Sewage Treatment Plant [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum lingkungan internasional (huklin) merupakan bidang baru (new development) dalam sistem hukum internasional. Bidang baru ini dapat pula dianggap bagian dari hukum baru dengan nama hukum lingkungan laut internasional[1]. Untuk membahas sistem hukum lingkungan internasional ini menurut dapat dikaji dalam kerangka hukum internasional berdasarkan, (i) customary international law (CIL) dan(ii) conventional international law, dari kedua sumber hukum ini telah tumbuh hukum lingkungan internasional sebagai bagian dari hukum lingkungan. Terkait dengan lingkungan laut terdapat sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non hayati, sebagai sarana penghubung, media rekreasi dan lain sebagainya. oleh karena itu sangat penting untuk melindungi lingkungan laut dari ancaman pencemaran yang bersumber dari operasi kapal tanker, kecelakaan kapal tanker, scrapping kapal (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua), serta kebocoran minyak dan gas dilepas pantai. Hal ini penting dilakukan agar lingkungan laut diperairan Asia Tenggara yang merupakan daerah yang paling produktif dapat dinikmati secara berkelanjutan, baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Pada saat ini zat pencemar yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan laut adalah minyak. Setiap tahunnya 3 sampai 4 juta ton minyak mencemari lingkungan laut. Pada tahun 2009 misalnya terjadi pencemaran



2



Laut Timur Indonesia oleh perusahaan Montana Australia, yang menurut Balai Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP). Hasil survey mereka pada tanggal 4 November 2009, luas terdampak pencemaran mencapai 16.420 kilometer persegi. Zat pencemar dalam hal ini minyak yang masuk pada ekosistem laut tidak hanya dapat secara langsung merusak lingkungan laut, namun lebih jauh dapat pula berbahaya bagi suplay makanan dan habitat lingkungan laut yang merupakan sumber kekayaan alam bagi suatu Negara khususnya bagi kawasan Asia Tengggara yang penduduknya banyak bergantung pada hasil perikanan. Dalam hal ini terdapat beberapa aturan hukum lingkungan internasional yang mengatur masalah pencemaran lingkungan laut yaitu: 1. United Nation Covention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS) 2. International Conventions on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969 (Civil Liability Convention). 3. Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter 1972 (London Dumping Convention). 4. The International Convention on Oil Pollution Preparedness Response And Cooperation 1990 (OPRC). 5. International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973 (Marine Pollution). Pencemaran laut merupakan suatu ancaman yang benar-benar harus ditangani secara sungguh-sungguh. Untuk itu, kita perlu mengetahui apa itu



3



pencemaran laut, bagaimana terjadinya pencemaran laut, serta apa yang solusi yang tepat untuk menangani pencemaran laut tersebut MARPOL 73/78. Mulai Annex I sampai dengan Annex VI menjadi standarisasi Kelaiklautan kapal dalam memenuhi persyaratan, pencegahan pencemaran perairan dari kapal. Kelaiklautan kapal merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pemenuhan pelayanan yang handal dan aman selama suatu kapal melakukan pelayarang baik itu nasional maupun internasional. Kelaiklautan kapal di atur di dalam undang – undang no 21 tahun 1992 tentang pelayaran. Pengadaan, perlengkapannya



pembangunan, wajib



memenuhi



dan



pengerjaan



persyaratan



kapal



keselamatan



termasuk kapal.



Keselamatan kapal ditentukan melalui pemeriksaan dan pengujian. Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan keselamatan kapal diberikan sertifikat keselamatan kapal oleh Pemerintah. Setiap kapal yang telah memperoleh sertifikat, wajib dipelihara sehingga tetap memenuhi persyaratan keselamatan kapal. Setiap kapal yang beroperasi di daerah pelayaran sebagaimana wajib memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal sesuai dengan daerah pelayarannya. Setiap kapal yang memasuki pelabuhan dan selama berada di pelabuhan wajib mematuhi peraturan-peraturan untuk menjaga ketertiban dan kelancaran lalu lintas kapal di pelabuhan, yang pengawasannya dilakukan oleh syahbandar.



4



Setiap kapal yang akan berlayar wajib memiliki Surat Izin Berlayar yang dikeluarkan oleh syahbandar setelah memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis memilih judul “Analisa Penyebab Sewage Treatment Plant tidak di Approved Pada Saat Annual Survey di AHTS Sea Comanche”. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu : 1. Apa yang menyebabkan sewage treatment plant tidak diapproved pada saat annual survey? 2. Bagaimana mempertahankan kinerja sewage treatment plant? C. Batasan Masalah Demikian luasnya pembahasan sesuai perumusan masalah penulis membatasi pada sludge return line tidak berfungsi dengan baik karena terdapat endapan kotoran di dalam line. D. Tujuan Penelitian Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu, untuk mengetahui semua informasi tentang pencemaran laut sesuai dengan Marpol 73/78 terutama tentang Annex IV yang menyangkut sewage



5



E. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Memberikan tambahan pengetahuan kepada para masinis tentang sewage treatment Plant yang menjadi salah satu persyaratan kelaiklautan Kapal yang tertera di Annex IV pada Marpol 73/78 2. Manfaat Praktis penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi pembaca tentang sewage treatment plant sebagai salah satu persyaratan kelaiklautan kapal. F. Hipotesis 1. Sludge return line tidak berfungsi dengan baik karena jalurnya tersumbat oleh kotoran yang mengendap 2. Perawatan tidak dilakukan secara berkala



