Sap PJB [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SATUAN ACARA PENYULUHAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN Di Ruang CVCU RSUD Dr. Saiful Anwar Malang



Oleh : MAHASISWA



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI 2019



HALAMAN PENGESAHAN



1



SAP “PENYAKIT JANTUNG BAWAAN”



Telah diperiksa dan disetujui pada :



Hari



:



Tanggal



:



Oleh :



Pembimbing Institusi



Pembimbing Klinik



(..................................................)



(..............................................)



Mengetahui, Kepala Ruang CVCU



(..................................................)



SATUAN ACARA PENYULUHAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN



2



Pokok Pembahasan : Penyakit Jantung Bawaan Topik



: Penyakit Jantung Bawaan



Sasaran



: Keluarga pasien



Hari / tanggal



: Kamis, 5 DESEMBER 2019



Tempat



: Ruang CVCU RSSA



Pukul



: 10.00 - 11.00 WIB



Penyuluh



: Mahasiswa



A. LATAR BELAKANG Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan bentuk kelainan jantung yang sudah didapatkan sejak bayi baru lahir. Manifestasi klinis kelainan ini bervariasi dari yang paling ringan sampai berat. Pada bentuk yang ringan, sering tidak ditemukan gejala, dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan klinis. Sedangkan yang PJB berat, gejala sudah tampak sejak lahir dan memerlukan tindakan segera. Dengan berkembangnnya teknologi terutama ekokardiografi banyak kelainan jantung yang sebelumnya dideteksi



dengan



pemeriksaan



fisik



dan



penunjang



tidak dapat



biasa.



Dengan



menggunakan alat EKG dan Radiologi dapat dideteksi dengan mudah. 1-4 angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup. B. TUJUAN INTRUKSIONAL 1. Tujuan Intruksional Umum Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, sasaran mampu memahami dan mengerti tentang PJB (penyakit jantung bawaan) 2. Tujuan Intruksional Khusus a. Peserta penyuluhan dapat menjelaskan definisi PJB (penyakit jantung bawaan. b. Peserta penyuluhan dapat menjelaskan penyebab PJB (penyakit jantung bawaan). c. Peserta penyuluhan dapat menjelaskan manifestasi klinik dan faktor resiko PJB (penyakit jantung bawaan) d. Peserta penyuluhan dapat menjelaskan pemeriksaan klinis PJB



3



(penyakit jantung bawaan). e. Peserta penyuluhan dapat menjelaskan penatalaksanaan PJB (penyakit jantung bawaan) C. METODE PEMBELAJARAN Ceramah, Tanya Jawab D. MEDIA PPT, LCD, Leaflet E. JOB DESCRIPTION 1. Moderator : Mengarahkan jalannya acara 2. Penyaji : Menyampaikan materi penyuluhan dan menjawab pertanyaan 3. Fasilitator :Membantu mengarahkan peserta untuk bergerak secara aktif dalam diskusi 4. Observer : Mengamati dan mencatat proses jalannya penyuluhan, mengevaluasi jalannya penyuluhan. F. MATERI Terlampir G. PROSES PELAKSANAAN NO 1



WAKTU 2 menit



KEGIATAN PENYULUH Pembukaan :



KEGIATAN PESERTA 1.Menjawab salam



1.Membuka kegiatan dengan 2.Mendengarkan salam



3.Memperhatikan



2.Memperkenalkan diri



4.memperhatikan



3.Menjelaskan



tujuan



penyuluhan 4.Menyebutkan materi yang akan diberikan 5.Menjelaskan kontrak waktu 6.Menjelaskan aturan dalam 2



10 menit



Penyuluhan Isi :



1.Mendengarkan



(PJB) Penyakit Jantung



2. Memperhatikan



Bawaan 1. Definisi PJB (Penyakit Jantung Bawaan). 2. Penyebab PJB (Penyakit



4



Jantung Bawaan. 3. Manifestasi klinik PJB (Penyakit Jantung Bawaan) 4.Pemeriksaan klinis PJB (Penyakit Jantung Bawaan) 5.Komplikasi dari PJB (Penyakit jantung Bawaan). 6.Penatalaksanaan PJB (Penyakit jantung Bawaan) 3



5 menit



Evaluasi :



