Referat Selulitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Penyakit infeksi kulit bakterial merupakan masalah kesehatan masyarakat, dimana infeksi bakterial pada kulit yang paling sering ditemui adalah pioderma. Pioderma termasuk sepuluh penyakit terbanyak di Indonesia bahkan menempati urutan ke empat. Pioderma adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pion. Penyebab utama adalah bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp.[1] Terjadinya pioderma umumnya dipengaruhi oleh gizi, hygieni, iklim, kedaan atau penyakit yang mendasari. Manifestasi klinis infeksi bakteri pada pioderma sangat bervariasi, sesuai dengan bakteri penyebabnya, bagian tubuh yang diserang, dan keadaan imunologik penderita. Penyakit ini berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi.Tidak ada ras tertentu yang cenderung terkena pioderma. Pioderma dapat menyerang lakilaki maupun perempuan pada semua usia.[1] Selulitis merupakan jenis pioderma paling banyak pada orang dewasa. Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan usia dekade keempat dan kelima. Semakin bertambahnya usia, insiden selulitis juga semakin meningkat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh trauma pada kulit (abrasi) dan juga adanya penyakit menahun. Abrasi kulit pada usia lanjut sering terjadi dikarenakan adanya perubahan struktur kulit yang semakin menipis dan rapuh. Abrasi kulit ini dapat menyebabkan timbulnya kolonisasi bakteri yang akan memicu invasi bakteri sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Pada usia lanjut juga sering mengalami penyakit menahun (misalnya, diabetes). Penyakit menahun ini akan menurunkan sistem imun dalam tubuh yang akan menyebabkan mudahnya terkena infeksi.[1]



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Selulitis adalah kondisi peradangan akut pada dermis dan jaringan subkutan biasanya ditemukan akibat komplikasi luka, ulkus atau dermatosis. Menyebar dan bersifat piogenik, hal itu ditandai dengan nyeri lokal, eritema, bengkak dan panas. Daerah yang terlibat paling sering di kaki, tidak memiliki batas jelas dari kulit tidak terlibat. Erisipelas, adalah istilah untuk selulitis superfisial dengan keterlibatan limfatik menonjol, terdapat edema, berbatas tegas dengan kulit normal, dapat disertai dengan vesikel atau bulla. Fitur-fitur khas memberikan tampilan dikenal sebagai "peau d'orange ".[2,3] Selulitis adalah infeksi kulit yang merupakan infeksi akut oleh Streptococcus β hemolyticus. Yang mengenai epidermis dan dermis, juga mengenai subkutis. Gejala konstitusi dan tempat predileksi sama dengan erisipelas, tetapi pada selulitis kelainan kulit berupa infiltrat difus di subkutan disertai tanda radang akut.[4]



gambar 1. struktur komponen kulit dan jaringan lunak, infeksi superficial, dan infeksi pada struktur yang lebih dalam [5]



B. Epidemiologi 2



Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan usia dekade keempat dan kelima. Insidensi pada laki-laki lebih besar daripada perempuan dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis ekstremitas masih menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis kelamin.[5] Insidensi selulitis diperkirakan 24,6 kasus per 1000 pasien pertahun. Selulitis lebih sering ditemukan pada kelompok usia pertengahan dan usia tua[6] C. Etiologi Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta hemolitikus grup A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus group B adalah penyebab yang jarang pada selulitis. Selulitis pada 6



orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan oleh Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering melalui aliran darah.[2] Adapun faktor predisposisi terjadinya erisepelas dan selulitis adalah: kaheksia, diabetes melitus, malnutrisi, disgamaglobulinemia, alkoholisme, dan keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh terutama bila diseratai higiene yang jelek. Selulitis umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka atau ulkus atau lesi kulit yang lain, namun dapat terjadi secara mendadak pada kulit yang normal terutama pada pasien dengan kondisi edema limfatik, penyakit ginjal kronik atau hipostatik.[5] Tabel 1. Variasi anatomi spesifik dan penyebab predisposisi terjadinya selulitis[3]



