Shidiq Hasan Khan Tafsir Fathul Bayan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MUHAMMAD SHIDDIQ HASAN KHAN AL QANUJI DAN TAFSIRNYA BAB I A. Riwayat Hidup Muhammad Shiddiq Hasan Khan Muhammad Shiddiq Hasan Klan memiliki nama lengkap Abu Thibb Muhammad Shiddiq Hasan Khan bin Hasan bin „Ali bin Lathfullah Al-Husaini Al-Bukhari AlQinauji Al- Hindi (India). la juga dijuluki dengan Nawwab yakni seorang menteri dalam suatu kerajaan," ia sendiri masih keturunan Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib. Ia merupakan ulama yang termasyhur di India pada masanya, seorang ulama yang ahli dalam bidang Tafsir, Hadits, dan Ushul Fikih serta penghidup sunnah dan memberantas bid‟ah.‟G Ia lahir pada waktu Dhuha di hari Ahad, 19 Jumadi Al-Ula 1248 H,” atau 14 Oktober 1832 M, di tempat tinggal ibunya yakni Barili" (sebuah desa kecil di anak benua India) Sejak umur 6 tahun”, Muhammad Shiddiq Hasan Khan ditinggalkan oleh ayahnya (Al-Maj id Al-Fadhil Hasan bin „Ali) dan hidup bersama ibunya, ia diasuh dan mendapatkan kasih sayang dari ibunya dan cinta kepada ilmu dan ulama. Pada usia 2 I tahun ia belajar tentang ilmu Kebahasaan, Tafsir, Hadits, dan Fikih. Sejak usia muda ia memulai karirnya sebagai Mufti di Delhi sebagai pengajar dan menjadi Khotib di masjid Ibrahim Khan (Bhopal), setelah ditunjuk oleh Kolonial Inggris. Pada tahun 1855 M, ia dan Syekh Ali Abbas mengalami perdebatan sengit mengenai huqqah (kotak kecil) dan ia mengalah, pada akliirnya ia harus kembali ke tanah kelahiran. Pada tahun 1857 M, dalam pertempuran untuk pembebasan, ia memberi fatwa Jihad melawan pemerintahan Inggris yang menyebabkan ia dipenjarakan, hartanya dirampas dan buku-bukunya yang banyak dan bernilai dibakar habis1 Pada tanggal 2 Juni 1857 M, gerakan kemerdekaan dimulai dan kerusuhan terjadi di banyak kota yang dipimpin oleh Muhammad Shiddiq Hasan Khan. Mengakibatkan ia dan keluarganya pergi ke daerah Balgram. Ia sempat akan diangkat menjadi hakim oleh Sikandar Begum, namun belum sampai ke Bhopal ia malah diusir dari negeri Bhopal. Setelah kerusuhan berakhir, ia kembali ke Qanuj dan penguasa Bhopal memanggilnya untuk memberikannya pekerjaan, namun para pembenci menghasud Sikandar Begum, sehingga ia mengalami masa sulit dalam pekerjaannya. Pada tahun 1859 M, Sikandar Begum menyatakan penyesalannya terhadap Muhammad Shiddiq Hasan Khan atas kekeliruan yang telah ia lakukan kepadanya Pada akhirnya Muhammad Shiddiq Hasan Khan dinikahkan oleh Nawab Munshi Jamaludin Khan dengan putrinya bernama Zakiyah Begum (seorang janda), pada tanggal 25 Syaban 1277 H. dari pernikahannya ia dan istrinya dikaruniai dua orang putra dan satu putri yakni Sayyid Nur Al-Hasan Khan Tayyib dan Sayid Ali Hasan Khan Tahir serta Safiyah Begum. Kemudian, Muhammad Shiddiq Hasan Khan menikahi juga Shah Jahan Begum (seorang janda), karena suaminya meninggal pada tahun 1284 M, ia dan Shah Jahan Begum menikah pada tanggal 17 Safar 1288 H/8 Mei 1871 M. Pada tahun 1885 M, menunaikan Haji, kemudian ia beritikaf selama 8 bulan dan pulang ke Bahubal, beliau tinggal di daerah itu dan menyibukkan diri untuk belajar dan mengarang, sehingga 1



Muhamirind „Ali lyazi, N1-.Wufas.siren Hayâtuhum w'a .k lanhajuhum, fR: Mu‟ososah At-Thabñ‟ah wa An-Noshr wa Zñrah al-Tsaqâfah Al-lrsyñd Al-lslâmi, It), lilm. 535



