Revisi Happy 8 PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

IDENTIFIKASI BAKTERI PROTEUS VULGARIS PADA TELUR ITIK YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL KOTA MAKASSAR



SKRIPSI



HAPPY THERESIA A.J O11114503



PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2020



i



IDENTIFIKASI BAKTERI PROTEUS VULGARIS PADA TELUR ITIK YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL KOTA MAKASSAR



HAPPY THERESIA AZIKIN JAPARI



Skripsi Penelitian



PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2020 ii



HALAMAN PENGESAHAN Judul Peneltian



:



Bidang Studi Tempat Penelitian



: :



Peneliti Nama NIM Program Studi



: : :



Dengan Komisi Pembimbing



Identifikasi Bakteri Proteus Vulgaris pada Telur ItikYang Dijual Di Pasar Tradisional Kota Makassar Kedokteran Hewan Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Happy Theresia A.J O11114503 Kedokteran Hewan



:



No.



Nama Pembimbing



Status



1.



Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M.Sc NIP. 19480307 197411 2 001 Drh. Fedri Rell, M.Si NIP. 19900208 201803 1 001



Pembimbing Utama Pembimbing Anggota



2.



Tanda Tangan



Makassar, 14 Mei 2020 Proposal ini telah diperiksa dan disetujui oleh: Mengetahui, Pembimbing Utama



Peneliti,



Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M.Sc NIP. 19480307 197411 2 001



Happy Theresia A.J NIM. O11114503



Disetujui oleh, Panitia Sidang Akhir Sarjana Program Studi Kedokteran Hewan



Dr. Drh. Dwi Kesuma Sari, APVet. NIP. 197302161999032001



iii



PERNYATAAN KEASLIAAN 1.



Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Happy Theresia Azikin Japari NIM : O111 14 503 Program Studi : Kedokteran Hewan Fakulta : Kedokteran Menyatakan dengan sebenarnya bahwa : a. Karya skripsi saya adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya. Makassar, 14 Mei 2020



Happy Theresia Azikin Japari



iv



ABSTRAK HAPPY THERESIA AZIKIN JAPARI. Identifikasi Bakteri Proteus Vulgaris pada Telur Itik yang Dijual Di Pasar Tradisional Kota Makassar . Di bawah bimbingan LUCIA MUSLIMIN dan FEDRI RELL. Telur termasuk salah satu bahan makanan berasal dari hewan yang mudah didapatkan dan murah. Telur juga merupakan bahan yang mudah rusak dan telah tercatat sebagai salah satu bahan pangan yang sangat rentan kontaminasi, terutama bakteri pathogen. Proteus Vulgaris merupakan salah satu bakteri pembusukan yag berada pada telur itik. Berbagai Proteus spp. yang terutama ada sebagai saprofit diketahui menyebabkan infeksi septik pada manusia dan hewan dalam kondisi tertentu. Mikroorganisme tersebut telah dicurigai menyebabkanomphalitis dan kantung kuning telur yang persisten pada unggas. Penelitian ini untuk bertujuan mengisolasi dan mengidentifikasi cemaran Proteus Vulgaris pada telur itik yang dijual di pasar Tradisional Kota Makassar, sehingga tidak membahayakan kesehatan konsumen dan meningkatkan nilai ekonomis pada telur itik bagi peternak dan pedagang telur itik. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2019, di Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Kedokteran Hewan, Universitas Hasanuddin dengan menggunakan sampel sebanyak 24 butir telur segar yang diambil dari 6 pasar tradisional Kota Makassar. Masing-masing pasar diambil sebanyak 4 butir telur itik. Sampel tersebut kemudian ditumbuhkan pada media nutrient agar dan Triple soya broth, untuk 1 sampel telur akan dibagi menjadi 3 bagian yaitu cangkang, putih dan kuning untuk menambah keakuratan penelitian ini. Parameter yang diamati berupa jumlah koloni dalam 1 cawan petri menggunakan colonycounter. Selanjutnya, sampel dari TSB yang tumbuh akan dikultur ke media XLD. Sampel yang dicurigai Proteus Vulgaris kemudian akan dilakukan pewarnaan gram dan uji biokimia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat cemaran bakteri proteus vulgaris pada telur itik. Kata kunci : Proteus Vulgaris, Telur Itik, Identifikasi Bakteri



v



ABSTRACT HAPPY THERESIA AZIKIN JAPARI. Identification of Proteus Vulgaris Bacteria in Marketed Duck Eggs in the Traditional Market of Makassar City. Adviser : LUCIA MUSLIMIN and FEDRI RELL. Eggs, including one of the food ingredients derived from animals that are easily available and cheap. Eggs are also a perishable material and have been recorded as one of the foods that are very vulnerable to contamination, especially pathogenic bacteria. Proteus Vulgaris is one of the decay bacteria in the duck eggs. Various Proteus spp. which mainly exists as saprophytes are known to cause septic infections in humans and animals under certain conditions. These microorganisms have been suspected of causing omphalitis and persistent egg yolk sacs in avians. This study aims to isolate and identify the contamination of Proteus Vulgaris in duck eggs sold at the Traditional Market in Makassar City, so that it does not endanger the health of consumers and increase the economic value of duck eggs for breeders and duck egg traders. This research was conducted in October 2019. at the Laboratory of Microbiology in the Veterinary Studies Program, Hasanuddin University by using a sample of 24 fresh eggs taken from 6 traditional markets in Makassar City. Each market was taken as many as 4 eggs duck. The sample will then be growth on nutrient agar media and Triple soya broth, for 1 egg sample it will be divided into 3 parts, namely shell, white and yellow to increase the accuracy of this study. The parameters observed were the number of colonies in 1 petri dish using a colonycounter. Furthermore, samples from the growing TSB media will be cultured to XLD media. Samples that are suspected of being Proteus Vulgaris will then do gram staining and biochemical tests. The results of this study indicate that there is contamination of Proteus Vulgaris bacteria in duck eggs. Keywords: Proteus Vulgaris, Duck Eggs, Identification of Bacteria



vi



KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pemilik Kekuasaan dan Rahmat, yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Bakteri Proteus Vulgaris Pada Telur Itik yang Dijual Di Pasar Tradisional Kota Makassar” ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, sejak persiapan, pelaksanaan hingga pembuatan skripsi setelah penelitian selesai. Skripsi ini penulis persembahkan kepada keluarga besar penulis khususnya, kedua orang tua, Ayahanda Ir. Herry Kombaitan Japari dan Ibunda dr. Bidasari Azikin yang senantiasa memanjatkan doa yang tiada henti demi kesuksesan penulis. Kepada, saudara Ronaldo Theodourus Azikin Japari atas doa, nasihat dan dukungan yang diberikan selama ini. Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, motivasi dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. dr. Budu, Sp.M(K), M.Med selaku Dekan Fakultas Kedokteran. 2. Prof. Rosdiana selaku pelaksanatugas sementara program studi kedokteran hewan. 3. Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M.Sc sebagai pembimbing skripsi utama serta Drh. Fedri Rell M.Si juga sebagai dosen pembimbing skripsi anggota yang tak hanya memberikan bimbingan selama masa penulisan skripsi ini, namun juga menjadi tempat penulis berkeluh kesah. 4. Drh. Rasdiyanah dan Drh. Andi Baso Yusuf sebagai dosen pembahas dan penguji dalam seminar proposal dan hasil yang telah memberikan masukan-masukan dan penjelasan untuk perbaikan penulisan ini. 5. Dosen pengajar yang telah banyak memberikan ilmu dan berbagi pengalaman kepada penulis selama mengikuti pendidikan di PSKH UH. Serta staf tata usaha PSKH-UH khususnya Ibu Farida dan Pak Tomo yang mengurus kelengkapan berkas. Mohon maaf karena sudah menyusahkan ibu dan bapak. 6. Drh. Meyby Eka Putri Lembang dan Dina Zakihanifah Khaerunnisa, yang senantiasa mendampingi dan memberikan bantuan selama proses meneliti di Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Kedokteran Hewan. 7. Kepada penyemangat sekaligus sahabat penulis, Azizah Rezki RayAyu, yang senantiasa mendengarkan keluh kesah penulis,l memberikan semangat yang tak henti-hentinya dan saran kepada penulis dalam menghadapi masalah beserta seluruh dukungan dan kenangan bersama tak akan pernah penulis lupakan. 8. Kepada teman hidup, teman seperjuangan, teman berbagi kisah sedih dan indah semasa kuliah. Azizah Rezki, Frisilliya Ningsih, Nurlatifah Ulfa, Ija Almahoru, Nurul Safitri, Atika Rezki Pratiwi, Sarah Nur Atthiyah, terima kasih telah menjadi tempat penulis



vii



9.



10.



11.



12.



13.



14.



15.



bersandar di kala lelahnya menjalani kuliah, dukungan dan kenangan bersama tak akan pernah penulis lupakan. Teman seperjuangan penelitian Dina Zakihanifah Khaerunnisa, terima kasih tanpa segala bantuannya penulis tak akan sampai sejauh ini. Kakanda-kakanda yang terkasih dan tersayang, Maria Herlida Dos Santos dan Hezron Alhim D. Santos, yang tidak henti-hentinya memberikan dukugan dan semangat serta membantu penulis saat menemui kesulitan sejak memasuki bangku kuliah hingga mencapai kelulusan. Teman seperjuangan, patner yang luar biasa, Rivaldy Bayu Prayudha, yang telah membantu dalam menyumbangkan tenaga, waktu dan pikiran selama bangku kuliah, mengumpulkan sampel penelitian. Teman seangkatan 2014 ‘ROLLVET’, yang merupakan tempat peneliti berproses dan tameng pertama yang melindungi penulis selama 5 tahun ini, terima kasih atas tawa, canda dan kenangan yang luar biasa yang tak mungkin penulis lupakan. Kepada angkatan 2015 ‘VERMILLION’, 2016 ‘COS7A VERA’dan 2017 ‘CYGOR’ yang merupakan adik-adik kesayangan penulis semasa kuliah, terima kasih atas segala doa dan dukungannya untuk penulis. Rekan-rekan klinik, Homie Animal Care, yang merupakan tempat magang sekaligus tempat menimba ilmu di luar bangku kuliah, terima kasih atas segala ilmu dan pengalaman luar biasa yang telah diberikan kepada penulis. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk penulis.



Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar dalam penyusunan karya berikutnya dapat lebih baik. Akhir kata, semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi setiap jiwa yang bersedia menerimanya. Makassar, 14 Mei 2020



Happy Theresia Azikin Japari



viii



DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian 1.5. Hipotesis 1.6. Keaslian Penelitian 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telur bebek 2.1.1 Deskripsi Umum 2.1.2 Struktur Telur 2.1.3 Standar Kualitas Telur 2.2. Proteus sp. 2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi 2.2.2 Taksonomi Proteus Vulgaris 2.2.3 Morfologi Proteus Vulgaris 2.2.4 Habitat 2.2.5 Patologi 2.2.6 Pengobatan 2.3. Mikroorganisme pada Telur Bebek 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Jenis Penelitian dan Metode Sampling 3.3. Metode Penelitian 3.3.1 Alat 3.3.2 Bahan 3.4. Prosedur Penelitian 3.4.1 Pengambilan Sampel 3.4.2. Pengenceran Sampel 3.4.3. Pengujian Jumlah Total Plate Count (TPC) 3.4.4. Isolasi Proteus vulgaris 3.5. Variabel yang Diamati 3.6. Identifikasi Bakteri 3.6.1 Pewarnaan gram 3.6.2. Uji Biokimia 3.7. Analisis Data 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Proteus Vulgaris



Halaman iii iv v vi vii viii x xi 1 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 7 7 7 7 8 9 10 11 11 13



13 13 13 13 13 14 14 14 14 14 15 16 16 16 17 18 24



ix



4.2 Uji Biokmia 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran 6 DAFTAR PUSTAKA 7 LAMPIRAN-LAMPIRAN



29 32 32 32 33 36



x



DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Telur Itik 4 2. Struktur Telur Itik 6 3. Proteus Vulgaris 9 4. Perbandingan TPC Cangkang, Kuning & Putih Telur Itik Di Pasar Pabaeng -baeng (Kecamatan Tamalate) 21 5. Perbandingan TPC Cangkang,Kuning & Putih Telur Itik Di Pasar TRG (Kecamatan Bontoala) 21 6. Perbandingan TPC Cangkang,Kuning & Putih Telur Itik Di Pasar DYB (Kecamatan Biringkanaya) 22 7. Perbandingan TPC Cangkang,Kuning & Putih Telur Itik Di Pasar MDY (Kecamatan Manday). 22 8. Perbandingan TPC Cangkang,Kuning & Putih Telur Itik Di Pasar SJW (Kecamatan Mariso) 22 9. Perbandingan TPC Cangkang,Kuning & Putih Telur Itik Pasar MCY (Kecamatan Ujung Pandang) 23 10. Hasil Isolasi pada media Triple Soya Broth 24 11. Hasil Isolasi pada media XLD 27 12. Hasil Pewarnaan Gram 29 13. Hasil Uji biokimia 29



xi



DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan Gizi Berbagai Jenis Unggas 6 2. Karakteristik Biokimia Genus Proteus 7 3. Hasil Identifikasi Bakteri Kategori Di Udara 9 4. Kelompok Mikroba Pada pH Tertentu 9 5. Pola Resistensi Berbagai Antibiotik Pada 6 Isolat Proteus Vulgaris 11 6. Jenis mikroorganisme lain yang juga dijumpai di kerabang dan isi telur ungags 12 7. Rumus total mikroba per ml 15 8. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Telur 13 9. Cemaran Mikroba (BMCM) 15 10. Hasil TPC Sampel Cangkang telur yang Diambil di Enam Pasar Tradisional 18 11. Hasil TPC Sampel Putih telur yang Diambil di Enam Pasar Tradisional 19 12. Hasil TPC Sampel Kuning telur yang Diambil di Enam Pasar Tradisional 20 13. Hasil XLD Sampel Cangkang telur yang Diambil di Enam Pasar Tradisional 25 14. Hasil XLD Sampel Putih telur yang Diambil di Enam Pasar Tradisional 26 15. Hasil XLD Sampel Kuning telur yang Diambil di Enam Pasar Tradisional 26



