Sejarah Filsafat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filsafat menjadi sebuah ilmu yang pada sudut pandang terntentu berciri eksak, filsafat pun memiliki nuansa khas nya tersendiri seperti, spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal. Filsafat juga mengajarkan tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan penelitian, eksperimen-eksperimen maupun percobaan dan sebagainya. Tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi filosofi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari filsafat? 2. Bagaimana sejarah perkembangan dari filsafat? 3. Mengapa kita sebagai manusia harus berfilsafat?



1.3 Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui definisi dari filsafat 2. Untuk mengenal bagaimana filsafat berkembang hingga saat ini 3. Agar kita mengetahui alasan manusia harus berfilsafat



1



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Filsafat Hatta mengemukakan lebih baik pengertian daripada filsafat itu lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu, jika orang tersebut sudah banyak membaca atau mempelajari filsafat, maka dia dengan sendirinya akan mengerti bagaimana pengertian filsafat itu menurut konotasi filsafat yang dia tangkap. Akan tetapi, Poedjawijatna menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa arab yang berhubungan rapat dengan kata Yunani. Filsafat berasal dari kata Yunaninya yaitu Philosophia. Dalam bahas yunani Philosopia merupakan kata majemuk yang terdiri atas philo dan sophia, philo memiliki arti cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai apa yang diinginkannya itu, sophia memiliki arti kebajikan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Jadi, dalam segi bahasa filsafat dapat diartikan sebagai keinginan yang mendalam untuk mendapat kebijakan, atau keinginan yang mendalam untuk mencapai bijak. Sebenarnya banyak sekali pengertian filsafat menurut para ahli, sebagai contoh saja menurut Aristoteles filsafat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung didalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik, dan estetika.



2.2 Sejarah Filsafat Filsafat, terutama filsafat barat muncuk di Yunani sekitar abad ke 7 SM, Periode filsafat Yunani merupakan periode terpenting dalam sejarah peradaban umat manusia. Hal ini disebabkan karena pada saat itu terjadi perubahan pola pikir mitosentris yaitu pola pikir yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam. Orang Yunani yang hidup pada abad ke 6 SM mempunyai sistem kepercayaan bahwa segala sesuatunya harus diterima sebagai sesuatu yang bersumber pada mitos atau dongeng-dongeng. Artinya suatu kebenaran lewat akal pikiran (logis) tidak berlaku, yang berlaku hanya suatu kebenaran yang bersumber dari mitos atau dongeng-dongeng.



2



Setelah abad ke-6 SM muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya mitos. Mereka menginginkan adanya pertanyaan tentang misteri alam semesta ini, jawabannya dapat diterima akal atau rasional. Kedaan yang demikian ini sebagai bentu suatu demitologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan akal dan pikirannya dan meninggalkan hal-hal yang berbau mitologi. Upaya para ahli [ikir untuk mengarahkan kepada suatu kebebasan berfikir ini kemudian banyak orang mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal pikir secara murni, maka timbulah peristiwa The Greek Miracle yang artinya dapat dijadikan sebagai landasan peradaban dunia. Dalam sejarah filsafat ini terdapat empat klasifikasi periode, yaitu filsafat klasik, pertengahan (rennaisance), modern dan juga kontemporer A. Pra-Socrates (Filsafat Alam) 1. Thales (624-548) Thales adalah seorang saudagar kaya yang banyak berlayar ke negeri mesir, ia juga seorang ahli politik yang terkenal di Miletus. Thales tidak menuliskan pikirannya atau sekurangnya tentang itu, tidak ada kesaksian apa pun. Thales termasuk filsuf yang mencari arkhe (asas atau prinsip) dalam semesta. Menurut Thales, prinsip ini adalah air. Semuanya berasal dari air dan semuanya kembali lagi menjadi air. Mungkin Thales beranggapan demikian karena air mempunyai berbagai bentuk: cair, beku dan uap. Menurut Thales bumi terletak di air. 2. Anaximander (610-547) Anaximander adalah salah satu murid Thales. Ia lebih muda 15 tahun dari Thales, tapi meninggal lebih dulu dari Thales, ia adalah seorang ahli astronomi dan ilmu bumi. Menurut Anaximander, prinsip dasar alam memang satu akan tetapi prinsip dasar tersebut bukanlah dari jenis benda alam seperti air sebagaimana yang dikatakan Thales. Prinsip dasar alam haruslah jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang oleh dia disebut apieron. 3. Heraclitus (544-484 SM) Paham relativisme semakin mempunyai dasar setelah Heraclitus menyatakan “Engkau tidak dapat terjun ke sungai yang sama dua kali, karena air sungai itu selalu mengalir”. Menurut Heraclitus alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah, sesuatu yang dingin berubah menjadi panas, yang panas berubah menjadi dingin. Itu berarti bila kita hendak memahami kehidupan