1



beliau menjadi imam/ketua dalam tafsir „aqli dan naqli, imam dalam ilmu-ilmu cabang dan ushul, dan beliau bersungguh-sungguh dalam mendalami al-Qur‟an dan Hadits. Muhammad Shiddiq Hasan Khan selama hidupnya mengabdikan diri untuk menyibukan diri untuk membuat karya-karya yang sangat luar biasa dan sampai saat ini menjadi rujukan dalam bidang kajian ilmu tafsir khususnya. Ia meninggal dunia pada usia 59 tahun tepatnya pada tanggal 29 Jumâdi Tsâni 1307 H7/ 20 Februari 1890 M.2 B. Guru-guru Muhammad Shiddiq Hasan Khan Kesungguhan Muhammad Shiddiq Hasan Khan dalam mendalami keilmuannya, ia lakukan dengan mengadakan rihlah ilmiah (mengambil ijazah dari para gurunya mengenai keilmuan tafsir dan hadits) di berbagai daerah dari tanah kelahirannya sampai ke daerah lainnya. Di antara guru-gurunya yang terkenal ialah: 1) Syekh Muhammad Shadr Ad-Din Khan Ad-Dahlawi (Murid Syekh Kamil Abdul Aziz dan Seorang Mufti di Delhi, India)3 2) Syekh Abdul Aziz Ad-Dahlawi (Seorang Ahli Hadits, anak dari Syekh Ahmad Waliyullah10 dan murid Syekh Muhammad Shadr Ad-Din) 3) Syekh Rafi‟uddin (Ahli Hadits, Saudaranya Syekh Abdul Aziz dan anak dari orang yang „alim yakni Ahmad ibn Abdurrahim Syah Waliyullah Ad-Dahlawi) 4) Syekh „Abdul Haq bin Fazlillah Banarsi 5) Syekh Muhammad bin Natsir (Murid dari Imam As-Syaukani) 6) Syekh Husein bin Muhsin Al-Yamani 7) Syekh Muhammad Ya‟kub Ad-Dahlawi (Murid Imam As-Syaukani) 8) Syekh Ishaq Hafid 9) Syekh Ahmad bin Hasan Al-„Arsy 10) Syekh Husein bin Muhsin As-Syabi‟i Al-Anshari (Seorang Hakim dan Murid dari Imam As- Syaukani)4 11) Syekh Mu‟ammar Abdul Haq Al-Hindi (Murid Imam As-Syaukani)5 Ia mengambil ijazah dan keilmuan dari guru-gurunya itu secara musyafahah (bertatap muka) dan menulis ijazahnya secara terpercaya dan sempurna. Para Syekh yang mengijazahinya itu disebutkan dan dikumpulkan dalam kitab “Al-Jâmi‟ Li Jamî‟ Ashnâf Al-„Ulûm Wa Anwâ‟u Al-Funûn”. Selain itu, Muhammad Shiddiq Hasan Khan memiliki seorang kakak dan dia seorang ulama yang terkenal, berdakwah dan memerangi bid‟ah, khurafat dan musyrik yakni Al-Allamah Syekh Ahmad bin Hasan bin Ali Al-Qinauji (1246 – 1277 H). Syekh Ahmad bin Hasan merupakan seorang murid dari Abdul Jalil al-Kuli, mendapat ijazah dari Syekh Abdul Ghani Al- Majdudi Ad-Dahlawi dan Syekh Sholih bin Muhammad



2



Ateeq Amjad, dan Muhammad Shiddiq Hasan Khan, Al-Inthiqâd Al-Rajîh fî Syarh Al-„Ithiqâd Al- Shahîh, (Beirut: Dar Ibn Hazm, 2000), hlm. 7 3 Muhammad Shiddiq Hasan Khan, Abjad Al-„Ulûm, Juz 3, (Damaskus: tt, 1978), hlm. 271-272. 4



Muh. Mahdi Ali Al-Humudi, Al-Inthiqâd Al-Rajîh fî Syarh Al-„Ithiqâd Al-Shahîh, hlm. 10 Muhammad Shiddiq Hasan Khan, Al-Tâj Al-Mukalal min Jawâhir Maâtsar Al-Tharâz Al-Âkhir wa AlAwwal, hlm. 536 5



2



Al-„Amri As-Syahir Al-Falani, Syekh Ahmad bin Hasan memiliki karya yang sangat terkenal yaitu As-Syihâb Al-Tsaqîb. C. Murid-murid Muhammad Shiddiq Hasan Khan Muhammad Shiddiq Hasan Khan dalam setiap perjalanan menimba ilmu di berbagai wilayah yang ia kunjungi dari para guru yang terkenal pada masanya, 6 sehingga tak sedikit pula ilmu yang ia amalkan dengan mangajarkan kepada murid-muridnya, tidak sedikit murid yang belajar kepadanya. Akan tetapi, di antara muridnya yang tersohor dan menjadi ulama yang terkenal ialah Syekh Yahya bin Muhammad bin Ahmad bin Hasan Al-Hazimi (seorang ahli hadits dan Hakim di kota „And) dan Syekh Al-„Allamah Nu‟man Khairuddin Al-Alusi (seorang Mufti di Kota Baghdad) D. Pandangan Ulama tentang Muhammad Shiddiq Hasan Khan 1) Imam Al-Alusi berkata: sesungguhnya keseluruhan madzhab Hanbali mengagungkan Muhammad Shiddiq Hasan Khan, menerima aqidahnya dan mendengarkan perkataannya. 2) Imam Al-Kittani berkata: sesungguhnya Syekh Shiddiq Khan adalah senior ulamaulama India yang memiliki kontribusi dalam menghidupkan banyak kitab-kitab hadits dan pengetahuan tentangnya serta ilmu-ilmu selain hadits. Pengarang „Aunul M‟abud „ala Sunan Abi Daud, mengkategorikan beliau termasuk tokoh pembaharu pada abad 12 H. 3) Syekh Abdurrozak Al-Bathori Ad-Dimsaqi berkata: Sungguh Imam Shiddiq Khan merupakan pemimpin Ulama India, beliau adalah sumber ilmu, seorang Mujtahid, Pembaharu dalam menyiarkan ilmunya, menghidupkan sunnah-sunnah yang mati dan dalil- dalil yang terang dari al-Qur‟an dan Sunnah. 4) Al-Alamah Muhammad Munir Ad-Dimsaqi Al-Misri menambahkan: berapa banyak beliau menolong ilmu dan Ulama walaupun banyak diingkari oleh orang yang hasud kepadanya. 5) Syekh Abu Hasan An-Nadwi berkata: Sungguh Shiddiq Khan secara pribadi telah melakukan upaya-upaya yang tidak dilakukan oleh majelis-majelis ilmu dalam mengarang dengan keterangan yang banyak dan penerbitan yang banyak. E. Karya-karya Muhammad Shiddiq Hasan Khan Muhammad Shiddiq Hasan Khan pertama kali memulai menulis pada tahun 1270 H, yakni dengan judul kitab Tarjamah Al-Marâh fi Al-Tashr7 ia merupakan pemikir dan reformis India, melahirkan banyak karya dengan berbahasa Urdu, Persia dan Arab, dan tersebar luas di seluruh dunia serta terhitung karyanya mencapai 300 buah. Akan tetapi, di dalam Muqaddimah kitab tafsir Muhammad Shiddiq Hasan Khan disebutkan sebanyak 222 kitab yang ditulis dan di antara 56 kitabnya ditulis dengan bahasa arab secara 6