Tanya Jawab



1.Memberikan



kesempatan



pada peserta untuk bertanya 2.Menjawan



pertanyaan



peserta 3.Memberi



kesempatan



peserta



menanggapi



untuk



jawaban 4 .Menanyakan kembali pada peserta tentang materi yang disampaikan



4



3 menit



Penutup :



1.Mendengarkan



1. Menyimpulkan materi



2.Menjawab salam



2. Memberi salam H. KRITERIA EVALUASI a. Evaluasi Proses Input : 1. Kegiatan penyuluhan dihadiri oleh pasien dan keluarga pasien. 2. Media penyuluhan yang digunakan adalah Leaflet dan lcd



5



3. Paket penyuluhan sesuai SPO dan Up to Date 4. Waktu Kegiatan Penyuluhan adalah 30 menit 5. Tempat penyuluhan adalah diruang PICU 6. .Pengorganisasian penyuluhan disiapkan beberapa hari sebelum kegiatan penyuluhan Output Setelah dilakukan kegiatan penyuluhan peserta penyuluhan mengikuti penyuluhan yang diberikan, mengerti, dan memahami materi penyuluhan. b. Evaluasi Hasil PJB (Penyakit jantung Bawaan) 1. 75 % peserta penyuluhan mampu menyebutkan PJB (Penyakit jantung Bawaan). 2. 75 % peserta penyuluhan mampu menyebutkan Penyebab PJB (Penyakit jantung Bawaan). 3. 75 % peserta penyuluhan mampu menyebutkan Manifestasi klinis PJB (Penyakit jantung Bawaan). 4. 75 % peserta penyuluhan mampu menyebutkan Pemeriksaan klinis . PJB (Penyakit jantung Bawaan). 5. 75 % peserta penyuluhan mampu menyebutkan Komplikasi dari PJB (Penyakit jantung Bawaan)



LAMPIRAN MATERI PJB (PENYAKIT JANTUNG BAWAAN) A.



Definisi PJB (Penyakit jantung Bawaan) Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap, jadi kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB sering kali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai penyebab (Rahayoe, 2006).



6



Kelainan jantung kongenital atau bawaan adalah kelainan jantung atau malformasi yang muncul saat kelahiran, selain itu kelainan jantung kongenital merupakan kelainan anatomi jantung yang dibawa sejak dalam kandungan sampai dengan lahir. Kebanyakan kelainan jantung kongenital meliputi malformasi struktur di dalam jantung maupun pembuluh darah besar, baik yang meninggalkan maupun yang bermuara pada jantung. Kelainan ini merupakan kelainan bawaan tersering pada anak, sekitar 8-10 dari 1.000 kelahiran hidup. Kelainan jantung bawaan ini tidak selalu memberi gejala segera setelah bayi lahir, tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan atau bahkan ditemukan setelah pasien berumur beberapa tahun. Kelainan



ini bisa saja ringan sehingga tidak



terdeteksi saat lahir. Namun pada anak tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan sebelum lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis dan terapi, banyak anak dengan kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat sampai dewasa . Kelainan



jantung



bawaan



dapat



melibatkan



katup-katup



yang



menghubungkan ruang-ruang jantung, lubang di antara dua atau lebih ruang jantung, atau kesalahan penghubungan antara ruang jantung dengan arteri atau vena. Dalam diagnosa PJB, perhatian utama ditujukan terhadap gejala klinis gangguan sistem kardiovaskuler pada masa neonatus.



Indikasinya



seperti sianosis sentral (kebiruan pada lidah, gusi, dan mucosa buccal bukan pada ekstremitas dan perioral, terutama terjadi saat minum atau menangis), penurunan perfusi perifer (tidak mau minum, pucat, dingin, dan berkeringat disertai distres nafas), dan takipneu > 60x / menit(terjadi setelah beberapa hari atau minggu, karena takipneu yang terjadi segera setelah lahir menunjukkan kelainan paru, bukan PJB). (Sudarti dan Endang,2010) B. Etiologi Dalam banyak kasus, sesuatu yang tidak beres dalam perkembangan awal janin. Beberapa kondisi jantung rusak karena gen atau kromosom. Sering kali, kita tidak mengerti mengapa jantung bayi tidak berkembang normal (Britis heart foundation, 2009).



