Tata Gereja GPIB 2021-2026 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TATA GEREJA GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT



(GPIB)



BUKU IV



Hal. 1



KATA PENGANTAR Rasa Syukur dan Pujian dengan segala hormat layak diberikan kepada Tuhan Yesus Sang Kepala Gereja karena Persidangan Sinode XXI GPIB Tahun 2021 yang berlangsung pada tanggal 26 – 31 Oktober 2021 secara daring dengan titik pusat di Surabaya, Dyandra Convention Center dan diterangi tema: “Menguatkan tatanan bergereja agar mendatangkan berkat bagi masa depan umat dan masyarakat” (Ibrani 11:8-10) dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Selanjutnya menjadi tugas Majelis Sinode XXI menerbitkan seluruh dokumentasi Hasil Persidangan Sinode XXI Tahun 2021 tersebut ke dalam buku-buku Hasil Persidangan Sinode XXI GPIB Tahun 2021. Karena itu sebagai bagian dari Dokumentasi naskah hasil Sidang Paripurna yang telah diselesaikan oleh Majelis Sinode XXI, Sekretaris Persidangan Sinode XXI, Majelis Ketua selaku pimpinan Sidang, serta dibantu oleh beberapa nara sumber yang terkait, Adapun Dokumentasi Hasil Persidangan Sinode XXI sebagai berikut: 1. Daftar Berita Acara Persidangan Sinode XXI GPIB : NO



BERITA ACARA PS XXI



1 2 3 4



Nomor: 01/BA/PS.XXI/2021 Nomor: 02/BA/PS.XXI/2021 Nomor: 03/BA/PS.XXI/2021 Nomor: 04/BA/PS.XXI/2021



TENTANG Roll Call Peserta PS XXI Agenda Sidang PS XXI Majelis Ketua Penetapan dan Pengesahan PS XXI Secara Daring



Hal. 2



5



Nomor: 05/BA/PS.XXI/2021



6



Nomor: 06/BA/PS.XXI/2021



7 8



Nomor: 07/BA/PS.XXI/2021 Nomor: 08/BA/PS.XXI/2021



9 10



Nomor: 09/BA/PS.XXI/2021 Nomor: 10/BA/PS.XXI/2021



11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23



Nomor: 11/BA/PS.XXI/2021



Penetapan dan Pengesahan Aplikasi E-Vote Pemilihan FMS dan FBPPG GPIB Penetapan dan Pengesahan Petunjuk Pelaksana Penetapan Tata Tertib PS XXI Penetapan Panitia Kredensi dan Panitia Pemilihan Penetapan Panitia Pengarah Laporan Pertanggungjawaban MS XX Pemahaman Iman



Nomor: 12/BA/PS.XXI/2021



PKUPPG



Nomor: 13/BA/PS.XXI/2021



Tata Gereja



Nomor: 14/BA/PS.XXI/2021



Akta Gereja



Nomor: 15/BA/PS.XXI/2021



Tata Ibadah



Nomor: 16/BA/PS.XXI/2021



Kurikulum



Nomor: 17/BA/PS.XXI/2021



Keputusan Lainnya



Nomor: 18/BA/PS.XXI/2021 Nomor: 19/BA/PS.XXI/2021 Nomor: 20/BA/PS.XXI/2021 Nomor: 21/BA/PS.XXI/2021 Nomor: 22/BA/PS.XXI/2021 Nomor: 23/BA/PS.XXI/2021



24



Nomor: 24/BA/PS.XXI/2021



Bakal Calon FMS dan BPPG XXI Tahap Pencalonan FMS XXI Tahap Pemilihan FMS XXI Pemilihan BPPG XXI Tempat Pst 2021 dan PSR Pesan Persidangan Sinode XXI Tahun 2021 Penghapusan Data Pemilihan FMS Dan BPPG XXI



2. Daftar Ketetapan Persidangan Sinode XXI GPIB : NO



KETETAPAN PS XXI



TENTANG



Hal. 3



1



Nomor: I/PS.XXI.GPIB/2021



2 3 4



Nomor: II/PS.XXI.GPIB/2021 Nomor: III/PS.XXI.GPIB/2021 Nomor: IV/PS.XXI.GPIB/2021



5 6 7 8 9



Nomor: V/PS.XXI.GPIB/2021 Nomor: VI/PS.XXI.GPIB/2021 Nomor: VII/PS.XXI.GPIB/2021 Nomor: VIII/PS.XXI.GPIB/2021 Nomor: IX/PS.XXI.GPIB/2021



10 11 12



Nomor: X/PS.XXI.GPIB/2021 Nomor: XI/PS.XXI.GPIB/2021 Nomor: XII/PS.XXI.GPIB/2021



Laporan Pertanggungjawaban MS XX Pemahaman Iman PKUPPG Tata Gereja Akta Gereja Tata Ibadah Kurikulum Keputusan Lainnya Pengakhiran FMS dan BPPG Periode XX Penetapan FMS dan BPPG XXI Tempat PST 2022 dan PSR Pesan Persidangan



Adapun Hasil Persidangan Sinode XXI didokumentasikan dalam beberapa buku : 1. Buku I



: Ketetapan Nomor: II dan Nomor: V tentang Naskah Pemahaman Iman dan Naskah Akta Gereja.



2. Buku II



: Ketetapan Nomor: VI tentang Naskah Tata Ibadah.



3. Buku III



: Ketetapan Nomor III dan Nomor VII tentang Naskah PKUPPG dan Naskah Kurikulum.



4. Buku IV



: Ketetapan Nomor IV tentang Naskah Tata Gereja.



Hal. 4



5. Buku V



: Ketetapan-ketetapan lainnya yaitu Nomor I, VIII, IX,X, XI dan XII.



Seluruh dokumentasi Hasil Persidangan Sinode XXI GPIB Tahun 2021 ini sekaligus menjadi dasar dan pedoman pelaksanaan Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja Jangka Pendek IV tahun 2022 s.d 2026. Dalam kerangka pikir inilah diharapkan semua pihak yang terkait yaitu Jemaat, Mupel serta Sinode dapat menjadikan BukuBuku Ketetapan Hasil PS XXI Tahun 2021 ini dengan baik dan bertanggungjawab. Tuhan Yesus memberkati.



MAJELIS SINODE GPIB,



Pdt. Drs. P. K. Rumambi, M.Si



Pdt. Elly D. Pitoy-de Bell, S.Th



Ketua Umum



Sekretaris Umum



Hal. 5



DAFTAR ISI



Isi KATA PENGANTAR ................................................................................ 2 DAFTAR ISI ............................................................................................... 6 BERITA ACARA PERSIDANGAN SINODE XXI GPIB 2021 Nomor: 13/BA/PS.XXI/2021 .................................................................................. 10 KETETAPAN PERSIDANGAN SINODE XXI GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT NOMOR: IV/PS.XXI.GPIB/2021 ............................................................................ 122 NASKAH PEMAHAMAN LATAR BELAKANG PENYUSUNAN TATA GEREJA GPIB ........................................................................... 176 TATA DASAR ............................................................................................. 376 Pembukaan.......................................................................................... 376 Bab I Pengakuan dan Pemahaman Iman ......................................... 387 Bab II Wujud, Bentuk dan Kelembagaan, Warga, Logo dan Hubungan dengan Gereja lain .......................................................... 409 Bab III Panggilan dan Pengutusan .................................................. 454 BAB IV Penatalayanan Gereja ........................................................ 465 Bab V Perlengkapan Penatalayanan ............................................... 487 Bab VI Penggembalaan ....................................................................... 50 Bab VII Perubahan Tata Dasar ......................................................... 51 BAB VIII Ketentuan Penutup .......................................................... 532 PERATURAN POKOK I TENTANG JEMAAT .............................. 543 PERATURAN POKOK II TENTANG PERSIDANGAN SINODE 765 PERATURAN POKOK III TENTANG MAJELIS SINODE .......... 976



Hal. 6



PERATURAN NOMOR 1 TENTANG PRESBITER, PEMENDETAAN DAN TATA CARA PEMILIHAN DIAKEN DAN PENATUA ........................................................................................... 12423 PERATURAN NOMOR 2 TENTANG MAJELIS JEMAAT ...... 15453 PERATURAN NOMOR 3 TENTANG UNIT-UNIT MISIONER .............................................................................................................. 16968 PERATURAN NOMOR 4 TENTANG PENGGEMBALAAN KHUSUS .............................................................................................. 17978 PERATURAN NOMOR 5 TENTANG MEKANISME PERSIDANGAN SINODE................................................................. 18685 PERATURAN NOMOR 6 TENTANG PERBENDAHARAAN GPIB .............................................................................................................. 22019 PERATURAN NOMOR 7 TENTANG BADAN PEMERIKSA PERBENDAHARAAN DI GEREJA PROTESTAN DI INDONESIA BAGIAN BARAT ................................................................................... 244 PERATURAN NOMOR 8 TENTANG PENDEWASAAN, PELEMBAGAAN, PENGGABUNGAN, PENURUNAN STATUS, PENGAKTIFAN KEMBALI DAN PENGHAPUSAN JEMAAT ...... 259 PERATURAN NOMOR 9 TENTANG STRUKTUR DAN TATA KERJA MAJELIS SINODE.............................................................. 27069 PERATURAN NOMOR 10 TENTANG KEPEGAWAIAN GPIB .............................................................................................................. 28786 PERATURAN NOMOR 11 TENTANG KANTOR ........................... 319 PERATURAN NOMOR 12 TENTANG BADAN HUKUM / BADAN USAHA / UNIT KERJA GPIB .......................................................... 32726 PERATURAN NOMOR 13 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN MAJELIS SINODE ............................................................................ 34948



Hal. 7



PERATURAN PELAKSANA NOMOR 3 A TENTANG MUSYAWARAH PELAYANAN GEREJA PROTESTAN DI INDONESIA BAGIAN BARAT ........................................................ 35352 PERATURAN PELAKSANA NOMOR 3 B TENTANG PELAYANAN KATEGORIAL......................................................... 36665 PERATURAN PELAKSANA NOMOR 10 A TENTANG KEPEGAWAIAN GPIB .................................................................... 37978



Hal. 8



BERITA ACARA PERSIDANGAN SINODE XXI GPIB 2021 Nomor: 13/BA/PS.XXI/2021 Pada hari – Rabu, 27 Oktober 2021 dan Kamis, 28 Oktober 2021 setelah mendengar laporan Komisi Tata Gereja GPIB serta tanggapan peserta sidang, maka hasil pembahasan Komisi pada sidang paripurna diputuskan: DITERIMA Dengan catatan perubahan sesuai usul-usul dari peserta sidang sebagai berikut : 1. Perubahan syarat bagi anggota fungsionaris BPPG yang masih memenuhi syarat untuk menjadi bakal calon fungsionaris Majelis Sinode tidak perlu mendapatkan rekomendasi dari Majelis Jemaat . 2. Perubahan syarat bagi anggota Fungsionaris Majelis Sinode yang masih memenuhi syarat untuk menjadi bakal calon fungsionaris BPPG tidak perlu mendapatkan rekomendasi dari Majelis Jemaat 3. Perubahan batas usia Diaken / Penatua yang dapat dipilih sebagai Fungsionaris Majelis Sinode GPIB adalah belum mencapai usia 60 tahun. 4. Tata Gereja yang diputuskan diberlakukan sejak tanggal penetapannya.



Hal. 9



5. Masa tugas MS XXI dan BPPG GPIB berdasarkan PS XXI menjadi empat tahun dengan periodesasi tahun 2021-2025. dan catatan rekomendasi sebagai berikut : 1. Peraturan Pelaksana 10 A tentang Kepegawaian GPIB, masih bisa dilakukan penyempurnaan pada PST 2022 sebelum diminta pengesahan ke Kemenaker RI. Karena di dalam ketentuan penutup Peraturan Pelaksana 10 A maksimal dalam kurun waktu 2 tahun bisa dilakukan penyesuaian kembali. Demikian Berita Acara ini dibuat dan ditetapkan dalam Paripurna III Persidangan Sinode XXI GPIB 2021 yang dilaksanakan secara daring dengan titik pusat di Surabaya Dyandra Convention Center. Majelis Ketua



Hal. 10



Hal. 11



GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT KETETAPAN PERSIDANGAN SINODE XXI GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT NOMOR: IV/PS.XXI.GPIB/2021 TENTANG TATA GEREJA GPIB DENGAN KASIH KARUNIA TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA PERSIDANGAN SINODE XXI GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT MENIMBANG



:



1.



Bahwa Tata Gereja disusun berdasarkan Alkitab dan Pemahaman Iman GPIB;



2.



Bahwa pemberlakuannya adalah dalam rangka memelihara ketertiban kehidupan bergereja dan berjemaat ;



Hal. 12



:



1.



Tata Gereja GPIB tahun 2010 revisi tahun 2015: a. Tata Dasar; b. Peraturan Pokok II Pasal 3 ayat 1;



MEMPERHATIKAN:



1.



Laporan Berita Acara Persidangan Sinode XXI GPIB Nomor: 13/BA/PS.XXI/2021;



MENGINGAT



MEMUTUSKAN MENETAPKAN



:



KETETAPAN PERSIDANGAN SINODE XXI GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT TENTANG TATA GEREJA GPIB Pasal 2 Menugaskan Majelis Sinode XXI GPIB masa tugas 2021 – 2025 untuk : 1. Melakukan penyempurnaan Peraturan Pelaksana 10 A tentang Kepegawaian GPIB, pada PST 2022 sebelum diminta pengesahan ke Kemenaker RI. Pasal 3



Hal. 13



Berita Acara tersebut pada pasal 1, terdapat dalam naskah terlampir sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Ketetapan ini; Pasal 4 Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Surabaya Pada tanggal : 28 Oktober 2021



PERSIDANGAN SINODE XXI GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT MAJELI S KETUA



Hal. 14



Hal. 15



Hal. 16



NASKAH PEMAHAMAN LATAR BELAKANG PENYUSUNAN TATA GEREJA GPIB PENDAHULUAN



1. Pembahasan Tata Gereja ini dimaksudkan sebagai inventarisasi pemikiran dan pengalaman, baik di lingkup Jemaat maupun Sinodal dalam menggumuli organisasi dan penatalayanan GPIB. Hal ini merupakan refleksi, pemahaman mengenai dasar dan latar belakang penyusunan Tata Gereja GPIB untuk memenuhi kebutuhan GPIB dalam pelayanannya di tengah masyarakat. 2. Naskah Latar Belakang ini bertujuan untuk memberikan suatu pemerataan pemahaman mengenai Konsep Tata Gereja yang dipersembahkan agar dibahas dalam Persidangan Sinode XXI. Kiranya tujuan ini mencapai harapan kita bersama untuk perelevansian Tata Gereja GPIB. 3. Hasil Persidangan Sinode XX tahun 2015 tentang Tata Gereja dalam pelaksanaannya terdapat hal-hal yang tidak bersesuaian (sinkron), antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lain, karena itu Majelis Sinode XX menugaskan Panitia Materi untuk melakukan penyesuaian guna dibahas dan ditetapkan dalam Persidangan Sinode XXI tahun 2021 4. Pembahasan ini diuraikan dalam beberapa pokok sebagai berikut: a. Permasalahan b. Pemahaman Tentang Eklesiologi GPIB 1) Hubungan Gereja dan Jemaat.



Hal. 17



2) Sistem Pemerintahan Gereja. 3) Unsur-unsur penting dari Presbiterial Sinodal. c. Kerangka dan Jenjang Tata Gereja. d. Kesimpulan I. Permasalahan Untuk mengerti pasal-pasal yang terdapat dalam satu Tata gereja, kita tidak cukup hanya menyelidiki ayat-ayat dalam pasal-pasal tersebut. Tetapi kita harus menyelidiki bagaimana proses terjadinya rumusanrumusan itu serta suasana yang melatarbelakangi rumusan-rumusan itu. Kita perlu mengerti suasana dan jiwa Tata Gereja itu dan bagaimana kehidupan gereja dalam praktek pelaksanaan peraturan-peraturan sekarang. 1. Bila kita mempelajari keputusan-keputusan Persidangan Sinode, Seperti misalnya keputusan-keputusan Persidangan Sinode sejak Persidangan Sinode X/1970 di Bandungan / Ambarawa, Persidangan Sinode Istimewa 1972 di Effatha Jakarta, Persidangan Sinode XI / 1974 di Waru / Surabaya sampai Persidangan Sinode XII / 1978 di Kuningan / Jakarta jelas bahwa GPIB telah pernah memiliki Tata Gereja dan ordonansi serta peraturan lainnya. Persoalan yang dihadapi bukan saja menyangkut susunan dan hubungan Pranata yang belum selaras, misalnya dalam hal urutan dan jenjang, tetapi ada persoalan hakiki yang perlu dipahami secara luas, yaitu : “Bagaimana sesungguhnya pemahaman GPIB mengenai sistem Presbiterial Sinodal baik yang tertuang dalam Tata Gereja, Ordonansi dan Peraturan-Peraturan, maupun dalam praktek pelaksanaannya.



Hal. 18



2. Tidak hanya keseragaman pemahaman itu menyebabkan penyimpangan yang mengakibatkan ketidakserasian dalam pelayanan. Misalnya gagasan “Otonom” yang hendak menekankan kedaulatan Jemaat-jemaat lebih penting dari kebersamaan. Gagasan ini telah melemahkan posisi Persidangan Sinode dan peranan Majelis Sinode. Kedudukan Majelis Sinode sebagai lembaga penggalang kebersamaan Gereja (GPIB) menjadi kabur. 3. Permasalahan ini makin mempunyai pengaruh, sehingga Majelis Sinode XI membentuk satu Panitia Perelevansian Tata Gereja dan Ordonansi GPIB (PPTGO) yang telah menghasilkan beberapa konsep. Bila diteliti, bentuknya sangat sederhana, diusahakan singkat dan luwes dengan tidak meninggalkan prinsip yang telah diletakkan oleh Tata Gereja yang berlaku. 4. Persidangan Sinode ke-XII 1978 di Kuningan / Jakarta, kembali meneliti masalah-masalah di atas dan selanjutnya menegaskan agar perelevansian Tata Gereja, Ordonansi dan Peraturan GPIB dikerjakan secara lebih terarah dan berkesinambungan. Majelis Sinode XII segera menyiapkan Materi-materi Persidangan di antaranya yang menyangkut perelevansian Tata Gereja GPIB, yang dengan sendirinya membaharui seluruh Pranata GPIB. Dalam Persidangan Sinode XII, tahun 1982 ditetapkanlah Tata Gereja GPIB yang utuh dan menyeluruh (Komprehensif), yang dikenal dengan istilah Tata Gereja 1982. 5. Persidangan Sinode XVI tahun 1995, memberi amanat kepada Majelis Sinode GPIB XVI melaksanakan Persidangan Sinode Istimewa pada tahun 1996, untuk membahas Perelevansian Tata



Hal. 19



Gereja 1982, secara utuh dan menyeluruh. Namun PSI 1996 hanya menetapkan Tata Gereja GPIB, yang terdiri atas : Tata Dasar, Peraturan Pokok (PP I tentang Jemaat , PP II tentang Persidangan Sinode dan PP III tentang Majelis Sinode), serta Peraturan Nomor. 4 tentang Kepegawaian Pendeta dan Pegawai GPIB. Sedangkan peraturan lainnya masih tetap menggunakan Peraturan yang belum direlevansikan dalam Tata Gereja 1982. 6. Persidangan Sinode XVII tahun 2000, kembali memberi amanat kepada Majelis Sinode GPIB XVII melaksanakan PSI pada tahun 2002, untuk membahas Peraturan-peraturan dari Tata Gereja 1982 yang belum direlevansikan. PSI 2002 pun hanya menetapkan beberapa peraturan, yaitu Peraturan Nomor 1 tentang Pemilihan Diaken dan Penatua, Peraturan Nomor 2 tentang Tata Tertib Persidangan Sinode, Peraturan Nomor 5 tentang Perbendaharaan dan Peraturan Nomor 6 tentang Badan Pemeriksa Perbendaharaan GPIB.



7. Kemudian dalam Persidangan Sinode XVIII tahun 2005, Majelis Sinode mengajukan Rancangan Ketetapan Tata Gereja yang utuh dan menyeluruh, namun pembahasannya tidak terlaksana dengan baik dalam komisi oleh karena materi tidak melalui randas dan ranum, sehingga Persidangan Sinode XVIII tahun 2005 menetapkannya sebagai “Catatan Awal” Tata Gereja.



8. Belajar dari Perjalanan Sejarah Tata Gereja, sejak ditetapkannya Tata Gereja GPIB 1982 yang komprehensif, Majelis Sinode XVIII telah membentuk Panitia Materi yang mempersiapkan Tata Gereja yang lengkap. Tata Gereja tersebut terdiri atas : Tata Dasar, Peraturan Pokok (I, II dan III) serta Peraturan-peraturan (15 Hal. 20



Peraturan) dan ditetapkan dalam Persidangan Sinode XIX tahun 2010 menjadi Tata Gereja GPIB 2010. 9. Majelis Sinode XIX kemudian membentuk Panitia Materi yang meneliti dan melakukan perubahan redaksional Tata Gereja GPIB 2010 tanpa mengubah sistematika Tata Gereja dan ditetapkan dalam Persidangan Sinode XX tahun 2015 sebagai Tata Gereja GPIB 2015.



10. Persidangan Sinode XX di Balikpapan menetapkan perlunya perelevansian Pemahaman Iman GPIB yang menjiwai proses perelevansian PKUPPG, Tata Gereja dan Perangkat Teologi GPIB lainnya, dengan membentuk Panitia Materi oleh Majelis Sinode XX berdasarkan kajian teologis atas konteks pelayanan GPIB di Indonesia yang berubah. 11. Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG) adalah acuan jangka panjang di GPIB untuk pelaksanaan Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian Gereja. PKUPPG ini ditetapkan untuk kurun waktu 20 (dua puluh) tahun dalam sebuah persidangan sebagai pilihan yang diputuskan berdasarkan pertimbangan konteks sosial – kultural yang ada dalam terang tema Firman Allah. Arah misi GPIB di tengah konteks pelayanan ini tampak dalam rumusan sasaran dan strategi baik pada fungsi utama maupun fungsi penunjang PKUPPG dan KUPPG. Panduan arah jangka panjang untuk mencapai Visi GPIB ini dibagi ke dalam empat tahap jangka pendek berlaku lima tahunan yang disebut dengan KUPPG (Kebijakan Umum Panggilan dan



Hal. 21



Pengutusan Gereja). KUPPG lima tahunan dalam terang tema Firman Allah dijabarkan ke dalam tema tahunan serta rumusan sasaran dan strategi lima tahunan. Pada saat ini GPIB berada pada tahap PKUPPG Jangka Panjang II dan KUPPG jangka Pendek IV.2021-2026. KUPPG keempat harus dilihat sebagai mata rantai keempat untuk pencapaian PKUPPG II. Kegiatan tidak lagi di tataran konsep tetapi implementasi sehingga yang dioptimalkan adalah relasi internal dan eksternal GPIB, termasuk di dalamnya relasi intergenerasional dengan penekanan pilihan pada budaya digital. 12. Perelevansian Tata Gereja tersebut kemudian ditetapkan dalam Persidangan Sinode XXI tahun 2021 menjadi Tata Gereja GPIB 2021.



II. Pemahaman Tentang Eklesiologi GPIB



1. Gereja GPIB memahami dirinya terhisap dalam gereja universal, karena mengakui identitas dirinya sebagai Umat Allah, Tubuh Kristus, dan Bait Roh Kudus. Ini terlihat dari 4 sifat dasar yang melekat pada gereja, yakni: esa, kudus, am, dan rasuli. Dalam sejarah dan konteks keberadaannya di Indonesia, GPIB mengakui keunikannya yang berbasis pada keberagaman jemaat secara personal dan sosial.1 Sehingga secara alamiah, GPIB memahami H.Ongirwalu & C.Wairata, Sejarah Perjalanan 70 tahun GPIB (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2020), 211-217. 1



Hal. 22



eklesiologinya sebagai gereja multikultur. Gambaran Bahtera menjadi rumusan sistematik-teologis secara eklesial dan kontekstual pada masa itu, yang menekankan GPIB sebagai gereja yang mesti satu dan setara dalam keberagaman, agar dapat bergerak maju atau berlayar melaksanakan amanat rasuli.2



Pada perkembangannya, GPIB mengakui dirinya sebagai jemaat misioner, yang mengakui misi Allah sebagai hakikat dan tujuan gereja. Dengan mengakui Missio Dei sebagai hakikat gereja, maka pengakuan dan pemahaman eklesiologi yang telah ada, diletakkan dalam kerangka Missio Dei. Dalilnya adalah bahwa gereja ada karena karya (misi) Allah di dunia dan hadir bersekutu di dalam Allah dan karya keselamatan-Nya atas dunia.



Pemahaman tentang gereja sebagai Bahtera dan gereja yang Misioner termaktub pada motto GPIB yang menegaskan identitasnya sebagai gereja yang berpartisipasi pada persekutuan Allah Tritunggal. Pada Injil Lukas 13:29, yang menjadi motto GPIB, yang menyatakan “Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah”, tergambar dengan jelas sasaran atau alamat keselamatan Allah Tritunggal adalah dunia ini. Karya keselamatan-Nya berlangsung di dalam realitas keberagaman. Oleh karena itu, “Timur-Barat dan Utara-Selatan” merupakan cerminan dari keberagaman tersebut. Perjamuan sebagai metafora keselamatan hendak menunjukkan partisipasi gereja kepada karya Allah yang mengundang setiap orang untuk hadir di dalam 2



Ibid, 274-277.



Hal. 23



suasana damai sejahtera dengan nilai-nilai kesetaraan, persahabatan, dan penghargaan atas ciptaan lainnya. Perjamuan bersama Allah Tritunggal itu adalah wujud pemenuhan dari Kerajaan Allah. Pemahaman inilah yang disebut sebagai Eklesiologi Perjamuan.



Eklesiologi Perjamuan tampak jelas dalam penerjemahan Missio Dei dalam terang Firman Allah berdasarkan konteks yang dimiliki Gereja. Missio Dei itu terwujud dalam tugas panggilan dan pengutusan Gereja. Oleh karena itu, dalam rangka melaksanakan misi Allah itu, Gereja menyelenggarakan pemerintahan-Nya. Penyelenggaraan pemerintahan gereja dipimpin oleh Kristus, yang disebut sebagai Kristokrasi. Pemberitaan Firman Allah adalah bentuk manifestasi kepemimpinan Kristus bagi GerejaNya. Kristus, yang adalah Pribadi Kedua Allah Tritunggal, terus berkarya mewujudkan Keselamatan Allah juga melalui GerejaNya sampai akhir jaman, walaupun masih banyak realitas yang merupakan misteri bagi manusia. Oleh karena itu, kuasa yang ada dalam Gereja adalah Kuasa Kristus yang memimpin Gereja-Nya dalam situasi apapun. Kekuasaan itu mutlak atas Gereja melalui firman-Nya, dan tidak dapat diwakilkan kepada seseorang atau beberapa orang, karena Kristus tetap bekerja. Pelayan-pelayan yang dipanggil-Nya adalah orang-orang yang hanya melayani Kristus dengan misi yang ditugaskan kepadanya masing-masing. Karena hanya ada satu tubuh, maka gereja pun satu adanya. Gereja merupakan kesatuan yang sesungguhnya sejak semula sudah ada dalam diri Yesus Kristus dan bukan kesatuan yang dibentuk atau terjadi oleh kehendak banyak orang. Dengan demikian, kesatuan Gereja itu tercermin pada lembaga gereja



Hal. 24



sebagai satu kesatuan Jemaat dalam melaksanakan misi Allah. Penampakan itu lebih jelas dalam kehidupan jemaat-jemaat, di mana Jemaat-jemaat tersebut harus dipahami sebagai bagian yang utuh dari GPIB dan sekaligus merupakan wujud dari Gereja Kristus yang esa, kudus, am dan rasuli itu.



2. Hubungan antara Gereja dan Jemaat. Dari pengertian di atas terlihat adanya hubungan timbal-balik antara Jemaat dan Gereja. Hubungan ini ditandai dengan satu garis dinamis yang tidak dapat dihalangi oleh apa dan siapapun juga. Hubungan ini sekaligus merupakan gerakan yang hidup untuk melaksanakan misi itu. Sistem penatalayanan yang dibentuk sebagai konsekuensi terhadap hubungan ini adalah Sistem Presbiterial Sinodal (Yun.: Presbiter = tua-tua = Penatua; Sun = bersama; hodos = jalan).



Cirinya antara lain adalah memberikan tekanan kepada peranan para presbiter yang terpanggil untuk melayani dan memimpin gereja. Untuk menentukan arah – kebijaksanaan gereja, kita melakukannya bersama-sama melalui Majelis Jemaat, Persidangan Sinode dan Majelis Sinode. Kebersamaan itu lebih praktis, nampak dalam Kepemimpinan Gereja Jemaat sehari-hari. Sistem ini ingin menghidupkan hubungan timbal balik antara Jemaat (Majelis Jemaat) dengan pimpinan Gereja (Majelis Sinode). Gereja bukan federasi dari Jemaat-jemaat, tetapi keduanya mempunyai hubungan yang dinamis, kaitan yang hidup dan kepentingan timbal-balik untuk melaksanakan misi Kristus.