Adapun wilayah yang pernah dikunjungi ialah Bhopal (India), Kairo, Konstantinopel (Turki), Mekkah, Madinah, Hijaz, Yaman, Zabid, Bayt Al-Fiqh, Hadidah, „Adn, Marwah, Baghdad, Mesir, Syam, Iskandariyah, Beirut, Istanbul (Turki), Al-Quds, Al-Jazair, Bulgaria, Kazan, seluruh wilayah Persia seperti Asfahan, Teheran, Iran dan lain-lain. Diambil dari Muhammad Shiddiq Hasan Khan, Al-Inthiqâd Al-Rajîh fî Syarh Al-„Ithiqâd AlShahîh,, hlm. 9-10. 7



Muhammad Shiddiq Hasan Khan, Al-Inthiqâd Al-Rajîh fî Syarh Al-„Ithiqâd Al-Shahîh, hlm. 9



3



fushah.Namun, menurut Ateeq Amjad dalam artikelnya “Nawab Siddiq Hasan Khan fi Khidmat Al-Hadits”, karya Muhammad Shiddiq Hasan Khan dalam Bahasa Arab 54 kitab, Bahasa Perisa 40 kitab dan Bahasa Urdu 104 kitab. Dengan rincian sebagai berikut: 1. Karya dalam Bahasa Arab a. Tafsir: - Fatẖ Al-Bayân fî Maqâsid Al-Qur‟ân (Pembuka penjelasan di dalam mengungkap maksud-maksud al-Qur‟an) kurang lebi sekitar 4800 halaman. - Nayl Al-Marâm min Tafsîr Ayât Al-Ahkâm (Nilai-nilai yang mulia dari penjelasan ayat- ayat hukum) b. Hadits dan ilmunya: - Arbâ‟ûna Hadithan fi Fadhâil Al-Hajj wal „Umrah (40 Hadits di dalam keutamaan- keutamaan Haji dan Umrah). - Arbâ'ûna Hadithan Mutawatirah (40 Hadits yang Mutawatir) c. Fiqih dan Ushul Fiqih: - Al-Jannah fî Uswah Al-Hasanah bi Sunnah (Kebahagiaan di dalam contoh yang baik pada Sunnah) - Al-Iqlid li Adillah Al-Ijtihad wa taqlîd (Ikutilah hukum-hukum dalam berijtihad dan taklid) d. Aqidah: -



Qatf At-Thamar fi Aqâid Ahlil Atshar (Memetik buah di dalam keyakinan ahli atsar) - Intiqad Ar-Rajî‟ bi Syarh Al-'Itiqad As-Shahih (Kritikan yang unggul pada penjelasan keyakinan yang benar) e. Sejarah: - Abjad Al-Ulûm (Huruf-huruf Ilmu) - Rihlah As-Sidhîq ila Bayt Al-'Atîq (Perjalanan Imam Shiddiq ke Bayt Al-„Atiq) f. Ilmu Bahasa Arab, Balaghah, Puisi, dan sebagainya: -



Al-Balaghah ilâ Ushûl Al-lughah (Balaghah terhadap asal mula bahasa) Ihyâ Al-Mayit bi dzikr Manâqib Ahlil Bayt (Memperingati orang meninggal dengan dzikir Manaqib Ahli Bayt) Riyadh Al-Jannah fi Tarajim Ahli Sunnah (Taman Surga dalam pandangan Ahli Sunnah)