3



D. Patofisiologi Selulitis biasanya terjadi akibat adanya luka, trauma, borok, dan kondisi yang memungkinkan terjadinya kolonisasi kuman. Kondisi penurunan daya tahan tubuh seperti kakeksia, diabetes melitus, malnutrisi, dan penyakit sistemik disertai dengan hygiene yang kurang dapat meningkatkan 2,5 kemungkinan terjadinya infeksi.[6] Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, kurang gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang yang menderita diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat.[5] Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringanjaringan



dan



polisakarida,



menghancurkannya, fibrinolysin



mencerna



hyaluronidase barrier



memecah



fibrin,



dan



substansi lecithinase



menghancurkan membran sel.[5] Infeksi bakteri dapat menyebar secara hematogenn dann limfogen sehingga dapat menyebabkan bakterimia, septikemia, limfangitis dan limfoedema[5] E. Manifestasi klinis 4



Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren).[7] Berikut adalah tanda dan gejala yang terdapat pada penderita selulitis [8] : a. Gejala selulitis  Demam  Sakit atau nyeri di daerah yang terkena  Kulit kemerahan atau peradangan yang semakin besar sebagai infeksi 



menyebar Kulit sakit atau ruam yang dimulai tiba-tiba, dan tumbuh dengan cepat



  



dalam 24 jam Kulit terasa hangat pada daerah yang kemerahan Rambut rontok pada tempat infeksi Kekakuan sendi yang disebabkan oleh pembengkakan jaringan di atas



sendi  Mual dan muntah b. Tanda- tanda infeksi  Menggigil atau gemetar  Kelelahan  Perasaan sakit  Nyeri otot  Kulit hangat  Berkeringat Adapun klasifikasi selulitis menurut Eron untuk infeksi kulit dan jaringan lunak terbai menjadi 4 kelas yaitu[9] : 



Kelas I pasien tidak memiliki tanda-tanda toksisitas sistemik, tidak terkendali







komorbiditas



dan



dapat



biasanya



dikelola



dengan



antimikroba oral secara rawat jalan. kelas II pasien dengan penyakit sistemik atau tanpa penyakit sistemik tetapi dengan co-morbiditas seperti penyakit pembuluh darah perifer,



5



insufisiensi vena kronis atau obesitas morbid yang mungkin 



mempersulit atau menunda resolusi infeksi mereka. Kelas III pasien mungkin memiliki gejala sistemik yang signifikan seperti kebingungan akut, takikardia,takipnea, hipotensi atau mungkin memiliki komorbiditas stabil yang dapat mengganggu dengan respon terhadap terapi atau memiliki anggota tubuh infeksi yang mengancam







akibat gangguan vaskular. kelas IV memiliki sindrom sepsis atau infeksi yang mengancam jiwa berat seperti necrotizing fasciitis.



Temuan klinis saja biasanya cukup untuk mendiagnosis selulitis, khususnya di non-toksik pasien imunokompeten.[9] F. Pemeriksaan penunjang [5] 1. Pemeriksaan mikroskopik Pewarnaan gram dari eksudat, pus, cairan bulaa, dan aspirasi dapat menunjukkan bakteri. GAS: strain coccus gram positif, S. Aureus : kelompok dari coccus gram positif, clostridia : basil gram negatif, dan beberapa neutrofil. 2. Kultur bakteri Selulitis: aspirasi atau biopsi dari tepi utama peradangan, mengidentifikasi patogen sampai dengan 20% pada kasus. Biakan Jamur dan mikobakteri ditunjukkan dalam kasus atipikal. Tempat masuk (ulkus, dll,) yang berdekatan dengan selulitis: hasil yang serupa dengan kultur selulitis. Kultur darah: hasil yang sangat rendah, 2 sampai 4%, tertinggi pada infeksi GAS Hasil yang lebih tinggi di dapatkan pada lymphedema kronis dan pada pasien dengan selulitis bukal atau periorbital. 3. Pemeriksaan darah Pemeriksaan sel darah putih dan laju endap darah (LED) dapat meningkat. 4. Pemeriksaan dermatopatologi Frozen section biopsi lesi dapat membantu dalam mengesampingkan dermatosis inflamasi non-infeksi. Open surgical dengan debridement mendefinisikan luas dan keparahan dari NF (necrotic fasciitis); jaringan didapatkan untuk pemeriksaan histologis, pewarnaan Gram, dan kultur



