Soal Ambulatory Anesthesia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Soal Ambulatory Anesthesia 1. Pengertian dari ambulatory anesthesia adalah …. a. Pelayanan anestesi untuk pembedahan yang secara medis diduga tidak akan memerlukan perawatan menginap paskabedah. b. Pelayanan anestesi untuk pembedahan yang secara medis memerlukan perawatan menginap paskabedah. c. Anestesi yang dilakukan pada pasien yang berobat jalan ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan pengobatan, serta tidak diperbolehkan pulang (perlu rawat inap). d. Pelayanan anestesi pada operasi yang membutuhkan waktu lebih dari satu hari perawatan. e. Pelayanan anestesi yang membutuhkan pemulihan lebih lama sehingga diperlukannya rawat inap paska operasi. Jawab: A Pembahasan: Ambulatory anesthesia adalah pelayanan anestesia untuk pembedahan, yang secara medis diduga tidak akan memerlukan perawatan menginap pascabedah. Dalam bahasa Indonesia, ambulatory anesthesia disamakan dengan pengertian anastesi tanpa rawat inap atau pasien ODC (One-day Care). Morgan, G. E., Mikhail, M. S., & Murray, M. J. (2006). Clinical anesthesiology. New York: Lange Medical Books/McGraw Hill Medical Pub. Division. 2. Berikut ini merupakan faktor yang menjadi alasan berkembangnya pelayanaan ambulatory anesthesia, kecuali …. a. Meningkatnya biaya perawatan b. Jumlah tempat tidur yang tidak terbatas c. Mengurangi dan mencegah risiko infeksi nosocomial d. Menumpuknya jadwal pembedahan



e. Mempersingkat terpisahnya pasien (terutama anak-anak) dengan keluarganya Jawab: B Pembahasan: Beberapa faktor yang mendorong perkembangannya yaitu: 1. Makin meningkatnya biaya perawatan (rawat inap) di rumah sakit. Perawatan ambulatory dapat menekan biaya perawatan dan pengobatan sampai 40-80%. 2. Jumlah tempat tidur di rumah sakit makin terbatas, dibanding dengan pertambahan penduduk. 3. Pengadaan rumah sakit dengan segala sarananya memerlukan biaya besar. 4. Mengurangi dan mencegah risiko infeksi nosokomial. 5. Mempersingkat terpisahnya pasien (terutama anak-anak) dengan keluarga atau kenalannya. 6. Menumpuknya jadwal pembedahan. Bisri T. Seri Buku Literasi Anestesiologi: Ambulatory anesthesia. 2007. 3. Teknik yang dapat dipilih dalam bedah rawat jalan adalah …. a. Anestesi umum b. Anestesi regional c. Anestesi local d. a dan b benar e. semua benar Jawab: E Pembahasan: Pemilihan suatu teknik anestesi didasarkan pada kondisi kesehatan pasien, prosedur pembedahan serta keinginan dan permintaan pasien, bila memungkinkan. Dalam bedah rawat jalan terdapat beberapa teknik anestesi yang dapat dipilih: 1. Anestesi umum 2. Anestesi regional, dengan atau tanpa sedasi 3. Monitored Anestesi Care (MAC), anestesi lokal yang disertai dengan sedasi, ahli anestesi memonitor tanda vital serta fungsi tubuh pasien 4. Anestesi lokal, mungkin tidak disertai oleh ahli anestesi dalam tim pembedahan



Morgan, G. E., Mikhail, M. S., & Murray, M. J. (2006). Clinical anesthesiology. New York: Lange Medical Books/McGraw Hill Medical Pub. Division. 5. Pemilihan teknik anestesi pada ambulatory anesthesia harus memenuhi kriteria sebagai berikut, kecuali …. a. Menciptakan kondisi pembedahan yang prima b. Pemulihan yang cepat (repid recovery) c. Kepuasan pasien d. Biaya yang tinggi e. Tidak ada efek samping pascabedah Jawaban: D Pembahasan: Ahli anestesi akan mendiskusikan resiko dan keuntungan masing-masing teknik dengan pasien, dan berdasarkan informasi yang dikumpulkan ahli anestesi pada waktu skrining dan evaluasi prabedah pilihan anestesi yang terbaik akan didiskusikan dengan pasien. Teknik anestesi yang optimal pada bedah rawat jalan harus memenuhi kriteria: -



Menciptakan kondisi pembedahan yang prima.



-



Pemulihan yang cepat (rapid recovery).



-



Tidak ada efek samping pascabedah.



-



Kepuasan pasien.



Bisri T. Seri Buku Literasi Anestesiologi: Ambulatory anesthesia. 2007. 6.



Berikut ini merupakan kriteria pasien ambulatory yang akan dilakukan pembedahan dan anestesi, kecuali …. a. Lama pembedahan tidak melebihi 60 menit b. Pasien termasuk katagori ASA 1



c. Pembedahan superfisial, bukan tindakan bedah di dalam kranium, thoraks, dan abdomen (kecuali laparoscopy) d. Pendarahan dan perubahan fisik yang terjadi minimal e. Lama pembedahan lebih dari 60 menit Jawaban: E Pembahasan: Kriteria pasien ambulatory yang akan dilakukan pembedahan dan anestesi adalah sebagai berikut: Pasien termasuk kalegori ASA 1, Pada pasien dengan kelainan sistemik ringan terkontrol (status fisik ASA 2) dapat juga dilakukan, Pembedahan superficial, bukan tindakan bedah di dalam kranium, toraks atau abdomen (kecuali laparoscopy), Lama pembedahan tidak melebihi 60 menit, Pendarahan dan perubahan fisik yang terjadi minimal. Friedman Z, Chung F, Wong DT. Ambulatory surgery adult patient selection criteria-a survey of canadian anesthesiologists. Can J Anesth 2004; 51(5): 43743. 7.