2. Karya dalam Bahasa Persia a. Al-Qur‟an dan ilmu berkaitan: Ifadat As-syuyûkh bi Miqdar An-nasikh wal Mansûkh (Faedah-faedah para guru dengan asumsi Nasikh Mansukh) b. Hadits dan ilmu berkaitan: Misk Al-Khitam Syarh Bulûghul Marâm (Penutup yang baik pada penjelasan kitab Bulughul Maram) c. Fiqih dan Ushul Fiqih: Hidâyah As-Sâil ilâ Al-„Adilah Al-Masâil (Petunjuk bagi orang yang bertanya terhadap dalil-dalil masalah) 4



d. Aqidah: Tarjamah Shir'at Al-Islâm (Terjemah cara Islam) e. Sejarah: An-Nahj Al-Maqbûl min Syar'i‟Ar-Rasûl (Metode yang disepakati dari syariatsyariat Rasul) f. Ilmu Bahasa Arab, Puisi dan lain-lain: Gul Ra'ina (Bunga Ra‟ina) 3. Karya dalam Bahasa Urdu a. Al-Qur‟an dan ilmu berkaitan: - Tafsîr Tarjuman Al-Quran bi Lathâif Al-Qur‟an (Penafsiran para penerjemah dalam memahami al-Qur‟an) - Tazakur Al-Kull bi Tafsîr Al-Fatihah wa Arba'ah Qull (Pengingat hari esok pada Tafsir Al-Fatihah dan 4 Qul (Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan Al-Kafirun)) b. Hadits dan ilmu berkaitan: - Ziyadat Al-Iman (Penambah Keimanan) - Sabîl Ar-Rashad (Jalan Kebenaran) c. Fiqih dan Ushul Fiqih: - Fatẖ Al-Mughîts (Pembuka Pertolongan) - Ta'lîm As-Salah (Pendidikan Shalat) d. Aqidah: - Ta'lîm Al-Iman (Pendidikan Iman) - Da'wat Al-Haqq (Ajakan-ajakan Kebenaran) e. Kabar Akhirat dan Tasawuf: - Iqtirab As-Sa'ah (Kiamat telah dekat) - Ziyadat Al-Iman bi A'mal Al-Jannan (Penambah Iman dengan amalan-amalan Surga) f. Sejarah, Manaqib, dan sebagainya: - Tarjûman Wahâbiyah (Penjelasan tentang Wahabi) - Khalq Insan (Penciptaan Manusia) Dalam kitab Harakat At-Ta‟lîf bi Lughat Al-„Arobiyyah fî Al-Iqlîm Asy-Syarqi fî Al- Qarnain Ats-Tsamîn „Asyara wa At-Tasi‟ „Asyara, karya Jamil Ahmad menyebutkan bahwa karya-karya Muhammad Shiddiq Hasan Khanyang sangat banyak itu terbagi menjadi 3 bagian yakni karya yang telah terbit dan dipublikasikan, bentuk manuskrip dan belum ditemukan keberadaan karya Muhammad Shiddiq Hasan Khan yang lain. 8 F. Sejarah India Ketika Muhammad Shiddiq Hasan Khan Hidup Islam hadir di India pada tahun 712 M, dipimpin oleh Muhammad bin Qasim alThaqafi yakni seorang panglima perang bani Umayah di masa Khalifah Walid bin „Abd Malik (388- 421H). Bangsa India banyak belajar kepada bangsa Yunani tentang mengatur 8



Jamil Ahmad, Harakat At-Ta‟lîf bi Lughat Al-„Arobiyyah fî Al-Iqlîm Asy-Syarqi fî Al-Qarnain AtsTsamîn „Asyara wa At-Tasi‟ „Asyara, (tt: Wajadah At-Tsaqofah Wa Irsyadil Qaumi, 1977), hlm. 274



5



dan mengolah negara dalam semua bidang.9 Islam berjaya pada puncaknya di India yakni pada masa kerajaan Mughal, ketika Muhammad Shiddiq Hasan Khan hidup pada masa Sultan yang memimpin dinasti Mughal pada saat itu ialah Sultan Akbar II (1806-1837 M) dan Bahadur Syah II (1837-1858 M).10 Dinasti Mughal mengalami keruntuhan dan kemunduran, setelah Sultan Bahadur Syah II (lahir 24 Oktober 1775 M) meninggal di tahun 1862 M. Problem itu disebabkan pada 3 aspek penting: Pertama, tidak ada lagi Sultan yang kuat sesudahnya. Kedua, kekuatan Hindu semakin kokoh yang dipimpin Maratha. Ketiga, penjajah Inggris semakin kuat di India. Kemunduran dinasti Mughal disebabkan pula oleh kekuasaan para raja-raja terdahulu yang bersifat sementara, karena banyaknya problematika setiap kebijakan pemimpin yang menyebabkan kuatnya Hinduisme sejak dulu dan campur tangan Inggris sehingga terjadilah pemberontakan dari kelompok tertentu. Kekuasaan Inggris yang sangat kuat membuat Sultan Sirajuddin Bahadur Syah II disebut sebagai pemberontak dan akhirnya ia disingkirkan oleh Inggris.11 Hal tersebut menyebabkan masyarakat mengalami kesusahan dalam segala aspek. Para ulama menyerukan gerakan melawan penjajah. Gerakan mujahidin dibentuk oleh Sayyid Ahmad Syahid (lahir 1786 M/ wafat 1831 M) dan gerakan pemikiran dipelopori oleh Syah Waliullah (lahir 1114 H/ wafat 1176 H). Dua hal tersebut yang lebih dominan adalah inti pembaharuan pemikiran yakni politik dan akidah. Muhammad Shiddiq Hasan Khan termasuk pahlawan reformis yang meneruskan perjuangan jihad dalam pembaharuan pemikiran, khususnya dalam bidang keilmuan Islam.12 Kelahiran Muhammad Shiddiq Hasan Khan di tanah India merubah peradaban yang semula sangat tidak nyaman dengan adanya penjajahan Inggris di India, menyebabkan banyaknya agitator-agitator yang direncanakan oleh para koloni Inggris yang sangat menguntungkan pihak Inggris dibanding dengan pihak India sendiri. Dengan kata lain, ia adalah seorang reformis bagi umat muslim India dengan mendirikan Dâr Aẖl Al-Hadîts dan pemikiran pembaharuannya yang merujuk pada Al-Syaukani. Ia adalah ulama yang disebut sebagai anti kolonial oleh kerajaan Begum, sehingga Inggris membuat jaringan internasional untuk menghasut dan menggulingkannya. Muhammad Shiddiq Hasan Khan dikenal dengan sebutan wahabi, fanatik dan puritan oleh para penghasut. Muhammad Shiddiq Hasan Khan sendiri bukanlah seorang penghasut (agitator) antiInggris. Ia tidak mendukung pemberontakan Mahdi di Sudan dan bahkan tidak membenarkan Jihad Islam melawan Inggris di India. Dia memilih untuk bekerjasama yang erat dari penguasa Muslim dan pemerintah Inggris dalam kerangka Syariat Islam. Selain itu, ia seorang ulama yang meninggalkan taqlid buta (mengambil sumber yang tidak shahih). Secara umum beliau berjalan di atas akidahnya ahlussunnah dan ahli hadis. Oleh 9



