Sultan Hasanuddin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESUME TUGAS ETIKA BISNIS



AH



VERSITAS NI U



AMMAD H U IY M MATARA M DISUSUN OLEH:



NAMA : VETI VERA NIM PRODI



: 21512A0176 : Adm. BISNIS IV A



FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM 2017



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolonganNya kami dapat menyelesaikan tugas resume tentang meteri Etika Bisnis. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikannya dengan baik. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu matakuliah Etika Bisnis yang telah memberikan kami kesempatan untuk menyelesaikan tugas resume ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan resume ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama dan dapat membuat kita mencapai kehidupan yang lebih baik lagi.



BAB I ETIKA BISNIS 1. Definisi Etika Etika berasal dari kata yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Perpanjangan dari adat membangun suatu aturan kuat dimasyarakat yaitu bagaimana setiap tindak dan tanduk mengikuti aturan-aturan, dan aturan-aturan tersebut ternyata telah membentuk moral masyarakat dalam menghargai adat istiadat yang berlaku. Dalam bukunya Drs. Daryanto yang berjudul Pendidikan Kewirausahaan, Menurut pengertiannya, etika dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1 Etika sebagai praktif, yaitu nilai-nilai dan norma-norma moral (apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral). 2 Etika sebagai refleksi, yaitu pemikiran moral. Berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. (Dalam hal ini adalah menyoroti dan menilai baik-buruknya perilaku seseorang). 2. Definisi Etika Bisnis Etika Bisnis adalah aturan-aturan yang menegaskan suatu bisnis boleh bertindak dan tidak boleh bertindak, dimana aturan-aturan tersebut dapat bersumber dari aturan tertulis maupun aturan yang tidak tertulis. Dan jika suatu bisnis melanggar aturan-aturan tersebut maka akan dikenakkan sanksi dan sanksi dapat diberikan secara langsung ataupun tak langsung. Dalam bukunya Drs. Daryanto



yang berjudul Pendidikan Kewirausahaan,



pengertiannya etika bisnis dapat dibedakan menjadi: 1 Secara makro, yaitu etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi secara keseluruhan. 2 Secara meso, yaitu etika binis mempelajari masalah-masalah etis di bidang organisasi. 3 Secara mikro, yaitu etika bisnis difokuskan pada hubungan individu dengan ekonomi dan bisnis. Sehingga etika bisnis adalah studi tentang aspek-aspek moral dari kegiatan ekonomi dan bisnis (etika dalam berbisnis). 3. Etika Bisnis Dan Tata Kehidupan Manusia Manusia memiliki sifat yang cenderung tidak pernah merasa puas terhadap apa yang diperoleh sehingga ia selalu merasa kurang dan terus mencari. Sehingga banyak umat



manusia yang berkerja dengan keras untuk mengejar tercapainya penghidupan yang layak termasuk melupakan norma-norma yang berlaku. Semakin keras seseorang bekerja maka semakin baik ia mampu untuk mengubah nasibnya, maka perubahan nasibnya, maka perubahan nasib termasuk dengan melakukan perubahan karakter yaitu karakter malas menjadi karakter yang rajin. Menurut pendapat Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana: “Bahwa Nasib seseorang mencerminkan karakternya, dan karakter seseorang berasal dari kebiasaan dan tindakannya. Tindakan seseorang ditentukan oleh pikirannya, sedangkan pikiran seseorang sangat dipengaruhi oleh perasaan (emosi)-nya dan pada akhirnya tingkat kematangan emosi/perasaan seseorang akan mencerminkan tingkat kematangan kesadaran (spiritual) seseorang”. Etika yang berlaku ditempat dimana bisnis tersebut berada harus dipatuhi terutama jika bisnis tersebut ingin tetap mempertahankan aktivitasnya . Mc. David dan Harari (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2001) mengelompokkan empat teori psikologis dikaitkan dengan konsepsinya tentang manusia sebagai berikut: 1. Psikoanalisi, yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh keinginan-keinginan terpendam (homo volensi). Behaviorisme, yang mengaggap manusia yang digerakkan semuanya oleh lingkungan (homo mechanicus). 2. Kognitif yang menganggap manusia sebagai makhluk berpikir yang aktif mengorganisasikan dan mengeolah stimulasi yang diterimanya (homo sapiens). Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah Lewin, Heider, Festinger, Piaget dan Konhlberg. 3. Humanisme, yang melukiskan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya (homo ludens). Manusia memiliki prinsip homo homoni lupus yaitu manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Kaidah ini berlaku dari sisi rasa ambisius manusia untuk meraih keuntangan tanpa memikirkan nasib orang lain dan lebih mengutamakan kesenangan bagi dirinya. Dalam konteks ilmu kepemimpinan ini dikenal dengan sikap otoriter. Sikap otoriter artinya sebuah usaha kuat untuk mencapai sesuatu secara totalitas dan tidak pernah puas sebelum ia benar-benar mendapatkan apa yang diinginkannya . Salah satu persoalan yang terjadi di negara berkembang ketika negara tidak mampu sepenuhnya menyediakan dan memberikan fasilitas yang mendukung kearah penciptaan kesejahteraan rakyat.