7



Di Indonesia diperkirakan sekitaar 40.000 bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan (PJB) setiap tahun dan sebagian besar meninggal sebelum mencapai usia satu tahun. Pada garis besar, kelainan yang nampak pada bayi saat dilahirkan dapat berupa biru atau tidak biru. Sering kali bayi menunjukkan gejala gagal tumbuh kembang, ataupun sakit saluran pernafasan berulang. Sebagian besar kasus tidak diketahui penyebabnya dan multifaktorial. Faktorfaktor penyebabnya diantaranya adalah infeksi virus rubella (German rubella) pada masa kehamilan ibu, genetik misalnya pada sindroma down, ataupun karena obat-obatan yang dimakan selama hamil (Arief, 2007). Kelainan ini bisa saja ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan sebelum lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis dan terapi, banyak anak dengan kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat sampai dewasa. Sebab-sebab kelainan jantung bawaan dapat bersifat eksogen, atau endogen. a. Eksogen : Infeksi rubella atau penyakit virus lain, obat-obat yang diminum ibu (misalnya thalidomide), radiasi dan sebagainya yang dialami ibu pada kehamilan muda dapat merupakan faktor terjadinya kelainan jantung kongenital. Diferensiasi lengkap susunan jantung terjadi pada kehamilan bulan kedua. Faktor eksogen mempunyai pengaruh terbesar terhadap terjadinya kelainan jantung dalam masa tersebut. b. Endogen : Faktor genetik/kromosom memegang peranan kecil dalam terjadinya kelainan jantung congenital. Menurut Latief penyakit jantung bawaan (PJB) merupaka kelainan yang disebebkan oleh gangguan perkembangan sistem kardiovaskular pada embrio. Terdapat peranan faktor endogen dan eksogen. Masih disangsikan apakah tidak ada faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor tersebut adalah: 1. Lingkungan : diferensial bentuk jantung lengkap pada akhir bulan kedua kehamilan. Faktor penyebab PJB terutama terdapat selama dua bula pertama kehamilan ialah rubella pada ibu dan penyakit virus lain, talidomid, dan mungkin obat-obat lain, radiasi. Hipoksia juga dapat menjadi penyebab PDA.



8



2. Hereditas: Faktor genetik mungkin memegang peranan kecil saja, sedangkan kelainan kromosom biasanya tidak terdapat. Walaupun demikian beberapa keluarga mempunyai insiden PJB tinggi, jenis PJB yang sama terdapat pada anggota keluarga yang sama. Menurut Ontoseno, Teddy (2009) perubahan sistem sirkulasi pada saat lahir terjadi saat tangisan pertama. Ketika itulah terjadi proses masuknya oksigen yang pertama kali ke dalam paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan tahanan ekstravaskuler paru dan peningkatan tahanan oksigen sehingga terjadi vasodilatasi disertai penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis. Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan saturasi oksigen sistemik. Perubahan selanjutnya, terjadi peningkatan aliran darah ke paru secara progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri sampai melebihi tekanan atrium kanan. Kondisi ini mengakibatkan penutupan foramen ovale juga peningkatan tekanan ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri sistemik. Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal dan penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang mengakibatkan berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis. Pada neonatus aterm normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 1015 jam pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosus secara fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 412 bulan. Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik, terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava inferior serta penutupan duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan juga menurun sampai di bawah tekanan atrium kiri. Hal ini mengakibatkan penutupan foramen ovale, dengan demikian ventrikel kanan hanya mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis. Peristiwa ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karena menerima beban tekanan lebih besar untuk 9