Saidul Amin, 2012, Pembaharuan Pemikiran Islam, Jurnal Ushuluddin. No. 1, Vol XVIII: hlm. 85, Abdul Syukur Al-Azizi, Sejarah Terlengkap Peradaban Islam, Cet.1, (Yogyakarta: Noktah, 2017), hlm.



10



362. 11



C.E. Bosworth, Dinasti-dinasti Islam, diterjemahkan oleh Ilyas Hasan, dari The islamic Dynasties (Bandug: Mizan, 1993), hlm. 235-238. 12 Pemikiran akidah berisikan pada aspek ketauhidan yaitu Allah harus disembah tanpa perantara, serta permasalahan tawassul dan wasilah yang berintikan bahwa kedudukan manusia dihadapan Allah itu sama, sehingga tidak dibenarkan manusia meminta pertolongan manusia dalam masalah Ibadah. Diambil dari Saidul Amin, Ibid, hlm. 86-87



6



karenanya pada tahun 1285 H beliau menunaikan ibadah haji di Baitullah dan dalam kesempatan tersebut beliau bertemu dengan ulama Ahlus Sunnah wal Jama‟ah seperti Syaikh Hamd bin Ali bin Muhammad pengarang kitab Fathul Bayan. Syaikh Hamd memberikan nasihat yang sangat berharga kepada beliau sekaligus mempersaksikan keilmuannya. Syaikh Hamd juga menganjurkan agar mempelajari dan mengambil faedah dari dua ulama besar yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab Dar‟ut Ta‟arudh Al Aqli wan Naqli, Ash Shawaiq Al Mursalah, Ijtima‟ Al Juyusy Islamiyah, dan selainnya. Di antara kitab yang menunjukkan kelurusan akidahnya adalah sebuah risalah karyanya yang berjudul Qathfuts Tsamar fi Bayani Aqidah Ahlil Atsar. Syaikh juga menulis sebuah kitab yang berjudul Qashdus Sabil fi Dzammil Kalam wa At Ta‟wil. Akhir hayatnya pada tahun 1357 H atau bertepatan dengan 1889 Masehi atas wafatnya ulama besar ini. Beliau meninggal dalam usia lima puluh sembilan tahun dan meninggalkan dua putra, yaitu Abul khair Mir Nurul Hasan Khan Ath Thayyib dan putra keduanya bernama Abu An Nashr Mir Ali Hasan Khan Ath Thahir. Semoga Allah memberikan balasan yang terbaik dan melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau. BAB II Kitab Tafsir Fatẖ Al-Bayân fî Maqâshid Al-Qur’ân A. Latar Belakang Penulisan Kondisi India saat Muhammad Shiddiq Hasan Khan hidup, rakyatnya sedang berjuang melawan Inggris. Adanya pemberontakan India yang terjadi tahun 1857 M terkenal dengan “Pemberontakan Sipahi”.13 Hal tersebut bukan salah satu penyebab ia menulis karya yang sangat monumental yakni kitab tafsir Fatẖ Al-Bayân fî Maqâshid Al-Qur‟ân (pembuka penjelasan tentang tujuan-tujuan al- Qur‟an)14. Akan tetapi, dilihat dari namanya mengindikasikan bahwa tafsir ini ditulis untuk memberikan pencerahan kepada Umat Islam India agar paham kitab sucinya dan bisa mngamalkan isinya. Tafsir ini bertujuan untuk mengetahui makna dan hukum syariat yang tergolong perbuatan. Faidah-faidah yang manusia tentang ketetapan hukum-hukum syariat dengan arah yang benar dan tema-temanya yang berkaitan dengan kalam Allah Swt. Penjelasan al-Qur‟an sebagai sumber hukum, setiap pembahasan dan tujuan sampai pemahaman makna al- Qur‟an dan ketetapan hukumnya untuk menghasilkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Kemuliaan ilmu, keagungannya, dan pokok-pokok tujuannya. Hal lain yang melatarbelakangi penulisan kitab tafsir Fatẖ Al-Bayân fî Maqâshid AlQur‟ân yakni pendapat Muhammad Shiddiq Hasan Khan di dalam muqaddimah-nya: “Setiap kali menjelaskan tentang penafsiran isi kitab ini saya merasa ada dua hal yang perlu dijelaskan yakni mengumpulkan dua metode yang dapat dipertanggungjawabkan di dalam hati (hafalan). Tidak mencampurkan tafsir 13