Hal. 25



3. Unsur-unsur penting dari Presbiterial Sinodal Sistem ini sesungguhnya berasal dari tradisi Calvinis yang sangat mewarnai kehidupan GPIB. Ada beberapa hal yang sangat menonjol sebagai berikut : a. Peranan para Presbiter yang terpanggil untuk melayani dan memimpin Gereja. 1) Para Presbiter mendapat peranan penting. Dalam Gereja mula-mula, setelah para rasul tidak ada, maka para Penatua (Presbiter) memegang peranan penting dalam mengelola kehidupan gereja. Jabatan Diaken telah terbentuk segera setelah Pentakosta dan mula-mula sangat berperan bersama para rasul. Dalam perjalanan GPIB, pengertian presbiter telah mengalami tekanan yang sangat berarti di mana yang dimaksud adalah Diaken, Penatua, Pendeta dan Penginjil untuk daerah-daerah Pekabaran Injil / Pelkes. Namun, jabatan Penginjil tidak diadakan lagi, sejak tahun 1992, karena para Penginjil telah dialihkan menjadi Pendeta. Hal ini tentu bukan saja menyangkut pergeseran pengertian tetapi juga ingin memberikan bobot dan peranan yang lebih luas untuk mengelola kehidupan gereja, sebab pada dasarnya tiap jabatan tersebut mempunyai hubungan erat satu dengan yang lain untuk menjabarkan pelayanan gereja. 2) Teologi Reformasi menegaskan bahwa panggilan dan pengutusan itu berasal dari dua pihak. Yang pertama : panggilan batin, oleh kuasa Roh Kudus dalam diri seseorang. Panggilan batin ini menyangkut kesadaran dan kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas dengan kuasa Roh Kudus.



Hal. 26



Yang Kedua : panggilan lahir, yaitu seseorang dipanggil dan diutus oleh gereja. Melalui pemilihan oleh warga gereja, Roh Kudus memanggil dan mengurapi seseorang untuk melayani dan memimpin jemaat-Nya. Panggilan lahir inilah yang dilaksanakan oleh Gereja (GPIB) dewasa ini melalui Pemilihan Diaken dan Penatua. Melalui proses pemilihan, pembinaan dan peneguhan oleh penumpangan tangan Pendeta di jemaat di mana peneguhan tersebut dilaksanakan. Peneguhan Diaken dan Penatua diartikan sebagai penguatan atas panggilan batin dan kesediaannya melayani atas pilihan jemaat. Tetapi hal itu tidak dapat diartikan bahwa Diaken dan Penatua itu menjadi wakil jemaat karena terpilih oleh jemaat hingga ia harus bertanggung jawab (secara organisatoris) kembali kepada jemaat tetapi kepada Tuhan. Bagi Pendeta yang dipanggil oleh Tuhan melalui gerejaNya harus menjalani pendidikan teologi dan vikariat serta ditahbiskan bersama-sama oleh Gereja dengan penumpangan tangan para pendeta di Ibadah Penahbisan dan Sakramen Perjamuan di dalam Ibadah Pembukaan Persidangan Sinode dan merupakan rangkaian kegiatan Persidangan Sinode. Mereka adalah orang yang sadar akan panggilan Tuhan untuk melayani umat-Nya secara penuh waktu dan karena itu dididik pada lembaga Pendidikan Teologi yang diakui gereja. Pendidikan tersebut membuatnya memahami Alkitab dengan baik dan memaknainya secara kontekstual, mampu memberitakan Firman Allah dan melayani sakramen, melayani dengan memberi teladan, mengajar, memimpin dan



Hal. 27



menggembalakan. Oleh sebab itu mereka mewakili Tuhan di hadapan jemaat dan mewakili jemaat di hadapan Tuhan (bdk. Keluaran 29:1-18, Matius 10:1-4). Secara moral ia terikat pada jemaat karena kepercayaan dan hubungan penggembalaan.



Para Presbiter terikat dalam Majelis Jemaat dan bersama-sama melayani dan memimpin jemaat. Kepada badan itu pula para Presbiter mempertanggungjawabkan pelayanan dan kepemimpinannya (secara organisatoris). Demikian selanjutnya pada ruang lingkup berikutnya yaitu Sinodal. b. Pengelolaan secara bersama dan sehidup sepelayanan Para Presbiter dipanggil dan diutus untuk melayani dan memimpin gereja secara bersama. Kebersamaan itu bukan atas dasar sukarela atau terpaksa, tetapi karena misi Kristus itu yang satu dan mempersatukan Presbiter. Kebersamaan itu harus terwujud dalam tindakan, yaitu : berjalan, bergumul, bermusyawarah, bekerja dan berbuat serta mempunyai pengalaman bersama dalam mengisi persekutuan untuk melayani dan bersaksi. Kebersamaan seperti inilah bentuk konkrit dari Eklesiologi Perjamuan. Tegasnya, dengan mengakui kebersamaan itu, ikrar untuk sehidup-sepelayanan dalam gereja dihayati dalam tugas dan tanggung jawab yang berbeda pada masing-masing jabatan. Perjalanan kebersamaan itu nampak melalui Persidangan-persidangan Sinode yang dihadiri - dalam berbagai bentuk pelaksanaannya- oleh para presbiter dari jemaat-jemaat. Mereka hadir dalam persidangan itu bukan sebagai wakil jemaat, tetapi sebagai presbiter gereja yang menentukan arah kebijaksanaan pelayanan dan



Hal. 28



kepemimpinan di bawah terang Firman Tuhan (contoh, dipancarkan melalui Tema dan Sub-Tema). Dengan Tema dan Sub-Tema itu perjalanan gereja dicegah dari kesimpangsiuran pemahaman maupun tindakan yang merugikan pelaksanaan panggilan gereja. Anggota-anggota dari badan itu dipilih dari antara para presbiter yang adalah Utusan Jemaat dan peserta Persidangan Sinode itu. Sesuai prinsip kebersamaan di mana para presbiter bertanggung jawab kepada lembaga kebersamaan di lingkup Jemaat (Majelis Jemaat) yang bertindak sebagai Pimpinan jemaat, maka kepada Majelis Sinode (lembaga yang secara permanen menggalang kebersamaan) itulah Majelis-Majelis Jemaat menginformasikan pelayanan dan kepemimpinannya. Selanjutnya Majelis Sinode itu sendiri mempertanggungjawabkan pelayanan dan kepemimpinannya kepada Persidangan Sinode yang dihadiri oleh presbiter dari jemaat-jemaat. Sehubungan dengan itu maka pengelolaan secara bersama itu harus selalu terkendali melalui persidanganpersidangan presbiter (lingkup Jemaat dan sinodal). Arah program yang jelas harus ditetapkan melalui persidanganpersidangan untuk diberlakukan bagi seluruh jajaranpelayanan gereja.



c. Hubungan yang dinamis antara Majelis Jemaat dan Majelis Sinode Dalam kerangka penjelasan di atas maka hubungan Majelis Jemaat dan Majelis Sinode adalah hubungan yang hidup. Yang terlihat disini bukanlah garis linier atau komando, atasan kepada bawahan, tetapi hubungan timbal balik dimana misi gereja berlangsung dan berkembang.



Hal. 29



Jemaat disebut sebagai “jantung” gereja yang berdenyut dan bergerak sedemikian rupa sehingga “darah keselamatan” itu dipancarkan. Lembaga Sinode disebut sebagai “otak” yang berfungsi mengatur semua bagian bergerak bersama dan harmonis, sehingga tubuh gereja berfungsi dengan baik. Dengan demikian kebersamaan memegang peranan penting dimana kepentingan sendiri-sendiri selalu ditaruh dalam kerangka kebersamaan. Kepentingan persekutuan harus senantiasa mewarnai kepentingan perorangan. III. Kerangka dan Jenjang Tata Gereja 1. Tata Gereja adalah himpunan dan susunan semua penataaturan gereja yang teranyam dan terurai dengan serasi, seimbang dan selaras untuk mengatur agar PKUPPG yang merupakan arah bagi seluruh kegiatan persekutuan, pelayanan dan kesaksian GPIB dapat terwujud. 2. Peraturan-peraturan gereja bertumpu pada Tata-Dasar, karena di dalam Tata-Dasar tertampung semua Gagasan Dasar Perlengkapan GPIB. Tata Dasar ini terdiri atas 2 (dua) bagian utama yang mempunyai kedudukan hukum yang sama, yaitu: a. Pembukaan, yang merupakan landasan ideal b. Batang Tubuh, yang merupakan landasan operasional, disertai Penjelasan-penjelasan secukupnya. Melalui sistem Presbiterial Sinodal yang tertuang dalam Tata Dasar, maka ada 3 (tiga) komponen yang sesungguhnya menata panggilan dan pengutusan gereja:



Hal. 30



Tiga Komponen itu ialah : a. Jemaat b. Persidangan Sinode c. Majelis Sinode Dengan demikian, disusunlah Peraturan Pokok GPIB No. 1 tentang Jemaat, Peraturan Pokok GPIB No. II tentang Persidangan Sinode dan peraturan Pokok GPIB No. III tentang Majelis Sinode. Pada jenjang berikutnya Tata Dasar dan Peraturan-Peraturan Pokok dijabarkan ke dalam 15 Peraturan. Selanjutnya dari Peraturan-Peraturan ini diuraikan Peraturan Pelaksanaan, yaitu mengenai teknik dan mekanisme kerja dalam lembaga GPIB sesuai kebutuhan masing-masing:  Lingkup Sinodal yang diatur oleh Majelis Sinode.  Lingkup Jemaat yang diatur oleh Majelis Jemaat (setelah mendapat persetujuan Majelis Sinode).



3. Jenjang Tata Gereja GPIB



Hal. 31



4. Walaupun dalam jenjang Tata Gereja tidak terlihat Pemahaman Iman GPIB, namun Pemahaman Iman GPIB menjadi landasan atau nilai-nilai yang menjiwai seluruh pelaksanaan Tri Dharma Gereja yang secara strategis dijabarkan dalam PKUPPG, Tata Gereja dan Akta Gereja GPIB.



IV. Kesimpulan 1. Umum Presbiterial Sinodal merupakan sistem bagi cara pengelolaan lembaga GPIB harus dilihat sebagai mekanisme untuk menentukan arah kebijakan dalam pola kepemimpinan GPIB. Sistem ini bukan dasar dan juga bukan tujuan gereja. Yang berkuasa dalam Gereja adalah Yesus Kristus. Kuasa-Nya tidak diwakilkan kepada seseorang atau lembaga, tetapi tetap hidup dan berkuasa melalui Firman dan Roh-Nya dalam kehidupan gereja. Di situlah semua Presbiter harus berorientasi dalam melaksanakan peranannya masing-masing. Sistem ini memiliki kebaikan-kebaikan tertentu yang hendaknya dikembangkan sesuai dengan kebutuhan gereja untuk melaksanakan panggilan dan pengutusan-Nya, dan sekaligus memperhitungkan segala kemungkinan akibat kelemahankelemahannya. Presbiterial Sinodal GPIB tidak dapat disamakan atau dibandingkan dan diukur dengan sistem-sistem lain. Pengertian Presbiterial Sinodal GPIB harus dipahami dengan: a. Menggali sejarah pembentukan dan berdirinya GPIB serta mempelajari proses pertumbuhan dan perkembangannya.



Hal. 32



b. Menghayatinya sebagaimana disepakati oleh presbiterpresbiter GPIB dengan kesadaran dan tanggung jawab berGPIB dan hidup beriman. 2. Khusus Bertolak dari pemahaman di atas, maka dirumuskanlah Tata Dasar yang mencakup hal-hal berikut : a. Kristokratis GPIB menyadari bahwa Yesus Kristus adalah dasar dan Kepala Gereja sekaligus pusat pemberitaan dan pelayanan gereja (dirumuskan dalam Pembukaan). b. Pengakuan dan Pemahaman Iman GPIB dalam keesaan dengan gereja dari segala abad dan tempat mengakui Pengakuan Iman Gereja sekaligus memahami masalah-masalah konkrit yang dihadapi dari sudut iman yang dirumuskan dalam bentuk Pemahaman Iman GPIB. Pemahaman iman adalah pernyataan dari sudut pandang iman yang menjawab tantangan yang dihadapi GPIB di masa kini. Pemahaman iman GPIB dirumuskan dan disusun, pertamatama dipahami sebagai respon terhadap penyataan diri Allah, yang diekspresikan lewat tanggung jawab untuk setia dan taat kepada Allah. Dengan demikian, Pemahaman iman GPIB adalah pengakuan (Confession) yang menjawab beberapa persoalan yang sedang dihadapi GPIB pada masa kini yang sifatnya tambahan (Addendum) terhadap pengakuan Iman (Credo). Oleh karena itu pemahaman iman GPIB memang berbeda dengan Pengakuan Iman, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan. Atas dasar itu, Pengakuan Iman menjadi salah satu referensi penting dalam penyusunan Pemahaman Iman.



Hal. 33



c. Wujud dan bentuk gereja Bahwa gereja yang Kudus dan Am itu nampak dan berwujud dalam dan melalui GPIB yang diakui eksistensinya sebagai lembaga gerejawi di Indonesia (Lembaran Negara tahun 1948, No. 305), mempunyai wilayah pelayanan, Jemaat-jemaat, anggota-anggota, serta memelihara keesaan Tubuh Kristus itu (dirumuskan dalam Bab II). d. Panggilan dan Pengutusan GPIB menyadari kehadirannya untuk melaksanakan Panggilan dan Pengutusan Kristus melalui Misi untuk menghadirkan Kerajaan Allah dibumi ini dan damai sejahtera Allah bagi segenap ciptaan-Nya (dirumuskan dalam Bab III) e. Visi : GPIB menjadi Gereja yang mewujudkan damai sejahtera bagi seluruh ciptaan-Nya. f. Misi :  Menjadi Gereja yang terus menerus diperbarui dengan bertolak dari Firman Allah, yang terwujud dalam perilaku kehidupan warga gereja, baik dalam persekutuan, maupun dalam hidup bermasyarakat  Menjadi Gereja yang hadir sebagai contoh kehidupan yang terwujud melalui inisiatif dan partisipasi dalam kesetiakawanan sosial serta kerukunan dalam masyarakat, dengan berbasis pada perilaku kehidupan keluarga yang kuat dan sejahtera.  Menjadi Gereja yang membangun keutuhan ciptaan yang terwujud melalui perhatian terhadap lingkungan hidup, semangat keesaan dan semangat persatuan dan kesatuan warga Gereja sebagai warga masyarakat. g. Motto :



Hal. 34



“Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah” (Lukas 13:29). h. Cara Penatalayanan Gereja : GPIB melaksanakan misinya dipimpin oleh Yesus Kristus melalui kuasa Firman dan Roh dengan mempergunakan cara kerja yang dikembangkan dari sistem Presbiterial Sinodal (dirumuskan dalam Pembukaan dan Bab IV). i. Perlengkapan : Untuk melaksanakan penatalayanan dengan sistem presbiterial sinodal perlu dipilih sejumlah presbiter yang harus bekerja secara tertib dan teratur serta ditunjang oleh penatalayanan dengan segala pengawasannya supaya bermanfaat bagi kehidupan persekutuan, pelayanan dan kesaksian gereja (dirumuskan dalam Bab V). j. Penggembalaan : Untuk memelihara kehidupan spiritual yang Kristiani dari warga jemaat agar dapat melaksanakan panggilan dan pengutusan-Nya, maka dilaksanakan penggembalaan dalam pelayanan (dirumuskan dalam Bab VI). Tata Dasar ini merupakan Dasar Hukum, dimana di atasnya dibangun semua Peraturan Pokok dan Peraturan-Peraturan selanjutnya.



3. Pengaturan mengenai Presbiter Telah diuraikan di atas bahwa adanya Presbiter itu karena panggilan, maka hal tersebut perlu dirumuskan dengan jelas dalam



Hal. 35



peraturannya supaya para Presbiter menghargai tugasnya sebagai panggilan Tuhan.



Hal. 36



TATA DASAR Pembukaan Keselamatan merupakan Anugerah Allah bagi seluruh ciptaan. Keselamatan itu memuncak pada kedatangan, kehidupan, kematian, kebangkitan dan kenaikan Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah. Dengan kuasa Roh Kudus, Ia memanggil dan menghimpun orang dari Timur, Barat, Utara dan Selatan menjadi satu persekutuan dalam Kerajaan Allah. Roh Kudus itu juga yang menyertai dan membimbing orangorang percaya, yang dipersekutukan dalam suatu Gereja. Gereja sebagai persekutuan orang percaya adalah Tubuh Kristus yang Esa, Kudus, Am dan Rasuli. Gereja hadir untuk mewujudkan kasih Allah di dunia ini pada segala waktu dan tempat. Dasar dan Kepala Gereja adalah Tuhan Yesus Kristus. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) lahir dari kesepakatan persekutuan 19 (sembilan belas) Jemaat yang berdiri sendiri dalam wilayah pelayanan Gereja Protestan di Indonesia (GPI) yang hadir dalam Proto Sinode tanggal 25 sampai dengan 30 Oktober 1948 di Nassau Kerk (Gereja Paulus) yang dihadiri dan didukung GMIM, GPM dan GMIT. Ibadah peresmian Gereja Keempat (GPIB) berlangsung di Willems Kerk (Gereja Immanuel) pada tanggal 31 Oktober 1948 dan sejak itu GPIB menjadi Gereja yang berdiri sendiri sebagai wujud anugerah Tuhan bagi Bangsa Indonesia dengan wilayah pelayanan di sebelah barat dari GMIM, GPM dan GMIT. Selaras dengan pengakuannya GPIB adalah bentuk nyata dari Gereja Kristen Yang Esa, Kudus, Am dan Rasuli. Kehadirannya di Indonesia untuk mengemban tugas mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah yaitu kasih, keadilan, kebenaran dan keutuhan ciptaan.



Hal. 37



GPIB terpanggil untuk mewujudkan kebaikan Allah dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, dengan ikut membangun nilai – nilai kehidupan yang berkeadaban, inklusif, adil, damai dan demokratis (”Civil Society”) dengan melaksanakan fungsi kenabian di tengah simpul-simpul kekuasaan yang ada. Dalam rangka itu, GPIB memperjuangkan nilai kemanusiaan, keadilan dan lingkungan hidup serta masalah-masalah yang berhubungan dengan dampak negatif dari globalisasi dan penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dilakukan baik secara individual, parokial, regional, sinodal, maupun ekumenikal, dengan merangkul berbagai pihak yang mempunyai keinginan-keinginan yang sama untuk berpartisipasi dalam perjuangan mewujudkan masyarakat adil, makmur, damai dan sejahtera di bumi Indonesia. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan persekutuan, pelayanan dan kesaksian di tengah masyarakat, GPIB menata kehidupannya dengan bersumber dari Firman Allah. Penataan itu dilakukan dengan memberdayakan warga gereja berdasarkan Imamat Am dalam ketaatan kepada Yesus Kristus yang menghendaki segala sesuatu rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagian dan perangkat, baik warga, wilayah, kepemimpinan dan tata aturan dengan sistem Presbiterial Sinodal. Demi menata kehidupan bergereja untuk melaksanakan pelayanan yang tertib, teratur dan dinamis maka digariskan Tata Dasar GPIB sebagai berikut : Bab I Pengakuan dan Pemahaman Iman



Hal. 38



Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat mengaku bahwa Allah menyelamatkan umat manusia dan alam semesta ciptaan-Nya dalam karya Tuhan Yesus Kristus Anak Allah, yang berlanjut dalam kehidupan secara kontekstual melalui Roh Kudus-Nya. Pasal 1 Pengakuan Iman Bersama Gereja dari segala abad dan tempat GPIB mengaku bahwa keselamatan hanya oleh Iman, hanya oleh Anugerah dan hanya oleh Firman Sola Fide, Sola Gratia, Sola Scriptura; 2. Bersama Gereja dari segala abad dan tempat GPIB mengikrarkan Pengakuan Imannya sebagaimana nyata dalam : a. Pengakuan Iman Rasuli; b. Pengakuan Iman “Nicea-Konstantinopel”; c. Pengakuan Iman “Athanasius”. 1.



Pasal 2 Pemahaman Iman Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat merumuskan Pemahaman Imannya berdasarkan: Firman Allah, tradisi gereja calvinis, pengakuan-pengakuan iman ekumenis dan keindonesiaan; 2. Pemahaman Iman GPIB berisikan pemahaman tentang pokokpokok pergumulan yang dihadapi sesuai dengan tantangan zaman dalam kebersamaan dengan seluruh warga masyarakat dan bangsa Indonesia. 1.



Hal. 39



Bab II Wujud, Bentuk dan Kelembagaan, Warga, Logo dan Hubungan dengan Gereja lain Pasal 3 Wujud Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat sebagai gereja multikultural adalah persekutuan warga dalam wujud jemaat-jemaat yang berada di Indonesia, meliputi wilayah pelayanan mulai dari Sabang di bagian Barat sampai dengan Raha di bagian Timur, mulai dari Nunukan di Utara sampai dengan Nusakambangan di bagian Selatan. Pelayanan di luar wilayah dilakukan melalui pengiriman tenaga utusan gerejawi GPIB, berdasarkan kesepakatan kerja dengan gereja/mitra kerja GPIB. Pasal 4 Bentuk Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat adalah kesatuan dari persekutuan Jemaat-jemaat : 1. Yang telah ada pada waktu GPIB didirikan; 2. Yang dilembagakan berdasarkan pengembangan jemaat-jemaat; 3. Yang bertumbuh berdasarkan hasil Pelayanan dan Kesaksian. Pasal 5 Kelembagaan GPIB diakui oleh Negara dengan dasar hukum dan diatur sebagai berikut : a. Dasar Hukum GPIB sebagai Lembaga:



Hal. 40



1. Staatsblad Hindia Belanda S 1927 Nomor 156 Tanggal 29 Juni 1925. Gereja menurut hukum memiliki sifat sebagai Badan Hukum. 2. Staatsblad Hindia Belanda S 1927 nomor 155. Diterbitkan 10 Mei 1927 Gereja Protestan di Hindia Belanda beserta jemaatjemaat Eropa maupun Bumiputera akan dipandang sebagai gereja atau bagian yang berdiri sendiri daripadanya. 3. Staatsblad Hindia Belanda S 1948 Nomor 305 GPIB sebagai bagian yang berdiri sendiri. 4. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Protestan. Departemen Agama RI No. 35 Tahun 1988 Tanggal 6 Februari 1988 Pernyataan GPIB sebagai lembaga keagamaan yang bersifat gereja. b. Dasar Hukum kepemilikan GPIB pada hak atas Tanah: 1. Keputusan Direktur Djenderal Agraria No. : SK22/DDA/1969 Tentang penundjukan GPIB sebagai badan hukum yang dapat memiliki Tanah dengan hak milik. 2. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: SK.22/DDA/1969/D/13 Menunjuk GPIB sebagai Badan hukum yang dapat memiliki Tanah dengan hak milik. Pasal 6 Warga 1. Warga GPIB, adalah orang percaya yang melaksanakan misi Allah dan terdaftar di jemaat-jemaat, yaitu: a. Lahir dari keluarga GPIB; b. Menerima Baptisan di GPIB; c. Mengaku percaya dan diteguhkan sebagai warga sidi GPIB;



Hal. 41



d. Dibaptis di Gereja-gereja lain di Indonesia, maupun luar Indonesia dan mendaftarkan diri menjadi warga GPIB dengan surat atestasi; e. Terdaftar sebagai warga GPIB yang sedang berada di luar Indonesia; f. Belum dibaptis tetapi sedang mengikuti katekisasi untuk diteguhkan sebagai Warga Sidi GPIB. Pasal 7 Logo GPIB 1. Logo GPIB terlukiskan : Alkitab (terbuka) Lukas 13 : 29, salib, cawan dan roti, puncak bangunan / gereja / kota, pedataran / pedesaan, gunung dan lembah, orang-orang, sinar dan awan, tiga lingkaran yang mengapit tulisan : * GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT * GPIB. Dari logo tersebut jelas menunjukkan tugas dan pengutusan GPIB di mana Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja. 2. Penjelasan Logo GPIB adalah : a. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) lahir dari kesepakatan persekutuan 19 (sembilan belas) Jemaat yang berdiri sendiri dalam wilayah pelayanan Gereja Protestan di Indonesia (GPI) yang hadir dalam Proto Sinode tanggal 25 sampai dengan 30 Oktober 1948 di Nassau Kerk (Gereja Paulus) yang dihadiri dan didukung GMIM, GPM dan GMIT. Ibadah peresmian Gereja Keempat (GPIB) selain GMIM, GPM dan GMIT dalam lingkungan GPI berlangsung di Willems Kerk (Gereja Immanuel) pada tanggal 31 Oktober 1948 dan sejak itu GPIB menjadi Gereja yang berdiri sendiri sebagai wujud anugerah Tuhan bagi Bangsa Indonesia dengan wilayah pelayanan di sebelah barat dari GMIM, GPM dan GMIT.



Hal. 42



b. Alkitab terbuka bermakna GPIB menjadi surat Kristus yang terbuka dalam panggilan dan pengutusan-Nya. Kehadiran GPIB dapat dibaca, dipahami, dimengerti bagi setiap makhluk yang ada disekitarnya. c. Lukas 13 : 29 merupakan Motto GPIB yaitu “Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah”. d. Salib, melambangkan Pengorbanan Kristus dan kemenanganNya yang menghapus dosa umat manusia dan menjadi Juruselamat bagi dunia. e. Roti dan Cawan : Roti melambangkan Tubuh Kristus dan Cawan berisi anggur melambangkan Darah Kristus. Selain berdimensi kasih dan pengorbanan Kristus, Roti dan Cawan juga berdimensi eskatologis dan misional yang mengundang orang datang dari timur dan barat, dari utara dan selatan datang duduk makan bersama untuk menikmati kasih karunia Allah. Dalam hal itu mereka sekaligus menjadi pelaksana misi Allah bagi dunia yang menderita. f. Kota dan Desa, Gunung dan Lembah melambangkan kehadiran dan wilayah pelayanan GPIB yang tersebar di semua medan kehidupan. g. Orang-orang melambangkan warga GPIB yang datang dari berbagai latar belakang : suku, budaya, generasi, pendidikan, status sosial, gender, ekonomi, dll. Menjadi pelaksana misi Allah bagi gereja dan dunia. h. Sinar dalam bentuk garis melambangkan terang Allah yang menerangi arah misi GPIB. i. Awan melambangkan Kasih Allah yang tetap menaungi dan memberikan kesejukan dalam melaksanakan misi-Nya.



Hal. 43



j. Lingkaran luar menunjukkan keutuhan pelayanan GPIB di lingkup sinodal, lingkaran dalam menunjukkan keutuhan pelayanan GPIB di lingkup jemaat/parokial. k. Dasar logo berwarna netral, tulisan & simbol logo warna biru (kode warna : biru #0000FF , C;100 –M;100). l. 2 (dua) Lingkaran di sisi luar mengapit tulisan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat melingkar dari kiri - atas - kanan dan di sisi lingkar bawah kata GPIB, 1 lingkaran mengapit simbolsimbol / lukisan / gambar logo. 3. Bentuk Logo



Pasal 8 Hubungan dengan Gereja lain Dalam memenuhi panggilan dan pengutusan Allah serta keesaan Tubuh Kristus, maka GPIB menjalin hubungan dengan gerejagereja lain di Indonesia dan di seluruh dunia, dengan semangat saling menerima dan mengakui serta memenuhi kewajibankewajiban ekumenisnya. 2. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat adalah anggota dari : a. GPI : Gereja Protestan di Indonesia; 1.



Hal. 44



b. c. d. e.



PGI : Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia; CCA : Christian Conference of Asia; WCC : The World Council of Churches; WCRC : The World Communion of Reformed Churches. Bab III Panggilan dan Pengutusan



GPIB adalah Gereja Misioner yang dipanggil oleh Anugerah Allah dan diutus untuk melaksanakan amanat Tuhan Yesus Kristus melalui Visi dan Misinya dalam rangka menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di bumi khususnya Indonesia. Pasal 9 Panggilan Setiap warga yang berada di dalam persekutuan GPIB dipanggil oleh Anugerah Allah yang disambut dengan iman dan diwujudkan di dalam kesalehan hidup sehari-hari. 2. Sebagai gereja GPIB mewujudkan panggilan warganya melalui Sakramen yaitu Baptisan dan Perjamuan dan dipersiapkan untuk hidup sesuai panggilan Allah. 3. GPIB secara berkala melaksanakan pemilihan sebagai sarana untuk menguji panggilan batin setiap warga untuk mewujudkan fungsi pelayanan memberitakan injil Yesus Kristus melalui persekutuan, pelayanan dan kesaksian. 1.



