Tata Cara Sholat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Hal-Hal yang Diwajibkan dalam Shalat Wajibat (kewajiban-kewajiban) adalah segala perbuatan atau ucapan yang wajib dilakukan dalam shalat dan gugur hukumnya jika terlupa, tetapi harus sujud sahwi. Barangsiapa dengan sengaja meninggalkannya, sementara ia tahu bahwa ucapan atau perbuatan tersebut wajib dilakukannya dalam shalat, maka shalatnya tidak sah. Yang termasuk wajib shalat adalah: 1. Seluruh takbir, kecuali takbiratul ihram 2. Tasmii’ Yaitu membaca “sami’allahu liman hamidah ”. wajib dibaca oleh imam ataupun orang yang shalat sendirin, adapun makmum tidak membacanya. 3. Tahmid Yaitu membaca “rabbana walakal hamd”. Wajib dibaca oleh imam, makmum, maupun orang yang shalat sendirian. Berdasarkan sabda Rasulullah, “Jika imam membaca sami’allahu liman hamidah maka ucapkanlah rabbana walakal hamd .”[16] 4. Bacaan rukuk. Yaitu seperti bacaan “subhaana rabbiyal ‘adzim”. Yang wajib sekali, disunnahkan membacanya tiga kali. Jika lebih maka tidak mengapa. 5. Bacaan sujud. Yaitu seperti bacaan “subhaana rabbiyal ‘a’la”. Yang wajib sekali, disunnahkan membacanya tiga kali. 6. Bacaan duduk antara dua sujud. Yaitu seperti bacaan “rabbighfirliy..”.Yang wajib sekali, disunnahkan membacanya 3 kali. 7. Tasyahud awal Yaitu membaca bacaan-bacaan tasyahud yang telah diriwayatkan dari Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam. 8. Duduk pada tasyahud awal (http://ahlussunnahunpad.wordpress.com/2012/04/28/rukun-wajib-dan-sunnah-sunnah-shalat/)



Hal-hal Yang Disunnahkan Dalam Sholat Hal yang sunnah dalam sholat adalah bagian sholat yang tidak termasuk dalam rukun maupun wajib, tidak membatalkan solat baik ditinggalkan secara sengaja maupun lupa. Hal-hal yang sunnah lebih baik dan menambah pahala bila dilakukan seandainya memang kita sanggup atau berkesempatan melakukannya. Sunnah-sunnah ini tidak wajib dilakukan oleh orang yang shalat, tetapi jika ia melakukan semuanya atau sebagiannya maka ia akan mendapatkan pahala, sedangkan orang yang meninggalkan semuanya atau sebagiannya maka tidak ada dosa baginya. Namun seharusnya bagi seorang mukmin untuk melakukannya sambil mengingat sabda Al-Mushthafa shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Al-Khulafaa` Ar-Raasyidiin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian.” (HR. At-Tirmidziy dari Al-’Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu) Diantara sunnah-sunnah shalat adalah : 1. Do’a Istiftaah 2. Meletakkan (telapak) tangan kanan di atas (punggung) tangan kiri pada dada tatkala berdiri sebelum ruku’ 3. Mengangkat kedua tangan dengan jari-jari rapat yang tebuka (tidak terkepal) setinggi bahu atau telinga tatkala takbir pertama, ruku’, bangkit dari ruku’, dan ketika berdiri dari tasyahhud awal menuju raka’at ketiga 4. Tambahan dari sekali tasbih dalam tasbih ruku’ dan sujud 5. Tambahan dari ucapan Rabbanaa walakal hamdu setelah bangkit dari ruku’ 6. Tambahan dari satu permohonan akan maghfirah (yaitu bacaan Rabbighfirlii) Diantara dua sujud 7. Meratakan kepala dengan punggung dalam ruku’ 8. Berjauhan antara kedua lengan atas dengan kedua sisi, antara perut dengan kedua paha dan antara kedua paha dengan kedua betis pada waktu sujud 9. Mengangkat kedua siku dari lantai ketika sujud 10. Duduk iftiraasy (duduk di atas kaki kiri sebagai alas dan menegakkan kaki kanan) pada tasyahhud awal dan Diantara dua sujud. 11. Duduk tawarruk (duduk pada lantai dan meletakkan kaki kiri di bawah kaki kanan yang tegak) pada tasyahhud akhir dalam shalat tiga atau empat raka’at



