SK Kebijakan PPI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT



RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT Jl. Letjend. Harun Sohar I No 28, Kode Pos 31414, Provinsi Sumatera Selatan Telp. (0731) 321785 Fax (0731)323080, Email : [email protected]



KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT NOMOR : 445.1/222/KEP/RSUD/2018 TENTANG



KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LAHAT DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT Menimbang



:



a.



b.



c.



Mengingat



:



1.



2.



3.



4.



5. 6. 7. 8.



bahwa dalam melaksanakan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD Lahat masih banyak kendala dan ketidak patuhan petugas. bahwa dalam usaha – usaha pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD Lahat dapat berjalan dengan baik, perlu adanya peraturan direktur tentang Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSUD Lahat sebagai landasan bagi penyelenggara seluruh pelayanan di RSUD Lahat. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir “a” dan “b”, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur RSUD Lahat. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 nomor 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5064) Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 nomor 153, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5072) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/ Menkes/ Per/ VIII/ 2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Di Lingkungan Departemen Kesehatan Permenkes RI nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Keputusan Menkes RI No. 129/ Menkes/ SK/ II/ 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Permenkes RI No 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :



1204/ Menkes/ SK/ III/ 2007 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. MEMUTUSKAN : Menetapkan PERTAMA



:



Keputusan Direktur RSUD Lahat tentang Kebijakan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit Umum Daerah Lahat.



:



Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit sebagaimana dimaksud diktum kesatu adalah sebagai pedoman / dijadikan acuan dalam melaksanakan program pencegahan dan pengendalian ienfeksi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Lahat. Pencegahan dan pengendalian infeksi yang dimaksud adalah bertujuan untuk : 1. Terlaksananya kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di seluruh unit pelayanan rumah sakit dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan. 2. Mengidentifikasi dan menurunkan resiko infeksi rumah sakit pada pasien yang dirawat di rumah sakit dalam rangka mendukung program keselamatan pasien. 3. Mencegah resiko terjadinya infeksi rumah sakit pada petugas kesehatan yang melakukan tindakan perawatan dalam rangka kesehatan dan keselamatan kerja. Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya keputusan ini, dibebankan kepada Anggaran RSUD Lahat. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan perubahan sebagaimana mestinya.



KEDUA



: KETIGA KEEMPAT



:



Ditetapkan di : Lahat Pada tanggal : 08 Januari 2018 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT, DIREKTUR



dr. Hj. Laela Cholik, M.Kes. NIP. 197003292002122002



Lampiran Nomor Tanggal



: : :



Keputusan Direktur RSUD Lahat 445.1/222/KEP/RSUD/2018 07 Juni 2018



KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LAHAT A. PROGRAM KEPEMIMPINAN DAN KOORDINASI 1. Semua instalasi dan unit kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Lahat harus melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI). 2. Direktur menunjuk 2 orang yang kompeten dalam praktik pencegahan dan pengendalian infeksi sebagai Infection Prevention and Control Nurse (IPCN) yang disesuaikan dengan kapasitas atau jumlah tempat tidur dan beberapa orang sebagai Infection Prevention and Control Link Nurse (IPCLN) dari tiap unit untuk mengawasi seluruh kegiatan pencegahandan pengendalian infeksi. 3. Direktur membentuk komite pencegahan dan pengendalian infeksi (KPPI) untuk menetapkan atau melakukan koordinasi program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit yang melibatkan dokter, perawat dan tenaga lainnya. 4. Komite PPI menyusun program kerja yang mengacu pada ilmu pengetahuan terkini, berdasarkan pedoman praktik yang diakui, berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan standar sanitasi nasional. 5. Rumah sakit menunjuk staf yang cukup, mengalokasikan sumber daya yang cukup serta mengadakan sistem manajemen informasi untuk mendukung program pencegahan dan pengendalian infeksi. 6. Dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi diterapkan kebijakan kewaspadaan isolasi yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi. a. Kewaspadaan Standar 1) Kebersihan Tangan 2) Penggunaan APD 3) Peralatan perawatan pasien 4) Pengendalian lingkungan 5) Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen 6) Kesehatan karyawan / perlindungan petugas kesehatan a) Monitoring dan support kesehatan petugas secara berkala. b) Pemberian vaksinasi kepada petugas kesehatan yang berisiko terpajan (hepatitis B, difteri) c) Menyediakan antivirus profilaksis. d) Penatalaksanaan dan monitoring pasca pajanan HBV, HCV, dan HIV. 7) Penempatan pasien. 8) Hygiene respirasi / etika batuk. Semua pasien, pengunjung dan petugas kesehatan dianjurkan selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernafasan untuk mencegah sekresi pernafasan.