Pasal 10 Pengutusan



Hal. 45



1. GPIB dan warganya diutus ke dalam dunia untuk melanjutkan Karya Keselamatan Allah dalam Yesus Kristus oleh Karya Roh Kudus di tengah dan bersama masyarakat secara khusus di Indonesia. 2. GPIB memperlengkapi warganya melalui berbagai bentuk pembinaan yang berkesinambungan untuk mempersiapkan warga dalam rangka melaksanakan pengutusan gereja. 3. GPIB mendampingi warganya untuk melaksanakan tugas dan pekerjaannya di dalam masyarakat sebagai wujud pengabdiannya bagi masyarakat dan bangsa. Pasal 11 Pokok-Pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG) GPIB melaksanakan panggilan dan pengutusan-Nya melalui persekutuan, pelayanan dan kesaksian yang dituangkan dalam PokokPokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG) BAB IV Penatalayanan Gereja Pasal 12 Sistem Penatalayanan GPIB dalam rangka menata dan mengembangkan panggilan dan pengutusannya didasarkan pada sistem Presbiterial Sinodal; 2. Di dalam sistem Presbiterial Sinodal, para presbiter menata dan mengembangkan persekutuan, pelayanan dan kesaksian; 1.



Hal. 46



3.



Dalam mewujudkan panggilan dan pengutusan Allah sebagai Gereja Misioner, GPIB melalui upaya pembinaan dan pendidikan memberdayakan warga agar berperan dalam persekutuan, pelayanan dan kesaksian. Pasal 13 Presbiter



Untuk memperlengkapi warga dalam melaksanakan panggilan dan pengutusannya, GPIB mempunyai tanggung jawab atas pengadaan, pendidikan, pemendetaan, pembinaan para Presbiter dalam pelayanan; 2. GPIB menetapkan para Presbiter yang menjalankan panggilan dan pengutusan-Nya secara kolektif kolegial; 3. Para Presbiter dalam pelayanan adalah Diaken, Penatua dan Pendeta. 1.



Pasal 14 Sidang Presbiter Sidang Presbiter adalah wadah pengambilan keputusan para presbiter GPIB tentang pelaksanaan panggilan dan pengutusan Gereja. 2. Sidang Presbiter terdiri atas : a. Persidangan Sinode 1). Persidangan Sinode Raya (sekali dalam 5 tahun); 2). Persidangan Sinode Tahunan (sekali dalam setahun); 3). Persidangan Sinode Istimewa; b. Sidang Majelis Sinode c. Sidang Majelis Jemaat. 1.



Hal. 47



Pasal 15 Musyawarah Pelayanan Musyawarah Pelayanan disingkat MUPEL adalah wadah kebersamaan Jemaat-jemaat di Wilayah; 2. Musyawarah Pelayanan dibentuk oleh Jemaat-jemaat sewilayah untuk menjembatani kepelbagaian Jemaat-jemaat dalam melaksanakan panggilan dan pengutusan Gereja; 3. Musyawarah Pelayanan secara bertanggung-jawab menjabarkan dan mengkoordinasikan hasil Persidangan Sinode dan kebijakankebijakan Sinode menyangkut hal tersebut di wilayah pelayanannya. 1.



Bab V Perlengkapan Penatalayanan Perlengkapan Penatalayanan adalah alat untuk mendorong agar penatalayanan berjalan dengan teratur, tertib, berdayaguna dan berhasilguna. Pasal 16 Pimpinan Majelis Jemaat adalah pimpinan GPIB pada lingkup Jemaat. 2. Majelis Sinode adalah pimpinan GPIB pada lingkup Sinodal; 1.



Pasal 17 Unit-unit Misioner



Hal. 48



1. Unit-unit Misioner adalah wadah pembinaan dan pelaksana misi



GPIB dalam rangka Pembangunan Jemaat secara berkesinambungan. 2. Unit-unit Misioner adalah : a. Pelayanan Kategorial; b. Komisi; c. Panitia; d. Kelompok Kerja; e. Musyawarah Pelayanan (Mupel); f. Kelompok Fungsional-Profesional (KFP); g. Badan Usaha Milik Gereja (BUMG); h. Unit-unit Usaha Milik Gereja (UUMG); i. Departemen; j. Unit Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat (UP2M). k. Unit Penanggulangan Bencana (Crisis Centre). l. Pelayanan Masyarakat Kota dan Industri (PMKI). m. Yayasan (khusus yayasan hubungan koordinatif dengan GPIB). n. Dana Pensiun. o. Sesuai kebutuhan. 3. Unit – unit misioner dibentuk pada lingkup Jemaat dan Sinode sesuai dengan kebutuhan. Pasal 18 Perbendaharaan Perbendaharaan GPIB, baik pada lingkup Jemaat, maupun Sinode adalah milik dan anugerah Tuhan untuk menunjang pelaksanaan panggilan dan pengutusan Gereja; karena itu harus dikelola secara bertanggung jawab. 1. Perbendaharaan GPIB meliputi penatalayanan : a. Anggaran, keuangan dan Pencatatan Pembukuan;



Hal. 49



b. Harta GPIB, baik bergerak maupun tidak bergerak baik yang belum maupun yang sudah bersertifikat, baik di lingkup jemaat maupun di lingkup Sinodal adalah milik GPIB. 2. Pengelolaan perbendaharaan dilakukan secara terpusat, terpadu dan terbuka; 3. Pemanfaatan dan pengalihan harta-milik tidak bergerak hanya dapat dilakukan atas persetujuan Persidangan Sinode; 4. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap pengelolaan perbendaharaan dilakukan secara berkala dan terus menerus. Pasal 19 Pengawasan dan Pemeriksaan Perbendaharaan GPIB 1.



Pengawasan a. Untuk menegakkan dan meningkatkan ketertiban untuk menegakkan dan meningkatkan ketertiban perbendaharaan dan pendayagunaan sumber daya gereja secara benar, tepat dan cermat, dilakukan pengawasan. b. Tindakan pengawasan dilakukan secara melekat oleh para ketua di Majelis Sinode pada lingkup Sinode dan para Ketua di Majelis Jemaat pada lingkup Jemaat.



2.



Pemeriksaan a. Untuk memperoleh hasil guna yang tepat dan optimal atas pengelolaan perbendaharaan gereja yang selanjutnya digunakan secara benar dan sah dalam pelaksanaan tugas dan panggilan, dilaksanakan pemeriksaan; b. Persoalan-persoalan yang timbul di dalam Jemaat berhubungan dengan pemeriksaan diselesaikan oleh Majelis Jemaat dan bila tidak berhasil hal itu diserahkan kepada Majelis Sinode;



Hal. 50



c. Pemeriksaan dilakukan oleh pemeriksa eksternal yaitu Badan



Pemeriksa Perbendaharaan Gereja disingkat BPPG pada lingkup Sinode dan Badan Pengawas dan Pemeriksa Perbendaharaan Jemaat disingkat BPPJ di lingkup Jemaat. Bab VI Penggembalaan Penggembalaan adalah tindakan gerejawi dalam rangka melaksanakan misi gereja. Pasal 20 Percakapan Pastoral Percakapan Pastoral dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara pengakuan dan ajaran serta ketertiban hidup bergereja. Pasal 21 Penggembalaan Khusus Penggembalaan Khusus dikenakan bagi warga berhubungan dengan : 1. Penyimpangan terhadap ajaran; 2. Tindakan amoral / asusila; 3. Pelanggaran terhadap Tata Gereja. Pasal 22 Kondisi Kahar 1. Kondisi Kahar adalah suatu peristiwa atau kejadian luar biasa yang tidak dapat dihindarkan sehingga kegiatan persekutuan, pelayanan dan kesaksian serta fungsi keorganisasian tidak dapat dilaksanakan



Hal. 51



sebagaimana mestinya, antara lain adanya: bencana alam, peperangan, kerusuhan sosial politik dan wabah penyakit. 2. Kondisi ini dinyatakan berlaku berdasarkan keputusan Majelis Sinode setelah mendapat masukan dari jemaat bahwa persekutuan, pelayanan dan kesaksian serta fungsi keorganisasian tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya di lebih dari setengah wilayah pelayanan GPIB dan setelah mendengar pertimbangan dari BPMS. 3. Dalam kondisi ini maka Majelis Sinode berwenang mengambil langkah penting dan strategis untuk mengupayakan kegiatan persekutuan, pelayanan dan kesaksian serta fungsi keorganisasian GPIB dilaksanakan sesuai peraturan tentang kahar. 4. Pengakhiran Kondisi Kahar dinyatakan berdasarkan keputusan Majelis Sinode setelah mendengar pertimbangan dari BPMS dan mendapat masukan dari jemaat bahwa persekutuan, pelayanan dan kesaksian serta fungsi keorganisasian GPIB di lebih dari separuh wilayah pelayanan GPIB sudah berjalan sebagaimana mestinya. 5. Hal-hal yang dimaksudkan dalam ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 pasal ini dipertanggungjawabkan oleh Majelis Sinode dalam Persidangan Sinode terdekat pada kesempatan pertama. 6. Pemberlakuan dan pengakhiran kondisi kahar harus disampaikan Majelis Sinode dalam kesempatan pertama kepada Seluruh Majelis Jemaat dengan cara efektif yang tersedia pada saat itu. Bab VII Perubahan Tata Dasar



Hal. 52



Pasal 23 Perubahan Tata Dasar ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya GPIB, bila: 1. Diusulkan oleh 2/3 jumlah jemaat-jemaat GPIB atau; 2. Diusulkan oleh Majelis Sinode GPIB dan disetujui oleh 2/3 jumlah jemaat GPIB; 3. Usul disampaikan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya. BAB VIII Ketentuan Penutup Pasal 24 1. Tata Dasar GPIB ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan; 2. Dengan ditetapkannya Tata Dasar ini, maka segala ketetapan



mengenai Tata Dasar GPIB sebelumnya dinyatakan tidak berlaku; 3. Hal-hal yang belum diatur dalam Tata Dasar ini akan diatur dalam Peraturan Pokok dan Peraturan GPIB.



Hal. 53



PERATURAN POKOK I TENTANG JEMAAT MEMORI PENJELASAN Pasal 1 Jemaat 1. Jemaat adalah wujud dari Gereja Yesus Kristus Yang Esa, Kudus, Am dan Rasuli, yang berada di suatu tempat tertentu dalam wilayah pelayanan GPIB; 2. Jemaat-jemaat GPIB adalah bagian dari GPIB yang memiliki Pemahaman Iman (PI) GPIB sebagai landasan teologis dan Tata Dasar GPIB sebagai landasan hukum; 3. Jemaat dalam ketaatan kepada Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja melaksanakan tugas misionernya secara tertib dan teratur melalui sistem presbiterial sinodal. Pasal 2 Panggilan dan Pengutusan



Pasal 1 Pasal 1:1



: Cukup jelas



Pasal 1:2



: Cukup jelas



Pasal 1:3



: Cukup jelas



Pasal 2



Jemaat dipanggil dan diutus sebagai wujud tugas Gereja yang misioner melalui persekutuan, pelayanan dan kesaksian



Hal. 54



Pasal 3 Persekutuan



Pasal 3



1. Persekutuan adalah wadah dan



aktivitas gerejawi yang Pasal 3:1 : Cukup jelas berpusat pada Yesus Kristus dan dipimpin oleh Kuasa Roh Kudus. 2. Persekutuan yang dimaksud Pasal 3:2 : Cukup jelas terwujud dalam bentuk peribadahan: a. Ibadah Umum : Pasal 3:2.a.1) : Di dalam Ibadah 1). Ibadah Hari Minggu Hari Minggu (IHM) (IHM), Ibadah Hari dapat dilaksanakan Minggu Pelayanan Sakramen, Anak (IHMPA) dan PeneguhanIbadah Hari Minggu peneguhan para Persekutuan Teruna Presbiter, dan (IHMPT). Pengurus PELKAT serta Perkenalan para Fungsionaris PHMJ, komisi, panitia, BPPJ.



2). Ibadah Hari Raya Gerejawi b. Ibadah Khusus: 1). Ibadah Peneguhan; 2). Ibadah-Ibadah Pelayanan Kategorial;



Pasal 3:2.a.2) : Cukup jelas Pasal 3:2.b Pasal 3:2.b.1 Pasal 3:2.b.2



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 55



3). Ibadah Pemakaman, Pemakaman kembali dan Kremasi; 4). Ibadah Peneguhan dan Pemberkatan Perkawinan; 5). Ibadah Hari Raya Nasional; 6). Ibadah Keluarga; 7). Ibadah lain sesuai kebutuhan.



Pasal 3:2.b.3



: Cukup jelas



Pasal 3:2.b.4



: Cukup jelas



Pasal 3:2.b.5 Pasal 3:2.b.6 Pasal 3:2.b.7



: Cukup jelas : Cukup jelas : Ibadah lainnya adalah Ibadah Pengucapan Syukur, Ibadah Persekutuan Doa, Ibadah Penghiburan dan sesuai dengan kebutuhan jemaat setempat



3. Ibadah Umum dan Ibadah Pasal 3 : 3 Khusus dapat dilaksanakan secara virtual dalam jaringan dengan menggunakan teknologi digital atau dilaksanakan dengan cara lain yang efektif sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Pasal 4 Pelayanan



: Cukup Jelas



Pasal 4



Hal. 56



1. Pelayanan adalah aktivitas Pasal 4:1 gerejawi yang dilakukan oleh Persekutuan; Pasal 4:2 2. Pelayanan yang dimaksud terwujud dalam bentuk kegiatan-kegiatan aktual, baik ke dalam maupun ke luar, yang berdampak pada pertumbuhan iman jemaat, penguatan persekutuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang dilakukan oleh jemaat maupun bersama masyarakat dan pemerintah.



Pasal 5 Kesaksian



: Cukup jelas : Kegiatan-kegiatan diakonia, baik dalam bentuk komprehensif – yang berdampak pada jangka panjang – maupun karitatif yang bersifat pertolongan langsung – baik dalam bentuk reformatif dan transformatif.



Pasal 5



1. Kesaksian adalah pengungkapan iman dan Pasal 5:1 kesetiaan kepada Yesus Kristus; 2. Kesaksian yang dimaksud Pasal 5:2 terwujud dalam bentuk pemberitaan Firman dan kegiatan yang berhubungan dengan penanggulangan kemiskinan, penyelesaian masalah kemanusiaan,



: Cukup jelas



: Partisipasi dalam kehidupan politik, berarti Jemaat sebagai institusi tidak dapat menjadi alat politik praktis. Namun Jemaat,



Hal. 57



pelestarian lingkungan hidup, partisipasi dalam kehidupan politik, dan kemitraan antar umat beragama



Pasal 6 Wilayah Pelayanan



menyiapkan warga jemaat mengambil bagian dalam kehidupan politik dan kemitraan antar umat beragama untuk menjadi garam dan terang demi kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara. Pasal 6



1. Wilayah Pelayanan Jemaat Pasal 6:1 adalah sesuai dengan Tata Dasar Bab II pasal 3; 2. Wilayah Pelayanan jemaat- Pasal 6:2 jemaat memiliki batas-batas tertentu;



: Cukup jelas



: Untuk jemaatjemaat tertentu dengan mempertimbangkan faktor historis, demografis dan perkembangan masyarakat maka cakupan wilayah pelayanan dimungkinkan sesuai dengan jemaat itu terdaftar.



Hal. 58



3. Jemaat-jemaat dalam satu wilayah pelayanan, membentuk Musya-warah Pelayanan (Mupel); Pasal 6:3 4. Batas Wilayah Pelayanan Jemaat ditentukan oleh keputusan bersama jemaat- Pasal 6:4 jemaat yang ada di sekitarnya dalam asistensi Musyawarah Pelayanan setempat; 5. Batas Wilayah Pelayanan ditetapkan dengan Surat Pasal 6:5 Keputusan Majelis Sinode. Pasal 7 Warga 1. Warga jemaat adalah seseorang yang dimaksud dalam Tata Dasar GPIB pasal 6 2. Warga adalah seseorang yang terdaftar dan aktif di salah satu Jemaat yaitu : a. Yang lahir dari keluarga GPIB; b. Yang menerima Baptisan di GPIB; c. Yang mengaku percaya dan diteguhkan sebagai Warga Sidi GPIB; d. Yang sudah dibaptis tapi berasal dari Gereja-gereja



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 7



Pasal 7:1



: Cukup jelas



Pasal 7:2



: Cukup jelas



Pasal 7:2a Pasal 7:2b



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 7:2c



: Cukup jelas



Pasal 7:2d



: Cukup jelas



Hal. 59



lain di Indonesia, ataupun dari gereja luar negeri yang mendaftarkan diri dan diterima menjadi warga jemaat serta menyatakan diri mentaati ketentuanketentuan yang ada di GPIB; e. Yang terdaftar sebagai warga GPIB yang sementara berada di luar Pasal 7:2e negeri; f. Yang belum dibaptis tetapi sementara mengikuti Pasal 7:2f katekisasi untuk diteguhkan sebagai warga sidi GPIB. Pasal 8 Kewajiban dan Tanggung Jawab Warga Jemaat



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 8



Setiap Warga Jemaat memiliki kewajiban dan tanggung jawab: 1. Mewujudkan Jemaat Misioner melalui kegiatan- Pasal 8:1 kegiatan dalam pembangunan Jemaat dan Masyarakat. 2. Melakukan hidup tertib sesuai dengan ajaran Alkitab Pasal 8:2 dalam hidup bergereja dan bermasyarakat;



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 60



3.



4.



5.



6.



7.



Membimbing dan mendidik keluarga dalam pengenalan Yesus Kristus; Mewujudkan persekutuan, pelayanan, dan kesaksian gereja dengan cara berperan aktif mengambil bagian dalam kegiatan Jemaat di bawah koordinasi Majelis Jemaat, PHMJ dan unit-unit misioner; Mendoakan kehidupan dan kegiatan Jemaat serta segenap bagian GPIB dalam mewujudkan kehadiran dan perannya di lingkungan gereja dan masyarakat; Memberikan persembahan, persepuluhan dan persembahan khusus sebagai wujud syukur kepada Tuhan dan mendukung kebutuhan dana serta sarana dalam rangka mewujudkan panggilan gereja di semua aras dan bidang kehidupan; Menaati Pemahaman Iman GPIB, PKUPPG, Tata Gereja, Akta Gereja, dan peraturan lainnya di lingkungan GPIB. Pasal 9 Hak Warga Jemaat



Pasal 8:3



: Cukup jelas



Pasal 8:4



: Cukup jelas



Pasal 8:5



: Cukup jelas



Pasal 8:6



: Cukup jelas



Pasal 8:7



: Cukup jelas



Pasal 9



Hal. 61



1. Setiap warga Jemaat mempunyai hak untuk melayani, yaitu hak untuk berperan serta memberikan pelayanan bagi Jemaat dalam rangka mewujudkan panggilan dan pengutusan Allah melalui persekutuan, pelayanan, dan kesaksian Jemaat. 2. Hak melayani warga Jemaat dilakukan melalui: a. perwujudan panggilan hidup sehari-hari sebagai orang percaya untuk memperhatikan, menolong, mendukung, menghibur, dan menguatkan sesama yang membutuhkan; b. Jabatan, Tugas, dan Tanggung jawab pelayanan khusus yang memerlukan pengaturan lebih lanjut demi ketertiban hidup Jemaat dan gereja. 3. Setiap Warga Jemaat mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan dan pembinaan dari GPIB yang dilakukan oleh Majelis



Pasal 9:1



: Cukup jelas



Pasal 9:2



: Cukup jelas



Pasal 9:2.a



: Cukup jelas



Pasal 9:2.b



: Cukup jelas



Pasal 9:3



: Cukup jelas



Hal. 62



Jemaat, PHMJ dan unit-unit misioner lainnya. 4. Warga Jemaat berhak Pasal 9:4 menyampaikan aspirasinya, melalui pertemuan warga sidi jemaat (PWSJ). Pasal 10 Pimpinan Jemaat



Pasal 10



1. Pimpinan Jemaat adalah Pasal 10:1 Majelis Jemaat sebagai persekutuan kerja yang memimpin secara kolektif – kolegial; Pasal 10:2 2. Majelis Jemaat diketuai oleh Pendeta yang ditugaskan oleh Majelis Sinode. Pasal 11 Majelis Jemaat



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 11



1. Majelis



Jemaat adalah Pimpinan GPIB di lingkup Jemaat;



Pasal 11:1



: Majelis Jemaat adalah suatu wadah kebersamaan dalam kepemimpinan GPIB di Jemaat, karena itu Sidang Majelis Jemaat adalah lembaga tinggi presbiter yang penting dan harus/wajib dihadiri



Hal. 63



oleh fungsionaris Majelis Jemaat.



2. Ketua Majelis Jemaat adalah Pasal 11:2 seorang Pendeta yang ditugaskan dan ditetapkan oleh Majelis Sinode; 3. Majelis Jemaat terdiri atas : a. Para Pendeta yang ditugaskan oleh Majelis Sinode di Jemaat; b. Para Diaken dan Penatua yang dipilih oleh warga sidi Jemaat menurut Peraturan Pemilihan Diaken dan Penatua serta ditetapkan oleh Majelis Sinode. 4. Jumlah fungsionaris Majelis Jemaat ditentukan oleh Majelis Jemaat menurut kebutuhan Jemaat sesuai dengan Peraturan Pemilihan Diaken dan Penatua;



5. Masa



: Cukup jelas



Pasal 11:3 Pasal 11:3.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 11:3.b



: Cukup jelas



Pasal 11:4



: Dasar perhitungan kebutuhan adalah jumlah warga, luas wilayah, dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Lihat peraturan tentang Pemilihan Diaken dan Penatua. : Cukup jelas



tugas fungsionaris Majelis Jemaat ditetapkan Pasal 11: 5 selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali;



Hal. 64



6. Majelis Jemaat diwakili oleh Ketua dan Sekretaris untuk urusan-urusan baik kedalam maupun keluar; 7. Tugas dan wewenang Majelis Jemaat. : a. Majelis Jemaat bertugas : 1). Membina dan memberdayakan Warga Jemaat untuk melaksanakan tanggung jawab misioner sesuai dengan Pemahaman Iman GPIB, PKUPPG GPIB serta Tata Gereja GPIB; 2). Bersama dengan Jemaat-Jemaat sewilayah mengusulkan pembentukan Mupel sebagai Unit Misioner dan pengangkatan serta memberdayakan BP Mupel. b. Majelis Jemaat berwenang: 1). Mengangkat dan memberhentikan anggota Unit-unit Misioner; 2). Mengambil langkahlangkah dan tindakan Disiplin Gereja terhadap Warga Jemaat;



Pasal 11: 6



: Cukup jelas



Pasal 11: 7



: Cukup jelas



Pasal 11: 7.a : Cukup jelas Pasal 11: 7.a.1 : Cukup jelas



Pasal 11: 7.a.2 : Cukup jelas



Pasal 11: 7.b : Cukup jelas Pasal 11: 7.b.1 : Cukup jelas



Pasal 11: 7.b.2 : Cukup jelas



Hal. 65



3). Mengambil langkahlangkah dan tindakan Disiplin Gereja Pasal 11: 7.b.3 : Cukup jelas terhadap pegawai. Pasal 12 Sidang Majelis Jemaat



Pasal 12



Sidang Majelis Jemaat adalah wadah pengambilan keputusan tertinggi dalam jemaat.



Pasal 13 Pelaksana Harian Majelis Jemaat



Pasal 13



Harian Majelis Pasal 13.1 Jemaat adalah pelaksana sehari-hari dari keputusan Sidang Majelis Jemaat; 2. Pelaksana Harian Majelis Jemaat terdiri beberapa fungsionaris Majelis Jemaat yang dipilih melalui Sidang Pasal 13.2 Majelis Jemaat (kecuali Ketua Majelis Jemaat) dan dilaporkan kepada Majelis Sinode untuk ditetapkan; 3. Pelaksana Harian Majelis Jemaat terdiri atas sekurang- Pasal 13.3 kurangnya seorang ketua,



1. Pelaksana



: Sesuai dengan tatanan yang berlaku dalam sistem presbiterial sinodal



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 66



seorang sekretaris, seorang bendahara. 4. Pelaksana Harian Majelis Jemaat dipilih untuk melaksanakan kegiatan sesuai Pasal 13.4 dengan program yang diputuskan berdasarkan PKUPPG; 5. Ketentuan mengenai Pelaksana Harian Majelis Pasal 13.5 Jemaat akan diatur lebih lanjut dalam peraturan tersendiri tentang Pelaksana Harian Majelis Jemaat. Pasal 14 Unit – Unit Misioner



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 14



1. Unit-unit Misioner adalah Pasal 14:1 pelaksana misi GPIB dalam rangka Pembangunan Jemaat secara berkesinambungan; 2. Unit-unit Misioner terdiri atas Pasal 14:2 Pelayanan Kategorial, Komisi, Yayasan, Panitia, Kelompok Kerja, Kelompok Fungsional Profesional, Unit Usaha Milik Gereja (UUMG), PMKI dan lainnya sesuai kebutuhan setempat; 3. Musyawarah Pelayanan adalah Unit Misioner dalam Pasal 14:3



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 67



kebersamaan Jemaat-jemaat di suatu wilayah; 4. Penjelasan rinci mengenai Unit-unit Misioner akan diatur Pasal 14:4 dalam peraturan tersendiri tentang Unit-unit Misioner. Pasal 15 Perbendaharaan GPIB di Lingkup Jemaat



Pasal 15



1. Perbendaharaan GPIB di lingkup Jemaat adalah harta milik Tuhan yang Pasal 15:1 dipercayakan kepada GPIB, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, yang ada di Jemaat untuk menunjang misi Gereja; 2. Penjelasan rinci mengenai Pasal 15:2 Perbendaharaan Jemaat akan diatur dalam peraturan tersendiri tentang Perbendaharaan GPIB Pasal 16 Badan Pemeriksa Perbendaharaan GPIB di Lingkup Jemaat



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 16



1. Badan Pemeriksa Pasal 16:1 Perbendaharaan Jemaat adalah pemeriksa eksternal terhadap perbendaharaan dan



: Cukup jelas



Hal. 68



pengelolaannya di tingkat Jemaat; 2. Penjelasan rinci mengenai Pasal 16:2 Badan Pengawas dan Pemeriksa Perbendaharaan di lingkup Jemaat akan diatur dalam peraturan tersendiri tentang Badan Pemeriksa Perbendaharaan GPIB. Pasal 17 Kantor Majelis Jemaat



Pasal 17



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Kantor Majelis Jemaat adalah tempat pengelolaan administrasi Jemaat, penyimpanan arsip dan pengorganisasian penyelenggaraan persekutuan, pelayanan dan kesaksian Jemaat. Pasal 18 Kepegawaian



Pasal 18



1. Pegawai adalah mereka yang Pasal 18:1 ditugaskan di Kantor Majelis Jemaat untuk mengerjakan ketatausahaan penatalayanan jemaat dibawah arahan Majelis Jemaat melalui Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ); 2. Pengusulan, pengangkatan, pembinaan dan pemberhentian Pasal 18:2 pegawai di Jemaat diatur



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 69



dalam Peraturan khusus tentang Kepegawaian GPIB. Pasal 19 Penggembalaan Gereja 1. Tindakan Penggembalaan yang dilakukan kepada Presbiter dan Warga Jemaat adalah upaya Gereja untuk menjaga: a. Kemurnian ajaran (Konfesi Gereja); b. Moralitas warga (Etika Kristen); c. Ketertiban serta keteraturan pelayanan (Tata Gereja). 2. Sebagai Pelaksana Penggembalaan Gereja adalah Pendeta yang merupakan Gembala di Jemaat dan para Penatua dan Diaken yang ditunjuk dengan menjaga rahasia jabatan, yang diatur sebagai berikut: a. Warga Jemaat, termasuk di dalamnya Presbiter dan Unit Misioner adalah Pendeta yang merupakan Gembala di Jemaat dan para Penatua dan Diaken yang ditunjuk dengan menjaga rahasia jabatan;



Pasal 19



Pasal 19:1



: Cukup jelas



Pasal 19:1.a



: Cukup jelas



Pasal 19:1.b



: Cukup jelas



Pasal 19:1.c



: Cukup jelas



Pasal 19:2



: Cukup jelas



Pasal 19:2.a



: Cukup jelas



Hal. 70



b. Diaken dan Penatua adalah Pendeta/Ketua Majelis Pasal 19:2.b Jemaat dan Tim Pastoral Jemaat;



c. Pendeta, Fungsionaris Pasal 19:2.c Majelis Sinode dan BPPG adalah Tim Pastoral Sinodal yang dibentuk oleh Majelis Sinode, dengan melibatkan Ketua Majelis Jemaat dan Majelis Jemaat. Pasal 19:3 3. Penggembalaan dapat dilaksanakan dengan kehadiran fisik atau dengan menggunakan teknologi telekomunikasi, digital, virtual dalam jaringan atau dilaksanakan dengan cara lain sesuai situasi dan kebutuhan dengan tetap menjaga kerahasiaan.



: Dalam kasus-kasus tertentu, dapat dibentuk Tim Pastoral Jemaat yang bersifat ad hoc. : Cukup jelas



: diserahkan pertimbangannya kepada yang melakukan penggembalaan.