12. Mengisyaratkan dengan telunjuk pada tasyahhud awal dan tasyahhud akhir sejak mulai duduk sampai selesai tasyahhud 13. Mendo’akan shalawat dan berkah untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga beliau serta untuk Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan keluarga beliau pada tasyahhud awal 14. Berdo’a pada tasyahhud akhir 15. Mengeraskan (jahr) bacaan pada shalat Fajar (Shubuh), Jum’at, Dua Hari Raya, Istisqaa` (minta hujan), dan pada dua raka’at pertama shalat Maghrib dan ‘Isya` 16. Merendahkan (sirr) bacaan pada shalat Zhuhur, ‘Ashar, pada raka’at ketiga shalat Maghrib dan dua rakaat terakhir shalat ‘Isya` 17. Membaca lebih dari surat Al-Fatihah. Demikian juga kita harus memperhatikan apa-apa yang tersebut dalam riwayat tentang sunnah-sunnah selain yang telah kami sebutkan. Misalnya, tambahan dari ucapan Rabbanaa walakal hamdu setelah bangkit dari ruku’ untuk imam, makmum, dan yang shalat sendiri, karena hal itu termasuk sunnah. Meletakkan kedua tangan dengan jari-jari terbuka (tidak rapat) pada dua lulut ketika ruku’ juga termasuk sunnah. Penjelasan Sunnah-sunnah ShalatSunnah-sunnah dalam Shalat itu sebagai berikut: 1. Doa Istiftaah Dinamakan do’a Istiftaah karena shalat dibuka dengannya. Diantara doa istiftaah: ‫رسيبكحلاكنكك الملرهم كوإبكحيمإدكك كوكتكبلاكركك ايسرمكك كوكتكعلاكل ى كجددكك كو ك‬ ‫ل إإكلكه كغيرركك‬ “Maha Suci Engkau Ya Allah dan Maha Terpuji, Maha Berkah Nama-Mu, Maha Tinggi KemuliaanMu, dan tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Engkau.” Makna Subhaanakallaahumma, “Saya mensucikan-Mu dengan pensucian yang layak bagi KemuliaanMu, Ya Allah.” Wabihamdika, ada yang mengatakan maknanya, “Saya mengumpulkan tasbih dan pujian bagi-Mu.” Watabaarakasmuka, maknanya, “Berkah dapat tercapai dengan menyebut-Mu.” Wata’aalaa jadduka, maknanya, “Maha Mulia Keagungan-Mu.” Wa laa ilaaha ghairuka, maknanya, “Tidak ada sesembahan (yang berhak diibadahi) di bumi maupun di langit selain-Mu.”