3



kosmos, kita mesti menyadari bahwa kosmos itu dinamis. Kosmos itu tidak pernah berhenti, Ia selalu bergerak dan bergerak berarti berubah. Gerakan itu menghasilkan perlawanan. 4. Parmadines Parmadines adalah salah seorang tokoh relativisme yang penting. Parmadines lahir tahun 450 SM. Ia dikatakan sebagai logikawan pertama dalam sejarah filsafat, bahkan dapat disebut filsuf pertama dalam pengertian modern. Sistemnya secara keseluruhan disandarkan pada deduksi logis, tidak seperti Heraclitus, misalnya yang menggunakan metode intuisi. Jadi benar tidaknya suatu pendapat diukur dengan logika. 5. Zeno Lahir pada tahun 490 SM di Elea. Ia menjadi terkenal karena ketangkasan perkataan dan ketajaman pemikirannya. Ia dapat merelatifkan kebenaran yang telah mapan. Zenu menemukan dialektika. Istilah dialektika termasuk kata yang mendapat berbagai arti sepanjang sejarah filsafat. Ia mulai mengemukakan hipotesis yaitu salah satu anggapan yang dianut pelawan Parmadines. Lalu ian menunjukkan bahwa hipotesis itu harus ditarik kesimpulan yang mustahil. Menurut metode ini, zeno membuktikan bahwa adanya ruang kosong, pluralitas dan gerak sama-sama mustahil.



B. Zaman Keemasan Merupakan zaman dimana filsafat mengalami puncak keemasannya/kejayaannya. 1. Socrates (470-400 SM) Socrates adalah guru Plato, mengajar bahwa akal budi harus menjadi norma terpenting untuk tindakan kita. Socrates memulai filsafatnya dengan bertitik tolak dair pengalaman keseharian dan kehidupan kongkret. Perbedaannya terletak pada penolakan Socrates terhadap relativisme yang pada umumnya dianut para sufis. Menurut socrates tidak benar bahwa yang baik itu baik bagi warga Athena dan lain bagi warga negara Sparta. Yang baik mempunyai nilai yang sama bagi semua manusia dan harus dijunjung tinggi oleh semua orang. Pendiriannya yang terkenal adalah pandangannya yang menyatakan bahwa keutamaan adalah pengetahuan, pandangan ini kadang-kadang disebut intelektualisme etis. 4



