Resume MODUL 7 Pengantar Anak Berkebutuhan Khusus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS RESUME MODUL 7 PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (PDGK4407)



Tutor :



Disusun Oleh:



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS TERBUKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN 2017



Modul 7 (Pendidikan Anak Tuna Daksa dan Tuna Laras) Kegiatan Belajar 1 Definisi, Penyebab, Klasifikasi, dan Dampak Tunadaksa A. Pengertian dan Definisi Anak Tunadaksa Anak tunadaksa sering disebut dengan istilah anak cacat tubuh, cacat fisik, dan cacat ortopedi. Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna berarti rugi atau kurang dan daksa yang berarti tubuh”. Tunadaksa adalah anak yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada anggota tubuhnya, bukan cacat indra. B. Penyebab Ketunadaksaan Penyebab terjadinya ketunadaksaan dapat dikelompokkan menurut saat terjadinya, yaitu: a. Sebab-sebab sebelum kelahiran (fase prenatal) b. Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal) c. Sebab-sebab setelah proses kelahiran (fase postnatal) C. Klasifikasi Anak Tunadaksa Penggolongan anak tunadaksa bermacam-macam salah satu diantaranya dilihat dari sistem kelainannya yang terdiri dari: 1.



Kelainan pada sistem cerebral (cerebral system)



2.



Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system) Penyandang kelainan pada sistem cerebral, kelainannya terletak pada sistem saraf pusat,



seperti cerebral palsy (CP) atau kelumpuhan otak. Cerebral Palsy ditandai oelh adanya kelainan gerak, sikap atau bentuk tubuh, gangguan koordinasi, kadang-kadang disertai gangguan psikologis dan sesnsoris yang disebebkan oleh adanya kerusakan atau kecacatan pada masa perkembangan otak. Menurut derajat kecacatannya, cerebral palsy diklasifikasikan menjadi (1) ringan, dengan ciri-ciri: dapat berjalan tanpa alat bantu, bicara jelas dan dapat menolong diri; (2) sedang, dengan ciri-ciri: membutuhkan bantuan untuk latihan berbicara, berjalan, mengurus diri, dan alat-alat khusus seperti brace; dan (3) berat, dengan ciri-ciri: membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi, bicara, dan menolong diri. Sedangkan menurut letak kelainan diotak dan fungsi geraknya cerebral palsy dibedakan atas: spastik, dyskenisia, ataxia dan jenis campuran. Golongan anak tunadaksa berikut ini tidal mustahil akan belajar bersama dengan anak normal dan banyak ditemukan pada kelas-kelas biasa. Penggolongan anak tunadaksa dalam kelompok kelainan sistem otot dan rangka tersebut adalah sebagai berikut:



1.



Poliomylitis Ini merupakan suatu infeksi pada sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan sifatnya menetap. Dilihat dari sel-sel motoric yang rusak, kelumpuhan anak polio dapat dibedakan menjadi: a. Tipe spinal, yaitu kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan kaki. b. Tipe bulbaris, kelumpuhan fungsi motoric pada satu atau lebih saraf tepi dengan ditandai adanya gangguan pernapasan c. Tipe bulbospinalis, gabungan anatar tipe spinal dan bulbaris d. Encephalitis yang biasanya disertai dengan demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.



2.



Muscle Dystrophy Jenis penyakit yang mengakibatkan otot tidak berkembang karena mengalami kelumpuhan yang sifatnya progresif dan simetris.



3.



Spina Bifida Merupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan terbukanya satu atau tiga ruas tulang belakang dan tidal tertutupnya kembali selama proses perkembangan.



D. Dampak Tunadaksa 1. Dampak aspek akademik Pada umumnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang mengalami kelaina pada sistem otot dan rangka adalah normal, sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan anak normal, sedangkan anak tunadaksa yang mengalami kelainaan pada sistem cerebral, tingkat kecerdasannya berentang mulai dari tingkat rendah sampai dengan tingkat tinggi. 2. Dampak sosial/emosional Dampak sosial/emosional anak tunadaksa bermula dari konsep diri anak yang mersa dirinya cacat, tidal berguna, dan menjadi beban orang lain yang mengakibatkan mereka malas belajar, bermain. Kehadiran anak cacat yang tidal diterima oleh orang tua dan disingkirkan dari masyarakat akan merusak perkembangan pribadi anak. 3. Dampak Fisik/Kesehatan Dampak fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya seain mengalami cacat tubuh adalah kecenderungan mengalami gangguan lainnya, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara dan lain-lain. Kelainan tambahan itu banyak ditemukan pada anak tunadaksa sistem cerebral.