menghadapi tekanan arteri sistemik. Sebaliknya ventrikel kanan mengalami penipisan akibat penurunan beban tekanan untuk menghadapi tekanan arteri pulmonalis yang mengalami penurunan ke angka normal. Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus, dan foramen ovale diawali penutupan secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan jaringan fibrous yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen). Tetap terbukanya duktus venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap total anomalous pulmonary venous connection di, bawah diafragma. Tetap terbukanya foramen ovale pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap kelainan obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya duktus arteriosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB dengan ductus dependent sistemic dan ductus dependent pulmonary circulation (Teddy, 2009). C. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis kelainan jantung kongenital sangat bervariasi, tergantung macam kelainannya. Kelainan yang menyebabkan penurunan aliran darah ke paru atau percampuran darah berkadar tinggi zat asam dengan darah kotor dapat menimbulkan sianosis, ditandai oleh kebiruan di kulit, kuku jari, bibir, dan lidah. Ini karena tubuh tidak mendapatkan zat asam memadai akibat pengaliran darah kotor ke tubuh. Pernapasan si anak akan lebih cepat dan nafsu makan berkurang. Daya toleransi gerak yang rendah mungkin ditemukan pada anak yang lebih tua. Kelainan yang dapat menyebabkan sianosis atau kebiruan adalah penyumbatan katup pulmonal (antara bilik jantung kanan dan pembuluh darah paru) yang mengurangi aliran darah ke paru, tertutupnya katup pulmonal (pada muara pembuluh darah paru) yang menghambat aliran darah dari bilik jantung kanan ke paru, tetralogi fallot (kelainan yang ditandai oleh bocornya sekat bilik jantung, pembesaran bilik jantung kanan, penyempitan katup pulmonal dan transposisi aorta), serta tertutupnya katup trikuspidal (terletak antara serambi dan bilik jantung kanan) yang menghambat aliran darah dari serambi ke bilik jantung kanan. Selain itu, gejala kebiruan juga bisa muncul jika terjadi transposisi pembuluh darah besar, gangguan pertumbuhan ruangan, katup dan pembuluh darah yang berhubungan dengan sisi jantung kiri, serta kelainan akibat salah bermuaranya keempat vena paru yang seharusnya ke



10



serambi jantung kiri. Beberapa jenis kelainan jantung kongenital juga dapat menyebabkan gagal jantung. Kelainan ini menyebabkan terjadinya aliran darah dari sisi jantung kiri ke sisi jantung kanan yang secara progresif meningkatkan beban jantung. Gejala dari gagal jantung berupa menurut Sudarti dan Endang (2010) adalah sebagai berikut: 1. Napas cepat 2. Sulit makan dan menyusu 3. Berat badan rendah 4. Infeksi pernapasan berulang 4. Toleransi gerak badan yang rendah Termasuk dalam kelainan ini adalah bocornya sekat serambi atau bilik jantung, menetapnya saluran penghubung antara aorta dan pembuluh darah paru yang seharusnya tertutup setelah lahir, gangguan pertumbuhan ruangan, katup dan pembuluh darah yang berhubungan dengan sisi jantung kiri, bocornya sekat antara serambi dan bilik jantung serta kelainan katup jantung, gagalnya pemisahan pembuluh darah besar jantung, serta terputusnya segmen aorta. Penyempitan katup jantung dan pembuluh darah besar kadang kala hanya menimbulkan gejala ringan. Gejala gagal jantung baru terlihat jika terjadi peningkatan beban jantung (Nelson, 2010). Derajat PJB yang berat pada umumnya menunjukkan gejala pada umur 6 bulan pertama dan sering juga pada masa neonatus. Beraneka ragam manifestasi klinis dapat ditimbulkan, namun ada empat hal gejala yang paling sering ditemukan pada neonatus dengan PJB, yaitu: a. Sianosis: adalah manifestasi jelas PJB pada neonatus. Sekali dinyatakan sianosis sentral bukan akibat kelainan paru-paru, serebral atau metabolik atau kejadiankejadian perinatal, maka perlu segera diperiksa untuk mencari PJB derajat berat walaupun tanpa bising jantung. b. Takipnea: Takipnea adalah tanda yang biasa ditemukan pada bayi dengan shunt kiri-kanan (misal Ventricular Septal Defect atau PatentDuctus Arteriosus), obstruksi vena Pulmonalis (anomali total aliran vena pulmonalis) dan kelainan lainnya dengan akibat gagal jantung misalnya pada dugaan secara diagnosa klinik,adanya Aorta koarktasi dimana pulsasi nadi femoralis melemah/tidak teraba.



11



c. Frekuensi jantung abnormal: takikardia atau bradikardia d. Bising jantung (Irwanto, 2008). D. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada penyakit jantung bawaan dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, elektrokardiografi, dan ekokardiografi.  Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan enzim jantung dapat dilakukan untuk menilai kondisi klinis pasien yang mengalami kongesti jantung ataupun gagal jantung.  Pemeriksaan Radiologi Pada pemeriksaan rontgen toraks dapat terlihat bentuk dan ukuran jantung yang normal pada penyakit jantung bawaan yang minor dengan lesi yang kecil. Pada kelainan yang lebih mayor gambaran rontgen toraks dapat bervariasi. Gambaran rontgen toraks yang dapat ditemukan salah satunya adalah kardiomegali



