Review Jurnal (Konsep Diri Dalam Budaya Jawa) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NAMA Rombel Program Studi Mata Kuliah Nama Jurnal



: Burhanudin (0106519019) : Reguler A : Pacasarjana Bimbingan dan Konseling : Konseling Lintas Budaya



Saliyo, (2012). Konsep Diri dalam Budaya Jawa. Buletin Psikologi 20, No. 12, 26-35 Doi 10.22146/bpsi.11946 A. LATAR BELAKANG PENULISAN Jurnal ini mengkaji tentang konsep diri perilaku orang Samin di Kudus dan Pati, dimana mereka tersebut mempunyai ajaran atau konsep diri yaitu: menolak sekolah formal, karena sekolah menurut mereka hanya menciptakan’bendara bendara’ (kaum ningrat). Mereka juga tidak memeluk agama secara resmi, mereka mengannggap bahwa agama mereka adalah agama Adam. Kemudian Ketika Menikah mereka tidak perlu ke Kantor Urusan Agama, asalkan anak dan orang tua cocok sudah jadi.Bahkan mereka menolak untuk membayar pajak. Dalam jurnal ini penulis mencoba menkaji konsep diri dan prilaku orang Samin tersebut melalui kacamata psikologi khususnya psikologi lintas budaya sebab psikologi budaya mencakup banyak tema dan fenomena beragam yang terkait dengan perilaku manusia. Perilaku manusia berbeda-beda, maka psikologi dianalogikan seperti pisau pembedah yang dapat menganalisis perilaku manusia dan proses mental seseorang itu apakah bersifat universal ataukah culture spesific berlaku bagi orang-orang tertentu di budaya-budaya tertentu. B. POIN-POIN DALAM JURNAL YANG SESUAI DENGAN KONSEP IDENTITAS BUDAYA Konsep Diri dalam Lintas Budaya. 1. Budaya sebagai Cara Pandang Orang Samin Konsep diri orang Samin seperti tidak menganggap Pendidikan penting, tidak mau beragama dan menikah secara resmi serta tidak mau membayar pajak sebenarnya semua berhubungan dengan bagaimana cara berpikir dan cara pandang mereka.mengapa mereka bertindak dan berprilaku demikian adalah dikarenakan budaya dan aturan mereka yang turun temurun. Matsumoto & Juang, (2013) menyebut bahwa Budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat berfungsi untuk memberikan aturan, pedoman atau peta jalan tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana berpikir, bagaimana bersikap, berprilaku dan apa yang harus dirasakan. Pedoman tersebut diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. 2. Self-Concept dan Ethnicity Di dalam jurnal ini penulis mengkaji menkaji konsep diri orang jawa melalui latar belakang, nilai-nilai, dan ajaran yang ada dalam budaya jawa. Hal ini sangat unik sebab Self atau selfconcept erat kaitannya dengan Culturall Psychology. Dimana, factor social dan budaya adalah salah satu factor pembentuk self pada diri individu. Kaitannya dengan konsep identitas budaya, telah jelas disebutkan latar belakang kebudayaan (Ethnicity) merupakan salah satu dimensi yang ada di dalam identitas internal seorang individu yang menentukan keunikannya dan nilai pembeda dirinya dengan orang lain. Mengapa orang jawa terkenal sebagai pribadi yang sopan santun dan pekerja keras karena memang budaya yang ada disekitar mereka mengajarkan seperti itu baik dari nilai-nilai,(local wisdom) aturan bahkan bahasapun juga membentuk kepribadian mereka. Contohnya dalam jurnal terkait disebutkan bahwa dalam budaya jawa ada ungkapan yang senantiasa diamalkan dan membentuk konsep diri dan perilaku semisal “Nuladha laku utama, Tumraping wong tanah Jawi, Wong Agung ing Ngeksiganda,



Penembahan Senapati, Kapati Amarsudi, Sudaning Hawa lan Napsu, Pinesu tanpa brata, Tanapi ing siang ratri, Amangun karyenak tyasing sasama (Marbangun, 1983). Yang intinya tentang bagaimana berusaha secara totalitas hingga tentang bagaimana membangun sikap bai kantar sesame. 3. Gender Konsep diri juga dipengaruhi oleh jenis kelamin. Pria dan wanita mempunyai pemahaman diri yang berbeda, bahkan dalam satu kelompok etnis dan gender akan ada perbedaan pemahaman diri. Gender juga disebutkan dalam Konsep Kajian Identitas Budaya dimana gender digunakan oleh individu untuk mengekspresikan dan menkomunikasikan identitas mereka. 4. 3 poin tentang konsep diri yang menjadi bahan kajian dalam ilmu psikologi dan juga terdapat dalam konsep Identitas Budaya: a. Identitas Diri (Self-Identity) Identitas diri manusia menjadi konsentrasi kajian dalam psikologi sejak jaman dulu. b. Evaluasi diri (Self-evaluation) terkait penilaian individu terhadap dirinya, lingkungannya, dan pengalaman yang ia temukan dalam hidupnya apakah sudah sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya ataukah tidak. c. Konflik Individu dengan Lingkungn Sosial (Masyarakat) dalam hidupnya individu selalu memiliki masalah baik terkait dengan kontak social atau penyesuaian diri dengan lingkungan 5. Konsep diri pada setiap individu berbeda satu sama lain sebab factor social-budaya yang melatarbelakangi mereka berbeda-beda pula. Kemudian perbedaan ini juga didasarkan pada asumsi bahwa manusia memiliki kecenderungan mengembangkan identitas dirinya terpisah dari orang lain. Hallowell’s dalam saliyo (2012) menduga bahwa setiap masyarakat dimana tempat senang memahami dan mengembangkan diri secara fisik dipisahkan dengan yang lain. 6. Independen dan interpendensi, kemudian untuk memperjelas bahwa konsep diri tiap orang berbeda jurnal ini juga mengkaji 2 jenis konsep diri yang bisa dibilang berlawanan yakni Independen dan interpendensi. Orang-orang Barat yang cenderung memiliki konsep diri independent sedangkan orang jawa sama seperti tipikal orang asia pada umumnya yang cenderung memiliki konsep diri interpendensi. Hal ini Alasannya karena di dalam budaya jawa, ada semangat kebersamaan gotong royong dan tidak terbiasa bebas dalam berekspresi sebab budaya sopan santun sangat kental sekali. C. MANFAAT KAJIAN UNTUK KONSELING MULTIKULTURAL Kajian jurnal ini memberikanpemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap konsep diri dan perilaku seseorang. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial dan budaya di mana ia hidup. Sejak lahir seseorang sudah dididik dan diajarkan untuk mengembangkan polapola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada disekitarnya. Lingkungan sosialbudaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam pembentukan perilaku dan konsep diri seseorang. Maka tugas konselor multicultural salha satunyaadalah, bagaimana ia menjembatani perbedaan-perbedaan ini dengan baik, agar tidak timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat proses perkembangan kehidupan pribadi dan social individu.