Persoalan terjadi semakin rumit pada saat sektor swasta yang melakukan bisnis disana semakin tidak terkontrol, dan ekpansi bisnis yang dilakukan semakin mengindahkan nilai-nilai etika bisnis, Sementara ketika bisnis semakin besar dan para pembisnis tersebut memiliki nilai finansial besar untuk ikut mempengaruhi jalannya pemerintahan. Ini akan menyebabkan sebuah masalah tersendiri. 4. Ruang Lingkup Ilmu Etika Bisnis Adapun ruang lingkup yang menjadi pembahasan dalam bidang ilmu etika bisnis ini adalah: 1. Tindakkan dan putusan perusahaan yang dilihat dari segi etika bisnis 2. Kondisi-kondisi satuan perusaan yang dianggap melanggar ketentuan etika bisnis, dan sanksi-sanksi yang akan diterima akibat perbuatan tersebut . 3. Ukuran yang dipergunakan oleh suatu perusahaan dalam bidang etika bisnis. 4. Peraturan dan ketentuan dalam bidang etika bisnis yang ditetapkan oleh lembaga terkait. 5. Permasalahan Umum Ada beberapa permasalahan umum yang terjadi dalam bidang etika bisnis untuk saat ini, yaitu: 1. Pelanggaran etika bisnis dilakukan oleh pihak-pihak yang mengerti dan paham tentang etika bisnis. 2. Keputusan bisnis sering dilakukkan dengan mengesampingkan norma-norma dan aturan-aturan yang berlaku. 3. Keputusan bisnis dibuat secara sepihak tanpa memperhatikan ketentuan etik yang disahkan oleh lembaga yang berkompeten termasuk peraturan negara. Contoh Kode Etik Perhimpunan AuditorInternal Indonesia (PAAI). 4. Kodisi dan situasi realita menunjukkan kontrol dari pihak berwenang dalam menegakkan etika bisnis masih dianggap lemah sehingga peluang ini diambil oleh pihak tertentu untuk memanfaatkan kondisi demi keuntungan pribadi atau sekelompok orang.



BAB II TEORI ETIKA BISNIS Etika memberi manusia pegangan dalam menjalani kehidupan di dunia. Ini berarti tindakan manusia selalu mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Berikut ini dua macam teori etika, yaitu sebagai berikut. 1. Etika Deontologi. Istilah ‘deontologi’ berasal dari kata Yunani deon, yang berarti kewajiban. Karena itu, etika deontologi ini menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Misanya, suatu tindakan bisnis akan dinilai baik oleh etika deontologi bukan karena tindakan itu mendatangkan akibat baik bagi pelakunya, melainkan karena tindakan itu sejalan dengan kewajiban si pelaku. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting. Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi : a. Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan kewajiban. b. Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik. c. Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.



2. Etika Teleologi Etika Teleologi, dari kata Yunani, telos = tujuan, yaitu mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa etika teleologi lebih situasional, karena tujuan dan akibat suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu. Dua aliran etika teleology: a.



Egoisme Etis . Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-



satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya.



b.