2. Plato (428-348 SM) Ada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu tentang ide, jiwa dan proses mengenal. Menurut plato realitas terbagi menjadi dua yaitu inderawi yang selalu berubah dan dunia ide yang tidak pernah berubah. Ide merupakan sesuatu yang objektif, tidak diciptakan oleh pikiran dan justru sebaliknya pikiranlah yang tergantung pada ide-ide tersebut. Ide-ide berhubungan dengan dunia melalui 3 cara: ide hadir didalam benda, ide-ide berpartisipasi dalam konkret dan ide merupakan model atau contoh (paradigma) bagi benda konkret. Pembagian dunia ini pada gilirannya juga memberikan dua pengenalan. Pertama pengenalan ide, inilah pengenalan yang sebenarnya. Pengenalan yang dapat dicapai oleh rasio ini disebut episteme (pengetahuan) dan bersifat teguh, jelas, dan tidak berubah. Dengan demikian Plato menolak relatifisme kaum sufis. Kedua, pengenalan tentang benda-benda disebut doxa (pendapat) bersifat tidak tetap dan tidak pasti, pengenalan ini dapat dicapai dengan panca indera. Dengan dua dunianya tersebut Plato juga bisa mendamaikan persoalan besar filsafat pra-socrates yaitu pandangan panta-rhei nya heraclates dan padangan yang ada-adanya Parmenides 3. Aristoteles (384-322 SM) Ia adalah guru Alexander Agung yang juga adalah murid Plato. Tetapi dalam banyak hal ia tidak setuju dengan Plato. Setiap benda terdiri dari dua unsur yang tak terpisahkan, yaitu materi (Hyle) dan bentuk (Morfe). Bentuk bentuk dapat dibandingkan dengan ide-ide dari Plato. Tetapi pada Aristoteles ide-ide ini tidak dapat dipikirkan lagi lepas dari materi. Materi tanpa bentuk tidak dapat dipikirkan lagi lepas dari materi. Materi tanpa bentuk tidak ada. Bentul-bentuk bertindak dalam materi. Bentuk-bentuk memberi kenyataan kepada materi dan sekaligus merupakan tujuan dari materi. Teori ini dikenal dengan sebutan Hylemorfisme. Filsafat Aristoteles sangat sistematis. Pokok-pokok pikirannya antara lain bahwa ia berpendapat seseorang tidak dapat mengetahui suatu obyek jika ia tidak dapat mengatakan pengetahuan itu pada orang lain. Spektrum pengetahuan yg diminati oleh Aristoteles luas sekali, barangkali seluas lapangan pengetahuan itu sendiri. Menurutnya pengetahuan manusia dapat disistematiskan sebagai berikut.



5



C. Filsafat Modern Pada zaman modern dari filsafat berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak keseluruhan filsafat modern itu mengambil warna pemikiran filsafat sufisme Yunani, sedikit pengecualian pada kant. Paham-paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme, Idealisme dan Empirisme. Berikut ini adalah tokoh-tokoh pada masa filsafat modern serta pemikirannya. 1. Spinoza (1632) Spinoza adalah seorang filsuf besar yang paling dihargai dan dihormati. Secara intelektual ada beberapa filsuf yang mengunggulinya, namun secara etis dialah yang paling tinggi. Spinoza memiliki beberapa pemikiran, diantaranya adalah teori substansi tunggal, yang menanggapi masalah descartes tentang masalah substansi antara jiwa dan tubuh. Dalam teori Descartes tentang masalah substansi antara jiwa dan tubuh. Dalam teori Descartes terdapat pemikiran yaitu bagaimana Tuhan, Jiwa dan Material merupakan satu kesatuan yang utuh. 2. Hegel (1770) Hegel merupakan filsuf terbesar abad ke-19. Untuk menjelaskan pemikirannya Hegel menggunakan dialektika sebagai metodenya. Proses Dialektika selalu terdiri dari 3 Fase pertaam Tesis, kedua Anastesis dan yang ketiga adalah sintesis 3. Immanuel Kant (1724) Kant adalah seorang filsuf yang mampu mendudukan kembali kedudukan masing-masing dari akal dan iman pada posisinya masing-masing. Kant berhasil menghentikan sufisme modern. Dari sinilah Kant mendapat tempat yang lumayan dalam sejarah filsafat. 4. John Locke (1632) John Locke adalah seorang filsuf inggris kelahiran wrington. Pemikirannya bisa dikatakan anti metafisika. Ia menerima keraguan sementara yang diajarkan Descartes juga melokan tentang metode deduktifnya dan menggantinya dengan generalisasi menjadi pengalaman induksi. Bahkan Locke menolak akal (reason) ia hanya menerima pemikiran matematis dengan metode induksi.



D. Filsafat Kontemporer 6



Filsafat Kontemporer diawali pada awal abad ke-20, ditandai oleh variasi pemikiran filsafat yang sangat beragam dan kaya. Mulai dari analisis bahasa, kebudayaan, kritik sosial, metodologi, heremeutika, strukturalisme, filsafat hidup (Eksistensialisme) sampai pada filsafat tentang perempuan (feminisme), ciri filsafat kontemporer adalah sebagai reaksi dari berkembangnya filsafat modern yang semakin melenceng, pemikiran kontemporer ini berusaha mengkritik logosentrisme filsafat modern yang berusaha menjadikan rasio sebagai instrumen utama. Berikut ini adalah tokoh tokoh yang menyumbangkan pemikirannya pada zaman kontemporer mulai dari Pragmatis, Eksistensialisme sampai Fenomenologi A. Pragmatis Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya benar dengan berpegang pada logika pengamatan, berikut ini adalah tokoh tokohnya 1. Charles Sanders Peirce (1839-1914) Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara) itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan edward dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary thought (1974) menjelaskan bahwa peirce memformulasikan (merumuskan) tiga prinsip lain yang menjadi dasar bagi pragmatisme yaitu: 



Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini manusia







Bahwa apa yang kita namakan Universal adalaah yang pada akhirnya setuju dan menerima keyakinan dari “Community of Knowers”







Bahwa filsafat dan matematika harus dibuat lebih praktis dengan membuktikan bahwa masalah-masalah dan kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakat



2. William James (1842-1910) William James adalah tokoh yang paling bertanggung jawab yang membuat pragmatis menjadi terkenal diseluruh dunia. William james mengatakan bahwa 7



secara ringkas pragmatisme adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui. Pemikiran filsafatnya lahir karena dalam sepanjang hidupnya ia mengalami konflik antara pandangan agama. Ia beranggapan bahwa masalah kebenaran tentang asal tujuan hakikat bagi orang Amerika adalah teoritis, james menginginkan hasil yang konkret. 3. John Dewey (1859-1952) John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika, pendidik pengkritik sosial. Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun dia menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan james. Dewey adalah seorang yang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungan mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnya untuk memenuhi kebutuhan. Sebagai pengikut pragmatisme John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat tidak boleh larut dalam pemikiranpemikiran metafisis yang kurang praktis karena tidak ada faedahnya. B. Eksistensialisme Eksistensialisme adalah suatu filsafat yang menolak pemutlakan akal budi dan menolak pemikiran-pemikiran abstrak murni. Eksistensialisme berupaya untuk memahami manusia yang berada di dalam dunia atau disebut filsafat keberadaan. Berikut adalah tokoh-tokoh yang merupakan tokoh eksistensialisme. 1. Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855) Ajaran yang diberikan oleh soren adalah mengenai eksistensialisme, yang artinya adalah sebuah kebebasan yang bertanggung jawab, hal ini berpusat pada manusia individu. Kebebasan ini sering ditemukan oleh manusia. Karena setiap manusia menginginkan adanya sebuah kebebasan tanpa memikirkan mana yang benar dan mana yang salah. Sesungguhnya bukan mereka tidak memikirkan hal tersebut, melainkan mereka mengetahui batas kebebasannya masing-masing. Karena kebebasan bersifat relatif. Soren juga dikenal akan filsuf yang mengajarkan akan kecemasan dan keputusasaan eksistensial. 2. Jean Paul Sartre (1905-1980)



8



Sartre adalah seorang filsuf dan penulis perancis. Ialah yang dianggap mengembangkan aliran eksistensialisme. Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi. Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasa manusia. Ia belajar pada Ecole Normale Superieur pada tahun 1924-1928.



C. Fenomenologi Fenomenologi atau fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa fenomenalisme adalah sumber pengetahuan dan kebenaran atau bisa disebut aliran yang berpendapat bahwa, hasrat yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya, yang dapat dicapai melalui pengamatan terhadap fenomena atau pertemuan antara diri kita dengan realita. Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang mengemukakan tentang faham Fenomenologi. 1. Edmund Husserl (1859-1938) Menurut Husserl, memahami fenomenologi adalath sebagai suatu metode dan ajaran filsafat. Sebagai metode, Husserl membentangkan langkah-langkah yang harus diambil agar sampai pada fenomenologi yang murni. Untuk melakukan itu, harus dimulai dengan subjek (manusia) serta kesadarannya dan berusaha untuk kembali pada kesadaran murni. Sedangkan sebagai filsafat, fenomenologi memberikan pengetahuan yang perlu dan essensial tentang apa yang ada. 2. Max Scheller (1874-1928) Scheller berpendapat bahwa metode fenomenologi sama dengan cara tertentu untuk memandag realitas. Dalam hubungan ini kita mengadakan hubungan langsung dengan ralitas berdasarkan intuisi. Menurutnya ada 3 fakta yang memegang peranan penting dalam pengalaman filsafat, diantaranya: 



Fakta Natural, yaitu berdasarkan pengalaman indrawi yang menyangkut bendabenda yang nampak dalam pengalaman biasa.