BAB II KAJIAN PUSTAKA



A. International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973 (Marine Pollution). Marpol 73/78 adalah konvensi internasional untuk pencegahan pencemaran dari kapal,1973 sebagaimana diubah oleh protocol 1978. Marpol 73/78 dirancang dengan tujuan untuk meminimalkan pencemaran laut , dan melestarikan lingkungan laut melalui penghapusan pencemaran lengkap oleh minyak dan zat berbahaya lainya dan meminimalkan pembuangan zat-zat tersebut tanpa disengaja. MARPOL 73/78 garis besarnya mengatur : 1. mewajibkan negara untuk menyediakan fasilitas penerimaan untuk pembuangan limbah berminyak dan bahan kimia. Ini mencakup semua aspek teknis pencemaran dari kapal, kecuali pembuangan limbah ke laut oleh dumping, dan berlaku untuk kapal-kapal dari semua jenis, meskipun tidak berlaku untuk pencemaran yang timbul dari eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral laut. 2. Semua kapal berbendera di bawah Negara-negara yang menandatangani marpol tunduk pada persyaratan , tanpa memperhatikan tempat mereka berlayar dan Negara anggota bertanggung jawab atas kapal yang terdaftar dibawah kebangsaan Negara masing-masing.



7



3. Setiap Negara penandatangan bertanggung jawab untuk memberlakukan undang-undang domestic untuk melaksanakan konvensi dan berjanji untuk mematuhi konvensi, lampiran dan hukum terkait bangsa-bangsa lain; 4.



mengatur desain dan peralatan kapal;



5.



menetapkan sistem sertifikat dan inspeksi International Convention for the Prevention of Pollution from Ships



1973 yang kemudian disempurnakan dengan Protocol pada tahun 1978 dan konvensi ini dikenal dengan nama MARPOL 1973/1978. MARPOL 1973/1978 memuat 6 (enam) Annexes yang berisi regulasi-regulasi mengenai pencegahan polusi dari kapal terhadap : a. Annex I : Prevention of pollution by oil ( 2 October 1983 ) Total hydrocarbons (oily waters, crude, bilge water, used oils, dll) yang diizinkan untuk dibuang ke laut oleh sebuah kapal adalah tidak boleh melebihi 1/15000 dari total muatan kapal. Sebagai tambahan, pembuangan limbah tidak boleh melebihi 60 liter setiap mil perjalanan kapal dan dihitung setelah kapal berjarak lebih 50 mil dari tepi pantai terdekat. Register Kapal harus memuat daftar jenis sampah yang dibawa/dihasilkan dan jumlah limbah minyak yang ada. Register Kapal harus dilaporkan ke pejabat pelabuhan. b. Annex II : Control of pollution by noxious liquid substances ( 6 april 1987 Aturan ini memuat sekitar 250 jenis barang yang tidak boleh dibuang ke laut, hanya dapat disimpan dan selanjutnya diolah ketika sampai di



8



pelabuhan. Pelarangan pembuangan limbah dalam jarak 12 mil laut dari tepi pantai terdekat. c. Annex III : Prevention of pollution by harmful substances in packaged form ( 1 July 1992 ) Aturan tambahan ini tidak dilaksanakan oleh semua negar yaitu aturan standar pengemasan, pelabelan, metode penyimpanan dan dokumentasi atas limbah berbahaya yang dihasilkan kapal ketika sedang berlayar d. Annex IV : Prevention of pollution by sewage from ships ( 27 september 2003 ) Aturan ini khusus untuk faecal waters dan aturan kontaminasi yang dapat diterima pada tingkatan (batasan) tertentu. Cairan pembunuh kuman (disinfektan) dapat dibuang ke laut dengan jarak lebih dari 4 mil laut dari pantai terdekat. Air buangan yang tidak diolah dapat dibuang ke laut dengan jarak lebih 12 mil laut dari pantai terdekat dengan syarat kapal berlayar dengan kecepatan 4 knot. e. Annex V : Prevention of pollution by garbage from ships ( 31 december 1988) Aturan yang mengatur tentang melarang pembuangan sampah plastik ke laut. f.



Annex IV : Prevention of air pollution by ships Aturan ini tidak dapat efektif dilaksanakan karena tidak cukupnya negara yang meratifiskasi (menandatangani persetujuan.) MARPOL 1973/1978 memuat peraturan untuk mencegah seminimum



mungkin minyak yang mencemari laut. Tetapi, kemudian pada tahun 1984



9



dilakukan beberapa modifikasi yang menitik-beratkan pencegahan hanya pada kegiatan operasi kapal tangki pada Annex I dan yang terutama adalah keharusan kapal untuk dilengkapi dengan Oily Water Separating Equipment dan Oil Discharge Monitoring Systems. ANNEX IV Pencegahan Pencemaran Oleh Kotoran Yang dimaksud dengan kotoran (sewage) dikapal adalah segala jenis ; limbah yang berasal dari toilet kapal, tempat buangan air besar, air buangan dari ruang medis, tempat cuci tangan(westafel) atau bak cucian, air buangan dari kotoran hewan hidup yang sedang dimuat, dan air limbah yang bercampur dengan salah satu kotor an diatas diklasifikasikan sebagai berikut: 1. kotoran yang berasal dari saluran urin, kakus/ toilet 2. kotoran yang berasal dari saluran medis kapal yang berbentuk cairan 3. kotoran yang berasal dari ruangan binatang hidup 4. kotoran yang merupakan campuran dari salah satu kotoran di atas Annex IV pencegah pencemaran oleh kotoran MARPOL 73/78 1. Cara pembuangan kotoran sebagaimana yang diatur dalam peraturan ; Annex IV pencegan pencemaran oleh kotoran MARPOL 73/78 a. Kapal yang dilengkapi dengan sistem pembebas hama dapat membuang kotoran pada jarak lebih dari 4 mil dari daratan terdekat. b. Kotoran yang tidak melalui sistem pembebas hama dapat membuang kotoran dengan jarak lebih dari 12 mil dengan syarat kotoran tersebut telah ditempatkan sebelumnya dalam tangki penampungan dan