dan



peningkatan



corakan



arteri



pulmonal



yang



menggambarkan peningkatan aliran darah pulmonal yang lebih tinggi dari aliran darah sistemik. Bisa juga ditemukan gambaran ventrikel kanan yang membesar dan arteri pulmonal sentral yang besar namun sempit di perifer (tree in winter apperance), keadaan ini biasa terlihat pada resistensi pembuluh darah pulmonal yang tinggi ataupun pada VSD. Pada koarktasio aorta dapat ditemukan gambaran dilatasi pada aorta asendens dan konstriksi pada area yang mengalami koarktasio (hour glass). Sedangkan pada TOF bisa ditemukan gambaran boot-shape.  Elektrokardiografi Gambaran sadapan elektrokardiografi (EKG) pada penyakit jantung bawaan dapat normal, namun bisa juga ditemukan deviasi aksis QRS karena kelainan arah listrik jantung akibat struktur jantung yang sendiri mengalami kelainan.  Ekokardiografi Pemeriksaan ekokardiografi pada penyakit jantung bawaan berfungsi untuk menilai ruang jantung dan mengukur ukuran defek yang terjadi. Ekokardiografi dengan Doppler dapat menilai arah aliran darah maupun



12



adanya refluks. Selain itu ekokardiografi dapat menilai ukuran pangkal aorta dan



pembuluh



darah



besar



lainnya.



Pemeriksaan



ekokardiografi



transesofageal biasanya dilakukan selama prosedur operasi untuk menilai hasil tindakan operasi E. Komplikasi Meski sudah menjalani pengobatan, penderita penyakit jantung bawaan berpotensi mengalami komplikasi, seperti: a. Pertumbuhan yang lambat, seperti kesulitan berbicara, berjalan, menggerakan tubuh, berkonsentrasi, dan bertindak. b. Infeksi



saluran



pernapasan



dan



jantung,



seperti



pneumonia,



endoarditis, dan masalah pada katup jantung. c. Aritmia Kondisi ini terjadi akibat aliran listrik jantung yang tidak berfungsi dengan baik dan mengakibatkan denyut jantuk tidak beraturan. Kondisi ini juga dapat memicu kematian mendadak jika tidak ditangani. d. Gagal jantung Kondisi ini terjadi akibat jantung yang tidak mampu memompa darah ke organ tubuh lainnya. Gagal jantung juga dapat memicu kondisi-kondisi, seperti hipertensi pada jantung atau paru-paru serta penyakit jantung koroner. e. Pembekuan darah. Kondisi ini dapat menyebabkan aliran darah menuju paru-paru atau otak tersumbat dan memicu penyakit lain, seperti emboli paru atau stroke. F. Penatalaksanaan 1. Tata laksana Konservatif Restriksi cairan dan pemberian obat-obatan; Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan



beban kardiovaskuler, pemberian



Indomethacin



(Inhibitor



prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilatik untuk mencegah endokarditis bakterial. 2. Tata laksana pembedahan Pemotongan atau pengikatan duktus 3. Tatalaksana Non-pembedahan Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.



13



DAFTAR PUSTAKA Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk Brunner danSuddarth. Jakarta : EGC.Behrman, Richard E, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan dan Anak Nelson, Volume 2. Edisi 15. Alih Bahasa A. Samik Wahab. Jakarta : EGC.Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3; Alih Bahasa, Nike BudhiSubekti. Jakarta: EGC.Doctherman, J. McCloskey. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC) & NursingOutcomes Clasifications (NOC).USA: Mosby.Grace, Pierce A & Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga.Herdman, T. Heather. 2013. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 20122014 . Jakarta : EGC.Kee, Joyce L.1996. Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.Muscari, Mary E. 14



2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik; Alih Bahasa, Aifrina Hany. Jakarta: EGC. Nethina, Sandra, M. 2001.Pedoman Praktek Keperawatan. Alih Bahasa oleh Setiawan,dkk. Jakarta : EGC. Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperwatan Berdasarkan Diagnose Medis dan NANDA NICNOC . Yogyakarta: MediactionPublishing. Wong, Donna L. dan Eaton, M. H…(et all). 2001. Wong’s Essentials of Pediatric Nursing .(Ed. 6). Missouri : Mosby



15