Boleh membaca do’a istiftaah dengan do’a yang mana saja yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mustahab (termasuk sunnah) jika seorang muslim melakukan doa istiftaah kadang dengan do’a yang ini, kadang dengan do’a yang itu, agar dia tergolong orang yang melakukan sunnah keseluruhannya (dalam masalah ini). Diantara do’a-do’a istiftaah yang tersebut dalam riwayat adalah ‫الملرهم كبلاإعيد كبيإنيي كوكبيكن كخكطلاكيلاكي كككملا كبلاكعيدكت كبيكن ايلكميشإرإق كوايلكميغإرإب الملرهم كنقإنيي إمين كخكطلاكيلاكي كككملا ريكنمق ى المثيورب ا ك‬ ‫ليبكي ر‬ ‫ض إمكن المدكنإس الملرهم‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫م‬ ‫ايغإسيلإنيي إمين كخكطلاكيلاكي إبلالكملاإء كوالثلإج كوالكبكرإد‬ “Ya Allah, jauhkanlah antara aku dengan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dengan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju yang putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahan-kesalahanku dengan air, es dan embun.” 2. Meletakkan (telapak) tangan kanan di atas (punggung) tangan kiri pada dada saat berdiri sebelum ruku’ Sebagaimana diterangkan dalam hadits Wa`il bin Hujr radhiyallahu ‘anhu, “Lalu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangan yang kanan di atas tangan yang kiri.” (HR. Al-Imam Ahmad dan Muslim) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ‫إإمنلا كميعكشكر ا ك‬ ‫صك‬ ‫لإة‬ ‫لينإبكيلاإء أرإميركنلا إبكتيعإجيإل إفيطإركنلا كوكتيأإخيإر رسرحيوإركنلا كوأكين كن ك‬ ‫ضكع أكيكملاكنكنلا كعكل ى كشكملاإئإلكنلا إفي ال م‬ “Sesungguhnya kami, kalangan para Nabi, telah diperintahkan untuk menyegerakan buka puasa kami, mengakhirkan sahur kami, serta agar kami meletakkan tangan kanan kami di atas tangan kiri dalam shalat.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang hasan dari Thawus secara mursal) Dan masih ada lagi selain cara di atas sebagaimana di terangkan dalam berbagai riwayat. Namun dalam hal ini, pendapat yang terpilih dan rajih adalah meletakkan tangan di atas dada (yaitu tepat di dada, bukan di atas dada mendekati leher), atau yang mendekati dada yaitu di sekitar hati, wallaahu a’lam. Asy-Syaikh Al-Albaniy menjelaskan bahwa meletakkan kedua tangan di dada inilah yang shahih di dalam sunnah, adapun selain itu riwayatnya dha’if atau laa ashla lahu (tidak ada asalnya), lihat kitab beliau Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam. 3. Mengangkat kedua tangan dengan jari-jarinya yang rapat terbuka (tidak terkepal) setinggi bahu atau telinga tatkala takbir pertama, ruku’, bangkit dari ruku’ dan ketika berdiri dari tasyahhud awal menuju raka’at ketiga Berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya dengan jari-jari yang rapat terbuka /tidak terkepal (dan tentunya menghadap ke kiblat). Juga berdasarkan hadits Abu Humaid radhiyallahu ‘anhu, “Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangan setinggi kedua bahunya.” (HR. Abu Dawud) Dan hadits Malik bin Huwairits, “Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya hingga setinggi ujung kedua telinganya.” (Muttafaqun ‘alaih) Mengangkat kedua tangan adalah isyarat membuka hijab antara seorang hamba dengan Rabbnya, sebagaimana telunjuk mengisyaratkan ke-Esaan Allah ‘azza wa jalla. Pada Hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika beliau berdiri untuk shalat wajib maka beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangan beliau setinggi kedua bahunya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan seperti itu apabila telah selesai dari bacaannya dan hendak ruku’, demikian pula setelah mengangkat kepala dari ruku’. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat tangannya sama sekali ketika duduk di dalam shalat. Apabila telah berdiri selesai melakukan dua sujud (maksudnya adalah dua raka’at), maka beliau shallallahu ‘alaihi