Pemberian edukasi kepada petugas, pasien dan pengunjung rumah sakit tentang etika batuk untuk mencegah transmisi patogen. Pemasangan poster etika batuk, saat batuk atau bersin, tutup hidung dan mulut dengan tisue, segera buang tisue yang sudah dipakai dan lakukan kebersihan tangan. Bila tidak ada tissue atau sapu tangan tutuplah dengan lengan atas bagian dalam. Pakai masker bila sedang batuk. 9) Praktek menyuntik yang aman Gunakan jarum yang streil, sekali pakai pada setiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi. Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain. Perhatikan teknik aspetik dalam penyiapan dan pemberian obat intra vena. Jarum infus diganti setelah 3 x 24 jam atau bila ada tanda infeksi, pemberian total parenteral nutrition (TPN) set infus diganti setelah 24 jam, pemberian tranfusi darah / produk darah blood set diganti setelah 12 jam. 10) Praktek untuk lumbal punksi Pakai masker saat insersi cateter atau injeksi suatu obat ke dalam area spinal / epidural melalui prosedur lumbal punksi, misal saat melakukan anastesi spinal dan epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring. b. Kewaspadaan berdasarkan transmisi 1) Kewaspadaan transmisi kontak Penyakit dengan transmisi kontak adalah MDRO, MRSA, VRSA, VISa, VRE, MDRSP (Strp Pneumoniae), Herpes Simplex, SARS, RSV 2) Kewaspadaan transmisi droplet Penyakit dengan transmisi droplet adalah B. Pertusis, SARS, RSV, influenza, N. Mengingiditis, Adenovirus, Rhinovirus, Streptococus grup A, Mycoplasma Pneumoniae. 3) Kewaspadaan transmisi melalui udara (airbone precaution) Penyakit dengan transmisi airbone adalah : TB, Campak, Cacar Air, Norovirus, dan Rotavirus. B. FOKUS DARI PROGRAM 1. Komite PPI membuat program kerja tahunan yang komprehensif meliputi rencana menurunkan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien, menurunkan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan pada tenaga kesehatan, kegiatan surveilans yang sistematik dan proaktif, sistem investigasi sistem outbreak pada penyakit infeksi biasadan direview secara teratur. 2. Seluruh area perawatan pasien, area staf di rumah sakitdan area pengunjung dimasukkan dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi. 3. Komite PPI rumah sakit mengidentifikasi, menganalisa dan memberikan tindak lanjut pada resiko infeksi, tempat infeksi yang relevan dan alat-alat terkait,



