Ristiawini Askep-Efusi-Pleura [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up

Ristiawini Askep-Efusi-Pleura [PDF]

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

Oleh : RISTIAWINI AHMAD NIM. 44210004

PROGRAM STUDI PENDIKAKAN

7 0 211 KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE

File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA



Oleh : RISTIAWINI AHMAD NIM. 44210004



PROGRAM STUDI PENDIKAKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESOSI JAKARTA 2021 1



A. Definisi Efusi Pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan (terjadi penumpukan cairan dalam rongga pleura) (Somantri, 2009). Menurut Smeltzer dan Bare efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak diantara permukaan viseral dan parietal, adalah proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Definisi lain dari efusi pleura merupakan suatu kelainan yang mengganggu system pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis daris suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejalan atau komplikasi dari suatu penyakit (Muttaqin,2008). Jadi efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak diantara permukaan visceral, perietal, adalah proses penyakit primer yang yang jarang terjadi tetapi biasanya menurunkan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Fisiologi pleura Pleura merupakan membran tipis yang terdiri atas dua lapisan yang berbeda yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini, yaitu sebagai berikut (somantri, 2009): 1. Pleura viseralis Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30µm), diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Terdapat endopleura yang berisi fibrosit histiosit dibawah sel mesotelial. Struktur lapisan tengah memiliki jaringan kolagen dan serat-serat elestik, sedangkan lapisan terbawah terdapat jaringan intertisial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari arteri pulmonalis dan brakialis serta kelenjer getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru. 2. Pleura parietalis Lapisan pleura parietalis merupakan jaringan yang paling tebal dan terdiri atas sel-sel mesotelial serta jaringan ikat (jaringan kolagen den serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat terdapat pembuluh kapiler dari arteri interkostalis dan mamaria interna, kelenjer getah bening, banyak reseptor saraf sensorik yang peka terhadap nyeri. Ditempat ini juga terdapat perbedaan temperatur. Sistem persarafan berasal dari nervus interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. 2



Cairan pleura diproduksi oleh pleura parietalis dan diabsorbsi oleh pleura viseralis. Cairan terbentuk dari filtrasi plasma melalui endotel kapiler dan direabsobsi oleh pembuluh limfe dan pleura venule pleura. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga yang kosong antara kedua pleura tersebut, karena biasanya di tempat ini hanya terdapat sedikit (10-20 cc) cairan yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura tersebut bergeser satu sama lain. Dalam keadaan patologis rongga antara kedua pleura ini dapat terisi dengan beberapa liter cairan atau udara. Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui parietalis dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura viseralis melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan dari pleura parietal dengan pleura viseralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid plasma. Cairan terbanyak direabsorbsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil direabsorbsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura viseralis adalah terdapatnya banyak mikrofili disekitar



sel-sel mesotelial. B. Etiologi Efusi Pleura : (Mansjoer, 1999) Transudat



3



Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi reabsorbsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada: 1.



Meningkatnya tekanan kapiler sistemik



2.



Meningkatnya tekanan kapiler pulmer



3.



Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura



4.



Menurunnya tekanan intra pleura



Eksudat Eksudat merupakan cairan yang berbentuk melalui membrane kapiler yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga selmesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan kedalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah mikrobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberculosis) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi proteincairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragi (Muttaqin, 2008): 1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri) sindoroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindroma vena kava sperior, tumor dan sindroma Meigs. 2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi, dan penyakit kolagen. 3) Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis dan kanker paru. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi unilateral tidak mempunya kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi efusi bilateral ditemukan pada penyakit kegagalan jantung kongestif, sindrom nefrotik, asites, infark paru, lupus aritematosus sistemis, tumor dan TB. Penyakit –penyakit yang dapat menyebabkan efusi pleura (perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam, 2009): 4