Utilitarianisme. Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Cost-Benefit Analysis. Manfaat yang dimaksudkan utilitarianisme bisa dihitung sama seperti kita menghitung untung dan rugi atau kredit dan debet dalam konteks bisnis. Utilitarianisme, dibedakan menjadi dua macam : 1. Utilitarianisme Perbuatan (Act Utilitarianism) 2. Utilitarianisme Aturan (Rule Utilitarianism)



3. Teori Hak. Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.



4. Teori Keutamaan (Virtue). Memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Contoh keutamaan: a.



Kebijaksanaan.



b.



Keadilan.



c.



Suka bekerja keras dan hidup yang baik.



Keutamaan-keutamaan yang dimilliki manajer dan karyawan sejauh mereka mewakili perusahaan, adalah : Keramahan, Loyalitas, Kehormatan dan Rasa malu. Keramahan merupakan inti kehidupan bisnis, keramahan itu hakiki untuk setiap hubungan antar manusia, hubungan bisnis tidak terkecuali.



BAB III MORALITAS DAN ETIKA BISNIS 1. Definisi Moralitas Moralitas adalah istilah yang di pakai untuk mencakup praktik dan kegiatan yang membedakan apa yang baik dan apa yang buruk, aturan-aturann yang mengendalikan kegiatan itu da nilai-nilai yang tersimbol di dalamnya yang di pelihara atau di jadikan sasaran oleh kegiatan dan praktek tersebut. Istilah



moral



berasal



dari



kata



latin



MOS



(moris)



yang



berarti



adat



isitiadat,kebiasaan,tata cara kehidupan. Seseorang yang bermoral tercermin dari perbuatan yang di lakukan,karena perbuatan adalah bagian dari tindakan moralitas seseorang. Jadi, tingkah laku dikatakan bermoral apabila tingkah laku itu sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku dalam kelompok sosial dimana anaka itu hidup. 2. Moralitas Dan Etika Bisnis . Situasi dan kondisi bisnis saat ini memiliki tingkat kompleksitas yang jauh lebih tinggi



di bandingkan dimasa lalu. Di pakainya sarana teknologi sebagai perangkat



pendukung dalam mempercepat berbagai urusan bisnis telah menimbulkan berbagai efek, baik positif dan negatif. Secara positif ini memepercepat berbagai urusan serta mempersingkat penggunaan waktu dan tenaga. Dari segi negatif telah melahirkan kasus baru dalam bidang kejahatan, yaitu cyber crime. cyber crime adalah salah satu kejahatan yang marak terjadi untuk saat ini dengan memanfaatkan dunia maya sebagai tempat untuk mengambl keuntungan. Pengguna perangkatsoftware dalam bentuk jaringan internet merupakan jaringan internet merupakan jaringan yang paling di minati oleh para hacker. Hacker adalah pelaku kejahatan dalam dunia maya yang ahli dalam bidang tekhnologi informasi dan memanfaatkan keahlian itu untuk bidang negatif. Contohnya memindahkan sejumlah dari sebuah perbankan di rekening milik pribadi, dilakukan secara ilegal tanpa di ketahui oleh pihak manajemen perbankan tersebut. Dalam konsep moralitas dijelaskan secara umum bahwa seseorang dalam menjalankan pekerjaan sangat memperhatikan aturan-aturan



yang berlaku dan



menghindari setiap perbuatan yang tidak boleh di lakukan karena melangar prinsip moralitas pada dirinya sendiri.prinsip moralitas yang dimiliki oleh seseorang akan terus diterapkan sejauh yang bersangkutan mampu untuk mempertahankan prinsip moralitas tersebut.