prosedur dan praktek-praktek yang memberikan fokus dari upaya pencegahan dan penurunan risiko dan insiden infeksi terkait pelayanan kesehatan, antara lain : VAP dan HAP terkait prosedur dan peralatan terkait intubasi, ventilator, trakheostomi, ISK terkait prosedur pemasangan indwelling kateter urine, Phlebitis dan IADP terkait pemasangan kateter intravena sentral dan perifer, ILO terkait prosedur operasi, multi drug resistant organism (MDRO) dan muncul dan pemunculan ulang (emerging atau reemerging) infeksi di masyarakat serta melaksanakan assesment terhadap risiko infeksi (Infection Control Risk Assesment / ICRA). 4. Melakuakan ICRA setiap 6 bulan sekali terhadap prosedur dan proses-proses asuhan invasif yang beresiko terjadinya infeksi terhadap pasie seperti terpasang alat bantu nafas,pemasangan akses vena sentral,terapi cairan pencampuran obat suntik dan pemberian suntikan dan lumbal fungsi 5. Melakukan ICRA setahun sekali dengan berkoordinasi dengan unit terkait terhadap proses penunjang pelayanan sepertimprosedur dan proses sterilisasi,Pengelolaan sampah dan penyediaan makanan pelayanan dikamar jenasah,pelayanan binatu. 6. Rumah sakit mengidentifikasi proses terkait dengan risiko infeksi dan mengimplementasikan strategi penurunan risiko ineksi pada pemberian terapi intravena, obat harus dipersiapkan dan disalurkan dalam area yang bersih dengan peralatan dan supplai yang memadai (aseptik dispensing). 7. Pembersihan peralatan dan metode sterilisasi di pelayanan sterilisasi sentral sesuai tipe peralatan : a. Peralatan kritikal / Critical Items, yaitu peralatan bedah dan barang-barang yang akan bersentuhan dengan darah atau jaringan steril dibawah kulit, harus disterilisasi untuk menghancurkan semua mikroorganisme, termasuk endosprora bakterial. b. Peralatan semikritikal / Semicritical Items, yaitu peralatan atau barang yang hanya menyentuh selapit lendir atau kulit luar yang terluka, cukup dilakukan disinfeksi tingkat tinggi (DTT). c. Peralatan non kritikal / Non Critical Items setelah dipakai pasien harus dibersihan dan di disinfeksi sebelum dipakai untuk pasien lainnya. Disinfektan tingkat rendah untuk instrument non kritika dan lingkungan menggunakan alkohol 70 %. 8. Proses/Metode pembersihan, disinfeksi dan atau sterilisasi peralatan dilaksanakan tersentral kecuali ruang pelayanan pasien dengan peralatan terbatas dan utilisasi alat tinggi pengelolaan peralatan dilaksanakan di unit kerja terkait dengan mengacu pada standar pemprosesan yang sama dengan di instalasi CSSD dan pengawasan dilakukan oleh IPCN. 9. Pemilahan linen kotor sejak dari unit pemakai, dipisahkan antara linen kotor infeksius dan linen kotor non infeksius. Linen kotor infeksius dimasukkan dalam kontainer dengan tutup warna orange sedangkan linen kotor non infeksius dimasukkan kontainer



dengan tutup warna biru dan ditempatkan terpisah dengan linen bersih. Pemrosesan linen kotor tersentral di instalasi laundry, dipisahkan antara linen kotor infeksius da nnon infeksius. Alur masuk linen kotor berbeda dengan alur keluar linen bersih, linen bersih ditempatkan dalam kontainer dengan tutup hijau. Linen bersih disimpan ditempat yang bersih dan tidak lembab dengan jarak dari lantai minimal 30 cm, jarak dari dinding 20 cm dan jarak dari plafon 60 cm. 10. Pengelolaan peralatan perbekalan farmasi yang tidak layak pakai baik yang disebabkan karena ditarik dari peredaran oleh pabrik atau oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) oleh karena rusak atau kadaluwarsa, dilakukan dengan prosedur penghapusan dan pemusnahan perbekalan farmasi rusak dan kadaluwarsa. Prosedur ini meliputi proses identifikasi, proses penarikan, proses pengembalian ke farmasi, proses pemusnahan dan proses dokumentasi, serta monitoring. a. Alat kesehatan yang sudah melewati tanggal kadaluwarsanya (expired date) diinformasikan ke instalasi farmasi dan tidak boleh digunakan, peralatan instrumen yang sudah melewati tanggal batas kestesilannya diinformasikan ke CSSD untuk disteril ulang. b. Peralatan / alat kesehatan yang belum melewati tanggal kadaluwarsa tetapi kemasannya rusak atau terbuka, maka tidak boleh dipergunakan. 11. Penggunaan kembali peralatan dan material single use yang diresuse dilakukan sesuai standar prosedur operasional. a. Barang sekali pakai yang dapat dipakai ulang (reuse) harus melalui proses pre cleaning, pencucian, pembilasan, pengeringan, pengemasan/labeling, dan disterilisasi sesuai dengan tipe peralatan. b. Barang steril sekali pakai yang akan digunakan ulang ditentukan melalui keputusan dengan mempertimbangkan sumber dan referensi yang dapat dipertanggung jawabkan dan disahkan oleh direktur. c. Peralatan / material single-use dilakukan proses reuse frekuensinya disesuaikan dengan jenis peralatan, dengan memberikan tanda atau kose warna (karet warna). Kode warna yang digunakan sebagai berikut :  Hijau : reuse 1 kali (R-1)  Biru : reuse 2 kali (R-2)  Kuning : reuse 3 kali (R-3)  Merah : reuse 4 kali (R-4)  Hitam : reuse 5 kali (R-5)  Merah Mudah : reuse 6 kali (R-6)  Ungu : reuse 7 kali (R-7)  Putih : reuse 8 kali (R-8)  Orange : reuse 9 kali (R-9) d. Monitor dan evalusai pasien yang mendapatkan pelayanan dengan menggunakan peralatan reuse selama dan setelah prosedur pelayanan. e. Peralatan single use yang di reuse yang sudah rusak/cacat/retak tidak direkomendasikan digunakan kembali meskipun belum memenuhi batas maksimal reuse. f. Daftar peralatan single use yang di reuse di Rumah Sakit Umum Daerah