6



bakteri. Dalam necrotizing STI: vaskulitis tanpa trombosis, didapatkan kurangnya neutrofil pada tempat infeksi; basilus ditemukan di media dan adventitia, tetapi biasanya tidak dalam intima pembuluh darah, Membantu pada selulitis kriptokokus. 5. Pemeriksaan radiologi MRI dapat membantu dalam diagnosis infeksi selulitis akut dan berat, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fasciitis, dan selulitis menular dengan atau tanpa pembentukan abses subkutan. radiografi jaringan lunak, CT, MRI, dan pencitraan ultrasonografi dapat mendeteksi abses lokal, gas dalam jaringan, dan yg terletak di bawah osteomyelitis tetapi tidak menentukan Necrotic Fasciitis atau myonecrosis. Temuan laboratorium biasanya mendukung asal infektif, menunjukkan leukositosis sedikit dengan neutrophilia, dan pembesaran indeks inflamasi. Penurunan tiba-tiba jumlah darah mungkin mengawali reaksi shock rilis lipopolisakarida pada infeksi Gram-negatif. Kultur Eksudat dengan aspirasi jarum atau swab tidak rutin dilakukan. Patogen dan pengujian sensitivitas terhadap antibiotik adalah wajib untuk menyesuaikan pengobatan pada pasien yang gagal untuk merespon pengobatan dalam waktu 48 jam, dan penundaan lebih lanjut dalam melakukan kultur pada saat itu mungkin berpengaruh negatif terhadap prognosis pasien. Kultur darah dilakukan secara terbatas karena hasil positif dalam kasus minoritas dan isolat biasanya sama seperti di lesi kulit. kultur Swab nasofaring disarankan untuk mengisolasi patogen aetiologic okultisme.[10] G. Diagnosis Diagnosis klinis didasarkan pada gambaran morfologi dari lesi dan keadaan klinis seperti penyakit yang mendasari, riwayat perjalanan, paparan binatang, riwayat sengatan/gigitan dan usia. Komfirmasi dengan kultur hanya 29% pada pasien dengan imunokompeten. Kecurigaan pada necrosis fasciitis membutuhkan biopsi dalam dan frozen-section histopathology.[5] Diagnosis selulitis umumnya didasarkan pada fitur morfologi dari lesi dan gambaran klinis. Jika terdapat drainase atau luka terbuka, atau ada jalan masuk bakteri yang jelas, pewarnaan Gram dan kultur bakteri dapat



7



memberikan diagnosis definitif. Dengan tidak adanya temuan kultur, etiologi bakteri selulitis sulit untuk ditegakkan.[2] Dalam beberapa kasus staphylococcal dan streptococcus selulitis memiliki gambaran serupa dan tidak bisa dibedakan satu sama lain. Kultur aspirasi jarum tidak ditunjukkan dalam perawatan rutin karena hasilnya jarang mengubah rencana pengobatan. Bahkan ketika diambil dari tepi utama peradangan, kultur dari aspirasi jarum dan biopsi punch positif hanya 20 persen dari kasus. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya jumlah bakteri dapat menghasilkan kondisi ini dan bahwa daerah gejala berkembang di dalam kulit mungkin efek dari racun ekstraseluler atau mediator inflamasi yang ditimbulkan oleh host. Terlepas dari hasil yang rendah dari aspirasi untuk pasien individu, penelitian telah menghasilkan temuan impor untuk strategi pengobatan secara keseluruhan: data dari berbagai studi, memeriksa baik aspirasi jarum dan biopsi, menunjukkan bahwa terapi antimikroba untuk selulitis harus fokus pada cocci Grampositive di host imunokompeten , khususnya S. aureus dan S. Pyogenes.[2]



Gambar 2. Facial cellulitis dengan melibatkan regio superior maksila.[10]



8



Gambar 3. Selulitis berat pada kaki dengan vesikel dan pustul, dengan perdarahan dan nekrorik.[10]



Gambar 4. Progresif selulitis pada leher dengan meluas ke trunkus dengan pembentukan kulit yang keras dan mengelupas di bagian lesi primer.[10]



Gambar 5. Selulitis pada kaki dengan lesi bulla yang besar dan tampak limfangitis.[10]



9



Gambar 6. Selulitis karena pasteurella multocida setelah gigitan kucing, tampak bengkak dan edema.[3]



Gambar 7. Selulitis karena streptococcus beta-hemolyticus grup A pada kaki pada pasien dengan paraplegia.[3] H. Diagnosis banding Selulitis dapat di diagnosa banding dengan penyakit lain yang mengenai jaringan lunak seperti abses, necrotic fasciitis, gangren, dan erypsipeloid.[10] Nama



