15 0 742 KB
PENENTUAN KATEGORI DISAIN SEISMIK (KDS) DAN KURVA RESPON SPEKTRUM KOTA BANDUNG SEISMIC DESIGN CATEGORY (SDC) AND SPECTRUM RESPONSE BANDUNG CITY
Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi ibu kota provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah penduduk. Selain itu, kota Bandung juga merupakan kota terbesar di wilayah Pulau Jawa bagian selatan. Sedangkan wilayah Bandung Raya (Wilayah Metropolitan Bandung) merupakan metropolitan terbesar ketiga di Indonesia setelah Jabodetabek dan Gerbangkertosusila (Gerbangkertosusilo). Kota kembang merupakan sebutan lain untuk kota ini, karena pada zaman dulu kota ini dinilai sangat cantik dengan banyaknya pohon-pohon dan bungabunga yang tumbuh di sana. Selain itu Bandung dahulunya disebut juga dengan Paris van Java karena keindahannya. Selain itu kota Bandung juga dikenal sebagai kota belanja, dengan mall dan factory outlet yang banyak tersebar di kota ini, dan saat ini berangsur-angsur kota Bandung juga menjadi kota wisata kuliner. Dan pada tahun 2007, British Council menjadikan kota Bandung sebagai pilot project kota terkreatif se-Asia Timur. Saat ini kota Bandung merupakan salah satu kota tujuan utama pariwisata dan pendidikan. Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga bentuk morfologi wilayahnya bagaikan sebuah mangkok raksasa, secara geografis kota ini terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat, serta berada pada ketinggian ±768 m di atas permukaan laut, dengan titik tertinggi di berada di sebelah utara dengan ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut dan sebelah selatan merupakan kawasan rendah dengan ketinggian 675 meter di atas permukaan laut. Kota
Bandung
dialiri
dua
sungai
utama,
yaitu Sungai
Cikapundung dan Sungai Citarum beserta anak-anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah selatan dan bertemu di Sungai Citarum. Dengan
kondisi yang demikian, Bandung selatan sangat rentan terhadap masalah banjir terutama pada musim hujan. Keadaan geologis dan tanah yang ada di kota Bandung dan sekitarnya terbentuk pada zaman kwartier dan mempunyai lapisan tanah alluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Parahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan jenis andosol begitu juga pada kawasan dibagian tengah dan barat, sedangkan kawasan dibagian selatan serta timur terdiri atas sebaran jenis alluvial kelabu dengan bahan endapan tanah liat. Semetara iklim kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk, dengan suhu rata-rata 23.5 °C, curah hujan rata-rata 200.4 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 21.3 hari per bulan.
Gambar 1 Peta Lokasi Kota Bandung Dipeta Indonesia dan Pulau Jawa
Gempa yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh aktivitas gunung vulkanik akan tetapi juga disebabkan oleh pergerakan lempengan – lempengan bumi yang saling bersinggungan atau bertubrukan satu sama lain. Hal tersebut di karenakan indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng IndoAustralia, Eurasia dan lempeng Pasifik. Dan indonesia memiliki istilah gunung berapi terbesar atau biasa disebut Ring Of Fire..
Berikut akan dijelaskan tahapan untuk menentukan kategori desain seismik (KDS) dan pembuatan respon spektrum pada kota Bandung berdasarkan SNI 1726-2012 yang akan dibandingkan dengan nilai dari situs puskim : 1.
Mencari letak kota Bandung pada peta zona gempa kemudian tentukan nilai PGA, Ss, S1, CRS¸ dan CR1 dengan melihat warna yang ada pada peta zona gempa di SNI 1726-2012 atau bisa juga dilihat dari PUSKIM.
Tabel 1 Rekapitulasi Nilai PGA, Ss, S1, CRS¸ dan CR1
2.
No
Kelas Situs/Variabel
Nilai
1
PGA
0,577
2
Ss
1,450
3
S1
0,486
4
CRS
0,977
5
CR1
0,905
Menentukan koefisien situs FPGA untuk wilayah Bandung dengan nilai PGA = 0,577
Tabel 2 Koefisien Situs FPGA
3.
Menentukan koefisien situs (site coefficient) Fa dan Fv untuk wilayah Bandung dengan nilai Ss = 1,45 dan S1 = 0,486
Tabel 3 Klasifikasi Situs
a.
Nilai Fa dapat langsung diperoleh dari Tabel 4 tanpa harus dilakukan interpolasi terlebih dahulu karena nilai Sa > 1,25
Tabel 4 Koefisien Situs Fa
b.
