Statika Kekuatan Bahan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I STATIKA Tujuan Pembelajaran:   



Untuk memberikan penjelasan tentang konsep Statika Untuk memberikan penjelasan tentang gaya-gaya, momen dan kopel Untuk memberikan penjelasan tentang tegangan geser, regangan, dan deformasi untuk keperluan perancangan teknik.



1.1 Pendahuluan Mekanika dibagi dalam 3 bagian besar : MEKANIKA



MEKANIKA BENDA-BENDA KAKU



MEKANIKA BENDA-BENDA ELASTIS



MEKANIKA FLUIDA



Mekanika benda-benda kaku bisa dibagi lagi, (bisa diperinci lagi). MEKANIKA BENDA-BENDA KAKU



STATIKA



DINAMIKA



Gambar 1.1 Struktur mekanika Statika berhubungan dengan benda dalam keadaan diam, sedang dinamika adalah benda dalam gerak. Statika Benda Kaku Statika adalah ilmu tentang kesetimbangan, antara lain berhubungan dengan perubahan gaya-gaya yang tak diketahui yang bekerja pada benda.



2



Pengetahuan mengenai gaya-gaya ini adalah sangat penting untuk perhitunganperhitungan stabilitas dan deformasi. 1.2



GAYA Gaya adalah penyebab suatu pergerakan dan deformasi suatu benda,



besaran suatu gaya adalah : -



Besar gaya tersebut



-



Arah kerja gaya tersebut



-



Titik tangkap atau titik kerja gaya tersebut.



Besaran Fisika yang mempunyai besar dan arah disebut vektor. Besar suatu gaya dinyatakan dalam unit (satuan). S. I. Unit yang dipergunakan oleh para ahli mengukur besar suatu gaya adalah : Newton [N] dan kelipatannya : kilonewton [KN], yang sama dengan 1000 [N] Sistem satuan teknik lama yang dipergunakan adalah Kp dan Mp, yang sama dengan 1000 [Kp]. Arah gaya ditentukan oleh garis aksi (garis kerja) nya, dan tujuan gaya, garis kerja ini garis lurus yang tak terbatas, dimana gaya tersebut bekerja. Membentuk sudut terhadap suatu axis (sumbu) tetap. Gaya itu sendiri digambarkan sebagai suatu ruas (bagian) pada garis tersebut melalui penggunaan skala tertentu. Panjang ruas ini bisa ditentukan untuk menggambarkan besar gaya, dan terakhir tujuan gaya harus ditandai oleh anak panah. Keterangan gambar : L



= Besarnya gaya = arah gaya



A



= titik tangkap gaya



AB = garis kerja gaya



Skala : 1 [N]  5 [mm] Titik A disebut titik kerja (titik tangkap) gaya.



3



HUKUM NEWTON Sir Isaac Newton, adalah yang pertama kali menyatakan hukum dasar yang benar untuk menentukan gerak suatu partikel dan menunjukkan kebenarannya. Secara perlahan diolah mempergunakan peristilahan modern. Hukum 1 : Suatu partikel akan tetap diam atau bergerak kontinyu pada suatu garis lurus dengan kecepatan tetap apabila di sana tidak ada gaya yang tak seimbang (gaya luar) yang bekerja pada benda tersebut. Hukum 2 : Percepatan suatu partikel sebanding dengan resultan gaya yang bekerja pada partikel tersebut dan arahnya searah dengan resultan gaya. Hukum 3 : Gaya aksi dan reaksi diantara interaksi benda-benda adalah sebanding besarnya, berlawanan arah dan segaris kerja bisa juga dikatakan : Gaya reaksi adalah sama besar, berlawanan arah dan segaris kerja dengan gaya aksi. Kebenaran hukum ini telah diuji oleh pengukuran Fisika berulang-ulang. Hukum Newton kedua merupakan dasar untuk kebanyakan analisa dinamika. Seperti yang dipergunakan untuk partikel yang bermassa : m, ini dinyatakan sebagai F=m.a



[m.kg.s-2]  [N]



dimana F adalah resultan gaya yang bekerja pada partikel dan a adalah percepatannya. Persamaan ini adalah persamaan vektor, dimana arah F harus sama dengan arah a sebagai syarat untuk perbandingan besar F dan m . a. Hukum Newton I mengandung prinsip kesetimbangan gaya yang merupakan topik utama dalam kumpulan statika. Pada dasarnya hukum ini adalah konsekuensi hukum kedua, karena di sana tidak ada percepatan bila gayanya adalah nol, dan tiap partikel dalam keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan tetap. Hukum pertama tidak menambahkan sesuatu yang baru terhadap gambaran gaya, tetapi dimasukkan di sini karena merupakan bagian dari pernyataan klasik Newton.



4



HUKUM GRAVITASI Dalam statika maupun dinamika kita seringkali perlu menghitung berat suatu benda. Tarikan gravitasi bumi pada suatu benda diketahui sebagai berat benda. Karena tarikan ini merupakan suatu gaya maka berat benda dinyatakan dalam Newton. Gaya ini terjadi baik pada benda dalam keadaan diam maupun bergerak. Untuk suatu benda yang bermassa : m pada permukaan bumi, yang mempunyai percepatan akibat gravitasi : g Kita menyatakan gaya gravitasi atau beratnya sebagai W. W = m . g [N] m : massa [kg] g : percepatan 9,81 [m. s-2] W : berat [m.kg s-2]  [N] Percepatan di setiap planet berbeda, sebagai contoh percepatan di bulan :



9,81 [m.s-2] 6



Contoh : Berat suatu benda di bumi 60 [N] Hitung berat benda ini di bulan. W di bumi = m.g W di bulan = m .



W di bulan



g 6



=



W di bumi 6



=



60 6



= 10 [N]



Gambar 1.2 Tali ditarik pada kedua ujungnya, A dan B Kedua ujung dalam keadaan setimbang, pada waktu itu gaya yang bekerja pada arah A sama dengan gaya pada arah B. Mengingat arah gaya berlawanan, maka bisa kita tulis. FA = - FB



5



FA + FB = 0 FA = - FBsetimbang (dalam kesetimbangan) bila jumlah gaya-gaya Benda dalam keadaan Fyang + FB = benda 0 A bekerja pada tersebut sama dengan nol. Kedua bagian itu akan tetap dalam keadaan setimbang bila mereka menarik tali pada titik kerja yang berbeda.



Panjang tali tidak menentukan (berpengaruh). Jarak antara titik kerja tidak berpengaruh terhadap kesetimbangan. Arah kerja gaya selalu pada garis lurus yang disebut garis kerja gaya . Titik kerja gaya bias dipindahkan hanya sepanjang garis kerjanya. 1.3 Gaya pada suatu titik Kita telah belajar sebelumnya bahwa gaya-gaya yang bekerja pada arah yang sama, mematuhi hukum penjumlahan yang didefinisikan pada aritmetika biasa atau aljabar. Jika dua gaya atau 1ebih bekerja pada titik yang sama pada suatu benda dan masing-masing gaya-gaya tersebut mempunyai arah yang berlainan, gayagaya itu tidak mengikuti (mematuhi) hukum penjumlahan yang didefinisikan pada aritmetika biasa atau a1jabar. Gaya-gaya bekerja tidak pada titik yang sama, tetapi garis kerjanya mempunyai titik perpotongan yang sama, maka kita bisa mengatakan bahwa gayagaya itu bekerja pada satu titik, sebab kita telah mengetahui di atas, bahwa titik kerja gaya bisa dipindahkan sepanjang garis kerjanya.



Gambar 1.2 Titik perpotongan



6



1.3.1



Penjumlahan 2 gaya Dua gaya yang sudut antara sama FA dan FB bekerja pada partikel C,



dan dua garis. kerjanya adalah 90°. Dalam soal ini, kita bisa melihat dengan mudah bahwa partikel C bergerak sepanjang sudut perpotongan garis. Kita menyatakan bahwa gaya resultan yang bekerja pada partikel C bisa menggantikan efek yang ditimbulkan gaya FA dan FB, tetapi gaya resultan ini mempunyai arah dan besar yang berbeda. Arah dan besar resultan ini bisa ditentukan secara matematis dan grafis.



Pemecahan secara matematis. FR = √ (F A2 + F B2 ) FA = FB = F FR = √ (F 2+ F2 ) = √ 2 F 2 FR = F √ 2 = FA √ 2 = FB √ 2 dalam hal ini mempergunakan dalil Phytagoras (segitiga siku-siku). arah resultan : tan αR =



FB FA



Pemecahan Secara grafis Besar FA dan FB kita konversikan penggambarannya, misalnya untuk atau dalam satuan panjang untuk penggambarannya, misalnya untuk 1 [N]  1 [mm] atau 1 [N]  10 [mm] Contoh : 2 gaya FA dan FB yang sama besar 2 N bekerja pada partike1 C dan sudut antara 2 garis kerjanya adalah 90o. Penyelesaian : 1[N]  20 [mm] FA= FB = 2 [N]  40 [mm]



7



Kita ukur dengan penggaris : FR = 56 [mm] 56 [mm] 



56 1 [N] 20



 2,8 [mm] FR = 2,8 [mm] arah resultan : αR diukur dengan busur derajat. 1.3.2 Paralelogram gaya dan poligon gaya Biasanya sudut antara 2 gaya yang bekerja pada suatu partike1 (benda) tidak 90o. Jika kita rne1engkapi gambar grafik dengan garis sejajar, maka akan kita dapatkan suatu bentuk paralelogram sebagai pengganti dari empat persegi panjang. Paralelogram ini disebut paralelogram gaya.



2 gaya tertentu dengan α > 90°



paralelogram gaya.