Kabupaten Lahat adalah : Peralatan yang di reuse maksimal 3 kali adalah :  Selang / circuit Neo Puff  Sungkup Neo Puff  Circuit CPAP (Mades)  Nasal prong CPAP  Conector CPAP Peralatan yang di reuse maksimal 5 kali adalah :  Dializer Hemodialisa Peralatan yang di reuse maksimal 9 kali adalah :  Circuit CPAP (Stephan).  Jackson Rees  Masker Ambubag  Circuit Ventilator  Hand piece diathermy (Assesoris Couter)  Stilet ETT  Endo Trakheal Tube Nonking  Curegeted mesin anasthesi 12. Untuk meminimalisasi risiko penularan, pembuangan sampah infeksius dan cairan tubuh, penanganan dan pembuangan darah dan komponen darah serta area kamar mayat dan post mortem harus dikelola dengana benar a. Pemisahan limbah dimulai dari awal penghasil limbah, pisahkan dan tempatkan sesuai dengan jenis limbah. b. Limbah padat infeksius dimasukkan dalam kantong plastik warna kuning, limbah padat non infeksius dimasukkan kantong plastik warna hitam. c. Limbah benda tajam dan jarum dikumpulkan pada wadah khusus / safety box yang tidak tembus dan tidak mudah bocor (puncture proof) dan tidak di reuse. d. Limbah cair seperti urine, feces dan cairan tubuh lainnya dibuang ke dalam sistem pembuangan (spoelhok) yang memenuhi syarat yang bermuara pada saluran IPAL dan disiram dengan air yang banyak. e. Limbah padat infeksius dan limbah benda tajam dan jarum harus dimusnahkan dalam incenerator, sedangkan limbah padat noninfeksius dibawa ke tempat pembuangan limbah umum. 13. Pelaksanaan sanitasi dapur dan penyiapan makanan ditangani dengan baik untuk meminimalisasi risiko kontaminasi / infeksi. Dilakukan pengontrolan terhadap fasilitas yang digunakan untuk pengolahan makanan sehingga dapat mengurangi risiko kontaminasi / infeksi. 14. Rumah sakit mengurangi risiko infeksi selama demolisi / pembongkaran, pembangunan dan renovasi. Monitoring kualitas udara akibat dampak renovasi atau pekerjaan pembangunan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian infeksi (Infection Control Risk Assesment demolisi dan renovasi)