Nilai Fv diperoleh dari interpolasi antara nilai S1 0,4 – 0,5 yang ada pada Tabl 5 karena nilai S1 = 0,486
Tabel 5 Koefisien Situs Fv
Fv 1,314 1,514 2,4
Tabel 6 Koefisien Situs Fa dan Fv untuk Kota Bandung Kelas Situs
Fa (Ss = 1,35)
Fv (S1 = 0,55)
SC – Tanah Keras
1,00
1,314
SD – Tanah Sedang
1,00
1,514
SE – Tanah Lunak
0,90
2,40
4.
Menentukan nilai SMS dan SM1 dengan persamaan sebagai berikut: SMS = Fa x Ss SM1 = Fv x S1 a. Tanah keras SMS = 1,0 x 1,45
= 1,45
SM1 = 1,314 x 0,486 = 0,639 b. Tanah sedang SMS = 1,0 x 1,45
= 1,45
SM1 = 1,514 x 0,486 = 0,736 c. Tanah lunak SMS = 0,9 x 1,45
= 1,305
SM1 = 2,4 x 0,486
= 1,166
Tabel 7 Tabel Pebandingan Nilai SMS dan SM1 antara Perhitungan Manual dengan PUSKIM BANDUNG MANUAL
PUSKIM
KERAS
SEDANG
LUNAK
KERAS
SEDANG
LUNAK
SMS
1,450
1,450
1,305
1,450
1,450
1,305
SM1
0,639
0,736
1,166
0,638
0,736
1,166
5.
Menentukan spektral respons percepatan (spectral respons acceleration) SDS dan SD1 untuk wilayah Bandung
Tabel 8 Nilai SDS dan SD1 untuk Kota Bandung Kelas Situs
SDS = 2/3 (SMS)
SD1 = 2/3 (SM1)
SC – Tanah Keras
0,967
0,426
SD – Tanah Sedang
0,967
0,419
SE – Tanah Lunak
0,870
0,778
(a) Untuk Tanah Keras (SC) : SDS = 0,967g
(b) Untuk Tanah Sedang (SD) : SDS = 0,967g
(c) Untuk Tanah Lunak (SE) : SDS = 0,87g
Gambar 2 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan pada Periode Pendek
(a) Untuk Tanah Keras (SC) : SD1 = 0,426g
(b) Untuk Tanah Sedang (SD) : SDS = 0,419g
(c) Untuk Tanah Lunak (SE) : SDS = 0,778g
Gambar 3 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan pada Periode 1 Detik Kesimpulan: Kategori Desain Seismik – KDS kota Bandung untuk semua jenis pemanfaatan, semua kategori risiko diperoleh KDS-D
6.
Membuat desain respon spectrum (response spectrum design) untuk wilayah Bandung
Gambar 4 Perhitungan Membuat Desaim Respon Spektrum
Nilai SS, S1, Fa , FV , SDS , dan SD1 sudah didapat selanjutnya mencari nilai TO dan TS dari masing-masing jenis tanah: a.
Tanah Keras TO
= 0,2 x (SD1/SDS)
= 0,2 x (0,426/0,967) = 0,088
TS
= SD1/SDS
= 0,426/0,967
b.
= 0,440
Tanah Sedang TO
= 0,2 x (SD1/SDS)
= 0,2 x (0,491/0,967) = 0,101
TS
= SD1/SDS
= 0,491/0,967
c.
