Seakeeping Print [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TINJAUAN ASPEK SEAKEEPING DALAM PERANCANGAN KAPAL



Oleh: Ir. Arifin, MT.



Unit Pelakasana Teknis Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi



1.



PENDAHULUAN Efektifitas pengoperasian suatu sistem terapung di laut, baik kapal atau anjungan minyak lepas pantai, pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kelayaklautan (seaworthiness) dari sistem tersebut. Dengan demikian, seaworthiness, yang selanjutnya merupakan indikasi keselamatan di laut, akan menjadi salah satu kriteria utama yang harus dipenuhi oleh sistem yang dirancang. Keselamatan di laut, dalam hal ini, meliputi keselamatan crew, barang-barang angkutan, penumpang, peralatan dan sistem itu sendiri. Dari gambaran ini, seaworthiness dapat dikatakan sebagai istilah umum yang menunjukkan kemampuan sistem untuk tetap selamat pada segala bahaya di laut seperti tubrukan, kandas, tenggelam dan pengaruh lain yang berkaitan dengan cuaca buruk. Kalau seaworthiness pada umumnya dijadikan sebagai indikasi keselamatan pada kondisi ekstrem, maka ada istilah seakindliness sebagai indikasi karakteristik respons sistem terapung terhadap kondisi lingkungan laut yang tidak terlalu buruk. Kriteria seperti pengoperasian yang ekonomis dalam kaitannya dengan kemampuan menjaga kecepatan, menjaga kinerja peralatan, memperkecil kemungkinan kerusakan komponen sistem dan barang yang diangkat, serta kenyamanan bagi penumpang dan crew, adalah merupakan faktor yang termasuk dalam kategori seakindliness. Untuk kapal perang, seakindliness meliputi juga kemampuan operasi yang efektif dari peralatan-peralatan elektronik, mekanis dan persenjataan di atas geladak. Kedua kriteria umum untuk sistem terapung sebagaimana dijelaskan di atas, yaitu seaworthiness dan seakindliness pada dasarnya dapat dipenuhi dengan mempertimbangkan unjuk kerja sistem, atau diistilahkan dengan Seakeeping. Seakeeping, sebagai indikasi teknis pengoperasian adalah merupakan suatu subyek yang cukup luas, yang meliputi gerakan sistem terapung (amplitudo, percepatan, phase), kebasahan geladak (deck wetness), hempasan gelombang (slamming), beban-beban hidrodinamis (tekanan, gaya, momen) dan sebagainya. Karena kualitas sekaeeping banyak dipengaruhi oleh beban lingkungan, maka karakteristik gelombang laut, sebagai faktor beban luar yang paling dominan, harus dipelajari secara mendasar dan sebagai bagian yang terpadu dari keseluruhan proses evaluasi seakeeping. Pada evaluasi seakeeping nantinya, keganasan (severity) lautan tentu saja tidak dapat didefinisikan secara absolut. Hal ini terutama karena untuk tiap-tiap sistem ukuran intensitas kondisi laut (sea state) hanya dapat Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



1



ditentukan dengan mengacu pada besarnya respons dari sistem secara individu. Dengan demikian, batas keganasan gelombang akan berlaku berbeda-beda untuk tiap-tiap sistem. Sebagai contoh, kondisi laut 4 (sea state 4) mungkin sudah sangat ekstrim untuk pengoperasian kapal-kapal patroli kecil, namun untuk kapal kontainer besar atau semi-submersible kondisi laut yang demikian masih dianggap cukup aman dalam pengoperasiannya. Dari pertimbangan ini maka perlulah dipakai suatu parameter standar yang terukur untuk diterapkan dalam menguji kualitas seakeeping secara absolut, yaitu yang dikenal sebagai kriteria seakeeping. 2.