10



dibuang tidak sekaligus ketika kapal berlayar dengan kecepatan minimal 4 knot c. Pembuangan kotoran tersebut tidak menghasilkan padatan yang mengapung, berbau dan menimbulkan perubahan warna pada perairan sekitar. d. Kapal yang berada dalam wilayah hukum suatu negara harus membuang kotoran sesuai dengan persyaratan negara bersangkutan selama dipelabuhan, dibuang ke receiption facility adalah fasilitas penampungan didarat yang tidak hanya digunakan untuk menampung kotoran,tetapi digunakan juga untuk menampung sisa-sisa minyak,zat cairan beracun,dan sampah yang berasal dari kapal. 2. Ukuran Kapal yang diberlakukan dalam Annex IV adapun ukuran kapal yang wajib diberlakukan dalam aturan annex IV; pencegahan pencemaran oleh kotoran sewage MARPOL 73/78 adalah sebagai berikut: 1. Kapal baru, > 400 GT 2. Kapal baru, < 400 GT yang disertifikasi untuk mengangkut 15 orang 3. Kapal lama, > 400 GT : 5 tahun setelah diberlakukan Annex ini 4. Kapal lama, < 400 GT yang disertifikasi untuk mengangkut; 15 orang,5 tahun setelah tanggal diberlakukan Annex ini yang terlibat dalam pelayaran internasional.



11



Sertifikat yang harus dimiliki setiap kapal yang mengangkut kotoran adalah: ”International Sewage Pollution Prevention Certificate” disingkat ISPPC. 3. Persyaratan Pembuangan Sewage Pembuangan sewage kelaut dilarang kecuali: a. Sewage yang sudah dihancurkan dan dimati hamakan dapat dibuang pada jarak 4mil atau lebih dari pantai b. Sewage yang belum dihancurkan dan dimati hamakan dibuang pada jarak 12 mil atau lebih dari pantai. c. Pembuangan tdak dilakukan sekaligus tetapi dialirkan pada waktu berlayar dengan kecepatan minimum 4 knots d. Selama dipelabuhan dibuang ke Reception Facility B. Sewage Treatment Plant Adalah sistem untuk pembuangan limbah ( kotoran ) dari toilet yang ada pada geladak akomodasi yang telah direncanakan, sebelum limbah (kotoran ) tersebut dibuang ke overboard (O/B) atau ke shore connection harus ditampung terlebih dahulu untuk dilakukan treatment. Pembuangan limbah yang tidak ditreatment di perairan teritorial, dilarang oleh peraturan perundang-undangan



dan



Peraturan



Internasional



yang



berlaku



untuk pembuangan limbah dalam jarak yang ditetapkan dari daratan. Sebagai hasilnya semua kapal harus mempunyai sistem pembuangan limbah sesuai dengan standar yang ditentukan.



12



C. Komponen Sewage Tratment Plant Terdiri dari Screen Chamber, Equalization Tank, Aeration Tank, Sedimentation Tank, Chlorination Tank, Sludge Tank, Blower Room dan Effluent Tank. 1. Screen Chamber adalah Suatu "Bak" yang dilengkapi dengan screen (Tipe Basket Screen) yang memiliki fungsi sebagai penyaring sampah-sampah / padatan kasar seperti kertas tissue, plastik, pembalut, dan lain-lain. yang ada dalam air limbah awal, sebelum masuk pada Equalization Tank. Juga di tambahkan Comunitor untuk membantu memperkecil sampah organic, dan dilengkapi dengan diffuser untuk menghancurkan tinja (feces). 2. Equalization Tank adalah Suatu "Bak" yang digunakan untuk menyamaratakan (homogenisasi) aliran air dan kualitas air limbah. Di dalam bak ini juga di suplai udara dari "air blower", yang berfungsi sebagai pengaduk



yang



ditransfer



menggunakan



diffuser (tipe



Air



Seal



Diffuser), sehingga proses homogenisasi dapat tercapai. Kemudian akan di alirkan menggunakan "Equalizing pump" yang bekerja secara automatic berdasarkan flow switch (pelampung). 3. Aeration Tank adalah komponen utama dalam sistem ini, dimana pada bagian ini terjadi penguraian zat-zat pencemar (Senyawa Organic). Di dalam Aeration Tank ini, air limbah di hembus dengan udara, sehingga mikro organisme "aerob" yang ada akan menguraikan zat organic dalam air limbah. Energi yang diperoleh dari hasil penguraian tadi akan di pergunakan oleh mikro organisme untuk proses pertumbuhannya. Dengan



13



demikian biomassa akan tumbuh dan berkembang dalam jumlah besar, yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air limbah. 4. Penambahan udara dalam air tersebut mempergunakan air blower yang berfungsi menyuplai udara, sehingga tercipta kondisi aerobik. Selain itu, bak aerasi in dilengkapi dengan diffuser (air seal diffuser), yang berfungsi menciptakan



gelembung-gelembung



udara



(bubble)



agar



proses



penyerapan oksigen oleh mikro organisme dapat lebih optimal. 5. Sedimentation Tank adalah Sistem untuk pengendapan partikel - partikel floc (Activated Sludge / lumpur aktif ).sebagian lumpur aktif akan di kembalikan kedalam bak aerasi dan sebagian lagi akan di buang kedalam bak penampung lumpur(sludge tank). "Airlift System" yang dipasang pada tanki ini bertujuan mengembalikan / recycle sebagian besar lumour mengendap untuk di olah kembali, sementara Scum Skimmer berfungsi menyedot permukaan air dari sampah/padatan ringan. "Airlift" dan "Scum Skimmer" yang digunakan menggunakan tenaga udara yang di hembuskan dari air blower. Pengembalian kembali Lumpur aktif dan buih harus kontinyu (terus menerus)



agar proses berhasil. Dalam "Sedimentation Tank" terjadi



pengendapan lumpur aktif, sedangkan air limbah yang sudah diolah (lebih jernih) mengalir secara gravitasi melalui gutter masuk kedalam chlorin tank dan sebagian masuk kedalam Buffer Tank yang selanjutnya masuk kedalam proses Recycle.