9







Fakta Ilmiah, yaitu yang mulai melepas diri dari penerapan indrawi yang langsung semakin abstrak







Fakta Fenomenologis, merupakan isi intuitif yang merupakan hakikah dari pengalaman langsung.



3. Martin Heidegger (1889-1976) Menurut Heidegger, manusia itu terbuka bagi dunianya dan sesamanya. Kemampuan seseorang untuk bereksistensi dengan hal-hal yang ada di luar dirinya karena memiliki kemampuan seperti kepekaan, pengertian, pemahaman, perkataan atau pembicaraan. Bagi Heidegger untuk mencapai manusia utuh maka manusia harus merealisaasikan segala potensinya meski dalam kenyataannya seseorang itu tidak mampu merealisasikannya. Ia tetap sekuat tenaga tidak pantang menyerah dan selalu bertanggung jawab atas potensi yang belum teraktualisasikan



2.3 Mengapa Kita Sebagai Manusia Harus Berfilsafat Sejatinya, manusia telah diberkahi akal pikiran, akal pikiran itulah yang membuat kita terkadang selalu ingin tahu akan segala hal dan terkadang kita selalu berpikir mendalam untuk mencari tahu tentang sesuatu tersebut, untuk itulah mengapa manusia berfilsafat, lalu apa alasannya manusia berfilsafat? Dalam kehidupan manusia, ada beberapa faktot yang mendorong manusia untuk berfilsafat, diantaranya: 1. Keheranan, manusia memang mempunyai rasa kuriositas yang tinggi, dampak positifnya pada saat ini manusia telah menciptakan banyak sekali teknologi karena keheranannya/rasa ingin tahu nya. Menurut Plato, rasa heran ini mampu mengantar manusia pada proses berfilsafat. Hal ini wajar karena jika kita baru saja mengetahui sesuatu hal, kadang akan menjadi pertanyaan besar bagi kita sendiri. 2. Kesangsian/Keraguan, Kesangsian/keraguan adalah sumber utama pemikiran. Dengan adanya keraguan, maka membuat seseorang mempertanyakan kembali setiap apa yang dia hadapi atau apa yang dia pikirkan



10



3. Kesadaran akan keterbatasan, Manusia sering kali akan mulai merenungkan segala sesuatunya jika ia sedang berada pada titik yang sudah membatasi dirinya. Asumsi itu muncul dalam benak seseorang akan kehidupan yang dijalaninya. Ia menyadari bahwa dirinya begitu kecil dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Lalu kenapa manusia harus berfilsafat? Karena manusia memiliki akal yang digunakan manusia untuk selalu berpikir kritis terhadap sesuatu yang ditemukan, dirasakan dan yang benar-benar akan menjadi sebuah pertanyaan. Berfilsafat bukanlah sebuah kegiatan yang hanya ditujukan kepada kaum-kaum tertentu saja, akan tetapi berfilsafat adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh seluruh manusia.



11



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Filsafat bisa dikatakan merupakan induk dari segala ilmu, ketika kita berbicara tentang filsafat pastilah kita berpikir bahwa filsafat merupakan suatu ilmu yang butuh pemikiran yang mendalam, selain itu sejarah perkembangan filsafat juga sangatlah panjang, bagi kita yang mempelajari filsafat, sejarah itu haruslah kita ketahui agar kita tahu, bagaimana pada awalnya pemikiran filsafat ini muncul. 3.2 Saran Jadikanlah makalah ini sebagai sumber bacaan mengenai apa itu filsafat beserta sejarah perkembangannya dan juga jadikan makalah ini sebagai pedoman untuk menambah wawasan mengenai sejarah perkembangan filsafat untuk kita sebagai mahasiswa.



12



DAFTAR PUSTAKA



Jalaludin, Prof. Dr. H. 2014. Filsafat Ilmu Pengetahuan: Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Peradaban. Jakarta: Rajawali Pers. Tafsir, Ahmad Prof. Dr. 2013. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hardiman, Budi F. 2004. Filsafat Modern. Jakarta: Gramedia



13