3. Penyebab Pergeseran Moralitas Di Masyarakat. Kondisi masyarakat yang heterogen telah menyebabkan pandangan dan pemikiran terjadi didalam berbagai segi. Pandangan pro dan kontra pada saat ini dianggap adalah hal biasa, alam demokrasi telah dirasakan manfaatnya. Sesuatu yang tabu untuk di ucapkan menjadi hal biasa untuk di diskusikan. Di satu sisi masyarakat menggap ini sebagai kemajuan, namun di sisi lain masyarakat menganggap ini sebagai demokrasi yang tidak tekontrol atau melewati batas-batas aturan. Kondisi ini sering terjadi pada dunia bisnis. Bahwa setiap perusahaan yang memilki produk dan berkeinginan untuk meraih keuntungan yang semakin tinggi harus siap menerima berbagai informasi. Berbagai informasi yang di terima tersebut selanjutnya harus difilter untuk dilakukan pemilahan dan pengalokasian sesuai dengan tempatnya dengan tujuan dapat diketahui mana informasi yang layak untuk diterapkan dan yang mana yang tidak layak untuk tidak diterapkan. Pemilahan informasi berdasarkan prosinya masing-masing telah menempatkan informasi tersebut memiliki arti penting. Sebuah institusi bisnis berkualitas harus mampu memilah informasi berdasarkan posisinya masing-masing, dan pemilihan setiap informasi tersebut harus didukung oleh kualitas pihak yang melakukannya. Jika kemampuan yang memilah adalah rendah maka informasi tersebut tidak akan mampu untuk dipilah secara baik.



4. Moralitas Dan Bisnis . Bisnis tidak boleh di bangun hanya berlandaskan pada keinginan mendapatkan materealistis semata, atau mengejar kekayaan saja. Bisnis dan moralitas pada prinsipnya memiliki hubungan yang kuat. Keputusan membangunan bisnis didasarkan pada moralitas ingin memiliki hidup yang lebih layak, serta mampu memperkerjakan orang lain dan memberi gaji yang layak. Keinginan untuk membentu orang lain dengan memberi pekerjaan yang layak telah menempatkan perasaan moral untuk bertanggung jawab terhadap sesamaa manusia. Bahwa setiap manusia berhak mendapatkan penghidupan yang layak. Kelayakan kehidupan akan diperoleh jika ia memperoleh penghasilan yang yang mencukupi, dan berkecukupan penghasilan tersebut akan di peroleh jika ia mendapatkan pekerjaan yang layak. Secara lebih jauh perusahan di tuntut untuk ikut serta menuntaskan kemiskinan.



BAB IV PENDEKATAN ETIKA BISNIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN.



1. Definisi Pengambilan Keputusan. A. Pengertian keputusan. Keputusan adalah proses penelisiran masalah yang berawal dari latar belakang masalah, identifikasi masalah hingga kepada terbentuknya kesimpulan atau rekomendasi. Rekomendasi itu yang selanjutnya di pakai dan di gunakan sebagai pedoman basis dalam pengambilan keputusan oleh karena itu, begitu besarnya pengaruh yang akan terjadi jika seandainya rekomendasi yang di hasilkan tersebut terdapat kekeliruan atau adanya kesalahan-kesalahan yang tersebunyi karena faktor ketidak hati-hatian dalam melakukan pengkajian masalah. Pengertian keputusan menurut para ahli adalah sebagai berikut: 



Ralph C. Davis, keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan.







Mary Follet, keputusan adalah sebagai suatu atau sebagai hukum situasi. Apabila semua fakta dari situasi itu dapat diperolehnya dan semuayang terlibat, baik pengawas maupun pelaksana mau mentaati hukumannya atau ketentuannya, maka tidak sama dengan mentaati perintah. Wewenang tinggal dijalankan, tetapi itu merupakan wewenang dari hukum situasi.







Menurut James A.F. Stoner, keputusan adalah pemilihan di antara berbagai alternative. Dari pengertian keputusan-keputusan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi yang dilakukan melalui pemilihan satu alternative dan beberapa alternative.



B. Pengambilan Keputusan. Pengertian pengambilan keputusan menurut para ahli adalah sebagai berikut: 



Menurut George R. Terry pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.







Menurut Sondang P. Siagian pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling cepat.







Menurut James A. F. Stoner pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan itu adalah suatu cara yang digunakan untuk memberikan suatu pendapat yang dapat menyelesaikan suatu masalah dengan cara / tehnik tertentu agar dapat lebih diterima oleh semua pihak.