14



6. Chlorination



Tank adalah



Air



olahan



yang



berasal



dari



proses



pengendapan, di injeksikan "kaporit" / chlorine terlebih dulu untuk membunuh bakteri - bakteri pathogen, kemudian akan mengalir secara gravitasi ke dalam bak effluent.(Effluent Tank). 7. Effluent Tank adalah Bak proses akhir dengan bantuan pompa submersible, air hasil pengolahan sebagian akan di alirkan kedalam saluran pembuangan. 8. Sludge Tank adalah merupakan bak penampung lumpur sementara sebelum di buang oleh mobil tinja. untuk mencegah terjadinya kondisi septic, maka dipergunakan udara untuk mengaduk , sehingga kondisi aerob tetap terjaga. 9. Blower Room adalah merupakan ruang kontrol sistem STP, dimana blower control panel dan pompa dossing serta tanki kimia berada di sini. Setiap harinya operator STP harus masuk ke dalam ruangan ini untuk pengecekan sistem dan pembuatan larutan desinfektan. 10. Water Recycling Plant adalah alat yang terdiri Filter Pump, Sand Filter dan Carbon Filter plus Chlorinator lengkap dengan aksesorisnya. Penjelasan proses sebagai berikut : a. Clear Water Pump merupakan bak penampung air yang telah melalui proses filtrasi sand filter dan carbon filter. b. Filter Pump berfungsi untuk memompa air dari Effluent Tank STP menuju Sand Filter dan Carbon Filter. Pompa bekerja secara auto berdasarkan Water Level Control dan Pressure switch.



15



c. Sand Filter berfungsi untuk mengurangi kekeruhan (turbidity) di dalam air. Media yang digunakan adalah Silica Sand dan Gravel sebagai support.Sand Filter bekerja secara manual/sistem pencuciannya (backwash) dengan mengubah posisi valve sesuai instruksi arah valve. Proses backwash di maksudkan untuk membuang kotoran yang tertahan pada lapisan atas media filter dengan cara merubah aliran air berlawanan yaitu dari bawah ke atas. dilakukan setiap hari selama 1530 menit tergantung kapasitas tabung filter. d. Carbon Filter berfungsi untuk menghilangkan bau, warna dan zat organik yang larut dalam air. Carbon aktif sebagai media filter bekerja dengan menyerap /adsorbsi material organik yang larut dalam air. Sistem pencuciannya sama persis dengan Sand Filter. Gambar 1 Site Plan Sewage Treatment Plant



Sumber: www.marineinsight.com



16



Gambar 2. Proses kerja sistem sewage Treatment Plant



Sumber : Victor Marine Ltd Sewage Treatment Plant Process Upaya pencegahan maupun penanggulangan pemcemaran laut telah diatur oleh dalam Marpol 73/78 adalah konvensi internasional untuk pencegahan pencemaran dari kapal. Marpol 73/78 dirancang dengan tujuan untuk meminimalkan pencemaran laut, dan melestarikan lingkungan laut melalui penghapusan pencemaran lengkap oleh minyak dan zat berbahaya lainya dan meminimalkan pembuangan zat-zat tersebut tanpa disengaja.



BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis 1. Lokasi Kejadian Seperti yang penulis alami ketika masih melaksanakan tugas di kapal sebagai 3rd Engineer kurun waktu Juni 2018. Pada saat Annual Survey oleh ABS di Kemaman Anchorage, Malaysia di Kapal AHTS Sea Chomanche milik perusahaan pelayaran Gulfmark, Asia Pte.Ltd. 2. Situasi dan Kondisi Kapal AHTS Sea Comanche di awaki oleh berbagai macam suku bangsa, Master dari Thailand, Chief Engineer dari Thailand, Engineer dari Indonesia dan Engine Rating dari Malaysia. Dalam menjalankan pemeliharaan (maintenance rutine) kadang engineer atau yang melaksanakan maintenance sehingga kegagalan fungsi dari sewage treatment tersebut, sehingga sludge return line tidak berfungsi karena tersumbat oleh kotoran yang mengendap di dalam line tersebut. 3. Temuan Proses maintenance yang dilakukan oleh awak kapal yang tertulis dalam sistem manajemen perawatan sangat di perlukan. Dalam hal ini terlihat pada saat diadakan pemeriksaan pada saat annual survey oleh ABS Surveyor dimana pada saat mengadakan pengetesan sewage treatment plat