C. PROSEDUR ISOLASI 1. Pasien yang diduga atau diketahui infeksi menulat harus diisolasi dan ditempatkan berdasarkan tipe penularan penyakit yaitu berdasarkan transmisi kontak, transmisi droplet dan transmisi airbone. Pasien dengan penyakit menular melalui kontak dan droplet tempatkan, diruangan tersendiri, bila tidak memungkinkan lakukan kohorting (penempatan dengan pasien lain dengan transmisi yang sama), bila keduanya tidak memungkinkan buat pemisah dengan jarak > 1 meter antar tempat tidur. Untuk pasien menular melalui airbone tersendiri tidak memungkinkan lakukan kohorting dengan jarak > 2 meter antar tempat tidur dan jangan ditempatkan dengan pasien infeksi lain. 2. Penempatan pasien dengan penyakit menular dipisahkan dari pasien lain yang berisiko, pasien yang rentan karena immunosuppresed atau karena sebab lainnya. 3. Arus / transportasi pasien menular dibatasi hanya kalau perlu saja untuk mencegah penularan, selama transportasi pasien penyakit menular melalui droplet dan airbone menggunakan masker. 4. Selama merawat pasien dengan penyakit menular staf harus menerapkan kewaspadaan isolasi (kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi), menggunakan alat pelindung diri (APD) yang tepat dan sesuai. 5. Apabila ada pasien dengan dugaan emerging infectuon desease, tempatkan di ruangan tersendiri (isolasi) dengan Hepa Filter, staf menerapkan kewaspadaan isolasi menggunakan masker respiratori/N95, kemudian dikoordinasikan untuk persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan yang memadai. D. TEKNIK PENGAMANAN (BARIER) DAN HAND HYGIENE 1. Penggunaan APD a. Alat pelindung diri (APD) harus digunakan oleh semua petugas yang berisiko terpajan/terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi dan bahan terkontaminasi, mukus membran dan lain sebagainya. Pilih dan gunakan APD sesuai dengan perkiraan risiko terjadi pajanan atau paparan. b. Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD. c. Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan pelayanan dan menghindari kontaminasi lingkungan, pasien, petugas, dan diri sendiri. d. Lepas dan ganti bia perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan kembali yang sudah rusak atau sobek segera setelah diketahui APD tersebut tidak berfungsi optimal. e. Area penggunaan APD adalah dibedakan berdasarkan jenis APD yang digunakan : 1) Sarung tangan/Handscoon digunakan untuk melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas, dan harus diganti antar setiap kontak dengan pasien ke pasien lainnya. Area penggunaan sarung tangan adalah Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah Sentra, Instalasi Pelayanan Intensif Terpadu, Instalasi Hemodialisa, Instalasi Rawat Inap, Peristi Ibu dan Bayi, Instalasi Laboratorium PK dan PA, Radiologi, Kamar Jenazah, Instalasi Rawat Jalan, CSSD dan Laundry, Instalasi



2)



3)



4)



5)



6)



7)



Penyehatan Lingkungan (termasuk cleaning service), Bank darah, Ruang endoscopi, dan Gizi. Sarung tangan rumah tangga / sarung tangan latex digunakan di Instalasi Penyehatan Lingkungan (termasuk cleaning service), Loundry dan Instalasi gizi Sarung tangan plastik digunakan di instalasi gizi. Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas berbicara, batuk dan bersin serta mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas. Area penggunaan masker bedah adalah Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah Sentral, Instalasi Pelayanan Intensif Terpadu, Instalasi Hemodialisa, Instalasi Rawat Inap, Peristi Ibu dan Bayi, Instalasi Laboratorium PK dan PA, Radiologi, Kamar Jenazah, Instalasi Rawat Jalan, CSSD dan Laundry, Instalasi Gizi. Masker efisiensi tinggi N-95, digunakan di Instalasi Pelayanan Intensif Terpadu, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Inap dan atau Unit yang merawat pasien penyakit menular melalui udara/airbone (TB/MDR TB, flu burung / SARS). Pelindung mata (kacamata/googgles, plastik bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor) digunakan saat melakukan kegiatan yang memungkinkan adanyak percikan darah atau cairan ke arah wajah. Area penggunaan alat pelindung mata adalah instalasi Bedah Sentral, Peristi Ibu, Instalasi Gawat Darurat, Endoscopy, dan Kamar Jenazah. Topi / Penutup Kepala digunakan untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot serta menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan, peralatan yang akan disterilisasi dan bahan makanan pasien. Area penggunaan topi/penutup kepala adalah Instalasi Bedah Sentral, Instalasi Gawat Darurat, Kamar Jenazah, dan Instalasi Gizi. Gaun Pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa/seragam pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet/airbone, atau kemungkinan terpercik darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi. Area penggunaan gaun pelindung adalah Instalasi Rawat Inapp, Peristi Iu dan Bayi, Instalasi Laboratorium PK dan PA, Instalasi Hemodialis, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Pelayanan Intensif Terpadu, dan Ruang Endoscopy. Apron digunakan saat melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi, mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju atau kulit petugas. Area penggunaan apron adalah Instalasi Bedah Sentral / Kamar Operasi, Instalasi Gawat Darurat, Peristi Ibu / Kamar Bersalin, Kamar Jenazah, CSSD dan Laundry, Instalasi Pelayanan Intensif Terpadu, Instalasi Hemodialisa, Ruang Endoscopy, dan Instalasi Gizi. Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Sandal, sandal jepit atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak tidak dianjurkan, gunakan sepatu atau sandal karet yang tertutup dan tetap dijaga bersih atau bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh. Area penggunaan