= 0,507
Tanah Lunak TO
= 0,2 x (SD1/SDS)
= 0,2 x (0,778/0,870) = 0,179
TS
= SD1/SDS
= 0,778/0,870
= 0,894
Tabel 9 Rekapitulasi Nilai SS, S1, Fa , FV , SDS , SD1, TO dan TS BANDUNG MANUAL
PUSKIM
KERAS
SEDANG
LUNAK
KERAS
SEDANG
LUNAK
SS
1,450
1,450
1,450
1,450
1,450
1,450
S1
0,486
0,486
0,486
0,486
0,486
0,486
Fa
1,000
1,000
0,900
1,000
1,000
0,900
Fv
1,314
1,514
2,400
1,314
1,514
2,400
SDS
0,967
0,967
0,870
0,967
0,967
0,870
SD1
0,426
0,491
0,778
0,426
0,490
0,777
To
0,088
0,101
0,179
0,088
0,101
0,179
TS
0,440
0,507
0,894
0,440
0,507
0,893
Setelah mendapatkan nilai TO dan TS dapat dilakukan langkah selanjutnya yaitu mencari nilai Sa dengan ketentuan yang telah dijelaskan pada Gambar 5 Contoh perhitungan tanah keras: a. T = 0 detik, maka nilai Sa = SDS (0,4 + 0,6 0,6
0 0,088
) = 0,387
b. T = To, maka nilai Sa = SDS = 0,967
T To
) = 0,967 (0,4 +
c. T = Ts, maka nilai Sa = SDS = 0,967 masih berlaku ketentuan To < T < Ts d. T = Ts + 0,1 = 0,44 + 0,1 = 0,54 dan seterusnya, maka nilai Sa = SD1/T = 0,426/0,54 = 0,788
Tabel 10 Perbandingan Nilai Sa Berdasarkan Hitungan Manual dengan Puskim T (detik)
Sa Manual
Sa Puskim
T. Keras
T. Sedang
T. Lunak
T. Keras
T. Sedang
T. Lunak
0
0,387
0,387
0,348
0.387
0.387
0.348
T0
0,967
0,967
0,870
0.967
0.967
0.870
TS
0,967
0,967
0,870
0.967
0.967
0.870
TS+0.1
0,788
0,808
0,782
0.788
0.807
0.782
TS+0.2
0,665
0,693
0,711
0.665
0.693
0.711
TS+0.3
0,575
0,608
0,651
0.575
0.607
0.651
TS+0.4
0,507
0,541
0,601
0.507
0.540
0.601
TS+0.5
0,453
0,487
0,558
0.453
0.487
0.558
TS+0.6
0,409
0,443
0,521
0.409
0.443
0.520
TS+0.7
0,373
0,406
0,488
0.373
0.406
0.488
TS+0.8
0,343
0,375
0,459
0.343
0.375
0.459
TS+0.9
0,318
0,349
0,433
0.318
0.348
0.433
TS+1
0,296
0,325
0,411
0.296
0.325
0.410
TS+1.1
0,276
0,305
0,390
0.276
0.305
0.390
TS+1.2
0,260
0,287
0,371
0.259
0.287
0.371
TS+1.3
0,245
0,271
0,354
0.245
0.271
0.354
TS+1.4
0,231
0,257
0,339
0.231
0.257
0.339
TS+1.5
0,219
0,244
0,325
0.219
0.244
0.325
TS+1.6
0,209
0,233
0,312
0.209
0.233
0.312
TS+1.7
0,199
0,222
0,300
0.199
0.222
0.300
TS+1.8
0,190
0,213
0,289
0.190
0.213
0.289
TS+1.9
0,182
0,204
0,278
0.182
0.204
0.278
TS+2
0,174
0,196
0,269
0.174
0.196
0.269
TS+2.1
0,168
0,188
0,260
0.168
0.188
0.260
TS+2.2
0,161
0,181
0,251
0.161
0.181
0.251
TS+2.3
0,155
0,175
0,243
0.155
0.175
0.243
TS+2.4
0,150
0,169
0,236
0.150
0.169
0.236
TS+2.5
0,145
0,163
0,229
0.145
0.163
0.229
TS+2.6
0,140
0,158
0,223
0.140
0.158
0.222
TS+2.7
0,136
0,153
0,216
0.136
0.153
0.216
TS+2.8
0,131
0,148
0,211
0.131
0.148
0.210
TS+2.9
0,127
0,144
0,205
0.127
0.144
0.205
TS+3
0,124
0,140
0,200
0.124
0.140
0.200
TS+3.1
0,120
0,136
0,195
0.120
0.136
0.195
TS+3.2
0,117
0,132
0,194
0.117
0.132
0.194
TS+3.3
0,114
0,129
0.114
0.129
TS+3.4
0,111
0,126
0.111
0.126
TS+3.5
0,108
0,123
0.108
0.123
Spektral Percepatan (g) 1.000 0.750 0.500 0.250 0.000 0.000
1.000 Tanah Keras
2.000
3.000 Tanah Sedang
4.000
5.000
6.000
Tanah Lunak
Grafik 1 Spektral Percepatan (g) Kota Bandung Hitungan Manual
Grafik 2 Spektral Percepatan (g) Kota Bandung Berdasarkan Puskim
DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional, 2012, SNI 1726:2012: Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk strukturbangunan gedung dan non gedung. Jakarta. Desain Spektra Indonesia, diakses 12 Maret 2017 http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/. Arfiadi Yoyong, 2013, Perbandingan Spektra Desain Beberapa Kota Besar Di Indonesia Dalam SNI Gempa 2012 dan 2002, Yogyakarta Baehaki, ST., M.Eng, Materi Bahan Kuliah Tknik Gempa, Banten Wikipedia, diakses 19 Maret 2017 https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bandung