Kegiatan Belajar 2 Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Anak Tunadaksa A. Kebutuhan Khusus Anak Tunadaksa Kelainan fisik dan gangguan kesehatan begitu luas, sehingga mereka membutuhkan halhal sebagai berikut. 1. Kebutuhan akan keleluasaan gerak dan memosisikan diri 2. Kebutuhan komunikasi 3. Kebutuhan ketrampilan memelihara diri 4. Kebutuhan Psikososial B. Profil Pendidikan Anak Tunadaksa 1.



Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan anak tunadaksa mengacu Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1991 agar peserta didik mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengemabngkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.. Connor (1975) dalam Musyafak Asyari (1995) mengemukakan bahwa dalam pendidikan anak tunadaksa perlu dikembangkan tujuh aspek yang diadaptasikan sebagai berikut.



2.



a.



Pengembangan intelektual dan akademik



b.



Membantu perkembangan fisik



c.



Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak



d.



Mematangkan aspek sosial



e.



Meningkatkan ekspresi diri



f.



Mempersiapkan masa depan anak



Sistem Pendidikan Sesuai dengan pengorganisasian tempat pendidikan maka sistem pendidikan anak tunadaksa dapat dikemukakan sebagai berikut:



3.



a.



Pendidikan Integrasi (terpadu)



b.



Pendidikan segregasi (terpisah)



c.



Sistem Inklusif



Pelaksanaan pembelajaran Dalam pelaksanaan pembelajaran akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlaksanaannya, seperti berikut. a.



Perencanaan kegiatan belajar-mengajar



b.



Prinsip pembelajaran



4.



Penataan Lingkungan belajar dan Sarana khusus Beberapa kondisi khusus mengenai gedung sekolah adalah sebagai berikut. a. Macam-macam ruangan khusus b. Jalan masuk menuju sekolah sebaiknya dibaut keras dan rata yang memungkinkan anak tunadaksa yang memakai alat bantu dapat bergerak dengan aman. c. Tangga sebaiknya disediakan jalur lantai yang dibuat miring dan landau d. Lantai bangunan baik didalam dan diluar gedung sebaiknya dibuat dari bahan yang tidak licin e. Pintu-pintu ruangan sebaiknya lebih lebar dari pintu biasa f. Untuk menghubungkan kelas sebaiknya disediakan lorong yang lebar dan ada pegangan ditembok g. Pada beberapa dinding lorong dapat dipasang cermin besar h. Kamar mandi sebaiknya dekat dengan kelas i. Dipasang WC duduk agar anak tidal perlu berongkok j. Kelas sebaiknya dilengkapi dengan meja dan kursi yang kosntruksinya disesuaikan dengan kondisi kecacatan anak 5. Personel Personel yang dibutuhkan dalam penyeleneggaraan pendidikan anak tunadaksa adalah sebagai berikut. a. Guru yang berlatarbelakang pendidikan luar biasa b. Guru yang memiliki keahlian khusus c. Guru sekolah biasa d. Dokter umum e. Dokter ahli ortopedi f. Neurolog g. Ahli terapi lain 6. Evaluasi Evaluasi belajar dilakukan sesuai dengan berat ringannya kelainan.



Kegiatan Belajar 3 Definisi, Klasifikasi, penyebab, dan Dampak Ketunalarasan A. Pengertian dan Definisi Anak Tunalaras Istilah resmi “ tunalaras” baru dikenal dalam dunia pendidikan luar biasa. Istilah tuna yang berarti kurang dan laras berarti sesuai. Jadi, anak tunalaras berarti anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan lingkungan. Perilakunya sering bertentangan dengan norma-norma yang terdapat didalam masayarakat tempat ia berada. Seperti halnya istilah, definisi mengenai tunalaras juga beraneka ragam. Berbagai definisi yang diadaptasi oleh Lynch dan Lewis (1988) adalah sebagai berikut. 1.