C. Tahap-Tahap Dalam Pengambilan Keputusan. Guna mempermudah pengambilan keputusan maka perlu dibuat tahap-tahap yang bisa mendorong kepada terciptanya keputusan yang diinginkan. Adapun tahap-tahap tersebut adalah : a. Mengidentifikasi masalah tersebut secara jelas dan gamblang, atau mudah di mengerti b. Membuat daftar masalah yang akan di munculkan, dan menyusunnya secara prioritas dengan maksud agar adanya sistematika yang lebih terarah dan terkendali c. Melakukan identifikasi dari setiap masalah tersebut dengan tujuan untuk lebih memberikan gambaran secara lebih tajam dan terarah secara lebih spesifik d. Memetakan setiap masalah tersebut berdasarkan kelompoknya masing-masing yang kemudian selanjutnya di barengi dengan menggunakan model atau alat uji yang akan dipakai. e. Memastikan kembali bahwa alat uji yang di pergunakan tersbut telah sesuai dengan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah yang berlaku pada umumnya Tetapi Menurut Herbert A. Simon ( Kadarsah, 2002:15-16 ). tahap – tahap yang harus dilalui dalam proses pengambilan keputusan sebagai berikut : 1. Tahap Pemahaman ( Inteligence Phace ). Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah.



2. Tahap Perancangan ( Design Phace ). Tahap ini merupakan proses pengembangan dan pencarian alternatif tindakan / solusi yang dapat diambil. Ini merupakan representasi kejadian nyata yang disederhanakan, sehingga diperlukan proses validasi dan vertifikasi untuk mengetahui keakuratan model dalam meneliti masalah yang ada. 3. Tahap Pemilihan ( Choice Phace ) Tahap ini dilakukan pemilihan terhadap diantara berbagai alternatif solusi yang dimunculkan pada tahap perencanaan agar ditentukan / dengan memperhatikan kriteria–kriteria berdasarkan tujuan yang akan dicapai. 4. Tahap Impelementasi ( Implementation Phace ). Tahap ini dilakukan penerapan terhadap rancangan sistem yang telah dibuat pada tahap perancanagan serta pelaksanaan alternatif tindakan yang telah dipilih pada tahap pemilihan.



D. Pendekatan Etika Bisnis Dalam Pengambilan Keputusan Dalam menddung proses pengambilan keputusan, paraa manajer menempatkan prespektif etika sebagai penguat keputusan. Selama ini para manajer serinh menempatkan pendekatan normatif dalam setiap pegambilan keputusan mereka, namun pada kenyataannya pendekatan normatif saja tidak ungkin di terapkan. Oleh karena itu,untuk membuat suatu keputusan menjadi lebih aspiratif maka dibuatlah berbgai bentuk pendekatan lainnya, seperti, utilitarian apporoach (pendekatan manfaat), individualisme



approach



(pendekatan



individualisme),



moral-rights



appoach



(pendekatan hak-hakk moral , dan justice approach (pendekatan keadilan). Yang harus diingat bagi seorang manajer bahwa ia bisa ssaja mempergunakan ganya dua bentuk pendekatan saja atau lebih dari itu, jika ia menggap pendekatan yang dipergunakan itu sudah mewakili untuk diterapkan.untuk memahamisecara lebih dalam 4 (empat) bentuk pendekatan ini dapat kita lihat di bawah ini : 1.



utilitarian apporoach (pendekatan manfaat).



2.



individualisme approach (pendekatan individualisme)



3.



justice approach (pendekatan keadilan).



E. Penggunaan Pohon Keputusan Sebagai Pendukung Dalam Proses Pengambilan Keputusan. Model pohon keputusan (Decision Tree Model) merupakan suatu diagram yang cukup sederhana yang menunjukkan suatu proses untuk merinci masalah-masalah yang dihadapinya kedalam komponen-komponen, kemudian dibuatkan alternatif-alternatif pemecahan beserta konsekuensi masing-masing. Diagram ini bentuknya seperti pohon roboh. Diagram pohon ini merupakan salah satu langkah yang diperlukan, misalnya dalam pengambilan rancangan bangun proyek. Konsep proses ini pada dasarnya mengikuti teori system, dimana antara komponen yang satu dengan komponen yang lain merupakan mata rantai proses yang berkesinambungan, yang saling bergantung. Adapun langkah-langkah yang sekiranya perlu dilakukan secara berturut-turut sebagai berikut: 1.