Hamka, Sejarah Umat Islam, (Singapura: Pustaka Nasional, 2006), hlm. 520-521 Kitab tafsir tersebut diterbitkan dalam 3 fase yakni dicetak di Bhopal 4 Jilid, 10 jilid di Mesir 1302 H dan disempurnakan menjadi 15 Jilid di Maktabah Al-„Ashirah. Diambil dari Muhammad Shiddiq Hasan Khan, AlIntiqâd Al-Rajîh, hlm. 23 14



7



bi ra‟yi yang sangat membahayakan, sehingga ada yang meminta kepadaku yaitu ahli ilmu untuk mengumpulkan ayat-ayat di dalam al-Qur‟an menjadi satu kitab tafsir utuh, dan hal itu bukan karena kehendak saya sendiri, dan tidak mampu menolong apa yang mereka perbuat, dan menjawab apa yang mereka minta. Sebenarnya hal ini adalah nikmat dari Allah swt atas rahasiaNya, hanya mengikuti wasiat Rasulullah saw. dan hanya mengikuti ulamaulama salaf terdahulu di dalam mengumpulkan ilmu-ilmu agama untuk menetapkan suatu kebenaran yang hak.15” Alasan yang masih mendasar terhadap karya tafsir Fatẖ Al-Bayân fî Maqâshid AlQur‟ân, ialah menolong as-sunnah dan menulis karangannya yang mulia, dengan menggunakan bahasa Arab yang pasih, bahasa Persia dan India (Urdu). Mengorbankan harta beliau yang banyak dalam menyebarkan ilmu dengan cara mencetak/menerbitkan dan mempublikasikan karya-karyanya.16 Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa ada beberapa faktor yang melatar belakangi penulisan kitab tafsir Fatẖ Al-Bayân fî Maqâshid Al-Qur‟ân, di antaranya ialah Pertama, Faktor internal mufassir. Poin ini terkait dengan kasus sosio-politik yang dialami Muhammad Shiddiq Hasan Khan. Negara yang sedang sangat rumit dengan adanya penjajahan Inggris di daerahnya (Qinauji)-India. Muhammad Shiddiq Hasan Khan mendapatkan motivasi yang tinggi untuk menghasilkan sebuah karya dari keilmuan yang dimiliki dari rihlah ilmiahnya di berbagai daerah. Perhatiannya yang sangat luar biasa kepada sunnah-sunnah Nabi Saw, khususnya dalam bidang penafsiran al-Qur‟an. Kedua, Faktor eksternal yakni adanya dorongan dari para ahli ilmu pada saat itu. B. Sumber-sumber Rujukan Penafsiran Pada umumnya para mufassir dalam menjelaskan isi kandungan ayat al-Qur‟an tidak selalu pada pendapat yang diungkapkan oleh penafsir sendiri. Akan tetapi, guna melengkapi dan memperluas penjelasan yang dituliskan di dalam tafsirnya, maka para mufassir merujuk pendapat-pendapat dari mufassir lain di dalam kitab tafsir karangan mereka. Dengan demikian, Muhammad Shiddiq Hasan Khan dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an pada kitab tafsir Fatẖ Al-Bayân fî Maqâshid Al-Qur‟ân mengutip beberapa sumber rujukan keterangan dari para mufassir yang lain. Pengambilan rujukan-rujukan hadits di dalam penafsiran yang ia lakukan yakni dengan mengambil jalan riwayatnya shahih. Ia mengkritik hadits Zamakhsyari yang diambil dari tafsir Al-Tsa‟labi. Menurut Muhammad Shiddiq Hasan Khan, Zamakhsyari mengambil hadits-hadits yang dhaî‟f (lemah), keduanya tidak mengetahui ilmu hadits. Menanggapi masalah ini, tentunya tidak boleh toleran serta harus ditinggalkan meskipun hal itu diperbolehkan digunakan untuk Fadhâil „Amal. Tafsir Fatẖ Al-Bayân fi Maqâshid Al-Qur‟ân merupakan salah satu karya terbesar dalam khazanah penafsiran al-Qur‟an pada Abad ke-12 H atau Abad 18 M. Tafsir tersebut merupakan tafsir yang disesuaikan secara mushafi yakni diawali dengan Surat Al-Fatihah 15



16



Muhammad Shiddiq Hasan Khan, Juz 1, hlm. 20 Muhammad Shiddiq Hasan Khan, Juz 1, hlm. 6