Public Law 94-242 ( Undang-undang tentang PLB di Amerika Serikat) mengemukakan pengertian tunalaras dengan istilah gangguan emosi, Gangguan emosi adalah suatu kondisi yang menunjukkan salah satu atau lebih gejala berikut dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang mempengaruhi prestasi belajar. a. Ketidakmampuan belajar dan tidal dapat dikaitkan dengan faktor kecerdasan, pengindraan atau kesehatan. b. Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru c. Bertingkah lakuyang tidal pantas pada keadaan normal d. Perasaan tertekan atau tidal bahagia terus menerus e. Cenderung menunjukkan gejala fisik seperti takut pada masalah sekolah



2. Kauffman (1977) mengemukakan bahwa penyandang tunalaras adalah anak yang secara kronis dan mencolok berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara yang secara sosial tidal dapat diterima atau secara pribadi tidal menyenangkan tetapi masih dapat diajar untuk bersikap secara sosial dapat diterima dan secara pribadi menyenangkan 3. Schmid dan Mercer (1981) mengemukakan bahwa anak tuna laras adalah anak yang secara kondisi dan terus menerus menunjukkan penyimpangan tingkah laku tingkat berat yang mempengaruhi proses belajar meskipun telah menerima layanan belajar serta bimbingan seperti anak lain. 4. Nelson (1981) mengemukakan bahwa tingkah laku seorang murid dikatakan menyimpang jika: a. Menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap tidal normal menurut usia dan jenis kelamin. b. Penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan intensitas tinggi c. Penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relative lama Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa membuat definisi atau batasan mengenai tunalaras sangtalah sulit karena definisi tersebut harus menggambarkan keadaan tunalaras secara jelas. Beberapa komponen yang penting diperhatikan adalah: 1. Adanya penyimpangan perilaku terus-menerus menurut norma yang berlaku sehingga menimbulkan ketidakmampuan belajar dan penyesuaian diri.



2. Penyimpangan itu tetap ada walaupun telah menerima layanan belajar serta bimbingan. B. Klasifikasi Anak Tunalaras Pengklasifikasian anak tunalaras banyak ragamnya diantara sebagai berikut. 1. Klasifikasi yang dikemukakan oleh Rosembera, dkk (1992) adalah anak tuna laras dapat dikelompokkan atas tingkah laku yang beresiko tinggi dan rendah. Yang beresiko tinggi, yaitu hiperaktif, agresif, pembangkang, delinkuensi dan anak yang menarik diri dari pergaulan sosial, sedangkan yang beressiko rendah yaitu autisme dan skizofrenia. 2. Sistem klasifikasi kelainan perilaku yang dikemukakan oleh Quay, 1979 dalam Samuel A. Kirk and James J. Gallagher (1986) yang dialihbahasakan oleh Moh. Amin, dkk (1991: 51) adalah sebagai berikut. a. Anak yang mengalami gangguan perilaku yang kacau mengacu pada tipe anak yang melawan kekuasaan b. Anak yang cemas menarik diri adalah anak yang pemalu, takut-takut, menyendiri, peka dan penurut mereka tertekan batinnya. c. Dimensi ketidakmatangan mengacu pada anak yang tidak ada perhatian, lambat, tak berminat sekolah, pemalas, suka melamun dan pendiam. d. Anak agresi sosialisasi mempunyai ciri masalah perilaku yang saman dengan gangguan perilaku yang bersosialisasi dengan “geng” tertentu. C. Penyebab Ketunalarasan Faktor penyebab timbulnya masalah perilaku sangatlah kompleks, namun faktor ini dapat dikelompokkan sebagai berikut. 1. Faktor keturunan Faktor keturunan adalah adanya garis keturunan yang menderita depresi dapat menambah kemungkinan bagi seseorang mempunyai depresi 2. Faktor kerusakan fisik Faktor penyeybab gangguan emosional dalam hal ini adalah: kelainan saraf, cidera, problem kimiawi tubuh dan metabolisme, genetika dan penyakit 3. Faktor lingkungan Penyebab karena faktor lingkungan adalah: hubungan keluarga yang tidal harmonis, tekanan masyarakat, pengaruh sekolah seperti interaksi guru dan murid atau murid itu sendiri yang tidal baik, pengaruh komunitas anak dan remaja 4. Faktor lain Faktor lain yang tidak kalah penting adalah pengaruh alkohol dan penyalahgunanan obat-obatan.