Kondisi medis atau tindakan procedural yang tidak dapat dilakukan dengan ambulatory anesthesia …. a. Sirkumsisi b. Tonsilektomi c. Laparotomi d. Bronkosopi e. Kuretase



Jawaban: C Pembahasan: Jenis operasi di poliklinik: -



Bedah plastik superfisial, eksisi dan ekstirpasi.



-



Bedah urologi minor; sirkumsisi.



-



Operasi-operasi kecil lain, misalnya: Mata (pterigium dan hordeolum), THT (tonsilektomi), Kebidanan dan kandungan (kuretase), Ortopedi (reposisi).



-



Operasi-operasi yang relatif mayor: hernia dan varises.



-



Anestesi untuk pemeriksaan invasif: bronkoskopi dan arteriografi. 



Bisri T. Seri Buku Literasi Anestesiologi: Ambulatory anesthesia. 2007. 8.



Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu dilakukan sebelum dilakukannya tindakan ambulatory anesthesia …. a. Meminta surat persetujuan tindakan kepada pasien b. Anamnesis dan pemeriksaan lebih lanjut mengenai penyakit yang sedang atau pernah diderita. c. Pemeriksaan laboratorium rutin d. Pemeriksaan fisik rutin e. Semua jawaban benar



Jawaban: E Pembahasan: Persiapan Operasi yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum operasi diantaranya adalah: perdarahan yang mungkin timbul, lamanya operasi jangan melebihi 3 jam dan masa pulih total diusahakan secepatnya. Setelah penderita dipastikan akan dioperasi di poliklinik, selanjutnya harus dipersiapkan pula hal-hal seperti: 1. Surat izin operasi yang ditanda tangani oleh penderita atau oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. 2. Anamnesis dan pemeriksaan lebih lanjut tentang penyakit yang pernah atau sedang diderita, atau pengobatan yang sedang di alami seperti: Keadaan paruparu dan jalan nafas: batuk, sesak, merokok dan sebagainya. Keadaan kardiovaskuler: sesak, dyspnoe d'effort, bengkak kaki, nyeri dada dan sebagainya. Riwayat sakit kuning atau penyakit kencing manis Keadaan ginjal dinilai dengan pemeriksaan urin. Perlu juga diketahui kecenderungan muntah-



muntah dan alergi, tidak tahan obat dan sebagainya. Apakah penderita gelisah menghadapi operasi.  Pengobatan apa yang sedang dijalani sekarang, seperti anti hipertensi, kortikosteroid, insulin, digitalis dan penenang. 3. Pemeriksaan fisik rutin seperti biasa. 4. Laboratoriurn rutin: Hb, lekosit, urin. Kalau perlu dapat ditambah pemeriksaanpermeriksaan lain, misalnya untuk fungsi hati, paru - paru, EKG dan foto toraks. 5. Bila didapatkan ke!ainan atau hal-hal yang akan menyulitkan dan memberatkan operasi atau anestesi, maka harus diatasi lebih dahulu dan operasi dilakukan pada saat yang baik.  Bisri T. Seri Buku Literasi Anestesiologi: Ambulatory anesthesia. 2007. 9.



Hal-hal yang perlu diawasi selama proses ambulatory anesthesia …. a. Pernafasan dan kardiovaskuler b. Suhu tubuh c. Balans cairan d.



a dan b benar



e. a,b, dan c benar Jawaban: E Selama proses anestesi perlu akan monitoring: -



Pernafasan: tanda-tanda sumbatan jalan nafas, nafas berbunyi, retraksi otot dada nafas, tanda-tanda depresi pernafasan.



-



Kardiovaskuler: hipertensi, hipotensi, syok, aritmia, takikardi, tanda-tanda henti jantung



-



Warna: sianosis, pucat



-



Suhu: hipotermia, hipertemia



-



Balans cairan



White PF. Update on ambulatory anesthesia. Can J Anesth 2005; 52(6): 1-10.



10.



Proses pemulihan yang dimulai dari dihentikanya obat anestesi supaya pasien bangun, kembalinya reflex proteksi jalan nafas, dan dimulainya aktifitas motorik merupakan tahapan …. a. primer recovery b. late recovery c. early recovery d. intermediate recovery e. sekunder recovery



Jawaban: C Pembahasan: Pemulihan adalah suatu proses yang secara tradisional dibagi atas 3 bagian yang saling tumpeng tindih yaitu early recovery, intermediate recovery, dan late recovery 



Early recovery dimulai dari dihentikannya obat anestesi supaya pasien bangun, kembalinya reflex proteksi jalan nafas, dan dimulainya aktifitas motorik.







Intermediate recovery bila sudah mencapai kriteria untuk dapat dipulangkan.







Late recovery mulai dari dipulangkan sampai pulihnya fungsi fisiologis ke keadaan seperti sebelum pembedahan.



Apfelbaum JL. Current controversies in adult outpatient anesthesia. ASA, 2005. 11.



Pasien dapat dipulangkan jika memenuhi kriteria berikut ini, kecuali …. a. Tanda vital baik b. Pasien mengalami disorientasi c. Pasien dapat mobilisasi dan memakai pakaian dan berjalan dengan baik sesuai umur d. Pendarahan dan drain minimal ditempat operasi e. Pasien tidak muntah dan dehidrasi dan dapat minum air serta minum obat



Jawaban: B Pembahasan:



Kriteria pemulangan pasien: 



Pasien sadar baik dan orientasi terhadap orang, tempat dan waktu baik







Respirasi baik







Tanda-tanda vital baik







Pasien dapat mobilisasi dan memakai pakaian dan berjalan dengan baik sesuai umur







Pasien nyaman dan relative bebas nyeri







Pasien tidak muntah dan dehidrasi dan dapat minum air serta minum obat







Pendarahan dan drain minimal di tempat operasi







Resiko retensi urine harus dihilangkan



Marshall SI, Chung F. Discharge criteria and complications after ambulatory surgery. Anesth Analg 1999; 88: 508-17. 12.