Pasal 20 Peraturan Pelaksanaan Majelis Pasal 20 Jemaat 1. Peraturan Pelaksanaan Majelis Jemaat disusun oleh Pasal 20:1 Majelis Jemaat untuk mengatur hal-hal teknis



: Cukup jelas



Hal. 71



pelaksanaan penatalayanan di Jemaat; Pasal 20:2 2. Peraturan Pelaksanaan Majelis Jemaat disahkan oleh SMJ setelah disetujui oleh MS;



3. Bahwa setiap jemaat Pasal 20: 3 diwajibkan membuat PPMJ sesuai dengan Tata Gereja yang berlaku dan atau menyesuaikan PPMJ yang dimilikinya dengan Tata Gereja yang berlaku. Pasal 21 Pendewasaan, pelembagaan, penggabungan dan Reaktivasi jemaat



: Proses di Majelis Sinode selambatlambatnya 3 bulan setelah diterimanya konsep PPMJ dari Majelis Jemaat. Selama menunggu persetujuan PPMJ yang baru oleh Majelis Sinode, PPMJ yang lama tetap berlaku dengan penyesuaian terhadap Tata Gereja yang berlaku.



: Cukup jelas



Pasal 21



Hal. 72



1. Pendewasaan Jemaat adalah proses penyiapan suatu persekutuan warga GPIB di wilayah tertentu untuk dilembagakan sebagai Jemaat GPIB yang mandiri; 2. Pelembagaan Jemaat adalah proses pembentukan satu persekutuan Warga GPIB yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini ditetapkan dengan surat keputusan Majelis Sinode GPIB; 3. Penggabungan Jemaat adalah proses penyatuan dua Jemaat atau lebih karena tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Jemaat GPIB yang mandiri; 4. Reaktivasi adalah pengaktifan kembali jemaat yang pernah ada menjadi Jemaat yang mandiri; 5. Penjelasan rinci mengenai Pendewasaan, Pelembagaan Penggabungan dan Reaktivasi Jemaat akan diatur dalam peraturan tersendiri.



Pasal 21:1



: Cukup jelas



Pasal 21:2



: Cukup jelas



Pasal 21:3



: Cukup jelas



Pasal 21:4



: Cukup jelas



Pasal 21:5



: Cukup jelas



Pasal 22



: PHMJ dapat melakukan koordinasi dengan Majelis Sinode



Pasal 22 Kondisi Kahar



Hal. 73



1. Dengan disampaikan dan diberlakukannya kondisi kahar oleh Majelis Sinode, maka PHMJ berwenang untuk mengambil langkah-langkah strategis di Jemaat berkaitan dengan: a. Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian. b. Organisasi dan Mekanisme. c. Perbendaharaan. 2. Dalam hal PHMJ mengambil keputusan terkait ayat 1 diatas maka PHMJ harus mengambil keputusan dengan minimal disetujui oleh 2/3 dari yang hadir dalam rapat PHMJ. 3. Langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh PHMJ akan dipertanggungjawabkan dalam Sidang Majelis Jemaat terdekat setelah pengakhiran kondisi kahar oleh Majelis Sinode. 4. Pemberlakuan dan pengakhiran kondisi kahar oleh Majelis Sinode wajib disampaikan oleh PHMJ



Pasal 22 : 1



secara daring dan atau cara lain yang memungkinkan koordinasi dapat berjalan dengan baik. : Cukup Jelas



Pasal 22 : 1a



: Cukup Jelas



Pasal 22 : 1 b : Cukup Jelas Pasal 22 : 1 c : Cukup Jelas Pasal 22 : 2 : Cukup Jelas



Pasal 22 : 3



: Cukup Jelas



Pasal 22 : 4



: Cukup Jelas



Hal. 74



dalam kesempatan pertama kepada seluruh anggota Majelis Jemaat. Pasal 23 Ketentuan Penutup Pasal 23 1. Peraturan Pokok I ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan; 2. Dengan ditetapkannya Peraturan Pokok ini, maka semua ketentuan mengenai Jemaat yang bertentangan dengan Peraturan Pokok ini dinyatakan tidak berlaku; 3. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila: a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau; b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat; c. Usul-usul perubahan disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



Pasal 23:1



: Cukup jelas



Pasal 23:2



: Cukup jelas



Pasal 23:3



: Cukup jelas



Pasal 23:3.a



: Cukup jelas



Pasal 23:3.b



: Cukup jelas



Pasal 23:3.c



: Cukup jelas



Hal. 75



PERATURAN POKOK II TENTANG PERSIDANGAN SINODE



MEMORI PENJELASAN Pasal 1 Persidangan Sinode



Pasal 1



Persidangan Sinode adalah: 1. Penjelmaan dari persekutuan Pasal 1:1 GPIB sebagai gereja secara sinodal; 2. Penjelmaan dari kebersamaan Pasal 1:2 Jemaat-Jemaat GPIB sebagai wujud pemerintahan Kristus melalui kehadiran para presbiter untuk menentukan kebijakan gereja dalam memenuhi panggilan dan pengutusan-Nya sebagai Gereja yang misioner. Pasal 2 Status dan Fungsi



: Cukup jelas



Pasal 2



Sinode Gereja Pasal 2.1 Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) selanjutnya disebut Persidangan Sinode, adalah lembaga yang memiliki kewibawaan dan kewenangan gerejawi, dan merupakan wadah



1. Persidangan



: Cukup jelas



: Yesus Kristus adalah dasar dan kepala gereja dan gereja adalah tubuh-Nya. Kekuasaan dan kemahasempurna



Hal. 76



pengambilan keputusan tertinggi dalam GPIB melalui presbiter perutusan jemaat-jemaat;



an-Nya tidak dapat diatur dan dirumuskan oleh dan dalam tatanan apapun. Namun, keberadaan Gereja di dunia sebagai suatu lembaga gerejawi, memerlukan tata aturan dalam pengorganisasian -nya, termasuk kepemimpinan, kewibawaan dan kewenangan Lembaga. Persidangan Sinode adalah persekutuan presbiter yang jelas menampilkan kehadiran Tubuh Kristus. Persekutuan itu adalah kumpulan orang-orang yang dipanggil keluar (Eklesia) untuk melaksanakan panggilan dan



Hal. 77



2. Persidangan Sinode merupakan wadah penjelmaan kesatuan dan persatuan dari keseluruhan presbiter GPIB untuk Pasal 2.2 memusyawarahkan penyelenggaraan panggilan dan pengutusan, serta pengelolaan sumber daya gereja.



pengutusan dari Tuhan yang adalah kepala. : Sesuai dengan asas Presbiterial Sinodal, status kedudukan dan fungsi Persidangan Sinode diperoleh dari perutusan presbiter Jemaat. Persidangan Sinode sebagai lembaga tertinggi dalam organisasi GPIB untuk perwujudan kebersamaan kepemimpinan dan kewibawaan para presbiter. Ciri khas dari kebersamaan itu merepsentasikan persekutuan keluarga Allah dimana Yesus Kristus sendiri adalah buah sulungnya. Pengelolaan sumber daya gereja adalah cara



Hal. 78



pengaturan, penggunaan dan pemanfaatan sarana prasarana sumber daya manusia termasuk harta milik gereja sebagai alat untuk memperoleh daya dukung di dalam penyelenggaraan panggilan dan pengutusan gereja. Pasal 3 Bentuk Sidang



Pasal 3



: Cukup Jelas



Pasal 3:1



: Cukup Jelas



Pasal 3:1a



: Cukup Jelas



Pasal 3:1b



: Cukup Jelas



Pasal 3:1c



: Cukup Jelas



Pasal 3: 2



: Cukup Jelas



1. Bentuk Persidangan Sinode terdiri atas : a. Persidangan Sinode Raya yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun; b. Persidangan Sinode Tahunan sekali dalam 1 (satu) tahun; c. Persidangan Sinode Istimewa. 2. Persidangan Sinode dilaksanakan dengan : a. kehadiran fisik atau; b. secara virtual dalam jaringan dengan



Pasal 3:2.a : Cukup Jelas Pasal 3:2b&2c : Mekanisme Persidangan Sinode secara



Hal. 79



menggunakan teknologi digital atau; c. cara lain yang efektif dan efisien sesuai dengan situasi dan kebutuhan.



Pasal 4 Wewenang Persidangan Sinode



virtual atau cara lainnya tidak berbeda dengan Persidangan Sinode yang dilaksanakan dengan kehadiran fisik. Pasal 4



Sinode Raya Pasal 4.1 mempunyai wewenang untuk: Pasal 4.1.a a. Menetapkan perangkat teologi GPIB;



1. Persidangan



b. Menetapkan Pokokpokok kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG) dan PokokPokok Kegiatan 5 (Lima) Tahunan.



Pasal 4.1.b



: Cukup Jelas



: : Perangkat teologi GPIB dimaksud adalah: a. Pemahaman iman b. Tata ibadah c. Akta Gereja d. Kurikulum Katekisasi e. Hal lain yang dianggap perlu : Penyusun draft PKUPPG dan Pokok-Pokok Kegiatan 5 (Lima) Tahunan adalah Majelis Sinode yang diajukan bersama pertanggungjawa



Hal. 80



c. Menetapkan Tata Gereja; Pasal 4.1.c d. Mengevaluasi dan Pasal 4.1.d mengesahkan laporan pertanggung - jawaban Majelis Sinode dan laporan Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja GPIB, disingkat BPPG GPIB.



e. Memilih dan menetapkan: Pasal 4.1.e



ban Majelis Sinode kepada Persidangan Sinode untuk ditetapkan. : Lihat Tata Dasar Bab VII pasal 21 : Pertanggungjawaban Majelis Sinode bersama dengan laporan pertanggung – jawaban hasil pemeriksaan oleh Badan Pemeriksaan Perbendahara-an Gereja (BPPG) merupakan satu paket. Pada dasarnya laporan pertanggungjawa b-an Majelis Sinode merupakan rangkuman program dan anggaran pendapatan dan belanja Majelis Sinode yang telah dibahas dalam PST. : 1 dan 2 Cukup jelas. Tata cara,



Hal. 81



1. Susunan anggota Majelis Sinode GPIB; 2. Susunan fungsionaris BPPG GPIB.



f.



Menetapkan keputusan sinodal lainnya yang dianggap perlu untuk GPIB.



Pasal 4.1.f



prosedur dan sistem pemilihan diatur dalam peraturan tata tertib Persidangan Sinode. : Kepada Majelis Sinode dipercayakan antara lain tugas dan wewenang dalam hal: Melakukan penga-wasan melekat terhadap penge-lolaan perbenda-haraan gereja dan penguasaan milik gereja. Menjabarkan PKUPPG dan Pokok-Pokok Ke-giatan 5 (Lima) Tahunan, setiap tahun kemudian diajukan dalam rapat kerja sinodal untuk disahkan. Menetapkan kebijaksanaan sinodal



Hal. 82



g. Memberi tugas kepada Majelis Sinode untuk memilih dan menetapkan Badan Pertimbangan Majelis Sinode (BPMS) GPIB. 2. Persidangan Sinode Tahunan yang dilakukan untuk : a. Mendapatkan gambaran pelayanan GPIB melalui laporan dan evaluasi tahunan Majelis Sinode serta gambaran pelayanan GPIB secara keseluruhan melalui laporan jemaatjemaat;



Pasal 4.1.g



tertentu di dalam pelaksanaan tata gereja. Majelis Sinode berkewajiban untuk sepenuhnya mengendalikan pelaksanaannya. Menetapkan tempat penyelenggaraan Persidangan Sinode berikutnya dari daftar calon Jemaat yang dipertimbangkan oleh Persidangan Sinode. : Cukup jelas



Pasal 4.2



: Cukup jelas



Pasal 4.2.a



: Laporan dan evaluasi tahunan Majelis Sinode adalah tentang pelaksanaan program tahunan. Informasi jemaatjemaat dikoordinasikan melalui peranan MUPEL-



Hal. 83



b. Menjabarkan dan mengesahkan program dan anggaran tahunan secara Pasal 4.2.b sinodal dengan mengacu pada rencana induk 5 (lima) tahunan yang diputuskan dalam Persidangan Sinode Raya; c. Mengambil keputusankeputusan untuk hal-hal yang sangat mendesak yang Pasal 4.2.c tidak bisa menunggu sampai saat dilaksanakannya Persidangan Sinode Raya. 3. Persidangan Sinode Istimewa Pasal 4.3 yang dilaksanakan atas:



MUPEL sebagai jembatan dinamis. Untuk ini dibutuhkan format laporan yang seragam . : Cukup jelas



: Cukup jelas



: Dalam hal keadaan mendesak yang mana tidak dapat menunggu Persidangan Sinode Raya maka dapat dilaksanakan Persidangan Sinode Istimewa. Yang dimaksud keadaan mendesak adalah



Hal. 84



a. Keputusan Persidangan Sinode Tahunan; b. Permintaan sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah Jemaat; c. Permintaan Majelis Sinode dan didukung oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Jemaat



Pasal 5 Peserta 1. Peserta Persidangan Sinode Raya (PSR) terdiri atas : a. Utusan : 1) Utusan adalah para presbiter yang mewakili Jemaat;



2) Fungsionaris Majelis Sinode; 3) Fungsionaris BPPG. b. Undangan Majelis Sinode.



Pasal 4.3.a



situasi kritis yang mengancam kelangsungan persekutuan, pelayanan dan kesaksian GPIB. : Cukup jelas



Pasal 4.3.b



: Cukup jelas



Pasal 4.3.c



: Cukup jelas



Pasal 5



Pasal 5:1 Pasal 5:1.a Pasal 5:1.a.1



Pasal 5:1.a.2



: Cukup jelas : Utusan adalah maksimal 3 (tiga) orang terdiri dari Diaken, Penatua, dan Pendeta, yang mendapat mandat dari Majelis Jemaat. : Cukup jelas



Pasal 5:1.a.3



: Cukup jelas



Hal. 85



Pasal 5:1.b



2. Peserta Persidangan Sinode Istimewa terdiri atas a. Utusan :



: Yang dimaksud Undangan Majelis Sinode adalah mereka yang diundang oleh Majelis Sinode seperti Badan Pertimbangan Majelis Sinode, Pendeta Jemaat anggota Departemen, Dewan dan Lembagalembaga dalam negeri dan luar negeri, BP Mupel, Perguruan Tinggi Teologi, PGI, GPI, Pemerintah dan pihak lain yang dianggap perlu. Para undangan ditentukan oleh Majelis Sinode sepanjang dibutuhkan.



Pasal 5:2 Pasal 5:2.a



: Cukup jelas



Hal. 86



1) Utusan adalah para presbiter yang mewakili Jemaat;



2) Fungsionaris Majelis Sinode; 3) Fungsionaris BPPG. b. Undangan Majelis Sinode.



Pasal 5:2.a.1



Pasal 5:2.a.2 Pasal 5:2.a.3 Pasal 5:2.b



: Utusan adalah maksimal 3 (tiga) orang terdiri dari Diaken, Penatua, dan Pendeta/KMJ, yang mendapat mandat dari Majelis Jemaat. : Cukup jelas : Cukup jelas : Yang dimaksud Undangan Majelis Sinode adalah mereka yang diundang oleh Majelis Sinode seperti Badan Pertimbangan Majelis Sinode, Pendeta Jemaat anggota Departemen, Dewan dan Lembagalembaga dalam negeri dan luar negeri, BP Mupel, Perguruan Tinggi Teologi, PGI, GPI, Pemerintah



Hal. 87



3. Peserta Persidangan Sinode Tahunan terdiri atas a. Utusan : 1). Utusan adalah para presbiter yang mewakili Jemaat;



Pasal 5:3 Pasal 5:3.a Pasal 5:3.a.1



dan pihak lain yang dianggap perlu. Para undangan ditentukan oleh Majelis Sinode sepanjang dibutuhkan. : Cukup jelas : Cukup jelas : Utusan adalah maksimal 2 (dua) orang yang terdiri dari Pendeta, Diaken atau Penatua yang mendapat mandat dari Majelis Jemaat. Apabila Pendeta berhalangan diganti dengan Diaken atau Penatua dan memberitahukan kepada Majelis Sinode. Apabila dalam tahun yang sama terdapat 2 (dua) Persidangan Sinode (PST dan PSR) maka



Hal. 88



2). Fungsionaris Majelis Sinode; 3). Fungsionaris BPPG. b. Undangan Majelis Sinode.



Pasal 5:3.a.2 Pasal 5:3.a.3 Pasal 5:3.b



peserta dapat dibatasi. : Cukup jelas : Cukup jelas : Yang dimaksud Undangan Majelis Sinode adalah mereka yang diundang oleh Majelis Sinode seperti Badan Pertimbangan Majelis Sinode, Pendeta Jemaat anggota Departemen, Dewan dan Lembagalembaga dalam negeri dan luar negeri, BP Mupel, Perguruan Tinggi Teologi, PGI, GPI, Pemerintah dan pihak lain yang dianggap perlu. Para undangan ditentukan oleh Majelis Sinode



Hal. 89



sepanjang dibutuhkan.



Pasal 6 Rapat-Rapat Persidangan Sinode terdiri atas : 1. Sidang Paripurna; 2. Rapat-rapat Komisi dan Seksi; 3. Rapat Panitia-panitia.



Pasal 6



Pasal 6:1 Pasal 6:2 Pasal 6:3 4. Rapat-rapat lain yang dianggap perlu. Pasal 6:4



Pasal 7 Kuorum



: Cukup jelas : Cukup jelas : Panitia Kredensi dan Panitia Pemilihan, Panitia Ad Hoc, Panitia Pesan : Cukup jelas



Pasal 7



Kuorum Persidangan Sinode dinyatakan sah dan dapat mengambil keputusan apabila: 1. Dihadiri oleh sekurang- Pasal 7:1 kurangnya setengah dari jumlah Jemaat GPIB ditambah satu; 2. Jika pada saat Persidangan Pasal 7:2 dibuka kuorum belum terpenuhi maka Persidangan ditunda paling lama 2 (dua) jam; dan setelah masa penundaan berakhir, Persidangan dinyatakan sah untuk dilanjutkan.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 90



Pasal 8 Acara



Pasal 8



: Cukup Jelas



Persidangan Sinode berlangsung dengan acara yang diusulkan oleh Majelis Sinode dan ditetapkan oleh Persidangan Sinode dalam rapat paripurna pertama. Pasal 9 Pimpinan Persidangan Sinode dipimpin oleh: 1. Majelis Sinode yang bertanggung jawab atas seluruh pelaksanaan Persidangan Sinode;



2. Majelis Ketua yang dipilih oleh dan dari antara perutusan yang memimpin Sidang Paripurna;



Pasal 9



Pasal 9:1



Pasal 9:2



3. Pimpinan Komisi dan seksi yang dipilih oleh dan dari antara Pasal 9:3



: Majelis Sinode membuka Persidangan dan menyerahkan pimpinan persidangan kepada majelis ketua. : Setelah memimpin Sidang Paripurna Majelis Ketua mengembalikan pimpinan sidang kepada Majelis Sinode untuk menutup persidangan sinode. : Cukup jelas



Hal. 91



anggota-anggota komisi dan seksi, untuk memimpin Rapat Komisi dan seksi; 4. Ketua dan Sekretaris Panitia untuk memimpin Rapat Panitia. Pasal 9:4 Pasal 10 Kelengkapan Persidangan



Pasal 10



Untuk kelancaran Persidangan dan memperoleh hasil Persidangan yang baik dan benar, maka kelengkapan persidangan sebagai berikut : Pasal 10:1 1. Panitia Pengarah yang bertugas memberi arahan terhadap mekanisme persidangan, termasuk jika terjadi hal-hal luar biasa dalam persidangan;



2. Panitia Materi yang bertugas mempersiapkan materi Persidangan Sinode Raya;



: Cukup jelas



Pasal 10:2



: Panitia pengarah diusulkan oleh Majelis Sinode dan ditetapkan dalam Persidangan Sinode dipilih dari utusan yang berasal dari Mupel-Mupel dan ditetapkan dalam persidangan sinode, maksimal 5 orang yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu yang dibutuhkan oleh GPIB. : Panitia Materi telah dibentuk



Hal. 92



3. Panitia Pelaksana Persidangan, yang mengorganisasikan pelaksanaan Persidangan Pasal 10:3 Sinode;



4. Panitia Kredensi bertugas untuk meneliti keabsahan persyaratan secara administratif dan Pasal 10:4 kualitatif termasuk mewawancarai pihak-pihak yang terkait dalam rangka klarifikasi; 5. Panitia Pemilihan melaksanakan Pemilihan Anggota Majelis Sinode dan Pasal 10:5 Fungsionaris BPPG; 6. Panitia Perumus yang bekerja selama dan setelah Persidangan Pasal 10:6 Sinode;



oleh sidang Majelis Sinode dan mulai bekerja minimal 2,5 tahun sebelum Persidangan Sinode Raya. : Panitia pelaksana Persidangan Sinode Raya telah dibentuk oleh sidang Majelis Sinode dan mulai bekerja 1 tahun sebelum Persidangan Sinode Raya. : Panitia Kredensi dan Panitia Pemilihan dibentuk oleh dan di dalam Persidangan Sinode Raya. : Cukup jelas



: Panitia Perumus dibentuk oleh dan dalam Persidangan Sinode yang terdiri dari Sekretaris



Hal. 93



7. Panitia lainnya sesuai Pasal 10:7 kebutuhan. 8. Persidangan Sinode dapat Pasal 10:8 disiarkan kepada jemaat secara terbuka dengan live streaming dengan memenuhi ketentuan tata tertib yang disahkan di Persidangan Sinode.



Pasal 11 Pengambilan Keputusan



Persidangan, Ketua dan Sekretaris Komisi dan Fungsionaris Majelis Sinode untuk merumuskan hasil-hasil Persidangan dan tidak punya wewenang untuk mengubah dan atau menambah kurang materi yang telah ditetapkan dalam persidangan. : Cukup jelas : Live streaming dilakukan melalui kanal khusus yang disiapkan oleh panitia Persidangan dengan persetujuan Majelis Sinode dan hanya dapat diakses oleh jemaat.



Hal. 94



1. Setiap keputusan diambil Pasal 11 berdasarkan musyawarah untuk mufakat; 2. Apabila tidak diperoleh mufakat Pasal 11:1 diadakan pemungutan suara.



: Cukup jelas



Pasal 11:2



: Cukup jelas



Dalam terjadinya Kondisi Kahar, Pasal 12 maka Majelis Sinode diberikan wewenang untuk melakukan langkah-langkah strategis antara lain: 1. Menunda Persidangan Sinode selama pemberlakuan kondisi kahar. 2. Menetapkan tanggal, tempat dan Pasal 12:1 agenda Persidangan Sinode yang dilaksanakan segera dan selambat lambatnya 3 (tiga) Pasal 12:2 bulan setelah pengakhiran kondisi kahar.



: Cukup jelas



Pasal 12 Kondisi Kahar



Pasal 13 Ketentuan Penutup



: Cukup jelas



: Persidangan Sinode tersebut dilaksanakan guna mempertanggung jawabkan tindakantindakan yang telah dilakukan oleh Majelis Sinode selama pemberlakuan kondisi kahar.



Hal. 95



1. Peraturan Pokok II ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan; 2. Dengan ditetapkannya Peraturan Pokok ini, maka semua ketentuan mengenai Persidangan Sinode yang bertentangan dengan Peraturan Pokok ini dinyatakan tidak berlaku; 3. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila : a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau; b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat; c. Usul-usul perubahan disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya



Pasal 13



Pasal 13:1



: Cukup jelas



Pasal 13:2



: Cukup jelas



Pasal 13:3



: Cukup jelas



Pasal 13:3.a



: Cukup jelas



Pasal 13:3.b



: Cukup jelas



Pasal 13:3.c



: Cukup jelas



Hal. 96



PERATURAN POKOK III TENTANG MAJELIS SINODE MEMORI PENJELASAN Pasal 1 Majelis Sinode 1. Majelis Sinode (MS) adalah lembaga yang dibentuk oleh Persidangan Sinode Raya untuk mewujudnyatakan pemerintahan Kristus dalam memimpin perjalanan kebersamaan GPIB secara kolektif kolegial di antara dua Persidangan Sinode Raya; 2. Fungsionaris Majelis Sinode dipilih melalui Tahap Pemilihan dan ditetapkan dalam Persidangan Sinode Raya. 3. Apabila seluruh Fungsionaris MS berhalangan tetap maka BPPG diberikan wewenang untuk memanggil seluruh jemaat untuk melaksanakan Persidangan Sinode Istimewa. 4. Apabila seluruh Fungsionaris Majelis Sinode dan BPPG berhalangan tetap maka salah satu jemaat terdekat dalam jarak di kota tempat



Pasal 1



Pasal 1:1



: Cukup jelas



Pasal 1:2



: Cukup jelas



Pasal 1:3



: hal ini berlaku juga dalam keadaan kondisi kahar.



Pasal 1:4



: hal ini berlaku juga dalam keadaan kondisi kahar.



Hal. 97



kedudukan Majelis Sinode diberikan wewenang memanggil seluruh majelis jemaat untuk melaksanakan Persidangan Sinode Istimewa. 5. a. Majelis Sinode bertindak untuk dan atas nama serta mewakili GPIB. b. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Majelis Sinode bertindak untuk dan atas nama Majelis Sinode, dan oleh karena itu untuk dan atas nama GPIB c. Apabila Ketua Umum dan Sekretaris Umum berhalangan, maka diwakili oleh salah satu Ketua dan salah satu Sekretaris. Jikalau salah satu Ketua dan salah satu Sekretaris berhalangan, maka Majelis Sinode diwakili oleh dua orang fungsionaris anggota Majelis Sinode yang ditunjuk oleh Sidang Majelis Sinode d. 1. Majelis Sinode dapat memberi kuasa khusus untuk dan atas nama GPIB melakukan perbuatan hukum



Pasal 1.5.a



: Cukup Jelas



Pasal 1.5.b



: Cukup Jelas



Pasal 1.5.c



: jika tidak dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya.



Pasal 1.5.d.1



: Cukup Jelas



Hal. 98



tertentu sebagaimana disebutkan dalam Surat Kuasa, yang tidak dapat bertentangan dengan Tata Gereja, Keputusan Persidangan Sinode dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pemberian Kuasa bersifat sementara dan Pasal 1.5.d.2 diberi batas waktu di dalam Surat Kuasa, sesuai dengan uraian tugasnya. Pasal 2 Status dan Tempat Kedudukan



: Cukup Jelas



Pasal 2



1. Majelis Sinode adalah Pasal 2:1 Pimpinan Sinodal GPIB selaku Pimpinan Administratif dan Pengelola Sinodal;



2. Majelis Sinode adalah Pembina Sinodal Kepejabatan Pasal 2:2



: Majelis Sinode berfungsi dan bertugas sebagai Pimpinan kebersamaan dari penyelenggaraan pelaksanaan persekutuan, pelayanan dan kesaksian Jemaatjemaat GPIB.



: Cukup jelas



Hal. 99



dan lembaga-lembaga sinodal yang berada di bawah naungan GPIB. 3. Majelis Sinode berkedudukan Pasal 2.3 di Jakarta. Pasal 3 Fungsi dan Tugas 1. Fungsi Majelis Sinode adalah : a. Pelaksana Panggilan dan Pengutusan Allah bagi GPIB. b. Pelaksana Ketetapan / Keputusan Persidangan Sinode; c. Pimpinan GPIB selaku Pimpinan Administratif dan Pengelola Sinodal bersifat kolektif kolegial;



: Cukup Jelas



Pasal 3



Pasal 3:1



: Cukup jelas



Pasal 3:1.a



: Cukup jelas



Pasal 3:1.b



: Cukup jelas



Pasal 3:1.c



: Kolektif - kolegial artinya kesejawatan kebersamaan dan keutuhan dalam menjalankan tugas sesuai bidangnya. : Cukup jelas



d. Gembala, Pembina Utama, Pengarah serta Pengawas Pasal 3:1.d Kepejabatan dan Presbiter GPIB; 2. Tugas Majelis Sinode adalah : a. Menyusun, Pasal 3:2 mengembangkan dan Pasal 3:2.a menggerakkan pola-pola persekutuan, pelayanan, kesaksian dan Pembinaan



: Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 100



b.



c.



d.



e.



f.