xii



1



1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telur adalah salah satu komoditas dagang yang banyak dicari masyarakat, maka dari itu telur yang merupakan produk asal ternak juga dituntut keamanannya agar mempunyai daya saing yang tinggi dengan produk asal ternak lainnya sehingga dapat memberikan sumbangan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Telur memiliki kandungan gizi yang hampir sempurna, dan merupakan persediaan pangan selama embrio mengalami perkembangan di dalam telur, tanpa makanan tambahan dari luar (Haryoto 1996). Telur termasuk bahan pangan hewani yang mudah didapatkan dan termasuk murah. Tidak heran bila telur menjadi bagian dari menu yang terhidang di meja makan setiap harinya. Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%, serta vitamin dan mineral. Protein telur yang dapat diserap dan dimanfaatkan tubuh (nilai biologis) mencapai 96%. Selain kaya nutrisi, telur juga banyak dimanfaatkan dalam pengolahan makanan. Namun, telur juga merupakan bahan yang mudah rusak dan telah tercatat sebagai salah satu bahan pangan yang sangat rentan kontaminasi, terutama bakteri pathogen (Rinzler, 2009). Kontaminasi pada umumnya berasal dari jerami tempat bertelur, tanah dankotoran unggas. Semakin cepat telur dikeluarkan dari kandang akan semakin baik pengaruhnya untuk mencegah pencemaran oleh bakteri. Mikroorganisme yang sering mengontaminasi telur adalah bakteri kokus gram positif seperti Staphylococcus aureus, selain itu bakteri Gram negatif batang juga terdapat dalam jumlah kecil. Bakteri penyebab kebusukan telur terutama adalah bakteri gram negatif seperti Pseudomonas, Serratia, Proteus, Alcaligenes, dan Citrobacter (Raji et.al.,2009). Pertumbuhan bakteri gram negatif lebih dirangsang karena adanya komponenkomponen pelindung dan antimikroba sehingga menyebabkan bakteri gram positif lebih sukar tumbuh. Isi telur mudah terkontaminasi jika telur dicuci atau disimpan dengan cara yang salah. Mutu isi telur tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya kondisi dan mutu telur, cara pencucian dan sanitasi telur, sanitasi wadah, cara pemecahan telur dan suhu serta waktu penyimpanan isi telur (Fardiaz, 1993). Berbagai Proteus spp. yang terutama ada sebagai saprofit diketahui menyebabkan infeksi septik pada manusia dan hewan dalam kondisi tertentu. Mikroorganisme tersebut telah dicurigai menyebabkan omphalitis dan kantung kuning telur yang persisten pada unggas. Spesies Proteus sp terkadang menyebabkan kematian embrionik, infeksi kantung kuning telur dan kematian pada unggas muda, kalkun dan bebek. Infeksi kantung kuning telur adalah penyebab utama kematian anak unggas selama minggu pertama periode penetasan dan berakibat kerugian ekonomi yang besar bagi industri unggas. Ini dapat menyebabkan tingkat kematian sekitar 5-10%; Kontaminasi pusar yang tidak sembuh sebagai penyebab infeksi kantung kuning telur pada anak unggas yang baru menetas. Berbagai jenis agen bakteri dikaitkan dengan penyebab infeksi kantung kuning telur (omphalitis) pada anak unggas. Di antara bakteri Proteus spp. adalah salah satu agen bakteri yang telah diisolasi dari infeksi kantung kuning telur pada anak itik di lokasi yang berbeda di seluruh dunia. Penyelidikan tentang penyakit unggas dan infeksi kantung kuning telur (omphalitis) khususnya di Indonesia hanya menerima sedikit perhatian. Hingga saat ini tidak ada penelitian signifikan yang dilaporkan di wilayah Ajmer di Rajasthan yang berkaitan dengan infeksi kantung kuning telur (omphalitis) dan salpingitis belum menunjukkan



2



adanya infeksi Proteus spp. dan terus menjadi penyakit unggas yang terbanyak diabaikan dan menghancurkan (Dadheech,2015). Keamanan pangan adalah suatu kondisi dan upaya yang dilakukan untuk mencegah bahan pangan dari kemungkinan cemaran fisik, kimia, biologi dan benda asing lainnya yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (Schmidtet.al.,2009).Penanganan telur sebagai bahan pangan menjadi sangat penting untuk memastikan kualitas telur yang diolah atau dikomsumsi. Oleh karena itu pemahaman mengenai asal, karakteristik telur dan fungsinya menjadi sangat penting (Rinzler, 2009). Akhir-akhir ini, di Indonesia banyak terjadi kasus keracunan atau penyakit yang diakibatkan mengkonsumsi makanan yang tercemar oleh mikroba patogen. Kasus keracunan makanan selama tahun 2003-2005 yang diberitakan oleh berbagai media massa dapat memberikan gambaran tentang kondisi keamanan makanan di Indonesia. Dari 18 kasus keracunan makanan yang terjadi pada tahun 2003, 83,30% disebabkan oleh bakteri patogen, dan pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing 60% dari 41 kasus dan 72,20% dari 53 kasus (Hasyim, 2011). Selain Proteus Vulgaris, Proteus mirabilis juga dikenal sebagai penyebab infeksi saluran kemih manusia dan hewan. Beberapa wabah infeksi yang didapat di rumah sakit telah dikaitkan dengan itu. Namun, kecuali untuk infeksi saluran kemih, organisme tidak dianggap sebagai patogen penting di Indonesia kedokteran hewan dan laporan terbaru infeksi protein septicaemic di puyuh Jepang tampaknya menjadi satusatunya laporan penyakit akibat P. mirabilis pada spesies unggas (Dadheech,2015).. Oleh karena itu, mengingat pentingnya upaya untuk mempertahankan kualitas telur itik serta untuk mengisolasi dan mengidentifikasi cemaran Proteus Vulgaris pada telur itik yang dijual dipasaran sehingga tidak membahayakan kesehatan konsumen dan meningkatkan nilai ekonomis pada telur itik bagi peternak dan pedagang telur itik, maka penelitian mengenai Identifikasi Bakteri Proteus Vulgaris pada Telur Itik Yang Dijual Di Pasar Tradisional Kota Makassar perlu dilakukan 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.2.1. Apakah terdapat bakteri Proteus Vulgaris pada telur itikdi pasar tradisional di Kota Makassar? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.3.1 Tujuan Umum a. Untuk mengetahui pengaruh keberadaan bakteriProteus Vulgarispada telur itik di pasar tradiosional kota Makassar. b. Untuk meningkatkan nilai ekonomis pada telur itik bagi peternak dan pedagang telur itik di Kota Makassar. 1.3.2



Tujuan Khusus Membuktikan ada atau tidaknya cemaran bakteri Proteus Vulgaris pada telur itik



1.4 Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1. Manfaat Pengembangan Ilmu Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang keberadaan bakteri Proteus Vulgaris pada telur itik di pasar Kota Makassar.



3



1.4.2 Manfaat untuk Aplikasi a. Untuk Peneliti Melatih kemampuan meneliti dan menjadi data penunjang bagi penelitianpenelitian selanjutnya. b. Untuk Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait adanya cemaran bakteri patogen pada telur itik. Penelitian ini juga diharapkan sebagai acuan penilaian standar kontaminasi bakteri dan pengendalian kasus penyakit melalui produk makanan yang disebabkan oleh bakteri (foodbornedisease) dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai Proteus Vulgaris yang diduga sebagai salah satu penyebab foodborne disease. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memperbaiki kondisi ekonomi bagi peternak dan pedagang telur itik. 1.5 Hipotesis Diduga adanya cemaran bakteri Proteus Vulgaris pada telur itik di Kota Makassar. 1.6 Keaslian Penelitian Publikasi penelitian mengenai “Identifikasi Bakteri Proteus VulgarisPada Telur Itik di Pasar Tradisional Kota Makassar” belum pernah dilakukan. Penelitian serupa yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian ini adalah penelitian olehDadheech et.al (2015) dengan judul “Prevalence, Bacteriology And Pathogenesis Of Proteus Species In Sick Layer Chickens In Ajmer Region Of Rajasthan”, dari hasil penelitian tersebut Sebagai kesimpulan, hasil penelitian ini di peternakan unggas di wilayah Ajmer mensyaratkan pentingnya infeksi kantung kuning telur (YSI) dalam menyebabkan tingginya kematian anak unggas dan dengan demikian merupakan ancaman besar bagi industri unggas di Ajmer, Rajasthan. Namun, penyakit ini hanya mendapat sedikit perhatian. Selain itu, penelitian lebih lanjut tentang penyelidikan epidemiologis infeksi kantung kuning telur di wilayah ini, dampak ekonomi YSI, studi eksperimental pada breed. Penelitian ini menunjukkan bahwa spesies Proteus tersebar luas di organ visceral unggas yang sakit secara klinis di wilayah ini. Penelitian lebih lanjut untuk menjelaskanFaktor virulensi dan dampak ekonomi terkait dari organisme ini direkomendasikan. Di dalamStudi, tingkat prevalensi 25% tercatat pada unggas (Gallus gallus) sampel mati.



4



2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telur Itik



Gambar 1. Telur Itik Telur itik juga ada 2 jenis yaitu yang berwarna biru dan berwarna putih.Masingmasing dari telur ini dihasilkan oleh jenis bebek yang berbeda. Teluritik memiliki komposisi kadar air (70.4%), protein (13.3%), lemak (14.5 %), karbohidrat (0.7%), dan abu (1.1%) (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Telur bebek rata-rata lebih berat dibandingkan dengan telur unggas (telur unggas antara 55-60 gram sedangkan telur bebek antara 65-70 gram). Kulit telur bebek lebih tebal dibandingkan dengan telur unggas, jumlah porinya juga lebih sedikit dengan membran dalam yang lebih tebal pula. Hal ini memungkinkan lebih lambat berlangsungnya proses dehidrasi sehingga telur bebek dapat bertahan lebih lama dalam penyimpanan. Daya simpan telur bebek kira-kira 20% lebih lama dibandingkan dengan daya simpan telur unggas dalam kondisi lingkungan yang sama (Srigandono, 1986). Keunggulan telur itik dibandingkan dengan telur unggas lainnya antara lain kaya akan mineral, vitamin B6, asam pantotenat, tiamin, vitamin A, vitamin E, niasin, dan vitamin B12. Selain keunggulan, telur itik juga mempunyai kekurangan dibandingkan dengan telur unggas lainnya yaitu mempunyai kandungan asam lemak jenuh yang tinggi sehingga merangsang peningkatan kadar kolesterol darah. Kadar kolesterol telur itik kira-kira 2 kali lipat dibandingkan dengan telur unggas (Purdiyanto dan Slamet Riyadi, 2018) 2.1.1. Struktur Telur Telur unggas umumnya memiliki bentuk hampir bulat sampai lonjong. Perbedaan bentuk itu dapat terjadi karena adanya berbagai faktor yang mempengaruhi antara lain sifat genetik (keturunan), umur hewan sewaktu bertelur, sifat-sifat fisiologis waktu bertelur, dan sifat-sifat fisiologis yang terdapat pada sang induk. Selain bentuk, ukuran telur juga bermacam-macam ada yang telur isinya berat, adapula yang ringan. Umumnya telur bebek lebih besar dari telur puyuh dan telur ayam kampung. Semua jenis telur unggas mempunyai stuktur yang sama. Struktur telur terdiri atas kulit telur, lapisan telur (kutikula), membran kulit telur, putih telur (albumen), kuning telur (yolk), bakal anak unggas (germspot), dan



5



kantong udara. Umumnya semua jenis telur unggas dan hewan lain yang dalam perkembangbiakkannya dengan cara bertelur mempunyai struktur yang sama (Winarno, 2002). Adapun struktur telur terbagi menjadi 3 bagian, yaitu (Saraswati, 2012) : a. Kulit telur merupakan bagian telur yang paling keras, permukaannya halus dan juga mempunyai warna kulit yang berbeda-beda (kulit telur unggas berwarna putih, kuning, sampai coklat, telur itik berwarna kehijauan dan warna kulit telur burung puyuh ditandai dengan adanya bercak-bercak dengan warna tertentu). Kulit telur terdiri dari 4 bagian yaitu lapisan kutikula, lapisan kulit terang, lapisan mamilaris, dan lapisan membran. Lapisan kutikula merupakan lapisan paling luar yang menyelubungi seluruh permukaan telur. Kulit telur selain terdiri dari bagian yang sangat kuat dan kaku dan kulit telur juga berfungsi sebagai penghalang atau penjaga isi telur dari serangan bakteri perusak dari luar. Kulit telur yang sedikit saja mengalami kerusakan (retak/berlubang), akan memudahkan mikroba masuk dan dapat membusukkan seluruh isi telur. Pada bagian kulit telur terdapat banyak poripori dengan besar yang berbeda-beda. Jumlah pori-pori telur bervariasi antara 100200 buah per cm. Setiap cm kulit telur unggas atau bebek terdapat 7500 buah pori dengan penyebaran yang berbeda-beda. Ukuran pori telur unggas dan bebek memiliki lebar 9-38 mikron dan panjang 13-54 mikron. Dengan banyaknya pori-pori dan ukuran bakteri lebih kecil dari pori menyebabkan bakteri dapat masuk ke dalam bagian telur. b. Putih telur terdapat di antara kulit telur dan kuning telur. Bagian putih telur ini sering disebut dengan albumin. Pada putih telur ini lebih banyak mengandung protein. Putih telur mengandung lima jenis protein, yakni ovalbumin, ovomakoid, ovomucin, ovokonalbumin, dan ovoglobulin. Ovolbuminmerupakan zat protein yang paling banyak terdapat pada bagian putih telur, yaitu dapat mencapai sekitar 75%”. Bagian putih telur terdiri atas tiga lapisan yang berbeda, yaitu lapisan tipis putih telur bagian dalam (30%), lapisan tebal putih telur (50%), dan lapisan tipis telur luar (20%). Pada telur segar, lapisan putih telur tebal bagian ujungnya akan menempel pada kulit telur. Putih telur tebal dekat kuning telur membentuk struktur seperti label yang disebut kalaza. Di bagian putih telur juga terdapat protein antimikroba yang disebut lisozim. Fungsi protein tersebut adalah membantu memperlambat proses kerusakan telur. c. Kuning telur merupakan bagian yang paling penting pada isi telur. Kuning telur ini umumnya banyak disukai oleh masyarakat. Karena mempunyai nilai gizi yang tinggi dan rasanya yang enak. Komposisi gizi kuning telur terdiri dari air, protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin. Kuning telur berbatasan dengan putih telur dan dibungkus oleh suatu lapisan yang disebut membran vitelin. Membran ini tersusun oleh protein yang disebut keratin. Keratin umumnya kuning telur berbentuk bulat, berwarna kuning atau orange terletak pada pusat telur dan bersifat elastis. Warna kuning pada kuning telur disebabkan oleh kandungan santrofil yang berasal dari makanan unggas. Pigmen lain yang banyak terdapat di dalamnya adalah pigmen karatenoid. Kuning telur pada telur segar berbentuk utuh dikelilingi oleh membran vitelin yang kuat. Kuning telur tersusun atas dua lapisan yaitu lapisan putih dari kuning telur dan lapisan kuning dari kuning telur. Kedua lapisan tersebut memiliki pusat yang sama.



6



Gambar 2. Struktur Telur Itik (Suhara, 2004) 2.1.2. Status Gizi Telur Itik Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%, serta vitamin dan mineral. Protein telur yang dapat diserap dan dimanfaatkan tubuh (nilai biologis) mencapai 96%. Telur merupakan sumber protein terbaik karena mengandung semua unsure asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Asam amino ini sangat dibutuhkan oleh manusia karena tidak dapat dibentuk sendiri oleh tubuh,sehingga harus dipenuhi dari makanan. (Uno 2007). Selain protein, telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air (thiamin, riboflavin, asam pantotenat, niasin, asam folat dan vitamin B12). Kuning telur cukup tinggi kandungan kolesterolnya (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Telur itik mengandung semua gizi yang dibutuhkan manusia bahkan kandungan proteinnya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan telur unggas, yaitu masingmasing 12,81 dan 12,14%, akan tetapi lebih rendah dibandingkan dengan kandungan protein telur puyuh dan angsa yaitu masing-masing13,35% dan 13,87%. Kandungan lemak dalam telur itik (13,77%) lebih tinggi dibandingkan dengan telur unggas, puyuh dan angsa yaitu masing-masing 11,15; 11,09 dan 13,27% sehingga bila diasinkan, bagian kuning telur itik tampak lebih berminyak dibandingkan dengan kuning telur unggas (Winarno, 2002). Tabel 1. Kandungan Gizi Berbagai Jenis Unggas (Ketaren, 2007).