Gambar 1.3 Paralelogram gaya



8



Gambar 1.4 Ilustrasi suatu paralelogram gaya. Contoh soal : 2 buah gaya FA dan FB bekerja pada titik C, α = 90o. carilah resultannya. FA = 40 [N] FB = 30 [N]



Penyelesaian trigonometri : F R = ( F A 2+ F B 2) =√ 1600+900=√ 2500=50[ N ]







tan R= R



F B 30 = =0,75 F A 40



= 36,8o



9



Penyelesaian grafis : Skala : 1 [N]  1 [mm] FA = 40[N]  40 [mm] FB = 30[N]  30 [mm] FR = 50[mm]  50 [N] FR = 50[N] 1.1.3. Penjumlahan beberapa gaya pada bidang datar



Gambar 1.5 Penjumlahan beberapa gaya Gaya yang bekerja lebih dari 2 gaya pada suatu titik di bidang datar, di sini kita mempunyai 2 kemungkinan untuk menentukan resultan dengan sistem grafis. a. Kita menghubungkan 2 gaya pertama (FA dan FB) dengan paralelogram gaya sehingga didapat subresultan FR1. Kemudian FR1 ini dengan FC dihubungkan menjadi paralelogram gaya yang baru dan resultan inilah yang merupakan resultan dari ketiga gaya FA, FB dan FC. b. Kita menghubungkan gaya-gaya tersebut satu terhadap Lainnya dengan skala "besar dan arah" yang benar sehingga membentuk sebuah poligon. Garis penutup poligon yang menghubungkan titik tangkap gaya ke ujung panah gaya terakhir merupakan resultan dari ketiga gaya tersebut. Arah resultan berlawanan dengan arah poligon FA, FB & FC. Urut-urutan penempatan untuk membentuk rangkaian gaya itu bisa dipilih sembarangan.



10



Gambar 1.6 Gaya resultan lukisan kutub dan jajaran genjang Pemecahan matematis Untuk penggambaran yang lebih baik, kita mengganti parallelogram menjadi suatu segitiga gaya. Semua gaya pada segitiga ini mempunyai arah dan besar yang sama seperti pada paralelogram.



Gambar 1.7 Gaya resultan menggunakan segi tiga Dengan penggunaan rumus cosinus kita dapat menghitung FR 1) FR = √ F A 2+ F B 2−2 F A❑ F B cos(180O −α ) 2) Arah FR adalah : sin β=



h F B sin α = FR FR



11



Pemecahan secara matematis membutuhkan lebih banyak waktu dan sedikit ruwet. Kita memproyeksikan gaya-gaya pada suatu sistem koordinat dan menghitung besar absis ( nilai pada sumbu x ) dan besar ordinat ( nilai pada sumbu y).



Gambar 1.8 Gaya resultan dengan metode analit



Contoh : F A=300 [ N ] , α 1=30O F B=400 [ N ] , α 2=60O F C =500 [ N ] , α 3=120O HITUNG : F R ; α R Penyelesaian : x 1=F A cos α 1 = 300 . 0,866 = 259,8 [N] x 2=F B cos α 2 = 400 . 0,5



= 200



[N]



x 3=F C cos α 3 = 500 . (-0,5) = - 250 [N] x 1 + x2 + x 3



= Fx



= 209,8 [N]



12



y 1=F A sin α 1 = 300 . 0,5



= 150 [N]



y 2=F B sin α 2 = 400 . 0,866 = 346



[N]



y 3=F C sin α 3 = 500 . 0,866 = 433



[N]



y 1 + y 2+ y 3 = F y



= 929,4 [N]



F R =√209,8 2+ 929,42 tan α R=



= 952,6 [N]



929,4 =4,426 209,8



α R = 77,3o 1.3.3 Penjumlahan beberapa gaya pada ruang 3 gaya yang sama tegak lurus F1, F2, F3 bekerja pada sebuah titik. Pertama-tama ketika menentukan sub resultan FR1.2 dan kemudian kita mendapatkan FR dari FR 1,2 dan F3. Pemecahan secara matematis :



F R 1,2=√ F12 + F 22 F R =√ F R 1,22+ F 32=√ F12 + F 22 + F 32 Kalau gaya-gayanya bersudut miring, kita menentukan sub resultan dari pasangan gaya di bidang datar, kemudian sub resultan ini ditambahkan dengan gaya lainnya untuk memperoleh resultan dengan cara ilmu ukur melukis. Jika kita memecahkan soal ini secara matematis, pertama kita tentukan komponen Fx, Fy dan Fz dari setiap gaya dengan penjumlahan secara aljabar akan didapat sub resultan FRx , FRY dan FRz Dan resultannya adalah F R =√ FR X 2+ FR Y 2 + FR Z 2



13



Gambar 1.9 Gaya resultan pada bidang ruang 1.3.4 Penjabaran sebuah gaya pada 2 arah yang telah di tentukan Persoalan ini merupakan kebalikan dari masalah yang dibicarakan pada babe 1.1.1. Arah dari pada gaya-gaya yang dicari harus berpotongan di satu titik. Kita memindahkan gaya F yang telah diketahui sepanjang garis kerjanya sampai ke titik perpotongan dari 2 arah yang ditentukan itu, dalam gambar adalah garis 1 dan 2. Bila kita menarik garis dari ujung anak panah gay a F, sejajar terhadap 1 dan 2, maka akan terbentuk suatu paralelogram gaya dengan F1 dan F2 sebagai komponen-komponennya. Dalam hal ini gaya F merupakan resultan paralelogram gaya .



Gambar 1.10 Dua buah gaya yang sudah ditentukan 1.4 Penjumlahan gaya yang terletak pada beberapa titik, dalam satu bidang 1.4.1 Dua gaya yang sejajar Dua gaya yang sejajar pada suatu benda, kita tidak dapat menyelesaikan dengan parallelogram gaya untuk mencari jumlah gayanya (resultannya). Contoh :



14



Gambar 1.11 Dua buah gaya sejajar Penyelesaian : a.



R = F1 + F2



b.



R = F1 + F2



1.4.2 Poligon dan Poligon vektor Bila pada sebuah batang bekerja gaya-gaya yang sejajar maka resultantenya dapat ditentukan dengan cara menyusun gaya-gaya tadi.



15



Gambar 1.12 Gaya sejajar Besarnya resultante R = F1 + F2 + F3 Untuk mendapatkan titik tangkap Resultantenya di pakai metode rope poligon (lukisan kutup)



Gambar 1.13 Gaya sejajar dengan lukisan kutub 1.4.3 Penjumlahan beberapa gaya dengan arah yang berbeda Bila ada beberapa gaya dengan beberapa titik tangkap (seperti gambar bawah) maka dapat dicari resultantenya dengan poligon atau dengan metode rope poligon (lukisan kutup).



Contoh 1



16



Contoh 2. Carilah besar dan letak resultante gaya-gaya pada ke dua gambar di bawah ini.



b. Pada batang AB bekerja gaya-gaya F1,F2,F3 dan F4. Berapa dan dimana letak resultantenya ? ( gunakan metode rope poligon ).



1.4.4 Gaya dalam Ruang



17



Bila ada sebuah gaya dalam ruang maka penyelesaian dapat menguraikan ke 3 sumbu, atau sebaliknya. Perhatikan gambar : Fx = F.cos x Fy = F.cos y Fz = F.cos z F=√ Fx2 + Fy2 + Fz 2 ´ ´i Fx+ ´j . Fy + k´ . Fz F= ´ ´i F .cos θ x + ´j. F . cos θ y + k´ . F . cos θ z F= dimana : Cos x = 1 Cos y = m Cos z = n ´ ´i F .1+ ´j. F . m+ k´ . F . n F= ´ F=F (´i .1+ ´j . m+ k´ .n)



dimana : 12 + m2 + n2 = 1



Resultante gaya-gaya dalam ruang R=√∑ Fx 2+ ∑ Fy2 + ∑ Fz 2



∑ Fx=Fx 1+ Fx 2+ Fx 3 +… F x n ∑ Fy=Fy 1+ Fy 2 + Fy3 + … F y n ∑ Fz=Fz 1+ Fz 2+ Fz 3 +… F z n ´ =∑ Fx❑ .´i + ∑ Fy❑ . ´j+ ∑ Fz❑ . k´ R



Contoh : Diketahui F1 = 20 [N] ; F2x = 20 [N]



Arah R : Cos Ry = ∑



Fy R



Cos Rz = ∑



Fz R



Cos Rx = ∑



Fx R



y1 = 60o ;



z1 = 45o



F2y = 40 [N] z2 = 30o



18



Ditanya : besar dan arah resultantenya. Jawab : R=√∑ Fx 2+ ∑ Fy2 + ∑ Fz 2 Fx1 = F. cos x1 Cos2 x1 + Cos2 y1 + Cos2 z1 = 1 Cos2 x1 + Cos2 60o + Cos2 45o = 1 Cos2 x1 = ¼ Cos x1 = ½ Fx1 = 20. ½ = 10 [N] Fy1 = F1. cos y1 = 20.cos 60o = 10 [N] Fz1 = F1. cos z1 = 20.cos 45o = 14.2 [N] Fx 2 = 20 [N]



Fy 2 = 40 [N]



Fz 2 = F2 . cos 30o = ……………… Cosx22 + Cosy22 + Cosz22 = 1 20 40 Cosx2 = F ; cos y 2= F 2 2 2 20 2 40 2 1 + 3 √ =1 + F2 F2 2



( )( )( )



F 22 =8000 dan F 2=89,44 [ N ] Fz2❑=89,44 .