18



semua beroperasi dengan baik kecuali sludge return line tidak bekerja dengan baik sehingga tidak di approved oleh ABS Surveyor. a. Dari faktor manusia terkadang lalai melakukan perawatan secara menyeluruh sehingga terjadi hal seperti diatas. b. Dari faktor prosedur pengoperasian, maintenance terkadang awak kapal kurang memahami prosedur tersebut sehingga terjadi kegagalan fungsi. c. Dari faktor lain juga yang dapat menyebabkan mengendapnya kotoran pada sludge return line adalah pemberian tablet chlorinate isocya nuarte secara tidak berkala, dan juga line-line sewage treatment plat tidak pernah di flushing. 4. Urutan Kejadian Pelaksanaan perawatan diatas kapal khususnya bagian mesin adalah tanggung jawab anak buah kapal bagian mesin, terhadap standar baku sistem yang dibuat perusahaan. Kurang memadainya tingkat pengetahuan teknis dan kelalaian maka timbul hambatan-hambatan yang mengakibatkan tergganggunya operasional kapal. Pada tanggal 28 juni 2018 di Kemaman Anchorage Malaysia, dilaksanakan Annual Survey oleh ABS Surveyor, ketika Surveyor mulai memeriksa satu persatu machinery di kapal di assist oleh engine crew, setelah memeriksa machinery semua di approve oleh ABS Surveyor akan tetapi ketika memeriksa dan mengoperasikan satu persatu auxiliary engine



19



semua di approved akan tetapi pada saat surveyor memeriksa dan mengorder untuk mengoperasikan sewage secara manual dan auto surveyor menemukan sludge return line tidak berfungsi sehingga tidak di approved oleh surveyor. Mengetahui hal itu chief engineer memerintahkan kepada second engineer untuk mengecek apa yang menyebabkan sehingga sludge return line tidak berfungsi, setelah di cek ternyata terdapat endapan kotoran pada line tersebut. Kemudian second engineer melaporkan hasil pengecekan



kepada



chief



engineer



kemudian



chief



engineer



memerintahkan untuk membuka manhole dan membersihkan kotoran yang mengendap di dalam chamber/ tangki sewage return plant, kemudian membersihkan sludge return line (transparant hose) setelah semua dibersihkan dan di pasang kembali. Chief engineer mengoperate secara manual dan auto, sludge return line sudah bisa berfungsi dengan baik. Chief engineer menginformasikan kepada master bahwa sludge return line sudah berfungsi dengan baik. Kemudian master menginformasikan hal tersebut kepada surveyor tentang kondisi sewage treatment plant, keesokan harinya surveyor ABS datang dan kembali mengoperate sewage treatment plant secara manual dan auto, surveyor menemukan sludge return line sudah berfungsi dengan baik kemudian mengapproved sertifikat sewage treatment plant.



20



B. Pembahasan 1. Analisa Penyebab a. yang menyebabkan sewage treatment plant tidak di approved oleh ABS Surveyor pada kapal AHTS Sea Comanche adalah seperti yang di paparkan pada bab sebelumnya yakni sludge return line tidak berfungsi dengan baik. Penyebab dari pada tidak berfungsinya sludge return line tersebut adalah : -



kurangnya perawatan yang dilakukan pada sewage return line tersebut



-



terjadinya endapan kotoran di dalam sludge return line



-



kurangnya ketelitian engineer dalam pengoperasian sewage treatment plant



b.



bagaimana mempertahankan kinerja sewage treatment plant Sistem sewage yang tidak bekerja sesuai fungsinya akan berpengaruh terhadap sanitasi di kapal. Untuk itu Kinerja sewage treatment plant harus diperhatikan agar proses sanitasi di kapal bisa berjalan dengan lancar.



Perawatan sewage harus dilakukan sesuai



PMS agar ketika ada pemeriksaan terlebih pemeriksaan tahunan kapal mendapatkan sertifikat kelayakan untuk berlayar. 2. Analisis Pemecahan Masalah a. Penyebab sewage treatment plant tidak di approved pada saat annual survey



21



Sewage treatment plant membutuhkan penanganan yang baik dan berkesinambungan sehingga dalam pengoperasiannya tidak menemui kendala. Dari uraian diatas analisa pemecahan masalah adalah : 1) Kurangnya perawatan yang dilakukan pada sewage treatment tersebut. Dalam hal ini perawatan yang dilakukan pada sewage treatment



plant



harus



dilakukan



secara



berkala



(weekly



maintenance). Dalam hal ini perawatan meliputi pengecekan motor (Discharge Pump), Blower, value inlet, tes operate auto dan manual dan pemberian cholorinatea isocyanuarate tablet secara berkala. 2) terjadinya endapan kotoran di dalam sludge return line dan tangki sewage treatment plant Terjadinya endapan oleh karena kurangnya perawatan secara berkala untuk menanggulangi hal tersebut maka dilakukan pembersihan kotoran yang mengendap pada sludge return line dan juga pembersihan tangki (chamber) dari kotoran yang mengendap dalam chamber sewage treatment plant. 3) kurangnya ketelitian engineer dalam sewage treatment plant. Dalam pengoperasian sewage treatment plant engineer harus memahami dan mengetahui dengan baik sistem pengoperasian dari pada sewage treatment tersebut.



22



Dalam hal pengoprasian enginer harus mengetahui cara pengoperasian secara manual dan pengoperasian secara auto serta value-value mana saja yang di buka pada pada saat dioprasikan secara manual serta value-value mana saja yang dibuka (open) pada saat dioperasikan secara manual. Cara mengetahui pengoprasian adalah dengan membaca standart prosedure operasionaal yang telah dipasang pada main panel atau di body sewage treatment plan tersebut. b. Bagaimana mempertahankan kinerja sewage treatment plant ? Dalam mempertahankan kinerja sewage treatment plant sangat diperlukan perawatan secara berkala yang biasanya dilakukan setiap seminggu sekali (weekly maintenance). Dalam perawatan 1 kegiatan weekly maintenance hal-hal yang perhatikan meliputi : -



Pengecekan visual terhadap semua value-value dan kemungkinan terjadinya kebocoran, dan juga pengecekan terhadap pipa-pipa yang kemungkinan mengalami kerusakan dan kebocoran.