2.1.3. Standar Kualitas Telur Penilaian kualitas telur terbagi menjadi dua bagian yakni, penilaian eksterior (bagian luar) dan interior (bagian dalam) telur. Penilaian eksterior telur meliputi ukuran, bentuk, dan kebersihan cangkang sedangkan penilaian interior telur dilihat dari kondisi kantong udara, putih (albumen) dan kuning telur (egg yolk). Di Indonesia, kualitas telur konsumsi diatur dalam Standar Nasiional Indonesia (SNI) 01-3926-1995 dengan parameter yang sama seperti U.S Egg Grading Manual. Penilaian eksterior dilakukan



7



dengan cara melihat langsung kondisi penampakan telur secara kasat mata, sedangkan penilaian interior dilakukan dengan cara meneropong atau candling, di sortir manual satu per satu (SNI,1995). Penentuan mutu telur menurut Standar Nasional Indonesia (SNI,1995) yaitu : a) Kualitas AA (Mutu I) Kondisi telur bersih, halus, licin, tidak retak, dan bentuknya normal. Kedalaman kantung udara tidak boleh lebih dari 3,2 mm (SNI : < 0,5 cm). Putih telur harus bersih, kental dan stabil, dengan konsistensi seperti gelatin, Ketika diteropong, kuning telur tidak bergerak - gerak, berbentuk bulat, terletak ditengah telur dan bersih dari bercak darah atau noda apapun. b) Kualitas A (Mutu II) Cangkang telur bersih, halus, licin, tidak retak, dan bentuknya normal. Kedalaman rongga udara tidak boleh lebih dari 4,8 mm (SNI : 0,5-0,9 cm). Putih telur harus bersih, dan kental. Kuning telur berbentuk bulat, posisinya di tengah, harus bersih, dan tidak ada bercak atau noda. c) Kualitas B (Mutu III) Cangkang bersih, tidak boleh retak, agak kasar, dan mungkin bentuknya abnormal. Kantung udara lebih dari 1,6 mm (SNI : > 1 cm). Putih telur encer, sehingga kuning telur bebas bergerak saat diteropong. Ada noda sedikit, tetapi tidak boleh ada benda asing lainnya dan bagian kuning belum tercampur dengan putih. Kuning telur terlihat gepeng (pipih) bentuknya, agak melebar, bintik atau noda darah mungkin ada, tetapi diameternya tidak boleh lebih dari 3,2 mm. 2.2. Proteus sp. 2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Genus Proteus, yang dideskripsikan untuk pertama kalinya oleh Hauser pada tahun 1885 termasuk ke dalam golongan Enterobacteria dimana proteus sp. ditempatkan pada family Proteeae. Saat ini, genus Proteus terdiri dari lima spesies: P. mirabilis, P. vulgaris, P. penneri, P. hauseri dan P. myxofaciens, serta tiga spesies dari genus Proteus yang tidak disebutkan namanya (Janda dan Abbot, 2006). Yang paling mendefinisikan karakteristik bakteri Proteus adalah fenomena berkerumun, multi seluler proses diferensiasi batang pendek ke sel swarmer memanjang. Ini memungkinkan populasi bakteri untuk bermigrasi di permukaan padat (Rozalski, et.al., 2012) Bakteri proteus terdapat di lingkungan dan saluran pencernaan khususnya pada usus manusia dan hewan. Mikroorganisme ini berada di bawah kondisi yang menguntungkan menyebabkan sejumlah infeksi termasuk infeksi saluran kemih (ISK), infeksi luka, meningitis pada neonatus atau bayi dan artritis reumatoid. Oleh karena itu, Proteus dikenal sebagai patogen oportunistik bakteri. Itu menyebabkan ISK akut dengan frekuensi lebih tinggi, dibandingkan dengan uropatogen lainnya. Infeksi Proteus sp. disertai dengan pembentukan batu kemih yang mengandung struvite dan karbonat apatit. Virulensi batang Proteus telah dikaitkan dengan beberapa faktor termasuk fimbriae, flagela, enzim (urease - hidrolisis urea menjadi CO2 dan NH3,protease mendegradasi antibodi, protein matriks jaringan dan protein pelengkapsistem), sistem akusisi besi dan racun: hemolisin, aglutinin toksin Proteus (Pta), dan juga endotoksin - lipopolisakarida (LPS). Batang protein membentuk biofilm, khususnya pada permukaan kateter urin, yang dapat menyebabkan konsekuensi seriusuntuk pasien (Rozalski, et.al., 2012).



8



Tabel 2. Karakteristik biokimia genus Proteus Rozalski et al (2012).



2.2.2. Taksonomi Bakteri vulgaris yaitu (Irianto, 2014): Kingdom : Bacteria



Phylum Class Ordo Family Genus Spesies



: Proteobacteria : Gamma Probacteria : Enterobacteriales : Enterobacteriaceae : Proteus : Proteus Vulgaris



2.2.3. Morfologi Proteus Vulgaris Proteus Vulgaris adalah berbentuk batang Gram-negatif, chemoheterotroph bakteri, peritrik, ada yang cocobacilli, tidak berspora, tidak berkapsul. Ukuran sel individu bervariasi dari 0,4μm - 1,2 μm dan 0,6 μm – 2,5 μm. Proteus Vulgaris memiliki flagella dan bergerak aktif (Irianto, 2014). P. vulgaris dan P. mirabilis merupakan flora normal saluran pencernaan mamalia dan tersebar luas di lingkungan (Belas et al., 2006). Proteus Vulgaris juga telah diisolasi sebagai salah satu organisme yang berpotensi patogen dalam bentuk kultur murni dari persendian yang diperiksa untuk kasus radang sendi pada unggas (Dadheech, 2015). Proteus Vulgaris merupakan bakteri anaerob fakultatif, mereka dapat menggunakan nitrat seperti yang terlihat dalam tes positif untuk mengurangi nitrat, nitrit, dan belerang sebagai akseptor elektron terakhir. Proteus Vulgaris merupakan organisme motil, dalam tes tusukan dalam motilitas sulfida indol (SIM) menunjukkan endapan hitam yang menunjukkanproduksi hidrogen sulfidaoleh organisme. Media SIM digunakan untuk menguji produksi hidrogen sulfida, produksi indol, dan motilitas. Jika organisme dapat menghasilkan hidrogen sulfida dari natrium tiosulfat, maka besi amonium sulfat, indikator besi dapat bergabung dengan hidrogen sulfida untuk menghasilkan endapan hitam dalam agar. Organisme motil yang menghasilkan hidrogen sulfida akan menghasilkan endapan hitam di seluruh tabung, dimana pun organisme itu tumbuh. Media SIM berisi tryptophan. Organisme dapat menghasilkan triptofanase, dan menurunkan triptofan menjadi indole, piruvat, dan amonia. Setelah inokulasi dan inkubasi, reagen Kovac ditambahkan ke tabung reaksi. Lapisan cairan merah mudamerah tua tampak jelas di atas agar-agar, oleh karena itu indole tercipta. Kemampuan motilitas organisme terlihat ketika tumbuh keluar dari garis tusukan dan menghasilkan kekeruhan dalam medium yang mengaburkan garis tusukan (Lucci,2014).



9



Gambar 3. Proteus Vulgaris (Janda dan Abbot, 2006)



Tabel 3. Hasil Identifikasi Bakteri Kategori di Udara (Saleh et.al., (2015).



Tabel 4. Kelompok Mikroba Pada pH tertentu (Keswandani, 2007).



2.2.4. Habitat P. vulgaris dikatakan hadir di semua limbah, sumber kontaminasi yang konstan, yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan. Organisme ini lebih rentan menyebabkan infeksi nosokomial. Untuk mencegah penularan patogen nosokomial di dalam rumah sakit, persistensi patogen nosokomial pada permukaan dinilai. Semakin lama patogen nosokomial tetap berada di permukaan, semakin lama dapat menjadi



10



sumber penularan dan dengan demikian ada kemungkinan lebih tinggi untuk terpapar dengan pasien atau personel rumah sakit yang rentan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa P. vulgaris bertahan selama 1 - 2 hari. Untuk mengurangi risiko penularan patogen nosokomial dari permukaan mati ke pasien yang rentan, desinfeksi permukaan di daerah perawatan pasien tertentu dianjurkan (Drzewiecka, 2015). P. mirabilis dan P. vulgaris ditemukan pada sampel tinja gorila dataran rendah barat (Gorilla gorilla gorilla), dikumpulkan di dua lokasi di selatan-tengah Kamerun, terbukti menghuni usus kera besar yang liar ini. Seperti pada manusia, kehadiran Proteus spp. pada usus binatang dapat menimbulkan sebuah ancaman autoinfeksi dan infeksi silang. Di Belanda diisolasi strain P. mirabilis dari kotoran dan urin anjing yang menderita infeksi saluran kemih berulang. Kemungkinan usus adalah tempat penyimpanan bakteri yang menginfeksi saluran kemih anjing, karena strain P. mirabilis tidak diisolasi dari kotoran kontrol sehat (Gaastra W, 1996). Winsor et al. (1981) melakukan penelitian pada mikroflora feses dari nampaknya unta liar yang sehat (Cathartes aura) di Iran karena makanan burung-burung ini, yang merupakan hewan pemakan bangkai, harus menyertakan hewan yang telah mati karena penyakit menular. Isi usus burung yang diteliti didominasi oleh E. Coli. Tetapi, pada kenyataannya, P. mirabilis adalah spesies dominan kedua yang terdeteksi pada 50% burung dan P. Vulgaris diisolasi dari satu burung. Proteus sp. strain pada 2010 menyumbang 5% dan untuk 12,5% isolat dari telur burung unta (Struthio camelus). Kontaminasi tinja yang dapat menyebabkan penetrasi bakteri ke bagian dalam telur dan infeksi yang mungkin menjadi alasan untuk rasio embrionik yang relatif tinggikematian pada telur burung unta di Iran. 2.2.5. Patologi Proteus Vulgaris adalah spesies umum Proteus yang terkait dengan infeksi pada manusia. Salah satu faktor yang dapat diidentifikasi adalah bakteri memiliki fimbriae. Bahan kimia khusus pada ujung pili memungkinkan organisme menempel pada situs yang dipilih. Karena kehadiran flagela peritrichouse, organisme ini sangat motil. Infeksi yang paling umum disebabkan oleh P. vulgaris adalah infeksi saluran kemih dan infeksi luka. P. Vulgaris berlimpah dalam produksi urease. Urease membagi urea menjadi Karbon dioksida dan amonia. Amonia akan menyebabkan urin menjadi sangat basa dan dapat menyebabkan pembentukan batu ginjal. Beberapa gejala infeksi P. Vulgaris termasuk nyeri pinggang, hematuria, dan urin alkali yang persisten (Drzewiecka, 2015). Sebuah penelitian dilakukan untuk menilai virulensi P. Vulgaris dan P. Mirabilis pada anak unggas yang terinfeksi P. Vulgaris berpotensi menyebabkan infeksi septikemik fatal pada sejumlah besar anak unggas. Proteus Vulgaris sering dilaporkan bertanggung jawab atas infeksi saluran kemih pada manusia. Proteus Vulgaris menyebabkan radang sendi pada unggas terutama jantan yang ditandai dengan persendian yang menyakitkan dan bengkak serta tulang-tulang kaki (kaki belakang) yang menyebabkan jantan menjadi tidak dapat dipasang pada betina sehingga mengurangi produksi telur atau sel telur yang dibuahi pada betina. Ini menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi unggas seolah-olah dimana setidaknya 85 telur yang dibuahi seharusnya diproduksi 100 telur yang diletakkan oleh unggas betina (burung betina), hanya 20-25 telur yang dibuahi akan keluar dari tubuh betina. Jadi, radang sendi pada pria menyebabkan infertilitas Proteus Vulgaris menyebabkan salpingitis pada burung betina yang ditandai dengan saluran telur yang membengkak (Winsor et.al, 1981). Selaput tipis albumin mengeluarkan lendir di atas kuning telur (ova) di bagian proksimal saluran telur dan proses deposisi bahan dan membran berlanjut sampai



11



mencapai bagian distal saluran telur yaitu kloaka dimana CaCO3 (Kalsium Karbonat) diendapkan pada telur membentuk kulit telur. Ketika saluran telur betina membengkak, sel telur jatuh sangat cepat di dalamnya satu per satu dan mencapai kloaka tanpa menjalani pengendapan materi karena saluran telur tidak menghalangi jalan mereka. Akibatnya, sel telur menjadi salah bentuk karena hanya selaput tipis yang ditemukan di luarnya. Mereka menjadi panjang, sempit, berbentuk oval dan rapuh, bukan bentuk bulat yang pasti. Pada akhirnya, sel telur terganggu karena selaput ketuban pecah dan kuning telur keluar di kloaka. Kadang-kadang, selaput CaCO3 yang tipis diendapkan pada ova imatur yang salah bentuk ini dan ini berjalan kembali ke usus burung karena pergerakan peristaltik usus atau perut karena titik akhir saluran telur juga membuka ke bagian usus yaitu cloaca. Jadi, pada burung yang mengalami salpingitis, beberapa telur atau telur kecil yang belum dikupas dapat ditemukan di usus burung sambil melakukan necropsy burung. Dengan demikian, Proteus Vulgaris juga menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar pada unggas karena mereka memengaruhi betina dan karenanya, mengurangi kesuburan unggas betina (Dadheech et.al., 2015). 2.2.6. Pengobatan Sebagian besar strain resisten terhadap amikacin dan tetrasiklin dengan masingmasing 100%. Namun, resistensi terhadap carbenicillin meningkat (50%). Semua strain yang terisolasi rentan terhadap gentamisin. Semua strain lebih sering resisten terhadap amikasin, tetrasiklin, dan karbenisilin.Tren resistensi isolat untuk tetrasiklin dan amikasin lebih tinggi diikuti oleh karbenisilin. Indeks Multiple Antibiotic Resistance (MAR) dari Proteus Vulgaris ditemukan 0,34 (Dadheech, 2015). Tabel 5. Pola resistensi berbagai antibiotik pada 6 isolat Proteus Vulgaris dari 24 sampel hati dari 12 unggas yang sakit (Dadheech, 2015).