Salah satu sistem skoring yang dapat digunakan dalam kesiapan pasien untuk dipulangkan adalah …. a. PPDS b. PADSS c. PAS d. PADS e. PDS



Jawaban: B Pembahasan: Program bedah rawat jalan yang sukses tergantung pada pemulangan pasien yang tepat waktu setelah anestesi. Beberapa kriteria yang telah dibuat untuk menentukan kesiapan pasien dipulangkan seperti Guidelines for Safe Discharge After Ambulatory Surgery dan PADSS (Post Anesthesia Disharge Scoring System).



White PF, Song D. New criteria for fast-tracking after outpatient anesthesia: A comparison with the modified aldrete’s scoring system. Anesth Analg 1999; 88: 1069-72. 13.



Hal yang perlu diperhatikan oleh pasien sebelum tindakan operatif, kecuali…. a. Waktu kedatangan pasien b. Puasa preoperatif c. Datang sendirian d. Pakaian yang boleh dan tidak boleh dikenakan e. Obat-obatan harus diminum



Jawaban: C Pembahasan: Pemberian penjelasan mengenai instruksi sebelum tindakan operatif sangat lah penting. Instruksi yang disampaikan seperti: 



Waktu kedatangan (1-2 jam sebelum operasi)







Pakaian yang boleh dan tidka boleh dikenakan







Harus datang Bersama seorang pengantar dewasa yang bertanggung jawab sampai penderita pulang







Intruksi puasa preoperatif (puasa 6-8 jam)







Obat-obat harus diminum (kecuali aspirin, diuretik dan warfarin)







Instruksi pada waktu pulang



Friedman Z, Chung F, Wong DT. Ambulatory surgery adult patient selection criteria-a survey of canadian anesthesiologists. Can J Anesth 2004; 51(5): 43743. 14.



Drug of choice untuk induksi anestesi pada anestesi bedah rawat jalan adalah … a. Propofol b. Sevoflurane



c. Thiopental d. Desflurane e. Etomidat Jawaban: A Pembahasan: Propofol menjadi drug of choice pada anestesi bedah rawat jalan. Hal ini dikarenakan durasi cepat, insiden muntah setelah operasi berkurang, memiliki klirens metabolic yang cepat. Gupta A, Stierer T, Zuckerman R, Sakima N, Parker SD, Fleisher LA. Comparison of recovery profile after ambulatory anesthesia with propofol, isoflurane, sevoflurane and desflurane:a systematic review. Anesth Analg 2004; 98: 632-41. 15.



Jenis anestesi regional yang bisa dipakai dalam ambulatory anesthesia adalah a. Spinal anestesi b. Epidural anestesi c. Blok saraf tepi d. Regional anestesi intravena dan infiltasi e. Semua benar



Jawaban: E Pembahasan: Anestesi regional yang bisa dipakai untuk bedah rawat jalan adalah spinal anestesi, epidural anestesi, caudal anestesi, blok saraf tepi, regional anestesi intravena dan infiltrasi. Bisri T. Seri Buku Literasi Anestesiologi: Ambulatory anesthesia. 2007. 16.



Dosis pada penggunaan etomidat sebagai induksi pada bedah rawat jalan adalah … a. 0,1 mg/kgbb



b. 0,2 mg/kgbb c. 0,3 mg/kgbb d. 0,4 mg/kgbb e. 0,5 mg/kgbb Jawaban: C Pembahasan: Etomidat juga sering dipakai pada induksi bedah rawat jalan dengan dosis 0,3 mg/kgbb. Masalah nyeri akibat etomidat sekarang dapat dikurangi dengan mengganti pelarut etomidat dengan trigliserida rantai sedang, sedangkan masalah mioklonus dapat diatasi dengan pemberian fentanil, sufentanil sebelum induksi anestesi. Gupta A, Stierer T, Zuckerman R, Sakima N, Parker SD, Fleisher LA. Comparison of recovery profile after ambulatory anesthesia with propofol, isoflurane, sevoflurane and desflurane:a systematic review. Anesth Analg 2004; 98: 632-41. 17.



Kelebihan sevoflurane sebagai pilihan induksi inhalasi yang aman dan cepat pada bedah rawat jalan adalah …. a.



Tidak iritatif terhadap saluran nafas



b. Solubility yang rendah c. Insidensi kejadian komplikasi respirasi sangat rendah d. a dan b benar e. semua benar Jawaban: E Pembahasan: Sevofluran dengan sifat tidak iritatif terhadap saluran napas dan solubility yang rendah dapat digunakan sebagai induksi inhalasi yang cepat dan aman. Insidensi kejadian komplikasi respirasi sangat rendah sedangkan kualitas induksinya sama baik bahkan lebih dibandingkan halotan.



Gupta A, Stierer T, Zuckerman R, Sakima N, Parker SD, Fleisher LA. Comparison of recovery profile after ambulatory anesthesia with propofol, isoflurane, sevoflurane and desflurane:a systematic review. Anesth Analg 2004; 98: 632-41. 18.



Komplikasi yang dapat disebabkan oleh teknik regional anestesi subarachnoid block dan epidural adalah …. a. Postural Puncture Headache (PDPH) b. Transient Radicular Irritation c. Retensi urine d. a dan b benar e. semua benar



Jawaban: E Pembahasan: Komplikasi regional anestesi (subarachnoid block dan epidural): Postural Puncture Headache (PDPH), Transient Radicular Irritation dan Retensi urine. White PF. Update on ambulatory anesthesia. Can J Anesth 2005; 52(6): 1-10. 19.



