Sap Thypoid Pada Anak+leaflet [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SATUAN ACARA PENYULUHAN PENCEGAHAN THYPOID PADA ANAK



Oleh: Annisa Nur Ghosyiatul Aliyah



NIM 192311101022



Rizal Amirullah



NIM 192311101163



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2020



Daftar Lampiran Lampiran 1 : Berita acara Lampiran 2 : Daftar hadir Lampiran 3 : SAP Lampiran 4 : Materi Lampiran 5 : Media Leaflet



KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JEMBER PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN T.A 2020/2021 Lampiran 1 : Berita Acara BERITA ACARA Pada hari ini, 23 Januari 2020 jam 10.00-10.30 WIB bertempat di Poli Anak Rumah Sakit Koesnadi Bondowoso telah dilaksanakan pendidikan kesehatan dan demonstrasi mengenai Pencegahan Thypoid Pada Anak yang dilaksanakan oleh Mahasiswa Keperawatan Universitas Jember yang diikuti oleh...........orang (daftar terlampir)



Bondowoso, 23 Januari 2020 Mengetahui, Pembimbing Klinik



( Ns. Desak Made, S. Kep) NIP. 19631210 199203 2 003



Lampiran 2: Daftar Hadir KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JEMBER PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN T.A 2019/2020 DAFTAR HADIR Kegiatan pendidikan kesehatan dan demonstrasi mengenai Pencegahan Thypoid Pada Anak pada 23 Januari 2020 jam 10.00- 10.30 WIB bertempat di Poli Anak Rumah Sakit Koesnadi Bondowoso: NO



NAMA



ALAMAT



TANDA TANGAN



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Bondowoso, 23 Januari 2020 Mengetahui, Pembimbing Klinik



( Ns. Desak Made, S. Kep) NIP. 19631210 199203 2 003



Lampiran 3: Satuan Acara Penyuluhan (SAP) SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) Topik



: Pencegahan Thypoid Pada Anak



Sub Topik



:Menjelaskan pengertian Thypoid, Menjelaskan pentingnya Pencegahan Thypoid Pada Anak, Penyebab Demam Typoid, Tanda tanda gejala Demam Typoid, Penatalaksanaan medis dan Keperawatan Demam Typoid,



Sasaran



: Keluarga pasien dan pasien anak yang sedang dirawat dan kontrol di Poli Anak RSUD Koesnadi Bondowoso



Tempat



: Poli Anak RSUD Koesnadi Bondowoso



Hari/Tanggal



:23 Januari 2019



Waktu



:30 menit



Penyuluh



:Mahasiswa Pendidikan Profesi Keperawatan Fakultas Keperawatan UNEJ



I. Analisa Data A. Kebutuhan audien Demam thypoid merupakan penyakit endemis di Idonesia di sebabkan oleh infeksi sistemik Salmonella typi. Prevalensi 91% kasus demam typoid terjadi pada umur 3-19 tahun kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Pada minggu pertama sakit demam typoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam lainnya sehingga untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi. 96% kasus demam typoid disebabkan Salmonella typi, sisanya disebabkan oleh. paratypi. Kuman masuk melalui makanan atau minuman setelah melewati lambung kuman mencapi usus halus ileum dan setelah menembus dinding usus sehingga mencapai folikel limfoid usus halus



plaque peyeri. Kuman ikut aliran limfe mensetrial ke dalam sirkulasi darah bakteremia primer mencapai jaringan RES hepar lien, sumsum tulang, untuk bermultiplikasi). Setelah mengalami bakteremia sekunder, kuman mencapai sirkulasi darah untuk menyerang organ lain (intra dan ekstra intestinal) danmasa inkubasi kuman ini 10-14 hari. B. Karakteristik audien Audien Poli Anak RSUD Koesnadi Bondowoso karena gaya hidup dan perilaku serta kurangnya pengetahuan. II. Tujuan Instruksional Umum Setelah dilakukan pemberian pendidikan kesehatan melalui penyuluhan tentang “Pencegahan Thypoid Pada Anak” diharapkan pengunjung poli anak dapat memahami tentang penyakit demam thypoid untuk diri sendiri dan sekitarnya, dan juga dapat meningkatkan memotivasinya untuk melakukan tindakan preventif. III. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti pendidikan kesehatan selama 1x30 menit, diharapkan warga mampu: a. Menjelaskan pengertian Thypoid b. Menjelaskan pentingnya Pencegahan Thypoid Pada Anak c. Penyebab Demam Typoid d. Tanda tanda gejala Demam Typoid e. Penatalaksanaan medis dan Keperawatan Demam Typoid IV.Materi Terlampir 1. Menjelaskan pengertian Thypoid 2. Menjelaskan pentingnya Pencegahan Thypoid Pada Anak 3. Penyebab Demam Typoid 4. Tanda tanda gejala Demam Typoid 5. Penatalaksanaan medis dan Keperawatan Demam Typoid V. Metode Ceramah, diskusi, simulasi VI. Media Lembar balik dan leaflet VII. Kegiatan Penyuluhan No



Waktu



Kegiatan Penyuluhan



Kegiatan Peserta



1



2.