Definisi



Manifestasi klinik



penyakit Abses



Kumpulan dari jaringan nekrotik,



Eritematosa, bengkak



bakteri dan sel-sel inflamasi,



dan terasa nyeri dengan



dikelilingi oleh kapsul reaktif dan



daerah fluktuasi dan



dinding sel dari jaringan sehat di



perubahan trofik. nanah



dekatnya



kekuningan tebal keluar dari abses melalui fistula atau melalui 10



intervensi medis. Necrotic



Nekrosis progresif cepat pada



Daerah sakit dengan



fasciitis



lemak subkutan dan fasia, juga



warna merah-ungu



dikenal sebagai "sindrom flesh-



menjadi abu-abu Patch



eating" itu bersifat racun bagi



mengkilap, dengan



pasien, dengan demam,



violaceus bula, bisul



menggigil, takikardia, malaise,



dan daerah mengkilap,



Dan perubahan tingkat kesadaran.



cairan berbau busuk , karena nekrosis lemak.



Gangren



Tipe I: infeksi campuran anaerob



Dalam palpasi teraba



fakultatif ditambah spesies seperti



kerasa seperti kayu.



streptokokus atau



Dapat terjadi hipo atau



Enterobacteriaceae.



anestesi menunjukkan



Tipe II: infeksi streptokokus grup



adanya



A Nekrosis jaringan lunak dalam



keterlibatan saraf. Lembut, berwarna



terutama karena kehilangan



kuning gelap atau coklat



suplai darah, kadang-kadang



perubahan warna kulit,



memungkinkan invasi dan



dengan bula sera-



proliferasi bakteri, terutama yang



haematic dan bercak



mampu untuk bertahan hidup



nekrosis. Sebuah



dengan sedikit atau tanpa oksigen,



cokelat kusam berbau



seperti family Clostridium. Ini



sering terjadi. krepitus



sering memiliki onset mendadak.



di palpasi mendukung diagnosis memproduksi bakteri gas (Gas



Erypsipeloid



Sebuah penyakit akibat kerja,



ganggren). klinis yang umum untuk



yang disebabkan oleh



erisipelas dan selulitis



Erysipelotrix rhusiopathiae,



bakteri lainnya, tetapi



11



merupakan kontaminasi dari



biasanya lebih ringan



bakteri batang Gram-positif.



dan cenderung self-



Berasal dari bangkai binatang atau limited. ikan. dokter hewan, pengemas daging, nelayan sering terkena trauma. minimal penanganan sementara yang terhadap terkontaminasi bahan.



I. Penatalaksanaan Untuk mempercepat penyembuhan pasien harus banyak istirahat baring dengan elevasi tungkai yang terkena. Secara topikal dapat diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik, misalnya permanganas kalikus 1/5000 atau 1/10000, yodium povidon 7,5% diencerkan 10x, atau rivanol 1 ‰. Sistemik dengan antibiotik misalnya golongan penisilin, linkomisin,kllndamisin eritromisin, atau sefalosporin.[4] Karena sebagian besar kasus selulitis yang disebabkan oleh stafilokokus dan spesies streptokokus, antibiotik beta laktam dengan aktivitas terhadap penicillinase yang dihasilkan oleh bakteri S. aureus sebagai obat pilihan terapi. Cefazolin, sefalosporin generasi pertama, nafcillin, adalah obat sintetis penisilin antistaphylococcal dan ceftriaxone, sefalosporin generasi ketiga, semuanya merupakan obat pilihan pengobatan awal. Jika diduga methicillin resistant S. aureus (MRSA) atau pasien sangat alergi terhadap penisilin, maka vankomisin dan linezolid adalah sebagai obat pilihan terapi yang diberikan dan memiliki tingkat kesembuhan yang sama. Awal pengobatan harus diberikan secara IV di rumah sakit jika peradangan ini menyebar dengan cepat, terdapat respon sistemik yang signifikan (menggigil dan demam) atau jika ada komplikasi bersama kondisi seperti imunosupresi, neutropenia, gagal jantung atau gagal ginjal. Infeksi kaki Diabetes memerlukan perawatan khusus karena sering melibatkan beberapa patogen. Sebuah studi baru-baru menunjukkan bahwa ampicillin sulbactam dan imipenem cilastatin memiliki