TEORI GERAK DAN PERKEMBANGANNYA Peneliti yang dapat dianggap pionir dalam memberikan dasar-dasar teori gerak kapal atau Bangunan Laut Terapung (BLT) adalah Froude, yaitu pada tahun 1861 telah menunjukkan metode analisa rolling untuk kapal terapung di atas gelombang dari samping kapal [1]. Pada tahun 1896 Krylov, seorang angkatan laut dari Rusia telah menambahkan referensi gerak kapal dengan analisanya untuk gerakan pitching dan heaving akibat gelombang [2]. Kemudian peneliti ini juga memberikan teori gerak kapal dalam mode enam derajad kebebasan (6 dof). Dalam analisanya, Froude dan Krylov menerapkan asumsi bahwa keberadaan kapal tidak mempengaruhi perubahan medan tekanan dari gelombang induksi. Dengan demikian gaya-gaya gelombang yang bekerja pada kapal dapat diperoleh dengan mengintegrasikan distribusi tekanan gelombang pada benda yang diam. Analisa yang demikian selanjutnya dikenal sebagai hipotesis Froude-Krylov. Pada awal abad ke-20, kemajuan dalam teori gerak kapal telah banyak dicapai, utamanya dalam metode perhitungan koefisienkoefisien massa tambah (added mass) dan redaman hidrodinamis (damping) untuk benda-benda 2 dimensi maupun 3 dimensi yang terapung. Kemajuan teori ini telah disumbangkan oleh sejumlah peneliti antara lain Lewis [3] dan Haskind [4]. Perkembangan teori gerak kapal selanjutnya adalah seperti yang disajikan oleh Korvin-Kroukovsky pada tahun 1950 an. Para peneliti ini menerapkan konsep gerakan relatif dalam memecahkan masalah difraksi (refleksi gelombang insiden akibat keberadaan benda). Dalam hal ini gerakan osilasi dari tiap-tiap strip 2-dimensi dalam kasus radiasi secara sederhana digantikan dengan gerakan relatif antara benda yang tidak Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



2



bergerak dan keadaan permukaan gelombang pada setiap waktu, untuk kemudian diperoleh gaya difraksi. Perkembangan teori seperti di atas, semuanya masih terbatas pada kondisi ideal, dalam artian bahwa kapal mengalami gerakaakibat gelombang beraturan (sinusoidal). Pada kenyataannya, kapal yang bergerak di laut akan mengalami eksitasi yang bersifat acak (random), sesuai dengan sifat alami dari gelombang laut. Berkenaan dengan hal ini, suatu loncatan dalam pemecahan permasalahan gerak kapal di laut telah dilakukan oleh Pierson & St. Denis pada tahun 1953 [5]. Kedua peneliti ini menunjukkan bahwa gelombang laut yang acak dapat diuraikan menjadi komponen-komponen gelombang sinusoidal, atau dikenal sebagai spektra gelombang. Selanjutnya gerak kapal pada kondisi riil dapat dianalisis dengan memadukan antara teori gerak umum, yang diturunkan secara matematis, dengan model stokastik dari medan gelombang lautan. Berikut ini akan diuraikan mengenai formulasi dasar gerakan kapal akibat eksitasi gelombang beraturan, yang juga berlaku untuk BLT lainnya. Definisi gerakan dalam enam derajad kebebasan dapat dijelaskan dengan Gbr 1. Dengan memakai konvensi sumbu tangan kanan, tiga gerakan translasi pada arah sumbu x, y dan z adalah masingmasing surge, sway dan heave, sedangkan untuk gerakan rotasi terhadap ketiga sumbu adalah roll, pitch dan yaw.



Gambar 1. Mode Gerakan Kapal Dengan asumsi bahwa gerakan-gerakan osilasi tersebut adalah linear dan harmonik, maka enam persamaan differensial gerakan kopel dapat dituliskan sebagai berikut:



Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



3







+



̈ +



̇ +



= , = 1. .6 (1) dimana Mjk adalah komponen matriks massa BLT, Ajk dan Bjk adalah matriks untuk koefisien-koefisien massa tambah dan redaman, Cjk adalah koefisien gaya hidrostatik pengembali, dan Fj adalah amplitudo gaya eksitasi dalam besaran kompleks. F1, F2, dan F3 adalah amplitudo gaya yang mengakibatkan surge, sway dan heave, sedangkan, F4, F5, dan F6 adalah amplitudo momen eksitasi untuk roll, pitch dn yaw. Tanda titik menunjukkan turunan terhadap waktu. Setelah menjelaskan dengan seksama tentang teori gerak kapal, pada akhirnya hasil yang diperlukan oleh perancang adalah informasi karakteristik gerakan tersebut. Informasi ini pada umumnya disajikan dalam bentuk grafik, dimana perbandingangerakan pada mode tertentu zj dengan parameter tinggi (atau amplitudo gelombang, ζa) diberikan sebagai fungsi frekuensi encounter ωedari sumber eksitasi. Di samping itu besarnya gaya yang bekerja juga dapat disajikan dalam bentuk yang sama, bilamana diperlukan. Informasi gerakan yang demikian dinamakan Response Amplitude Operator (RAO), seperti dicontohkan dalam Gbr. 2 berikut.