2.3 Mikroorganisme pada Telur Itik



Kerusakan telur yang paling besar dapat diakibatkan oleh karena adanya mikroba. Mikroba yang sering kali menyebabkan kerusakan pada telur antara lain oleh



12



bakteri dan cendawan. Kebusukan oleh bakteri dapat dihindari dengan mencegah adanya air pada permukaan (Nugroho, 2016). Bakteri penyebab kebusukan telur terutama adalah bakteri Gram negatif seperti Pseudomonas, Serratia, Proteus, Alcaligenes, dan Citrobacter(Fardiaz, 1992). Kontaminasi pada umumnya berasal dari jerami tempat bertelur, tanah dan cangkang telur unggas sering terdapat tinja unggas yang merupakan habitat bakteri koliform fekal. Spesies-spesies bakteri koliform dapat masuk ke dalam cangkang secara difusi osmosis (Wijaya,2013). Mikroorganisme yang sering mengontaminasi telur terutama adalah bakteri kokus Gram positif seperti staphylococcus aureus, selain itu, bakteri Gram negatif batang juga terdapat dalam jumlah kecil. Pertumbuhan bakteri gram negatif lebih dirangsang karena adanya komponen-komponen pelindung dan antimikroba sehingga menyebabkan bakteri gram positif lebih sukar tumbuh. Isitelur mudah terkontaminasi jika telur dicuci atau disimpan dengan cara yang salah. Mutu isi telur tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya kondisi dan mutu telur, cara pencucian dan sanitasi telur, sanitasi wadah, cara pemecahan telur dan suhu serta waktu penyimpanan isi telur (Fardiaz 1992). Kuman yang terdapat pada telur dapat menyebabkan kerusakan pada telur maupun gangguan kesehatan pada manusia yang mengkonsumsi telur tersebut. Kuman dapat terbawa sejak ternak masih hidup atau masuk di sepanjang rantaipangan hingga ke tangan konsumen. Berbagai cemaran tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen (Gorris 2005). Tabel 6. Jenis mikroorganisme lain yang juga dijumpai di kerabang dan isi telur unggas (Mayes dan Mustafa, 1982). Jenis Mikroorganisme Micrococcus Achromobacter Aerobacter Alcaligenes Arthrobacter Bacillus Cytophaga Escherichia Flavobacterium Psedomonas Staphylococcus Aeromonas Proteus Sarcina Streptococcus Serratia



Kerabang +++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ + + + + +



Frekuensi Kemunculan Isi Telur Busuk + + +++ + + + +++ + +++ ++ +++ + -



Tabel 7. Batas maksimum cemaran mikroba pada telur (SNI (01-6366-2000))



13



3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2019. Bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar. 3.2 Jenis Penelitian dan Metode Sampling Jenis penelitian adalah eksperimental yaitu kegiatan untuk mencapai kesimpulan atas hipotesis dari suatu masalah dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol yang disengaja terhadap objek penelitian. Lokasi pengambilan sampel ditentukan dengan metode selektif. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur itik yang terdapat di 6 pasar tradisional kota Makassar, untuk penentuan sampel dilakukan dengan metode random sampling dan digunakan rumus Federer (1963) untuk menentukan jumlah sampel. (T-1) (N-1)≥ 15 T :Merupakan jumlah kelompok percobaan N :Merupakan jumlah sampel tiap kelompok (T-1) (N-1)≥ 15 (6-1) (N-1)≥ 15 5N–5 ≥ 15 5N ≥ 15 +5 5N ≥ 20 N ≥ 20/5 N ≥ 4 (tiap pasar) Jadi, Jumlah total sampel yang dibutuhkan yaitu 6 pasar x 4 sampel = 24 sampel. Total sampel tersebut diambil dari 6 lokasi pasar yang berbeda yaitu Pasar PBB (Kecamatan Tamalate), Pasar TRG (Kecamatan Bontoala), Pasar DYB (Kecamatan Biringkanaya),Pasar MDY (Kecamatan Manday), Pasar SJW (Kecamatan Mariso) dan Pasar MCY (Kecamatan Ujung Pandang) Kota Makassar. Sampel tersebut masing-masing dimasukkan ke dalam coolbox untuk menghambat aktivitas mikroorganisme. 3.3. Materi Penelitian 3.3.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah coolbox, ice pack, spiritus, korek api, timbangan digital, mortar, gelas ukur, pipet tetes 1 ml, tabung reaksi 5 buah, rak tabung reaksi, label, spidol, erlenmeyer, water bath,oven, cawan petri, inkubator, ose, vortex, jas laboratorium, masker, handscoon dan autoclave. 3.3.2. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 24 sampel telur itik yang diperoleh dari 6 pasar tradisional di wilayah Kota Makassar. Media-media yang digunakan untuk analisis Xylose Lysine Deoxycholate (XLD), Nutrient Agar (NA), dan media untuk uji biokimia antara lain Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Sulfur indole motility (SIM), Metil Red Voges Proskauer (MRVP), Medium sitrat dan urea, serta 4 uji gula-gula antara lain glukosa, laktosa, sukrosa, dan mannitol.



14



Bahan-bahan kimia yang digunakan yaitu aquadest steril atau dapat digunakan aquadest sebagai larutan pengencer , spiritus, larutan H2O2, reagen oksidase untuk uji oksidase, minyak imersi untuk melihat bakteri pada mikroskop dengan perbesaran 100 kali, bahan-bahan untuk pewarnaan gram antara lain kristal violet, larutan lugol, alkohol 96%, dan safranin 3.4. Prosedur Penelitian 3.4.1 Pengambilan Sampel Telur yang digunakan dalam penelitian adalah telur itik.Telur itik adalah adaanya kotoran itik yang masih tersisa pada cangkang dan belum dicuci, bagian kulit luar. Telur itikyang dijual diambil sebanyak 24 butir yang diperoleh dari 6 pasar tradisional yang ada di Kota Makassar. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastic bening dan diberi label kemudian sampel dibawa dengan menggunakan coolbox ke laboratorium untuk dianalisis. 3.4.2. Pengenceran Sampel Tabung reaksi disiapkan sebanyak lima tabung berisi 9 ml akuades steril. Masukkan sampel telur itik sebanyak 1 buah ke gelas ukur dan digoyangkan agar tercampur. Sampel yang telah tercampur diencerkan secara seri dengan cara: 1 ml sampel dihomogenkan pada tabung pertama (10-1) kemudian diambil 1 ml dari tabung tersebut dan dihomogenkan pada tabung ke dua (10-2), demikian seterusnya sampai tabung ke lima (10-5). 3.4.3 Perhitungan Total Plate Count Suspensi bakteri dari pengenceran 10-1, 10-2, 10-3,10-4dan 10-5 dikultur pada media Nutrient agar (NA) dengan metode agar tuang (pour plate). Inkubasi dilakukan pada suhu 37°C selama 24 jam. Koloni bakteri yang tumbuh pada media NA setelah proses inkubasi dihitung untuk mengetahui total mikroba/total plate count (TPC) menggunakan coloni counter.Jumlah koloni bakteri per gram dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (SNI 01.2332.3-2006): Pengujian TPC pada telur itik dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Pengenceran yang digunakan pada analisis TPC adalah pengenceran 10 -4 dan 10-5. 2. Penuangan media, masing-masing pengenceran dipipet 1 ml ke dalam cawan petri steril yang telah diberi label sebelumnya (sesuai dengan angka pengenceran). Media Nutrient Agar (NA) untuk pengujian TPC, lalu dihomogenkan dengan cara digoyangkan membentuk angka 8 beberapa kali supaya media merata ke seluruh permukaan dan homogen lalu dibiarkan memadat. Cawan petri kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik. 3. Inkubasi, proses inkubasi cawan petri dilakukan dengan posisi terbalik pada suhu 370C selama 24 jam. 4. Pembacaan dan penghitungan jumlah bakteri cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 25 sampai 250 (Lukman et al., 2007). Jumlah mikroba per ml dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 3.4.4 Isolasi Proteus Vulgaris dengan Metode Gores/Streak Telur itik yang digunakan adalah 4 buah. Dalam 1 biji telur dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu : 1. Cangkang Telur, 2. Putih telur, 3. Putih telur. Sampel cangkang telur ditambahkan aquadest sebanyak 9 ml secara aseptis. Kemudian setelah itu cangkang telur dicuci dengan menggunakan larutan pencuci piring/buah dan selanjutnya baru dilakukan pemecahan telur untuk diambil bagian putih dan kuning



15



telur. Perbandingan berat sampel dengan volume aquadest adalah 1 : 9. Selanjutnya sediaan di pipet sebanyak 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang diberi label 10-1 dan di homogenkan. Sediaan tersebut dituangkan ke dalam Tryptone Soya Broth (TSB) sebanyak 1 ml. Kemudian sediaan diinkubasikan pada suhu 37ºC selama 24 jam. Selanjutnya sediaan yang telah di inkubasi dilakukan metode streak plate menggunakan ose steril lalu digores pada media XLD. Cawan petri yang berisi media XLD yang telah di streak kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik. Inkubasikan pada suhu 37ºC selama 24 jam. Kemudian diamati jika terdapat koloni bakteri berwarna hitam pada media XLD. Selanjutnya sampel akan dilakukan pewarnaan gram dan uji biokimia (Pasewu et al.,2018). 3.5. Variabel Yang Diamati Variabel yang diamati adalah total bakteri yang diamati pada kelompok pertama, yaitu sampel control, kelompok kedua, cangkang telur yang tidak dicuci dengan air, kelompok ketiga, kuning telur yang cangkangnya telah dicuci dengan cairan pencuci sayur dan buah dan disemprotkan alcohol 90% dan kelompok keempat adalah putih telur yang telah dipisahkan dari kuning telur dan cangkang telur.. Koloni bakteri yang dihitung meliputi koloni yang tumbuh baik pada permukaan, bagian dalam, dan bagian bawah nutrient agar. Jumlah bakteri yang dihitung dengan rumus: Tabel 8. Rumus total mikroba per ml Lukman et al. (2007) Rumus Total Mikroba 1 Jumlah Bakteri per gram/ ml = jumlah koloni x



𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



Tabel 9. Cemaran Mikroba (BMCM) (CFU/gram) Mikroba Telur Telur segar Tepung/Kering 1 x 10 6 BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM



>BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM



(Sumber: SNI: 01-6366-2000) Keterangan tabel: CT1 = Cangkang telur pedagang 1, CT2 = Cangkang pedagang telur 2, CT3 = Cangkang telur pedagang 3, CT4 = Cangkang telur pedagang 4



Berdasarkan data pada Tabel 10 terlihat bahwa cangkang telur itik yang diambil di seluruh pasar 87,5% berada di atas ambang Batas Maksimum Cemaran Mikroba ini sesuai dengan SNI:7388 (2009) bahwa untuk mengetahui presentase cemaran maka jumlah sampel yang melebihi BMCM (Batas Maksimum Cemaran Mikroba) dibagi keseluruhan sampel dikali 100%. Sampel yang melebihi BMCM diperoleh dari sampel cangkang telur pedagang pertama pada pasar PBB, sampel cangkang telur pedagang kedua pada pasar PBB, Sampel cangkang telur pedagang ketiga pada pasar PBB, Sampel cangkang telur pedagang keempat pada pasar PBB, sampel cangkang telur pedagang pertama pada pasar TRG, sampel cangkang telur pedagang kedua pada pasar TRG, Sampel cangkang telur pedagang ketiga pada pasar TRG, Sampel cangkang telur



19



pedagang keempat pada pasar TRG, sampel cangkang telur pedagang pertama pada pasar DYB, sampel cangkang telur pedagang kedua pada pasar DYB, Sampel cangkang telur pedagang ketiga pada pasar DYB, Sampel cangkang telur pedagang keempat pada pasar DYB, sampel cangkang telur pedagang pertama pada pasar MDY, sampel cangkang telur pedagang kedua pada pasar MDY, Sampel cangkang telur pedagang ketiga pada pasar MDY, Sampel cangkang telur pedagang keempat pada pasar MDY, Sampel cangkang telur pedagang ketiga pada pasar SJW, Sampel cangkang telur pedagang keempat pada pasar SJW, sampel cangkang telur pedagang kedua pada pasar MCY, Sampel cangkang telur pedagang ketiga pada pasar MCY, Sampel cangkang telur pedagang keempat pada pasar MCY. Tabel 11. Hasil TPC sampel Putih telur yang diambil di enam pasar tradisional No.



Tempat Pengambilan Sampel



Jumlah Sampel



1



Pasar PBB



4



2



Pasar TRG



4



3



Pasar DYB



4



4



Pasar MDY



4



5



Pasar SJW



4



6



Pasar MCY



4



Kode Sampel



TPC



PT1 PT2 PT3 PT4 PT1 PT2 PT3 PT4 PT1 PT2 PT3 PT4 PT1 PT2 PT3 PT4 PT1 PT2 PT3 PT4 PT1 PT2 PT3 PT4



2,32 x 107 2,79 x 107 2,74 x 107 2,78 x 107 4,55 x 106 2,485 x 107 8,7 x 106 7,75 x 106 4,1 x 106 2 ,85 106 4,7 x 106 3,55 x 106 1,35 x 106 9 x 105 3,45 x 106 7 x 105 1,4 x 106 1,43 x 107 2,05 x 106 6,12 x 106 4,3 x 105 8,4 x 106 5 x 104 2,75 x 106



Standar



Ket >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM



1 x 106



>BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM



>BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM



(Sumber: SNI: 01-6366-2000) Keterangan tabel: PT1 = Putih telur pedagang 1, PT 2 = Putih telur pedagang 2, PT 3 = Cangkang telur pedagang 3, PT4 = Putih telur pedagang 4



Berdasarkan data pada Tabel 11 terlihat bahwa putih telur itik yang diambil di seluruh pasar 71,9% berada di atas ambang Batas Maksimum Cemaran Mikroba ini sesuai dengan SNI:7388 (2009) bahwa untuk mengetahui presentase cemaran maka jumlah sampel yang melebihi BMCM (Batas Maksimum Cemaran Mikroba) dibagi keseluruhan sampel dikali 100%. Sampel yang melebihi BMCM diperoleh dari sampel cangkang putih pedagang pertama pada pasar PBB, sampel putih telur pedagang kedua pada pasar PBB, sampel putih telur pedagang ketiga pada pasar PBB, Sampel putih telur pedagang keempat pada pasar PBB, sampel putih telur pedagang pertama pada pasar TRG, sampel putih telur pedagang kedua pada pasar TRG, Sampel putih telur pedagang ketiga pada pasar TRG, Sampel putih telur pedagang keempat pada pasar



20



TRG, sampel putih telur pedagang pertama pada pasar DYB, sampel putih telur pedagang kedua pada pasar DYB, Sampel putih telur pedagang ketiga pada pasar DYB, Sampel putih telur pedagang keempat pada pasar DYB, sampel putih telur pedagang pertama pada pasar MDY, Sampel putih telur pedagang ketiga pada pasar MDY, Sampel putih telur pedagang kedua pada pasar SJW, sampel cangkang telur pedagang ketiga pada pasar SJW, Sampel cangkang telur pedagang keempat pada pasar SJW, sampel cangkang telur pedagang kedua pada pasar MCY, Sampel cangkang telur pedagang keempat pada pasar MCY. Tabel 12. Hasil TPC sampel Kuning telur yang diambil di enam pasar tradisional No.