1 √3=77,437 [ N ] 2



Fx = 10 + 20



= 30 N



Fy = 10 + 40



= 50 N



Fz = 14,2 + 77,437 = 91,637 N R=√ 30 2+50 2+ 91,6372 = 108,6 N



Cos



x



=



∑ Fx = R



30 = 0,276 108,6



19



Cos



Cos



x



= 73,96o



y



=



y



= 62,6o



z



=



z



= 32,86o



∑ F y= R



50 = 9,46 108,6



∑ z = 91,637 R



108,6



= 0,84



1.4.5 Momen dan Kopel Momen Momen adalah sebuah gaya yang bertendensi (bermaksud) untuk menggerakkan dan memutar benda. Momen juga sering disebut tarsi. Gambar di bawah menunjukkan sebuah gaya yang bekerja pada sebuah benda yang bertendensi untuk memutar benda. Besarnya momen = gaya Kali jarak. M =F.d



[N.m] Tanda Momen (perjanjian) Yang searah dengan jarum jam diberi tanda positif ( + ) dan yang berlawanan dengan arah jarum jam diberi tanda negatif ( - ).



Gambar 1.14 Gaya momen Prinsip Momen Prinsip momen yang terpenting adalah menurut teori Varignon atau disebut principle of moment. Theory Varignon menyatakan : "Momen suatu gaya terhadap suatu titik, sama dengan jumlah momen komponen-komponennya terhadap titik yang sama". Bukti : Karena jajaran genjang :



20



ad = ab + bd. bd = ac. R.sin = P.sin + Q.sin sebab : ad = R.sin ab = P.sin ac = Q.sin Jika dikalikan dengan oa maka : R.sin. oa =



P.sin.oa + Q. sin. oa



p =



oa.sin



q =



oa.sin



r =



oa.sin



R.r =



P.p + Q.q



Telah terbukti bahwa momen suatu gaya ( R ) terhadap suatu titik (a ) = ( R. r ) sama dengan jumlah momen komponen-komponennya = ( P.p + Q.q ). R.r = P.p + Q.q Rumus ini dapat juga berlaku untuk komponen gaya-gaya yang lebih dari dua. Contoh : 1.



42 = a2 + a2 - - -



2a2 = 42 a2 =



16 2



a = 2 √2 22 = b2 + b2 - - -



22 = 2b2 b2 =



4 2



b = √2



Diketahui



: Lihat gambar



Ditanya Jawab



: Momen terhadap titik o. : MO = F . (a + b)



21



MO = 400 (2 √2 +√ 2) = 400 . 3√ 2 = 1200 √ 2 [Nm] 2. Kembali pada dahulu mengenai mencari titik tangkap R, dengan metode momen. Diketahui : lihat gambar. R dan letak R. Ditanya : R dan letak R Jawab : Misal letak R di C R = F1+ F2 =2+6 = 8 [N] Prinsiple momen Momen suatu gaya = jumlah momen komponen-komponennya. Ditinjau terhadap titik A. ´ + F1.0 R.AC = F2. AB 8.AC = 6.100 AC =



600 = 75 [mm] 8



Bila ditinjau terhadap titik B R.CB = - F1 . AB - F2 . 0 R.CB = F1 . AB CB =



2.100 8



CB = 25 [mm]



KOPEL



22



Kopel adalah momen yang disebabkan oleh dua gaya yang sama dan berlawanan. Kopel mempunyai sifat yang tunggal (unique) yaitu momen pada semua titik akan sama dan hal ini sangat penting dalam mekanik. Kita lihat gambar bawah, gaya F dan - F jaraknya sama dengan d, ini tidak dapat dikombinasikan karena jumlahnya sama dengan O, akibatnya akan menyebabkan putaran. Kombinasi momen terhadap 0 disebut Kopel ( M ). F Momen terhadap O. M



= - F ( a+d ) + F.a = F.a - F.d + F.a = - F.d



Besarnya Kopel M = gaya x jaraknya Perjanjian tanda : -



Searah jarum jam: Positip (+).



-



Berlawanan dengan arah jarum jam : Negatip (-).



Gambar 1.15 Gaya kopel Di sini besarnya kopel pada setiap titik adalah sama yaitu gaya kali jarak kedua gaya tersebut (lengan) Contoh 1. F bekerja pada A, jika di tambahkan sejumlah gaya dan gaya tersebut saling meniadakan (F=O) maka akan timbul kopel. Besarnya kopel: M = - F.d.



23



M = -F.d 2. Letakkan gaya 80 [NJ pada lever dengan sistem seperti di atas, gaya dan kopel pada 0. Kopel = - F.1.sin 60o 1 = −80.9 . . √ 3 2 = - 360 √ 3 [N dm]



1.4.6 Kesetimbangan (Equlibrium) Topik kesetimbangan merupakan inti dari pelajaran statika. Setimbang pada garis besarnya dapat dikatakan dengan diam atau bergerak lurus beraturan (kecepatan konstan). Sebelum kita analisa lebih jauh tentang kesetimbangan, akan kita tinjau hal-hal yang memudahkan penganalisaan. Mechanical system (sistim mekanika) Menurut system mekanika suatu benda (system) dapat dipisahkan (diisolir) dari benda lain yang ada disekitarnya. Tujuan memisahkan adalah untuk mendapatkan Free Body diagram.



24



Free Body Diagram (Diagram benda bebas) Free body diagram : adalah suatu bentuk penyajian secara diagram dari benda (sistem) yang menggambarkan semua gaya yang bekerja Dada benda (sistem) tersebut baik yang diakibatkan benda itu sendiri maupun benda lain. Tujuan membuat Free body diagram : untuk memudahkan dalam mencari gaya-gaya yang tidak diketahui. Langkah-langkah pembuatan F.B.D. 1. Memilih benda (sistem) yang akan diisolir (dipisahkan). 2. Memisahkan benda (sistem) dengan menghilangkan benda-benda yang ada di sekitarnya. 3. Menggambarkan semua gaya yang bekerja pada benda (sistem) tersebut dengan arah, besar dan letak yang benar. (termasuk gaya-gaya yang akan kita cari). 4. Supaya memudahkan dipakai sistem sumbu koordinat dan gambarkan dalam diagram. Bentuk-bentuk diagram benda bebas Untuk bidang ( dua dimensi ) Tipe kontak & gaya Mula-mula 1. kabel, sabuk, rantai/tali yang



Aksi pada bodi



fleksibel. -



berat tali



gayanya



diabaikan



tarik dan searah



berat tali



kabel



diperhatikan 2. Kontak halus.



terjadi gaya tekan normal.



selalu



25



3. Kontak kasar.



Terjadi gaya tangensial (gaya geser), gaya normal. Maka timbul Resultan.



4. Dukungan Rol.



Dukungan rol ( dapat bergeser ) men dapat dukungan gaya normal.



5. Engsel.



Bergerak bebas



Bergerak tidak bebas ( ada gesekan ).



6. Sliding guide bebas



Terjadi gaya normal



26



7. Jepit



Terjadi gaya axial F dan gaya geser V dan juga terjadi momen



8. Gaya tarik bumi



9. Spring (pegas)



Contoh – contoh Free body diagram



27



Konstruksi



Free body diagram



Kondisi-kondisi kesetimbangan 1. 2 gaya Syarat :



28



Kedua gaya harus kolinier (segaris kerja). Besarnya sama dan berlawanan arah. Fx = 0 2. 3 gaya atau lebih dengan arah sembarangan. Syarat : Gaya-gaya harus bertemu pada satu titik. Fx = 0 Fy = 0 3. Gaya-gaya sejajar Syarat : Momen (M12) = Momen (M34) Fx = 0 M = M12 - M34 = 0 4. Umum Syarat :  Fx = 0  Fy = 0 M=0



Catatan : Pembuatan gaya-gaya reaksi sebaiknya dipertimbangkan kebenarannya. Dan kesalahan penggambaran akan terlihat bila tanda pendapatannya(-), kemudian kita memberi perbaikan. Dalam soal-soal kesetimbangan ada beberapa cara untuk mencari gayagaya reaksi misalnya dengan, analitis grafis atau kombinasi. Masing-masing metode ini mempunyai kelebihan dan kekurangannya sendiri ,dan akan lebih jelas pada contoh-contoh berikut.



29



1. Sebuah beban F = 10 [N] digantung dengan dua buah kawat seperti pada gambar. Ditanya : tegangan tali dan jenis tegangannya ( tarik atau tekan ). Dengan metode a. Analitis b. Grafis. c. Kombinasi, Jawab : Perjanjian tanda : Untuk grafis dan kombinasi : Gaya yang meninggalkan titik yang ditinjau disebut tarik ( + ) dan yang menuju titik tekan (-). Fx = 0 T1. Cos 60o = T2. Cos 30o T1. T1



a.



1 1 = T2. √ 3 2 2 = T2 √ 3



Fx = 0 T1. cos 60o = T2. cos 30o T1



1 1 = T2. √ 3 2 2



30



T1 = T2. √ 3



Fy = 0 T1. Sin 60o + T2. sin 30o – 10 = 0 T1



1 1 √ 3 + T2. = 10 ……………… [II] 2 2



Masukan Pers. I ………….. II T2 √ 3 + T2.



1 = 10 2



2 T2 = 10 T2 = 5 N T1



= T2 √ 3 = 5 √ 3 [N]



b.



Secara grafis, skala-skala sudut harus tepat.



c.



Cara kombinasi: Skala dua sudut tidak perlu tepat. Penggambaran harus urut dimulai dari yang diketahui dan karena seimbang harus menutup ke mulamula.



Rumus-rumusnya ( rumus sinus ).