Mengadakan identifikasi jaringan hubungan komponen-komponen yang ada yang secara bersama-sama membentuk masalah tertentu yang nantinya harus dipecahkan melalui diagram keputusan. Masalah tertentu itulah yang merupakan masalah utama.



2.



Masalah utama itu kemudian dirinci kedalam masalah yang lebih kecil.



3.



Masalah yang sudah mulai terinci itu kemudian dirinci lagi kedalam masalah yang lebih kecil lagi. Begitu seterusnya, sehingga merupakan diagram pohon yang bercabangcabang. Itulah sebabnya mengapa keputusan atau proses pengambilan keputusan yang dilakukan semacam itu dinamakan diagram pohon. Diagram pohon itu sangat bermanfaat bagi tim yang mengadakan analisi masalah untuk kemudian dipecahkan bersama-sama dalam tim itu karena masalahnya dan pemecahaanya saling berkaitan. Tanpa bantuan anggota tim lainnya masalah yang begitu kompleks tidak akan dapat dipecahkan.



BAB V ETIKA BISNIS DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG). 1.



Definisi Good Corporate Governance (GCG). Istilah Corporate Governance (CG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporan nya yang dikenal sebagai Cadbury Report adalah seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Sehingga disini jelas jika Corporate Gorvenance ingin diarahkan untuk menciptakan suatu bentuk organisasi bisnis yang bertumpu pada aturan-aturan manajemen modern yang profesional dengan konsep dedikasi yang jauh lebih bertanggungjawa. Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu: 1.



Transparency (keterbukaan informasi). Yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.



2.



Accountability (akuntabilitas). Yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.



3.



Responsibility (pertanggungjawaban). Yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.



4.



Independency (kemandirian). Yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.



5.



Fairness (kesetaraan da kewajaran). Yaitu perlakuan



yang adil



dan setara di



dalam memenuhi



hak-



hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.



2.



Good Corporate Governance (GCG) dan Manajemen Perusahaan. Corporate Governance adalah suatu konsep yang memiliki idealisme untuk mewujudkan tujuan-tujuan pemegang saham. Para pemegang saham menginginkan keuntungang yang maksimal dalam setiap investasi yang dilakukan. Namun dalam berbagai kasus yang terjadi kadangkala pihak manajemen perusahaan sering tidak mampu memenuhi keinginan yang yang ditargetkan oleh para pemegang saham secara baik. Slefer dan Vishny, 1997, secara sempit mendefinisikan corporate governance sebagai pengaturan institusional dengan hal yang mana penyedia keuangan perusahaan yakin akan mendapatkan pendapatan yang pantas atas investasinya. Sedangkan Macey (1998) menjelaskan Corporate governance ini sebagai mekanisme untuk mengontrol manajemen dari ketidakefisienan mereka atau gagal memaksimumkan nilai. Blair (1996) memberikan definisi yang lebih luas dan lengkap terhadap Corporate governance ini yaitu satu kesatuan yang menyeluruh mulai dari pengaturan hukum, budaya dan, institusi sehingga perusahaan-perusahaan publik dapat bekerja, mengatur siapa yang mengontrol, bagaimana kontrol dilaksanakan dan bagaimana resiko dan pendapatan yang diperoleh dari aktivitasnya dialokasikan.



3.



Agency Theory dan Solusi Memperkecil Timbulnya Agency Theory. Agency theory (teori keagenan) merupakan suatu kondisi yang terjadi pada suatu perusahaan dimana pihak manajemen sebagai pelaksana yang disebut lebih jauh sebagai agen dan pemilik modal (owner) sebagai principal membangun suatu kontrak kerja sama yang disebut dengan “nexus of contrsct”, kontrak kerjasama ini berisi kesepakankesepakan yang menjelaskan bahwa pihak manajemen perusahaan harus bekerja secara maksimal untuk memberi kepuasan yang maksimal secara profit yang tinggi kepada pemilik modal (owner). Implikasinya memungkinkan terjadinya sikap oportunistik dikalangan manajemen perusahaan dalam melakukan beberapa tindakan yang sifatnya disengaja seperti: 1.



