningkatkan densitas sel goblet sebagai penghasil mukus pada konjungtiva. Pada percobaan klinik yang dilakukan oleh FDA, emulsi siklosporin efektif mengurangi tanda kerusakan kornea, memperbaiki gejala penglihatan kabur, dan mengurangi penggunaan tetes air mata buatan pada pasien dry eye sedang (moderate) hingga berat (severe).11 Kontraindikasi penggunaan terapi ini bedasarkan FDA adalah infeksi pada mata. Terapi kortikosteroid efektif untuk pasien dengan mata kering berat yang tidak didapatkan perbaikan dengan terapi topikal air mata buatan yang sudah maksimal.11 Topikal kortikosteroid dipakai sebagai terapi tambahan pada topikal siklosporin A pada pasien yang menunjukkan perbaikan gejala tetapi tetap terdapat gejala dan tanda kerusakan permukaan mata. Kortikosteroid adalah immunosupressor poten, yang dapat menghambat banyak jalur inflamasi. Kortikosteroid menghambat produksi sitokin dan kemokin inflamatori, mengurangi sintesis matrix metalloproteinase dan mediator inflamasi lipid (prostaglandin), mengurangi ekspresi molekul adesi sel (ICAM-1) dan menstimulasi apoptosis limfosit.11 3. Pengobatan sistemik Pengobatan sistemik berupa pemberian asam lemak omega 3, tetrasiklin, antiinflamasi sistemik, dan secretagogues. Secretagogues menstimulasi sekresi kelenjar lakrimalis dan saliva melalui reseptor M3.



21



Asam lemak omega-3 terbukti dapat meningkatkan produksi dan volume air mata. Beberapa ikan (seperti salmon dan tuna), udang dan kepiting serta minyak dari biji-bijian, sayuran warna gelap dan kacang kenari, kaya akan asam lemak omega-3. Asam lemak omega-3 dapat menghambat eikasanoid dan sitokin proinflamasi.10,11 Pilokarpin dan cevimelin adalah dua jenis obat dari golongan secretogouge yang hingga saat ini disetujui oleh FDA. Baik pilokarpin dan cevimelin telah terbukti efektif dalam mengurangi gejala mata kering dan pada beberapa uji klinis juga efektif dalam memperbaiki tanda-tanda obyektif mata kering. Namun, pengobatan ini mempunyai efek yang lebih besar pada mulut kering dibandingkan pada mata kering. Efek samping utama pengobatan ini adalah berkeringat.11 4. Pembedahan Pembedahan meliputi pemasangan sumbat punktus, pemasangan sumbat punktus secara permanen, penjahitan sepertiga kelopak mata (tarsorafi), perbaikan posisi kelopak mata, selaput lendir, kelenjar saliva dan pencangkokan selaput amniotik. Oklusi puncta atau pemasangan sumbat punktus dapat menurunkan gejala iritasi okular, memperbaiki hasil pewarnaan permukaan mata, dan mengurang ketergantungan pemakaian air mata buatan. Tarsorafi dapat digunakan untuk menjaga air mata dengan cara mengurangi ukuran apertura interpalpebral dan evaporasi lapisan air mata.10,11 5. Lainnya Terapi yang lain yaitu dengan mengkompres menggunakan air hangat pada kelopak mata, pemakaian kontak lensa, dan kacamata moisture chamber.11 K. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI Prognosis penyakit mata kering (DES) bervariasi tergantung pada tingkat kondisi keparahan. Kebanyakan pasien memiliki kasus ringan sampai sedang, dan mereka dapat diobati secara simtomatik dengan pelumas, membantu mengurangi gejala. Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan DES adalah baik. Pasien dengan Sindrom Sjogren 22



atau mata kering yang tidak diobati yang lama memiliki prognosis yang lebih buruk dan membutuhkan perawatan yang lebih lama. Mata kering dapat dipersulit oleh ulserasi kornea steril atau infeksius, terutama pada pasien dengan SS. Ulkus biasanya oval atau melingkar, kurang dari 3 mm, dan terletak di pusat atau kornea paracentral. Kadang-kadang, perforasi kornea dapat terjadi. Dalam kasus yang jarang terjadi, steril atau menular.12 Ulserasi kornea pada penyakit mata kering dapat menyebabkan kebutaan. Risiko ini nyata meningkat dengan penggunaan lensa kontak, khususnya dengan pakaian dalam semalam. Cacat epitel punctat (PED) mungkin ada. Epiteliopati dengan tanda baca yang signifikan dapat menyebabkan



erosi



kornea,



ulserasi



kornea



steril



dan



infeksius,



neovaskularisasi kornea, kornea jaringan parut, penipisan kornea, dan bahkan perforasi kornea.12



23



DAFTAR PUSTAKA 1. Phadatare, Suvarna P. et al. 2015. A Comprehensive Review on Dry Eye Disease : Diagnosis, Medical Mangement, Recents Developments, and Future Challenges. Mumbai : Hindawi Publishing Corporation; 1 – 2p. 2. Jacobus, Danny J. 2014. Diagnosis dan Manajemen Sindrom Sjogren. Madiun : CDK 216; 41 (5), 336 – 340p. 3. Riordaneva P, Whiteer JP. 2009. Vaughan & Asbury Oftamlologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC. 4. Lidya, Retro Vindica. Mustika, E. Agustinus, T. 2010. Referat Dry Eye Syndrome. Bandung : Bagian Ilmu Penyakit Mata, Universitas Kristen Maranatha. 8 – 11p. 5. Iwanaga, Joe. et al. 2017. A Novel Treatment for Keratitis Sicca (Dry Eye) : Anatomical Feasibility Study. 1 – 14p. 6. Hashemi, Hassan. et al. 2014. Prevalence of Dry Eye Syndrome in An Adult Population. New Zealand : Clinical and Experimental Ophtalmology; 42, 242 - 248p. 7. Asyari, Fatma. 2007. Dry Eye Syndrome (Sindroma Mata Kering). Jakarta : Dexa Media; 4 (20), 162 – 166p. 8. Roat, Melvin I. 2018. Keratokonjunctivitis Sicca (Dry Eyes; Keratitis Sicca). Sydney : Merck Manuals Professional Edtition. 1 – 4 p. 9. Lemp, Michael A. et al. 2007. International Dry Eye Workshop (DEWS). New York : The Ocular Surface; 5(2), 107 – 122, 161 – 174p. 10. Coleman, Anne L. 2013. Dry Eye Syndrome. America : American Academy of Ophtalmology and Preffered Practice Pattern. 13 – 17 p. 11. Hikmatul, Roisatu. 2016. Studi Penggunaan Artificial Tears Pada Pasien Dry Eye Syndrome. Surabaya : Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, 11 – 24p. 12. Foster, C. Stephen. 2017. Dry Eye Disease (Keratokonjunctivitis Sicca) Treatment and Management. Medscape, 1 – 4 p. dikutip pada tanggal 2 Juli 2018, di https://emedicine.medscape.com



24