31



T1 F = sin 90 sin 60o 10 T 1 /1 = √3 1 2 T 1=5 √ 3 [N ] a b c = = sin α sin β sin γ T2 F = sin 90 sin30 10 1 =T 2 / 1 2 T 2=5[ N ] T1 (+) berarti tarik. T2 (+) berarti tarik. 2. Sebuah tangga (tidak homogen) massa 20 [Kg], panjang 3 m disandarkan pada dinding dan pada kaki diikat dengan tali, kedua permukaan sangat halus hingga tidak ada gesekan, kemiringan dari tangga 60o. Ditanyakan : Reaksi pada kedua dinding. Jawab : W = m.g = 20. 9,81 = 196 [N]  MB = 0 Gambar 1.16 BD = 1/3 . 1 karena tidak homogen, kalaumiring homogen = ½.1



Jawab : W = m.g = 20.9,81 = 196 [N]



Gaya pada batang



32



 Fx = 0 NA cos 30o – T = 0 ………(1)  Fy = 0 NA sin 30o + NB = W ……(2)  MB = 0 NA cos 30o (AC) + NA sin 30o . (BC) – W.(1/2) = 0 NA cos 30o (3 sin 60o) + NA sin 30o (3 sin 30o) – 198.1/2 = 0 2,25 NA + 0,75 NA = 98 N NA =



98 ¿ 32.66 N 3



NA cos 30o = T T



= 28,09 N



NB = 196 – 16,335 = 179,665 N 1.4.7 Contoh-contoh soal tentang kesetimbangan 1. Diketahui lihat gambar balok di bawah ini. Balok menerima gaya dari penjepit sebesar 200 [N] Ditanyakan : Reaksi pada baut A dan B.



Gambar 1.17 Penjepit



Jawab :



33



Pada gambar (a). MA = 0 RB . 50 + F.100 = 0 50 RB = - F.100 = - 200.100 RB =



−200.100 50



= - 400 [N] Tanda (-) berarti arah RB dalam gambar salah. Kesimpulannya bahwa RB = 400 [N] dan arahnya ke bawah, sehingga pada baut B bekerja beban tekan. FY = 0 RA - R B - F = 0 RA = RB + F = 400 + 200 = 600 [N] ( arahnya benar ke atas ) Berarti baut A menerima beban tarik sebesar 600 N. 2. Drum berisi 200 liter oli ( penuh ) dipindahkan dengan kereta dorong ( lihat gambar di bawah ). Dengan



sudut







berapakah



kereta



tersebut



didorong



,



sehingga



mengakibatkan beban vertikal pada tangan seringan mungkin. g = 10[m/dt2] dan oli = 0,8



34



Gambar 1.18 Troli roda dua Jawab : m = 200.0,8 = l60[kg] W = m.g = 160.10 = 1600 [N]



MA = 0 RB . 120. Cos  - W.cos . 50 + W.sin .25 = 0 RB . 120. Cos  - 25 W(2cos  - sin ) = 0 RB . 120. Cos  = 25 W (2cos  - sin ) Harga minimum dapat dicapai bila harga dari ( 2 cos - sin ) sekecil mungkin atau sama dengan 0. 2cos  - sin  = 0 2 sin = cos  2=



sin α ¿ tg α   = 63,44° cos α



Pada sudut  = 63,44o gaya angkat { RB ) sebesar 0, karena garis berat W 1urus dengan roda.



35



3. Kawat berdiarneter ½ cm dapat terpotong dengan tang bila dibebani gaya sebesar 500 [N]. Berapakah gaya yang harus diberikan pada tangkai tang ( lihat gambar tang di bawah ).



Jawab : Pada E ada gay a 500 [N] MD = 0 RC. 10 – FE . 2 = 0 RC =



500.12 = 100 [N] 10



Pada C terdapat gaya 100 [N] MB = 0 RA. 40 – RC . 3 = 0 RA =



R C .3 100.3 = 7,5 [N] = 40 40



Jadi gaya yang harus diberikan pada tangkai tang sebesar 7,5 [N]



36



BAB II BEAM Tujuan Pembelajaran:   



Untuk memberikan penjelasan tentang beam. Untuk memberikan penjelasan tentang macam-acam tumpuan, gaya aksi dan reaksi. Untuk memberikan penjelasan bidang geser dan bidang momen. Yang dimaksud dengan beam adalah suatu batang yang dibebani gaya atau



momen yang bekerja pada bidang-bidang yang dibentuk oleh sumbu batang tersebut. Beam yang reaksi-reaksinya dapat dihitung dengan metode statik (persamaan kesetimbangan) disebut dengan statis tertentu (Statically determinate). Sedangkan beam yang didukung oleh dukungan yang lebih dari yang diperlukan untuk kesetimbangan disebut statis tak tentu (Statically indeterminate). Untuk statis tak tentu tidak dapat dengan persamaan kesetimbangan akan tetapi dengan sifat-sifat deformasi. 2.1 Macam-macam Beam.



Statis tertentu



Statis tak tentu



Gambar 2.1 Macam-macam bentuk tumpuan



37



1.



Beban titik



2.



Beban terdistribusi a. Distribusi beban merata



W=w.L b. Distribusi beban tidak merata



w.L 2 W= 3.



Beban kombinasi



W 1 = w1 . L W2 = Gambar 2.2 Macam-macam bentuk beban



( w 2−w1 ) . L 2



38



2.2 Macam-macam gaya bekerja 1.



Gaya tarik (tension)



2.



Gaya tekan (compression)



3.



Gaya geser (shearing)



4.



Moment bengkok (bending momept).



5.



Moment puntir (torsion)



Untuk beam akan kita tinjau besarnya gaya geser dan moment bengkok pada setiap titik sepanjang beam tersebut. Langkah-langkah dalam menyelesaikan persoalan di atas 1.



Buat free body diagram batang



2.



Tentukan reaksi-reaksinya berdasarkan persamaan keseimbangan.



3.



Potonglah sebagian batang dari ujung kiri atau kanan dan gambarkan free body diagramnya.



4.



Gambarkan gaya geser (v) dan moment bengkok (M) yang positif pada potongan tersebut sesuai dengan perjanjian.



39



Perjanjian tanda pada Pemotongan.



a.



b.



Untuk sebelah kanan pemotongan (gbr. a). -



Gaya geser ke bawah diberi tanda positif



-



Moment berlawanan dengan arah jarum jam diberi tanda positif.



Untuk sebelah kiri pemotongan (gbr.b) -



Gaya geser ke atas diberi tanda positif.



-



Moment searah dengan arah jarum jam diberi tanda positif.



5.



Carilah besarnya V dan M berdasarkan persamaan keseimbangan.



6.



Gambarkan bidang V dan M berdasarkan perhitungan di atas.



2.2 CANTILEVER 2.2.1 Beban Titik. Contoh 1 : Diketahui : Sebuah batang yang dijepit, pada ujungnya diberi beban F. Ditanya : Lukisan bidang gaya lintang ( V ). dan bidang momen ( M ). ∑ MA = 0 MA + F. L = 0 MA = - F. L Ditinjau pada potongan di x. ∑ MX = 0 MX + F. x = 0 MX = - F. x MX merupakan fungsi dari pada x ( f(x) ), MX = - F. x merupakan garis lurus miring. Untuk x = 0, MX = 0 x = L, MX = - FL ∑ Fy = 0 VAy + F = 0



Gambar 2.3. Free body diagram jepit tunggal



40



VAy = - F VAy = F arahnya ke atas. Jika ditinjau pada potongan x: Vxy = F. Contoh 2 : Sebuah batang yang dijepit, dan diberi beban sebanyak 2 yaitu F1 dan F2 (lihat gambar ). Ditanyakan lukisan bidang V dan M, bila besarnya F1 = 5 [N] dan F2 = 10 [N] Jawab : ∑ MA = 0 MA = F1 . 5 + F2 . 10 = 0 MA = 5 . 5 + 10 . 10 = 0 MA = 75 [Nm] ∑ MB = 0 MB + F2 . 5 = 0 MB = - F2 . 5 = -10 . 5 = - 50 [Nm] ∑ Fy = 0 VAy – F1 + F2 = 0 VAy = F1 - F2 = 5 – 10 = -5 [Nm] Berarti VAy arahnya ke atas besarnya 5 [Nm].



Gambar 2.4 Free body diagram dua gaya arah berlawanan



41



2.3.2 Untuk beban merata Untuk mencari bidang gaya geser dan bidang momen ditinjau potongan di x. Bidang gaya geser V X + RX = 0 V X = - RX VX = - w . x (persamaan garis lurus miring) Untuk X = 0 maka VX = VB = - W . 0 = 0 X = L maka VX = VA = - W . L = -R Bidang momennya - M X – RX . MX =



x =0 2



– RX . X 2 =



W .x .x 2



=-



1 W x2 (pers. Kurva) 2



Untuk X = 0 maka MX = MB = 0 X = L maka MX = MA = -



1 WL2 2



2.4 Dukungan (Support) Apabila ada suatu benda atau batang direbahkan dan batang itu harus menahan suatu beban, supaya terdapat suatu keseimbangan maka benda tadi harus ditumpu. Bila hanya ditumpu sebuah saja, batang itu akan mudah dihilangkan keseimbangannya. Dengan demikian harus ditumpu dengan jumlah dua buah



42



tumpuan hal ini dinamakan support. (lihat gambar )



Di muka telah diterangkan bahwa jika gaya F diketahui maka bidang gaya lintang/geser dan momen dapat digambar dengan memakai skala. 2.4.1 Reaksinya. Sebelum dihitung gaya gesernya digambar lebih dahulu diagram batang bebasnya. ∑ MA = 0 - R B . L + F . L1 = 0 RB =



F . L1 L



Mencari RA. ∑ Fy = 0 RA + R B – F = 0 RA = F - R B =F= RA =



F . L1 L



F . L F . L1 L L



=



F (L – L1) L



F . L2 L



Karena tidak ada gaya horizontal maka RX = 0. 2.4.2 Bidang Gaya Geser Ditinjau pada potongan x1 dari kiri. ∑ Fy = 0



43



RA = V =



F . L2 L



Sekarang ditinjau pada potongan x2 dari kanan - V = RB V = - RB = -



F . L1 L



2.4.3 Bidang Momen Untuk menghitung bidang momen maka tinjau keseimbangan momen pada potongan kita lihat potongan x1.  Mx = 0 - M + RA.x1 = 0 M = RA . x1 M=