1. Pleuritis karena Virus dan Mikoplasma Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang.bila terjadinya jumlahnya tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis-jenis virusnya adalah echo virus, Coxsackie group, Chlamidia, rickettsia dan mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6.000 per cc. Gejala penyakit dapat dengan sakit kepala, demam malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut. Kadang-kadang ditemukan juga gejala perikarditis. Diagnosis ditegakan dengan menemukan virus dalam cairan efusi dan mendeteksi antibodi terhdap virus dalam cairan efusi. 2. Pleuritis karena Bakteri Piogenik Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen dan jarang melalui penetrasi diafragma, dinding dada, atau esofagus. Aerob: streptokokus pneumonia, streptokokus mileri, stafilokokus aureus, hemofilus spp, eschericia koli, klebsiella, pseudomonas spp. Anaerob: bakteroides spp, peptosstreptokokus, fusobakterium. Pemberian kemoterapi dengan ampisilin 4x1 gram dan metronidazol 3x500 mg hendaknya sudah dimulai sebelum kultur dan sensitivitas bakteri didapat.terapi lain yang lebih penting adalah mengalirkan cairan efusi yang terinfeksi tersebut keluar dari rongga pleura yang efektif. 3. Pleuritis Tuberkulosa Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang serosantrokom dan bersifat eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberklorosis paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya perkijauan ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau kolumna vertebralis. Dapat juga secara hematogen yang menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan efusi yang biasanya serous, kadang bisa juga hemoragik. Jumlah leukosit antara 500-2.000 per cc. Mula-mula yang dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit. Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman Tuberkulosis, tapi adalah karena reaksi hipersentivitas terhadap tuberkuloprotein. Pada dinding pleura dapat ditemukan adanya granuloma. Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberculosis dalam cairan efusi (biakan) atau dengan biopsi jaringan pleura. Pada daerah-daerah dimana frekuensi tuberculosis paru tinggi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian besar efusi pleura adalah karena pleuritis tuberkulosa walaupun tidak ditemukan adanya granuloma pada biopsy jaringan pleura. 5



Pengobatan



dengan



obat-obatan



anti



tuberculosis



(



rifampisin,



INH,



Pirazinamid/etambutol,/streptomisin ) memakan waktu 6-12 bulan. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkannya eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna tapi kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik. ( prednisone 1 mg/kg BB selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan secara perlahan ). 1)



Pleuritis Fungi



Biasanya terjadi karena penjalaran infesi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah: Aktinomikosis, Koksidiomikosis, Aspergilus, Kriptokokus, dll. Patogenesis timbulnya efusi pleura adalah karena reaksi hipersentivitas lambat terhadap organisme fungi. Penyebaran fungi ke organ tubuh lain alamat jarang. Pengobatan dengan amfoterisin B memberikan respons yang baik. Prognosis penyakit ini relatif baik. 2)



Pleuritis Parasit



Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura adalah amoeba. Bentuk tropozoitnya datang dari parenkim hati menembus diafragma terus ke parenkim paru dan rongga pleura. Efusi pleura karena parasit ini terjadi akibat peradangan. Disamping ini dapat juga terjadi emphiema kerana amoeba yang cairanya warna khas merah coklat. Disini parasit masuk kerongga pleura secara migrasi dari parenkim hati. Bisa juga karena robekan dinding abses amoeba pada hati kearah rongga pleura. Efusi parapneumonia karena amuba dari abses hati sering terjadi daripada empiema amuba. 3)



Efusi pleura karena kelainan intra abdominal.



Efusi pleura dapat terjadi karena steril karena reaksi infeksi dan peradangan yang terdapat dibawah diafragma seperti pankreas atau eksaserbasi akut prankreatitiskronik, abses ginjal, abses hati dan abses limpa. Biasanya efusi terjadi karena pada pleura kiri tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya adalah karena perpindahan cairan yang mengandung enzim pankreas ke rongga pleura melalui saluran getah bening. Efusi ini bersifat eksudat serosa, dan hemoragik. Kadar amilase dalam efusi lebih tinggi daripada serum. Efusi pleura juga sering 48-72 jam pasca operasi abdomen sperti spelenektomi, operasi terhadap obstruksi intestinal atau pacsa atelektasis. Biasanya terjadi unilateral dan jumlah efusi tidak banyak. Cairan biasanya bersifat eksudat dan mengumpul pada sisi operasi biasanya bersifat maligna dan kebanyakan akan sembuh secara spontan.



6



4)



Sirosis hati



Efusi pleura dapat terjadi kareana pasien dengan sirosis hati. Kebanyakan efusi pleura timbul bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat kesamaan antara cairan pleura dan asites, karena terdapat hubungan fungsional antara rongga pleura dan rongga abdomen melalui saluran getah bening atau jaringan otot difragma. Kebanyakan efusi menempel pleura kanan ( 70% ) dan bisa juga terjadi bilateral. Torakosentesis kadang-kadang diperlukan untuk mengurangi sesak nafas tapi bila asitesnya padat sekali cairan pleura akan timbul lagi dengan cepat. Dalam hal ini perlu dilakukan terapi peritoneosintesis disamping terapi dengan diuretic dan terapi terhadap penyakit asalnya. 5) Sindrom Meigh Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium disertai asites dan efusi pleura. Patogenesis ini