Melaporkan piutang yang tak tertagih



yang lebih besar dari kenyataan yang



sesungguhnya. 2.



Melaporkan hasil penjualan dengan peningkatan yang tidak terlalu tinggi.



3.



Melaporkan kepada pihak principal bahwa dibutuhkan dana tambahan untuk menunjang pelaksanaan proyek yang sedang dikerjakan jika tidak dibantu maka proyek akan berhenti.



4.



Melakukan income smoothing, berupa melaporkan pendapatan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, namun sesuai dengan maksud serta keinginan agen (manajemen).



5.



Membuat laporan keuangan ganda, yaitu laporan keuangan yang datanya diotak-atik atau sudah dirubah untuk tujuan tertentu diberikan kepada pihak komisaris perusahaan namun yang sebenarnya hanya diketahui oleh para petinggi dimanajemen perusahaan saja.



6.



Dan seterusnya.



Pihak agen menguasai informasi secara sangat maksimal (full information) dan disisi lain pihak principal memiliki keunggulan kekuasaan atau maksimalitas kekuasaan. Sehingga kedua pihak ini sama-sama memiliki kepentingan pribadidalam setiap keputusan yang diambil, salah satu efek yang jauh yang bisa terjadi adalah perolehan dividen yang rendah yang akan diterima oleh principal karena faktor permainan yang dilakukan oleh agen. Dengan kondisi seperti itu maka pihak manajemen berusaha secara maksimal untuk mampu memberikan kinerja yang maksimal pada para pemegang saham khusus nya pemilik perusahaan yaitu para komisaris perusahaan. Karena jika pihak manajemen perusahaan tidak mampu memberikan kinerja dalam bentuk keuntungan yang maksimal kepada para pemegang saham tersebut maka memungkinkan bagi pihak komisaris perusahaan untuk mengganti susunan struktur organisasi management perusahaan, untuk hal ini komisaris memiliki wewenang besar untuk melakukannya. Sehingga secara umum ada dua yang paling dituntut oleh pihak komisaris perusahaan kepada pihak manajemen perusahaan, yaitu: 



Profit yang maksimal, dan







Kontinuitas perusahaan atau keberlanjutan usaha. Jika kedua hal ini tidak terpenuhi maka memungkinkan pihak komisaris



menggantikan para manajemen perusahaan. Oleh karena itu, maka pihak manajemen perusahaan berusaha kuat untuk menerapkan berbagai strategi guna memberikan kepuasan kepada para komisaris perusahaan. Dengan profit yang tinggi maka artinya para pemegang saham akan mendapatkan deviden yang tinggi, namun begitu pula sebaliknya.



4.



Solusi memperkecil Agency Theory. Atas dasar pendapat diatas maka ada beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk memperkecil timbulnya dan berlakunya agency theory ini, adalah: 1. Pihak komisaris harus melihat posisi manajemenperusahaan sebagai pihak yang memiliki peran besar dalam menjaga dan mempertahankan berlangsungnya perusahaan secara jangka panjang (long term) 2. Pihak komisaris perusahaan dalam melihat posisi manajemen peusahaan bukan dalam konteks pekerja atau pelaksana tugas namun sebagai mitra bisnis, dalam artian setiap bisnis beratnya masalah harus dibagi bersama dan dopecahkan bersama. 3. Pihak komisaris perusahaan dalam mendengar informasi dan analisa dari pihak komisaris independen harus melakukan kaji ulang secara intensif sebagai bentuk tanggung jawab jika keputusan nanti diambil bukan berarti adalah rekomendasi 100 persen dari pihak komisaris independen. 4. Pihak manajemen perusahaan harus membangun dan memiliki semangat serta loyalitas tinggi pada perusahaan memiliki pengaruh pada maju mundurnya tingkat kesejahteraan para manajemen perusahaan. Walaupun demikian perusahaan dikendalikan oleh para pemegang saham, namun pemegang saham tidak dengan mudah memonitori kinerja manajemen andaikan pemegang saham tidak memiliki informasi yang memadai terhadap karakteristik industrial dan perusahaan sebagaimana yang dimiliki manajemen.