Teknik anestesi yang memiliki cost-effective adalah …. a. Anestesi umum b. MAC c. Anestesi spinal d. Anestesi regional e. Anestesi local



Jawaban: B Pembahasan: Belakangan, penggunaan Monitored Anesthesia Care (MAC) lebih dipilih oleh banyak ahli anestesi sebagai alternatif dari anestesi umum dan anestesi regional pada bedah rawat jalan. Kombinasi antara low cost dan kepuasan pasien yang



menggambarkan kualitas terbaik dari prosedur anestesi mungkin dapat dicapai dengan teknik Monitored Anesthesia Care (MAC) dengan syarat anestesi pada prosedur pembedahan tersebut dapat dicapai dengan teknik ini (seperti bedah superficial dan prosedur endoskopi). Kepuasan pasien dengan teknik MAC juga berhubungan dengan efektifitas terhadap pengendalian nyeri dan tidak adanya efek samping pascabedah yang umum terjadi pada teknik anestesi spinal atau anestesi umum. Keberhasilan teknik MAC bukan hanya tergantung dari ahli anestesi tetapi juga kemampuan ahli bedah dalam melakukan infiltrasi lokal yang efektif serta gentle handling terhadap jaringan tubuh selama introperatif. Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa teknik MAC lebih cost-effective daripada anestesi spinal atau anestesi umum. Lee



JH.



Anesthesia



for



ambulatory



surgery. Korean



J



Anesthesiol.



2017;70(4):398–406. doi:10.4097/kjae.2017.70.4.398 20.



Modifikasi Post Anesthesia Discharge Scoring System (PADSS) berdasarkan kriteria berikut ini, kecuali …. a. Kesadaran pasien b. Ambulasi c. Mual/muntah d. Nyeri e. Tanda vital



Jawaban: A Pembahasan: PADSS merupakan suatu sistem skoring yang secara objektif menilai kondisi pasien untuk dipulangkan. Modifikasi PADSS dibuat karena dalam kriteria PADSS terdapat ketentuan mampu minum pascabedah, dimana ketentuan minum pascabedah tidak lagi dimasukkan kedalam protokol kriteria pemulangan pasien dan hanya diperlukan pada pasien tertentu. Modifikasi PADSS berdasarkan 5 kriteria, yaitu: 1. Tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi napas, temperature)



2. Ambulasi 3. Mual/muntah 4. Nyeri 5. Perdarahan akibat pembedahan White PF, Song D. New criteria for fast-tracking after outpatient anesthesia: A comparison with the modified aldrete’s scoring system. Anesth Analg 1999; 88: 1069-72. 21.



Berapakah skor yang aman untuk pasien dipulangkan ke rumah berdasarkan Post Anesthesia Discharge Scoring System (PADSS) …. a. ≥ 5 b. ≥ 6 c. ≥ 7 d. ≥ 8 e. ≥ 9



Jawaban: E Pembahasan: Bila skor mencapai ≥ 9, pasien cukup aman untuk dipulangkan ke rumah. Tabel 3. Modified PADSS 1. Tanda vital     2 = sekitar 20% dari nilai prabedah     1 = 20 – 40% dari nilai prabedah     0 = 40% dari nilai prabedah 2. Pergerakan     2 = mampu berdiri/tidak ada pusing     1 = dengan bantuan     0 = tidak ada pergerakan/pusing 3. Mual/muntah     2 = minimal     1 = sedang     0 = berat 4. Nyeri     2 = minimal



    1 = sedang     0 = berat 5. Perdarahan     2 = minimal     1 = sedang     0 = berat Total nilai 10. Bila nilai ≥ 9 pasien dinyatakan bisa dipulangkan White PF, Song D. New criteria for fast-tracking after outpatient anesthesia: A comparison with the modified aldrete’s scoring system. Anesth Analg 1999; 88: 1069-72. 22.



Salah satu faktor resiko terjadinya retensi urin paska bedah adalah berikut ini, kecuali …. a. Anestesi umum b. Anestesi spinal/epidural c. Pembedahan pelvis/urologi d. Kateterisasi perioperative e. Riwayat retensi urin paskabedah



Jawaban: A Pembahasan: Tuntutan bahwa pasien harus kencing/voiding memperlambat pemulangan pasien. Pasien bedah rawat jalan yang tidak berisiko terhadap retensi urin aman untuk dipulangkan sebelum mereka mampu untuk kencing. Faktor resiko terjadinya retensi urin pascabedah termasuk: 



Riwayat retensi urin pascabedah







Anestesi spinal/epidural







Pembedahan pelvis/urologi







Kateterisasi perioperatif



Retensi urin pascabedah dapat disebabkan inhibisi refleks kencing akibat manipulasi bedah, pemberian cairan yang berlebihan sehingga menyebabkan distensi kandung kemih, nyeri, kecemasan, efek sisa dari anestesi spinal atau epidural.



Marshall SI, Chung F. Discharge criteria and complications after ambulatory surgery. Anesth Analg 1999; 88: 508-17. 23.



Efek samping yang diakibatkan penggunaan lidokain dalam teknik anestesi spinal pada bedah rawat jalan adalah …. a. Postural Puncture Headache (PDPH) b. Transient Radicular Irritation c. Retensi urine d. PONV e. dizziness



Jawaban: B Pembahasan: Anestesi spinal merupakan teknik yang simpel dan reliable dipergunakan secara luas saat ini. Karena short-acting lidokain sering dipakai pada bedah rawat jalan untuk anestesi spinal. Masalahnya lidokain yang dipakai untuk spinal anestesi dapat menyebabkan kejadian TRI (Transient Radicular Irritation). Namun masalah ini dapat dikurangi dengan metode spinal mini-dose, yaitu mencampur lidokain dosis kecil dengan opioid (contohnya lidokain 15-30 mg dengan fentanil 12,5-25 µg). Caggiano NM, Avery DM, 3rd, Matullo KS. The effect of anesthesia type on nonsurgical operating room time. J Hand Surg Am. 2015; 40:1202–1209.e1. 24.