pelindung kaki adalah di instalasi Bedah Sentral, Instalasi Gawat Darurat (Kamar Operasi Emergensi) Peristi Ibu / Kamar Bersalin, CSSD (terutam ruang steril) dan Laundry, Kamar Jenazah, IPIT, ruang endosopy, Instalasi Hemodialisa. 8) Petugas dan pengunjung atau keluarga pasien yang akan masuk ruang perawatan khusus (IPIT, HCU, Kamar Bersalin, Hemodialisa, Ruang Bayi, Roi, MNE) diharuskan menggunakan baju dan alas kaki khusus. 9) Pengunjung atau keluarga yang menunggu pasien di unit perawatan tidak direkomendasikan untuk melepas alas kaki guna mencegah risiko penularan penyakit. 2. Kebersihan Tangan a. Dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi dan patients safety di rumah sakit hand hygiene wajib dilaksanakan oleh seluruh staf yang mendukung penyelenggaraan operasional rumah sakit. b. Hand hygiene dilakukan dengan dua cara yaitu handrub dan handwash Handrub menggunakan larutan antiseptik berbasis alkohol, waktu yang diperlukan adalah 20 – 30 detik. Handwash menggunakan sabun antiseptik dan air mengalir, waktu yang diperlukan adalah 40 – 60 detik. c. Hand hygiene dilakukan dengan 6 langkah pada five moment yaitu : Sebelum kontak dengan pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah terkena cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien. d. Pengering yang digunakan setelah melakukan hand hygiene (hand wash) adalah tissue hand towel. e. Area hand hygiene adala hsemua unit yang ada di rumah sakit antara lain Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah Sentral, Instalasi Pelayanan Intensif Terpadu, Instalasi Hemodialisa, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan, Peristi Ibu dan Bayi, Instalasi Laboratorium PK dan PA, Radiologi, Kamar Jenazah, CSSD dan Laundry, Instalasi, Gizi, Instalasi Farmasi, Endoscopy, Instalasi rehab medik, Bank darah, IPL (termasuk cleaning service), IPE, IPS, Area Manajemen. f. Refrensi yang digunakan sebagai acuan panduan hand hygiene adaldah WHO Tahun 2009. 3. Pembersihan lingkungan dan disinfeksi permukaan a. Semua permukaan horizontal ditempat dimana pelayanan yang disediakan untuk pasien (area perawatan) harus dibersihan dan didisinfeksi setiap hari dan bila terlihat kotor, setelah pasien keluar/pulang dan sebelum pasien baru masuk. Bila permukaan tersebut meja periksa atau peralatan lainnya pernah bersentuhan lansung dengan pasien, permukaan tersebut harus dibersihkan dan disinfeksi diantara pasien-pasien yang berbeda. b. Semua lap yang digunakan harus dibasahi sebelum digunakan, membersihkan debu dengan kain kering atau dengan sapu dapat menimbulkan aerosolisasi debu harus dihindari. c. Hindarkan binatang anjing, kucing, tikus dan vektor lainnya dari lingkungan rumah sakit.