5.



Etika Bisnis dan Konsep Good Corporate Governance (GCG). Pada saat ini salah satu aturan yang terjelas secara tegas bahwa suatu perusahaan yang ingin atau berkeinginan untuk go publik adalah perusahaan tersebut memiliki konsep serta mengaplikasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Penegasan ini menjadi jelas pada saat melihat bagaimana beberapa perusahaan sebelumnya yang dianggap bermasalah di pasar modal (capital market) kerja kinerja perusahaan rendah atau bermasalah. Dan salah satu faktor penyebab rendahnya kinerja tersebut disebabkan tidak diterapkannya prinsip-prinsip GCG secara tegas. Pedoman umun Good Corporate Governance Indonesia untuk selanjutnya disebut pedoman GCG merupakan acuan bagi perusahaan untuk melaksanakan GCG dalam rangka:



1.



Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pasa asas transparasi, akuntabilitas, responsibilitas, indenpendensi serta kewajaran dan kesetaraan.



2.



Mendorong



pemberdayaan



fungsi



dan



kemandirian



masing-masing



organ



perusahaan, yaitu dewan komisaris, Direksi dan rapat umum pemegang saham. 3.



Mendorong pemegang saham, anggota dewan komisaris dan anggota direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan nya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.



4.



Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama disekitar perusahaan.



5.



Mengoptimalkan



nilai



perusahaan



bagi



pemegang



saham



dengan



tetap



memperhatikan pemangku kepentingan lainnya. 6.



Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.



6.



Good Corporate Governance dalam konteks Bisnis Masa Depan. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dimengerti jika penerapan Good Corporate Governance (GCG) bukan sebuah syarat lagi namun sudah kebutuhan pokok untuk harus dilaksanakan. Dari hasil penelitian menyebutkan jika perusahaan multinasional lebih bersungguh-sungguh menerapkan GCG dibanding dengan perusahaan domestik. Keinginan mereka menerapkan GCG adalah bentuk usaha dari mereka yang menghargai tata konsep bisnis modern. Karena bisnis tidak lagi bisa dijalankan secara konvensional seperti dahulu, yaitu pemilik (owners) memiliki kekuasaan yang begitu tinggi dan dengan mudah memerintah serta memecat setiap agen yang dianggap tidak bisa bekerja dengan baik. Sifat arogansi ini secara nilai-nilai etika bisnis menjadi salah, karena keputusan yang arogan dianggap tidak mengedepankan etika bisnis namun lebih mengedepankan keinginan untuk meraih keuntungan semata atau profit.



7.



Permasalahan yang Timbul dalam Penerapan Good Corporate Governance (GCG). Ada beberapa permasalahan umum yang dihadapi dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG), yaitu: a.



Pemahaman tentang konsep Good Corporate Governance (GCG) pada beberapa manajer di Indonesia masih kurang. Sering mereka memahami konsep Good



Corporate Governance (GCG) secara general dan tidak spesifik, terutama berdasarkan bentuk organisasi bisnis yang dijalankan. b.



Sebagian pihak menganggap konsep Good Corporate Governance (GCG) dianggap sebagai penghambat berbagai keputusan perusahaan, karena perusahaan tidak lagi bisa leluasa dalam mengambil keputusan khususnya harus patuh pada aturan GCG.



c.



Aparat penegak hukum harus dibekali konsep pemahaman Good Corporate Governance (GCG) secara luas termaksud adanya jurnal dan buku teks yang menjelaskan secara khusus tentang GCG dalam konteks perspektif Indonesia.



d.



Menurut Herwidayatmo (2000), praktik-praktik di Indonesia yang bertentangan dengan konsep GCG dapat dikelompokan menjadi: adanya konsentrasi kepemilikan oleh pihak tertentu yang memungkinkan terjadinya hubungan afiliasi antara pemilik, pengawas, dan direktur perusahaan, tidak efektifnya dewan komisaris, dan lemahnya law enforcement.