Pencegahan kejadian PDPH (Post Dural Punctre Headache) akibat anestesi spinal pada bedah rawat jalan adalah …. a. Penggunaan jarum spinal lebih kecil b. Metode spinal mini-dose c. Mencampurkan dengan opiod seperti fentanyl d. a dan b benar e. semua benar



Jawaban: A Pembahasan: Kejadian PDPH (Post Dural Punctre Headache) akibat spinal juga menjadi masalah pada bedah rawat jalan. Penggunaan jarum spinal yang lebih kecil (no. 29) dan jenis pencil point akan mengurangi kejadian tersebut. White PF. Update on ambulatory anesthesia. Can J Anesth 2005; 52(6): 1-10. 25.



Pemeriksaan yang dilakukan untuk memastikan blok sensorik, motorik dan simpatik telah mengalami regresi padak anestesi spinal adalah …. a. Sensasi normal perianal (S4-5) b. Fleksi plantas c. Propriosepsi pada telapak kaki d. a dan b benar e. semua benar



Jawaban: D Pembahasan: Sebelum pemulangan pasien bedah rawat jalan dengan anestesi spinal harus yakin bahwa blok sensorik, motorik, dan simpatik telah mengalami regresi. Kriteria yang dapat dipakai untuk menilai hal tersebut termasuk: sensasi normal perianal (S4-5), fleksi plantar, propriosepsi pada ibu jari kaki. Wennervirta J, Ranta SO, Hynynen M. Awareness and recall in outpatient anesthesia. Anesth Analg 2002; 95: 72-77. 26. Departemen atau klinik ambulatory dapat berupa …. a. Satu kesatuan (unit) tersendiri baik kamar bedah maupun ruang perawatan di dalam satu rumah sakit besar b. Mempunyai



ruang



perawatan



khusus



dan



tersendiri



menggunakan kamar bedah umum di dalam rumah sakit besar



tetapi



masih



c. Satu klinik terpisah yang berdiri sendiri dan tidak mempunyai rumah sakit besar untuk rujukan jika terjadi komplikasi d. a dan b benar e. semua benar Jawaban: D Pembahasan: Departemen atau klinik ambulatory ini dapat merupakan: 1. Satu kesatuan (unit) tersendiri baik kamar bedah maupun ruang perawatannya di dalam satu rumah sakit besar. 2. Mempunyai ruang perawatan khusus dan tersendiri tetapi masih menggunakan kamar bedah umum di dalam rumah sakit besar. 3. Satu klinik terpisah yang berdiri sendiri tetapi mempunyai rumah sakit besar untuk rujukan jika terjadi komplikasi. White PF. Update on ambulatory anesthesia. Can J Anesth 2005; 52(6): 1-10. 27. Kriteria calon yang dapat dilakukan ambulatory anesthesia … a. Memiliki BMI 35 kg/m2 b. Pasien dengan status fisik ASA III dan ASA IV yang unstable c. Malignant Hyperpyrexia d. Sedang mengkonsumai Monoamine Oxidase Inhibitors (MAO) e. Sleep Apneu kompleks Jawaban: A Pembahasan: University of Chicago Hospitals telah memisahkan beberapa kelompok pasien yang tidak dapat dijadikan calon untuk bedah rawat jalan: -



Pasien dengan status fisik ASA III dan ASA IV yang unstable.Pasien dengan kondisi ini diskrining pada saat evaluasi prabedah oleh ahli anestesi, kemudian dirujuk kepada konsultan medis terkait dan bersama dengan penatalaksanaan oleh ahli bedah, setelah itu baru direncanakan untuk operasi setelah kondisinya stabil.



-



Malignant



Hyperpyrexia.



Termasuk



pasien



dengan



riwayatmalignant



hyperpyrexia ataupun suspek malignant hyperpyrexia. Tetapi sebagian rumah sakit tetap melakukan bedah rawat jalan pada kondisi ini. -



Terapi Monoamine



Oxidase



Inhibitors (MAO).



Karena



instabilitas



hemodinamik yang berhubungan dengan tatalaksana anestesi pada pasien yang sedang dalam terapi MAO, obat tersebut dihentikan minimal 2 minggu sebelum operasi. -



Obesitas Morbid kompleks / Sleep Apneu kompleks. Walaupun pasien dengan riwayat sleep apneu atau dengan morbidly obese tanpa penyakit sistemik merupakan calon bedah rawat jalan, rawat inap dan observasi pascabedah dilakukan pada pasien morbidly obese dengan disertai gangguan jantung, paruparu, hepar, atau ginjal serta pasien dengan riwayat sleep apneukompleks.



-



Ketagihan obat-obatan akut. Karena peningkatan respon kardiovaskular ketika agen anestetik diberikan pada seseorang yang ketergantungan obat-obatan.



-



Kesulitan psikososial. Pasien yang menolak untuk dilakukan operasi dengan teknik bedah rawat jalan tidak dapat dipaksa. Pasien yang telah menjalani pembedahan rawat jalan harus dalam pengawasan orang dewasa yang bertanggung jawab terhadapnya.



-



There is no precise “cutoff” body mass index (BMI) for patients who may or may not undergo ambulatory surgery. However, Joshi and colleagues suggest that patients with a BMI less than 40 kg/m2 tolerate ambulatory surgery adequately, assuming control of comorbidities. Conversely, patients with a BMI greater than 50 kg/m2 are thought to be at greater risk in the ambulatory surgical care environment.