F . L2 . x1 (merupakan persamaan garis lurus miring). L



Untuk X=0



M=0



X = L1



M=



F . L1 . L2 L



Jika tinjau potongan x2 dari kanan Mx2 = RB . x2 =



F . L1 . x2 L



Untuk X=0



Mx2 = 0



X = L2



M=



F . L1 . L2 L



44



Contoh untuk dukungan (beban titik) Diketahui : lihat gambar Ditanyakan : Bidang V dan M Jawab :  MA = 0 - RB . 10 + 4 . 6 = 0 = 2,4 [KN] Fy = 0 VAy = 4 – 2,4 = 1,6 [KN] Jika tinjau potongan x :  MA = 0 M – V.x = 0 M = V.x = 1,6 x ………… (1) Jika tinjau bagian kanan : Fy = 0 V + 2,4 = 0 V = - 2,4 [KN]



 MB = 0 M + V (10 - x) = 0 M + (-2,4) (10-x) = 10 M = 2,4 (10 - x) . . . . (2) (1) = (2) 1,6 x = 2,4 – 2,4 x



45



X = 6 [m] Maka M = 1,6 . 6 = 9,6. [Nm] Terletak pada x = 6. [m] Contoh beban berubah beraturan. Tentukan bidang gaya geser, bidang momen dari gambar di bawah. R=



10.0,8 = 4 [KN] 2



 MA = 0 R. 2/3 . 10 - RB . 10 = 0 4 . 2/3. 10 = 10 RB RB = 8/3 = 2 2/3 [KN]  Fy = 0 RA = 4 – 2,67 = 1,33 [KN]  Fy = 0 1,33 – Rx – V = 0 1,33 – ½ Wx – V = 0 W : 0,8 = X : 10 W=x. 1,33 – ½ x.



0,8 10 0,8 .x–V=0 10



1,33 – 0,04 x2 – V = 0 V = 1,33 – 0,44 x2 (lengkungan) ……..(1)  Mx = 0 - M + 1,33 x – Rx. 1/3 x = 0 M = 1,33 x –



x.w . 1/3 x 2



46



= 1,33 x –



x .0,8 . x . 1/3 x 2. 10



= 1,33 x –



0,04 x 3 3



M = 1,33 x – 0,0133 x3 ………… (2)



Harga momen maximum bila V = 0 atau



dM =0 dx



Harga momen maximum bila V = 0 atau



dM =0 dx



V=0 0 = 1,33 – 0,04 x2 x2 =



1,33 0,04







1,33 0,04



x=



x = 5,77 [m] maka  M max = 1,33 .5,77 – 0,0133. 5,773 = 5,13 [KN m] Penggambaran V & M V = 1,33 – 0,04 x2 x=0



x = 5,77



x = 10



V = 1,33



V=0



V = -2,67



M = 1,33 x + 0,0133 x3 x=0



x = 5,77



x = 10



M=0



M = 5,13



M=0



Contoh untuk beban merata. Diketahui beban merata diminta gaya geser dan bidang momen. Mencari reaksi :



47



 MA = 0 RB . L = R.1/2. L 1 w.L .L 2 RB = L = ½ . W. L  Fy = 0 RA = R – R B = R – ½ . W. L = W.L – ½ W.L = ½ . W. L. Jika tinjau potongan x dari kiri  Fy = 0 RA = R x + V = w.x + V



Gambar 2.5 Free body diagram beban merata V = RA - w.x = ½ . w.L – w.x = w (1/2. L - x) ini merupakan garis lurus miring). Untuk : x=0



V = ½ . w. L



x=½.L



V=0



48



x=L



V = - ½ . w. L



Bidang momen Jika ditinjau keseimbangan pada potongan X  Mx = 0 - M + RA . x – Rx. 1/2 x = 0 M = RA . x – Rx. 1/2 x = ½ . w. L. x – ½ w. x. x M = ½ . w. x. (L – x). ini berupa persamaan parabola. Untuk : x=0



M=0



x=½.L



M = ½ . w. ½ . L (L – ½. L) = ¼ w. L . ½ . L = 1/8 . w. L2



x=L



M = ½ . w.L (L - L) =0



49



BAB III KERANGKA Tujuan Pembelajaran:   



Untuk memberikan penjelasan tentang kerangka konstruksi. Untuk memberikan penjelasan gaya-gaya pada batang konstruksi. Untuk memberikan penjelasan tentang metode Cremona dan Ritter. Dalam bab yang terdahulu keseimbangan hanya difokuskan pada batang-



batang tunggal, sekarang jika akan menganalisa beberapa struktur misalnya kerangka jembatan, kuda-kuda rumah, mesin-mesin dan lain-lain. Pada masalah ini sambungan-sambungannya dianggap berengsel, karena apabila dihitung berdasarkan tidak berengsel akan mengalami kesulitan, ternyata dalam perhitungan pendapatannya diijinkan untuk digunakan. Dalam konstruksi ini setiap titik sambungan dalam keadaan statis, sehingga gaya-gaya batangnya bila digambarkan berupa segitiga tertutup. Kerangka ialah suatu sistem yang terdiri dari batang-batang benda yang dihubungkan pada ujung-ujungnya, sehingga terbentuk sistem yang kaku (rigid). 3.1 Anggapan-anggapan dalam analisa gaya-gaya pada batang 1.



Deformasi (perubahan bentuk) batang diabaikan.



2.



Semua batang adalah "Two force members" (2 gaya yang bekerja sama besar, berlawanan arah dan kolinier pada sumbu batang). T = Tarik c = kompressi (tekan)



50



Gambar 3.1 Arah tarik dan tekan 3.



Berat batang diabaikan.



4.



Sambungan las dan keling bisa dianggap sebagai sambungan pena, asalkan sumbu-sumbu batang yang membentuknya berpotongan pada satu titik.



5.



Pada simple trussi (kerangka) semua gaya luar bekerja pada sambungan atau penanya.



Perjanjian :



-



Menuju pena (gaya tekan)



-



Meninggalkan pena (gaya tarik)



-



Dipakai trusses benda kaku (rigid)



3.1.1 Analisa Kerangka Metode Cremona Cremona adalah seorang Itali yang menemukan cara menghitung gayagaya batang dengan grafis. Dasar-dasar dan metode Cremona dimulai dari dua batang yang belum diketahui pada satu sambungan (pada satu titik buhul). Dalam metode ini ada perjanjian tanda, gaya yang meninggalkan titik disebut tarik dan gaya yang menuju titik di sebut tekan. Contoh : Konstruksi seperti gambar. Ditanyakan gaya-gaya batangnya. Jawab :



51



Skala 1 kN  2 cm RA =



3.3 = 1 ½ kN 6



RB = 1 ½ kN



Gambar 3.2 Kerangkan konstruksi



No. batang 1



Tarik -



3 4



2,9 kN



6 2



3,4



5 7



Tekan 2,5 kN



Daftar segi banyak RA, 1, 3



Titik A



1,7



3, 4, 6,



D



2,5



4, 1, F, 2, 5



C



2, RB, 7



B



1,7 2,9



Contoh : Diketahui konstruksi kerangka, hitunglah gaya batangnya (Cremona) Skala : 1 kN  1 cm



52



Titik



Daftar segi



No. batang



Tarik



Tekan



A



banyak RA, 1, 4



1



-



2,6



1, F1, 2, 5



4 2



3,7 -



2,6



4, 5, 6, 9



5 6



0,5



3 -



E



9, 7, 8



9 7



2,2 -



2



F



7, 6, 2, F2, 3



8 3



3,15 -



2,2



C D



3.1.2 Metode Ritter Dalam metode ini untuk mendapatkan atau menghitung suatu gaya pada



53



batang tertentu, tidak usah menghitung semuanya. Dengan cara memotong batang yang akan dikehendaki kemudian dihitung berdasarkan keseimbangan. Contoh : Sebuah konstruksi kuda-kuda baja seperti gambar bawah. Diminta : hitunglah gaya batang pada batang-batang I, II, dan III seperti gambar.



 MA = 0 - RB . 24 + 10 . 16 + 10 . 8 + 10. 4 = 0 24 RB = 160 + 80 + 40 RB =



RB = 11,67 [kN] RB = 30 – 11,67



280 24



= 18,33 [kN]



BAB IV



54



GESEKAN Tujuan Pembelajaran:  



Untuk memberikan penjelasan tentang gesekan statik dan gesekan luncur. Untuk memberikan penjelasan tentang gesekan putar.