-



Pengoperasian sewage treatment plant secara manual dengan merubah switch made ke manual mode kemudian mengoperasikan discharge pump dan



Blower secara manual pengetesan ini



dilakukan selama 1 sampai 2 menit sambil mengecek apakah pompa dan blower beroperasi dengan baik selama manual mode.



23



Setelah pengetesan secara manual selesai maka switchnya dikembalikan ke auto mode. -



Mengecek sludge return linennya dan apabila tidak berfungsi dengan baik maka dilakukan pembersihan pada line tersebut memberikan chlorinated isocyanuarte tablet secara berkala.



-



Setiap weekly maintenance sebaiknya dilakukan flashing terhadap line-line



pada



sewage



treatment



plant



guna



menghindari



menumpuknya dari mengendapnya kotoran di dala line dan di dalam chamber sewagw treatment plant 3. Tahap Pengolahan a. Pre treatment. Pada tahap ini dilakukan pemisahan padatan berukuran besar ataupun grease, agar tidak terbawa pada unit pengolahan selanjutnya, agar tercipta performa pengolahan yang optimal. Air dialirkan



lewat inlet



chamber di



mana



ada screen yang



dapat



menyaring benda padat. Selanjutnya air masuk ke grease trap yang berguna untuk memisahkan lemak yang dapat mengganggu proses biologi. Kemudian air akan menuju ke primary clarifier. b. Primary clarifier. Pada proses ini terjadi pemisahan partikel yang mengendap secara grafitasi (suspended solid) sehingga mengurangi beban pengolahan pada unit selanjutnya. Pada proses ini berguna untuk membuat aliran jadi lebih tenang dan aliran dapat stabil. c. Rotating Biological Contactor (RBC). Proses pengolahan yang di lakukan adalah



untuk menurunkan BOD (bio-chemical oxygen



24



demand) dan COD (chemical oxygen demand) yang ada pada air limbah, sehingga dapat memenuhi kualitas air yang layak untuk kita buang ke saluran kota, Pengolahan polutan dilakukan oleh mikroorganisma



yang



melekat



pada



permukaan



disk



yang



berputar. Perputaran ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan oksigen untuk kehidupan mikroorganisma dan mencegah terjadinya kondisi anaerob yang dapat menimbulkan bau. Pada saat disk berputar terjadi kontak biomass yang dengan oksigen pada saat disk menyembul di permukaan dan terjadi kontak pada material organik yang ada pada air limbah untuk menjadi makanan pada saat disk terendam. Jadi bila disk terlihat kotor jangan dibersihkan karena sebenarnya itu adalah bakteri. d. Final Clarifier. Unit ini berfungsi sebagai clarifier akhir untuk mengendapkan partikel-partikel



yang masih belum terendapkan,



serta biomass yang telah mati. e. Disinfeksi. Pada proses ini dilakukan penginjeksian chlorine yang bertujuan membunuh bakteri-bakteri patogen yang ada. f. Effluent Tank. Air yang telah kita olah akan dialirkan menuju effluent tank untuk selanjutnya dibuang pada over boat. Sebagian air ini dapat kita proses lagi untuk keperluan recycling yang dapat kita gunakan untuk menyiram taman dan air cuci kendaraan. Setelah melewati proses di atas maka diharapkan kadar Chemical Oxygen Demand (COD) yaitu kapasitas air untuk menggunakan oksigen selama peruraian senyawa organik terlarut dan mengoksidasi senyawa



25



anorganik seperti amonia dan nitrit. dan biological (biochemical) oxygen demand



(BOD)



yaitu



kuantitas



oksigen



yang



diperlukan



oleh



mikroorganisme aerob dalam menguraikan senyawa organik dapat memenuhi standar air buang yang menjadi standar MARPOL 73/78, sehingga air buangan tidak mencemari laut. Ada dua jenis system untuk penanganan limbah, yaitu: 1. Chemical Sewage Treatment Metode kimia (Chemical Method), adalah metode yang pada dasarnya menggunakan suatu tangki untuk menampung limbah padat dan akan dibuang pada area yang diijinkan pada tempat penampungan limbah di pantai. Sistem ini meminimalkan limbah yang dikumpulkan dan mengendapkannya sampai dapat dibuang ke laut. Pembuangan limbah dari pencucian, wash basin, air mandi dapat langsung dibuang ke overboard. Cairan dari kakus dapat digunakan lagi sebagai air pembilas untuk kamar mandi. Cairan harus diolah sedemikian rupa dalam kaitannya dengan penampilan dan bau yang dapat diterima. Berbagai bahan kimia ditambahkan pada poin – poin berbeda untuk bau dan perubahan warna dan juga untuk membantu dalam penguraian dan sterilisasi. Suatu communitor digunakan untuk memisahkan limbah dan membantu proses penguraian kimia. Material padat disimpan dalam settling tank dan disimpan sebelum dibuang ke sullage tank: cairan didaur ulang untuk digunakan sebagai pembilasan. Test harus dilakukan