8



dan diakhiri dengan Suart An-Nas. Karya tersebut tidak lepas dari sumber-sumber rujukan (muraji‟) yang diambil oleh Muhammad Shiddiq Hasan Khan dalam menafsirkan al-Qur‟an, mencakup pembaharuan gaya bahasa, penjelasan (esensial), dan mendahulukan teori-teori ilmiah serta tidak memasukan makna-makna asing di dalam tafsirnya, kosong dari cerita-cerita Isra‟iliyat dan bebas dari takhayul (khayalan). C. Metode dan Corak Penafsiran Metode tafsir yang digunakan dalam tafsir tersebut ialah tahlîlî yakni seorang mufassir terikat pada susunan ayat dan surat dalam mushaf. Corak penafsiran tafsir Fatẖ AlBayân fi Maqâshid Al-Qur‟ân secara basisnya itu fiqih17 dan kebahasaan. Tafsir Fatẖ AlBayân fi Maqâshid Al-Qur‟ân menggabungkan jenis tafsir Ar-Riwâyah18 dan Dirâyah19. Ali Iyazi meengutip dari muqaddimah tafsir Muhammad Shiddiq Hasan Khan bahwa: “Metode dalam tafsir Muhammad Shiddiq Hasan Khan yakni diawali dengan menyebut nama surat dan maknanya, maksud nama-nama surat secara tauqifiyah, menyusun surat-surat dan ayat-ayat, mengutip di dalam penafsirannya dengan hadits Nabi saw. menyebutkan keutamaan surat dan qiro‟at-qiro‟at-nya, memasukan dan menyebutkan makna jumlah serta sisi i‟rob (nahwunya), mengutip perkataan- perkataan dari para sahabat dan para mufassir. Pengutipan yang ia ambil dari kabar-kabar yang shahih, yang riwayatnya sampai kepada Nabi saw, dan konsisten pada penafsiran sahabat, tabi‟i tabi‟in dari jalan ahl sunnah wal jama‟ah dan pemaparan yang lain dari berbagai penafsiran (pendapat-pendapat para mufassir) penjelasan lafadz yang dikutip diberikan penjelasan secara bahasa, jika ada dua makna yang bertentangan.” Pernyataan tersebut diambil dan dikomentari langsung oleh Ali Iyazi, seperti kalimat berikut ini: “Saya hanya meringkas penafsiran Muhammad Shiddiq Hasan Khan dalam kitabnya mengenai perkataan-perkataan yang lebih unggul dan i‟rob yang dibutuhkan ketika ada pertanyaan. Ia meninggalkan pendapat yang bertele-tele dalam menyebutkan perkataan-perkataan yang tidak diridhoi dan kisah-kisah yang tidak shahih, mencantumkan i‟rob, menyebutkan macam-macam qiro‟at (tujuh imam yang mahsyur), menyebutkan sebagian ucapan-ucapan orang-orang Arab yang kuat kedudukannya atau asbabul wurud-nya”. D. Metodenya Metode yang digunakan dalam mebuat tafsir metode Ijmali, berarti ringkasan, 17



Penafsir dalam menulis kitabnya mengkhususkan pada tafsir ayat-ayat yang di dalamnya tentang penafsiran tayat-ayat hukum, dan dibahas secara khusus dalam tafsirnya dengan nama kitabnya Nailul Marâm fî Tafsîr Ayâh al-Aẖkâm. Diambil dari Ali Iyazi, hlm. 537 18



Tafsir yang mendasarkan penafsirannya pada riwayat-riwayat yang bersumber dari Nabi Saw, Sahabat, Tabi‟in dan Tabi‟i Tabi‟in. 19 Tafsir yang menggunakan Ijtihad (keyakinan atau analogi). Dapat dilihat pada Rosihon Anwar, hlm. 220