Gambar 2. Contoh RAO Gerakan Roll dan Pitch Perlu juga disampaikan bahwa pemecahan masalah gerak BTP sekarang ini telah banyak didukung dengan penelitian berdasarkan metode ekperimental. Peranan laboratorium hidrodinamika sangat besar dalam hal ini. Data-data gerak BLT sampai dengan tahun 70-an masih Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



4



banyak diperoleh dari pengukuran model fisik. Data-data ini kemudian dipakai dalam pengujian validitas hasil-hasil dari model matematis. Hingga saat ini, meskipun masalah gerak kapal yang sangat kompleks tersebut sudah dapat diselesaikan secara akurat dengan model matematis, namun data-data model fisik masih tetap terpakai dalam berbagai perancangan praktis.



3. SPEKTRA GELOMBANG DAN RESPONS GERAKAN BLT Analisa seakeeping tidak akan mempunyai manfaat praktis tanpa informasi karakteristik gelombang dimana BLT akan dioperasikan. Dalam bab ini perlu dijelaskan karakteristik gelombang laut dengan konsep spektra gelombang. Dengan pemaduan antara spektra gelombang dan perilaku gerak kapal di atas gelombang beraturan akan didefinisikan gerakan BLT di atas gelombang riil. 3.1. Karakteristik Gelombang Acak Bilamana seseorang mengamati permukaan laut terutama saat terjadi angin, maka akan terlihat perubahan-perubahan puncak gelombang dan gerakan gelombang dengan arah yang tidak beraturan. Sifat gelombang laut yang kacau seperti ini telah menjadi kendala kemajuan penelitian perilaku bangunan laut. Meskipun begitu, akhirakhir ini telah dicapai kemajuan-kemajuan melalui penerapan metode statistik untuk mendapatkan kuantifikasi sifat-sifat gelombang. Metode ini diterapkan pertama kali oleh Pierson dan St. Denis [5], kemudian terbukti menjadi dasar pengetahuan untuk mengidentifikasi perilaku bangunan terapung di laut. Gambar 3 berikut ini menunjukkan contoh time history elevasi gelombang. Time history tersebut menunjukkan patron gelombang acak, yang tentunya tidak dapat dikenal patronnya yang spesifik. Dengan demikian parameter gelombang akan lebih tepat bila didefinisikan dengan memakai besaran-besaran statistik sebagai berikut: ζa Ha Tp TZ ζ1/3 H1/3



harga rata-rata (mean) berbagai pengukuran amplitudo gelombang harga rata-rata dari berbagai pengukuran tinggi gelombang harga rata-rata dari berbagai periode puncak gelombang harga rata-rata dari berbagai periode silang gelombang harga rata-rata dari 1/3 jumlah keseluruhan ζa yang tertinggi harga rata-rata dari 1/3 jumlah keseluruhan Ha yang tertinggi



Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



5



Gambar 3. Time History Gelombang Acak



Proses terbentuknya gelombang secara kontinyu memberikan indikasi bahwa suatu time history gelombang selama TH detik dapat dinyatakan secara matematis dengan derer Fourier ( ) = ̅ + ∑∞ ( )+ ( ) (2) dimana frekuensi-frekuensinya adalah =



( = 1,2,3 … … … . ) (3)



Koefisien-koefisien An dan Bn diberikan sebagai: =







( ) cos(



)



=







( ) sin(



)



(4)



(5)



Persamaan (2) dapat dituliskan kembali menjadi ( ) = ̅ + ∑∞



(6)



(



+



)



Pengertian fisik persamaan (6) dapat dinyatakan sebagai penggambaran bahwa gelombang acak merupakan penjumlahan dari sejumlah besar Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



6



komponen gelombang sinusoidal dengan amplitudo ζn0 dan frekuensi ωn, yang dapat digambarkan sebagaimana Gbr 4 berikut.



Gambar 4. Gelombang Sinusoidal sebagai Komponen Gelombang Acak



3.2. Spektrum Energi Gelombang Ukuran intensitas dari komponen-komponen gelombang sinusoidal yang membentuk gelombang acak pada umumnya dinyatakan dalam bentuk spektrum kepadatan amplitudo energi gelombang (disingkat spektrum energi gelombang). Dalam hal ini, besarnya energi per satu meter persegi permukaan gelombang, untuk komponen gelombang sinusoidal ke-n adalah: = (7) Spektrum energi gelombang kemudian didefinisikan, sehingga luasan yang dibatasi oleh rentang frekuensi tertentu adalah proporsional dengan energi total (per m2 permukaan laut) dari semua komponen gelombang dalam rentang frekuensi tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa luasan total yang dibatasi oleh spektrum adalah proporsional dengan energi total per m2 dari keseluruhan sistem gelombang. Berdasarkan analisa matematis dapat diketahui bahwa varian elemen depresi gelombang acak adalah sama dengan luasan di bawah kurva energi gelombang yang dapat dituliskan sebagai persamaan berikut: Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