26



setiap hari untuk memeriksa dosis bahan kimia. Hal ini untuk mencegah bau yang menyengat dan juga untuk menghindari karatan. 2. Biochemichal Sewage Treatment Metode biologi (Biological Method), adalah perlakuan sedemikian rupa sehingga limbah dapat diperbolehkan untuk dibuang ke pantai Menggunakan sistem penguraian dengan bakteri kedalam suatu unsur limbah sehingga bisa diterima untuk dibuang di perairan manapun. Proses pengisian angin dimana bakteri oxygen – loving mencerna limbah dan mengubah menjadi Lumpur. Sistem ini menggunakan suatu tangki yang dibagi menjadi 3 ke departement: aeration compartement , settling compartement, dan chlorine contact compartement. Limbah masuk ke aeration compartement dan dicerna oleh bakteri aerobic dan microorganism yang dibantu oleh oksigen yang dipompa masuk. Kemudian limbah mengalir ke dalam settling compartement, dimana Lumpur yang diendapkan diaktifkan keluar. Aliran cairan yang bersih pada chlorinator setelah digunakan untuk membunuh sisa bakteri dibuang. Tablet didalam chlorinator yang habis harus diganti. Sampah Lumpur di dalam settling tank secara terus menerus didaur ulang dan setiap dua/tiga bulan secara parsial dipindahkan. Kotoran ini harus dibuang hanya di suatu area decontrolled. Pengembangan untuk melakukan treatment pada sewage (limbah kapal) dilakukan atas sertifikasi dari IMCO Conference on Marine Polution tahun 1973 Annex IV. Penentuan jumlah yang pasti mengenai



27



sewage dan sisa air kotor (waste) pada sebuah kapal sangat sulit diprediksi. Para desainer di Eropa memberi nilai sebesar 70 liter/orang /hari untuk kebutuhan toilet termasuk air bilas dan sekitar 130 – 150 liter /orang /hari untuk air cuci termasuk mandi. Sedangkan badan yang ada di US memberikan rekomendasi bahwa aliran untuk discharge toilet sebesar 114 liter/ orang/ hari dengan dua kalinya jumlah ini untuk air cuci. Beberapa desain direncanakan supaya memadahi ditempatkan dikapal untuk sumur discharge jauh dari lantai, atau untuk menerima fasilitas dari pelabuhan. Selain itu desain ditujukan juga untuk menghasilkan perencanaan yang memadahi sehingga dapat diterima oleh petugas pelabuhan saat pembuangan. Untuk tipe former didesain berisi holding tanks yang menerima semua kotoran baik cair maupun padat termasuk air bilasnya, air cuci tangan, shower, dan untuk mandi semua diijinkan dibuang langsung melalui overboard. Selain itu desain juga memperhatikan bagaimana meminimkan jumlah cairan supaya memungkinkan dapat didaur ulang untuk pembilasan lagi. Ini dapat dipastikan bahwa sistem hanya menerima kira – kira 1% dari kapasitas muat sistem konvensional. Untuk membuang sewage diperairan teritorial kualitas yang memadahi harus berada dalam standart tertentu seperti yang ditentukan oleh badan yang berwenang .



28



Ini biasanya didasarkan pada satu atau lebih dari 3 faktor yaitu : a. Biological oxygen demand (BOD) yang merupakan ukuran total jumlah oksigen yang akan diambil oleh bahan kimia atau organik yang memadahi. Hal ini yang penting terdapat dalam dua unsur, pertama, jika perairan memadahi untuk membuang sewage dilebihkan dengan material yang menyerap oksigen, kandungan oksigen akan dikurangi sampai tingkat dimana ikan dan materi lainnya hidupnya tidak dapat didukung, yang kedua kelas bakteri yang dapat hidup tanpa oksigen akan medominasi didalam sewage atau didalam perairan dimana cairan ini dibuang. Bakteri yang berkumpul dalam kondisi ini akan menghasilkan hydrogen sulphide dengan karakteristik bau yang tajam. BOD biasanya dikelompokkan dengan periode tertentu dan umumnya diambil lima hari. Nilai ini ditulis dengan BOD5 yang ditentukan oleh 1 liter sewage yang diambil pada suhu 200C yang dilemahkan didalam sumur oxigenated water yang memadai. Jumlah oksigen yang diserap melebihi periode lima hari lalu diukur. b. Suspended solid, adalah kelebihan periode waktu yang dapat memberikan peningkatan pada masalah slip biasanya ditandai dari kesalahan fungsi dari pengontrol sewage dan jika terlalu tinggi akan diatasi dengan BOD yang tinggi. Suspended solid diukur dengan menyaring contoh( sample) melalui pre- weighed asbestos pad yang selanjutnya dikeringkan dan dievaluasi ulang.



29



c. E – coliform adalah keluarga bakteri yang hidup dalam tubuh manusia. Mereka dapat dibiakkan lebih mudah dalam tes laboratoriom hasilnya diindikasikan dari jumlah kotoran didalam sample yang diambil dari sewage. Hasil tes ini disebut E- coli, nilainya diekspresikan per 100 ml. 2) Hydrophore Peran air pressure system pada sistem Hydrophore berfungsi sebagai pemberi bantalan udara bertekanan pada tangki hydrophore. Bantalan udara memberi tekanan pada air didalam tangki hydrophore hingga mencapai tekanan maksimum. Pada tekanan maksimum ini pompa mulai tidak dapat bekerja. Sedangkan jika saluran air dibuka air akan mengalir sebagai akibat tekanan yang diberikan oleh bantalan udara, air yang keuar menyebabkan



volume ruangan didalam



tangki hydrophore



bertambah maka akan mengurangi tekanan tangki hydrophore. Jika tekanan turun sampai pada tekanan 3,73 kg/cm2, maka pressure relay switcher akan bekerja otomatis menghidupkan Fresh Water Pump dan mengisi kembali tangki hydrophore hingga volume udara berkurang dan tekanannya meningkat. Selanjutnya jika tekanan mencapai 5,5 kg/cm2, maka pompa akan diberhentikan secara otomatis melalui pressure relay switcher. Hydropore digunakan untuk melayani sistem air tawar atau air laut yang diperlukan untuk sanitari, air minum, dan air tawar.