masih belum diketahui betul. Bila tumor



ovarium tersebut dioperasi, efusi pleura dan asitesnya pun segera hilang. Adanya massa di rongga pelvis disertai asites dan eksudat cairan pleura sering dikirakan sebagai neoplasma dan metatasisnya. 6) Dialisis peritoneal Efusi leura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialisis peritonial. Efusi terjadi pada salah satu paru maupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari ringga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya koposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat. 4. Efusi pleura karena kolagen a) Lupus eritematosus Pleuritis adalah salah satu gejala yang timbul belakangan pada penyakit lupus eritematosus sistemik (SLE). Dengan terjadinya efusi pleura yang kadang-kadang mendahului gejala sistemik lainnya, diagnosis SLE ini menjadi lebih jelas. Hampir55% dari SLE disertai pleuritis dan 25% daripada juga dengan efusi pleura. b) Aritis reumatid (RA). Efusi pleura terdapat pada 5% RA selama masa sakit. Cairan efusi bersifat eksudat serosa yang banyak mengandung limfosit. Faktor reumatoid mungkin terdapat dalam cairan efusi tapi tidak patognomik untuk RA, karena juga terdapat pada karsinoma, tuberkulosis dan pneumaonia. Kadar glukosa biasanya sangat rendah ( kurang dari 20%) malah tidak terdeteksi sama sekali ( demikian juga pada tuberculosis dan 7



karsinoma ). kadar kolestrol dalam cairan efusi juga sering meningkat. Biopsi pada jaringan pleura bisa mendapat granuloma yang seolah-olah seperti nodul reumatik perifer. Umumnya efusi pleura pada RA sembuh sendiri tanpa diobati tapi kadangkadang diperlukan juga terapi kortikosteroid. Demam reumatik akut sering juga ditemukan efusi pleura dengan sifat eksudat. Jumlah cairan biasanya sedikit dan segera menghilang bila demam reumatiknya berkurang. c) Skeloderma Efusi pleura juga didapatkan pada penyakit skoloderma. Jumlah cairan efusinya tidak banyak, tapi yang menonjol disini adalah penebalan pleura atau adhesi yang terdapat pada 75% pasien skeleroderma. 5. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi a)



Gangguan kariovaskuler



Payah jantung adalah sebab terbanyak timbulnya efusi plura.



Penyebab lain:



perikarditis kontritiva dan sindrom vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke pleura dan paru-paru meningkat. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral tapi yang agak sulit menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan. Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretic, dll. Dan efusi pleura juga segera menghilang. Kadangkadang torakosentesis diperlukan juga bila pasien amat sesak. b)



Emboli pulmonal



Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli pulmonal. Keadaan ini dapat disertai dengan infark paru ataupun tanpa infark. Emboli dapat menyebabkan menurunnya aliran darah arteri pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim paru dan memberikan peradangan dengan efusi yang berdarah ( warna merah). Pada bagian paru yang iskemik terdapat juga kerusakan pleura viseralis, keadaan ini kadang-kadang disertai pleuritik yang berarti pleura parietalis juga ikut terkena. Disamping itu permeabilitas antara satu ataupun kedua bagian pleura meningkat, 8



sehingga cairan efusi mudah terbentuk. Adanya nyeri pleuritik dan efusi pleura pa da emboli pulmonal tidak berarti infark Paru juga harus terjadi. Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak dan biasanya sembuh secara spontan. Efusi pleura dengan infark paru jumlah cairan efusinya lebih banyak dan waktu penyembuhan juga lebih lama. Pengobatan ditujukan terhadap embolinya yakni dengan memberikan obat antikoagulan dan mengontrol keadaan trombositnya. c)



Hipoalbuminemia



Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti sindrom nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta edema anasarka. Efusi ini terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi ini terjadi kebanyakan bilateral dan cairannya bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretic dan restriksi pemberian garam. Pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin. 6. Efusi pleura neoplasma Neoplasma primer atau sekunder ( metastasis ) dapat menyerang pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah akumulasi cairannya kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali. Efusi bersifat eksudat tapi sebagin kecil ( 10% ) bisa sebagai transudat. Warna efusi bisa serosantokrom ataupun hemoragik ( terdapat lebih dari 100.000 sel eritrosit per cc ). Didalam cairan ditemukan sel-sel limfosit ( yang dominan 0 dan banyak sel mesotelial. Pemeriksaan sitologi terhadap jenis-jenis neoplasma. Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleurabpada neoplasma yakni:  Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura terhadap air dan protein.  Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan getah bening sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan cairan dan protein.  Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul hipoproteinema Efusi pleura karena neoplasma biasanya unilateral tetapi bisa juga bilateral karena obstruksi saluran getah bening, adanya metastasis dapat mengakibatkan pengaliran cairan



9



dari rongga pleura via diafragma. Keadaan efusi pleura dapat bersifat maligna. Keadaan ini ditemukan 10-20% karsinoma bronkus, 8% dari limfoma maligna dan leukemia. jenis-jenis neoplasma yang menyebabkan efusi pleura: a.