d. Apabila ada tumpahan cairan tubuh, sekret, darah atau muntahan petugas harus menggunakan APD, bersihkan permukaan dengan air atau detergen menggunakan kain pembersih sekali pakai, kemudian lakukan disinfeksi permukaan yang terkena tumpahan dengan menggunakan sodium hipoklorit 0,05 – 0,5 %. 4. Antiseptik dan disinfeksi a. Penggunaan antiseptik dan disinfektak di RSUD Kabupaten Lahat di bawah pengawasan komite pencegahan dan pengendalian infeksi Penetapan jenis antiseptik dan disinfeksi di RSUD Kabupaten Lahat adalah sebagai berikut : 1) Antiseptik cuci tangan di kamar operasi dan ruang endosopi mengandung chlorhexidine gluconat 4 %. 2) Antiseptik handrub mengandung alkohol 60 – 90 % atau ethanol 100 %. 3) Disinfektak lingkungan mengandung / permukaan menggunakan sodium hipochloride 0,05 – 0,5 % atau alkohol 70 %. 4) Disinfektan tingkat tinggi untuk instrumen semi kritikal dengan menggunakan ortho pathalaldehyde, succindialdehyde, glutaraldhyde, dan renalin 100. 5) Disinfektan tingkat rendah untuk instrumen non kritikal menggunakan alkohol 70 %. Daftar antiseptik dan disinfektan yang digunakan di RSUD Lahat adalah : 1. Softa Man 13. Chlorin 2. Septan 14. Presept 3. Poliwash 15. Hemoclin 4. Cutisoft handcrub 16. Renalin 100 5. Creolin 17. Poli Aid 6. Lysol 18. Savlon 7. Cidex 19. Sodalime (softnolim) 8. Cidex Opa 20. Stabimed 9. Gigasept 21. Formalin 10. Gigazyme 22. Alkohol 70 % 11. Cidezyme 23. Povidon Iodine 10 % 12. Teralin 24. H202 E. INTEGRASI PROGRAM DENGAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 1. Proses pencegahan dan pengendalian infeksi diintegrasikan dengan keseluruhan program rumah sakit dalam peningkatan muru dan keselamatan pasien dengan menentukan kamus indikator. 2. Komite PPI mengumpulkan dan mengevalausi data dan tempat relevan (surveilans) yang meliputi : Ventilator Associeted Pneumonia (VAP), Hospital Aquired Pneumonia (HAP), Infeksi Saluran Kemih (ISK) akibat prosedur indwelling katerer urin, Phlebitis dan Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) akibat pemasangan kateter vena perifer dan sentral, Infeksi Luka Opetasi (ILO), Multi Drug Resistant Organism (MDRO) dan muncul dan pemunculan ulang penyakit infeksi (Emerging atau Reemerging Desease). Pengumpulan data infeksi dilakukan oleh IPCLN kemudian berkoordinasi dengan IPCN dalam pengolahan dan analisa data.



3. Hasil surveilans dan monitoring kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi diinformasikan kepada manajemen, staf serta kepada Kementerian Kesehatan RI melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. 4. Hasil surveilans dan monitoring kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi dibandingkan dengan angka-angka di rumah sakit lain melalui komparasi data dasar (Bila memungkinkan). 5. Komite PPI koordinasi dengan Tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) penentuan penggunaan antibiotik di rumah sakit. F. PENDIDIKAN STAF 1. Komite PPI mengembangkan program pencegahan dan pengendalian infeksi yang mengikutsertakan seluruh staf dan profesional lain, pasien dan keluarga. 2. Komite PPI memberikan pendidikan tentang pencegahan dan pengendalian infeksi kepada seluruh staf dan profesional lain melalui program orientasi staf baru, penyegaran secara berkala atau sekurang-kurangnya pada saat pada perubahan kebijakan, prosedur dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. 3. Komite PPI memberikan pendidikan tentang pencegahan dan pengendalian infeksi kepada pasien dan keluarga serta pengunjung rumah sakit secara langsung maupun tidak langsung (melalui brosur-brosur dan banner). Ditetapkan di : Lahat Pada tanggal : 08 Januari 2018 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT, DIREKTUR



dr. Hj. Laela Cholik, M.Kes. NIP. 197003292002122002