Morgan, G. E., Mikhail, M. S., & Murray, M. J. (2006). Clinical anesthesiology. New York: Lange Medical Books/McGraw Hill Medical Pub. Division. 28. Evaluasi dan skrining pada pasien yang akan melakukan bedah rawat jalan dapat dilakukan dengan cara berikut ….



a. Pasien datang ke fasilitas bedah rawat jalan sebelum hari operasi b. Visitasi dan pemeriksaan prabedah pada pagi hari sebelum pembedahan c. Wawancara melalui telepon d. a dan b benar e. Semua benar Jawaban: E Pembahasan: Evaluasi prabedah Setiap fasilitas bedah rawat jalan harus mengembangkan metode skrining prabedah sebelum hari operasi. Dalam bedah rawat jalan ahli anestesi adalah orang yang terlibat langsung pada perawatan dan tatalaksana pasien, meyakinkan pasien diskrining dan dievaluasi secara tepat. Juga harus mengingatkan pasien tentang jadwal datang ke rumah sakit, restriksi makanan (puasa), pakaian yang harus dipakai, transportasi ke rumah sakit, maupun kebutuhan perawatan anggota keluarga lain yang ditinggalkan serta harus ada orang dewasa yang mengantar pulang ke rumah dari rumah sakit setelah selesai operasi. Disamping untuk mengurangi rasa cemas pasien, evaluasi prabedah yang dilakukan ahli anestesi juga bertujuan untuk mengidentifikasi potensi masalah medis, mencari etiologinya, dan bila perlu melakukan koreksi yang tepat. Dengan demikian dapat mengurangi pembatalan serta komplikasi bedah rawat jalan. Saat ini terdapat berbagai cara untuk melakukan evaluasi dan skrining pasien bedah rawat jalan, seperti: 1. Pasien datang ke fasilitas bedah rawat jalan sebelum hari operasi. 2. Pasien datang ke kantor ahli anestesi sebelum hari operasi 3. Wawancara melalui telepon 4. Meneliti hasil pemeriksaan medis/data medis pasien 5. Visite dan pemeriksaan prabedah pada pagi hari sebelum pembedahan 6. Pengumpulan informasi pasien dengan bantuan komputer (computer assisted information gathering)



Pasien yang diskrining secara adekuat serta dengan persiapan prabedah yang baik akan lebih efisien dalam biaya pada bedah rawat jalan.



Friedman Z, Chung F, Wong DT. Ambulatory surgery adult patient selection criteria-a survey of canadian anesthesiologists. Can J Anesth 2004; 51(5): 43743. 29. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat nyeri pada bedah rawat jalan diantaranya … a. Jenis pembedahan dan anestesi b. Analgetik yang diberikan saat anestesi c. Faktor demografi pasien d. a dan b benar e. semua benar Jawaban: E Pembahasan: Pengelolaan nyeri Penanganan yang tidak adekuat terhadap komplikasi pascabedah seperti nyeri dan PONV akan memperlambat waktu pemulangan pasien pada bedah rawat jalan. Kemajuan dalam pengendalian nyeri pascabedah akan mempercepat normalisasi kualitas dan fungsi kehidupan yang biasanya didapatkan setelah berminggu-minggu setelah operasi elektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkatan nyeri pada bedah rawat jalan antara lain jenis pembedahan dan anestesi, analgetik yang diberikan saat anestesi, faktor demografi pasien, riwayat analgetik (toleransi analgetik), serta respon emosional dan fisiologi terhadap nyeri itu sendiri. Pengelolaan nyeri pascabedah harus dimulai intraoperatif atau idealnya saat prabedah untuk menjamin pemulihan yang bebas nyeri.



Pavlin DJ, Chen C, Penaloza DA, Polissar NL, Buckley FP. Pain as a factor complicating recovery and discharge after ambulatory surgery. Anesth Analg 2002; 95: 627-34. 30. Strategi yang bisa digunakan untuk mengurangi resiko PNOV (Post Operative Nausea and Vomiting) adalah …. a. Penggunaan propofol untuk induksi serta rumatan anestesi b. Menggunakan N2O c. Mengunakan pemakaian obat anestesi volatile d. Maksimalkan pemakaian prostigmin e. Pemberian cairan yang inadekuat Jawaban: A Pembahasan: Strategi untuk mengurangi resiko PONV adalah: -



Menghindari pemakaian anestesi umum, dengan menggunakan anestesi regional.



-



Penggunaan propofol untuk induksi serta rumatan anestesi.



-



Menghindari pemakaian N2O.



-



Menghindari pemakaian obat anestesi volatile



-



Meminimalkan pemakaian opioid intraoperatif dan pascabedah.



-



Meminimalkan pemakaian prostigmin



-



Pemberian cairan yang adekuat.



Gan TJ, Meyer TA, Apfel CC, Chung F, Davis PJ, Habib AS, et al. Society for ambulatory anesthesia guidelines for the management of postoperative nausea and vomiting. Anesth Analg 2007; 105: 161528. 31. Antiemetik yang dapat digunakan sebagai profilaksis PONV dalam ambulatory anesthesia adalah …. a. Ondansetron



b. Deksametasone c. Haloperidol d. a dan b benar e. semua benar Jawaban: E Pembahasan: Antiemetik yang digunakan sebagai profilaksis PONV pada pasien dewasa termasuk: -



5-hydroxytryptamine (5-HT3) antagonist (seperti



ondansetron,



dolasetron,



granisetron, dan tropisetron) -



Steroid (seperti deksametason)



-



Phenothiazines (prometazin dan proklorperazin)



-



Penylethylamine (efedrin)



-



Butyrophenones (droperidol, haloperidol)



-



Antihistamin (dimenhidrinat)



-



Antikolinergik (skopolamin transdermal)



Dosis serta waktu pemberian obat antiemetik profilaksis Obat Dexamethasone Dimenhydrinate Dolasetron Droperidol Ephedrine Granisetron Haloperidol Prochlorperazine Promethazineb Ondansetron Scopolamine Tropisetron



dosis 45 mg IV 1 mg/kg IV 12.5 mg IV 0.6251.25 mg IV 0.5 mg/kg IM 0.351.5 mg IV 0.52 mg IM/IV 510 mg IM/IV 6.2525 mg IV 4 mg IV Transdermal patch



waktu At induction End of surgery End of surgery End of surgery End of surgery End of surgery End of surgery End of surgery At induction End of surgery Prior evening or 4 h