wa sallam kembali mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan AtTirmidziy menshahihkannya). 4. Tambahan dari sekali dalam tasbih ruku’ dan sujud Sesuai hadits Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia mendengarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan tatkala ruku’, Subhaana rabbiyal ‘azhiim, sedangkan tatkala sujud, Subhaana rabbiyal a’laa. (HR. Abu Dawud) Boleh juga ditambah dengan wabihamdih. (HR. Ahmad dan Abu Dawud) Yang wajib adalah satu kali, sedangkan batas minimal kesempurnaan adalah tiga kali dan maksimalnya sepuluh kali (bagi imam). Sebagaimana dikatakan oleh para ‘ulama, “Bagi imam, batas minimal kesempurnaan adalah tiga kali dan maksimalnya sepuluh kali.” Boleh juga do’a yang lain seperti dalam hadits Abu Hurairah, bahwa di dalam sujudnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan, ‫اللمرهم ايغإفيرإليي كذينإبيي ركلمره كوإدمقره كوإجلمره كوأكمولكره كوأكإخكرره كوكع ك‬ ‫لإنميكتره كوإسمرره‬ “Ya Allah, ampunilah bagiku dosaku semuanya, yang kecil maupun yang besar, yang awal maupun yang akhir, serta yang terang-terangan maupun yang tersembunyi.” (HR. Muslim) Atau memilih do’a yang lain, lihat Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam karya AsySyaikh Al-Albaniy. Jika mau maka boleh berdo’a (dengan bahasa Arab) ketika sujud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun ketika sujud, maka perbanyaklah do’a padanya, sebab sangat pantas dikabulkan bagi kalian (dengan keadaan seperti itu).” (HR. Muslim) Ketahuilah bahwa tidak boleh membaca ayat atau surat Al-Qur`an saat ruku’ dan sujud karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya!! (HR. Muslim)



5. Tambahan dari ucapan Rabbanaa walakal hamdu setelah bangkit dari ruku’ Seperti menambahkan, ‫إميلكء المسكمكواإت كوإميلكء ا ك‬ ‫ض كوإميلكء كملا إشيئكت إمين كشيئئ كبيعرد‬ ‫لير إ‬ “Sepenuh langit dan sepenuh bumi dan sepenuh semua yang Engkau kehendaki selain itu.” (HR. Muslim)



6.



7.



8. 9.



10.



Jika mau maka boleh menambahkan lagi, ‫ل كملاإنكع إلكملا أكيعكطيكت كو ك‬ ‫أكيهكل المثكنلاإء كوايلكميجإد أككحدق كملا كقلاكل ايلكعيبرد كوركدلكنلا كلكك كعيبد الملرهم ك‬ ‫ل رميعإطكي إلكملا كمكنيعكت‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ك‬ ‫ك‬ ‫ك‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ك‬ ‫كول كينفرع ذا الكجقد إمنك الكجد‬ “Pemilik pujian dan kemuliaan yang paling pantas untuk dikatakan oleh seorang hamba, semua kami hamba-Mu, Ya Allah, tidak ada penghalang terhadap apa yang Engkau berikan, tidak ada pemberi terhadap apa yang Engkau tahan, dan tidak dapat memberi manfaat selain daripada-Mu.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Abu ‘Awanah) Boleh juga tanpa wawu Rabbanaa lakal hamdu. (Muttafaqun ‘alaih) Boleh mengucapkan do’a yang lain yang disebutkan dalam berbagai riwayat, lihat Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tambahan dari satu permohonan akan maghfirah di antara dua sujud Yang wajib adalah satu kali sesuai riwayat Hudzaifah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan di antara dua sujud, Rabbighfirlii (Rabbku ampunkanlah aku!). (HR. An Nasa`iy dan Ibnu Majah) Meratakan kepala dengan punggung dalam ruku’ Berdasarkan hadits ‘A`isyah, “Jika ruku’, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak meninggikan kepalanya dan tidak pula menurunkannya, akan tetapi di antara itu.” (HR. Muslim) Berjauhan antara kedua lengan atas dengan kedua sisi, antara perut dengan kedua paha dan antara kedua paha dengan kedua betis pada waktu sujud Mengangkat kedua siku tangan dari lantai ketika sujud Berdasarkan hadits tentang sifat shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merapatkan kedua siku ke lantai. (HR. Al Bukhariy dan Abu Dawud) Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua sikunya dari lantai dan menjauhkannya dari dua sisinya sehingga tampak putih ketiaknya dari belakang. (Muttafaqun ‘alaih) Duduk Iftiraasy (duduk di atas kaki kiri sebagai alas dan menegakkan kaki kanan) pada tasyahhud awal dan di antara dua sujud Berdasarkan hadits riwayat ‘A`isyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan alas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya. (HR. Muslim) Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab berkata, “Lalu duduk iftirasy untuk bertasyahhud, meletakkan kedua tangan di atas paha dengan jari-jari tangan kiri dibentangkan dan rapat menghadap Kiblat, sedangkan pada tangan kanannya maka anak jari dan jari manis dikepal, serta jari tengah dilingkarkan dengan ibu jari, lalu bertasyahhud dengan sirr (diucapkan dengan tidak bersuara), sementara telunjuk memberi isyarat tauhid.”