D. Dampak Anak Tunalaras 1. Dampak akademik Kelainan perilaku akan mengakibatkan adanya penyesuaian sosial dan sekolah yang buruk. Akibat penyesuaian yang buruk tersebut maka dalam belajarnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut. a. Pencapaian hasil belajar yang jauh dibawah rata-rata b. Sering kali dikirim ke kepala sekolah atau ruang bimbingan untuk tindakan disclipiner c. Sering kali tidal naik kelas d. Sering kali membolos sekolah e. Lebih sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan alasan sakit f. Anggota kelaurga, terutama orang tua lebih sering mendapat panggilan dari petugas kesehatan g. Orang yang bersangkutan lebih sering berurusan dengan polisi h. Lebih sering menjalani masa percobaan dari yang berwenang i. Lebih sering melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran lalu lintas j. Lebih sering dikirim ke klinik bimbingan 2. Dampak Sosial/emosional a. Aspek sosial 1. Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain. 2. Perilaku tersebut diatandai dengan tindakan agresif 3. Melakukan kejahatan remaja b. Aspek emosional 1. Adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak 2. Adanya rasa gelisah 3.



Dampak fisik/kesehatan Dampak fisik anak tunalaras ditandai dengan adanya gangguan makan, gangguan tidur, dan gangguan gerakan. Sering kali anak merasakan ada sesuatu yang tida beres pada jasmaninya, ia mudah mendapat kecelakaan, merasa cemas terhadap kesehatannya, merasa seolah-olah sakit.



Kegiatan Belajar 4 Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Anak Tunalaras A. Kebutuhan Khusus Anak Tunalaras Untuk membahas kebutuhan khusus anak tunalaras maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut. 1. Kebutuhan akan penyesuaian lingkungan belajar maupun proses pembelajaran yang sesuai dengan anak tunalaras 2. Kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan fisik sebaiknya mengembangkan bakat dan kemampuan intelektual 3. Kebutuhan akan penguasaan ketrampilan khusus untuk bekal hidupnya 4. Kebutuhan akan adanya kesempatan sebainya agar anak dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan atau terhadap norma di masyarakat 5. Kebutuhan akan adanya rasa aman, agar mereka memiliki rasa percaya diri dan mereka merasa tidal tersiakan oleh lingkungan sekitar. 6. Kebutuhan akan adanya suasana yang tidal menambah rasa rendah diri, rsa bersalah bagi anak tunalaras B. Profil Pendidikan Anak Tunalaras 1. Tujuan layanan Mengurangi atau menghilangkan kondisi yang tidak menguntungkan yang menimbulkan atau menambah adanya gangguan perilaku. 2. Model/Strategi Pembelajaran a. Model layanan Jenis model layanan yang diberikan kepada anak tunalaras adalah: Model biogenetic, model tingkah laku, model psikodinamika, model ekologis b. Teknik/pendekatan Teknik yang digunakan dalam mengatasi masalah perilaku adalah: Perawatan dengan obat, modifikasi perilaku, strategi psikodinamika, strategi ekologi. 3. Tempat Layanan Tempat layanan pendidikan bagi anak yang mengalami gangguan perilaku adalah: a. Tempat khusus b. Disekolah inklusi 4. Sarana Sarana pendidikan pada dasarnya tidal berbeda dengan sarana pendidikan biasa. Hanya saja membutuhkan ruangan khusus, misalnya ruangan konsulasi psikologi, atau bimbingan dan konseling; ruang pemeriksaan kesehatan, ruangan terapi fisik melalui olahraga, permainan dan lain-lain.



5. Personil Personel yang dibutuhkan untuk anak tunalaras adalah guru yang berpengalaman dan matang kepribadiannya, tenaga ahli bidang keilmuan lain, yakni psikolog, konselor, psikiater, neurology, dan pekerja sosial 6. Evaluasi Evaluasi yang digunakan dalam pendidikan anak tunalaras adalah evaluasi yang berkaitan dengan prestasi belajar. Pada dasarnya evaluasi ini sama dengan evaluasi yang dilakukan pada anak biasa disekolah regular. Selain itu ada hal yang paling penting dievaluasi adalah aspek kesehatan mentalnya.