2 mg IV



before surgery End of surgery



White PF, Watcha MF. Postoperative nausea and vomiting: prophylaxis versus treatment. Anesth Analg. 1999; 89:1337



32. Pengobatan yang direkomendasikan untuk terapi PONV paskabedah adalah … a. Dolasetron 10 mg b. Ondansetron 1 mg c. Promethazine 6 mg d. Tropisetron 5 mg e. Droperidol 6,25 mg Jawaban: B Pembahasan: Jika PONV terjadi pascabedah, antiemetik yang diberikan sebagai terapi harus dengan farmakologi yang berbeda dari antiemetik profilaksis yang telah diberikan, antiemetik yang direkomendasikan adalah antagonis 5-HT3, terbukti adekuat pada terapi PONV. Dosis antagonis 5-HT3 yang digunakan untuk terapi lebih kecil dibanding dosis profilaksis: ondansetron 1,0 mg, dolasetron 12,5 mg, granisetron 0,1 mg, dan tropisetron 0,5 mg. Alternatif terapi lain adalah dexametason 2-4 mg, droperidol 0,625 mg IV, atau prometazin 6,25-12,5 mg IV. Propofol 20 mg dapat juga dipakai sebagai rescue therapy PONV pada pasien yang masih berada di PACU, sama efektifnya dengan ondansetron. White PF, Watcha MF. Postoperative nausea and vomiting: prophylaxis versus treatment. Anesth Analg. 1999; 89:1337 33. Terapi non farmakologis yang bisa digunakan sebagai profilaksi antiemetic adalah …. a. Transcutaneous electrical nerve simulation b. Akupuntur c. Acupressure d. a dan b benar e. semua benar Jawaban: E Pembahasan:



Penggunaan antiemetik profilaksis non farmakologi (akupunktur,transcutaneous electrical



nerve



stimulation,



acupoint



stimulation, danacupressure) juga



memperlihatkan hasil yang efektif dalam pengelolaan PONV. Gan TJ, Meyer TA, Apfel CC, Chung F, Davis PJ, Habib AS, et al. Society for ambulatory anesthesia guidelines for the management of postoperative nausea and vomiting. Anesth Analg 2007; 105: 161528. 34. Berikut ini yang bukan termasuk kriteria skrining dalam penilaian Obstructive sleep apnea (OSA) bedasarkan the society for ambulatory anesthesia adalah a. Usia > 50 tahun b. Jenis kelamin laki-laki c. Tekanan darah d. BMI > 35 kg/m2 e. Snoring Jawaban: B Pembahasan: Society for Ambulatory Anesthesia telah mengeluarkan pernyataan konsensus sendiri mengenai manajemen OSA secara perioperatif. Pernyataan ini merekomendasikan penggunaan kriteria STOP-Bang untuk skrining OSA pra operasi.



Morgan, G. E., Mikhail, M. S., & Murray, M. J. (2006). Clinical anesthesiology. New York: Lange Medical Books/McGraw Hill Medical Pub. Division. 35. Golangan obat yang dapat digunakan sebagai profilaksis untuk pencegahan aspirasi pada pasien yang akan menjalankan bedah rawat jalan adalah …. a. Substitusi benzimidazole b. Steroid c. 5-HT3 antagonist d. Penylethylamine e. Butyrophenones Jawaban: A Pembahasan: Pasien yang akan menjalani bedah rawat jalan mungkin mempunyai risiko aspirasi isi lambung, walaupun risiko ini tidak lebih besar daripada pasien yang dirawat. Bisa dipertimbangkan pemberian obat-obat profilaksis untuk pasien-pasien tertentu



misalnya dengan hiatus hernia, obesitas, atau parturien. Obat-obat profilaksis untuk mencegah aspirasi adalah: -



H2 receptor antagonist: cimetidin, ranitidin, famotidin, nizatidine



-



Substitusi benzimidazol: omeprazole



-



Antasida non partikel: sodium sitrat



-



Obat-obat gastrokinetik: metoclopramid



Pilihan lain merupakan antiemetic yang digunakan pada profilaksis PONV Gan TJ, Meyer TA, Apfel CC, Chung F, Davis PJ, Habib AS, et al. Society for ambulatory anesthesia guidelines for the management of postoperative nausea and vomiting. Anesth Analg 2007; 105: 161528.



36. Berapakah klirens metabolik propofol bila dibandingkan dengan thiopental …. a. 3 kali lebih cepat b. 5 kali lebih cepat c. 8 kali lebih cepat d. 10 kali lebih cepat e. 12 kali lebih cepat Jawaban: D Pembahasan: Induksi anestesi sering dilakukan dengan propofol. Propofol menjadidrug of choice pada anestesi bedah rawat jalan. Setelah bolus saat induksi konsentrasi propofol menurun secara cepat dalam plasma. Propofol juga memiliki klirens metabolik yang cepat, sekitar 10x lebih cepat dibanding thiopental. Rasa sakit akibat suntikan dapat dikurangi dengan pemakaian vena besar atau didahului maupun dicampur



pemberiannya



dengan



lidokain.



Propofol



juga



sering



dipakai



untukmaintenance anestesi. Pemakaian propofol sebagai maintenancemengurangi insidensi PONV bila dibandingkan dengan maintenanceanestesi dengan inhalasi.



Gupta A, Stierer T, Zuckerman R, Sakima N, Parker SD, Fleisher LA. Comparison of recovery profile after ambulatory anesthesia with propofol, isoflurane, sevoflurane and desflurane:a systematic review. Anesth Analg 2004; 98: 632-41. 37. Kekuarangan dari hasil pemeriksaan laboratorium saat skrining kondisi prabedah adalah …. a. Pemeriksaan tersebut sering kali tidak bisa mengungkap kondisi patologi penyakit. b. Nilai abnormal yang terungkap selalu penting dalam memperbaiki pengelolaan serta outcome pasien c. Efisien untuk skrining penyakit yang terdeteksi pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan dengan baik dan tepat. d. Nilai false positive pemeriksaan laboratorium akan menurunkan kecemasan pasien e.