Tempat Pengambilan Sampel



Jumlah Sampel



1



Pasar PBB



4



2



Pasar TRG



4



3



Pasar DYB



4



4



Pasar MDY



4



5



Pasar SJW



4



6



Pasar MCY



4



Kode Sampel



TPC



KT1 KT2 KT3 KT4 KT1 KT2 KT3 KT4 KT1 KT2 KT3 KT4 KT1 KT2 KT3 KT4 KT1 KT2 KT3 KT4 KT1 KT2 KT3 KT4



2,46 x 107 2,81 x 107 1,97 x 107 1,79 x 107 2,14 x 106 1,27 x 107 1,59 x 107 1,85 x 107 7,35 x 106 3,55 x 106 7,25 x 106 4,5 x 106 5 x 105 3,8 x 106 1,2 x 106 2,5 x 105 4,4 x 106 1,8 x 106 6,0 x 106 5,62 x 106 6,75 x 106 5,78 x 106 5 x 104 3,5 x 106



Standar



1 x 106



Ket >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM >BMCM



(Sumber: SNI: 01-6366-2000) Keterangan tabel: KT1 = Kuning telur pedagang 1, KT 2 = Kuning telur pedagang 2, KT3 = Kuning telur pedagang 3, KT 4 = Kuning telur pedagang 4



Berdasarkan data pada Tabel 12 terlihat bahwa kuning telur itik yang diambil di seluruh pasar 87,5% berada di atas ambang Batas Maksimum Cemaran Mikroba ini sesuai dengan SNI:7388 (2009) bahwa untuk mengetahui presentase cemaran maka jumlah sampel yang melebihi BMCM (Batas Maksimum Cemaran Mikroba) dibagi keseluruhan sampel dikali 100%. Sampel yang melebihi BMCM diperoleh dari sampel kuning telur pedagang pertama pada pasar PBB, sampel kuning telur pedagang kedua pada pasar PBB, Sampel kuning telur pedagang ketiga pada pasar PBB, Sampel kuning telur pedagang keempat pada pasar PBB, sampel kuning telur pedagang pertama pada pasar TRG, sampel kuning telur pedagang kedua pada pasar TRG, Sampel kuning telur pedagang ketiga pada pasar TRG, Sampel kuning telur pedagang keempat pada pasar TRG, sampel kuning telur pedagang pertama pada pasar DYB, sampel kuning telur pedagang kedua pada pasar DYB, Sampel kuning telur pedagang ketiga pada pasar



21



DYB, Sampel kuning telur pedagang keempat pada pasar DYB, sampel kuning telur pedagang kedua pada pasar MDY, Sampel kuning telur pedagang ketiga pada pasar MDY, sampel kuning telur pedagang pertama pada pasar SJW, sampel kuning telur pedagang kedua pada pasar SJW, Sampel kuning telur pedagang ketiga pada pasar SJW, Sampel kuning telur pedagang keempat pada pasar SJW, sampel kuning telur pedagang pertama pada pasar MCY, Sampel kuning telur pedagang kedua pada pasar MCY, Sampel kuning telur pedagang keempat pada pasar MCY.



a. Media NA b. Sampel cangkang (Kontrol Negatif) Telur Itik



c. Sampel kuning Telur Itik



d.Sampel putih Telur Itik Gambar 4. Perbandingan TPC Cangkang, Kuning dan Putih Telur Itik Di Pasar PBB (Kecamatan Tamalate)



a.Media NA (Kontrol Negatif)



b. Sampel d.Sampel putih c.Sampel Kuning cangkang Telur Telur Itik Telur Itik Itik Gambar 5. Perbandingan TPC Cangkang, Kuning dan Putih Telur Itik Di Pasar TRG (Kecamatan Bontoala)



d.Sampel putih b. Sampel c.Sampel Kuning Telur Itik cangkang Telur Telur Itik Itik Gambar 6. Perbandingan TPC Cangkang, Kuning & Putih Telur Itik Di Pasar DYB (Kecamatan Biringkanaya)



a.Media NA (Kontrol Negatif)



22



a.Media NA (Kontrol Negatif)



b. Sampel c.Sampel Kuning d.Sampel putih cangkang Telur Telur Itik Telur Itik Itik Gambar 7. Perbandingan TPC Cangkang, Kuning & Putih Telur Itik Di Pasar MDY (Kecamatan Manday).



c.Sampel Kuning d.Sampel putih b. Sampel Telur Itik Telur Itik cangkang Telur Itik Gambar 8. Perbandingan TPC Cangkang, Kuning & Putih Telur Itik Di Pasar SJW (Kecamatan Mariso)



a.Media NA (Kontrol Negatif)



b. Sampel d.Sampel putih c.Sampel Kuning cangkang Telur Telur Itik Telur Itik Itik Gambar 9. Perbandingan TPC Cangkang, Kuning & Putih Telur Itik Di Pasar MCY (Kecamatan Ujung Pandang)



a.Media NA (Kontrol Negatif)



Perbandingan kontrol TPC negative dengan media TPC yang didapat dari sampel cangkang, kuning dan putih telur itik berdasarkan gambar 3,4,5,6,7 dan 8 dapat dilihat kontrol media NA negative tidak ada pertumbuhan bakteri dalamnya. Tetapi pada cangkang telur, media NA terlihat banyak koloni bakteri yang tumbuh, pada kuning telur, media NA juga terlihat tumbuh koloni bakteri tapi tidak sebanyak koloni yang tumbuh pada cangkang telur, diikuti dengan jumlah koloni bakteri paling sedikit yang tumbuh di media NA pada putih telur. Pengujian TPC pada tabel diatas dilaksanakan pada tanggal 5 September, 21 September, 10 Oktober, 15 Oktober, 21 Oktober, 11 November 2019. Berdasarkan data



23



pada Tabel 10 terlihat bahwa cangkang telur itik yang diambil di seluruh pasar 87,5% berada di atas ambang Batas Maksimum Cemaran Mikroba ini sesuai dengan SNI:7388 (2009) bahwa untuk mengetahui presentase cemaran maka jumlah sampel yang melebihi BMCM (Batas Maksimum Cemaran Mikroba) dibagi keseluruhan sampel dikali 100%. Hal tersebut dapat terjadi karena cangkang telur yang tidak dilakukan pencucian dengan air dan telur yang dilakukan pencucian dengan sabun sebelum diambil kuning dan putih telur terlihat jelas dimana total bakteri pada cangkang lebih tinggi diikuti dengan kuning telur dan terendah adalah putih telur. Hal ini dikarenakan pada cangkang biasanya terdapat kotoran di antaranya adalah tinja, tanah, atau suatu bahan yang banyak mengandung bakteri perusak, bakteri tersebut dapat masuk ke dalam telur melalui kulit telur yang retak atau melalui lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur rusak serta melalui lubang -lubang kecil yang terdapat pada permukaan telur yang disebut pori-pori (Harianto, 2002). Menurut Sudaryani (2003) telur yang baru dikeluarkan dari induk, memiliki pori-pori yang masih dilapisi kutikula atau lapisan lilin sehingga kerabang menjadi lebih tebal. Demikian pula, penurunan tebal kerabang dapat dihubungkan dengan semakin menyusutnya lapisan lilin yang menutupi kerabang sehingga memungkinkan semakin banyak pori-pori kerabang yang terpapar udara. Keadaan ini mempermudah penguapan selama masa penyimpanan dan mengakibatkan kantung udara semakin tinggi. Semakin lama waktu simpan maka pori – pori kerabang akan melebar, hal ini juga yang menyebabkan kerabang semakin menipis. Kemungkinan yang lainnya adalah kondisi telur saat dijual masih menempel kotoran itik di cangkangnya. Sampel putih telur itik yang diambil di seluruh pasar tradisional Kota Makassar pada tabel 11 sekitar 71,9% berada di atas ambang Batas Maksimum Cemaran Mikroba ini sesuai dengan SNI:7388 (2009) bahwa untuk mengetahui presentase cemaran maka jumlah sampel yang melebihi BMCM (Batas Maksimum Cemaran Mikroba) dibagi keseluruhan sampel dikali 100%. Hal tersebut dapat terjadi karena putih telur mengandung banyak senyawa protein antimikroba yang dapat diaplikasikan pada makanan dan obat-obatan seperti ovotransferrin, lizozim, conalbumin dan ovomusin (Stadelman, 2000; Charter dan L agarde, 2014). Ovotransferrin berfungsi mengikat dan membatasi kesediaan Fe sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri, ovotransferrin berperan sebagai agen antimikroba terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas sp dan Salmonella mutans (Varon dkk., 2013). Lisozim bekerja melisiskan dinding sel mikroba (Ibrahim, 2000). Conalbumin, mengikat mineral, vitamin, dan ion yang diperlukan mikroba. Ovomusin, bekerja mematikan atau inaktifasi enzim dalam mikroba sehingga menghambat pertumbuhan mikroba (Wu dan Alexandra, 2012). Berdasarkan hal tersebut dapat diindikasikan yang menyebabkan sedikitnya pertumbuhan bakteri pada putih telur dibandingkan dengan cangkang dan kuning merupakan akibat dari adanya senyawa-senyawa antimikroba pada putih telur. Sampel kuning telur itik yang diambil di seluruh pasar tradisional Kota Makassar pada tabel 12 sekitar 87,5% berada di atas ambang Batas Maksimum Cemaran Mikroba ini sesuai



dengan SNI:7388 (2009) bahwa untuk mengetahui presentase cemaran maka jumlah sampel yang melebihi BMCM (Batas Maksimum Cemaran Mikroba) dibagi keseluruhan sampel dikali 100%. Hal tersebut dapat terjadi karena Bakteri Proteus Vulgaris sering ditemukan di tanah dan air. Bakteri dapat melakukan kontaminasi terhadap ayam melalui berbagai jalur. Salah satu kebiasaan dari itik adalah mecari makan dan minum di lumpur. Dan itu bisa menjadi bentuk penyebaran ke tubuh itik melalui organ pencernaan. Terjadinya penyebaran sistemik dengan menginfeksi sistem imun dari itik. Akibatnya, bakteri dapat menginfeksi hampir seluruh bagian organ dalam



24



itik termasuk bagian reproduktifnya. Infeksi pada bagian reproduktif itik dapat terjadi pada infundibulum, magnum, isthmus dan kelenjar kulit telur. Infeksi pada bagian infundibulum akan mengakibatkan bakteri dapat berkolonisasi di dalam bagian kuning telur. Magnum merupakan bagian organ reproduktif yang berperan dalam pembentukan putih telur. Infeksi pada bagian ini akan menyebabkan bakteri dapat membentuk koloni pada bagian putih telur. Selain infeksi pada bagian organ reproduktif, infeksi dapat terjadi setelah pembentukan telur. (Khoirunnisa et.al, 2017). Aspek positif dari kehadiran bakteri dalam air dan tanah yang terhubung dengan strain Proteus vulgaris terdeteksi di lingkungan, memungkinkan memperoleh kemampuan metabolisme untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda, seperti konsentrasi tinggi logam berat atau zat beracun, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan nutrisi oleh bakteri (Drzewiecka, 2015). Deteksi bakteri P. vulgaris pada air minum diklaim sebagai polutan mikroba utama air minum di Rajasthan, India (Suthar et al., 2009). Kemudian, di sumur bor perairan di Kota Mysore, ditemukain strain P. mirabilis dan strain P. vulgaris yang mendominasi dan memproduksi H2S (dianggap sebagai terkait dengan coliform fecal dalam air minum) (Nagaraju dan Sastri, 1999). Poonia et al. (2014) melaporkan keberadaan P. mirabilis dan P. vulgaris strain dalam air minum dari mata air dan aliran di daerah pedesaan Sikkim. Sedangkan di Nigeria, bakteri Proteus spp. terdeteksi di dua dari lima perairan sumur yang diteliti, diperlakukan sebagai sumber air minum (Aboh et al., 2015).



4.1.Identifikasi Bakteri Proteus Vulgaris Hasil identifikasi Proteus Vulgaris pada media XLD berdasarkan pengujian sampel telur itik di laboratorium Mikrobiologi Kedokteran hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, diperoleh hasil bahwa 9 (37,5%) sampel dari 24 sampel yang diambil dari enam pasar tradisional positif bakteri Proteus Vulgaris. Dimana dari 24 sampel cangkang telur itik, 24 sampel putih telur itik, dan 24 sampel kuning telur itik diantaranya 2 sampel cangkang telur berasal dari pasar MCY, 2 sampel cangkang telur, 1 sampel putih telur dan 1 sampel kuning telur dari pasar SJW, 1 sampel cangkang telur, 1 sampel putih telur serta 1 sampel kuning telur yang berasal dari pasar MDY. Isolasi bakteri menggunakan media Triple Soya Broth (TSB) sebagai media penyubur (enrichment) dan Media TSB mengandung kasein dan pepton kedelai yang menyediakan asam amino dan substansi nitrogen lainnya yang membuatnya menjadi media bernutrisi untuk bermacam mikroorganisme. Dextrosa adalah sumber energi dan natrium klorida mempertahankan kesetimbangan osmotik. Medium Nutrient Broth merupakan medium yang memiliki kegunaan sebagai medium untuk menumbuhkan bakteri sama seperti medium NA apabila reaksi positif menunjukkan perubahan warna dari kuning menjadi keruh. (Setiaji et.al, 2015).



PK R3 Gambar 10. Hasil Isolasi pada media Triple Soya Broth



25



Hasil isolasi sampel cangkang, putih dan kuning telur di media TSB pada gambar 9 dinyatakan tumbuh dengan hasil terjadinya perubahan warna dasar kuning menjadi keruh. Kandungan dari TSA terdiri atas agar, tryptone, soytone dan sodium chloride. Kisaran harga TSA per 500 g yang biasa digunakan antara Rp. 850.000–1.200.000 dengan dosis pemakaian 40 g/L. Secara umum kultur media bakteri harus mengandung sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, vitamin atau bahan-bahan yang dapat mendorong pertumbuhan bakteri seperti ekstrak daging atau ragi. Ekstrak daging mengandung pepton atau protein terhidrolisi yang banyak mengandung senyawa nitrogen sederhana. Selain pepton, keberadaan elemen mikro seperti Ca, Mn, Na, Mg, Zn, Co, Fe, Cu juga dibutuhkan sebagian besar pada saat 6-12 jam pertama dari inkubasi (Collin & Lyne, 2004). Kultur bakteri dilakukan dengan menggunakan medium Xylose Lysine Desoxycholate Agar (XLD). Media XLD adalah media selektif dan diferensial bakteri enterobacteriaceae khususnya untuk salmonella sp dan shigella sp. Dari hasil isolasi pada media XLD didapatkan adanya kandungan H2S, H2S akan mereduksi tiosulfat dan besi dengan membentuk warna hitam pada koloni. Natrium deoksikolat akan menghambat bakteri Gram (+) dan bakteri Gram (-) non enterik. Menurut Zimro MJ et al. (2009), bentuk koloni Proteus Vulgaris dan aerobic lainnya sangat mirip yaitu tidak berwarna atau colourless dengan adanya lingkaran hitam di tengah. Kemudian, koloni bakteri yang diduga positif Proteus Vulgaris dilingkari spidol hitam akan dilakukan pewarnaan gram dan uji biokimia. Berikut ini hasil idenfikasi bakteri Proteus Vulgaris pada media XLD dari masing-masing pasar tradisional dapat dilihat pada Tabel 13,14,15. Tabel 13. Hasil XLD Sampel Cangkang telur yang Diambil di Enam Pasar Tradisional No.



1



2



3



4



5



6



Kode Hasil Sampel Uji CT1 CT2 Pasar PBB 4 CT3 CT4 CT1 CT2 Pasar TRG 4 CT3 CT4 CT1 CT2 Pasar DYB 4 CT3 CT4 CT1 CT2 + Pasar MDY 4 CT3 CT4 CT1 CT2 + Pasar SJW 4 CT3 + CT4 CT1 + CT2 Pasar MCY 4 CT3 CT4 + Keterangan tabel : CT1 = Cangkang telur 1, CT2 = Cangkang telur 2, CT3 = Cangkang telur 3, CT4 = Cangkang telur, (+) = Positif atau ada pertumbuhan koloni yang



Tempat Pengambilan Sampel



Jumlah Sampel



26 menghasilkan H2S atau endapan hitam (-) = Negatif atau tidak ada pertumbuhan koloni yang menghasilkan H2S atau endapan hitam



Hasil XLD dari sampel cangkang telur berdasarkan data pada Tabel 13 terlihat bahwa cangkang telur itik yang diambil di seluruh pasar terdapat 5 dari 24 sampel cangkang telur yang diambil positif Proteus Vulgaris yaitu sampel cangkang telur pedagang kedua dari pasar MDY, sampel cangkang telur pedagang kedua dari pasar SJW, sampel cangkang telur pedagang ketiga dari pasar SJW, sampel cangkang telur pedagang pertama dari pasar MCY dan sampel cangkang telur pedagang keempat dari pasar MCY. Tabel 14. Hasil XLD Sampel Putih Telur Yang Diambil Di Enam Pasar Tradisional No.