Warga Gereja secara teratur dan berkesinambungan; Membina dalam rangka menjaga kemurnian ajaran berdasarkan Alkitab, Pengakuan Iman dan Pemahaman Iman dalam semangat pembaharuan; Mengarahkan dan memberikan pokok-pokok pikiran secara optimal dan berhasilguna dalam upaya pemecahan masalah yang dihadapi Jemaat dan para Presbiter GPIB; Menjalankan dan mengembangkan organisasi GPIB sesuai dengan sistem Presbiterial Sinodal; Memikirkan, merencanakan dan menyusun Pokokpokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG) dan Pokok-Pokok Kegiatan 5 (Lima) Tahunan berikutnya untuk diajukan dan ditetapkan oleh Persidangan Sinode, yang disampaikan bersama-sama dengan pertanggungjawaban Majelis Sinode; Menjabarkan dan menyusun Program Kerja dan



Pasal 3:2.b



: Cukup jelas



Pasal 3:2.c



: Cukup jelas



Pasal 3:2.d



: Cukup jelas



Pasal 3:2.e



: Cukup jelas



Pasal 3:2.f



: Program Kerja dan Anggaran GPIB



Hal. 101



Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran tahunan Sinodal berdasarkan Pokokpokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG) dan Pokok-pokok Kegiatan 5 (Lima) Tahunan untuk diajukan dan ditetapkan dalam Persidangan Sinode Tahunan; g. Menyampaikan informasi kegiatan Program dan Pasal 3:2.g Keuangan Majelis Sinode kepada Majelis Jemaat dan menerima laporan tentang pelaksanaan tugas termasuk keuangan dari Majelis Jemaat secara berkala setiap tahun; h. Memberdayakan dan Pasal 3:2.h menggali sumber-sumber daya gereja dan mengelola harta milik GPIB sesuai peraturan yang berlaku. Pasal 4 Wewenang dan Tanggung Jawab



dibuat setiap tahun dimulai (1 April tahun berjalan sampai 31 Maret tahun berikut)



: Yang dimaksud dengan secara berkala adalah setiap 3 (tiga) bulan sekali.



: Khusus tentang pelepasan hak atas aset GPIB harus melalui Persidangan Sinode.



Pasal 4



1. Dalam menjalankan tugasnya Pasal 4:1 Majelis Sinode mempunyai wewenang sebagai berikut:



: Cukup jelas



Hal. 102



a. Menetapkan Pasal 4:1.a pengangkatan, penugasan, pengalihtugasan dan pemberhentian Diaken, Penatua, Pendeta atau pegawai GPIB. Pasal 4:1.b b. Menetapkan penahbisan Pendeta GPIB yang dilaksanakan dalam ibadah pembukaan Persidangan Sinode;



: Pelaksanaannya diatur dalam Peraturan No. 1, 4 dan 10. : Penahbisan adalah tindakan yang dilakukan oleh gereja dengan penumpangan tangan para pendeta dalam ibadah jemaat terhadap mereka yang sadar akan panggilan Tuhan untuk melayani umat-Nya secara penuh waktu dan karena itu dididik pada lembaga Pendidikan Teologi yang diakui gereja. Pendidikan tersebut membuatnya memahami Alkitab dengan baik dan memaknainya secara kontekstual, mampu memberitakan Firman Allah dan



Hal. 103



melayani sakramen, melayani dengan memberi teladan, mengajar, memimpin dan menggembalakan. Oleh sebab itu mereka mewakili Tuhan di hadapan jemaat dan mewakili jemaat di hadapan Tuhan (bdk. Keluaran 29:1-18, Matius 10:1-4). c. Membentuk, mengangkat dan memberhentikan fungsionaris unit-unit misioner pada lingkup Sinodal; d. Mengawasi pelaksanaan hubungan kerja sama antar lembaga di dalam lingkungan GPIB dan dengan lembaga-lembaga di luar lingkungan GPIB; e. Menetapkan pelembagaan Jemaat dalam rangka penggabungan Jemaatjemaat di mana perlu; f. Mengusulkan tempat, waktu dan



Pasal 4:1.c



: Cukup jelas



Pasal 4:1.d



: Cukup jelas



Pasal 4:1.e



: Cukup jelas



Pasal 4:1.f



: Merujuk pada Peraturan Pokok II,



Hal. 104



penyelenggaraan Persidangan Sinode untuk ditetapkan dalam Persidangan Sinode. Jika terjadi keadaan sangat luar biasa yang mengancam eksistensi GPIB maka Majelis Sinode berwenang mengundang seluruh Majelis Jemaat untuk melaksanakan Persidangan Sinode Istimewa (PSI) setelah mendengar pertimbangan dari Badan Pertimbangan Majelis Sinode; g. Menyelenggarakan Persidangan Sinode; Pasal 4:1.g



h. Menerbitkan dan mengeluarkan Surat-surat Pasal 4:1.h Keputusan dan Petunjukpetunjuk Pelaksanaan mengenai hal-hal yang belum diatur 2. Majelis Sinode mempertanggungjawabkan segala Pasal 4:2 tugas, wewenang dan kebijakan-kebijakannya



Pasal 4 ayat 2 tentang Persidangan Sinode Istimewa



: untuk Persidangan Sinode yang dilakukan secara virtual maka penyedia jasa virtual ditetapkan dalam Sidang Majelis Sinode. : Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 105



kepada Persidangan Sinode Raya dalam bentuk Laporan Pertanggung jawaban Majelis Sinode 5 (lima) tahunan. Pasal 5 Struktur dan Tata Kerja



Pasal 5



1. Struktur Majelis Sinode ditetapkan oleh dan di dalam Pasal 5:1 Persidangan Sinode Raya sesuai kebutuhan GPIB; 2. Demi meningkatkan kualitas kerja yang efisien dan efektif Pasal 5:2 serta berkesinambungan, maka Tugas, Fungsi dan Wewenang fungsionaris Majelis Sinode ditetapkan di dalam Peraturan tersendiri yang ditetapkan dalam Persidangan Sinode Raya. Pasal 6 Susunan Pembidangan



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 6



1. Jumlah Fungsionaris Majelis Pasal 6:1 Sinode adalah 11 (sebelas) orang. 2. Susunan fungsionaris Majelis Pasal 6:2 Sinode sekurang-kurangnya terdiri atas: a. Seorang Ketua Umum dan 5 (lima) Ketua; Pasal 6:2a



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 106



b. Seorang Sekretaris Umum Pasal 6:2.b dan 2 (dua) Sekretaris; c. Seorang Bendahara Pasal 6:2c Umum dan seorang Bendahara. 3. Pembidangan Majelis Sinode Pasal 6:3 diatur sebagai berikut :



a. Ketua Umum membidangi Pasal 6:3.a : i. Teologi; Pasal 6:3.a.i



ii. Persidangan Pasal 6:3.a.ii Gerejawi. b. Ketua I membidangi : Pasal 6:3.b Pelayanan dan Kesaksian (PELKES)



c. Ketua II membidangi :



Pasal 6:3.c



: Cukup jelas : Cukup jelas



: Penjabaran bidang tugas secara rinci diatur dalam peraturan tersendiri. Pembidangan ini mengacu pada PKUPPG : Cukup jelas : Meliputi Bidang Iman, Ajaran, Ibadah, Musik Gereja dan Pengkajian Teologi : Cukup jelas : Meliputi bidang Pengembangan dan Penatalayan Pos Pelkes, PMKI, UP2M, Diakonia , Unit Penanggulangan Bencana. : GERMASA mencakup : Keesaan Gereja



Hal. 107



Gereja, Masyarakat dan Agama-Agama (GERMASA)



d. Ketua III membidangi : Pasal 6:3.d i. Pembinaan dan Pasal 6:3.d.i Pengembangan Sumber Daya Insani (PPSDI);



ii. Peningkatan Peran Keluarga yang terjabarkan dalam Pelayanan Kategorial (Pelkat)



Pasal 6:3.d.ii



e. Ketua IV membidangi : Pasal 6:3.e Pembangunan Ekonomi Gereja



(oikumene), Kemasyarakatan : Hak Asasi Manusia (HAM), Hukum, Lingkungan Hidup dan Lintas AgamaAgama. : Cukup jelas : Warga Gereja (Warga Jemaat, Kategorial dan Presbiter) Meliputi bidang Pembinaan dan Pengembangan : Peningkatan Peran Keluarga (Anak, Teruna, Pemuda, Perempuan, Bapak dan Kaum Lanjut Usia), Kelompok Profesi dan Fungsional. : Meliputi Perbendaharaan GPIB (Anggaran, Keuangan, Pencatatan dan Harta Milik), Pemanfaatan dan Pengembangan Harta Milik Gereja, Badan Usaha/Badan Hukum GPIB.



Hal. 108



f.



Ketua V membidangi : Pasal 6:3.f i. Informasi, Organisasi Pasal 6:3.f.i dan Komunikasi (INFORKOM);



ii. Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) g. Sekretaris Umum : i. Bersama Ketua Umum membidangi Teologi dan Persidangan Gerejawi; ii. Bersama para Ketua menetapkan kebijakan Majelis Sinode, pengendalian administrasi, pengintegrasian kegiatan, dan Personalia; iii. Bersama Ketua V menangani Bidang yang menjadi tanggung jawab Ketua V. h. Sekretaris I : Bersama Ketua I dan Ketua II menangani bidangbidang yang menjadi



Pasal 6:3.f.ii



: Cukup jelas : Meliputi bidang Sistem Informasi Manajemen (SIM), Perencanaan Organisasi dan Komunikasi. : Cukup jelas



Pasal 6:3.g Pasal 6:3.g.i



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 6:3.g.ii



: Cukup jelas



Pasal 6:3.g.iii : Cukup jelas



Pasal 6:3.h



: Cukup jelas



Hal. 109



tanggung jawab Ketua I dan Ketua II i. Sekretaris II : Bersama Ketua III dan Ketua IV menangani bidang - bidang yang menjadi tanggung jawab Ketua III dan Ketua IV. j. Bendahara : i. Perbendaharaan; ii. Pengelolaan Keuangan. k. Bendahara I : i. Perbendaharaan; ii. Pembukuan. 4. Susunan Personalia Majelis Sinode GPIB (dalam jabatan Presbiter) : a. Ketua Umum : Pendeta b. Ketua I : Pendeta c. Ketua II : Pendeta d. Ketua III : Diaken / Penatua / Pendeta e. Ketua IV : Diaken / Penatua f. Ketua V : Diaken / Penatua g. Sekretaris Umum : Pendeta h. Sekretaris I : Pendeta i. Sekretaris II : Diaken / Penatua j. Bendahara : Diaken / Penatua



Pasal 6:3.i



: Cukup jelas



Pasal 6:3.j Pasal 6:3.j.i Pasal 6:3.j.ii



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 6:3.k Pasal 6:3.k.i Pasal 6:3.k.ii Pasal 6:4



: : : :



Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas



Pasal 6:4.a Pasal 6:4.b Pasal 6:4.c Pasal 6:4.d



: : : :



Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas



Pasal 6:4.e



: Cukup jelas



Pasal 6:4.f



: Cukup jelas



Pasal 6:4.g



: Cukup jelas



Pasal 6:4.h Pasal 6:4.i



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 6:4.j



: Cukup jelas



Hal. 110



k. Bendahara I : Penatua Pasal 7 Masa Tugas



Diaken



/ Pasal 6:4.k



: Cukup jelas



Pasal 7



1. Masa tugas Majelis Sinode Pasal 7:1 adalah 5 (lima) tahun yang berlangsung dari Persidangan Sinode Raya sampai Persidangan Sinode Raya berikutnya; 2. Setiap fungsionaris Majelis Pasal 7:2 Sinode dalam jabatan apapun hanya dapat dipilih untuk 2 (dua) masa tugas; 3. Pergantian antar waktu atau Pasal 7:3 pengisian jabatan lowong dari fungsionaris Majelis Sinode terjadi apabila adanya sebabsebab tertentu.



: Cukup jelas



: Baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut : disebabkan antara lain: Berhalangan tetap (antara lain meninggal dunia, mengundurkan diri, sakit yang berkepanjangan); Masalah kepejabatan dan etika / moral (diberhentikan setelah melalui proses penggembalaan). Pergantian antar waktu ini adalah wajib dan tidak dapat ditunda.



Hal. 111



Pergantian melalui pemilihan oleh dan di dalam Persidangan Sinode. (dalam Persidangan Sinode Tahunan terdekat dengan menghadirkan tambahan utusan masing-masing jemaat 1 orang) dan menggunakan tata cara Pemilihan Majelis Sinode Pasal 8 Sidang dan Rapat



Pasal 8



1. a. Sidang Majelis Sinode Pasal 8.1a &c : Sidang Majelis diadakan secara tetap Sinode sekurang-kurangnya 1 (satu) membicarakan dan kali seminggu dan dihadiri memutus-kan oleh seluruh fungsionaris pelaksanaan halMajelis Sinode; hal yang berkaitan b. Sidang Majelis Sinode dengan keputusandapat dilaksanakan keputusan yang dengan kehadiran fisik dihasilkan oleh atau secara virtual dalam Persidangan jaringan menggunakan Sinode kepada teknologi digital atau Majelis Sinode, dilaksanakan dengan cara sesuai dengan pasal lain yang efektif dan 3 dan 4 peraturan efisien sesuai dengan ini.



Hal. 112



situasi dan kebutuhan dengan melengkapi bukti rekaman dan berita acara. Pasal 8:1.b c. Sidang Majelis Sinode dapat dilaksanakan apabila dihadiri sekurang kurangnya 7 (tujuh) orang fungsionaris.



2.



3.



Rapat koordinasi antar bidang Pasal 8.2 Majelis Sinode diadakan apabila dianggap perlu dan dihadiri oleh para Ketua serta sekretaris terkait dan Bendahara Pasal 8:3 Rapat bidang Majelis Sinode diadakan sewaktu-waktu oleh ketua bidang yang



: Sidang Majelis Sinode dapat dilaksanakan secara virtual dengan menggunakan teknologi digital atau melalui sarana media lainnya yang efektif dan efisien, sepanjang pelaksanaan Sidang Majelis Sinode secara virtual memenuhi persyaratan validitas menurut ketentuan Tata Gereja dan peraturan perundangundangan yang berlaku. : Cukup jelas



: Rapat bidang Majelis Sinode membicarakan halhal yang lebih



Hal. 113



bersangkutan dan dihadiri oleh alat-alat perlengkapan sesuai bidangnya.



Pasal 8:4 4.



Rapat Kerja Majelis Sinode diadakan 3 (tiga) bulan sekali, dihadiri oleh seluruh anggota Majelis Sinode dan pimpinan seluruh Unit-unit misioner.



Pasal 9 Badan Pertimbangan Majelis Sinode GPIB



operasional yang langsung berhubungan dengan pemberlakukaanya di jemaat-jemaat. Rapat bidang dihadiri oleh Ketua dan Sekretaris yang membidangi dan unit misioner yang berkepentingan : Rapat Kerja Majelis Sinode diadakan untuk melakukan evaluasi triwulanan dan rencana pelaksanaan program triwulan ke depan.



Pasal 9



1. Tugas dan Fungsi Badan Pasal 9:1 Pertimbangan Majelis Sinode adalah untuk membantu Majelis Sinode dan memberikan nasihat dalam hal-hal yang sangat khusus; 2. Majelis Sinode melaksanakan Pasal 9:2 rapat konsultasi dengan



: Dengan diminta atau tidak diminta



: Cukup jelas



Hal. 114



Badan Pertimbangan Majelis Sinode paling sedikit 4 kali dalam setahun. 3. Badan Pertimbangan Majelis Sinode dibentuk oleh Majelis Sinode; Pasal 9:3 4. Badan Pertimbangan Majelis Sinode yang diangkat dan ditetapkan oleh Majelis Pasal 9:4 Sinode dilaporkan dalam Persidangan Sinode Tahunan terdekat; 5. Tugas, fungsi dan wewenang serta kriteria Pemilihan dan Pasal 9:5 penetapannya diatur dalam Peraturan. Pasal 10 Alat–Alat Kelengkapan



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 10



Untuk menunjang tugasnya, Majelis Sinode dilengkapi dengan : 1. Unit-unit misioner sebagai Pasal 10:1 Badan Pelaksana 2. Kepala Kantor dan Kepala Pasal 10:2 Biro sebagai Tenaga Pelaksana Pasal 11 Kepegawaian



: Cukup jelas



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 11



1. Pegawai GPIB adalah Pasal 11:1 petugas yang melaksanakan



: Cukup jelas



Hal. 115



tugas ditempat/wilayah pelayanan GPIB; 2. Penjelasan rinci mengenai Pasal 11:2 kepegawaian GPIB diatur dalam peraturan tersendiri. Pasal 12 Unit-unit Misioner



: Cukup jelas



Pasal 12



1. Untuk menunjang Pasal 12:1 pelaksanaan penataan dan pengembangan persekutuan, pelayanan, kesaksian dan pembinaan, dibentuk Unitunit Misioner sebagai berikut : Pasal 12:1.a a. Pelayanan Kategorial terdiri atas. 1. Dewan Pelayanan Anak; 2. Dewan Persekutuan Teruna; 3. Dewan Gerakan Pemuda; 4. Dewan Persekutuan Kaum Perempuan; 5. Dewan Persekutuan Kaum Bapak; 6. Dewan Persekutuan Pasal 12:1.b Kaum Lanjut Usia. b. Departemen



: termasuk di dalamnya Badan Usaha Milik Gereja, Unit-unit Kerja Sinodal. : Dewan Pelayanan Kategorial tugasnya adalah merencanakan, menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi program kerja yang telah ditetapkan.



: Departemen tugasnya adalah merencanakan, menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi



Hal. 116



1.



program kerja yang telah ditetapkan oleh Majelis Sinode. jenis Pasal 12:1.b.1 : Cukup jelas



Jumlah dan Departemen disesuaikan dengan PKUPPG; 2. Pengurus Departemen diangkat dan ditetapkan oleh Majelis Sinode. c. Pengurus Kelompok Fungsional-Profesional d. Badan Hukum dan Yayasan terdiri atas: 1) Dana Pensiun GPIB; 2) Unit Usaha Milik Gereja (UUMG); 3) Yayasan Pendidikan Kristen (YAPENDIK) GPIB; 4) Yayasan Kesehatan GPIB; 5) Yayasan Diakonia GPIB; 6) Yayasan Hukum GPIB; 7) Yayasan / Badan Hukum lain yang dianggap perlu. e. Unit Kerja Internal.



Pasal 12:1.b.2 : Cukup jelas



Pasal 12:1.c



: Cukup jelas



Pasal 12:1.d



: Cukup jelas



Pasal 12:1.d.1 : Cukup jelas Pasal 12:1.d.2 : Cukup jelas Pasal 12:1.d.3 : Cukup jelas



Pasal 12:1.d.4 : Cukup jelas Pasal 12:1.d.5 : Cukup jelas Pasal 12:1.d.6 : Cukup jelas Pasal 12:1.d.7 : Cukup jelas



Pasal 12:1.e



: Unit kerja internal seperti Unit Kerja



Hal. 117



f.



Panitia, Kelompok Kerja, dan lain-lain bertugas untuk membantu Majelis Sinode dengan melaksanakan kegiatan tertentu dalam waktu yang terbatas dan dapat diperpanjang bila perlu. 2. Pembentukan dan uraian tugas unit-unit misioner Badan Pelaksana, Badan Pembantu diatur tersendiri dalam Peraturan. 3. Fungsionaris unit-unit misioner sebagai Badan Pelaksana ditetapkan oleh Majelis Sinode setelah memberitahukan kepada Majelis Jemaat yang bersangkutan. 4. Masa kerja unit-unit misioner Badan Pelaksana adalah sesuai dengan masa kerja Majelis Sinode.



Pasal 12:1.f



Penerbitan, Unit Pembinaan dan Pemberdayaan Masyarakat (UP2M), Badan Bantuan Hukum (BBH) GPIB dan unit-unit lain yang dimungkinkan. : Cukup jelas



Pasal 12:2



: Cukup jelas



Pasal 12:3



: Cukup jelas



Pasal 12:4



: Cukup jelas



Pasal 13



Pasal 13



Hal. 118



Harta Milik dan Pengelolaan



Pasal 13:1



1. Harta milik yang telah menjadi milik GPIB, baik bergerak maupun tidak bergerak baik yang belum maupun yang sudah bersertifikat, baik di lingkup Jemaat maupun di lingkup Pasal 13:2 Sinodal adalah milik GPIB. 2. Harta milik yang terdapat pada unit-unit misioner baik di lingkup Jemaat maupun lingkup Sinodal adalah milik Pasal 13:3 GPIB. 3. Pengelolaan dan pemanfaatan harta milik/ kekayaan intelektual dilakukan oleh Majelis Sinode atau Majelis Jemaat, dan diatur dalam Peraturan tentang perbendaharaan di dalam Tata Gereja serta Peraturan Pasal 14 Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 14 Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja 1.



Pasal 14:1



: Cukup jelas



: Sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. : Kecuali Pengalihan / pengagunan atau setiap tindakan pelepasan atas hak harus dilakukan melalui keputusan Persidangan Sinode



: Merujuk pada Peraturan Pokok I / Jemaat



Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja adalah pemeriksa Lingkup Sinodal yang dikelola oleh



Hal. 119



2.



3.



Majelis Sinode, yang melakukan pemeriksaan eksternal terhadap pengelolaan perbendaharaan GPIB, yang meliputi Harta milik yang telah menjadi milik GPIB, baik harta bergerak maupun harta tidak bergerak dan anggaran, keuangan, dan pencatatan pembukuan. Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja atas penugasan Majelis Sinode Pasal 14:2 melaksanakan pemeriksaan terhadap pelaksanaan pengelolaan Perbendaharaan tiap Unit Misioner di Lingkup Sinodal. Penjelasan rinci mengenai Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja akan Pasal 14:3 diatur dalam peraturan.



: dalam kasus tertentu BPPG dapat melakukan pemeriksaan di lingkup Jemaat maupun terhadap BP Mupel atas penugasan Majelis Sinode. : Cukup jelas



Pasal 15 Kondisi Kahar Pasal 15



: Majelis Sinode dapat melakukan koordinasi dengan Majelis Jemaat dan BP Mupel secara daring (dalam jaringan) dan atau



Hal. 120



1. a.



b.



Pemberlakukan dan pengakhiran kondisi Pasal 15:1.a kahar diputuskan dalam Sidang Majelis Sinode secara bulat.



Selama masa pemberlakuan kondisi Pasal 15:1.b kahar keputusan mengenai pelaksanaan persekutuan, pelayanan dan kesaksian di GPIB dilakukan oleh Majelis Sinode dengan minimal disetujui oleh 2/3 dari personil fungsionaris Majelis Sinode yang hadir.



cara lain yang memungkinkan koordinasi dapat berjalan dengan baik. : Agar tidak terjadi voting maka keputusan secara bulat adalah kesepakatan dari semua yang hadir. Apabila tidak tercapai keputusan secara bulat maka Ketua Umum Majelis Sinode diberikan kewenangan mengambil langkah untuk mencapai kesepakatan bulat. : Cukup Jelas



Hal. 121



2. Majelis Sinode dalam kondisi kahar mempunyai kewenangan mengambil langkah-langkah strategis berkaitan dengan: a. Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian. b. Organisasi dan Mekanisme. c. Perbendaharaan.



Pasal 15:2



: Cukup Jelas



Pasal 15:2.a



: Cukup Jelas



Pasal 15:2.b Pasal 15:2.c



: Cukup Jelas : kecuali penglepasan harta tidak bergerak. : Cukup Jelas



Pasal 15:3 3. Seluruh langkah yang dimaksudkan pada ayat 2 pasal ini harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan di dalam Persidangan Sinode terdekat. Pasal 16 Ketentuan Penutup Pasal 16 1. Peraturan Pokok III ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Pasal 16:1 2. Dengan ditetapkannya Peraturan Pokok ini, maka Pasal 16:2 semua ketentuan mengenai Majelis Sinode yang bertentangan dengan Peraturan Pokok ini dinyatakan tidak berlaku. 3. Perubahan Peraturan ini hanya Pasal 16:3 dapat dilaksanakan di dalam



: Cukup jelas : Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 122



dan oleh Persidangan Sinode Raya bila : a. Diusulkan oleh lebih dari Pasal 16:3.a : Cukup jelas 2/3 jumlah Jemaat atau; b. Diusulkan oleh Majelis Pasal 16:3.b : Cukup jelas Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat; c. Usul-usul perubahan Pasal 16:3.c : Cukup jelas disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



Hal. 123



PERATURAN NOMOR 1 TENTANG PRESBITER, PEMENDETAAN DAN TATA CARA PEMILIHAN DIAKEN DAN PENATUA



MEMORI PENJELASAN Pasal 1 Presbiter



Pasal 1



1. Presbiter adalah warga sidi jemaat GPIB yang menyediakan diri secara khusus melalui Pasal 1:1 proses pemilihan dan atau pemendetaan untuk melayani di GPIB, sebagai pemenuhan Panggilan dan Pengutusan Kristus dalam rangka mewujudkan Gereja misioner 2. Presbiter GPIB terdiri atas: Diaken, Penatua dan Pendeta. Pasal 1. 2



3. Presbiter adalah pelaksana penatalayanan di dalam gereja Pasal 1:3 dan jemaat. 4. Presbiter terikat dengan tugas dan tanggung jawab umum dan Pasal 1:4 khusus. Pasal 2



: Cukup jelas



: Pemilihan Diaken dan Penatua berbeda dengan Pemendetaan : Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 2



Hal. 124



Tugas dan Tanggung Jawab Presbiter 1. Tugas dan Tanggung Jawab Umum : Presbiter dipercayakan menjaga kemurnian ajaran gereja, ketertiban dan keteraturan peribadahan, pelayanan sakramen, penggembalaan, pembinaan warga gereja serta pelayanan kasih dan keadilan. 2. Tugas dan Tanggung Jawab Khusus : a. Diaken: Melaksanakan pemberitaan Firman dan pelayanan kasih dalam pelbagai bentuk, di dalam maupun di luar jemaat. b. Penatua: Melaksanakan pemberitaan Firman. Menjaga kebenaran dan ketertiban pemberitaan Firman, peribadahan, pelaksanaan penggembalaan dan ketertiban pelayanan. c. Pendeta: Melaksanakan pemberitaan Firman dan pelayanan sakramen, menjaga kemurnian ajaran dan penggembalaan khusus, peneguhan presbiter, pengurus/pelayanan PELKAT dan perkenalan



Pasal 2:1



: Cukup jelas



Pasal 2:2



: Cukup jelas



Pasal 2:2.a



: Cukup jelas



Pasal 2:2.b



: Cukup Jelas



Pasal 2:2.c



: Jika pada saatnya Pendeta berhalangan melayankan sakramen maka penatua dapat menggantikan tugas tersebut dan



Hal. 125



PHMJ serta pengurus unit misioner.



3. Jika Pendeta / Ketua Majelis Jemaat berhalangan : Pasal 2:3 a. Sidang Majelis Jemaat dapat menunjuk Pendeta Pasal 2.3.a Jemaat yang ditugaskan oleh Majelis Sinode atau salah seorang Penatua unsur Ketua PHMJ setempat untuk melaksanakan Tugas Khusus Ketua Majelis Jemaat dalam masa transisi bersama-sama dengan fungsionaris PHMJ lainnya secara kolektif kolegial, dan melaporkan ke Majelis Sinode.



segera melaporkan ke Majelis Sinode.