Mesotelioma



Mesotelioma adalah tumor primer yang berasal dari pleura. Tumor ini jarang ditemukan bila tumor masih terlokalisasi biasanya tidak menimbulkan efusi pleura sehingga dapat digolongkan sebagai tumor jinak. Sebaliknya bila ia tersebar ( difus ) digolongkan sebagai tumor ganas karena dapat menimbulkan efusi pleura yang maligna. b.



Karsinoma bronkus



Jenis karsinoma ini adalah yang terbanyak menimbulkan efusi pleura. Tumor bisa ditemukan dalam permukaan pleura karena penjalaran langsung dari paru-paru melalyui pembuluh getah bening. Efusi dapat juga terjadi tanpa adanya pleura yang terganggu yakni dengan cara obstruksi pneumonitis atau menurunnya aliran getah bening. Terapi operasi terhadap tumornya masih dapat dipertimbangkan tetapi bila pada pemeriksaan sitologi sudah ditemukan cairan pleura pasien tidak dapat dioperasi lagi. Untuk mengurangi keluhan sesak nafasnya dapat dilakukan torakosentesis secara berulangulang. Tapi sering timbul lagi dengan cepat sebaiknya dipasang pipa torakotomi pada dinding dada ( risikonya timbul empiema ).tindakan lain untuk mengurangi timbulnya lagi cairan adalah dengan pleurodesis memakai zat-zat seperti tetrasiklin, talk, sitistatika, kuinakrin. c.



Neoplasma metastatic



Jenis-jenis neoplasma yang sering bermetastasis kepleura dan menimbulkan efusinya adalah karsinoma payudara (terbanyak , ovarium, lambung, ginjal, pancreas, dab bagian-bagian organ lain dalam abdomen. Efusi dari pleura yang terjadi dapat bilateral. Ganbaran foto mungkin tidak terlihat bayangan metastasis dijaringan baru karena implantasi dapat mengenai pleura viseralis saja. Pengobatan terhadap neoplasma metastatic ini sama dengan karsinoma bronkus yakni dengan kemoterapi dan penanggulangan terhadap efusi pleuranya. d.



Limfoma maligna



Kasus-kasus limfoma maligna ( non Hodgkin dan Hodgkin ) ternyata 30% bermetastasis kepleura dan juga menimbulkan efusi pleura. Didalam caiaran efusi tidak selalu terdapat sel-sel ganas seperti pada neoplasma lainnya. Biasanya ditemukan selsel limfosit karena sel ini ikut dalam aliran darah dan aliran getah bening melintasi 10



rongga pleura. Diantara sel-sel lain yang bermigrasi inilah kadang-kadang ditemukan sel-sel yang ganas limfoma malignum. Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya yakni: 



Bila efusi terjadi dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura, cairannya adalah eksudat berisi sel limfosit yang banyak dan sering hemoragik.







Bila efusi terjadi karena obstruksi saluran getah bening, cairannya bisa transudat atau eksudat dan ada limfosit.







Bila efusi terjadi karena obstruksi duktus torasikus, cairannya akan berbentukkilus.







Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna karena menurunnya resistensi terhadap infeksi, efusi akan berbentuk empiema akut atau kronik.



Seperti pada neoplasma lainnya, efusi pleura yang berulang (efusi maligna ) pada limfoma maligna kebanyakan tidak responsif terhdap tindakan torakostomi dan instilasi dengan beberapa zat kimia. Keadaan dengan efusi maligna ini mempunyai prognosis yang buruk. 7. Efusi pleura karena sebab lain-lain 1) Trauma Efusi pleura dapat terjadi akibat trauma yakni trauma tumpul, laserasi, luka tusuk pada dada, rupture esophagus karena muntah hebat atau karena pemakaian alat waktu tindakan esofagoskopi. Jenis cairan dapat berupa serosa ( eksudat/transudat ), hemotoraks, kilotoraks, dan empiema. Analisis cairan ufusi dapat menentukan lokalisasi trauma, misal pada ruptura esophagus kadar pH nya rendah ( lebih kurang 6,5 ) karena terkontaminasi dengan asam lambung, kadar amylase dalam cairan pleura meningkat karena adanya air ludah ( saliva ) yang tertelan dan masuk kedalam riongga pleura. 2) Uremia Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang terdiri dari efusi pleura, efusi perikard, dan efusi peritoneal (asites). Mekanisme penumpukan cairan ini belum diketahui betul tapin diketahui dengan timbulnya eksudat terdapat peningkatan permeabilitas jaringan pleura,