Tempat Pengambilan Sampel



Jumlah Sampel



1



Pasar PBB



4



2



Pasar TRG



4



3



4



5



6



Kode Sampel PT1 PT2 PT3 PT4 PT1 PT2 PT3



Hasil Uji -



PT4 PT1 PT2 Pasar DYB 4 PT3 PT4 PT1 PT2 + Pasar MDY 4 PT3 PT4 PT1 PT2 + Pasar SJW 4 PT3 PT4 PT1 PT2 Pasar MCY 4 PT3 PT4 Keterangan Tabel : PT1 = Putih telur 1, PT2 = Putih telur 2, PT3 = Putih telur 3, PT4 = Putih telur 4, (+) = Positif atau ada pertumbuhan koloni yang menghasilkan H 2S atau endapan hitam (-) = Negatif atau tidak ada pertumbuhan koloni yang menghasilkan H2S atau endapan hitam



Hasil XLD dari sampel putih telur berdasarkan data pada Tabel 14 terlihat bahwa putih telur itik yang diambil di seluruh pasar terdapat 2 dari 24 sampel putih telur yang diambil positif Proteus Vulgaris yaitu sampel putih telur pedagang kedua dari pasar MDY, sampel putih telur pedagang kedua dari pasar SJW. Tabel 15. Hasil XLD sampel Kuning telur yang diambil di enam pasar tradisional No.



Tempat Pengambilan Sampel



Jumlah Sampel



1



Pasar PBB



4



Kode Sampel KT1 KT2 KT3 KT4



Hasil Uji -



27



2



3



4



5



6



Pasar TRG



4



KT1 KT2 KT3



-



KT4 KT1 KT2 Pasar DYB 4 KT3 KT4 KT1 KT2 + Pasar MDY 4 KT3 KT4 KT1 KT2 + Pasar SJW 4 KT3 KT4 KT1 KT2 Pasar MCY 4 KT3 KT4 Keterangan tabel : KT1 = Kuning telur 1, KT2 = Kuning telur 2, KT3 = Kuning telur 3, KT4 = Kuning telur 4,(+) = Positif atau ada pertumbuhan koloni yang menghasilkan H 2S atau endapan hitam (-) = Negatif atau tidak ada pertumbuhan koloni yang menghasilkan H 2S atau endapan hitam



Hasil XLD dari sampel kuning telur berdasarkan data pada Tabel 15 terlihat bahwa kuning telur itik yang diambil di seluruh pasar terdapat 2 dari 24 sampel kuning telur yang diambil positif Proteus Vulgaris yaitu sampel kuning telur pedagang kedua dari pasar MDY, sampel kuning telur pedagang kedua dari pasar SJW.



(a) (b) Gambar 11. Media XLD yang tidak ditumbuhi bakteri (a) dan Media XLD yang ditumbuhi Proteus Vulgaris (b) Media XLD yang tidak ditumbuhi bakteri berwarna merah sedangkan media XLD yang ditumbuhi bakteri mengalami perubahan warna dapat dilihat pada gambar 10, adanya ciri ciri koloni dari Proteus Vulgaris pada media ditandai dengan adanya bintik hitam, bulat, dan cembung. Hal ini sesuai dengan sumber Waltman (1999) dimana Media XLD merupakan salah satu media yang sangat efektif pada pertumbuhan Proteus spp, terutama Proteus Vulgaris. Kehadiran H2S pada media XLD ditandai dengan koloni berwarna hitam terutama pada bakteri salmonella spp dan Proteus spp. Sampel postif pada gambar 10 diperoleh dari sampel cangkang telur pada pedagang pertama dari pasar MCY, Sampel cangkang telur pedagang keempat dari pasar MCY, Sampel cangkang



28



telur pedagang kedua dari pasar SJW, Sampel cangkang telur pedagang ketiga dari pasar SJW, Sampel putih telur pedagang kedua dari pasar SJW, Sampel kuning telur pedagang kedua dari pasar SJW, Sampel cangkang telur pedagang kedua dari pasar MDY, Sampel putih telur pedagang kedua dari pasar MDY, Sampel kuning telur pedagang kedua dari pasar MDY. Pasar PBB, Pasar DYB, Pasar TRG tidak ditemukan adanya dugaan Proteus Vulgaris disebabkan oleh lingkungan dan sanitasi pasar yang relative cukup baik dengan kondisi ruangan penjual yang tidak bergabung dengan penjual karkas dan ikan serta pencahayaan yang baik. Di masing-masir pasar tersebut juga terutama pasar PBB dan pasar DYB telah disediakan tempat sampah yang memisahkan sampah basah dan sampah kering. Sementara pasar TRG belum disediakan tempat sampah seperti itu dan seluruh sampah digabung dalam satu gerobak sampah. Kemudian di ketiga pasar ini, pedagang tidak memajang telur itik di tempat pajangan yang bisa diakses oleh pembeli secara bebas terutama di pasar daya baru, pedagang yang mengambil telur yang diinginkan oleh pembeli. Dan penjual telur itik yang diambil sampel telur itiknya Sebagian besar hanya menjual telur itik baik mentah maupun sudah diasinkan dan sembako. Adapun, yang masih menjual telur itik dan telur lainnya dipisahkan meja pajangannya. Hal ini sesuai dengan persyaratan kesehatan lingkungan pasar yaitu mempunyai batas wilayah yang jelas antara pasar dan lingkungannya; pembagian area sesuai dengan jenis komoditi, sifat dan klasifikasinya (basah, kering, penjualan daging, karkas unggas dan ikan ditempatkan di tempat khusus); lantai dibuat kedap air, tidak licin, dan mudah dibersihkan; tingkat pencahayaan yang baik; tersedia tempat sampah yang terpisah antara sampah kering dan basah dalam jumlah yang cukup serta tidak ada genangan air; ketersediaan jumlah dan kualitas air bersih; dan saluran drainase memiliki kemiringan sehingga mencegah genangan air (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Identifikasi bakteri dilanjutkan dengan perwarnaan gram. Pada hasil pewarnaan bakteri yang dapat ditentukan hanyalah bentuk bakteri yakni coccus/bulat ataukah basil/batang dan jenis gram suatu bakteri. Pada pewarnaan gram, warna merah menunjukkan bakteri Gram negatif dan warna ungu menunjukkan bakteri Gram positif (David B. Fankhauser, 1983). Zat warna ini mudah dihilangkan dari dinding sel bakteri Gram negatif pada saat dicuci sehingga zat warna safranin membuat mikroorganisme tersebut berwarna merah (Sears, et al., 2011). Hasil pengamatan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x menunjukkan bakteri yang diwarnai (Gambar 11) merupakan koloni bakteri yang diduga Proteus Vulgaris yaitu ditemukan bakteri berwarna merah (Gram negatif) serta morfologi berbentuk cocobasili (Arifin, 2015).



29



Gambar 12.Hasil Pewarnaan Gram 4.2.Uji Biokimia A



B



C



D



E



F



G



H



I



J



Gambar 13. Hasil Uji Biokimia a.Uji TSIA, b.Uji SIM, c.Uji MR, d.Uji Citrat, e.Uji Urea, f.Uji Glukosa g.Uji Laktosa h.Uji Sukrosa, i.Uji Mannitol j.Uji VP Uji biokimia merupakan uji konfirmasi (peneguhan) untuk menentukan koloni Proteus Vulgaris positif. Uji biokimia antara lain Uji Triple Sugar Iron (TSIA), Sulfur Indol Motility (SIM), Methyl Red (MR), Voges Proskauer (VP), sitrat, urea, dan uji gula-gula (glukosa, laktosa, sukrosa dan mannitol). Hasil uji biokimia dapat dilihat pada Gambar 12. TSIA (Triple Sugar Iron agar)adalah media diferensial dengan indikator pH yang dapat membedakan mikroorganisme berdasarkan kemampuannya dalam memecah karbohidrat spesifik dengan atau tanpa menghasilkan gas.Dengan menggunakan media ini, bakteri dapat dibedankan menjadi mikroba non fermenter, fermenter glukosa, atau fermenter glukosa dan laktosa. TSIA mengandung karbohidrat berupa glukosa, sukrosa, dan laktosa, fenol merah sebagai indikator pH, serta natrium tiosulfat (Haryani et al, 2012). Permukaan TSIA yang berwarna merah merupakan indikasi terjadinya degradasi glukosa secara aerob. Degradasi glukosa pada medium akan menyebabkan digunakannya pepton sebagai sumber nutrisi dan selanjutnya katabolisme peptone akan menghasilkan amonia sehingga medium menjadi basa dengan masing-masing indikator pH pada medium tersebut (Haryani et al, 2012).Uji TSIA pada sampel dengan kode



30



isolat P2 memperlihatkan hasil fermentasi pada laktosa dan sukrosa serta glukosa karena warna butt adalah kuning dan menghasilkan H2S yang ditandai dengan terbentuknya warna hitam pada slant dan bakteri memproduksi gas yang ditandai dengan terangkatnya agar pada butt. Uji SIM (Sulfide Indole motility) dilakukan untuk melihat kemapuan bakteri dalam membentuk sulfide, indole dari asam amino tryptophan. Bakteri yang memiliki enzim tryptophanase akan menghidrolisis tryptophan menjadi indole, piruvat dan amonia. Pembentukan indole dalam media dapat diketahui dengan pemberian reagen Kovac’s. Hasil indole positif ditunjukkan dengan terbentuknya cincin berwarna merah yang terdapat dibagian atas media (Gani, 2003).Uji SIM pada sampel dengan kode isolat P2 memperlihatkan indol positif karena memiliki kemampuan mendegradasi asam amino tryptophan. Motil positif yang disertai dengan adanya H2S. Uji methyl-red (MR) digunakan untuk mendeteksi menentukan adanya fermentasi asam campuran. Beberapa bakteri memfermentasikan glukosa dan menghasilkan berbagai produk yang bersifat asam sehingga akan menurunkan pH media pertumbuhan menjadi 5,0 atau lebih rendah. Penambahan indikator pH methyl-red dapat menunjukkan adanya perubahan pH menjadi asam.Beberapa bakteri memfermentasikan glukosa kemudian menghasilkan produk asam. Penambahan methyl-red sebagai indikator pH akan menunjukkan perubahan warna merah pada pH dibawah 4,4 (hasil positif) dan perubahan warna kuning pada pH diatas 6 (hasil negatif) (Hemraj et al., 2013). Uji MR pada sampel dengan kode isolat P2 memperlihatkan positif yang menunjukkan perubahan warna dari kuning menjadi merah yang berarti bakteri dapat memfermentasikan glukosa dan menghasilkan asam. Uji Voges Preskauer (VP) digunakan untuk mendeteksi acetoin dalam kultur cair bakteri. Pengujian ini dilakukan dengan menambahkan α-naftol dan KOH dengan larutan Voges Proskauer yang telah dinokulasikan bakteri (Hemraj et al., 2013). Uji VP pada sampel dengan kode isolat P2 memperlihatkan negatif yang menunjukkan tidak adanya perubahan warna dari kuning yang berarti tidak adanya acetoin dalam kultur bakteri. Uji citrat diigunakan untuk mengetahui jenis bakteri yang mengutilasi sitrat. Bakteri yang memanfaatkan sitrat sebagai sumber karbon akan menghasilkan natrium karkobat yang bersifat alkali, sehingga dengan adanya indikator brom thynol blue menyebabkan warna biru pada media (Eunike dkk, 2014).Uji Simmon’s citrate bertujuan untuk menentukan apakah bakteri menggunakan natrium sitrat sebagai sumber karbon. Bakteri yang dapat menggunakan sitrat akan menggunakan garam amonium dan menghasilkan amonia, sehingga asam akan dihilangkan dari medium dan menyebabkan peningkatan pH. Peningkatan pH ini yang akan mengubah warna medium dari hijau menjadi biru (Putri, 2016). Uji citrat pada sampel dengan kode isolat P2 memperlihatkan positif yang ditandai dengan adanya perubahan warna dari kuning menjadi biru yang terjadi dikarenakan memanfaatkan citrat sebagai sumber karbon. Hal ini disebabkan kerena medium yang digunakan untuk menguji kemampuan bakteri dalam menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon yang digunakan. Uji urease berguna dalam mengidentifikasi organisme yang mampu menghidrolisis urea yang dapat menghasilkan amonia dan karbon dioksida, terutama untuk mengetahui mikroorganisme tersebut mengandung urease atau tidak (Gani, 2003).Uji urease pada sampel dengan kode isolat P2 memperlihatkan positif positif terhadap uji ini karena dapat menghidrolisis urea danmembentuk amonia sehingga suasana medium menjadi basa dan berwarna merah.Uji urease berguna dalam mengidentifikasi organisme yang mampu menghidrolisis urea dan dapat menghasilkan ammonia dan karbon dioksida, terutama untuk mengetahui mikroorganisme tersebut mengandung urease atau tidak (Gani, 2003). Uji urease pada sampel P2 memperlihatkan hasil positif terhadap uji



31



urease karena dapat menghidrolisis urea dan membentuk ammonia sehingga medium menjadi basa dan berwarna merah. Uji gula-gula terdiri dari glukosa, laktosa, sukrosa dan maltosa. Uji gula-gula digunakan untuk mengisolasi bakteri yang memiliki kemampuan dalam memfermentasi karbohidrat.Uji gula-gula terdiri dari glukosa, laktosa, sukrosa dan maltosa. Uji gulagula digunakan untuk mengisolasi bakteri yang memiliki kemampuan dalam memfermentasi karbohidrat. Sampel dengan kode isolat P2pada media glukosa menunjukkan hasil positif yakni terjadinya perubahan warna. Uji laktosa pada sampel menunjukkan hasil positif. Media laktosa mengandung gula, air pepton dan fenol red. Bakteri dapat mengurai media laktosa karena memiliki enzim β-galaktisidase. Sukrosa pada sampel positif dan terdapatnya gas dan terjadi perubahan warna. Kondisi pasar sangat berpengaruh terhadap timbulnya kontaminasi berbagai agen penyakit baik bakteri, virus, jamur maupun parasit. Kondisi pasar yang kurang memadai dari segi infrastruktur maupun kebersihan sangat mempengaruhi higienitas terhadap berbagai jenis bahan pokok makanan yang diperjual belikan terutama telur unggas ras. Penelitian yang dilakukan di pasar-pasar tradisional menunjukkan bahwa kondisi pada pasar tradisional sangat buruk dengan tingkat kebersihan yang sangat minum sehingga peluang terjadinya cemaran bakteri sangat tinggi. Telur dijual dengan cara di susun diatas rak dan telur itik yang kotor dan bersih tidak dipisahkan pada tempat lain namun tetap diperjualbelikan. Naiknya harga telur unggas dipasaran Kota Makassar menyebabkan masyarakat lebih memilih menggunakan telur itik pada Bulan Ramadhan dan hari raya lainnya. Pada penelitan ini ditemukannya cemaran bakteri Proteus Vulgaris pada telur unggas itik yang dijual di Kota Makassar, yaitu pasar MDY, SJW dan MCY. Proteus Vulgaris ditemukan pada kerabang telur, putih telur dan kuning telur yang mungkin disebabkan oleh adanya cemaran bakteri tersebut pada saluran reproduksi itik.Proteus Vulgaris dapat menimbulkan penyakit diare. Sebanyak 518 sampel feses anak penderita diare dengan persentase bakteri Proteus Vulgaris sebesar 91,5%. Proteus Vulgaris termasuk bakteri yang telah resisten terhadap antibiotic amoxicillin dan trimethorprimsulfomethoxazole. Proteus Vulgaris dapat ditemukan di tanah maupun air ataupun pada feses unggas (Arfiani dkk., 2014).