Pendahuluan Sebuah buku diluncurkan diatas meja rata dan mendatar, lajunya akan berkurang dan gesekan ( hukum Coulombakhirnya berhenti.Ini berarti ada gaya luar dalam arah horisontal pada buku dan arahnya berlawanan dengan gerak buku. Gaya ini disebut dengan gaya gesekan. Gaya gesek ini terjadi bila dua buah benda kedua permukaannya benda bersinggungan dan benda satu bergerak terhadap benda yang lain. Gaya gesek selalu melawan gerak benda. 4.1 Gesekan Statik dan Gesekan Luncur Gaya-gaya gesekan yang bekerja antara dua permukaan yang berada dalam keadaan diam relatif satu dengan yang lainnya disebut gaya-gaya gesek Statik. Gaya gesek statik maximum adalah gaya yang terkecil yang menyebabkan benda bergerak. Sekali benda mulai bergerak, gaya-gaya gesek yang bekeja akan berkurang besarnya, sehingga untuk mempertahankan gerak lurus beraturan diperlukan gaya yang lebih kecil. Gaya-gaya yang bekerja antara dua permukaan yang saling bergerak relatif disebut gaya gesek kinetik. 4.1.1 Ketetapan dari tahanan ( hukum Coulomb). Untuk menentukan besarnya tahanan gesek atau gaya gesekan tergantung dari tiga hukum dibawah ini, yaitu: 1. Gaya gesekan sebanding dengan gaya normal. 2. Gaya gesekan tidak tergantung dari luas bidang yang bersinggungan. 3. Gaya gesekan tidak tergantung Kecepatan. Dua hukum yang pertama dinyatakan oleh Leonardo de Vinci dan hukum yang ketiga oleh Charles A Coulomb. Kebanyakan para ahli setuju dengan pendapat bahwa gesekan berasal dari kohesi antara molekul-molekul pada kedua permukaan yang bersinggungan. Sebetulnya dua permukaan hanya menyinggung satu dengan yang lainnya pada



55



beberapa tempat yang menonjol keluar saja. Luas persinggungan yang sebenarnya adalah sangat berbeda dengan luas persinggungan yang kelihatan dengan mata. Dalam keadaan biasa luas persinggungan sebenarnya adalah sebanding dengan beban, ( beban normal ). Karena gaya normal mudah diukur sedangkan luas persinggungan sulit diukur, maka lebih mudah untuk menyatakan koefisien gesekan sebagai hasil bagi antara gaya gesek dengan gaya normal. Jadi kedua hukum di atas dianut orang sampai sekarang tapi untuk hukum yang ketiga tidak selalu benar aan sekarang tidak dipakai. Contohnya : Koefisien gesekan kinetik baja dengan baja tanpa pelumasan. Kecepatan m/dt



0,0001



0,001



0,01



1



10



Koef. gesek µk



0,53



0,48



0,39



0,19



0,18



Sehingga rumus dasar yang dipakai sampai sekarang adalah : µ= dimana :



f FN µ = koefisien gesek f = gaya gesek dalam Newton [N] FN = gaya normal dalam Newton [N]



a. Besarnya gaya gesek untuk statik adalah f = µS . FN dimana : µS = koefisien gesek statik. FN = gaya normal. b. Besarnya gaya gesek untuk benda yang bergerak adalah f = µk . FN dimana : µk = koefisien gesek kinetik. FN = gaya normal.



56



Di bawah ini digambarkan gaya gesekan pada waktu statik maupun kinetik.



Gambar 4.1 Saat suatu benda mulai didorong sampai bergerak. Dari rumus gesekan di atas harga koefisien gesek sebenarnya adalah tangen sudut dari resultan gaya normal dengan gaya gesekan. Contoh :



W = FN F = gaya luar. W = berat benda. f = gaya gesek.



Gaya reaksinya dapat di gambarkan sebagai berikut : tg α =



f FN



f = FN . tg α padahal : f = FN . µ maka µ = tg α Berdasarkan percobaan-percobaan (empiris), dihasilkan harga-harga koefisien gesek kering dari statik dan kinetik pada kecepatan tertentu, lihat tabel di bawah ini :



57



Bahan Baja lumer pada baja lumer Aluminium pada baja lumer Tembaga pada baja lumer Besi tuang pada besi tuang Bahan rem pada besi tuang Kayu eik pada besi tuang Batu pada besi tuang Kulit pada besi tuang Karet pada logam metal Karet pada kayu Karet pada trotoar Kulit pada kayu Kaca/glass pada nikel



µS 0,74 0,61 0,53 1,10 0,40 0,60 0,45 0,60 0,40 0,40 0,90 0,40 0,78



µk 0,57 0,47 0,36 0,15 0,30 0,32 0,22 0,56 0,30 0,30 0,80 0,30 0,56



Contoh soal : Sebuah benda bermasa 20 [kg] diletakkan pada bidang datar yang horizontal, benda dan bidang tersebut terbuat dari besi tuang tanpa dilumasi. Hitung gaya gesek maximum untuk statik dan gaya gesek kinetik pada kecepatan tertentu. Jawab : m = 20 kg] g = 9,81 [m/dt2] Pada tabel menurut percobaan didapatkan harga µS = 1,10 dan µk = 0,15. W=m.g = 20 . 9,81 = 196,2 [N] Maka gaya gesek statik maximum f = FN . µS = 196,2 . 1,10 = 215,82 [N] Sedangkan gaya gesek kinetik : f = FN . µk = 196,2 . 0,15 = 29,430 [N]



58



4.1.2. Sudut gesekan dan gesekan konis a. Sudut gesekan. Sebagai contohnya di ambil gambar di bawah ini



FN = m . g . cos α f = m . g . sin α



f = µs . m . g . cos α



f = µ s . FN µs = tg α (ini adalah gesekan statik yang didapat apabila benda tidak bergerak), dan µS maksimum. Sekarang dilihat sudut gesekan dengan bidang normal tg θs ≤ ≤



f FN μs F N FN



Untuk



koefisien



gesek



kinetik



rumusnya juga sama : µk = tg θk



;



µk = tg-1 µk



Gambar 4.2 Gesekan normal Karena koefisien gesek kinetik lebih kecil dari koefisien gesek statik, maka : θk < θs



4.1.3 Gesekan pada Tali



59



Salah satu dari pemindahan tenaga menggunakan tali misalnya pada mesin-mesin bubut dan sebagainya. Prinsip pemindahan tenaga ini adalah gesekan dari pully, andaikan tidak ada gesekan maka tidak akan terjadi pemindahan tenaga. Untuk itu dilihat pemindahan tenaga dengan sabuk (lihat gambar), perbandingan antara tegang an yang menarik dengan yang ditarik dapat dihitung. Besarnya tenaga yang dipindahkan : Daya = gaya x kecepatan.



Gambar 4.3 Gesekan tali



Dimana : P = daya/tenaga yang dipindahkan dalam satuan watt. T = gaya tegang tali. T = Tl - T2 dalam satuan Newton [N]. Tl = Gaya tegang tali pada penarik. T2 = tegangan tali pada yang kendor v = kecepatan tali. v=



π . D .n dalam satuan [m/dt] 60



D = diameter pully dalam satuan [rm] n = putaran pully dalam satuan [rpm] Sehingga rumusnya berbunyi P = ( Tl - T2 ) .



π . D .n ..............................[watt] 60



Rumusnya berbunyi :



60



Tl = Tr + T2 dan Tl = Tr + eµθ Rumus yang kedua tersebut dapat dibuktikan dengan memakai deferensial dan integral.



dimana T1 = tegangan sisi kencang T2 = tegangan sisi kendor. e = bilangan alam = 2,718281828 ... π = koefisien gesek. θ = sudut kontak. Contoh :



Diketahui pada gambar diatas, diameter pully D = 60 [cm], putaran n = 200 [rpm], koefisien gesek 0,5 sudut kontak 160o dan tegangan sabuk T1 = 250[N] Ditanya : tenaga yang dapat dipindahkan . Jawab : T1 / T2 = eµθ θ=



160 . 2 . π = 2,79 [rad] 360



maka



250 = e 0,5 . 2,79 T2 T2 =



250 = 61,958 [N] e1,395



61



Maka : P = (T1 - T2) . P = (250-61,958) .



π . D .n 60



3,14 .0,6 .200 60



= 1181,5 [watt] atau P=



1181,5 736



= 1,605 [Hp] 4.1.4. Gesekan pada baji (pasak) Pasak adalah suatu alat yang sederhana dan banyak digunakan dalam mesin-mesin dengan maksud untuk mengatur posisi suatu alat atau untuk mengunci suatu alat. Jika pasak digeser maka akan terjadi gaya resultante pada masing-masing permukaan pasak yang arahnya miring dari normal yang besarnya kemiringan sama dengan sudut gesek dan arahnya resultante selalu berlawanan dengan arah gerakan relatif dari pasak pada waktu mulai menekan. Pada gambar di bawah ini terlihat sebuah pasak yang digunakan untuk mengatur posisi suatu benda yang punya massa m, koefisien gesek pada permukaan pasak µ = tg θ. Gaya yang diperlukan untuk mulai menggerakkan pasak akan diperoleh dengan cara lukisan maupun perhitungan.



Gambar 4.4 Gesekan baji



62



Maka lihat free body diagram pada bendanya dengan cara poligon.



Bila secara analitis EF = 0 Y W = R2.cos ( a + e ) .........................................(1) EF = 0 x R1 = R2. sin ( a + e ) ........................................(2) Persamaan (1) dan (2) dieliminier R1 & R2 didapat. Kita lihat free body diagram pada pasak. Secara analitis. ∑Fy = 0 R2 . cos ( θ + α ) = R3 cos θ ∑Fy = 0 R2 . sin ( α + θ ) = R3 sin θ = P R1 dan R2 dieliminier akan didapat P dan R3.