: Cukup Jelas : Yang digantikan adalah fungsi Ketua Majelis Jemaat, khususnya mengenai bidangbidang yang berada di bawah koordinasi Ketua Majelis Jemaat. Di dalam melaksanakan tugasnya, Penatua / dimaksud harus bekerjasama dengan fungsionaris PHMJ lainnya dalam prinsip kolektif-kolegial untuk mengatur penatalayanan di dalam jemaat, sampai dengan tersedianya Ketua Majelis Jemaat yang baru. Tugastugas pokok



Hal. 126



b. Dalam masa transisi, bersama-sama dengan Pasal 2.3.b fungsionaris PHMJ lainnya secara kolektif kolegial, di bawah supervisi Majelis Sinode, sampai dengan tersedianya Pendeta / Ketua Majelis Jemaat yang definitif. c. Dalam hal terjadi keadaan Pasal 2.3.c khusus yang mengakibatkan diberhentikannya Pendeta / KMJ, maka Majelis Sinode menetapkan KMJ pengganti sementara sampai dengan dikeluarkannya SK KMJ definitif. Pasal 3 Pemilihan Diaken dan Penatua



kependetaan dilakukan oleh pendeta jemaat yang ditugaskan oleh Majelis Sinode. : Cukup Jelas



: Cukup Jelas



Pasal 3



Diaken dan Penatua dipilih oleh dan dari antara warga sidi jemaat. 1. Pemilih ialah warga sidi jemaat yang tercantum dalam daftar Pasal 3:1 warga sidi jemaat setempat:



: Cukup jelas



Hal. 127



a. Sekurang-kurangnya sudah Pasal 3:1.a 1 (satu) tahun diteguhkan sebagai warga sidi jemaat;



b. Warga sidi jemaat yang Pasal 3:1.b pindah dari jemaat GPIB yang lain, sekurangkurangnya telah 6 bulan terdaftar pada saat pemilihan; Pasal 3:1.c c. Bagi warga sidi dari gereja saudara dan gereja yang seasas dengan GPIB sekurang-kurangnya telah terdaftar selama 1 tahun;



Pasal 3:1.d d. Bagi warga yang berasal dari gereja yang tidak seasas dengan GPIB, harus sudah terdaftar, sekurangkurangnya 2 tahun dan Pasal 3:2 telah diteguhkan sebagai anggota sidi GPIB. Pasal 3:2.a 2. Persyaratan Calon Diaken dan Pasal 3:2.a.1 Penatua adalah sebagai berikut: a. kualitatif 1. Memenuhi persyaratan Pasal 3:2.a.2 Alkitabiah;



: Khusus untuk daerah Pos-Pelkes perlu pertimbangan khusus. : Cukup jelas



: Gereja saudara adalah Gerejagereja bagian mandiri GPI. Gereja seasas adalah Gerejagereja yang tergabung dalam Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). : Gereja yang tidak seasas adalah gereja yang tidak termasuk dalam keanggotaan PGI. : Cukup jelas : Cukup jelas : Antara lain I Timotius 3:1 dan Titus 1:5-16 : Status Penggembalaan



Hal. 128



2. Tidak berada dalam tindakan penggembalaan khusus;



3. Memiliki semangat Pasal 3:2.a.3 pengabdian yang tinggi dan loyal serta taat kepada Pemahaman Iman dan Tata Gereja GPIB serta menjaga kemurnian ajaran gereja dalam kesetiaan kepada Tuhan Yesus Kristus; 4. Menyatakan kesediaan Pasal 3:2.a.4 untuk mengikuti pembinaan secara berkesinambungan;



Khusus ditentukan oleh Pendeta / Ketua Majelis Jemaat antara lain karena dibaptis ulang, perceraian, perpindahan agama, korupsi, penyalahgunaan narkoba. Penggembalaan khusus dinyatakan selesai dengan surat pernyataan yang dibuat oleh Pendeta yang menggembalakan atau KMJ setempat. : Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 129



5. Menyatakan kesediaan untuk tidak terlibat dalam kegiatan denominasi lain atau persekutuan di luar GPIB. b. Administratif 1. Memenuhi ketentuan Pasal 1; 2. Berdomisili di dalam wilayah pelayanan jemaat; 3. Bagi yang sudah menikah wajib menunjukkan surat nikah/kawin gereja dan akta perkawinan catatan sipil; 4. Berijazah sekurangkurangnya SMU (Sekolah Menengah Umum) atau sederajat; 5. Bukan isteri / suami Pendeta, Pegawai / tenaga honorer GPIB; 6. Bukan isteri / suami dari penganut agama / denominasi / gereja lain; 7. Sehat jasmani dan rohani; 8. Berusia minimal 20 tahun dan maksimal 70 tahun tepat pada



Pasal 3.2.a.5



: Cukup Jelas



Pasal 3:2.b. Pasal 3:2.b.1



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 3:2.b.2



: Cukup jelas



Pasal



3:2.b.3&4:Kecuali untuk wilayah tertentu yang sumber daya insaninya terbatas, khusus untuk daerah Pos Pelkes



Pasal 3.2.b.5



Pasal 3.2.b.6



: Baik Pendeta GPIB maupun non - GPIB. : Cukup Jelas



Pasal 3.2.b.7



: Cukup Jelas



Pasal 3.2.b.8



: Berusia maksimal 70 tahun tepat pada tanggal 31



Hal. 130



tanggal 31 Oktober tahun pemilihan.



Oktober tahun pemilihan.



3. Pelaksana Pemilihan Pasal 3:3 a. Ketua Panitia Pemilihan Pasal 3:3.a adalah Pendeta / Ketua Majelis Jemaat setempat;



b. Panitia Pemilihan adalah Warga Sidi Jemaat; c. Panitia Pemilihan berhak memilih tetapi tidak dapat dipilih; d. Panitia Pemilihan terdiri atas 1 (satu) orang Ketua dan beberapa anggota; e. Pelaksana Pemilihan adalah Panitia Pemilihan yang dipilih oleh Ketua Majelis Jemaat dan disahkan dalam Sidang Majelis Jemaat selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sebelum pemilihan serta ditetapkan oleh Majelis Sinode;



Pasal 3:3.b



: Cukup jelas : Dalam hal pendeta / Ketua Majelis Jemaat setempat berhalangan maka Majelis Sinode menunjuk Pendeta Jemaat atau seorang Pendeta / Ketua Majelis Jemaat terdekat sebagai ketua panitia pemilihan : Cukup jelas



Pasal 3:3.c



: Cukup jelas



Pasal 3:3.d



: Cukup jelas



Pasal 3:3.e



: Cukup jelas



Hal. 131



4. Tugas, Wewenang dan Tanggung jawab Panitia Pemilihan. a. Tugas Panitia Pemilihan adalah: 1. Membuat Jadwal Pemilihan; 2. Mengedarkan Undangan beserta Formulir Pencalonan, Formulir Pernyataan Kesediaan dan Daftar Warga Sidi Jemaat dari masing-masing sektor pelayanan kepada Pemilih; 3. Menyiapkan tempat / ruangan serta alat-alat kelengkapan Pemilihan; 4. Menghitung, mencatat hasil pada tahap pencalonan, tahap pemilihan, pernyataan kesediaan dan pernyataan keberatan yang sah; 5. Menyiapkan / membuat berita acara pemilihan; 6. Membuat daftar nama calon dan calon tetap serta mengumumkan hasil setiap tahap tersebut melalui warta



Pasal 3:4



: Cukup jelas



Pasal 3:4.a



: Cukup jelas



Pasal 3:4.a.1



: Cukup jelas



Pasal 3:4.a.2



: Cukup jelas



Pasal 3:4.a.3



: Cukup jelas



Pasal 3:4.a.4



: Cukup jelas



Pasal 3:4.a.5



: Cukup jelas



Pasal 3:4.a.6



: Cukup jelas



Hal. 132



jemaat sekurangkurangnya 2 (dua) kali hari minggu. b. Wewenang Panitia Pemilihan adalah: 1. Meneliti kelengkapan persyaratan calon yang dapat diklasifikasikan sebagai calon Diaken dan Penatua; 2. Meneliti keberatan terhadap calon terpilih; 3. Menentukan daftar calon tetap; c. Wewenang Ketua Panitia Pemilihan / Ketua Majelis Jemaat adalah menentukan daftar calon terpilih dalam jabatan Diaken dan Penatua.



d. Panitia Pemilihan bertanggung jawab kepada Majelis Sinode. 5. Waktu Pelaksanaan Pemilihan berlangsung diantara 2 (dua) Persidangan Sinode yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Majelis Sinode. 6. Persiapan Pemilihan diadakan oleh Majelis Jemaat melalui: a. Pengarahan, Khotbah tentang Panggilan dan



Pasal 3:4.b



: Cukup jelas



Pasal 3:4.b.1



: Cukup jelas



Pasal 3:4.b.2



: Cukup jelas



Pasal 3:4.b.3



: Cukup jelas



Pasal 3:4.c



: Ketua Panitia menentukan jabatan Diaken dan Penatua berdasarkan Pasal 2 ayat 1 dan 2 peraturan ini.



Pasal 3:4.d



: Cukup jelas



Pasal 3:5



: Cukup jelas



Pasal 3:6



: Cukup jelas



Pasal 3:6.a



: Cukup jelas



Hal. 133



Pengutusan Diaken dan Penatua dalam Ibadah Jemaat selama 3 bulan; b. Mendata ulang dan menyusun daftar warga sidi Pasal 3:6.b jemaat; c. Mengumumkan waktu, hari, Pasal 3:6.c tanggal, tempat dan cara Pemilihan dalam Ibadah Jemaat selama 2 (dua) minggu berturut-turut; d. Menetapkan jumlah Diaken Pasal 3:6.d dan Penatua dengan pedoman 10 atau 15 Kepala Keluarga banding 2 (dua) presbiter masing-masing 1 Diaken dan 1 Penatua.



: Cukup jelas : Cukup jelas



: Penentuan perbandingan 2:10 atau 2:15 didasarkan pada persebaran warga jemaat dalam wilayah pelayanan. Dalam hal jumlah KK yang tersisa melebihi separuh dari pembandingan ini maka dipilih 2 (dua) orang masing-masing seorang Penatua dan seorang Diaken untuk jumlah tersebut. Dengan demikian jumlah anggota Diaken dan



Hal. 134



Penatua harus sama banyak. 7. Cara Pemilihan a. Pemilihan dapat dilakukan dengan cara: 1. Pertemuan Warga Sidi Jemaat secara terpusat; 2. Pertemuan Warga Sidi Jemaat di sektor; 3. Tanpa melalui Pertemuan Warga Sidi Jemaat dengan menggunakan Kotak Suara. 4. Elektronik atau virtual dalam jaringan dengan menggunakan teknologi digital atau dengan cara lain yang efisien dan efektif sesuai situasi dan kebutuhan. b. Tata Cara Pemilihan akan diatur dalam Peraturan Pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Majelis Sinode GPIB 8. Pernyataan Keberatan a. Warga Sidi Jemaat yang mempunyai alasan kuat dan bukti nyata terhadap bakal calon dapat menyampaikan pernyataan keberatan secara tertulis dengan tanda tangan dan nama jelas kepada Ketua Panitia Pemilihan;



Pasal 3:7 Pasal 3:7.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 3:7.a.1



: Cukup jelas



Pasal 3:7.a.2



: Cukup jelas



Pasal 3:7.a.3



: Cukup jelas



Pasal 3.7.a.4



: Cukup jelas



Pasal 3:7.b



: Cukup jelas



Pasal 3:8 Pasal 3:8.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 135



b. Pernyataan keberatan Pasal 3:8.b disampaikan paling lambat 1 (satu) minggu setelah diumumkan dalam warta jemaat terakhir; c. Setiap bentuk pernyataan Pasal 3:8.c keberatan terhadap bakal calon harus disikapi dan diselesaikan secara pastoral oleh Ketua Panitia Pemilihan.



9. Hasil Pemilihan a. Hasil Pemilihan dalam bentuk berita acara pemilihan disampaikan kepada Majelis Jemaat untuk : 1. Diumumkan melalui warta jemaat sekurangkurangnya 2 (dua) kali; 2. Dilaporkan kepada Majelis Sinode untuk ditetapkan dengan Surat Keputusan. b. Diaken dan Penatua yang sedang mengemban tugas sebagai fungsionaris Majelis Sinode tidak ikut dipilih namun dimasukkan dalam daftar hasil pemilihan.



: Cukup jelas



: Berdasarkan ayat ini Ketua Panitia Pemilihan menentukan apakah yang bersangkutan dapat dicalonkan atau tidak.



Pasal 3:9 Pasal 3:9.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 3:9.a.1



: Cukup jelas



Pasal 3:9.a.2



: Cukup jelas



Pasal 3:9.b



: Majelis Sinode adalah penyusun dan penanggung jawab materi bina Diaken/ Penatua sehingga wajib



Hal. 136



mengikuti pelatihan untuk pembina (TOT) di lingkup Sinodal 10. Peneguhan a. Peneguhan Diaken dan Penatua terpilih dilaksanakan oleh Pelayan Firman dan Sakramen GPIB yang diberikan wewenang oleh Majelis Sinode GPIB dalam Ibadah Hari Minggu di jemaat; b. Surat Keputusan penetapan Diaken dan Penatua GPIB harus dibacakan dalam Ibadah tersebut. 11. Masa tugas fungsionaris Majelis Jemaat : a. Pendeta sesuai dengan Surat Keputusan Majelis Sinode; b. Diaken dan Penatua terpilih untuk 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali. 12. Pemilihan Diaken dan Penatua antar waktu: a. Dilakukan untuk mengisi kekosongan Diaken dan Penatua yang mengundurkan diri, sakit tetap/pindah rumah keluar dari wilayah jemaat/meninggal dunia atau karena dinonaktifkan;



Pasal 3:10 Pasal 3:10.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 3:10.b



: Cukup jelas



Pasal 3:11



: Cukup jelas



Pasal 3:11.a



: Cukup jelas



Pasal 3:11.b



: Cukup jelas



Pasal 3:12



: Cukup jelas



Pasal 3:12.a



: Cukup jelas



Pasal 3:12.b



: Cukup jelas



Hal. 137



b. Pemilihan Diaken dan Penatua antar waktu. 1. Menggunakan peringkat pada pemilihan terdahulu; Pasal 3:12.b.1 : Cukup jelas 2. Dipilih dengan cara pemilihan sebagaimana Pasal 3:12.b.2 : Cukup jelas diatur pasal 3 aturan ini. Pasal 4 Pemendetaan



Pasal 4



Pemendetaan adalah proses melengkapi seorang Sarjana Teologi untuk menjadi Pendeta, Pelayan Firman dan Sakramen GPIB. 1. Persyaratan Pasal 4:1 a. Warga Sidi GPIB yang aktif Pasal 4:1.a dalam Persekutuan dan Pelayanan di Jemaat; b. Menempuh Pendidikan Pasal 4:1.b Teologi, berdasarkan Rekomendasi GPIB, di Perguruan Tinggi Teologi yang diakui GPIB;



: Cukup jelas : Cukup jelas



: Perguruan Tinggi Teologi yang diakui GPIB adalah STT Jakarta, UKSW, UKDW, STT Intim Makassar, dan Sekolah Tinggi Teologi lainnya (anggota PERSETIA) yang memiliki



Hal. 138



c. Membuat Laporan Perkembangan Studi secara Pasal 4:1.c berkala; d. Aktif di Jemaat GPIB selama menjalani studi Pasal 4:1.d dengan rekomendasi Pendeta / Ketua Majelis Jemaat bersangkutan.



2.Proses a. Tamatan Pendidikan S1 Sekolah Tinggi Teologia; b. Berusia maksimal 32 tahun; c. Lulus Tes masuk Vikariat yang terdiri atas : 1. Tes Akademik;



Kesepakatan Kerjasama. Surat Rekomendasi Gereja (SRG) dapat dicabut apabila dikemudian hari yang bersangkutan melakukan tindakan indisipliner. : Cukup jelas



: Jemaat GPIB dimaksud adalah jemaat dimana yang bersangkutan terlibat dalam pelayanan selama menjalani studi di Perguruan Tinggi Teologi berada.



Pasal 4:2 Pasal 4:2.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 4:2.b Pasal 4:2.c



: Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 139



Pasal 4:2.c.1



: Tes potensi akademik diperlukan sebagai standar dasar kemampuan calon vikaris yang pada gilirannya ketika sudah menjadi pendeta akan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. IPK minimal yang menjadi syarat adalah 2,75 (skala 1-4). Tes akademik hanya khusus untuk bidang teologi dengan kekhususan GPIB dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh Majelis Sinode. Setelah dinyatakan lulus tes akademik barulah mengikuti tes kesehatan dan tes psikologi. Aturan detail disusun dalam pedoman khusus



Hal. 140



perekrutan calon vikaris GPIB.



2. Kesehatan; Pasal 4:2.c.2 3. Psikotes. Pasal 4:2.c.3 d. Mengikuti Pembinaan Pra- Pasal 4:2.d Vikariat dan masa Vikariat I dan II;



e. Menyelesaikan masa vikariat Pasal 4:2.e yang lamanya 2 tahun dan apabila gagal baik dalam tahun pertama dan kedua dapat mengulang hanya 1 tahun. Apabila Majelis Sinode menganggap yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan maka masa vikariat dapat diakhiri.



: Cukup jelas : Cukup jelas : Pra-Vikariat yang dimaksud adalah penyamaan wawasan berteologi, wawasan berGPIB, dan spiritualitas selama 1(satu) bulan dengan biaya dibebankan kepada Majelis Sinode GPIB. PraVikariat ini menjadi tanggung jawab Bidang Teologi. : Cukup jelas



Hal. 141



f.



Mendapat rekomendasi Pasal 4:2.f kelulusan dari mentor-mentor dan tim evaluator yang ditunjuk oleh Majelis Sinode GPIB. g. Mengikuti Tes MMPI (Minnesota Multiphasic Pasal 4:2.g Personality Inventory). 3. Penahbisan Pendeta dilakukan bersama-sama di Ibadah Pasal 4:3 Penahbisan dan Sakramen Perjamuan di dalam Ibadah Pembukaan Persidangan Sinode dan merupakan rangkaian kegiatan Persidangan Sinode.



4. Ibadah penahbisan dipimpin oleh Pasal 4:4 Pendeta GPIB fungsionaris Majelis Sinode.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Pendeta yang baru ditahbiskan diberikan Surat Keputusan Kependetaan GPIB sebagai Pelayan Firman dan Sakramen. Pendeta GPIB Organik, selain Surat Keputusan Kependetaan juga diberikan SK Kepegawaian GPIB. : Penahbisan proses penumpangan tangan yang merupakan panggilan gereja (eklesiastica call) yang dengannya gereja menetapkan bahwa seseorang



Hal. 142



telah dipanggil Allah dan sekaligus dipisahkan sebagai seorang yang melayani kehadiran Allah. Pasal 5 Pendeta Organik



Pasal 5



1. Pendeta Organik adalah Pasal 5:1 Pendeta GPIB, yang juga merupakan pegawai GPIB, yang ditugaskan di Jemaat sebagai Ketua Majelis Jemaat atau sebagai Pendeta Jemaat maupun sebagai Pendeta GPIB dalam Pelayanan Umum (Pelum); 2. Pendeta Pelum adalah Pendeta Pasal 5:2 GPIB Organik yang duduk di Majelis Sinode sebagai Fungsionaris maupun dengan penugasan khusus di lembagalembaga seperti Majelis Sinode, PGI, GPI, dan di lembaga lainnya seperti unit kerja penerbitan, sekolahsekolah dan rumah sakit serta yang ditugaskan di lembaga pendidikan teologi atau yang ditugaskan di lembagalembaga lainnya;



: Cukup Jelas.



: lembaga-lembaga yang ada kerja sama dengan GPIB.



Hal. 143



3. Urgensi penugasan seseorang Pasal 5:3 pendeta GPIB sebagai pendeta pelum karena kebutuhan lembaga di dalam dan di luar GPIB yang ditetapkan dengan surat keputusan Majelis Sinode. Pasal 5:4 4. Alih tugas adalah bentuk Panggilan dan Pengutusan Allah kepada Pendeta Organik melalui pengaturan Majelis Sinode.



Pasal 6 Fungsi dan Tugas Pendeta Jemaat



: Pendeta Pelum tidak bertugas dalam jabatan struktural kecuali untuk kondisi tertentu dalam kewenangan Majelis Sinode. : Pendeta Organik yang menolak alih tugas mengingkari panggilan dan pengutusannya, dan untuk itu kependetaannya di GPIB dapat diakhiri dengan lebih dahulu melalui proses penggembalaan oleh Tim Pastoral Sinodal.



Pasal 6



1. Pendeta Jemaat adalah jabatan Pasal 6:1 fungsional yang diberikan kepada seorang Pendeta yang diangkat dan ditugaskan oleh Majelis Sinode; 2. Pendeta Jemaat melaksanakan Pasal 6:2 tugas-tugas khusus di bidang Persekutuan, Pelayanan dan



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 144



Kesaksian dan diatur bersama dalam konsistorium dengan Ketua Majelis Jemaat; 3. Pendeta Jemaat yang ditugaskan Pasal 6.3 oleh Majelis Sinode adalah presbiter GPIB yang secara otomatis menjadi fungsionaris Majelis Jemaat setempat.



Pasal 7 Pendeta Non Organik



: Pendeta jemaat yang ditugaskan oleh Majelis Sinode di jemaat dapat dipilih sebagai fungsionaris PHMJ.



Pasal 7



1. Pendeta Non Organik adalah Pasal 7:1 Pendeta GPIB yang karena pilihan dari yang bersangkutan tidak sebagai pegawai GPIB atau kepegawaiannya diakhiri;



: a. Atas permintaan sendiri atau pilihan sendiri melalui percakapan dengan Majelis Sinode dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Majelis Sinode. b. Suami dari istri yang pendeta atau istri dari suami yang pendeta yang karena kegiatannya harus meninggalkan wilayah GPIB dan diikuti oleh



Hal. 145



2. Warga GPIB lulusan sekolah Pasal 7:2 teologi yang bertugas di lembaga di luar lembaga gereja dan berkeinginan menjadi pendeta, wajib mengikuti proses pemendetaan yang berlaku di GPIB;



suami/istri tersebut dinonorganikkan melalui surat keputusan Majelis Sinode. : Pemendetaan non organik (harus warga GPIB) dimaksudkan adalah penahbisan lewat masa vikariat 2 (dua) tahun di jemaat yang berbeda dalam wilayah yang bersangkutan bekerja, tetapi kemudian diserahkan untuk melayani bidangbidang yang tidak langsung berhubungan dengan jemaat antara lain militer, polisi, pegawai negeri sipil, perguruan tinggi, atau lembaga lain. Pendeta non organik termaksud tetap berada dalam



Hal. 146



pengayoman GPIB baik melalui konven pendeta, pembinaan pendeta dan kegiatan-kegiatan lain termasuk pelayanan di jemaat domisili yang bersifat peningkatan kualitas kependetaan



3. Pendeta Emeritus dimasukkan dalam kategori pendeta non Pasal 7:3 organik.



Pasal 8 Pendeta Konsulen



Pasal 8



: Memasuki usia pensiun sebagai pegawai GPIB (>65 tahun) : Cukup Jelas



Pendeta Konsulen adalah Pendeta GPIB Organik/Non Organik yang mendapat penugasan khusus dari Majelis Sinode dalam jangka waktu tertentu; Pasal 9 Etika Pelayanan Presbiter GPIB Pasal 9



Hal. 147



1. Etika pelayanan presbiter adalah standar moral dan nilai-nilai pelayanan Kristiani yang disepakati bersama sebagai pedoman yang harus dihayati dan dijunjung tinggi oleh Para Presbiter dalam melaksanakan Panggilan dan pengutusan Allah di tengah gereja, masyarakat dan lingkungan hidup. 2. Setiap presbiter harus tunduk dan menjunjung tinggi serta menjiwai etika pelayanan dalam bentuk : a. Kejujuran (honesty); b. Keadilan (fairness); c. Satunya pikiran, ucapan dan tindakan (integrity); d. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability); e. Rasa bertanggungjawab (responsibility); f. Kesetiaan kepada gereja, jemaat, masyarakat bangsa dan negara (loyalty); g. Tepat janji (committed); h. Menghormati orang lain (respect to other); i. Mengutamakan kepentingan jemaat (community);



Pasal 9:1



: Cukup jelas



Pasal 9:2



: Cukup jelas



Pasal 9:2.a Pasal 9:2.b Pasal 9:2.c



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 9:2.d



: Cukup jelas



Pasal 9:2.e



: Cukup jelas



Pasal 9:2.f



: Cukup jelas



Pasal 9:2.g Pasal 9:2.h



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 9:2.i



: Cukup jelas



Hal. 148



j.



Menjanjikan karya terbaik (pursuit of excellence); k. Mengupayakan dan menjaga keutuhan jemaat, gereja dan lingkungannya. l. Taat dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan tata gereja dan aturan lainnya. m. Dalam hubungan yang keterkaitan dengan masyarakat luas, selalu menjaga etika Presbiter yang telah disepakati.



Pasal 9:2.j



: Cukup jelas



Pasal 9:2.k



: Cukup jelas



Pasal 9:2.l



: Cukup jelas



Pasal 9:2.m



: Cukup jelas



Pasal 10 Sanksi atas pengingkaran Tugas Pasal 10 / Tanggung jawab 1. Sanksi Administratif berupa surat teguran;



dapat Pasal 10:1



: Misalnya karena tindakan indisipliner dan/atau terjadi pelanggaran ringan terhadap peraturan GPIB. Dalam hal Pendeta bisa berakibat penundaan kenaikan pangkat maupun penurunan pangkat/jabatan.



Hal. 149



2. Penonaktifan Tugas Presbiter Pasal 10:2 dan Penggembalaan adalah sanksi yang diberikan kepada seorang presbiter GPIB karena pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam peraturan GPIB;



3. Pengakhiran jabatan kepada Pasal 10:3 seorang Presbiter dilakukan setelah melalui proses penggembalaan karena melakukan pelanggaran moral atau etika, pelanggaran peraturan GPIB dan tindak pidana yang telah mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.



: Masalah loyalitas terhadap institusi GPIB, pelanggaran berat terhadap peraturan GPIB maupun tindakan amoral, serta tindakan lain yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Penonaktifan seorang pendeta tergantung pada masalah yang terjadi yang harus diselesaikan dengan cara penggembalaan khusus di Kantor Majelis Sinode : Presbiter adalah Diaken, Penatua, Pendeta Organik dan Pendeta Non Organik (termasuk Pendeta Emeritus).



Hal. 150



Pasal 11 Ketentuan Penutup 1. Peraturan Nomor 1 ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan; 2. Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka semua ketentuan mengenai Presbiter, Pemendetaan dan Tata Cara Pemilihan Diaken dan Penatua yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku. 3. Apabila ada hal-hal yang belum diatur oleh peraturan ini, maka Majelis Sinode dapat menyusun dan menetapkannya dalam Sidang Majelis Sinode sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode yang terdekat. 4. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila: a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau; b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat;



Pasal 11



Pasal 11:1



: Cukup jelas



Pasal 11:2



: Cukup jelas



Pasal 11:3



: Cukup jelas



Pasal 11:4



: Cukup jelas



Pasal 11:4.a



: Cukup jelas



Pasal 11:4.b



: Cukup jelas



Pasal 11:4.c



: Cukup jelas



Hal. 151



c. Usul-usul perubahan disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



Hal. 152



Hal. 153



PERATURAN NOMOR 2 TENTANG MAJELIS JEMAAT MEMORI PENJELASAN Pasal 1 Majelis Jemaat



Pasal 1



1. Majelis Jemaat adalah Pasal 1:1 persekutuan kerja para presbiter yang merupakan pimpinan GPIB di lingkup Jemaat; Pasal 1:2 2. Persekutuan kerja ini adalah perwujudan dari Sistem Presbiterial Sinodal yang nampak dalam sidang majelis jemaat. Pasal 2 Tugas Majelis Jemaat



Pasal 2



Tugas Majelis Jemaat adalah : 1. Menjabarkan keputusan dan Pasal 2:1 ketetapan Persidangan Sinode GPIB dan tugas-tugas yang dipercayakan oleh Majelis Sinode dengan berpedoman pada Visi dan Misi GPIB; 2. Membuat rencana kerja anggaran dan menetapkan Pasal 2:2 Program Kerja dan Anggaran



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 154



3. 4.



5. 6.



(PKA) yang mengacu pada KUPPG Membuat laporan tahunan kepada Majelis Sinode GPIB; Menetapkan penatalayanan jemaat dan mengawasi pelaksanaannya; Memberdayakan Unit-Unit Misioner; Menjaga kemurnian ajaran GPIB. Pasal 3 Wewenang Majelis Jemaat



Wewenang Majelis Jemaat adalah: 1. Memilih Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) melalui SMJ dan melaporkan kepada Majelis Sinode untuk ditetapkan; 2. Menetapkan langkahlangkah dan melaksanakan tindakan disiplin gereja terhadap warga jemaat; 3. Mengangkat dan memberhentikan Pengurus dan Anggota Unit Misioner di lingkup Jemaat. 4. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian pegawai GPIB kepada Majelis Sinode;



Pasal 2:3



: Cukup jelas



Pasal 2:4



: Cukup jelas



Pasal 2:5



: Cukup jelas



Pasal 2:6



: Cukup jelas



Pasal 3



: Cukup jelas



Pasal 3:1



: Cukup jelas



Pasal 3:2



: Cukup jelas



Pasal 3:3



: Cukup jelas



Pasal 3:4



: Cukup jelas



Hal. 155



5.



Peraturan Pelaksanaan Pasal 3.5 Majelis Jemaat disahkan oleh SMJ setelah disetujui oleh MS



6.



Mengelola sumber daya Pasal 3:6 perbendaharaan gereja di jemaat sesuai dengan tata cara pengelolaan perbendaharaan; Mengangkat pegawai lokal Pasal 3:7 (honorer); a. Menetapkan / mengutus Pasal 3:8a presbiter ke Persidangan Sinode;



7. 8.



9.



b. Meminta laporan Pasal 3:8b pertang-gungjawaban dari Presbiter yang diutus tersebut melalui Pelaksana Harian Majelis Jemaat. Memilih dan mengusulkan Pasal 3:9 seorang Presbiter sebagai pelaksana tugas Ketua Majelis Jemaat untuk



: Bila dalam waktu 3 (tiga) bulan belum disetujui maka yang berlaku adalah PPMJ yang lama sampai dengan adanya persetujuan dari Majelis Sinode : Cukup jelas



: Cukup jelas : Presbiter yang diutus ke Persidangan Sinode ataupun tugas-tugas Sinodal lainnya wajib memberikan laporan pertanggungjawaban dalam Sidang Majelis Jemaat. : Cukup jelas



: a. Pendeta Jemaat dapat diusulkan selaku pelaksana tugas KMJ;



Hal. 156



dilaporkan kepada Majelis Sinode guna mendapatkan penetapannya dengan surat keputusan Majelis Sinode jika terjadi kekosongan jabatan KMJ.