11. Duduk tawarruk (duduk dengan pantat menyentuh lantai dan meletakkan kaki kiri di bawah kaki kanan yang tegak) pada tasyahhud akhir dalam shalat tiga atau empat raka’at



Abu Humaid As-Sa’idiy berkata, “Jika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk pada raka’at terakhir maka beliau memajukan kaki kirinya dan menegakkan yang lain (kanan) serta duduk dengan pantat menyentuh lantai.” (HR. Al-Bukhariy 2/828) Dan dalam hadits Rifa’ah bin Rafi’ dijelaskan, “Lalu jika kamu telah duduk di pertengahan (akan selesainya) shalat maka thuma’ninahlah, rapatkan ke lantai paha kirimu lalu bertasyahhud.” (HR. Abu Dawud no.860) 12. Mengisyaratkan dengan telunjuk pada tasyahhud awal dan tasyahhud akhir sejak mulai duduk sampai selesai tasyahhud 13. Mendo’akan shalawat dan berkah untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga beliau serta untuk Nabi Ibrahim ‘alaihis sallam dan keluarga beliau pada tasyahhud awal 14. Berdo’a pada tasyahhud akhir Berdasarkan hadits, “Lalu hendaklah ia memilih do’a yang dia suka.” Banyak do’a-do’a setelah tasyahhud yang terdapat dalam berbagai riwayat, silahkan meruju’ kitab Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam. 15. Menjahrkan (mengeraskan) bacaan pada shalat Fajr, Jum’at, Dua Hari Raya, Istisqaa` (minta hujan) dan pada dua raka’at pertama shalat Maghrib dan ‘Isya` 16. Merendahkan (sirr) bacaan pada shalat Zhuhur, ‘Ashar, pada raka’at ketiga shalat Maghrib dan dua rakaat terakhir shalat ‘Isya` Al-Imam Ibnu Qudamah berkata, “Telah disepakati akan mustahab-nya menjahrkan bacaan pada tempat-tempat jahr dan mensirrkan pada tempat-tempat sirr, serta kaum muslimin tidak berselisih pendapat tentang tempat-tempatnya. Atas dasar perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jelas pada penukilan ‘ulama khalaf dari ‘ulama salaf.” 17. Membaca lebih dari Al-Fatihah Al-Imam Ibnu Qudamah berkata, “Membaca surat setelah Al-Fatihah adalah disunnahkan pada dua raka’at (awal) dari semua shalat, kita tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.” (http://kebunhidayah.wordpress.com/2009/12/10/hal-hal-yang-disunnahkan-dalam-sholat/)