32



5. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian identifikasi bakteri Proteus Vulgaris pada telur itik maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Hasil dari identifikasi ditemukan sampel dari enam Pasar Tradisional terdapat 9 positif Proteus Vulgaris dari 72 sampel. Diantaranya 2 sampel positif dari pasar MCY, 4 sampel dari pasar SJW. 4 sampel dari pasar MDY. 5.2. Saran Adapun saran dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) penyuluhan dari Pemerintah kepada masyarakat khususnya peternak itik tentang tata cara pemeliharaan dan kesehatan itik, (2) Disarankan untuk dalam menjual telur itik di pasaran, haruslah lebih diperhatikan kebersihan rak telur dan tempat pemajangan telur tersebut, (3) Disarankan untuk konsumen yang membeli telur itik yang dijual di pasaran harus mencuci telur itik terlebih dahulu dengan pencuci buah dan sayuran sebelum dikonsumsi dan menyimpan telur dalam lemari pendingin atau kulkas, (4) Disarankan untuk konsumen dalam mempertahankan lama penyimpanan telur itik bisa diolah dengan cara diasinkan dan direbus sebelum dikonsumsi.



33



DAFTAR PUSTAKA Aboh EA, Giwa FJ, Giwa A. 2015. Penilaian Mikrobiologis Perairan di Samaru, Zaria, Kaduna, Negara, Nigeria. Ann Afr Med, 14: 32–38. doi: 10.4103 / 15963519.148732. Afifah, N. 2013.Uji Salmonella-shigella pada telur unggas yang disimpan pada suhu dan waktu yang berbeda. J. Edu Research, 2 (1):35-46. Adriani. 2013. Analisis Total Mikroba Dan Nilai Gizi ( Protein ) Pada Lawa Bale Makanan Tardisional Sulawesi Selatan. Uin Alauddin Makassar: Makassar [SKRIPSI] Arifin, IM. 2015. Deteksi Salmonella Sp. Pada Daging Sapi Di Pasar Tradisional Dan Pasar Modern Di Kota Makassar. Universitas Hasanuddin: Makassar. Belas, R., Manos, J., Suvanasuthi, R. 2004. Proteus Mirabilis Zapa Metalloprotease Degrades A Broad Spectrum Of Substrates, Including Antimicrobial Peptides. Infect. Immun, 72: 5159–5167. Collin, CH., Lyne PM. 2004. Microbiological Method, 8th ed. London: Arnold. Dadheech, T, Reena V., Vijaylatha R. 2015. Antimicrobial Susceptibility Of Proteus Vulgaris Isolated From Sick Layer Chickens Infected With Arthritis In Ajmer Region Of Rajasthan. World Journal Of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences, 4(6): 1288-1294. Drzewiecka, D. 2015. Significance and Roles of Proteus Spp. Bacteria in Natural Environments. Microbiology Ecol Journal, 72(3): 741-758 Endang, W., Titi CS., Lala N. 2013. Kemasan Antimikrob Untuk Memperpanjang Umur Simpan Bakso Ikan. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 18(2): 125-131. Fardiaz, S. 1993. Mikrobiologi Pengolahan Pangan. Institut Pertanian Bogor : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PusatAntar Universitas Pangan Dan Gizi Gaastra, W., Van ORAA., Pieters EWJ., Bergmans HEN.,Van DL., Agnes A., Ter HHM. 1996. Isolation And Characterization Of Dog Uropathogenic Proteus Mirabilis Strains. Vet Microbiol, 48(!): 57–71 Gani, A. 2003. Metode Bakterilogi Diagnostik. Makassar: Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK). Gorris, L. 2005. Food SafetyObjective: An Integral Part Of Food Chain Management. Food Control, 16:801-809. Hadioetomo.1990. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : Gramedia Harianto, H. 2002. Analisa Kandungan Salmonella sp pada produk telur unggas ras yang dijual pada pasar tradisional di kota Medan. Universitas Sumatera Utara: Medan Haryoto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Kanisisus: Yogyakarta. Hasyim, H. 2011. Analisis Bahaya Dan Pengendalian Titik Krisis Dalam Penyelenggaraan Warung Makan Di Kampus (Alternatif Pencegahan Foodborne Diseases). Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 2(1): 2-6. Hemraj, V., Diksha A. 2013. A Review on commonly used biochemichal test for bacter. Innovare. Journal of life science, 1(10): 1-7. Ibrahim, HR. 2000. Ovotransferrin. Dalam Naidu A. Ed, Natural Food Antimicrobial New York Systems. CRC Press, Inc., 21: 211–226. Janda, J.M., Abbot S.L. 2006. The Enterobacteriaceae. Asm Press, 2: 233– 259. Jayasinghe, G., Hoek W., Jensen Pk., Cairncoss S., Daalsgard A. 2010. Is There An Association Between Bacteriological Drinking Water Quality And Childhood



34



Diarrhoea In Developing Countries. Tropical Medicine And International Health Journal, 9 (11): 1210-1215. Khoirunnisa, K., Gusti APP., Julio JGA., Tia F., Jeremia OC. 2017. Karakterisasi Bakteri Kontaminan Pada Putih dan Kuning Telur Unggas Kampung dalam Kondisi Mentah dan Setengah Matang (100oC/4Menit). http://www.researchgate.net/project/Proyek-Penelitian-Kecil-ProyekMikrobiologi-2017 Kunova. S., Lucia Z., Lubomír L., Martin M., Jozef C., Peter Z., Miroslava K. 2017. Microbiological Quality Of Chicken Breast Meat After Application Of Thyme And Caraway Essential Oils. Potravinarstvo Slovak Journal Of Food Sciences, 11(1): 167-174. Lay, W., Bibiana. 1994. Analisis Mikroba Di Laboratorium. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Lucci, JA. 2014. Determinative Bacteriology Of Proteus Vulgaris. Research gate Journal, 9: 491-511 Lukman, DW., Latif H. 2007. Penuntun Praktikum Higiene Pangan. FKH IPB: Bogor. [Tidak Diterbitkan]. Mayes, FJ., Mustafa A. Microbial Contamination Of TheHen's Egg: A Review. Loughry College Of Agriculture And Food Technology:Northern Ireland. Takeballi Journal Of Food Protection, 46 (12): 1092-1098 (December 1983) Muchtadi, Tr, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor:Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Nagaraju D, Sastri JCV. 1999. Polusi tinja yang terkonfirmasi mengaliri perairan kota Mysore. Environ Geol, 38 (4): 322–326. doi: 10.1007 / s002540050429. Nugroho, LA. 2016. Potensi Ekstrak Daun Lamtoro (Leucaena Leucocephala Lamk) Sebagai Biopreservatif Telur Unggas [SKRIPSI] Universitas Atma Jaya Yogyakarta: Yogyakarta Pesewu, GA, Quaynor EB., Olu-TMA., Anim BI., Asmah RH. 2018. Bacterial contaminants of raw broiler meat sold at Korle-Gonno, Accra, Ghana. International Food Research Journal 25(4): 1758-1762. Purdiyanto, J., Slamet R. 2018. Pengaruh lama Simpan Telur Itik Terhadap Penurunan Berat,Indeks Kuning Telur (Ikt), Dan Haughunit (Hu). Maduranch Journal, 3: 23-28 Poonia S, Singh TS, Tsering DC. 2014. Profil kerentanan antibiotik dari bakteri yang diisolasi dari sumber air alami dari daerah pedesaan Sikkim Timur. Indian J Community Med, 39 (3): 156–160. doi: 10.4103 / 0970-0218.137152. Raji, A., Aliyu J., Igwebuike J., Chiroms. 2009. Effect Of Storage Method Sand Time On Egg Quality Traits Of Laying Hens In A Hot Dry Climate. Arpn J Of Agric Biol Sci, 4(4): 123-130. Rinzler, CA., 2009. The New Complate Book Of Food: Nutrition, Medical And Culinary Guide 2nd Edition. Facts On File, New York. Rozalski, A., Agnieszka T., Magdalena M., Iwona K., Agnieszka M., Kinga O., Dominika D., Agnieszka Z., Agata P., Małgorzata S., Paweł S. Proteus Sp. – An Opportunistic Bacterial Pathogen – Classification, Swarming Growth, Clinical Significance And Virulence Factor. Folia Biologica Et Oecologica Journal, 8: 1–17. Saleh, M., Fredine ESR., Standy S. 2015. Pola Bakteri Aerob Penyebab Infeksi Nosokomial Pada Ruangan Neonatal Intensive Care Unit (Nicu) Blu Rsup Prof. Dr. R. D Kandou Manado. Jurnal E-Biomedik (Ebm), 3(1): 236-242



35



Stadelman, WJ. 2000. Eggs and Egg Products. Encyclopedia of Food Science and Technology (2nd Edition). New York. Saraswati, D. 2012. Uji Bakteri Salmonella Sp Pada Telur Bebek, Telur Puyuh Dan Telur Unggas Kampung Yang Diperdagangkan Di Pasar Liluwo Kota Gorontalo. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo. Schmidt, GS., Figueiredo ESM., Bomm Er. 2009. Effect Of Storage Period And Egg Weight On Embryo Development And Incubation Results. Brazilian J Poult Sci, 11(1):01-05. Setiaji, J., Thomas IJ., Meliya W.. 2015. Pengaruh Gliserol Pada Media Tryptic Soy Broth (Tsb) Terhadap Viabilitas Bakteri Aeromonas Hydrophila. Jurnal Dinamika Pertanian, Xxx : 83 - 91 [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2000. SNI 01-6366-2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Telur. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Srigandono, B. 1986. Ilmu Unggas Air. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Suhara, A. 2004. Kualitas Telur Itik yang Beredar Di Pasar Tradisional Dan Swalayan Di Jakarta Selatan [SKRIPSI]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Suthar S, Chhimpa V, Singh S. 2009. Kontaminasi bakteri dalam air minum: studi kasus di daerah pedesaan di Rajasthan utara, India. Penilaian Lingkungan Monit, 159: 43–50. doi: 10.1007 / s10661-008-0611-0. Uno, Wd. 2007. Jumlah Bakteri Pada Telur Unggas Ras Yang Disimpan Pada Suhu Refrigerator. Matsains, 1(4):1-9. Varo, O., Allen KJ., Bennett DC., Mesak LR., Scaman CH. 2013. Purification and characterization of tinamou egg white ovotransferrin as an antimicrobial agent against foodborne pathogenic bacteria. Food Res Int, 54:18361842. Wijaya, VP. 2013. Daya Antibakteri Albumen Telur Unggas Kampung (GallusDomesticus) Dan Unggas Kate (Gallus Bantam) Terhadap Spesies Bakteri Coliform Fekal Pada Cangkang Telur. Universitas Negeri Malang: Malang. Jurnal Pendidikan Sains, 1(4) : 365-374. Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. Upt Penerbit Umm : Malang. Winarno, F.G., Koswara S. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan Dan Pengolahannya. Bogor : M-Brio Press. Winsor, DK., Bloebaum AP., Mathewson JJ. 1981. Gram-Negative,Aerobic, Enteric Pathogens Among Intestinal Microflora Of Wild Turkey Vultures (Cathartes Aura) In West Central Texas. ApplEnviron Microbiol, 42(6):1123–1124 Wu, J., Acero LA. 2012. Ovotransferrin: structure, bioactivities, and preparation. Food Res Int 46: 480–487. Yunus, R., Ruth M., Rosnani. 2017. Cemaran Bakteri Gram Negatif Pada Jajanan Siomay Di Kota Kendari. Medical Laboratory Technology Journal, 3(1):87-9 Zimbro, MJ., Power DA., Miller SM, Wilson GE., Johnson JA. 2009. Difco and BBL Manual of Microbilogy Culture Media. United States (ISBN 0-9727207-1-5): Becton, Dickinson and Company. Ed. Ke-2.



36



LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Alur Penelitian Telur Itik Segar



Pengelompokan Sampel Telur



Pencucian Telur



Inokulasi Sampel di Media TSB



Pembuatan Media XLD



Pembuatan Media Nutrient Agar



Pengenceran Sampel



Perhitungan TPC



Uji Biokimia



Inokulasi Sampel



Pewarnaan Gram



Analisis Data



37



LAMPIRAN 2 Data Pertumbuhan Koloni Bakteri 2.1. Tabel Data Pasar PBB (Kecamatan Tamalate) No.



Pengenceran



1



10-4 10-4 10-5 10-5



Cangkang 1 235 271 113 60



2 279 308 97 101



Putih



3 98 211 431 242



4 183 92 19 24



1 291 314 203 261



2 273 297 257 301



Kuning



3 255 269 240 308



4 274 300 281 275



1 271 169 289 203



2 200 147 305 257



3 219 223 189 205



4 171 301 205 153



2.2. Tabel Data Pasar TRG (Kecamatan Bontoala) Cangkang No.



Putih



Kuning



Pengenceran 1 337 116 126 83



10-4 10-4 10-5 10-5



1



2 208 184 140 122



3 44 5 42 34



4 79 31 60 40



1 104 114 87 4



2 299 224 201 296



3 241 108 131 43



4 101 0 103 52



1 214 0 135 0



2 219 79 189 65



3 224 93 195 124



4 151 92 234 136



2.3. Tabel Data Pasar DYB (Kecamatan Biringkanaya) No.



Pengenceran



1



10-4 10-4 10-5 10-5



Cangkang



Putih



Kuning



1



2



3



4



1



2



3



4



1



2



3



4



62 48 79 56



50 30 29 32



50 49 33 34



43 70 26 19



34 49 57 25



62 56 22 35



52 38 33 61



56 28 44 27



79 54 66 81



82 46 39 50



81 77 92 53



63 98 63 27



2.1. Tabel Data Pasar MDY (Kecamatan Manday). No.



Pengenceran



1



10-4 10-4 10-5 10-5



Cangkang



Putih



Kuning



1



2



3



4



1



2



3



4



1



2



3



4



1000 0 496 469



0 0 839 766



154 229 18 51



169 153 170 151



30 36 11 16



10 19 14 4



42 40 32 37



13 10 8 6



6 10 6 4



141 126 17 59



13 20 9 14



9 12 2 3



2.2. Tabel Data Pasar SJW (Kecamatan Mariso) N o.



Penge nceran



1



10-4 10-4 10-5 10-5



Cangkang



Putih



1



2



3



4



103 0 16 0



102 27 12 6



112 110 94 20



128 74 84 66



1 126 162 82 48



2 192 214 136 150



Kuning



3



4



180 208 31 10



1000 224 0 32



1



2



260 78 30 58



3



176 130 18 18



1000 142 82 38



2.3. Tabel Data Pasar MCY (Kecamatan Ujung Pandang) Cangkang No.



Pengenceran



1



10-4 10-4 10-5 10-5



1 95 116 30 41



2 13 26 5 8



Putih 3 68 29 28 11



4 143 104 26 39



1 53 33 24 17



Kuning 2 514 392 154 14



3 3 0 1 0



4 44 62 25 30



1 0 0 721 629



2 629 527 19 37



3 1 1 1 0



4 25 10 2 5



4 124 1000 52 56



1



LAMPIRAN 3 Perhitungan Koloni Bakteri dengan Metode TPC 3.1. Tabel Data Pasar PBB (Kecamatan Tamalate) Pen g enc era n