Pasal 4 Sidang Majelis Jemaat 1. Sidang Majelis Jemaat disingkat SMJ adalah perwujudan presbiterial sinodal dan merupakan wadah pengambilan keputusan serta kebijakan di jemaat; 2. SMJ dilaksanakan setiap 3 (tiga) bulan; 3. SMJ khusus dapat dilaksanakan apabila dianggap perlu; 4. SMJ dapat dilaksanakan dengan kehadiran fisik atau secara virtual dalam jaringan dengan menggunakan teknologi digital atau dilaksanakan dengan cara lain yang efektif dan efisien sesuai situasi dan kebutuhan. 5. Ketentuan lebih rinci tentang SMJ diatur lebih lanjut dalam PPMJ.



Apabila di jemaat itu hanya 1 orang pendeta / KMJ maka SMJ memilih salah seorang Penatua dari PHMJ untuk menjadi pelaksana tugas KMJ. Pasal 4



: Cukup jelas



Pasal 4:1



: Cukup jelas



Pasal 4:2



: Cukup jelas



Pasal 4:3



: Cukup jelas



Pasal 4:4



: Cukup jelas



Pasal 4:5



: Cukup jelas



Hal. 157



Pasal 5 Ketua Majelis Jemaat



Pasal 5



: Cukup jelas



Ketua Majelis Jemaat adalah pendeta yang ditugaskan oleh Majelis Sinode dalam jabatan struktural, sekaligus Ketua Pelaksana Harian Majelis Jemaat. Pasal 6 Tugas Ketua Majelis Jemaat



Pasal 6



Tugas Ketua Majelis Jemaat Pasal 6:1 adalah: 1. Membina, mengembangkan, meningkatkan, dan memelihara kelembagaan dan ketatalayanan jemaat berdasarkan ketentuan GPIB; 2. Memimpin, mengoordinasikan, Pasal 6:2 mendorong kerja sama, dan mencermati seluruh pelaksanaan kegiatan dalam penyelenggaraan panggilan dan pengutusan-Nya dalam persekutuan bersama Majelis Jemaat; 3. Menggembalakan, Pasal 6:3 membimbing, dan menjaga kehidupan berjemaat yang tenang, damai, dan berwibawa;



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 158



4. Memimpin SMJ dan rapatrapat; 5. Melaksanakan disiplin gereja terhadap penatua, diaken, dan terhadap warga jemaat yang dilakukan bersama-sama dengan majelis jemaat; 6. Menandatangani surat-surat gerejawi (surat baptis, surat sidi, dan surat kawin); 7. Mengkoordinasikan pembuatan laporan rutin kepada SMJ dan kepada Majelis Sinode;



Pasal 6:4



: Cukup jelas



Pasal 6:5



: Cukup jelas



Pasal 6:6



: Cukup jelas



Pasal 6:7



: Yang dimaksud laporan adalah informasi pelaksanaan kegiatan di jemaat. : - Laporan akhir jabatan terdiri atas Laporan awal masa jabatan, perkembanganperkembangan yang dicapai dari tahun ketahun sesuai pembidangan dan refleksi tentang kecenderungankecenderungan ke masa depan. - Format laporan akhir jabatan disiapkan oleh Majelis Sinode



8. Membuat laporan akhir Pasal 6:8 jabatan kepada Majelis Sinode.



Hal. 159



Pasal 7 Pelaksana Harian Majelis Jemaat



Pasal 7



1. Pelaksana Harian Majelis Pasal 7:1 Jemaat (PHMJ) adalah representasi harian dari Majelis Jemaat; 2. PHMJ dipilih dari fungsionaris Majelis Jemaat Pasal 7:2 melalui SMJ, kecuali Ketua Majelis Jemaat; 3. Pemilihan PHMJ dapat Pasal 7:3 dilaksanakan secara elektronik atau virtual dalam jaringan dengan menggunakan teknologi digital atau dilaksanakan dengan cara lain yang efektif dan efisien sesuai situasi dan kebutuhan. 4. Untuk menjadi fungsionaris Pasal 7:4 PHMJ, minimal pernah menjabat sebagai Penatua/Diaken selama 1 (satu) masa tugas PHMJ (2,5 tahun), kecuali jemaat yang baru dilembagakan.;



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Mekanisme Pemilihan PHMJ secara elektronik atau virtual atau cara lainnya tetap dilaksanakan dengan memakai ketentuan yang sama dengan Pemilihan dengan kehadiran fisik. : Jika tidak ada lagi Diaken /Penatua yang memenuhi persyaratan bersedia untuk dipilih, maka Diaken/Penatua yang baru menjalani masa tugas dapat dipilih sebagai Fungsionaris PHMJ. Harus dilengkapi dengan Surat



Hal. 160



5. Ketua dan Sekretaris Pasal 7:5 mewakili Majelis Jemaat keluar dan kedalam. Pasal 8 Susunan Pelaksana Harian Majelis Jemaat



Pasal 8



PHMJ terdiri atas sekurangkurangnya seorang ketua, seorang sekretaris, dan seorang bendahara.



Pasal 9 Tugas Pelaksana Harian Majelis Jemaat



Pernyataan Tidak Bersedia Dipilih dari Diaken / Penatua yang memenuhi persyaratan untuk dipilih. : Cukup jelas



: Jumlah fungsionaris PHMJ disesuaikan dengan Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan PHMJ dari Majelis Sinode dan atau disesuaikan dengan kebutuhan Majelis Jemaat sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan maksimal 11 (sebelas) orang fungsionaris.



Pasal 9



Tugas PHMJ adalah: 1. Menjabarkan keputusan SMJ dan mengatur penatalayanan Pasal 9:1 di jemaat; 2. Mengelola administrasi dan Pasal 9:2 perbendaharaan jemaat;



: Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 161



3. Menyiapkan SMJ, sidang- Pasal 9:3 sidang, atau rapat-rapat yang dianggap perlu, serta pertemuan Warga Sidi Jemaat;



4. Memutuskan dan menyelesaikan hal-hal yang mendesak, sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku, dan melaporkannya kepada SMJ terdekat; 5. Mewakili Majelis Jemaat ke dalam dan ke luar jemaat; 6. Membuat dan menyampaikan laporan berkala kepada SMJ tentang penyelenggaraan persekutuan, pelayanan, dan kesaksian; 7. Membuat dan menyampaikan laporan kegiatan tahunan kepada Majelis Sinode atas nama Majelis Jemaat; 8. Menyampaikan tembusan Laporan kegiatan tahunan



Pasal 9:4



: Rapat PHMJ, rapat rapat dan pertemuan Warga Sidi Jemaat dapat dilaksanakan dengan kehadiran fisik atau virtual dalam jaringan menggunakan teknologi digital atau dilaksanakan dengan cara lain yang efektif dan efisien sesuai situasi dan kebutuhan. : Cukup jelas



Pasal 9:5



: Cukup jelas



Pasal 9:6



: Cukup jelas



Pasal 9:7



: Cukup jelas



Pasal 9:8



: Cukup jelas



Hal. 162



untuk Majelis Sinode di teruskan ke BP Mupel setempat untuk di kompilasi sebagai laporan BP Mupel dalam PST. Pasal 10 Pembagian Tugas PHMJ



Pasal 10



Tugas para ketua bidang PHMJ mengikuti pembidangan dalam PKUPPG. 1. Ketua Majelis Jemaat membidangi: Pasal 10:1 a. Teologi; Pasal 10:1.a



b. Persidangan Gerejawi 2. Ketua I membidangi : Pelayanan dan Kesaksian



3. Ketua II membidangi : Gereja, Masyarakat dan Agama-Agama (GERMASA)



Pasal 10:1.b Pasal 10:2



Pasal 10:3



: Cukup jelas : Meliputi Bidang Iman, Ajaran, Ibadah, Musik Gereja dan Pengkajian Teologi : Cukup jelas : meliputi bidang Pengembangan dan Penatalayan Pos Pelkes, PMKI, Diakonia, Unit Penanggulangan Bencana, Satgas Penanggulangan Bencana. : GERMASA mencakup : Keesaan Gereja (oikumene), Kemasyarakatan : Hak Asasi Manusia



Hal. 163



4. Ketua III membidangi : a. Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Insani (PPSDI);



Pasal 10:4 Pasal 10:4.a



Pasal 10:4.b b. Peningkatan Peran Keluarga yang terjabarkan dalam Pelayanan Kategorial (PELKAT)



5. Ketua IV membidangi : Pasal 10:5 Pembangunan Ekonomi Gereja



6. Ketua V membidangi : Pasal 10:6 a. Informasi, Organisasi dan Pasal 10:6.a Komunikasi (INFORKOM);



(HAM), Hukum, Lingkungan Hidup dan Lintas AgamaAgama. : Cukup jelas : Meliputi bidang Pembinaan dan Pengembangan Warga Gereja (Warga Jemaat, Kategorial dan Presbiter) : Peningkatan Peran Keluarga (Anak, Teruna, Pemuda, Perempuan, Bapak dan Kaum Lanjut Usia), Kelompok Profesi dan Fungsional. : Meliputi Perbendaharaan GPIB (Anggaran, Keuangan, Pencatatan dan Harta Milik), Pemanfaatan dan Pengembangan Harta Milik Gereja, Badan Usaha/Badan Hukum GPIB. : Cukup jelas : Meliputi bidang Sistem Informasi Manajemen (SIM),



Hal. 164



b. Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) 7. Sekretaris : a. Bersama Ketua membidangi Teologi dan Persidangan Gerejawi; b. Bersama para Ketua menetapkan kebijakan Majelis Jemaat, pengendalian administrasi, pengintegrasian kegiatan, dan Personalia; c. Bersama Ketua V menangani Bidang yang menjadi tanggung jawab Ketua V. 8. Sekretaris I : Bersama Ketua I dan Ketua II menangani bidang-bidang yang menjadi tanggung jawab Ketua I dan Ketua II 9. Sekretaris II : Bersama Ketua III dan Ketua IV menangani bidang-bidang yang menjadi tanggung jawab Ketua III dan Ketua IV. 10. Bendahara : a. Perbendaharaan; b. Pengelolaan Keuangan.



Pasal 10:6.b



Perencanaan Organisasi Komunikasi. : Cukup jelas



Pasal 10:7 Pasal 10:7.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 10:7.b



: Cukup jelas



Pasal 10:7.c



: Cukup jelas



Pasal 10:8



: Cukup jelas



Pasal 10:9



: Cukup jelas



dan



Pasal 10:10 : Cukup jelas Pasal 10:10.a : Cukup jelas Pasal 10:10.b : Cukup jelas



Hal. 165



11. Bendahara I : a. Perbendaharaan b. Pembukuan Pasal 11 Masa Tugas PHMJ



Pasal 10:11 : Cukup jelas Pasal 10:11.a : Cukup jelas Pasal 10:11.b : Cukup jelas Pasal 11



1. Masa tugas PHMJ adalah 2 Pasal 11:1 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan dapat dipilih kembali. 2. Seseorang tidak dapat dipilih Pasal 11:2 kembali setelah menjalankan dua kali masa tugas berturutturut. 3. Seseorang dapat dipilih Pasal 11:3 kembali selaku fungsionaris PHMJ setelah melewati masa jeda selama 1(satu) kali masa tugas.



Pasal 12 Penetapan PHMJ



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Dalam hal penggantian Fungsionaris PHMJ karena berhalangan tetap, maka Presbiter yang menggantikan dengan menjabat kurang dari setengah masa tugas tidak dihitung sudah menjalankan 1 (satu) kali masa tugas.



Pasal 12



1. Penetapan PHMJ dilakukan Pasal 12:1 oleh Majelis Sinode dalam surat keputusan.



: Cukup jelas



Hal. 166



2. PHMJ terpilih bertugas Pasal 12:2 setelah serah terima dalam sidang majelis jemaat. Pasal 12:3 3. PHMJ terpilih diperkenalkan kepada jemaat dalam ibadah hari Minggu.



1.



2.



3.



4.



Pasal 13 Ketentuan Penutup Peraturan Nomor 2 ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka semua ketentuan mengenai Majelis Jemaat yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku. Apabila ada hal-hal yang belum diatur oleh peraturan ini, maka Majelis Sinode dapat menyusun dan menetapkannya dalam Sidang Majelis Sinode sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode yang terdekat. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila:



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 13 Pasal 13:1



: Cukup jelas



Pasal 13:2



: Cukup jelas



Pasal 13:3



: Cukup jelas



Pasal 13:4



: Cukup jelas



Hal. 167



a. Diusulkan oleh lebih Pasal 13:4.a dari 2/3 jumlah Jemaat atau; b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui Pasal 13:4.b oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat; c. Usul-usul perubahan Pasal 13:4.c disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 168



PERATURAN NOMOR 3 TENTANG UNIT-UNIT MISIONER MEMORI PENJELASAN Pasal 1 Pengertian



Pasal 1



1. Unit Misioner adalah wadah Pasal 1:1 pembinaan dan pelaksana misi GPIB dalam rangka Pembangunan Jemaat secara berkesinambungan dibawah tanggung jawab Majelis Jemaat / Majelis Sinode; 2. Unit-unit misioner pada Pasal 1:2 lingkup Sinodal dikoordinasikan oleh salah satu Presbiter dan pada lingkup Jemaat sesuai dengan kebutuhan.



: Cukup jelas



: Unit-unit misioner tertentu yang dimaksud adalah DepartemenTeologi, Pelkes, Germasa, PPSDIPPK, InforkomLitbang dan PEG di lingkup sinodal. Presbiter yang dimaksudkan adalah Diaken, Penatua, Pendeta yang diberikan tugas khusus untuk itu dan ditentukan oleh Majelis Sinode. Ketua dan



Hal. 169



3. Unit Misioner adalah : a. Pelayanan Kategorial; b. Komisi; c. Panitia;



d. Kelompok Kerja; e. Musyawarah Pelayanan (Mupel); f. Kelompok FungsionalProfesional (KFP); g. Badan Usaha Milik Gereja (BUMG); h. Unit-unit Usaha Milik Gereja (UUMG); i. Departemen;



Sekretaris Departemen bekerja penuh waktu dan diatur dalam PPMS. Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Dilingkup Sinodal dan jemaat, presbiter tidak diperbolehkan menjadi panitia pembangunan karena menyangkut dana yang besar dan waktu yang lama. Pemisahan tanggung jawab antara pemberi kerja dan pelaksana kerja dari aspek hukum Cukup jelas Cukup Jelas



Pasal 1:3 Pasal 1:3.a Pasal 1:3.b Pasal 1:3.c



: : : :



Pasal 1:3.d Pasal 1:3.e



: :



Pasal 1:3.f



: Cukup jelas



Pasal 1:3.g



: Cukup jelas



Pasal 1:3.h



: Cukup jelas



Pasal 1:3.i



: Cukup jelas



Hal. 170



j. Unit Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat (UP2M). k. Unit Penanggulangan Bencana (Crisis Centre). l. Pelayanan Masyarakat Kota dan Industri (PMKI). m. Yayasan (khusus yayasan hubungan koordinatif dengan GPIB). n. Dana Pensiun. o. Sesuai kebutuhan. 4. Rincian tentang setiap unit misioner diatur dalam peraturan tersendiri. Pasal 2 Fungsi



Pasal 1:3.j



: Cukup jelas



Pasal 1:3.k



: Cukup jelas



Pasal 1:3.l



: Cukup jelas



Pasal 1:3.m



: Cukup jelas



Pasal 1:3.n Pasal 1:3.o Pasal 1.4



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 2



: Cukup jelas



Unit misioner berfungsi membantu Majelis Sinode / Majelis Jemaat merumuskan kebijakan, merencanakan program dan melaksanakan kegiatan pada bidang-bidang kegiatan sebagai penjabaran dan pelaksanaan PKUPPG. Pasal 3 Tugas dan Wewenang



Pasal 3



1. Tugas-tugas Unit Misioner Pasal 3:1 diatur oleh Majelis Sinode / Majelis Jemaat sesuai dengan



: Cukup jelas



Hal. 171



kebijakan dan kebutuhankebutuhan yang ada berdasarkan Tata Gereja dan Peraturan Pelaksanaanya. 2. Dalam melaksanakan tugastugasnya, Unit Misioner diberikan wewenang oleh Majelis Sinode / Majelis Jemaat, untuk: a. Menyusun Program Kerja dan Anggaran serta Kalender kerja; b. Mengusulkan calon pengurus unit misioner untuk dapat melaksanakan tugas pokok mereka c. Dalam hal mengadakan Perjanjian Kerja Sama dengan pihak lain, Unit Misioner harus mendapat persetujuan tertulis dari Majelis Sinode / Majelis Jemaat. Pasal 4 Tanggung Jawab



Pasal 3:2



: Cukup jelas



Pasal 3:2.a



: Cukup jelas



Pasal 3:2.b



: Hanya untuk unit misioner yang membutuhkan.



Pasal 3:2.c



: yang dimaksudkan dengan pihak lain adalah pihak-pihak yang di luar GPIB.



Pasal 4



1. Setiap Unit Misioner Pasal 4:1 bertanggung jawab kepada Majelis Sinode/Majelis Jemaat atas tugas-tugasnya, sesuai dengan arahan dan wewenang yang ditetapkan oleh Majelis Sinode / Majelis Jemaat.



: Cukup jelas



Hal. 172



2. Unit Misioner bertanggung Pasal 4:2. jawab membuat laporan kepada Majelis Sinode / Majelis Jemaat secara berkala dan pada akhir masa tugas. Pasal 5 Kepengurusan



: Cukup jelas



Pasal 5



1. Seluruh Fungsionaris Unit Pasal 5:1 Misioner ditetapkan oleh Majelis Sinode di lingkup Sinodal dan oleh Majelis Jemaat di lingkup Jemaat; 2. Pemilihan Fungsionaris Unit Pasal 5:2 Misioner dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Majelis Sinode di lingkup sinodal dan oleh Majelis Jemaat di lingkup Jemaat;



3. Bentuk Kepengurusan Unit Misioner diatur lebih lanjut Pasal 5:3 sesuai dengan jenis unit Misioner yang dimaksud; 4. Setiap calon fungsionaris Unit Misioner wajib memenuhi Pasal 5:4 persyaratan kepejabatan GPIB.



: Cukup jelas



: Pemilihan Fungsionaris Unit Misioner dapat dilaksanakan secara elektronik atau virtual atau cara lainnya dengan memakai ketentuan yang sama dengan Pemilihan secara kehadiran fisik. : Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 6



Hal. 173



Masa Tugas



Pasal 6



Masa tugas Unit Misioner, kecuali Panitia dan Pokja, berlangsung selama Masa tugas Majelis Sinode / Majelis Jemaat dan sewaktuwaktu dapat ditinjau jika dianggap perlu.



Pasal 7 Program dan Anggaran 1. Program dan Anggaran Unit Pasal 7 Misioner dipadukan dengan program Majelis Sinode/Majelis Jemaat, sebagai Pasal 7:1 penjabaran PKUPPG; 2. Program dan Anggaran Unit Usaha dan Yayasan dapat disusun dan diatur menurut mekanisme tersendiri dan tidak Pasal 7:2 menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku dengan



: Untuk Badan Hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku pada masing masing. Khusus untuk Pelayanan Kategorial (Pelayanan Anak, Persekutuan Teruna, Gerakan Pemuda, Persekutuan Kaum Perempuan, Persekutuan Kaum Bapak, Persekutuan Kaum Lanjut Usia) di lingkup jemaat berlangsung selama masa tugas PHMJ.



: Cukup jelas



: Khusus untuk yayasan (yang berbadan hukum)



Hal. 174



memperhatikan visi dan misi gereja.



Pasal 8 Rapat – Rapat



setiap pengajuan Program Kerja dan Anggaran, sebelum disetujui oleh Pembina harus diputuskan oleh Sidang Majelis Sinode (SMS) sedangkan untuk Dana Pensiun sesuai peraturan dana pensiun GPIB dan peraturan perundangan yang berlaku. Pasal 8



1. Rapat-rapat



Unit Misioner diatur di dalam Tata Tertib Pasal 8:1 Rapat yang merupakan bagian dari Peraturan Pelaksanaan Majelis Sinode / Majelis Jemaat tentang Sidang / Rapat.



2. Rapat-rapat Unit-unit Misioner



dilakukan untuk: a. Merencanakan; b. Melaksanakan;



Pasal 8:2



: Rapat-rapat dapat dilaksanakan dengan kehadiran fisik atau secara virtual dalam jaringan dengan teknologi digital atau dilaksanakan dengan cara lain yang efektif dan efisien sesuai situasi dan kebutuhan. : Cukup jelas



Hal. 175



c. Mengevaluasi. a. Rapat Koordinasi internal; b. Rapat Koordinasi dengan Majelis Sinode/ Majelis Jemaat;



Pasal 8. 2.a. Pasal 8. 2.b. Pasal 8. 2.c. Pasal 8:3 Pasal 8. 3.a. Pasal 8. 3.b



c. Rapat Koordinasi lintas bidang bila dipandang perlu.



Pasal 8. 3.c.



3. Jenis-jenis Rapat



Pasal 9 Surat Menyurat



Pasal 9



Semua surat - menyurat keluar yang dilakukan oleh Unit-unit Misioner dengan sepengetahuan Majelis Sinode / Majelis Jemaat dan harus diarsipkan. Pasal 10 Perbendaharaan



: : : : : :



Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Bisa terjadi atas inisiatif unit misioner yang bersangkutan atau atas undangan Majelis Sinode / Majelis Jemaat : Cukup jelas



: Kecuali untuk Badan Hukum akan diatur dalam peraturan tersendiri.



Pasal 10



1. Perbendaharaan di lingkungan Unit Misioner dapat disusun Pasal 10:1 mekanismenya dengan berpedoman pada Peraturan Nomor 6 Tata Gereja GPIB Tahun 2021 tentang



: Kecuali untuk Yayasan atau yang berbadan hukum sendiri.



Hal. 176



Perbendaharaan dan peraturan Tata Gereja lainnya; 2. Kebijaksanaan Pengelolaan Pasal 10:2 Perbendaharaan Unit Misioner di lingkup Sinodal kewenangannya berada pada Majelis Sinode dan dapat dikuasakan pengelolaannya kepada Unit Misioner; 3. Kebijaksanaan Pengelolaan Pasal 10:3 Perbendaharaan Unit Misioner di lingkup Jemaat kewenangannya berada pada Majelis Jemaat dan dapat dikuasakan pengelolaannya kepada Unit Misioner Pasal 11 Ketentuan Penutup



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 11



1. Peraturan Nomor 3 ini mulai Pasal 11:1 berlaku sejak tanggal ditetapkan; 2. Dengan ditetapkannya Pasal 11:2 Peraturan ini, maka semua ketentuan mengenai Unit-Unit Misioner yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku. 3. Apabila ada hal-hal yang belum Pasal 11:3 diatur oleh peraturan ini, maka Majelis Sinode dapat menyusun dan menetapkannya dalam Sidang Majelis Sinode



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 177



sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode yang terdekat. 4. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila : a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau; b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat; c. Usul-usul perubahan disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



Pasal 11:4



: Cukup jelas



Pasal 11:4.a



: Cukup jelas



Pasal 11:4.b



: Cukup jelas



Pasal 11:4.c



: Cukup jelas



Hal. 178



PERATURAN NOMOR 4 TENTANG PENGGEMBALAAN KHUSUS MEMORI PENJELASAN Pasal 1 Pengertian



Pasal 1



: Cukup jelas



Penggembalaan khusus adalah tindakan dan sikap Gerejawi untuk menjaga kekudusan hidup, ketertiban dan keteraturan pelayanan, serta kemurnian ajaran. Pasal 2 Otoritas dan Dasar 1. Yesus Kristus Kepala Gereja



memberikan otoritas kepada Gereja selaku tubuh-Nya untuk menyatakan pemerintahan-Nya atas kehidupan umat-Nya agar tertib dan teratur. 2. Dasar pelaksanaan Penggembalaan Khusus adalah : a. Firman Allah; b. Pengakuan Iman Gereja; c. Pemahaman Iman GPIB; d. Peraturan GPIB yang berlaku; e. Akta Gereja GPIB.



Pasal 2



Pasal 2:1



: Cukup jelas



Pasal 2:2



: Cukup jelas



Pasal 2:2.a Pasal 2:2.b Pasal 2:2.c Pasal 2:2.d



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 2:2.e



: Cukup jelas



Hal. 179



Pasal 3 Tujuan Penggembalaan Khusus Penggembalaan Khusus dilakukan Gereja dengan tujuan: 1. Memelihara kekudusan hidup umat Allah; 2. Memelihara persekutuan Jemaat agar senantiasa tertib dan teratur; 3. Membimbing Presbiter dan Warga ke dalam pertobatan dan menerima keselamatan; 4. Memelihara kebenaran Pemberitaan Firman, Ajaran Gereja dan Peraturan GPIB. Pasal 4 Pemberlakuan Penggembalaan Khusus 1. Penggembalaan Khusus dapat diberlakukan bagi : a. Warga Gereja; b. Diaken / Penatua; c. Pendeta. 2. Penggembalaan Khusus diberlakukan dengan membedakan kasus-kasus organisasi yang memerlukan keputusan Sidang Majelis Jemaat dan kasus-kasus non organisasi yang memerlukan



Pasal 3



Pasal 3:1



: Cukup jelas



Pasal 3:2



: Cukup jelas



Pasal 3:3



: Cukup jelas



Pasal 3:4



: Cukup jelas



Pasal 4



Pasal 4:1



: Cukup jelas



Pasal 4:1.a Pasal 4:1.b Pasal 4:1.c Pasal 4:2



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Kasus-kasus organisasi adalah pelanggaran atas Tata Gereja dan PeraturanPeraturan GPIB. Kasus – Kasus Non Organisasi adalah



Hal. 180



tanggung jawab pastoral dan rekomendasi Pendeta / Ketua Majelis Jemaat. 3. Hasil Penggembalaan Khusus dapat berbentuk : a. Pembaharuan pengakuan; b. Rekomendasi tertulis; c. Pengakhiran jabatan bagi fungsionaris pelayanan. Pasal 5 Pelaksana Penggembalaan Khusus



Pasal 4:3



pelanggaran atas ketentuan Alkitabiah dan Pemahaman Iman GPIB. : Cukup jelas



Pasal 4:3.a : Cukup jelas Pasal 4:3.b : Cukup jelas Pasal 4:3.c : Cukup jelas



Pasal 5



1. Di Lingkup Jemaat a. Pendeta, atau Pendeta Pasal 5:1 : Cukup jelas bersama Diaken dan Pasal 5:1.a : Untuk kasus-kasus Penatua menjadi Tim non organisasi, Pastoral Jemaat untuk penggembalaan melaksanakan tindakan terhadap Diaken dan disiplin gereja dan Penatua dilaksanakan memberikan rekomendasi oleh Pendeta. kepada Sidang Majelis Jemaat; b. Dalam hal pelaksanaan disiplin memerlukan Pasal 5:1.b : Cukup jelas arahan Majelis Sinode maka Sidang Majelis Jemaat membentuk Tim Pastoral Jemaat dan melaporkannya kepada Majelis Sinode;



Hal. 181



c.



Dalam hal yang Pasal 5:1.c digembalakan adalah seorang pendeta, maka Majelis Jemaat menyerahkan proses penggembalaannya kepada Majelis Sinode. 2. Di Lingkup Sinodal Pasal 5:2 a. Penggembalaan khusus Pasal 5:2.a terhadap Pendeta dilakukan oleh Majelis Sinode;



: Cukup jelas



: Cukup jelas : Dapat dibantu oleh Tim Pastoral Sinodal (mengacu Peraturan Pokok I pasal 17 C). b. Penggembalaan Khusus Pasal 5:2.b : Penggembalaan untuk Fungsionaris Majelis terhadap Sinode dilakukan oleh Tim Diaken/Penatua Pastoral Sinodal . menjabat sebagai Fungsionaris Majelis Sinode, dilakukan oleh Tim Pastoral Sinodal dengan melibatkan Pendeta/KMJ dan anggota Majelis Jemaat dimana Diaken/Penatua tersebut berjemaat. Pasal 6 Langkah-langkah



Pasal 6



Langkah-langkah pelaksanaan Penggembalaan Khusus, sebagai berikut: 1. Bagi Warga Jemaat : Pasal 6:1



: Cukup jelas



Hal. 182



a. Penggembalaan Khusus Pasal 6:1.a melalui pendampingan pastoral;



: Pelaksanaan Penggembalaan Khusus mengikuti kesaksian Matius 18 : 15-17 b. Pemberian Sanksi Pasal 6:1.b : Cukup jelas 2. Bagi Diaken dan Penatua : Pasal 6:2 : Cukup jelas a. Penggembalaan Khusus Pasal 6:2.a : Bilamana terjadi melalui percakapan kesalahan dalam pastoral; pelaksanaan tugas. b. Penggembalaan Khusus melalui percakapan pastoral disertai dengan penonaktifan sementara dari tugas pelayanan; c. Diakhiri kepejabatannya. 3. Bagi Pendeta : a. Penggembalaan Khusus melalui percakapan pastoral; b. Penggembalaan Khusus melalui percakapan pastoral disertai dengan penonaktifan sementara dari tugas pelayanan; c. Diakhiri kepejabatan. 4. Pendampingan dan percakapan pastoral dalam penggembalaan khusus dapat dilaksanakan dengan kehadiran fisik atau secara virtual, dalam jaringan dengan menggunakan teknologi



Pasal 6:2.b : Bilamana kesalahan melanggar harmoni sosial (moral, ajaran gereja dan lain-lain). Pasal 6:2.c Pasal 6:3 Pasal 6:3.a



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 6:3.b : -Tidak boleh melayani Firman dan Pelayanan Sakramen. Dinonaktifkan untuk waktu tertentu. Pasal 6:3.c : Cukup jelas Pasal 6:4 : diserahkan pertimbangannya kepada yang melakukan penggembalaan.