63



4.2. Gesekan putar (rolling) Sebuah bola yang digelindingkan di atas lantai lajunya akan berkurang dan akhirnya berhenti. Jelas berarti ada gaya luar yang menahan gerak bola tersebut dan akhirnya berhenti. Gaya inilah yang disebut gaya gesekan guling atau gesekan putar yang bekerja pada bola dan yang menyebabkan adalah lantai. 4.2.1 Tahanan gelinding statis Jika melihat suatu mobil saat akan berjalan dan mobil dalam keadaan berjalan. Jika ban dengan jalan tidak terjadi slip berarti hanya terjadi gesekan gelinding. Permukaan antara jalan dengan roda akan terlihat seperti gambar di bawah ini, dimana seakan-akan ban masuk ke dalam permukaan jalan yang menyebabkan gaya tahan terhadap jalannya ban, gaya tahan inilah yang disebut gaya gesek putar. f = R . sin θ FN = R . cos θ sin θ =



a r



karena f = tgθ FN f=



sin θ . FN cos θ a/r



f= Gambar 4.5 Gesekan putar



a2 Berhubung 2 sangat kecil maka diabaikan, sehingga : r f=



a . FN r



dimana f = gaya gesek .............. [N] a = jarak penyimpangan .................. [cm,mm] r = jari-jari .................. [cm,mm] FN = gaya normal FN = m . g



2 1/ 2



a r2



( ) 1−



. FN



64



Untuk harga a tergantung dari percobaan, jadi belum ada teori mutlak yang dapat mengatakan bahwa a adalah tergantung pada gaya normal atau diameter normal. Dari percobaan didapat bahwa : a = 0,180 ÷ 0,380 untuk baja lunak pada baja lunak a = 0,005 ÷ 0,012 untuk baja keras pada baja keras Contoh : suatu benda berbentuk silinder pejal yang berdiameter 4 [cm] terbuat dari baja keras dan mempunyai massa 2[kg] berputar di atas tumpuan yang terbuat dari baja keras juga. Hitung gaya geseknya (putar) bila tidak terjadi slip. Jawab : harga a = 0,012 [mm] (diambil maksimumnya) f=



a 0,012 . FN = . 9,8 . 2 = 0,012 [N] r 20



Jadi gaya gesek static putarnya = 0,012 [N] Bila harga a belum diketahui, maka tentukan dahulu harga koefisien gesek berdasarkan percobaan, sehingga rumusnya menjadi : f = µrs . FN dimana µrs : koefisien gesek gelinding statik 4.2.2 Tahanan gelinding kinetis Suatu poros penggerak yang berputar di atas bantalan yang dilumasi maupun yang tidak dilumasi, maka pasti terjadi gaya yang melawan putaran. poros itu Gaya yang melawan inilah yang disebut gaya gesek gelinding kinetis. Misalnya sebuah poros yang berputar di atas bantalan yang dilumasi, maka terjadi gesekan sebagai berikut : gesekan static gelinding-gesekan statik luncur. Gesekan statik gelinding lebih kecil dari pada gesekan statik luncur maka dipakai yang lebih besar yaitu gesekan statik luncur yang besarnya : f = µs . F N Untuk selanjutnya poros mulai berputar, dalam putaran ini pelumasan belum berjalan sehingga terjadi gesekan kering atau gesekan gelinding kinetis yang kering, besarnya sama dengan gesekan luncur kinetis, sehingga pada saat ini besarnya gaya gesek :



65



f = µk . F N Pada langkah ketiga pelumas sudah masuk diantara poros dan bantalan sehingga terjadi film minyak atau lapisan minyak, jadi seakan-akan poros tidak berhubungan langsung dengan bantalan tetapi melalui minyak dulu sehingga besarnya gaya gesek f = µko . FN Dalam Percobaan menyatakan bahwa µko < µk < µs dimana : µko = koefisien gesek kinetis basah (adanya pelumasan yang telah bekerja ) = 0,002 ÷ 0,01 µk = koefisien gesek kinetis kering untuk baja keras dengan baja keras = 0,01 ÷ 0,10 µs = koefisien gesek. statis untuk baja keras dengan baja keras = 0,1 ÷ 0,250



Gambar 4.6 Gesekan gelinding



Dari gesekan tersebut maka dapat di hitung berapa tenaga atau power yang hilang dari suatu poros yang bergesekan dengan bantalan. Jika poros berputar n putaran per menit [rpm] ,daya yang hilang dapat di hitung. Tenaga yang hilang = momen puntir karena gesekan x kecepatan putar. P1 = Mt x 2. π . n = f . r x 2. π .n = FN . r . 2 . π . n



66



Jika putarannya dijadikan putaran per detik. P1 =



F N . μ . r .2 . π . n 60



P1 =



π .n.r. μ.FN 30



dimana : P1 = tenaga yang hilang dalam satuan[watt] n = putaran poros dalam satuan [rpm] FN = gaya normal dalam satuan [Newton] r = jari-jari poros dalam satuan [meter] µ = koefisien gesek, ini tergantung dari statik atau kinetik. Contoh : Sebuah poros pendukung yang terbuat dari baja lumer, didukung oleh bantalan yang terbuat dari tembaga dengan koefisien gesek statik 0,53 dan setelah dilumasi 0,03. Hitung tenaga yang hilang waktu akan bergerak dan juga setelah pelumasan normal. Bila massa yang menekan 2 [ton], diameter poros 60 [mm], kecepatannya 600 [rpm] Penyelesaian : µs = 0,53



m = 2 [ton] = 2000 [kg]



µk = 0,53



d = 60 [mm] = 0,06 [m]



n = 600 [rpm] Jika saat/lamanya keadaan statis 0,1 detik, maka tenaga yang hilang sebesar : P1 = =



m. g . µ .r -------- FN = m . g t 2000. 9,81 . 0,03 .0,53 0,1



= 3119,6 [watt] Bila 736 [watt] = 1 [Hp], maka harga : P1 = 3119,6/736 = 4,24 [Hp]



67



Kerugian tenaga sewaktu berjalan P1 = =



m. g . µ .r . π . n 30 2000. 9,81 . 0,03 .0,03 . 3,14 . 600 30



= 1109,5 [watt] atau, P1 =



1109,5 = 1,5 [Hp] 736 Tabel 4.1 Koefisien gesek luncur



Bahan Baja pada baja Baja pada besi tuang Besi tuang pada besi tuang Kayu pada kayu Kayu pada logam Kulit pada besi tuang Karet pada besi tuang Tenun belt pada besi tuang Bahan rem pada baja Kulit pada logam/metal



Gesekan kering 0,15 0,19 0,5 0,7 0,6



statik pelumas 0,1 0,1 0,16 0,16 0,11 0,3 0,2



Gesekan kering 0,14 0,18 0,3 0,5 0,4 0,4 0,5 0,2



kinetik pelumas 0,01l. 0,01 0,1 0,08 0,1 0,4 0,12



Tabel 4.2 Koefisien gesek gelinding Bahan Baja dengan baja Besi tuang pada besi tuang Baja pada baja Laminasi buatan pada baja atau besi tuang Fibre pada baja atau besi tuang Kulit pada besi tuang Kayu pada besi tuang Karet pada besi tuang atau baja



Operasi pada keadaan



koefisien



dalam oli dalam oli kering kering kering kering kering kering



0,05 0,05 0,1 ÷ 0,15 0,2 ÷ 0,25 0,15 ÷ 0,20 0,25 ÷ 0,35 0,40 ÷ 0,50 0,45 ÷ 0,60



68



BAB V TEGANGAN DAN REGANGAN Tujuan Pembelajaran:   



5.1



Untuk memberikan penjelasan tentang konsep tarikan dan tekanan Untuk memberikan penjelasan tentang tegangan dan regangan dan hubungan antara tegangan dan regangan (hukum Hooke) Untuk memberikan penjelasan tentang tegangan geser, regangan, dan deformasi untuk keperluan perancangan teknik.



Kekuatan Bahan Kekuatan Bahan (strength of materials) dapat disebut sebagai ilmu yang



mempelajari hubungan antara gaya luar yang bekerja pada benda elastik dan tegangan – regangan dalam yang disebabkan oleh gaya-gaya yang bekerja. Pada kajian kekuatan material, benda tidak selalu dianggap kaku. Deformasi dan perubahan dimensional akan menjadi perhatian penting. 5.2



Tegangan Tarik dan Tekan Gambar (1.1a) menunjukkan batang benda lurus dengan luas



penampang konstan sepanjang BC. Sebuah batang dengan luas penampang konstan seperti ini disebut batang prismatik. Batang mengalami pembebanan pada kedua ujungnya dengan gaya aksial P yang sama besar tetapi berlawanan arah. Gaya-gaya ini, disebut gaya tarik (tensile force), menyebabkan terjadinya mulur (stretch) atau pertambahan panjang (elongation).



69



Gambar 5.1 Tarikan pada Batang



Gambar 5.2 Tekanan pada Batang



Pada gambar (1.2a) menunjukkan batang prismatik lurus yang dikenakan dua buah gaya P yang menuju ke arah sentroid berimpit dengan sumbu longitudinal batang yang sama tetapi berlawanan arah. Gaya-gaya ini disebut gaya tekan



(compressive



force)



dan



batang



dikatakan



mengalami



tekanan



(compression). Gaya reaksi total P1 yang beraksi pada penampang A menjadi satuan dasar dan dinyatakan menjadi gaya per satuan luas. Ini disebut satuan tegangan (unit stress). Tegangan dihitung dari rumusan:



P A



s=



(5.1)



dengan s : tegangan rata-rata (Pa, MPa) P : beban atau gaya luar (N, kgf) A : luas penampang batang (m2, mm2) Untuk analisa masalah dalam penentuan kapasitas pembebanan ditentukan dengan rumusan:



Pall =s( all ) A dengan



(5.2)



Pall : kapasitas beban aksial (beban aksial ijin maksimum) s(all) : tegangan aksial ijin A : luas penampang batang (m2, mm2)



Untuk keperluan desain yang memerlukan penyangga terhadap beban yang bekerja tanpa mencapai tegangan ijin:



A= dengan



P s( all )



(5.3)



A : luas penampang yang dibutuhkan terhadap beban aksial yang direncanakan P : beban atau gaya aksial luar yang bekerja S(all) : tegangan aksial ijin (Pa)



Contoh 1: (a) Hitung tegangan tarik batang baja dengan ukuran penampang 50 x 50 mm jika



bekerja beban tarik aksial sebesar 100 kN (lihat gbr. 1.1a)



70



(b) Tentukan tegangan tarik st, jika batang tersebut adalah baja struktural W760 x



1,44 (beban tetap 100 kN).