7







= ∑∞



( ) =∫ ( ) (m2) (8) Demikian halnya dengan kecepatan dan percepatan permukaan gelombang dapat dianalisis dengan cara yang sama sehingga diperoleh: ∞ =∫ ( ) (m2/det2) (9) ∞ =∫ ( ) 2 4 (m /det ) (10) Ochi & Bolton [6] menunjukkan bahwa periode puncak rata-rata dari gelombang acak adalah =2



=2











(det) (11) (det)



(12) Perlu diketahui disini tentang hubungan antara Tp dan Tz dalam kaitannya dengan profil gelombang acak dan spektrumnya. Bila rasio Tp2/Tz2 mendekati atau sama dengan 1,0 maka profil gelombang akan menunjukkan elevasi yang berubah secara cepat melewati datum. Sebaliknya bila rasio cukup kecil maka perubahan tersebut lebih lambat. Kasus yang pertama disebut sebagai gelombang interval sempit (narrow band), dan yang kedua disebut gelombang interval lebar (wide band). Ukuran lebar atau sempitnya elevasi disebut dengan bandwidth parameter. Cartwright & Longuet-Higgins [7] menunjukkan bahwa tinggi gelombang (ataupun amplitudo) signifikan dapat mempunyai korelasi dengan luasan di bawah spektrum, sebagai berikut: ⁄



̅







= 4,0



1−



(m)



= 2,0



1−



(m)



(13)



(14)



Dengan demikian, untuk spektrum lebar (ϵ=1) maka:



Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



8







= 2,83



(15)



Dan untuk spektrum sempit (ϵ=0): ⁄ = 4,00 (16) 3.3. Formula Spektrum Gelombang Dalam perancangan struktur bangunan apung, idealnya informasi karakteristik (spektra) gelombang untuk lingkungan dimana struktur akan dioperasikan harus tersedia lengkap. Meskipun demikian, belum semua wilayah lautan di dunia ini telah dilakukan obeservasi karakteristik gelombangnya. Untuk kebutuhan perancangan, maka spektra gelombang dari lokasi lain dengan kondisi yang mirip biasanya bisa diambil. Bila informasi inipun tidak tersedia maka dapat dipakai formula spektra gelombang yang dapat diperoleh dari berbagai institusi. Dewasa ini sudah banyak dipublikasikan informasi spektra dalam bentuk perumusan empiris. Untuk dunia kelautan, formulaformula yang banyak dikenal antara lain diberikan oleh Pierson & Moskowitz, Bretschneider, Ochi & Hubble, JONSWAP dan lain-lain. Bretschneider:



(17) JONSWAP:



(18) 3.4. Gerak BLT di atas Gelombang Acak Gerakan BLT di atas gelombang acak dapat dianalisis dengan mentransformasikan spektrum gelombang menjadi spektrum gerakan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengalikan harga kuadrad Response Amplitude Operator (RAO) dari mode gerakan tertentu dengan ordinat Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



9



spektrum gelombang, pada frekuensi yang sama. Pendekatan yang diusulkan oleh ST. Denis & Pierson ini valid bila harga RAO adalah merupakan normalisasi amplitudo gerakan dengan amplitudo gelombang. Perlu digarisbawahi, bahwa untuk benda/kapal yang bergerak, frekuensi gelombang yang dialami akan berbeda dari frekuensi gelombang datang yang sebenarnya. Fenomena ini terjadi karena adanya gerakan relatif dari kapal yang mempunyai kecepatan dengan progresi gelombang. Frekuensi relatif ini diistilahkan dengan frekuensi papasan (encounter frequency, ωe). Hubungan antara ωe, kecepatan BLT, U, frekuensi gelombang insiden ω, dan arah relatif gelombang, µ, adalah: = 1− cos (rad/det) (19) Seperti telah dijelaskan sebelumnya, spektrum gerak BLT merupakan hasil perkalian antara RAO dengan spektrum gelombang. Untuk kapal/BLT yang berkecepatan U, maka persamaan spektrum gerakannya (contoh heave) adalah =



( )



(20) Dalam analisa gerakan BLT di atas gelombang acak, setelah spektrum gerakan diperoleh dengan prosedur di atas, maka besaranbesaran seperti amplitudo signifikan gerakan, kecepatan dan percepatan dapat ditentukan dengan menghitung momen-momen spektrum seperti telah dijelaskan dalam bab sebelumnya. Untuk BLT yang berada di atas gelombang dengan karakteristik tertentu, maka gerakan terbesar yang mungkin terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut: ̅ = 2







(21)



4.