Hal-hal Yang Membatalkan Shala Di antara ha-hal yang membatalkan shalat sebagaimana yang telah dijabarkan oleh para fuqaha adalah sebagai berikut : 1. Berbicara Dari Zaid bin Al-Arqam ra berkata,"Dahulu kami bercakap-capak pada saat shalat. Seseorang ngobrol dengan temannya di dalam shalat. Yang lain berbicara dengan yang disampingnya. Hingga turunlah firman Allah SWT "Peliharalah semua shalat, dan shalat wusthaa . Berdirilah untuk Allah dengan khusyu". Maka kami diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara dalam shalat". (HR. Jamaah kecuali Ibnu Majah) 2. Makan dan Minum 3. Banyak Gerakan dan Terus Menerus Yang dimaksud adalah gerakan yang banyak dan berulang-ulang terus. Mazhab As-syafi'i memberikan batasan sampai tiga kali gerakan berturut-turut sehingga seseorang batal dari shalatnya. Namun bukan berarti setiap ada gerakan langsung membatalkan shalat. Sebab dahulu Rasulullah SAW pernah shalat sambil menggendong anak (cucunya). Rasulullah SAW shalat sambil mengendong Umamah, anak perempuan dari anak perempuannya. Bila beliau SAW sujud, anak itu diletakkannya dan bila berdiri digendongnya lagi". (HR. Bukhari dan Muslim) Bahkan beliau SAW memerintah orang yang sedang shalat untuk membunuh ular dan kalajengking (al-aswadain). Dan beliau juga pernah melepas sandalnya sambil shalat. Kesemuanya gerakan itu tidak termasuk yang membatalkan shalat. 4. Tidak Menghadap Kiblat Bila seserang di dalam shalatnya melakukan gerakan hingga badannya bergeser arah hingga membelakangi kiblat, maka shalatnya itu batal dengan sendirinya. Hal ini ditandai dengan bergesernya arah dada orang yang sedang shalat itu, menurut kalangan As-Syafi'iyah dan Al-Hanafiyah. Sedangkan menurut Al-Malikiyah, bergesernya seseorang dari menghadap kiblat ditandai oleh posisi kakinya. Sedangkan menurut Al-Hanabilah, ditentukan dari seluruh tubuhnya. Kecuali pada shalat sunnah, dimana menghadap kiblat tidak menjadi syarat shalat. Rasulullah SAW pernah melakukannya di atas kendaraan dan menghadap kemana pun kendaraannya itu mengarah. Namun yang dilakukan hanyalah shalat sunnah, adapun shalat wajib belum pernah diriwayatkan bahwa beliau pernah melakukannya. Sehingga sebagian ulama tidak membenarkan shalat wajib di atas kendaraan yang arahnya tidak menghadap kiblat 5. Terbuka Aurat Secara Sengaja Bila seseorang yang sedang melakukan shalat tiba-tiba terbuka auratnya, maka shalatnya otomatis menjadi batal. Maksudnya bila terbuka dalam waktu yang lama. Sedangkan bila hanya terbuka sekilas dan langsung ditutup lagi, para ulama mengatakan tidak batal menurut As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah. Namun Al-Malikiyah mengatakan secepat apapun ditutupnya, kalau sempat terbuka, maka shalat itu sudah batal dengan sendirinya. Namun perlu diperhatikan bahwa yang dijadikan sandaran dalam masalah terlihat aurat dalam hal



6.



7.



8.



9.



10.



11.



12.