30



Pertimbangan perhitungan kapasitasnya dengan memperhatikan jumlah



ABK



dan



berdasar



standart



U.S.



sebesar



114



liter/orang/hari sehingga didapatkan spesifikasi hydropore UH 102 produk dari SHINKO dengan kebutuhan udara tekan sebesar 5 bar. Kebutuhan udara tekan ini akan di suplai dari sistem udara tekan melalui reduction valve untuk menurunkan tekanan dari 30 bar menjadi 5 bar. 3) Seawater Hydropore Spesifikasi hydrophore yang akan digunakan dalam perencanaan sistem air laut ini adalah sebagai berikut: Type



= UH 051 SHINKO



Capacity



= 5 - 15 m3/jam



Head



= 40 - 60 m



Operating Pressure Range



= 3 – 5.5 kg/cm2



Speed



= 1500 rpm



4) Fresh Water Hydrophore Spesifikasi hydrophore yang akan digunakan dalam perencanaan sistem air tawar ini adalah sebagai berikut : Type



= UH 051 SHINKO



Capacity



= 5 - 15 m3/jam



Head



= 40 - 60 m



Operating Pressure Range



= 3 – 5.5 kg/cm2



Speed



= 3000 rpm



5) Recirculating Holding System Sistem ini tidak didesain untuk menghasilkan saluran yang memadahi untuk membuang sewage dalam area yang terkontrol.



31



Sistem ini didesain untuk memenuhi jumlah minimum kotoran sanitari kapal selama kapal berlabuh. Kemudian dapat dipompakan keluar pada area bebas atau fasilitas yang didapat dari pelabuhan. Cairan yang memenuhi diminimumkan oleh pembuangan air yang sudah kotor dari shower, bak mandi, pencuci tangan, dapat langsung dibuang ke overboard dan dengan menggunakan cairan yang dikumpulkan didalam holding tank sebagai pembilas dan media pemindah. Parameter sistem ini untuk menghasilkan cairan yang disirkulasi ulang sehingga akan diterima dengan layak dan relatif tidak berbahaya. Kotoran yang memenuhi harus diterima setelah periode pengendapan yang lama ke fasilitas pelabuhan. Pada desain untuk kapal ini menggunakan jenis chemical recirculating sistem. Penting sekali untuk menjaga kadar kimia secara tepat dan ini ditentukan oleh pengambilan sample setiap hari dan dilakukan tes kimia yang sederhana, Kegagalan untuk menjaga kadar yang tepat dapat dihasilkan dari bau kimia dari air bilas dan warna yang pekat. Dengan kadar yang tidak tepat memungkinkan untuk meningkatkan alkaline yang akan menyebabkan korosi pada pipa dan tangki. 4. Perawatan Sewage Treatment Plant a. Periksa harian kondisi basket screen dan bila ada kotoran bersihkan, hal ini agar aliran air limbah dapat lancar ke proses Sewage Treatment Plant.



32



b. Bersihkan grease trap dari lemak. Apabila terlalu lama maka lemak akan mengeras. Dan bisa menyebabkan bau, jika pemakaian atau kapasitas air limbah besar maka bisa kita lakukan pengangkutan lemak secara harian. c. Pengangkutan lumpur kita lakukan setahun sekali atau dua kali tergantung beban limbah. d. Pemeriksaan dan pemeliharaan rutin pompa, discharge pompa dan blower lakukan rutin 3 bulan sekali.



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian pada bab III berkaitan dengan tidak di approvednya sewage treatment plant pada saat annual survey maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Adanya kotoran yang mengendap di dalam sludge return line sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik 2. Kurangnya maintenance yang dilakukan sehingga kotoran dapat mengendap di dalam sludge return line pada sewage treatment plant



B. Saran 1. Guna menghindari endapan kotoran di dalam sludge return line hendaklah dilakukan pengecekan secara berkala dan apabila terlihat ada kotoran maka di lakukan cleaning 2. Dalam melakukan weekly maintenance sebaiknya dilakukan flashing pada line-line dan chamber sewage treatment plant dengan menggunakan fresh water (air tawar) agar tidak terdapat kotoran yang mengendap pada lineline dan chamber sewage treatment plant



DAFTAR PUSTAKA Eckenfelder, W.W. 2000. Industrial Water Pollution Control 3th ed. Singapore: Mc Graw Hill Book Co. Fitria, D. Scholz, M dan Swift, G.M. 2014.The Influence of Different Coagulants on Sludge Dewaterability Ph.D Thesis. Civil Engineering Research Centre, School of Computing, Science and Engineering, The University of Salford, Newton Building, Salford M5 4WT, England, United Kingdom. Hermana. 2011. Perencanaan Detail Unit-Unit Tahap Pengolahan Lumpur Secara Aerobik dan Anaerobik. Jurusan Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Surabaya. Surabaya. International Maritime Organization 1997, Guidelines for the implementation of Annex I to Annex VI of Marpol 73/78, London: International Maritime Organization. International Maritime organization Publication Number IMO- 592E. Guidelines for performance Tests of Sewage Treatment Plants. London : International Maritime Organization Larry D.B. Joseph F.J and Barron L.W. 1982. Process Chemistry for Water and Wastewater Treatment. Maleki, A.Z. Izanloo, M.A dan Rezaee, R. 2009. Composting Plant Leachate Treatment by Coagulation–Flocculation Process. American–Eurasian J. Agric & Environ. Nathanson, J.A. 1986. Basic Environmental Technology : Water Supply, Waste Disposal, dan Pollution Control. John Willey & Sons, Inc. New York. Pusteklim. 2007. Pelatihan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air limbah, Yayasan Dian Desa. Yogyakarta.