Nilai false positive pemeriksaan laboratorium akan menurunkan penundaan operasi serta biaya.



Jawaban: A Pembahasan: Kepercayaan yang salah sebelumnya mengenai pemeriksaan laboratorium untuk skrining prabedah adalah shotgun labs merupakan yang terbaik untuk pasien dan dokter. Namun saat ini program bedah rawat jalan secara kontinyu memperbaiki substansi pemeriksaan laboratorium untuk skrining pasien. Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan tidak memberikan kontribusi yang menguntungkan terhadap tatalaksana perioperatif pasien. Walaupun pemeriksaan laboratorium dapat membantu optimalisasi kondisi prabedah pasien ketika suatu penyakit terdeteksi, tetapi terdapat beberapa hal yang yang merupakan kekurangannya, yaitu: 1. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut sering kali tidak bisa mengungkap kondisi patologi penyakit



2. Nilai abnormal yang kadang terungkap tidak penting dalam memperbaiki pengelolaan serta outcome pasien. 3. Tidak efisien untuk skrining suatu penyakit yang tidak terdeteksi pada anamnesa dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan baik dan tepat. 4. Nilai abnormal yang didapatkan melalui pemeriksaan laboratorium sering tidak di follow up dengan tepat 5. Nilai false positif pemeriksaan laboratorium akan meningkatkan kecemasan pasien,



meningkatkan



penundaan



operasi



serta



biaya,



dilakukannya



pemeriksaan-pemeriksaan serta terapi yang lebih invasiv yang bersifat traumatik pada pasien. Friedman Z, Chung F, Wong DT. Ambulatory surgery adult patient selection criteria-a survey of canadian anesthesiologists. Can J Anesth 2004; 51(5): 437-43



38. Salah satu faktor penyebab lamatnya waktu pemulangan pasien paska bedah rawat jalan adalah …. a. Usia lebih muda b. Strabisumus c. Adanya orang dewasa pendamping pasien d. Pengelolaan nyeri dengan baik e. Perawatan pada ruang pemulihan yang baik Jawaban: B Pembahasan: Faktor yang memperlambat pemulangan pasien Beberapa faktor dapat menjadi penyebab lambatnya waktu pemulangan pasien. Meningkatnya umur dihubungkan dengan lambatnya pemulihan, suatu perbedaan umur 10 tahun dihubungkan dengan 2% perubahan lama tinggal. Operasi THT, strabismus,congestive heart failure merupakan prediktor prabedah yang penting untuk lambatnya pemulangan.



Sebuah studi menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemulangan pasien dewasa pada bedah rawat jalan adalah: 



Perawat pada ruang pemulihan fase II, merupakan faktor paling penting dalam menentukan waktu pemulangan setelah bedah rawat jalan dengan anestesi umum. Pelatihan perawat yang adekuat, standarisasi tugas perawat, umpan balik yang positif, insentif untuk meningkatkan efisiensi, akan membawa pengaruh besar dalam menurunkan waktu pemulangan pasien.







Orang dewasa pendamping pasien







Pengaruh



anestesi



termasuk



pengelolaan



nyeri,



mual



dan



muntah



serta drowsiness. Pemilihan teknik dan obat-obatan anestesi juga mempunyai pengaruh besar dalam menurunkan waktu pemulangan yang disesuaikan dengan jenis operasi dan jenis kelamin pasien. Pavlin DJ, Rapp SE, Polissar NL, Malmgren JA, Koerschgen M, Keyes A. Factors affecting discharge time in adult outpatient. Anesth Analg 1998; 87: 81626.



39. Salah satu efek samping penggunaan opioid pada perioperatid adalah …. a. Hipoventilasi b. Hiperventilasi c. Hipoalgesia d. Inkontinensia urin e. Takikardi Jawaban: A Pembahasan: Penggunaan analgetik opioid pada perioperatif berhubungan dengan kejadian toleransi opioid akut dan hiperalgesia, hipoventilasi, sedasi, mual dan muntah, retensi urin, dan ileus yang akan memperlambat waktu kepulangan pasien dari rumah sakit serta menambah biaya pengobatan.



Analgesi multimodal yang dikembangkan sekarang ini melibatkan penggunaan lebih dari satu macam penanganan nyeri guna mendapatkan efek sinergis analgetik dalam upaya menurunkan efek samping yang berhubungan dengan penggunaan opioid. Teknik multimodal analgesi ini terbukti mampu meningkatkan pemulihan serta outcome pasien setelah bedah rawat jalan dan telah menjadi standar dalam pelaksanaan prosedur fast-track. White PF. The role of non-opioid analgesic techniques in the management of pain after ambulatory surgery. Anesth Analg 2002; 94: 577-85. 40. Obat premdikasi untuk pengendalian nyeri yang tidak menggangu fungsi agregasi platelet adalah …. a. Celecoxib b. Ketorolak c. Ibuprofen d. Acetaminophen e. Piroxicam Jawaban: A Pembahasan: Penggunaan NSAID yang non selektif (seperti ketorolak) berpengaruh terhadap perdarahan karena mengganggu aggregasi platelet, premedikasi dengan COX-2 inhibitor (seperti celecoxib, rofecoxib, valdecoxib, parecoxib) menjadi makin popular karena tidak berpengaruh terhadap fungsi aggregasi platelet. Pada penggunaan rutin, premedikasi oral dengan rofecoxib 50 mg, celecoxib 400 mg, atau valdecoxib 40 mg merupakan pendekatan yang sederhana dan cost-effective dalam meningkatkan pengendalian nyeri serta mempersingkat waktu pemulangan pasien pada bedah rawat jalan.



Raeder JC, Steine S, Vatsgar TT. Oral ibuprofen versus paracetamol plus codeine for analgesia after ambulatory surgery. Anesth analg 2001; 92: 1470-72.