9



ikhtisar, global. Sedangkan secara istilah yakni penafsiran al-Qur‟an yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan al-Qur‟an melalui pembahasan yang bersifat umum, tanpa uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas juga tidak dilakukan rinci. Metode ini menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsirannya sama dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang lebar. Keistimewaan tafsir ini praktis, sederhana, mudah dipahami, bebas dari penafsiran israiliyyat, akrab dengan bahasa al-Qur‟an, serta pesan dalam al-Qur‟an mudah ditangkap. Sedangkan kelemahannya ada pada penjelasannya yang terlalu ringkas hingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas. Selain itu tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai. E. Sistematika Tafsir Adapun sistematika penulisan tafsir Fatẖ Al-Bayân fî Maqâshid Al-Qur‟ân, adalah sebagai berikut: 1. Diawali dengan menyebutkan Basmallah bagi setiap surat, kecuali pada surat At-Taubah. 2. Menyebutkan nama setiap surat di dalam al-Qur‟an. 3. Menjelaskan secara global tentang maksud dari setiap nama surat, jumlah ayat, makkiyah dan madaniyah dengan mengutip pendapat ahli tafsir maupun hadits Nabi Saw yang shahih. 4. Terkadang menjelaskan keutamaan-keutamaan suatu surat dari surat-surat yang ada di dalam al-Qur‟an, seperti pada surat Al-Ikhlâsh. Karena, semua surat yang ada di alQur‟an tidak semuanya dijelaskan atau dicantumkan oleh Muhammad Shiddiq Hasan Khan. 5. Terkadang menyebutkan kutipan para ahli Qiro‟at di suatu ayat, seperti pada surat „Abasa [80] : 2. 6. Mencantumkan ayat-ayat dalam setiap surat yang ada di al-Qur‟an, kecuali pada surat At- Taubah yang diawali dengan penjelasan secara detail mengenai tidak adanya basmallah pada surat tersebut. 7. Menjelaskan setiap ayat dari surat al-Qur‟an dengan mengutip pendapat para ulama Tafsir, Hadits, dan Fikih. Tergantung pada konteks pembahasan atau topik pembicaraan ayat-ayat tersebut, namun terkadang menjelaskan secara global menurut pandangan Shiddiq Hasan Khan, jika diperlukan. 8. Pembahasan dari setiap ayat-ayat dalam al-Qur‟an terkadang panjang. Contohnya pada surat Al-Baqarah [2]:1, yang secara panjang lebar dijelaskan. Terkadang menjelaskan ayat yang sedikit sekali penjelasannya, seperti pada surat Al-A‟râf [7] : 1, yang mana penjelasannya sudah dijelaskan pada ayat 1 dari surat Al-Baqarah, karena penjelasannya sama. 9. Menjelaskan kosa kata dan kaidah-kaidah bahasa, jika hal itu diperlukan dalam suatu ayat, seperti pada surat Al-Mulk [67]:1 dan Ar-Rahmân [55]:1. 10. Penggunaan bahasa Arabnya sesuai dengan standarisasi Bahasa Arab fushah (sesuai dengan kaidah nahwu dan shorof) pada umumnya, bukan Bahasa Arab „Ammiyah (bahasa keseharian orang-orang Arab). 11. Setiap akhir pembahasan atau penafsiran dari setiap bagian-bagiannya (Juz) di dalam setiap tulisan diakhiri dengan kalimat syukur dan berkat pertolongan Allah disertai terkadang dengan mencantumkan ayat al-Qur‟an. 10



12. Termasuk pada tafsir non-ilmiah.20 Muhammad Shiddiq Hasan Khan ketika semua penafsiran sudah diselesaikan, menutupnya dengan kesimpulan yang berisi penjelasan proses penulisan dan penyelesaian karyanya tersebut yakni Fatẖ Al-Bayân fî Maqashîd Al-Qur‟ân dirampungkan kurang lebih selama setahun lebih tepatnya pada hari Jum‟at tanggal 29 Dzulhijjah 1289 H. F. Contoh Tafsirnya Qs. an-Nisa/59



ً ًِ ْ‫ك َخ ْي ٌر ًَأَحْ َس ُه تَأ‬ ‫يل‬ َ ِ‫اَّلل ًَا ْليَ ٌْ ِم ْاْل ِخ ِر ۚ َذل‬ َ ُ‫َّللا ًَال هرسٌُ ِل ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ْؤ ِمن‬ ِ ‫ٌن ِب ه‬ ِ ‫فَئِ ْن تَنَا َز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدًهُ ِإلَى ه‬ “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” Disebutkan di dalam kitab Fathul Bayan :



‫ ًأما في‬،‫ ىٌ الر ّد إلى سنتو المطيرة بعد مٌتو‬:‫ ًالر ّد إلى الرسٌل‬،‫ًالرد إلى َّللا ىٌ الر ّد إلى كتابو العسيس‬ ‫حياتو فالر ّد إليو سؤالو‬ “Mengembalikan kepada Allah yaitu mengembalikan kepada kitab yang mulia (Al-qur‟an), dan mengembalikan kepada Rasul maknanya mengembalikan kepada sunnah nabi shalallahu „alaihi wa sallam yang suci setelah beliau wafat. Dan bertanya kepada beliau tatkala beliau masih hidup.”21 G. Kelebihan dan Kekurangan Metode Ijmali. Dalam kaitan ini metode ijmali dalam penafsiran al-Qur`an memiliki kelebihan. Diantaranya adalah sebagi berikut: 1. Praktis dan mudah dipahami praktis tanpa berbelit-belit. Sesuai bagi yang ingin memperoleh pemahamanayat-ayat al-Qur`an dalam waktu yang relatif singkat. 2. Bebas dari penafsiran isra`iliyyat, dikarenakan ringkasnya penafsiran. 3. Menggunakan bahasa yang singkat dan dekat dengan bahasa al-Qur`an. Karena mufassir langsung menjelaskan pengertian kata atau ayat dengan sinonimnya dan tidak mengemukakan ide-ide atau pendapatnya secara pribadi. Sedangkan kelemahan yaitu 1. Kurang diperhatikan kaitan antara satu ayat dengan ayat-ayat yang lain. 2. Ruangan penafsiran terbatas untuk penjelasan yang memadai. 20



Tafsir non-ilmiah adalah tafsir yang ditulis bukan karena ada kepentingan akademik, namun bukan berarti tidak ilmiah, baik dari segi bentuk penulisan, bahasa maupun analisis yang digunakan. Diambil dari Ishlah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dan Hermeneutika hingga Ideologi, cet ke-1, (Yogyakarta: LKIS, 2013), hlm. 195 21



Imam Sidiq Hasan Khan ; Fathul Bayan Fi Maqashidil Qur‟an , jilid II hal. 101



11