Pembukaan 1 menit



Inti 6 menit



   



Memberikan salam  Menjawab Perkenalan salam Menjelaskan TIU dan TIK  Mendengarkan Menyebutkan materi yang dan akan diberikan memperhatikan  Menggali pengetahuan awal peserta  Menjelaskan Thypoid  Menjelaskan Pencegahan Anak  Menjelaskan



pengertian  Menjawab pertanyaan pentingnyaa Thypoid



penyuluhan Pada  Mendengarkan dan



tentang



Penyebab Demam Typoid  Tanda tanda gejala Demam Typoid  Penatalaksanaan medis dan Keperawatan Demam Typoid 3



4.



Penutup 3 menit



   



Simulasi 20 menit



 Mengajarkan cara menyusui



Evaluasi Tanya jawab Menyimpulkan Mengucapkan salam penutup



yang benar



memperhatikan  Bertanya pada penyuluh



masih ada yang belum jelas  Menjawab pertanyaan  Memperhatikan  Menjawab salam  Peserta mengikuti menirukan



VIII.



bila



Evaluasi 1. Menjelaskan pengertian Thypoid 2. Menjelaskan pentingnya Pencegahan Thypoid Pada Anak 3. Menjelaskan penyebab demam typoid 4. Menjelaskan tanda tanda gejala demam typoid 5. Menjelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan demam typoid



dan



Lampiran 4 : Materi A. Materi 1. Pengertian Thypoid Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, 2009). Tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh salmonella thypii, penyakit ini dapat ditularkan melaui kuman, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella thypii (Azis, 2006). Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella Thypi



( yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala



demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Arief, 2009). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella thypii yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.



2.



Epidemiologi WHO (World Health Organization) memperkirakan terdapat sekitar 17 juta



kematian terjadi tiap tahun akibat penyakit ini. Asia menempati urutan tertinggi pada kasus thypoi dini, dan terdapat13 juta kasus terjadi tiap tahunnya. Di Indonesia diperkirakan antara 800-100.000 orang yang terkena penyakit demam thypoid sepanjang tahun. Kasusthypoid di derita oleh anak–anak sebesar 91%berusia 3-19 tahun dengan angka kematian 20.000 pertahunnya (WHO, 2012). Angka kejadian kasus demam thypoid di Indonesia diperkirakan rata-rata 900.000 kasus pertahun dengan lebih dari 20.000



kematian. Berdasarkan Profil



Kesehatan Indonesia tahun 2011. jumlah kejadian demam thypoid dan parathypoid di Rumah Sakit adalah diantaranya



meninggal



80.850



kasus



pada



penderita rawat inap dan 1.013



dunia. Sedangkan pada tahun 2012



penderita demam



thypoid dan parathypoid sejumlah 41.081 kasus pada penderita rawat inap dan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 276 jiwa.Angka kematian diperkirakan sekitar 6-5% sebagai akibat dari keterlambatan mendapat pengobatan serta kurang sempurnanya proses pengobatan. Secara umum insiden demam thypoid dilaporkan 75% didapatkan pada 3 umur kurang dari 24 tahun. Pada anak-anak biasanya diatas 1 tahun dan terbanyak di atas 5 tahun (Depkes, 2011). 3. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala dari demam thypoid sebagai berikut (Nanda NIC- NOC, 2015) : a) b)



Demam meninggi sampai akhir minggu pertama Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan



c) d) e) f) g) h) i) j) k)



menyebabkan shock, Stupor dan koma. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selam 2-3 hari Nyeri kepala Nyeri perut Kembung Mual muntah Diare Konstipasi Pusing Nyeri otot



l) Batuk m) Epistaksis (hidung berdarah) n) Bradikardi o) Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepid an ujung merah serta tremor) p) Hepatomegali (pembesaran hati) q) Spenomegali (pembesaran limpa). 4. Patofisiologi Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam usus halus kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama Plak Peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrose setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke aliran darah (terjadi bakteremi primer) menuju ke organ-organ terutama hati dan limfa. Kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak dalam hati dan limfa



sehingga organ tersebut



membesar disertai nyeri pada perabaan (PPNI Klaten, 2009). Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah (bakteremi sekunder) dan



menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar



limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas Plak Peyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Pada masa bakteremi ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran membantu proses peradangan lokal dimana kuman ini berkembang. Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam (PPNI Klaten, 2009). 5.