12



tingkat kesembuhan yang sama (81 persen dan 85 persen) kombinasi lebih costeffective.[2] Langkah-langkah perawatan suportif meliputi elevasi dan imobilisasi dari anggota tubuh yang terlibat untuk mengurangi pembengkakan dan penerapan dressing garam steril untuk menghilangkan nanah dari lesi terbuka. Infeksi Dermatophytic harus ditangani dengan agen antijamur topikal. Penggunaan Prompt dari antijamur baik senbagai profilaksis atau pada tanda awal kekambuhan dapat mengurangi resiko penyebaran. Pasien dengan edema perifer cenderung untuk selulitis berulang, kebersihan kulit yang baik dan pengobatan yang tepat dari tinea pedis (kaki atlet) dapat membantu mencegah kekambuhan. Meskipun langkah-langkah ini, beberapa pasien terus berjuang dengan episode selulitis sering dan dapat mengambil manfaat dari penggunaan profilaksis penisilin G atau eritromisin.[2] Berikut merupakan tatalaksanan pengobatan pada selulitis berdasarkan kelasnya.[9]



J. Prognosis Selulitis akut, dengan atau tanpa pembentukan abses, memiliki kecenderungan untuk menyebar melalui limfatik dan aliran darah dan dapat menjadi penyakit serius, jika tidak diobati secara dini. Pada pasien dengan edema kronis, proses tersebut dapat menyebar dengan sangat cepat dan pemulihan mungkin lambat, meskipun drainase dan sterilisasi lesi dengan antibiotik. Kadang-kadang, erysipelas atau cellulitis tidak diobati mungkin 13



diperparah oleh pembentukan bula, abses, necrotizing fasciitis, dan bakteremia dengan sepsis atau infeksi metastatik dalam berbagai organ. diagnosis dan pengobatan yang tepat mencegah keduanya terhadap komplikasi supuratif dan non supuratif. Namun, pada bayi muda dan pasien lansia, dan pada individu yang menerima glukokortikoid, penyakit ini dapat berkembang dengan kecepatan yang menyebabkan hasil yang fatal.[11]



BAB III PENUTUP Selulitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Streptoccocus dan S. aureus, yang menyerang jaringan subkutis dan daerah superfisial. Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh balik (vena) maupun pembuluh getah bening. Daerah predileksi yang sering terkena yaitu wajah, badan, genitalia, dan ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Sellulitis dibagi menjadi beberapa kelas yaitu kelas I-IV, berdasarkan derajat keparahan serta tanda dan gejala yang pasien alami. Pada pemeriksaan klinis selulitis: adanya makula erimatous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Penanganan perlu memperhatikan faktor predisposisi dan komplikasi yang ada.



14



DAFTAR PUSTAKA 1. Fahriah. Pandaleke HE. Kapantow GM. Profil pioderma pada orang dewasa di poliklinik kulit dan kelamin RSUP prof. Dr. R. D. Kandou manado tahun 2012. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1;2015.Hal.526-527. 2. Maitre Sarah. Cellulitis: Definition, Etiology, Diagnosis and Treatment. American Medical Association Journal of Ethics: Illuminating the art of medicine.Volume 8, Number 12: 2006. Hal.831833. 3. Swartz MN. Clinical practice: cellulitis. N Engl J Med. 2004; 350:904-912. 4. Daili ES. Menaldi SL.Wisnu IM. Penyakit kulit yang umum di Indonesia. PT Medical multimedia indonesia. Jakarta : 2005. 5. Wolff K, Johnson RA, Fitzpatricks: color atlas and synopsis of clinically dermatology. New York: McGrawHill. 2008 6. Novarina RM, Sawitri. Profil Pasien Erisipelas dan Selulitis (The Profile of Erysipelas and Cellulitis Patients). Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin - Periodical of Dermatology and Venereology. Volume 27, nomor 1 ; 2015. 7. Concheiro J, Loureiro M, González-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas and cellulitis: a retrospective study of 122 cases. 100(10): 888-94



15



8. Joseph J, Abraham S, Soman A, et al. Cellulitis: a bacterial skin infection, their causes, Diagnosis and treatment. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Volume 3, Issue ;2014.Hal 308-326. 9. Fulton Raymond. Guidelines On The Management Of Cellulitis In Adults. Clinical Resource Efficiency Support Team (CREST). Northern Ireland:2005. 10. Atzori L. Manunza F. Pau M. New Trends In Cellulitis. EMJ European Medical Journal dermatology.2013: Hal.64-76 11. Wolff K. Leffel DJ. Paller AS. et al. Fitzpatricks : Dermatology in general medicine eighth edition. McGrawHill. New York: 2008.



16