PENGARUH-PENGARUH GERAKAN KAPAL Secara alami, disamping mengalami gerakan pada saat menerima beban eksitasi gelombang, pada BLT akan timbul juga fenomena lain Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



10



yang dapat secara langsung merupakan efek gerakan itu sendiri. Efekefek yang timbul tersebut tidak hanya berpengaruh pada kenyamanan , tetapi lebih jauh lagi berakibat pada penurunan kekuatan struktur dan kinerja peralatan. Disamping itu, untuk kapal, dampak lain yang timbul adalah peningkatan kebutuhan tenaga atau penurunan kecepatan. Kedua hal ini jelas akan berpengaruh pada segi ekonomi pengoperasian kapal. Berikut ini akan diuraikan 3 (tiga) aspek perilaku BLT yang diakibatkan oleh gerakan di atas gelombang, yakni beban gelombang primer, hempasan gelombang (slamming) dan tahanan tambah (added resistance). 4.1. Beban Gelombang Primer Metode klasik yang telah banyak dipakai dalam penentuan beban gelombang untuk perancangan struktur utama kapal adalah seperti yang diperkenalkan oleh King[7]. Dalam metode pendekatan ini, beban (momen bending memanjang) untuk perancangan diperoleh dengan mengasumsikan kapal berada pada kondisi keseimbangan di atas gelombang trochoidal dengan ketinggian H=L/20. Dua kondisi untuk mengevaluasi beban gelombang dilakukan, yaitu gelombang dengan puncak di tengah kapal (hogging) dan puncak pada ujung-ujung kapal (sagging). Hasil perhitungan beban gelombang dengan metoda-metoda di atas biasanya cukup aman untuk kapal-kapal standard. Namun dengan berkembangnya jenis dan ukuran kapal modern, keabsahan metoda tersebut cukup diragukan. Untuk perancangan struktur supertanker, sebagai contohnya, analisa respons gelombang berupa momen bending memanjang saja belum cukup, karena struktur yang demikian juga rawan terhadap momen torsi, momen melintang serta gaya-gaya geser pada tiga arah sumbu. Prosedur analisa beban dinamis pada kapal yang bergerak di atas gelombang acak adalah sama dengan gerakan kapal. Hasil utama yang dieprlukan dalam perancangan struktur adalah beban ekstrim, dengan tingkat keyakinan sesuai pilihan perancang. Beban ini kemudian digunakan dalam analisa kekuatan maksimum (ultimate strength) dari struktur. Disamping untuk perhitungan ultimate strength, hasil perhitungan dalam bentuk domain frekuensi ini akan dapat digunakan dalam penentuan distribusi beban siklis. Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



11



4.2. Hempasan Gelombang Bila kapal bergerak di atas gelombang yang secara gradual intensitasnya (tinggi gelombang) meningkat, maka pada saat tertentu bagian haluan kapal akan timbul/keluar di atas gelombang. Haluan yang timbul pada saat kembali ke bawah akan mengalami hempasan di atas permukaan gelombang. Fenomena demikian disebut slamming. Intensitas slamming sangat tergantung pada tinggi gelombang, dan magnifikasi gerakan akibat resonansi. Sampai dengan level tertentu slamming ini menguat dan mengakibatkan getaran pada badan kapal, yang selanjutnya akan menyebabkan degradasi kenyamanan personil di atas kapal. Getaran besar ini pada kapal-kapal yang cukup lentur mempunyai karakteristik mirip lecutan atau disebut hull-whipping. Getaran akibat slamming yang terjadi, sedikit banyak akan berpengaruh pada kenaikan beban dinamis, yang dinamakan beban transien. Jadi cukup jelas bahwa gerakan BLT yang cukup ekstrim akan memperbesar kemungkinan kerusakan konstruksi. Kerusakan yang dominan akan terjadi di bagian dasar kapal atau BLT yang terhempas gelombang (kerusakan lokal). Lebih jauh lagi, beban transien akan akan memberikan kontribusi pada kemungkinan kerusakan pada struktur utama karena adanya superposisi dengan beban primer. Akibat lain yang bersangkutan dengan slamming pada kapal adalah terjadinya penurunan kecepatan. Dari berbagai penelitian tentang slamming, pada umumnya besarnya tekanan hempasan, Ps , dirumuskan sebagai fungsi suatu konstanta dan kecepatan hempasan, sebagai berikut: ( ) = (22) dimana:  : massa jenis air k() : koefisien tekanan maksimum VR : kecepatan vertikal relatif badan kapal dan permukaan gelombang  : sudut hempasan. Koefisien tekanan maksimum oleh sebagian besar peneliti diperoleh dengan metode eksperimen. Dalam model matematik gerakan BLT, kecepatan relatif VR dapat diturunkan dari gerakan vertikal relatif, ζR. karena BLT berada di atas Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