Pemeriksaan Penunjang Menurut widodo (2007), Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid



adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari : 1.



Pemeriksaan leukosit Pada beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia



dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidak sering dijumpai. Pada



kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid. 2.



Pemeriksaan SGOT dan SPGT SGOT Dan SPGT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat



kembali normal setelah sembuhnya typhoid. 3. Biakan darah Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor : a. Teknik pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.



Waktu



pengambilan darah yang baik adalah pada saat



demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung. b.



Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.



c.



Vaksinasi di masa lampau Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.



4.



Pengobatan dengan obat anti mikroba Bila klien sebelum pembiakan darah sudah



pertumbuhan kuman



mendapatkan obat anti mikroba



dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin



negatif. 5. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap



salmonella



thypi terdapat dalam serum klien



dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal



adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan



diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. 6. Penatalaksanaan Medis Prinsip penatalaksanaan demam tifoid yang meliputi:



istirahat dan



masih



perawatan,



menganut trilogi penatalaksanaan diet dan terapi penunjang (baik



simptomatik maupun suportif), serta pemberian antimikroba. Selain itu diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam tifoid



yang meliputi komplikasi intestinal



maupun ekstraintestinal. 1. Istirahat dan Perawatan Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, dan BAB atau BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dekubitus dan pnemonia orthostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga. 2. Diet dan Terapi Penunjang Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat. a.



Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala



meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan. b. Cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare. c. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja penderita sudah tidak mengalami mual lagi. 3. Pemberian Antimikroba



Obat–obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana tifoid adalah: Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah chloramphenicol dengan dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara oral maupun intravena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit ribosom dari kuman salmonella, menghambat pertumbuhannya dengan menghambat sintesis protein. Chloramphenicol memiliki spectrum gram negative dan positif. Efek



samping penggunaan klorampenikol adalah terjadi agranulositosis.



Sementara kerugian penggunaan klorampenikol adalah angka



kekambuhan yang



tinggi (5-7%), penggunaan jangka panjang (14 hari), dan seringkali menyebabkan timbulnya karier. Tiamfenikol, dosis dan efektifitasnya pada demam



tofoid sama dengan



kloramfenikol yaitu 4 x 500 mg, dan demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6. Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis



50-150 mg/kgBB selama 2



minggu. Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin, siprofloksasin). Secara relatif obatobatan golongan ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan lebih efektif dibandingkan obat-obatan lini pertama sebelumnya (klorampenicol, ampicilin, amoksisilin



dan



trimethoprim-



sulfamethoxazole).



Fluroquinolon



memiliki



kemampuan untuk menembus jaringan yang baik, sehingga mampu membunuh S. Thypi yang



berada dalam stadium statis dalam monosit/makrophag dan dapat



mencapai level obat yang lebih tinggi dalam gallblader dibanding dengan obat yang lain. Obat golongan ini mampu memberikan respon terapeutik yang cepat, seperti menurunkan keluhan panas dan gejala lain dalam 3 sampai 5 hari. Penggunaan obat golongan fluriquinolon juga dapat menurunkan kemungkinan kejadian karier pasca pengobatan.



Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu seperti toksik tifoid,



peritonitis atau



perforasi, serta syok septik. Pada wanita hamil,



kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 karena menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik. Obat yang dianjurkan. 7. Komplikasi Dapat terjadi pada: 1.Usus halus Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu: a.



Perdarahan



usus



bila



sedikit



hanya



ditemukan



jika



dilakukan



pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut dengan tandatanda rejatan b.