11



perikard atau peritoneum. Yang agak unik adalah cairan masih juga terjadi walaupun pasien menjalani hemodialisis kronik ( uremianya berkurang ). Disini cairan malah dapat berubah dari serosa menjadi hemoragik dan seterusnya terjadi kontriktif pleura/pericardium. Asal darah tidak jelas betul tapi diperkirakan karena efek antikoagulan/heparin pada pleura/pericardium. Bila sudah terjadi kontriktif pleura/pericardium penatalaksanaannya adalah dengan dekortikasi. Sebagian besar efusi pleura karena uremia tidak memberikan gejala yang jelas seperti sesak nafas, sakit dada atau batuk. Jumlah efusi bisa sedikit atau banyak, unilateral atau bilateral.. kadang-kadang dengan dialysis yang teratur efusi dapat terserap perlahan-lahan. Torakosentesis sewaktu-waktu masih diperlukan. 3) Miksedema Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagi bagian dari penyakit miksedema. Efusi dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama. Cairan bersifat eksudat dan mengandung protein dengan konsentrasi tinggi. Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka, tangan dan efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paru. Beberapa pasien dapat juga kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan. Pathogenesis efusi pleura vbersifat eksudat ini belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya kegagalan aliran getah bening. Didaerah timur tengah terutam pada bangsa yahudi penyakit diturunkan sebagai secara autosomal resesif dari orang tua ke anaknya. Gejala penyakit berupa serangan demam yang berulang, rasa sakit abdominal dan pleuritis. Pleuritis disini dapat memberikan rasa nyeri pleuritik dan efusi pleura. Pengobatan bersifat suportif saja dan operasi sebaiknya dihindarkan. 4) Reaksi hipertensif terhadap obat Pengobatan dengan nitrofuratoin,metilsergid, praktolol kadang-kadang memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura berupa radang dan kemudian juga akan menimbulkan efusi pleura. Bila proses menjadi kronik bisa terjadi fibrosis paru atau pleura. Pengobatan dengan hidrazin, prokainamid dan kadang-kadang derngan definilhidatoin dan isoniazid sering juga menimbulkan pleuritis dan 12



perikarditid. Radang dan efusi yang timbul dapat menghilang bila pemberian obat-obatan tersebut dihentikan. C. Manifestasi Klinik (Brunner & Suddarth, 2000) Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: a) batuk kadang berdarah b) demam, menggigil c) pernafasan yang cepat d) Lemas progresif disertai penurunan BB e) Asites f) Dipsnea D. Evaluasi Diagnostik (Muttaqin, 2008) Pada flouroskopi maupun foto thoraks PA cairan yang kurang dari 300cc tidak bisa terlihat, mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukan kostofrenikus. Pada efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan pleura lebih dari 300cc, frenicocostalis tampak tumpul dan diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikannya, perlu dilakukan dengan foto thoraks lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus). a. Pemeriksaan Radiologi



b. Biopsi pleura Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura melalui biopsi jalur perkutaneus. Biopsy ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel- sel



13



ganas atau kuman- kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura). c. Pengukuran fungsi paru (spirometri) Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara resudial ke kapasitas total paru, dan penyakit pleural pada tuberculosis kronis tahap lanjut. Kapasitas total paru adalah volume maksimal pengembangan paru- paru dengan usaha inspirasi yang sebesar- besarnya kira- kira 5800 ml. (Syaifuddin, 2009) d. Pemeriksaan laboratorium Memeriksa cairan pleura agar dapat menunjang intervensi lanjutan. Analisa cairan pleura dapat dinilai untuk mendeteksi kemungkinan penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil thorakosentesis secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan hemoragi, eksudat, dan transudat. 



Haemorragic pleural effusion, biasanya terjadi pada klien dengan adanya keganasan paru atau akibat infark paru terutama disebabkan tuberculosis.







Yellow exudates pleural effusion, terutama terjadi pada keadaan gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan perikarditis konstriktif.







Clear transudate pleural effusion, sering terjadi pada klien dengan keganasan ekstrapulmoner.



e. Pemeriksaan darah Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibwah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Jika penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal, dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Bisa juga didapatkan anemia ringan dengan gambaran normokron dan normositer, gama globulin meningkat dan kadar natrium darah menurun. f. Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya kuman BA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. 14



E. Patofisiologi dan Web of Causion (WOC) secara teoritis Patofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pada umumnya efusi karena penyakit pleura hamper mirip plasma (eskudat), sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi yang berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder (akibat samping )terhadap peradangan atau adanya neoplasma. Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks. Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura perietalis sehingga udara akan masuk kedalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru. Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialysis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan , atelektasis paru dan pneumotoraks . Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan kedalam rongga pleura.



Penyebab



pleuritis



eksudativa



yang



paling



sering



adalah



karena



mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit(amuba, paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia atipik(virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti leuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pancreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.