Cangkang 1



2



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



10



×



𝑋̅N 1 10−4 × 293,5 293,5 = −4 10 = 2,53 x 106



1 × 253 10−4 253 = −4 10 = 2,53 x 106 1



-5



1



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



10-4



3



1



1



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 × 86,5 10−5 86,5 = −5 10 = 8,65 x 106



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 𝑥 99 10−5 99 = −5 10 = 9,9 x 106



×



4 ×



𝑋̅N 1 10−4 × 154,5 154,5 = −4 10 = 1,545 x 106 1



1



×



Putih



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



×



1 𝑥336,5 10−5 336,5 = −5 10 = 3,365 x 107



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



2



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 10−4 × 137,5 137,5 = −4 10 = 1,375 x 106



×



1 𝑥302,5 10−4 302,5 = −4 10 = 3,025 x 106



𝑋̅N 1 × 21,5 10−5 21,5 = −5 10 = 2,15 x 106



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



3



×



𝑋̅N 1 𝑥232 10−5 232 = −5 10 = 2,32 x 107



4



1



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



×



Kuning



×



𝑋̅N



1 𝑥285 10−4 285 = −4 10 = 2,85 x 106



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 𝑥262 10−4 262 = −4 10 = 2,62 x 106 1



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N 1 𝑥279 10−5 279 = −5 10 = 2,79 x 107



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N



1 𝑥274 10−5 274 = −5 10 = 2,74 x 107



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1 ×



𝑋̅N



1 𝑥287 10−4 287 = −4 10 = 2,87 x 106 1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



2



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N 𝑥350,5 −4



1 10



350,5



= −4 10 = 3,51 x 106 ×



𝑋̅N



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 𝑥278 10−5 278 = −5 10 = 2,78 x 107



1 𝑥246 10−5 246 = −5 10 = 2,46 x 107



×



3



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1



𝑋̅N



×



×



𝑋̅N



1 𝑥173,5 10−4 173,5 = −4 10 = 1,74 x 106 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



4



1



𝑋̅N



1 𝑥281 10−5 281 = −5 10 = 2,81 x 107



1 𝑥197 10−5 197 = −5 10 = 1,97 x 107



1 𝑥236 10−4 236 = −4 10 = 2,36 x 106 ×



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



Cangkang 1 1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



10-4



𝑋̅N 1 10−4 × 226,5 226,5 = −4 10



2 ×



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 10−4 × 196 196 = −4 10



Putih 3 1



× 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 × 𝑋̅N 1 × 24,5 10−4 24,5 = −4 10 = 2,45 x 105



4 1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 × 55 10−4 55 = −4 10 = 5,5 x 105



1 ×



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



Kuning



2 ×



𝑋̅N 1 × 109 10−4 109 = −4 10 = 1,09 x 106



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



3 ×



𝑋̅N 1 × 260 10−4 260 = −4 10 = 2,60 x 106



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



4 ×



𝑋̅N 1 × 174,5 10−4 174,5 = −4 10 = 1,745 x 106



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 10−4 × 50,5 50,5 = −4 10



1 ×



1



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N 1 𝑥1,07 10−4 1,07 = −4 10 = 1,07 x 104



2



3



1



1



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 𝑥149 10−4 149 = −4 10 = 1,49 x 106



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



4 ×



1 𝑥158,5 10−4 158,5 = −4 10 = 1,58 x 106



×



1 𝑥 179 10−5 179 = −5 10 = 1,79 x 107



3.2. Tabel Data Pasar TRG (Kecamatan Bontoala) Peng Encer an



×



𝑋̅N



1 𝑥221 10−4 221 = −4 10 = 2,21 x 106 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



×



1 𝑥121,5 10−4 121,5 = −4 10 = 1,21 x 106



2 = 2,265 x 106 1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



10-5



= 1,96x 106



1



×



1



𝑋̅N 1 10−5 × 104,5 =



= 5,05 x 105



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N



=



10−5



131



=



10−5



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



38



=



10−5



= 3,8 x 106



1 × 45,5 10−5



50



=



10−5



= 5 x 106



45,5



10−5



1



×



𝑋̅N



1 × 50 10−5



1 𝑥38 10−5



= 1,31 x 107



= 1,045 x 107



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N



1 𝑥 131 10−5



104,5



1



= 4,55 x 106



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 × 87 10−5



248,5



=



10−5



= 2,485 x 107



×



𝑋̅N 1 10−5 × 77,5



𝑋̅N



1 × 248,5 10−5



=



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



87



=



10−5



= 8,7 x 106



1



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



= 7,75 x 106



×



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 𝑥 127 10−5 127 = −5 10 = 1,27 x



1 𝑥67,5 10−5 67,5 = −5 10 = 6,75 x 106



77,5



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



𝑋̅N



10−5



1



×



1 𝑥 159,5 10−5 159,5 = −5 10 = 1,59 x



107



1 𝑥 185 10−5 185 = −5 10



= 1,85 x 107



107



3.3. Tabel Data Pasar DYB (Kecamatan Biringkanaya) Cangkang



Peng enceran 1



2



Putih 3



4 1



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



10-4



𝑋̅N 1 𝑥55 10−4 55 = −4 10 = 5,5 x 105



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



10-5



×



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 × 43 10−4 43 = −4 10 = 4,3 x 105 1



×



1 𝑥67,5, 10−5 67,5 = −5 10 = 6,75 x 106



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 10−5 × 30,5 30,5 = −5 10 = 3,05 x 106



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N 1 × 49,5 10−4 49,5 = −4 10 = 4,95 x 105



×



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1 𝑥 33,5 10−5 33,5 = −5 10 = 3,35 x 106



×



𝑋̅N 1 10−4 × 56,5 56,5 = −4 10 = 5,65 x 105 1



×



1



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 𝑥22,5 10−5 22,5 = −5 10 = 2,25x 106



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



2 ×



𝑋̅N 1 𝑥41,5 10−4 41,5 = −4 10 = 4,15 x 105



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



×



1 𝑥41 10−5 41 = −5 10 = 4,1 x 106



×



𝑋̅N 1 × 59 10−4 59 = −4 10 = 5,9 x 105 1



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 10−5 × 28,5 28,5 = −5 10 = 2,85 x 106



Kuning 3 1



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



4 ×



𝑋̅N 1 𝑥287 10−4 287 = −4 10 = 2,87 x 106



×



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



×



1 𝑥278 10−5 278 = −5 10 = 2,78 x 107



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1 ×



𝑋̅N 1 × 45 10−4 45 = −4 10 = 4,5x 105



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



×



1 × 47 10−5 47 = −5 10 = 4,7 x 106



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



2 ×



𝑋̅N 1 × 41,5 10−4 41,5 = −4 10 = 4,15x 105



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1 × 41 10−5 41 = −5 10 = 4,1 x 106



×



𝑋̅N 1 𝑥64 10−4 6,4 = −4 10 = 6,4 x 105



1



×



3



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 𝑥44,5 10−5 44,5 = −5 10 = 4,45 x 106



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



4 1



×



𝑋̅N 1 × 45 10−4 45 = −4 10 = 4,5x 105



×



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



×



1 × 47 10−5 47 = −5 10 = 4,7 x 106



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N



1 𝑥 80,5 10−4 80,5 = −4 10 = 8,05 x 105



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 𝑥45 10−5 45 = −5 10 = 4,5 x 106



×



𝑋̅N



×



38 3.4. Tabel Data Pasar MDY (Kecamatan Manday). Peng encera n



Cangkang 1 1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



10



-4



2



3



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



0



10−4



10-5



𝑋̅N 1 10−5 × 482,5 =



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



482,5



𝑋̅N 1 10−5 × 802,5



10−5



=



= 4,825 x 107



×



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



1 𝑥 34,5 10−5



=



10−5



=8,025x 107



34,5



= 3,45 x 106



×



𝑋̅N 1 × 33 10−4



161



=



33



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N



1 𝑥160,5 10−5 160,5



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1 𝑥13,5 10−5



= 1,605x 107



13,5



10−5



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



14,5



=



10−4



4,1



1



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1 ×9 10−5 9



=



10−5



=9 x 105



11,5



=



1



×



𝑋̅N



1 ×7 10−5



34,5



=



7



8



1



3



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



×



𝑋̅N 1 ×5 10−5



𝑋̅N



5



10−5



= 5 x 105



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



4 1



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1 𝑥133,5 10−4 133,5 = −4 10 = 1,335 x 106



10−4



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



=



10−5



= 7 x 105



=3,45 x 106



×



= 8 x 104



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



10−5



1



𝑋̅N 1 ×8 10−4



10−4



×



2



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



= 1,15 x 105



𝑋̅N 1 10−5 × 34,5



𝑋̅N



×



𝑋̅N 1 10−4 × 11,5



=



10−4



= 4,1 x 105



×



1



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 × 41 10−4



= 1,45x 105



=



= 1,35x 106



4 1



×



𝑋̅N 1 10−4 × 14,5



×



𝑋̅N



=



10−5



3



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



=



10−4



=3,3x 105



1



=



10−5



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



10−4



Kuning



2 1



×



=1,61 x 106



𝑋̅N



802,5



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



=



10−4



= 1,915 x 106 ×



1



1



𝑋̅N 1 10−4 × 161



191,5



=



= 5 x 106 1



×



𝑋̅N 1 10−4 × 191,5



500



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



4



1



𝑋̅N 1 10−4 × 500



=



Putih



×



𝑋̅N



1 𝑥38 10−5 38 = −5 10 = 3,8 x 106



×



𝑋̅N 1 × 16,5 10−4 16,5 = −4 10 = 1,65x 105



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



×



1 × 11,5 10−5 11,5 = −5 10 = 1,15 x 106



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1 𝑥 10,5 10−4 10,5 = −4 10 = 1,05 x 105 1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 𝑥2,5 10−5 2,5 = −5 10 = 2,5 x 105



3.5. Tabel Data Pasar SJW (Kecamatan Mariso) Peng Encera n



Cangkang 1



2



3



4



1



2



3



4



1



1



1



1



1



1



1



1



1



𝑋̅N 1 10−4 × 51,5 =



Kuning



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



10-4



Putih



51,5



10−4



= 5,15 x 105



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 10−4 × 64,5 =



64,5



10−4



= 6,45 x 105



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 10−4 × 111



=



111



10−4



= 1,11 x 106



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 10−4 × 101



=



101



10−4



=1,01 x 106



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 10−4 × 144



=



144



10−4



=1,44 x 106



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 10−4 × 203



=



203



10−4



= 2,03 x 106



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 10−4 × 194



=



194



10−4



= 1,94 x 106



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 10−4 × 612



=



6,12



10−4



= 6,12 x 106



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 10−4 × 169



=



169



10−4



= 1,69 x 106



2 ×



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 𝑥153 10−4 153 = −4 10 = 1,53 x 106



3 ×



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



4 ×



1 𝑥 571 10−4 571 = −4 10 = 5,71 x 106



×



𝑋̅N



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



×



1 𝑥 562 10−4 562 = −4 10 = 5,62x 106



×



4 1 1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



10-5



×



𝑋̅N 1 ×8 10−5 8 = −5



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N



=



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



57



=



10−5



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N



1 𝑥75 10−5



= 5,7 x 106



= 9 x 105



1



𝑋̅N



1 𝑥 57 10−5



10



= 8 x 105



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N



1 ×9 10−5 9 = −5



10



1



1 𝑥65 10−5



75



=



10−5



= 7,5x 106



6,5



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



= 6,5x 106



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



1



𝑋̅N 1 10−5 × 20,5



𝑋̅N 1 10−5 × 143



=



10−5



1



×



143



=



10−5



=1,43 x 107



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1



𝑋̅N



1 × 19 10−5



20,5



=



10−5



19



=



10−5



1



1



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



44



10−5



= 4,4 x 106



1



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 × 44 10−5



= 1,9 x 106



= 2,05 x 106



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 𝑥18 10−5 18 = −5 10 = 1,8 x 106



×



𝑋̅N



1 𝑥60 10−5 60 = −5 10 = 6 x 106



1 𝑥 54 10−5 54 = −5 10 = 5,4 x 106



3.6. Tabel Data Pasar MCY (Kecamatan Ujung Pandang) Cangkang



Peng enceran 1



2



3



1



1



1



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



10



-4



×



105,5



=



10−4 1



10-5



𝑋̅N 1 10−5 × 35,5



=



35,5



10−5



= 3,55 x 105



×



×



19,5



=



10−4



×



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 × 6,5 10−5 6,5 = −5 5



= 6,5 x 10



×



48,5



10−4



=



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



19,5



10−5



= 1,95 x 106



×



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



2 ×



𝑋̅N 1 × 43 10−4 43 = −4



123,5



10



10−4



=1,235x 106



3



4



= 4,3 x 105



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N 1 × 453 10−4 453 = −4 10



= 4,53 x 106



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N 1 × 1,5 10−4



=



1,5



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N



1 𝑥 32,5 10−5



=



1



2



=



10−4



= 1,5 x 104



32.5



10−5



6



= 3,25 x 10



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N



1 × 20,5 10−5 20,5 = −5



1 × 84 10−5 84 = −5



6



6



10



= 2,05 x 10



10



= 8,4 x 10



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



×



1 𝑥 0,5 10−5



=



0,5



10−5



4



= 5 x 10



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N 1 × 53 10−4



0



53



=



= 5,3 x 105 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 10−5 × 27,5



=



27,5



10−5



= 2,75 x 106



3 ×



𝑋̅N 1 10−4 × 578



10−4 1



×



1 𝑥 19,5 10−5



=



1



𝑋̅N 1 10−4 × 123,5



1



1



Kuning



1



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



= 4,85 x 105



1



10



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



4



𝑋̅N 1 10−4 × 48,5



= 1,95 x 105



= 1,055 x 106 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N 1 10−4 × 19,5



𝑋̅N 1 10−4 × 105,5 =



Putih



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



578



=



10−4



𝑋̅N



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 × 675 10−5 675 = −5



1 × 28 10−5 28 = −5



= 6,75 x 107



= 2,8 x 106



10



10



×



𝑋̅N 1 × 1 10−4



×



1



10−4



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



×



1 𝑥 0,5 10−5



=



0,5



10−5



= 5 x 104



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



×



𝑋̅N



1 𝑥 17,5 10−4 17,5 = −4 10 = 1,75 x 105



= 1 x 104



= 5,78 x 106 ×



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



4



1 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛



𝑋̅N



1 𝑥 35 10−5 35 = −5 10 = 3,5 x 106



×



40 Lampiran 4. Media XLD yang terdapat Proteus Vulgaris CONTROL XLD



CT1 Pasar MCY



CT2 Pasar SJW



CT4 Pasar MCY



CT3 Pasar SJW



JP2



2



KT2 Pasar SJW



CT2 Pasar MDY



PT2 Pasar SJW



PT2 Pasar MDY



KT2 Pasar MDY



38



LAMPIRAN 5. Dokumentasi Penelitian



Sampel Telur Itik



Persiapan Alat



Pengenceran sampel



4



Pembuatan Media NA



1



Inokulasi sampel pada Media



Media TSB



43



Inokulasi Sampel pada Media TSB



Perhitungan Koloni



44



Pembuatan Media XLD



Metode streak (gores) pada media XLD