Penyelesaian: (a) Menggunakan rumus tegangan langsung,



P 100 kN 100 kN st = = = =40 MPa 2 2 A 0 , 05 mm 2,5×10-3 m 2 (b) Dari lampiran pada tabel A, luas penampang baja struktural W760 x 1,44 adalah 18,8 x 10-3 m2, sehingga:



P 100 kN st = = =5,3 MPa A ( 18 , 8×10−3 ) m 2 Contoh 2: Balok baja pengencang (steel rod supender) digunakan sebagai dudukan pipa uap pada instalasi pembangkit daya uap (steam power plant). Diameter balok baja adalah 12 mm dan mempunyai tegangan tarik aksial ijin 165 MPa. Hitung beban tarik aksial ijin batang baja. Penyelesaian: Luas penampang balok baja:



π A= ×( 0 , 012 m )2 =1 ,13×10−4 m2 4 Maka beban tarik aksial ijin adalah: 6 ( 1 , 13×10−4 )=18 , 645 kN Pall =st ( all⋅A=165×10 )



5.3 Tegangan Geser Tegangan geser adalah tegangan yang bekerja dalam arah sejajar terhadap permukaan suatu benda. Gaya ini disebut juga tegangan tangensial. Sebuah contoh tegangan geser ditunjukkan pada gambar 5.3a. Tegangan geser dianggap terdistribusi merata melintang bidang kontak. Besar tegangan geser dihitung dari persamaan:



ss=



P A



71



(5.4) dengan



ss : tegangan geser rata-rata (Pa, MPa) P : gaya geser eksternal (N) A : luasan yang dikenai gaya geser (m2) .



Gambar 5.3 Contoh Gaya Geser Contoh 3 Suatu plat baja sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.4 dihubungkan oleh dua buah baut dengan diameter 19 mm. Apabila bekerja beban tarik sebesar 80 kN, hitung gaya geser rata-rata pada baut.



Gambar 5.4 Sambungan Baut Penyelesaian: Masing-masing baut menahan 40 kN (setengah dari total beban). Gaya geser ratarata adalah:



P 40 . 000 N ss= = =141 MPa A π 2 ×( 0 , 019 m ) 4



72



5.4



Perancangan Teknik Pada soal jenis rancangan maka ukuran atau jenis dari material harus



ditentukan. Desain material harus mendukung beban yang diminta tanpa mencapai tegangan ijin. Pada kasus ini, persamaan (1.4) harus ditulis kembali untuk memberi luas geser yang diminta. Untuk geser adalah:



A= dengan



P s s ( ijin )



(5.5)



A : luasan yang diperlukan batas tegangan geser terhadap tegangan geser ijin. P : gaya (beban) yang bekerja ss(ijin)



: tegangan geser ijin



Contoh 4 Sebuah batang baja (steel rod) sebagaimana nampak pada gambar 1.5 menyangga beban P sebesar 90.000 N. Bahan batang baja terbuat dari baja AISI 1020. Baja mempunyai tegangan geser ijin 51,71 MPa. Tentukan diameter yang diperlukan dan pilih diameter yang akan digunakan. Anggap diameter batang berbeda pada setiap 3 mm.



Gambar 5.5 Sambungan Klevis Penyelesaian:



73



Karena ada dua bidang geser, setiap bidang akan menahan 90.000/2 atau 45.000 N. Luas penampang yang diperlukan tiap bidang adalah:



A=



P s s(all )



=



45 . 000 N 51, 71×10 6



N m2



=8,7×10−4 m2



Karena A = d2/4, maka diameter batang logam yang diperlukan:



4A 4⋅8,7×10−4 d= = =0 , 033⋅m π π



√ √



Maka dipilih diameter batang baja 36 mm. Tegangan geser yang terjadi



( ss)



:



P 45 . 000 N ss= = =44 , 21×10 6 Pa A π ( 0,036 m )2 4



5.5



< 51,71 MPa



Regangan dan Deformasi Regangan dinyatakan dengan  (epsilon), dihitung dengan membagi



deformasi total dengan panjang awal, atau secara matematis:



ε=



deformasi total δ = panjang awal L



(5.6)



Karena regangan adalah perbandingan dua besaran panjang, maka regangan tidak bersatuan. Untuk keperluan praktis sering menyatakan regangan dengan m/m (atau mm/mm). Contoh 5: Hitung deformasi total pada tali kawat baja (steel wire rope) dengan panjang 18 m jika regangannya adalah 0,017018 mm/mm. Penyelesaian: L = 18 m



 = 0,017018 mm/mm = 1,7018 x 10-5 m/m



ε=



δ L



74



m δ=ε⋅L=1 ,7018×10−5⋅ ×18⋅m=0 , 000306⋅m=0 ,306324⋅mm m



Maka,



5.6 Regangan Geser Jika gaya geser bekerja pada benda, akan mengakibatkan deformasi geser pada arah yang sama dengan gaya yang bekerja. Deformasi ini disebut distorsi sudut (angular distortion).



Gambar 5.6 Dudukan motor Regangan geser total adalah deformasi geser total dibagi dengan panjang L:



ε s=



δs L



(5.7)



Dari gbr. 1.6 terdapat hubungan antara distorsi sudut dengan regangan geser, yaitu:



tan φ=



δs =ε L s



(5.8)



Untuk sudut yang kecil, sudut tangensial pada umumnya sama dengan sudut yang dinyatakan dalam radian. Contoh 6: Pada gbr. (1.5c), anggap bahwa gaya P bekerja pada bagian atas balok sehingga terjadi pergeseran horizontal atas 0,06096 mm terhadap bidang abcd. Anggap tinggi blok atas sebesar 36 mm. Hitung regangan geser. Penyelesaian:



ε s=



δ s 0 , 06096 mm = =0 ,001693 mm/mm L 36 mm



75



5.7



Hubungan Tegangan dan Regangan (Hukum Hooke) Hubungan proporsional tegangan dan regangan awalnya dinyatakan



oleh Robert Hooke pada tahun 1678 dan menjadi hukum Hooke. Pada bahan yang mengikuti hukum Hooke, beban yang bekerja PA dan PB akan menyebabkan tegangan sA dan sB, dan perbandingan dua nilai menjadi konstan, yaitu:



s A sB = =konstan εA εB



(5.9)



Konstanta ini sekarang dikenal sebagai modulus elastisitas atau modulus Young (sesudah Thomas Young mendefinisikannya pada 1807). Modulus Young dinotasikan dengan simbol E dan berlaku untuk tarik atau tekan, dinyatakan dengan persamaan:



E=



tegangan s = regangan ε



(5.10)



Jika benda dikenakan beban aksial (baik tarik atau tekan), gaya geser sebanding dengan regangan geser sepanjang batas proporsional regangan belum tercapai. Konstanta proporsionalitas dikenal dengan modulus kekakuan (modulus of rigidity) yang dilambangkan dengan G dan dinyatakan sebagai: tegangan geser s s G= = regangan geser ε s Contoh 7:



(5.11)



Sebuah batang dengan panjang 300 mm dan luas penampang 25 mm 2 dikenakan beban tarik aksial 4500 N. Hitung tegangan, regangan, dan pertambahan panjang total jika bahan batang adalah (a) baja, dengan EST = 207 x 103 MPa; (b) aluminium, dengan EAL = 70 x 103 MPa; dan (c) kayu, dengan EW = 10 x 103 MPa. Batas proporsional masing-masing bahan adalah sebagai berikut: baja = 250 MPa, aluminium = 240 MPa, dan kayu = 41 MPa. Penyelesaian: 1. Tegangan tarik untuk semua bahan:



76



P 4500⋅N st= = =180⋅kPa A 25×10−3 ini berarti lebih kecil daripada batas proporsional semua bahan, sehingga hukum Hooke berlaku. 2. Hitung regangan untuk tiga bahan, (a)



baja:



ε ST =



st 0 ,180 = =8 , 696×10−7 m/m=0 , 000870 m m/mm EST 207×103



(b)



aluminium:



ε AL=



st 0 , 180 = =2, 571×10−6 m/m=0 , 002571 mm/mm E AL 70×103



(c)



kayu:



εW =



s W 0 , 180 = =1,8×10−5 m/m =0 , 0180 mm/mm E W 10×103



3. hitung total pertambahan panjang masing-masing bahan, (a) baja:



δ ST =ε ST L=0 , 000870 ( 300 )=0 , 261 mm (b) aluminium:



δ AL=ε AL L=0 , 002571 ( 300 )=0 ,7713 mm (c) kayu:



δ W =ε W L=0 , 0180 ( 300 )=5,4 mm Pengertian ini dapat dikombinasikan untuk menentukan pertambahan panjang total (total deformation)  bahan prismatik yang dibebani secara aksial.



s P/ A PL E= = = ε δ/ L A δ Selesaikan untuk mendapatkan :



δ=



PL AE



(5.12)



77



dengan  : deformasi aksial total (mm) P : beban aksial luar total yang bekerja (N) L : panjang benda (mm) A : luas penampang benda (mm2) E : modulus elastisitas (MPa) Persamaan (1.12) adalah valid hanya jika bahan tidak mencapai batas proporsional. Contoh 8: Sebuah pipa dengan panjang 750 mm mengalami gaya tarik aksial adalah sebesar 22.250 N. Pipa terbuat dari baja dengan dimeter luar 19 mm dan diameter dalam 12 mm. Hitung tegangan tarik di dalam pipa dan deformasi aksial total. Anggap E = 207 x 103 MPa dan batas proporsional adalah 250 MPa. Penyelesaian: 1. luas penampang pipa adalah:



π π A= (d 2o −d 2i )= ( 0 , 0192 −0 , 0122 ) =0 , 000170 m2 4 4



2. hitung deformasi aksial (pertambahan panjang)



δ=



PL 22. 250 ( 0 .750 ) = =0 , 000474 m=0 , 474211 mm AE 0 , 00017 ( 207×109 )



3. hitung tegangan tarik yang terjadi dan uji apakah ini tidak mencapai batas proporsional:



P 22 .250 st = = =131⋅MPa