15



Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Saat jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal keseluruh tubuh maka akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya timbul hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berada dalam pleura, ditambah dengan adanya penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar



limfe



dipleura



mengakibatkan



pengumpulan



cairan



yang



abnormal/berlebihan. Hipoalbuminemia (misal pada klien nefrotik sindrom, malabsorbsi natau keadaan lain dengan asites dan edema anasarka) akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukan cairan pleura dan reabsorsi yang berkurang. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskular yang mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk kedalam rongga pleura. Luas efusi yang mengancam volume paru, sebagian akan bergantung pada kekakuan relative paru dan dinding dada. Pada volume dalam batas pernafasan normal dinding dada cenderung recoil keluar sementara paru-paru cenderung untuk recoil kedalam. 



Web of causion (Muttaqin, 2008)



TB paru



Gagal jantung kiri



Karsinoma



Pneumonia



Gagal ginjal



Mediastinum



Gagal fungsi hati



Karsinoma paru



Ateleksis Inflamasi



Peningkatan tekanan hidrostatik dipembuluh darah



Tekanan osmotic koloid menurun Tekanan negative intrapleura Peningkatan permeabilitas kapiler



Peningkatan permeabilitas kapiler



Ketidakseimbangan jumlah produksi cairan dengan absorbsi yang bisa dilakukan pleura viseralis



Akumulasi/penimbunan cairan di kavum pleura



Gangguan ventilasi (pengembangan paru tidak optimal), ganguan difusi, distribusi, dan transportasi oksigen



16



System pernapasan



System saraf pusat



Pa O2 menurun



Penurunan suplai oksigen ke otak



PCO2 meningkat Sesak nafas



System pencernaan



Metabolisme Meningkat



System



Respon



Muskilokeletal l



Psikososial



Penurunan suplai oksigen ke jaringan



Hipioksia serebral



Peningkatan produksi secret



Kebutuhan energi meningkat



peningkatan metabolism anaerob



Sesak nafas



Peningkatan produksi asam laktat



Resiko gangguan pefusi serebral Pola nafas tidak efektif



Sesak nafas Tindakan invasif



Koping tidak efektif



Kecemasan



Jalan nafas tidak efektif Pertukaran gas tidak efektif



Gangguan pemenuhan nutrisi



Kelemahan fisik umum



Intoleransi aktivitas







Diagnosa Keperawatan dan Intervensi



Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura Tujuan: dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intevensi pola nafas klien dapat normal. Kriteria evaluasi: Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada dalam batas normal, pada pemeriksaan rontgen thoraks tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan bunyi napas terdengar jelas. Rencana Intervensi Identifikasi factor penyebab



Rasioanl Dengan mengidentifikasi penyebab, kita dapat menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang



17



tepat Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan pernapasan,



serta



melaporkan



setiap kedalaman



perubahan yang terjadi



mengetahui



pernapsan sejauh



mana



kita



dapat



perubahan



kondisi klien. Baringkan klien dengan kondisi yang Penurunan diafragma dapat memperluas nyaman, dalam posisi duduk, dengan daerah dada sehingga ekspansi paru bisa kepala tempat tidur ditinggikan 60-90o maksimal. atau miringkan kearah sisi yang sakit



Miring kearah sisi yang sakit dapat menghindari efek penekanan gravitasi



cairan sehingga ekspansi dapat maksimal Observasi tanda- tanda vital ( nadi dan Peningkatan frekuensi napas dan pernapasan)



takikardi merupakan indikasi adanya



penurunan fungsi paru. Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 Auskultasi dapat menentukan kelainan jam . suara napas pada bagian paru Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan Menekan daerah yang nyeri ketika batuk napas dalam yang efektif



atau napas dalam. Penekanan otot- otot dada serta abdomen membuat batuk



lebih efektif. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk Pemberian O2 dapat menurunkan beban pemberian O2 dan obat-obatan serta foto pernapasan dan mencegah terjadinya thoraks



sianosis akibat hipoksia. Dengan foto thoraks, dapat di monitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan



kembalinya daya kembang paru Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis Tindakan thorakosentesis atau fungsi pleura bertujuan untuk menghilangkan sesak



napas



yang disebabkan



oleh



akumulasi cairan dalam rongga pleuraa.



Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungang dengan sekresi mucus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema tracheal/faringeal. Tujuan : dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi, bersihan jalan nafas kembali efektif. Kriteria evaluasi : 18







Klien mampu melakukan batuk efektif







Pernafasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu



nafas. Bunyi nafas normal, Rh-/- dan pergerakan pernafasan normal. Rencana intervensi Rasional Kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, Penurunan bunyi nafas menunjukkan kecepatan,



irama,



kedalaman,



dan atelektasis,ronkhi



penggunaan otot bantu nafas.



menunjukkan



akumulasi secret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot bantu



nafas



dan



peningkatan



kerja



pernafasan. Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, Pengeluaran akan sulit bila sekret sangat catat karakter dan volume sputum



kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak



adekuat). Berikan posisi semifowler/fowler tinggi Posisi fowler memaksimalkan ekspansi dan bantu klien latihan nafas dalam dan paru dan menurunkan upaya bernafas. batuk efektif.