12



gelombang regular, gerakan akan mempunyai bentuk sinusoidal, maka ζR dapat dituliskan menjadi: ( + ) = (23) Selanjutnya, kecepatan vertikal relatif, VR, yang merupakan turunan terhadap waktu dari ζR dapat dituliskan sebagai berikut: ( + ) = ̇ = (24) 4.3. Hempasan Gelombang Kapal atau BLT yang bergerak di laut bergelombang akan menerima tahanan tambah (added resistance) terhadap besarnya tahanan di air tenang. Tahanan tambahan ini pada dasarnya diakibatkan oleh intensitas gerakan dan gaya gelombang. Akibat nyata dari tahanan tambah adalah penurunan kecepatan. Karena Response Amplitude Operator (RAO) untuk massa tambah: = (25)



Maka analisa massa tambah di atas gelombang acak dapat diperoleh dari formulasi berikut: ∞ ( ) =∫ (26) 4.4. Pengaruh Gerakan Kapal Terhadap Penumpang Kapal Gerakan kapal mempunyai 2 pengaruh yang tidak diharapkan terhadap penumpang di kapal. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa menyebabkan mabuk laut dan juga mempersulit seseorang dalam mengendalikan diri saat beraktifitas di kapal sehingga akan menurunkan kinerjanya selama berada di kapal. Organ keseimbangan manusia yang terletak di dalam telinga, dapat mendeteksi perubahan besaran dan arah percepatan gravitasi yang terjadi baik ke arah lateral maupun rotasional. Stimulasi yang berlebihan terhadap organ tersebut terutama pada kebanyakan orang akan mengakibatkan mabuk laut. Kondisi ini bisa menjadi lebih ringan dengan adanya signal visual dari mata yang memandang ke area yang Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



13



terbuka. Hal ini biasanya terjadi pada penumpang atau ABK yang berada di bawah geladak di dalam kapalsehingga tidak bisa melihat cakrawala. Beberapa faktor yang turut mempengaruhi seseorang sehingga mudah mengalami mabuk laut ketika berada di kapal adalah kecemasan, kelelahan, rasa lapar, bau (masakan maupun asap pembakaran), makanan yang berlemak, minuman berkarbonasi, membaca dan lainlain. Nieuwenhuijsen [10] menemukan bahwa wanita dan anak-anak lebih mudah mengalami mabuk laut. 4.4.1. Motion Sickness Incidence (MSI) Salah satu penyebab utama seseorang mengalami mabuk laut adalah adanya percepatan vertikal yang dialami ketika berada di lokasi tertentu di kapal. Gerakan kapal lainnya yang cukup besar, bisa juga mengakibatkan mabuk laut. Namun, pada kapal-kapal konvensional biasanya gerakan tersebut tidaklah terlalu signifikan. Penentuan status mabuk laut yang terjadi pada seseorang karena pengaruh respons gerakan yang terjadi di kapal adalah satu permasalahan yang cukup rumit. Setiap individu berbeda dalam hal kelemahannya dalam menanggapi respons gerakan kapal. Oleh karena itu, perlu adanya satu indikator untuk menilai seseorang mengalami mabuk laut atau tidak ketika berada di atas kapal, yaitu dengan Motion Sickness Incidence (MSI). O’Hanlon dan McCauley [11] menemukan bahwa Motion Sickness Incidence (MSI) yang merupakan prosentase seseorang akan muntah dalam waktu 2 jam, yang diformulasikan sebagai berikut: ̈⁄



= 100 0.5 + . (27) dimana fungsi erf didefinisikan sebagai berikut: erf( ) =











(28) Bila harga MSI yang diperoleh dari formulasi di atas sebagai fungsi percepatan yang terukur, selanjutnya diplotkan, maka akan diperoleh gambar motion sickness incidence seperti pada gambar 5 berikut.



Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



14



Gambar 5. Motion Sickness Incidence vs frekuensi encounter. Dari gambar terlihat bahwa nilai MSI meningkat seiring dengan perbesaran percepatan dan terbesar pada harga frekuensi encounter sekitar 1.07 rad/det. 4.4.2. Subjective Motion Seorang Anak Buah Kapal (ABK) yang telah berpengalaman dan terlatih sudah barang tentu tidak akan mengalami mabuk laut akibat terjadinya gerakan vertikal. Akan tetapi, pengaruh gerakan-gerakan tersebut akan menghalangi ABK dapat bekerja secara efektif. Belum ada metode yang tepat untuk memperkirakan besarnya pengaruh tersebut, namun Shoenberger [12] memberikan satu teknik berdasarkan hasil pengujian untuk tujuan tersebut. Dia menggunakan objek pilot yang duduk dikursi yang mampu membuat gerakan sinusoidal dengan amplitudo ± 1.5 m. Dari pengujiannya diperoleh suatu hubungan harga percepatan vertikal terhadap Subjective motion sebagaimana berikut: =



̈



.



(29)



Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



15



Selain itu diperoleh juga grafik hubungan percepatan vertikal dan Subjective Motion untuk menilai tingkat keseriusan gangguan respon gerakan yang terjadi terhadap efektifitas kerja ABK, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 6 berikut.



Gambar 6. Subjective Motion vs Percepatan Vertikal



5.



EFEKTIFITAS PENGOPERASIAN BLT Dalam prakteknya seluruh analisa seakeeping diharapkan untuk mampu memberikan petunjuk praktis tentang perilaku BLT yang beroperasi, baik dalam kurun waktu pendek (short term) atapun waktu panjang (long term). Dari analisa perilaku berdasarkan kurun waktu tersebut, maka dapat disimpulkan tingkat efektifitas pengoperasian BLT. 5.1. Analisa Kurun Waktu Pendek Pada prinsipnya, analisis kurun waktu pendek ini diarahkan pada observasi kemampuan BLT untuk tetap bekerja dengan baik di atas gelombang yang karakteristiknya tidak berubah. Istilah gelombang yang karakteristiknya tidak berubah maksudnya adalah mempunyai tinggi Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



16



gelombang signifikan, H1/3 yang tetap. Ochi [8] menunjukkan perkiraan kurun waktu gelombang konstan sebagai fungsi perubahan H1/3. Perkiraan yang diambil dari data statistik, memberikan indikasi bahwa kurun waktu, T, dimana gelombang mempunyai karakteristik konstan, akan lebih pendek dengan kenaikan harga H1/3. Sebagai contoh, kurun waktu gelombang yang mempunyai tinggi signifikan H1/315m akan berkisar antara 3 s/d 6 jam, dan untuk H1/33,5m akan berkisar antara 40 s/d 45 jam. Dalam melakukan evaluasi kemampuan kapal untuk beroperasi dengan efektif pada kondisi gelombang tertentu, biasanya dipakai acuan standard yang disebut kriteria seakeeping. Bagi perancang, ada sejumlah kriteria seakeeping yang dapat dipakai, yang telah dipublikasikan oleh beberapa institut maupun para peneliti secara individual. Kriteria-kriteria tersebut pada umumnya disusun berdasarkan informasi pengalaman operator kapal, antara lain meliputi gerakan kapal yang melampaui kemampuan ketahanan tubuh crew, tingkatan mabuk laut penumpang, bahaya kerusakan struktur akibat hempasan, dan faktor-faktor keselamatan lainnya. Contoh kriteria seakeeping yang biasa dipakai untuk kapal, cukup bervariasi antara satu sumber dengan sumber yang lain seperti tabel berikut [9]. Tabel 1. Kriteria Seakeeping untuk Kapal Umum: Amplitudo roll rata-rata, maksimum 120. Amplitudo pitch rata-rata, maksimum 30. Maksimum 3 kali slamming untuk 100 siklus gerakan. Air naik ke geladak, maksimum tiap 2 menit. Gerakan relatif haluan untuk rata-rata 1/10 tertinggi, maksimum 10m. 6. Gerakan relatif signifikan pada propeller maksimum 4m. 1. 2. 3. 4. 5.



Helikopter: 7. Harga dua kali amplitudo roll signifikan, maksimum 12,80. 8. Harga dua kali amplitudo gerakan vertikal pada landasan helikopter, maksimum 2,75m. 9. Kecepatan vertikal signifikan pada landasan helikopter, maksimum 2 m/det.



Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



17



Dalam bab terdahulu telah dijelaskan tentang prosedur perhitungan harga-harga karakteristik (signifikan, rata-rata). Harga-harga karakteristik ini kemudian dihitung untuk tiap-tiap tinggi gelombang signifikan dengan periode tertentu, sesuai dengan perumusan spektrum. Harga yang didapat kemudian dikorelasikan dengan batasan-batasan yang ada dalam kriteria. Bila harga dari perhitungan lebih besar dari harga maksimum dari kriteria, berarti unjuk kerja BLT pda tinggi gelombang signifikan dan periode tertentu, tidak lagi dapat ditolerir. Hal ini berarti tinggi gelombang signifikan tersebut menjadi batasan maksimum BLT agar dapat beroperasi dengan baik. 5.2. Analisa Kurun Waktu Panjang Dalam analisa kurun waktu panjang, informasi seakeeping yang akan diperoleh adalah jumlah prosentase kapal akan tetap beroperasi untuk periode waktu yang lama. Misalnya dalam satu tahun atau seumur kapal (sekitar 20 tahun). Untuk melakukan perhitungan, diperlukan data-data mode operasi, yaitu kecepatan, tinggi gelombang signifikan dan arah datangnya gelombang (wave heading). Semua data operasi ini dicatat probabilitas kejadiannya dalam periode waktu pengoperasian kapal tersebut. Dari analisa spektrum sebagaimana dijelaskan dalam bab sebelumnya, untuk tiap-tiap interval mode operasi, dapatlah dihitung jumlah respons per satuan waktu (n0), yaitu: =



(30) Dengan mempertambahkan semua jumlah respons per satuan waktu dari tiap-tiap mode operasi yang telah diperkalikan dengan probabilitas kejadian masing-masing komponen mode dan kemudian mengalikannya dengan jangka waktu operasi, TL, maka dapat diperoleh jumlah respons total: = ∑ ∑ ∑ ∑ xTL (31) dimana pi pj pk pl



: Probabilitas kecepatan : Probabilitas sudut gelombang : Probabilitas gabungan dari H1/3 dan periode tertentu : Probabilitas sudut probabilitas spektrum



Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



18



Perlu dicatat disini bahwa perhitungan di atas baru dilakukan untuk satu parameter seakeeping saja (misal, heave, roll, slamming). Jadi untuk parameter-parameter lain harus diperhitungkan dengan prosedur yang sama.



DAFTAR PUSTAKA 1.



Froude, J.N, “On the Rolling of Ships”, Trans. INA, Vol. 2, pp. 180-229, 1861. 2. Krylov, A.N., “ A New Theory of the Pitching Motion of Ships on Waves and of the Stresses Produced by This Motion”, Trans. INA, Vol. 37, pp.326-359, 1896. 3. Lewis, F.M., “The Inertia of Water Surrounding a Vibrating Ship”, Trans. SNAME, Vol. 37, pp.1-20, 1929. 4. Haskind, M.D., “The Hydrodynamic Theory of Ship in Rolling and Pitching”, Technical Research Bulletin, No. 1-12, pp. 3-43, SNAME, New York, 1946. 5. Pierson, W.J., Jr. And St. Denis, M., “On the Motions of Ships in Confused Seas”, Trans. SNAME, Vol. 61, pp. 280-357, 1953. 6. Ochi, M.K. and Bolton, B.E., “Statistic for Prediction of Ship Performance in a Seaway”, Part 1-3, International Shipbuilding Progress, Nos. 222, 224, 229, 1973. 7. King, J.F., “Longitudinal Bending Moments”, Trans. INA, 1944. 8. Ochi, M.K., “Wave Statistic for the Design of Ship and Ocean Structures”, Trans. SNAME, Vol. 86, pp.47-76, 1978. 9. Olson, S.R., “An Evaluation of the Seakeeping Qualities of Naval Combatans”, Naval engineers journal, ASNE, 1978. 10. Nieuwenhuijmen, J.H., “Experimental Investigations on Sea Sickness”, Drukerij Schotanus and Jens, Utrecht, 1958. 11. O’Hanlon, J.F. & McCauley, M.E., “Motion Sickness Incidence as a Function of the Frequency and Acceleration of Vertical Sinusoidal Motion”, A.M. , 1974. 12. Shoenberger, R.W., “ Subjective Response to Very Low Frequency Vibration”, ASEM, (1975).



Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping



19