Perforasi usus



c. Peritonitis ditemukan gejala abdomen akut yaitu: nyeri perut yang hebat, dinding abdomen dan nyeri pada tekanan 2. Diluar anus Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia. 8. Pencegahan



Menurut librianty 2015 menyatakan bahwa pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi demam tipoid yaitu dengan meningkatkan higiene dan sanitasi seperti penyediaan air bersih pembuangan sampah atau kotoran memadai, imunisasi dengan menggunakan vaksin oral dan .aksin suntikan antigen vi Polysaccharida capular telah banyak digunakan. Saat ini pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi bernama chotipa cholera tifoid paratifoid atau tipa tifoid paratifoid untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan bisa juga divaksinasi. Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan. Pencegahan tipus dapat kita lakukan mulai dari hal yang sederhana, seperti: 1. Memperhatikan makanan dan minuman kita sehari-hari. 2. Hindari jajan atau membeli makanan dan minuman di tempat yang kurang bersih. 3. Makanlah makanan dan minuman yang sudah dimasak. 4. Konsumsi air minum yang dimasak terlebih dulu hingga mendidih (100°C). 5. Lindungi makanan kita dari lalat, kecoa dan tikus karena hewan-hewan tersebut dapat membawa bakteri Salmonella typhi yang merupakan penyebab tipus. 6. Senantiasa memperhatikan kebersihan diri sendiri dan lingkungan kita. Cucilah tangan dengan sabun setelah ke WC. 7. Pembuangan kotoran manusia juga harus pada tempatnya. Jangan pernah membuangnya secara sembarangan sehingga mengundang lalat karena lalat dapat membawa bakteri Salmonella typhi dari feses ke makanan. Oleh karena itu, bila di rumah banyak lalat harus dibasmi hingga tuntas untuk menghindari dari penyebaran bakteri penyebab tipus.



8. Lakukan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-paratifoid). Vaksinasi dapat mencegah kuman masuk dan berkembang biak. Vaksinasi ini sebaiknya dilakukan terhadap seluruh keluarga, bahkan untuk anak usia balita yang masih rentan dapat juga divaksinasi. 9. Cara Mencuci Tangan yang Baik dan Benar 6 langkah cara mencuci tangan yang benar menurut who Cuci tangan 6 langkah merupakan cara membersihkan tangan sesuai prosedur yang benar untuk membunuh kuman penyebab penyakit. Dengan mencuci tangan dengan memakai sabun baik sebelum makan atau pun sebelum memulai pekerjaan, akan menjaga kesehatan tubuh dan mencegah penyebaran penyakit melalui kuman yang menempel di tangan. Pengertian cuci tangan 6 langkah adalah tata cara mencuci tangan menggunakan sabun untuk membersihkan jari – jari, telapak dan punggung tangan dari semua kotoran, kuman serta bakteri jahat penyebab penyakit. Manfaat melakukan 7 langkah mencuci tangan yaitu membersihkan dan membunuh kuman yang menempel secara cepat dan efektif karena semua bagian tangan akan dicuci menggunakan sabun. Cara Cuci Tangan 6 Langkah Pakai Sabun Yang Baik dan Benar : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan Bersihkan kedua pergelangan tangan secara bergantian dengan cara memutar, kemudian diakhiri dengan membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir lalu keringkan memakai handuk atau tisu.



Langkah mencuci tangan di atas umumnya membutuhkan waktu 15 – 20 menit. Pentingnya mencuci tangan secara baik dan benar memakai sabun adalah agar kebersihan terjaga secara keseluruhan serta mencegah kuman dan bakteri berpindah dari tangan ke tubuh.



DAFTAR PUSTAKA



Arief Manjsoer. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC. Depkes RI2011,Nurvina2013,Buku PanduanMetode Kesehatan DalamPemberdayaan Keluarga, Jakarta



dan



Teknik



Promosi



Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions Classifications (NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier. Doenges, M E. 200. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC. Herdman. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20182020. Jakarta: EGC Laksono H. 2009. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Tifoid Pada Anak Yang Dirawat Di Rumah Sakit Di Kota Bengkulu. Tesis. Universitas Gadjah Mada; Yogyakarta. Librianty. 2015. Panduan Mandiri Melacak Penyakit. Jakarta. Lintas Kata Moorhead, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson. 2008. Nursing Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier. NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC. NANDA International. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:EGC PPNI. 2009. Penyakit Thypoid dan Sanitasi Makanan Dan Minuman, Dirjen PPM & PL, Klaten. Potter and Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. Simanjuntak. 2009. Demam Tifoid, Epidemiologi, Dan Perkembangan Penelitiannya. Jakarta; Cermin Dunia Kedokteran. 1 (83).



Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC. Suriadi & Rita Y. 2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta; EGC Widodo. 2007. Epidemiologi, Penularan Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta; Erlangga. WHO, 2012.Risk Factor. Available from:http://www.who.into/riskfactors.pdf. Yudistira H.M. 2009. Dasar Biologis & Klinis Penyakit Infeksi. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press. .



IX: Media Leaflet