Ventilasi



maksimal



membuka



area



atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan. Pertahankan intake cairan sedikitnya Hidrasi yang 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan.



adekuat



mengencerkan sekret dan mengefektifkan



pembersihan jalan nafas. Bersihkan sekret dari mulut dan trachea Mencegah obstruksi dan bila perlu lakukan pengisapan ( suction ).



membantu



aspirasi.



Pengisapan diperlukan bila klien tidak mampu mengeluarkan sekret. Eliminasi lendir



dengan



suction



sebaiknya



dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 10 menit dengan pengawasan efek Kolaborasi



pemberian



indikasi: obat antibiotic



obat



samping suction. sesuai Pengobatan antibiotik yang ideal adalah dengan adanya dasar dari tes uji resistensi kuman terhadap jenis antibiotik sehingga



Agen mukolitik



lebih mudah mengobati pneumonia. Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk 19



Bronkodilator:



jenis



aminofilin



intravena



memudahkan pembersihan. via Bronkodilator meningkatkan lumen



percabangan



diameter



trakheobronkhial



sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara. Kortikosteroid berguna pada hipoksemia



Kortikosteroid



dengan keterlibatan luas dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.



Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik dan rencana pengobatan Tujuan : Memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan Kriteria Hasil : - Klien mengetahui tentang proses penyakit, program pengobatan penyakitnya. - Kecemasan klien menurun Rencana Intervensi Rasional Jelaskan hal – hal mengenai penyakit Mengorientasi pada pasien dan pengobatan



Membantu



program



pengobatan.



menyadarkan



klien



untuk



memperoleh kontrol. Ajarkan



tindakan



yang



mengontrol dispnea



dapat Pengontrolan dispnea melalui pengontrolan seimbang, istirahat cukup dan aktivitas dapat ditoleransi



Kaji patologi masalah individu



Informasi



menurunkan



ketidaktahuan.



takut



Memberikan



karena



pengetahuan



Kaji ulang tanda / gejala yang



dasar untuk pemahaman kondisi dinamik. Berulangnya efusi pleura memerlukan



memerlukan evaluasi medik



intervensi



cepat,contoh nyeri dada tiba-tiba,



menurunkan potensial komplikasi.



medik



dispnea, distres pernapasan lanjut Kaji ulang praktik kesehatan yang Mempertahanan baik, istirahat



meningkatkan



untuk



mencegah



kesehatan penyembuhan



/



umum dan



dapat



mencegah kekambuhan.



20



Identifikasi kemungkinan kambuh / Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat komplikasi jangka panjang



dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.



Perubahan nurtisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kelemahan, dispneu, anorexia. Tujuan : memuhi kebutuhan nutrisi klien sesuai kebutuhan Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria: - BB meningkat - Melakukan pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan BB yang tepat Rencana Intervensi Rasionalisasi Catat status nutrisi pasien



Berguna dalam mendefenisikan derajat / luasnya masalah dan pilihan intervensi yang berguna.



Awasi masukan / pengeluaran dan BB Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi secara periodic



dan dukungan cairan.



Selidiki anoreksia, mual, muntah, dan Dapat



mempengaruhi



pilihan



diet



dan



catat kemungkinan hubungan dengan mengidentifikasi area pemecahan masalah obat. Awasi frekuensi, volume dan untuk konsistensi feses.



meningkatkan



pemasukan



/



penggunaan nutrient.



Berikan perawatan mulut sebelum dan Menurunkan rasa tak enak karena sisa sesudah tindakan pernapasan.



sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.



Anjurkan makan sedikit dan sering Memaksimalkan



masukan



nutrisi



tanpa



dengan makanan tinggi protein dan kelemahan yang tak perlu / kebutuhan energi karbohidrat.



dari makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster. 21



Rujuk ke ahli gizi untuk komposisi Untuk mengidentifikasi kebutuhan nutrisi diet.



individu untuk meningkatkan penyembuhan.



Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas terhadap efusi pleura, nyeri akut, imobilitas, kelemahan umum Tujuan : Dapat beraktivitas sebagaimana biasanya Kriteria Evaluasi : Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukan dengan daya tahan tubuh, penghematan energi,dan perawatan diri Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat dicapai atai dipertahankan secara realistis -Menampilkan aktivitas sehari-hari dengan beberapa bantuan (misalnya eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi -Mengurangi dispnea Rencana Intervensi Jelaskan aktivitas dan faktor yang



Rasionalisasi Merokok, suhu



dapat meningkatkan kebutuhan



menyebabkan



ekstrim



vasokonstruksi



dan



stre



pembuluh



oksigen. garah dan peningkatan beban jantung. Anjurkan program hemat energy, buat Mencegah penggunaan energi berlebihan jadwal aktifitas harian, tingkatkan secara bertahap Ajarkan teknik napas efektif



Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap mempertahankan latihan fisik yang memungkinkan peningkatan kemampuan otot



Pertahankan terapi oksigen tambahan



bantu pernapasan Meningkatkan



oksigenasi



tanpa



mengorbankan banyak energi



22



Beri waktu istirahat yang cukup



Meningkatkan daya tahan pasien, mencegah keletihan



Rangguan perfusi cerebral berhubungan dengan inadekuat sirkulasi oksigen ke otak Tujuan : pemenuhan kebutuhan oksigen ke otak dapat terpenuhi Kriteria hasil : - status mental baik - Fungsi sensorik dan motorik baik - Tingkat kesadaran klien baik Rencana intervensi Rasionalisasi Kaij tingkat kesadaran dengan klien hipoksia yang parah dapat menyebabkan dengan GCS (Glasgow coma scale)



perubahan tingkat kesadaran, koma dan dapat fatal.



Pantau tanda- tanda vital secara teratur



peningkatan RR dan takikardi merupakan adanya indikasi penurunan fungsi paru. peningkatan



TD



peningkatan



TIK,



penurunan



terjadi jika



kesadaran.



karena



diikuti Demam



oleh dapat



mencerminkan kerusakan hipotalamus Periksa respon dan ukuran pupil terhadap Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial rangsangan cahaya



okulomotor (III) dan berguna untuk menentukan batang otak tersebut semakin baik.



Ukuran



dan



kesamaan



pupil



ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis yang mempersarafi. Pertahankan posisi kepala dalam keadaan Menurunkan tekanan



arteri



dengan



netral dengan bantalan kecil (posisi meningkatkan drainase dan meningkatkan elevasi) sirkulasi atau perfusi serebral. Cegah pasien untuk mengedan, batuk Batuk dan mengejan dapat meningkatkan keras, berikan periode istirahat cukup, tekanan intracranial dan potensi terjadi lingkungan nyaman



pendarahan 23



F. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan (Brunner & Suddarth, 2000) Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyabab yang mendasari untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman serta dispnea. Pengobatan spesifik diarahkan pada penyebab yang mendasari. 1) Torasentesis, ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengosongan cairan. Indikasi untuk melakukan torakosentesis adalah: (1) menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura, (2) bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal, (3) bila terjadi reakumulasi cairan.



2) Selang dada dan drainase water –seal



mungkin diperlukan untuk



pneumotoraks (kadang merupakan akibat torasentesis berulang). Water Seal Drainase WSD (Water Seal Drainase) adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada. Indikasi : -



Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus.



-



Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah thorak



-



Efusi pleura



-



Empiema Karen penyakit paru serius dan kondisi inflamasi



Tujuan pemasangan WSD: 



Untuk mengeluarkan udara, caiaran atau darah rongga pleura.







Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura. 24







Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian.







Untuk mencegah reflex drainase kembali kedalam rongga dada.



Tempat pemasangan WSD: a. Apical Letak selang pada interkosta III mid klavikula Dimasukkan secara antero lateral Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura b. Basal Letak selang pada interkostal V-V1 atau interkostal VIII-IX mid aksiller Fungsi: untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura Jenis WSD: 1. Sistem 1 botol .sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan simple pneumotoraks 2. System dua botol pada system ini btol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol waterseal 3. System tiga botol , botol penghisap control ditambahkan kesistem dua botol.sistem tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan. Komplikasi pemasangan WSD: 1. Komplikasi primer: perdarahan, edema paru, tension pneumotoraks, atrial aritmia 2. Komplikasi sekunder: infeksi, emfiema 3) Obat dimasukkan kedalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang pl;eura dan mencegah penumpukan cairan lebih lanjut. 4) Modalitas pengobatan lainnya: Radiasi dinding dada, operasi pleurektomi dan terapi diuretic. Intervensi Keperawatan 1.Terapkan regimen obat-obatan a. Siapkan dan posisikan pasien untuk torasentesis. b. Berikan dukungan sepanjang prosedur.



25



2. Bantu pasien dalam peredaan nyerinya a. Bantu pasien untuk mencari posisi yang paling sedikit nyerinya. b. Berikan obat nyeri sesuai yang diharuskan dan kebutuhan. 3. Pantau drainase selang dada dan system water-seal ,catat jumlah drainase pada interval yang



diharuskan.



4. Lakukan auhan keperawatan yang berhubungan dengan penyebab yang mendasari efusi pleural.



26



DAFTAR PUSTAKA Doenges, MC dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Jakarta : EGC Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing Price, SA & Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Jakarta: EGC Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan edisi 2. Jakarta : Salemba Medika



27