ini adalah bila dilihat dari samping, atau depan atau belakang. Bukan dilihat dari arah bawah seseorang. Sebab bisa saja bila secara sengaja diintip dari arah bawah, seseorang akan terlihat auratnya. Namun hal ini tidak berlaku Mengalami Hadts Kecil atau Besar Bila seseorang mengalami hadats besar atau kecil, maka batal pula shalatnya. Baik terjadi tanpa sengaja atau secara sadar. Namun harus dibedakan dengan orang yang merasa ragu-ragu dalam berhadats. Para ulama mengatakan bahwa rasa ragu tidak lah membatalkan shalat. Shalat itu baru batal apabila memang ada kepastian telah mendapat hadats. Tersentuh Najis baik pada Badan, Pakaian atau Tempat Shalat Bila seseorang yang sedang shalat terkena benda najis, maka secara langsung shalatnya menjadi batal. Namun yang dijadikan patokan adalah bila najis itu tersentuh tubuhnya atau pakaiannya. Adapun tempat shalat itu sendiri bila mengandung najis, namun tidak sampai tersentuh langsung dengan tubuh atau pakaian, shalatnya masih sah dan bisa diteruskan. Demikian juga bila ada najis yang keluar dari tubuhnya hingga terkena tubuhnya, seperti mulut, hidung, telinga atau lainnya, maka shalatnya batal. Namun bila kadar najisnya hanya sekedar najis yang dimaafkan, yaitu najis-najis kecil ukuran, maka hal itu tidak membatalkan shalat. Tertawa Orang yang tertawa dalam shalatnya, batallah shalatnya itu. Maksudnya adalah tertawa yang sampai mengeluarkan suara. Adapun bila sebatas tersenyum, belumlah sampai batal puasanya. Murtad, Mati, Gila atau Hilang Akal Orang yang sedang melakukan shalat, lalu tiba-tiba murtad, maka batal shalatnya. Demikian juga bila mengalami kematian. Dan orang yang tiba-tiba menjadi gila dan hilang akal saat sedang shalat, maka shalatnya juga batal Berubah Niat Seseorang yang sedang shalat, lalu tiba-tiba terbetik niat untuk tidak shalat di dalam hatinya, maka saat itu juga shalatnya telah batal. Sebab niatnya telah rusak, meski dia belum melakukan hal-hal yang membatalkan shalatnya Meninggalkan Salah Satu Rukun Shalat Apabila ada salah satu rukun shalat yang tidak dikerjakan, maka shalat itu menjadi batal dengan sendirinya. Misalnya, seseorang lupa tidak membaca surat Al-Fatihah lalu langsung ruku', maka shalatnya menjadi batal. Kecuali dalam kasus shalat berjamaah dimana memang sudah ditentukan bahwa imam menanggung bacaan fatihah makmum, sehingga seorang yang tertinggal takbiratul ihram dan mendapati imam sudah pada posisi rukuk, dibolehkan langsung ikut ruku' bersama imam dan telah mendapatkan satu rakaat. Demikian pula dalam shalat jahriyah (suara imam dikeraskan), dengan pendapat yang mengataka bahwa bacaan Al-Fatihah imam telah menjadi pengganti bacaan Al-Fatihah buat makmum, maka bila makmum tidak membacanya, tidak membatalkan shalat. Mendahului Imam dalam Shalat Jama'ah Bila seorang makmum melakukan gerakan mendahului gerakan imam, seperti bangun dari sujud lebih dulu dari imam, maka batal-lah shalatnya. Namun bila hal itu terjadi tanpa sengaja, maka tidak termasuk yang membatalkan shalat.



AS-Syafi'iyah mengatakan bahwa batasan batalnya shalat adalah bila mendahului imam sampai dua gerakan yang merupakan rukun dalam shalat. Hal yang sama juga berlaku bila tertinggal dua rukun dari gerakan imam. 13. Terdapatnya Air bagi Orang yang Shalatnya dengan Tayammum Seseorang yang bertayammum sebelum shalat, lalu ketika shalat tiba-tiba terdapat air yang bisa dijangkaunya dan cukup untuk digunakan berwudhu', maka shalatnya batal. Dia harus berwudhu' saat itu dan mengulangi lagi shalatnya. 14. Mengucapkan Salam Secara Sengaja Bila seseorang mengucapkan salam secara sengaja dan sadar, maka shalatnya batal. Dasarnya adalah hadits Nabi SAW yang menyatakan bahwa salam adalah hal yang mengakhiri shalat. Kecuali lafadz salam di dalam bacaan shalat, seperti dalam bacaa tahiyat.



(http://Sholat.wikispaces.com/wiki/hal-hal-yang-membatalkan-sholat/)