Hal. 183



digital atau dilaksanakan dengan cara lain sesuai dengan situasi dan kebutuhan dengan tetap menjaga kerahasiaannya. 5. Dibuat Berita Acara tentang Pasal 6:5 penyelesaian masalah / penggembalaan. Pasal 7 Ketentuan Penutup 1. Peraturan Nomor 4 ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan; 2. Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka semua ketentuan mengenai Penggembalaan Khusus yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku. 3. Apabila ada hal-hal yang belum diatur oleh peraturan ini, maka Majelis Sinode dapat menyusun dan menetapkannya dalam Sidang Majelis Sinode sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode yang terdekat. 4. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam



: Cukup jelas



Pasal 7



Pasal 7:1



: Cukup jelas



Pasal 7:2



: Cukup jelas



Pasal 7:3



: Cukup jelas



Pasal 7:4



: Cukup jelas



Hal. 184



dan oleh Persidangan Sinode Raya bila : Pasal 7:4.a : Cukup jelas a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau; Pasal 7:4.b : Cukup jelas b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat; Pasal 7:4.c : Cukup jelas c. Usul-usul perubahan disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



Hal. 185



PERATURAN NOMOR 5 TENTANG MEKANISME PERSIDANGAN SINODE MEMORI PENJELASAN Mekanisme Persidangan Sinode menyangkut Tata Tertib Persidangan Sinode, Pemilihan fungsionaris Majelis Sinode dan Pemilihan fungsionaris BPPG. Pasal 1 Pengertian



Pasal 1



: Persidangan Sinode secara virtual atau cara lainnya dilaksanakan menggunakan tata tertib yang diatur dalam peraturan ini dengan penyesuaian penyesuaian teknis tanpa mengurangi bobot dan kualitas persidangan dan ditetapkan diawal Persidangan.



Pasal 2



: Cukup jelas



Tata Tertib Persidangan Sinode adalah pedoman tentang bagaimana proses bersidang yang dilaksanakan dengan kehadiran fisik atau virtual dalam jaringan dengan menggunakan teknologi digital atau yang dilaksanakan dengan cara lain yang efektif dan efisien sesuai situasi dan kebutuhan, dengan tertib dan teratur secara gerejawi agar tercapai tujuan Persidangan.



Pasal 2 Status Tata Tertib ini merupakan perangkat dari Persidangan Sinode



Hal. 186



Pasal 3 Maksud dan Tujuan Tata Tertib ini mempunyai Maksud dan Tujuan: 1. Menjaga ketertiban dan kelancaran Persidangan; 2. Memberikan rambu-rambu kepada seluruh peserta sidang tentang bagaimana jalannya Persidangan; 3. Mewujudkan etika bersidang yang gerejawi; 4. Menjaga kelancaran dan ketertiban proses pemilihan anggota Majelis Sinode dan BPPG. Pasal 4 Fungsi



Pasal 3



Pasal 3:1



: Cukup jelas



Pasal 3:2



: Cukup jelas



Pasal 3:3



: Cukup jelas



Pasal 3:4



: Cukup jelas



Pasal 4



Tata Tertib ini berfungsi : 1. Memberikan pedoman kepada Pasal 4:1 Pimpinan Sidang dan Peserta untuk bersama-sama menciptakan suasana ketertiban dan kelancaran Persidangan; 2. Mengawal berjalannya sidang Pasal 4:2 sesuai dengan agenda yang telah ditetapkan; 3. Menjadi pedoman dalam proses Pasal 4:3 pemilihan fungsionaris Majelis Sinode dan BPPG.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 187



Pasal 5 Susunan Tata Tertib ini mencakup : 1. Penanggung jawab a. Penanggung Jawab adalah Majelis Sinode; b. Penanggung Jawab wajib hadir di ruang sidang selama sidang berlangsung. 2. Penyelenggara a. Penyelenggara adalah Panitia Pelaksana yang ditetapkan oleh Majelis Sinode; b. Penyelenggara wajib menjaga kelancaran Persidangan Sinode sesuai tugasnya. 3. Pengarah Pengarah adalah Panitia yang bertugas mengarahkan Persidangan Sinode agar berjalan sesuai dengan Peraturan dan tata tertib yang berlaku.



Pasal 5



Pasal 5:1 Pasal 5:1.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 5:1.b



: Cukup jelas



Pasal 5:2



: Cukup jelas



Pasal 5:2.a



: Cukup jelas



Pasal 5:2.b



: Cukup jelas



Pasal 5:3



: Panitia Pengarah dipilih dari utusan yang berasal dari Mupel-Mupel dan ditetapkan dalam persidangan, maksimal 5 orang : Cukup jelas : Cukup jelas



4. Peserta Pasal 5:4 a. Peserta adalah sesuai dengan Pasal 5:4.a Peraturan Pokok No. II tentang Persidangan Sinode, Pasal 5. b. Peserta adalah mereka yang Pasal 5:4.b telah menggumuli materi Persidangan Sinode yang



: Cukup jelas



Hal. 188



telah dikirimkan terlebih dahulu ke Jemaat-jemaat. c. Peserta wajib mengikuti seluruh acara sesuai tugas dan bidang kegiatan masingmasing. 5. Pimpinan Sidang a. Pimpinan Sidang adalah Majelis Ketua yang didampingi Sekretaris Umum Majelis Sinode selaku Sekretaris Persidangan; b. Majelis Ketua sebanyak 5 orang yang terdiri atas unsur: Diaken, Penatua dan Pendeta;



Pasal 5:4.c



: Cukup jelas



Pasal 5:5 Pasal 5:5.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 5:5.b



: Unsur tetap pada pimpinan Sidang adalah tuan rumah, sedangkan unsur di luar tuan rumah harus ada unsur perempuan. : Yang dimaksud adalah Persidangan Sinode menurut peraturan Pokok Nomor II pasal 4 tentang bentuk sidang



c. Majelis Ketua adalah Pasal 5:5.c Presbiter utusan Jemaat dan sudah pernah menjadi peserta minimal satu kali dalam Persidangan Sinode serta hadir dalam Paripurna pertama; yang pengadaannya dengan cara: 1. Diusulkan oleh Majelis Pasal 5:5.c.1 Sinode dan ditetapkan oleh Persidangan Sinode; 2. Dipilih dan diusulkan oleh Mupel-Mupel dan Pasal 5:5.c.2



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 189



ditetapkan oleh Persidangan Sinode. d. Pimpinan Sidang wajib hadir dan mengawal jalannya sidang dan rapat sesuai agenda agar mencapai tujuannya. 6. Pimpinan Komisi, Seksi dan Panitia. a. Pimpinan Komisi, Seksi dan Panitia memimpin Komisi, Seksi dan Panitia masingmasing, sesuai pengaturan Pimpinan Sidang; b. Pimpinan Komisi, Seksi dan Panitia dipilih oleh dan diantara anggota-anggota Komisi dan Seksi; c. Pimpinan Panitia Kredensi, Panitia Pemilihan, fungsionaris Majelis Sinode dan BPPG ditetapkan oleh Sidang Paripurna Persidangan Sinode; d. Pimpinan Komisi, Seksi dan Panitia wajib hadir dan mengawal rapat-rapat Komisi, Seksi dan Panitia sesuai agenda agar mencapai tujuannya. Pasal 6 Agenda dan Materi



Pasal 5:5.d



: Cukup jelas



Pasal 5:6



: Cukup jelas



Pasal 5:6.a



: Cukup jelas



Pasal 5:6.b



: Cukup jelas



Pasal 5:6.c



: Cukup jelas



Pasal 5:6.d



: Cukup jelas



Pasal 6



: Cukup jelas



Hal. 190



1. Materi yang digunakan selama Persidangan Sinode adalah yang dipersiapkan oleh Majelis Sinode. Di luar itu adalah tidak sah. 2. Materi perangkat teologi, misiologi dan eklesiologi GPIB yang akan dibahas dan ditetapkan di Persidangan Sinode Raya dipersiapkan oleh Panitia Materi yang dibentuk oleh Majelis Sinode. 3. Proses persiapan materi perangkat teologi, misiologi dan eklesiologi GPIB harus melalui tahap Rancangan Dasar (Randas), Rancangan Umum (Ranum) dan Rancangan Ketetapan (Rantap) untuk dijadikan Ketetapan. 4. Rancangan Ketetapan (Rantap) perangkat teologi, misiologi dan eklesiologi GPIB yang akan disepakati dan ditetapkan di Persidangan Sinode Raya disampaikan oleh Majelis Sinode. 5. Agenda Persidangan disiapkan oleh Majelis Sinode dan ditetapkan dalam Paripurna pertama Persidangan Sinode. 6. Materi persidangan sudah disampaikan oleh Majelis Sinode kepada Jemaat paling lambat 30



Pasal 6:1



: Cukup jelas.



Pasal 6:2



: Cukup jelas



Pasal 6:3



: Cukup jelas



Pasal 6 : 4



: Cukup jelas



Pasal 6:5



: Cukup jelas



Pasal 6:6



: Cukup jelas.



Hal. 191



(tiga puluh) hari sebelum Persidangan Sinode, dalam bentuk softcopy. Pasal 7 Tata Cara 1. Persidangan Sinode dinyatakan sah dan dapat mengambil keputusan apabila: a. Dihadiri oleh sekurangkurangnya setengah dari jumlah Jemaat GPIB ditambah satu; b. Jika pada saat Persidangan dibuka kuorum belum terpenuhi maka Persidangan ditunda paling lama 2 (dua) jam; dan setelah masa penundaan berakhir, Persidangan dinyatakan sah untuk dilanjutkan. 2. Hak Bicara dan Hak Suara a. Setiap peserta mempunyai hak bicara;



Pasal 7



Pasal 7:1



: Cukup jelas



Pasal 7:1.a



: Cukup jelas



Pasal 7:1.b



: Cukup jelas



Pasal 7:2 Pasal 7:2.a



: Cukup jelas : Agar dipersiapkan peralatan yang mengatur waktu bicara maksimum. : Cukup jelas



b. Supaya persidangan lancar Pasal 7:2.b dan berlangsung efektif dan efisien, setiap perutusan Jemaat mempercayakan hak bicaranya kepada 1 (satu) orang dalam satu babak;



Hal. 192



c. Jika seorang peserta melakukan interupsi yang bersangkutan berada di tempat disiapkan untuk itu;



akan Pasal 7:2.c maka harus yang



d. Majelis Ketua mempunyai hak interupsi terhadap pembicaraan yang menyimpang dari pokok pembahasan; e. Majelis Ketua mempunyai hak memberikan izin untuk peserta memberikan pendapat/interupsi; f. Setiap Jemaat, Majelis Sinode dan BPPG mempunyai 1 (satu) hak suara dalam pengambilan keputusan dan pemilihan. 3. Cara menggunakan Hak Bicara a. Demi menjaga kelancaran dan ketertiban sidang, maka setiap peserta Persidangan yang akan menggunakan Hak Bicaranya, mendaftarkan diri dan meminta izin menggunakan Hak Bicara kepada Pimpinan Sidang; b. Pembicara dapat berbicara selama waktu tertentu setelah memperoleh izin dari



Pasal 7:2.d



: Tempat termaksud disiapkan dan diberikan tanda khusus, dengan demikian interupsi tidak dilakukan di tempat. : Cukup jelas



Pasal 7:2.e



: Cukup jelas



Pasal 7:2. f



: Cukup jelas



Pasal 7:3 Pasal 7:3.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 7:3.b



: Cukup jelas



Hal. 193



Pimpinan Sidang. Selama seorang pembicara sedang menyampaikan pendapat / penjelasan / pokok pikirannya, ia tidak boleh diganggu; c. Pimpinan Sidang harus Pasal 7:3.c menentukan batas waktu berbicara bagi setiap pembicara. Jika melewati batas waktu yang telah ditentukan, maka Pimpinan Sidang berhak menegur yang bersangkutan untuk mengakhiri pembicaraannya; d. Pimpinan Sidang mempersilahkan para peserta Pasal 7:3.d yang akan berbicara untuk menuju tempat secara berurutan di tempat-tempat yang disiapkan. e. Untuk setiap topik pembicaraan peserta Pasal 7:3.e menyepakati lamanya waktu yang akan dipergunakan. Dengan demikian ketika waktu selesai maka bagi mereka yang belum memperoleh kesempatan berbicara dianggap selesai dan dapat masuk ke babak berikut jika masih ada kesempatan;



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 194



f. Setiap Peserta mempunyai hak interupsi dan atas persetujuan Pimpinan Sidang dapat digunakan untuk meminta penjelasan atau menjelaskan duduknya persoalan; g. Pembicara yang menggunakan kata-kata yang mengganggu ketertiban atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau Tata Tertib Persidangan, diberi peringatan atau dihentikan oleh Pimpinan Sidang; h. Jika pembicara tersebut tidak mengindahkan peringatan Pimpinan Sidang dalam ayat 3.f di atas, Pimpinan Sidang dapat melarangnya meneruskan pembicaraan, atau mencabut hak bicaranya.; dan bila larangan itu tetap tidak diindahkan, maka Pimpinan Sidang dapat menyuruh peserta tersebut meninggalkan ruangan Sidang. 4. Pengambilan keputusan dilaksanakan sebagai berikut :



Pasal 7:3.f



: Cukup jelas



Pasal 7:3.g



: Cukup jelas



Pasal 7:3.h



: Cukup jelas



Pasal 7:4



: Sesuai pasal 11 Peraturan Pokok Nomor II tentang Persidangan Sinode



Hal. 195



a. Setiap keputusan diambil Pasal 7:4.a berdasarkan musyawarah untuk mufakat. b. Apabila tidak diperoleh Pasal 7:4.b mufakat diadakan pemungutan suara. c. Apabila pemungutan suara Pasal 7:4.c belum menghasilkan keputusan, maka pemungutan suara diulangi sekali lagi. Bila belum juga diperoleh keputusan maka keputusan akhir diserahkan kepada Panitia Pengarah dan Majelis Ketua. Keputusan Panitia Pengarah dan Majelis Ketua menjadi Keputusan Persidangan Sinode. Pasal 8 Berita Acara Persidangan 1. Untuk setiap acara Sidang Paripurna harus dibuat Berita Acara secara tertulis sesuai formulir Berita Acara yang disediakan oleh Panitia Penyelenggara Persidangan Sinode, yang mencakup: a. Hari, tanggal, waktu dan tempat; b. Pimpinan Sidang; c. Materi-materi Pokok Pembicaraan;



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 8



Pasal 8:1



: Cukup jelas



Pasal 8:1.a



: Cukup jelas



Pasal 8:1.b Pasal 8:1.c



: Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 196



2.



3.



4.



5.



d. Keputusan atau kesimpulan pembicaraan setiap materi pokok pembicaraan; e. Keterangan lain yang dianggap perlu untuk dicatat; f. Lampiran daftar hadir peserta yang berisi : nama, status peserta dan tanda tangan. Pimpinan Sidang wajib menuangkan setiap keputusan dalam Naskah Berita Acara Keputusan Sidang, dan setelah dibacakan di hadapan Sidang, ditandatangani oleh Majelis Ketua dan Sekretaris Persidangan. Khusus untuk Berita Acara Pemilihan anggota Majelis Sinode dan BPPG di samping sebagaimana diatur pada ayat 1 (satu), dilampirkan pula Berita Acara proses pemilihan dan rekaman data jumlah suara untuk tiap jabatan. Setiap Naskah Berita Acara Keputusan Sidang dibuat Ketetapan Persidangan yang ditandatangani oleh Majelis Ketua dan Sekretaris Persidangan. Semua Berita Acara Keputusan, dan Ketetapan Persidangan adalah dokumen otentik



Pasal 8:1.d



: Cukup jelas



Pasal 8:1.e



: Cukup jelas



Pasal 8:1.f



: Cukup jelas



Pasal 8:2



: Cukup jelas



Pasal 8:3



: Cukup jelas



Pasal 8:4



: Cukup jelas



Pasal 8:5



: Cukup jelas



Hal. 197



Persidangan yang diserahkan kepada Sinode terpilih.



harus Majelis



Tata Cara Pemilihan Anggota Majelis Sinode Pasal 9 Ketentuan Umum Pasal 9 Pemilihan Anggota Majelis dilakukan oleh dan di Persidangan Sinode Raya sistem pemungutan suara bebas dan rahasia.



: Cukup jelas



Sinode dalam dengan secara



Pasal 10 Pelaksanaan Pemilihan Pasal 10 1. Pemilihan fungsionaris Majelis Sinode dilaksanakan oleh Panitia Kredensi dan Panitia Pemilihan yang dibentuk sebagaimana diatur dalam pasal ini. 2. a. Panitia Kredensi dan Panitia Pemilihan terdiri atas peserta Persidangan Sinode Raya. b. Anggota Panitia Kredensi dan Panitia Pemilihan terdiri atas : 1. Dua orang Presbiter mewakili Jemaat-jemaat dari setiap wilayah Musyawarah Pelayanan (Mupel), dan yang pernah



Pasal 10:1



: Cukup jelas



Pasal 10:2.a



: Cukup jelas



Pasal 10:2.b



: Cukup Jelas.



Pasal 10:2.b.1 : Cukup jelas.



Hal. 198



mengikuti Persidangan Sinode GPIB, dengan ketentuan 1 (satu) orang menjadi Panitia Kredensi dan 1 (satu) orang menjadi Panitia Pemilihan; 2. Majelis Sinode : 1 (satu) orang; 3. BPPG : 1 (satu) orang. 4. Dalam hal Persidangan Sinode Raya dilaksanakan secara virtual atau cara lainnya maka jumlah panitia pemilihan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan ditetapkan diawal Persidangan tanpa mengurangi bobot dan kualitas pemilihan. 5. Dalam hal seluruh Fungsionaris Majelis Sinode dan BPPG masih dapat dipilih maka tidak ada utusannya sebagai Panitia Kredensi dan Panitia Pemilihan. c. Anggota Panitia Kredensi dan Panitia Pemilihan, tidak dapat dipilih menjadi fungsionaris Majelis Sinode dan BPPG. d. Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris, Wakil Sekretaris Panitia Kredensi dan Panitia



Pasal 10:2.b.2 : Cukup jelas Pasal 10:2.b.3 : Cukup jelas Pasal 10: 2.b.4 : Cukup jelas



Pasal 10: 2.b.5 : Cukup jelas



Pasal 10:2.c



: Cukup jelas



Pasal 10:2.d



: Cukup jelas



Hal. 199



Pemilihan dipilih dari dan oleh anggotanya. 3. Panitia Pemilihan diberikan Pasal 10:3 kewenangan untuk meminta saksi dari utusan yang memenuhi 3 (tiga) unsur Diaken, Penatua dan Pendeta. 4. Untuk mempersiapkan Pasal 10:4 pelaksanaan Pemilihan, maka Sidang diskors / ditunda oleh Majelis Ketua selama 1 (satu) jam, sesudah itu Sidang dibuka kembali dan Majelis Ketua menyerahkan pimpinan Sidang kepada Ketua Panitia Pemilihan. 5. Dalam hal Persidangan Sinode Pasal 10 : 5 Raya dilaksanakan secara virtual atau cara lainnya maka skors/tunda pada butir 4 (empat) diatas dilaksanakan selama 30 (tiga puluh) menit. Pasal 11 Persyaratan Calon Fungsionaris Majelis Sinode



: saksi yang dimaksud bukanlah anggota Panitia Pemilihan. : Cukup Jelas



: Cukup Jelas



Pasal 11



Calon-calon Fungsionaris Majelis Sinode 1. Calon Fungsionaris Majelis Pasal 11:1 Sinode adalah Presbiter peserta Persidangan Sinode Raya yang adalah utusan Jemaat dan Fungsionaris Majelis Sinode serta anggota BPPG sesuai



: Cukup Jelas.



Hal. 200



Peraturan Pokok No. II Pasal 5 ayat 1.a. 2. Calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Kualitatif. 1. Presbiter GPIB; 2. Memiliki sifat Gembala; 3. Memiliki kepemimpinan visioner dan penatalayanan gerejawi; 4. Memiliki dedikasi dan kesetiaan kepada GPIB; 5. Memiliki wawasan yang cukup (baik) mengenai GPIB, Oikumene dan masyarakat; 6. Sehat rohani dan jasmani. b. Administratif 1. Berijazah sekurang kurangnya S1; 2. Menyatakan kesediaannya secara tertulis; 3. Belum menjalani dua kali masa tugas sebagai fungsionaris Majelis Sinode; 4. Yang bersangkutan bukan anggota Panitia Pemilihan; 5. Bagi Pendeta, dalam 15 tahun pernah menjabat sebagai Ketua Majelis



Pasal 11:2



: Cukup jelas



Pasal 11:2.a Pasal 11:2.a.1 Pasal 11:2.a.2 Pasal 11:2.a.3



: : : :



Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas



Pasal 11:2.a.4 : Cukup jelas Pasal 11:2.a.5 : Cukup jelas



Pasal 11:2.a.6 : Cukup jelas Pasal 11:2.b : Cukup jelas Pasal 11:2.b.1 : Cukup Jelas Pasal 11:2.b.2 : Cukup jelas



Pasal 11:2.b.3 : Cukup jelas



Pasal 11:2.b.4 : Cukup jelas



Pasal 11:2.b.5 : Sebagai Majelis



Ketua Jemaat



Hal. 201



Jemaat minimal di 2 minimal 3 (tiga) (dua) Mupel yang tahun. berbeda atau telah menjalani tugas kependetaan dari GPIB selama 15 (lima belas) tahun di lintas ruang (Jemaat, Departemen lingkup Sinodal, Kantor Majelis Sinode, Lembaga Pendidikan, Lembaga Keesaan, Lembaga Negara dan Lembaga Non Gereja lainnya) dan pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Jemaat; 6. Usia bagi Pendeta minimal 40 tahun dan Pasal 11:2.b.6 : Cukup jelas belum mencapai 60 tahun pada saat pemilihan dan pernah mengikuti Persidangan Sinode sebelumnya baik sebagai peserta utusan Jemaat atau sebagai Undangan Majelis Sinode; 7. Bagi Diaken dan Penatua, usia minimal 40 Pasal 11:2.b.7 : Cukup Jelas tahun dan belum mencapai 60 tahun pada saat pemilihan. Menjalani masa



Hal. 202



pelayanan sebagai Presbiter minimal di masa tugas kedua dan pernah / sedang menjabat sebagai fungsionaris PHMJ di masa tugas kedua PHMJ atau pernah/menjabat sebagai Fungsionaris Majelis Sinode / BPPG. Pernah mengikuti Persidangan Sinode minimal 1 (satu) kali sebagai utusan Jemaat atau sebagai undangan Majelis Sinode; 8. Harus hadir dalam ruangan pemilihan pada Pasal 11:2.b.8 : Cukup jelas saat proses pemilihan berlangsung. Pasal 12 Pemilih



Pasal 12



: Cukup jelas



Pasal 13



: Cukup jelas



Pemilih adalah utusan jemaat dalam Persidangan Sinode Raya, sesuai Peraturan Pokok No II Pasal 5 ayat 1 butir a1, a2 dan a3, Majelis Sinode dan BPPG.



Pasal 13



Hal. 203



Tata Cara Pemilihan Fungsionaris Majelis Sinode Sidang Paripurna untuk memilih fungsionaris Majelis Sinode dipimpin oleh Panitia Pemilihan. Proses Pemilihan dilaksanakan melalui 4 (empat) tahap yaitu : 1. Tahap I : Pemeriksaan keabsahan Pasal 13:1 peserta oleh Panitia Kredensi.



2. Tahap II : Pencalonan a. Panitia pemilihan mengumumkan nama-nama calon yang sudah disahkan oleh Paripurna; b. Setiap Jemaat berhak memilih satu orang calon dari daftar yang diumumkan, bagi setiap jabatan secara tertulis. Nama yang ditulis di luar daftar nama yang direkomendasikan dinyatakan gugur; c. Panitia pemilihan mengumpulkan nama-nama calon yang diajukan oleh setiap Jemaat; d. Panitia Pemilihan menanyakan kesediaan para calon dan jabatan yang



Pasal 13:2 Pasal 13:2.a



: Hasil pemeriksaan panitia Kredensi diserahkan kepada Majelis Ketua untuk disahkan dalam sidang paripurna. : Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 13:2.b



: Cukup jelas



Pasal 13:2.c



: Cukup jelas



Pasal 13:2.d



: Cukup jelas



Hal. 204



disanggupinya secara tertulis hanya untuk 2 jabatan; e. Untuk setiap jabatan, panitia mengajukan 3 (tiga) nama calon yang mendapat suara terbanyak; f. Panitia Pemilihan menyampaikan daftar nama calon untuk masing-masing jabatan kepada Persidangan Sinode; g. Setiap calon dapat dicalonkan oleh Panitia untuk 2 (dua) jabatan. 3. Tahap III : Pemilihan a. Persidangan Sinode Raya memilih untuk tiap jabatan Majelis Sinode dari daftar calon yang diajukan oleh Panitia Pemilihan Majelis Sinode; b. 1. Cara pemungutan suara dilakukan secara langsung, bebas, rahasia dan tertulis baik secara elektronik atau secara manual; 2. Jika pemilihan dilaksanakan secara elektronik maka sistem Pemilihan harus dipersiapkan oleh Majelis Sinode minimal 2 tahun sebelum PSR.



Pasal 13:2.e



: Cukup jelas



Pasal 13:2.f



: Cukup jelas



Pasal 13:2.g



: Cukup jelas



Pasal 13:3 Pasal 13:3.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 13.3.b.1 : Cukup jelas.



Pasal 13.3.b.2 : Cukup jelas



Hal. 205



3. Apabila terjadi situasi tertentu maka sistem pemilihan secara elektronik yang disiapkan oleh Majelis Sinode termasuk tahap sosialisasi ke seluruh jemaat dapat dilakukan minimal 2 (dua) bulan sebelum PSR.



c. Untuk jabatan Ketua Umum dilaksanakan Pemilihan secara bertahap 2 kali :



Pasal 13:3.b.3 : yang dimaksud situasi tertentu adalah situasi memaksa (selain kahar) seperti pandemi covid’19 atau bencana non alam lainnya yang tidak memungkinkan penyiapan sistem pemilihan dilakukan dalam jangka waktu 2 tahun sebelum PSR. Pasal 13:3.c : dasar teologi dari Primus Interparest yaitu yang pertama diantara yang setara. Pasal 13:3.c.1 : Cukup jelas



1. Untuk mendapatkan 2 (dua) calon dari 3 (tiga) calon yang diusulkan Panitia; 2. Untuk mendapatkan satu orang yang terpilih dari 2 Pasal 13:3.c.2 : Cukup jelas (dua) calon tersebut; 3. Calon yang mendapatkan jumlah suara lebih dari ½ Pasal 13:3.c.3 : Cukup jelas (setengah) tambah 1 (satu) pada pemilihan tahap pertama langsung dinyatakan terpilih;



Hal. 206



d. Calon yang mendapatkan suara terbanyak dinyatakan terpilih; e. Kalau ternyata ada caloncalon yang mendapatkan suara yang sama maka diadakan Pemilihan ulang khusus untuk calon tersebut; f. Bila jumlah suara tetap sama, maka dilakukan musyawarah antara yang bersangkutan untuk menentukan yang menjadi calon tetap. 4. Tahap IV : Pelaporan a. Panitia Pemilihan menyampaikan laporan tertulis dilengkapi dengan nama-nama calon yang terpilih maupun tidak terpilih berikut perolehan suara dalam setiap tahap Pemilihan, sebagai Hasil Persidangan Sinode Raya sesuai dengan Pasal 6 ayat 2 dalam peraturan ini mengenai proses dan hasil kerjanya kepada Persidangan Sinode; b. Panitia Pemilihan langsung dibubarkan sesudah Persidangan Sinode Raya menerima dan mengesahkan laporan hasil Pemilihannya.



Pasal 13:3.d



: Cukup jelas



Pasal 13:3.e



: Cukup jelas



Pasal 13:3.f



: Cukup jelas



Pasal 13:4 Pasal 13:4.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 13:4.b



: Cukup jelas



Hal. 207



5. Penetapan hasil pemilihan Majelis Sinode. Panitia Pemilihan berdasarkan Berita Pasal 13:5 Acara Pemilihan dengan lampiran data perolehan suara urutan terpilih, mengumumkan dan mengesahkan hasil pemilihan, selanjutnya menyerahkan kepada Majelis Ketua untuk ditetapkan oleh Persidangan.



: Cukup jelas



Pasal 14 Pengisian Kekosongan Jabatan Pasal 14 : 1 1. Apabila terjadi kekosongan jabatan Majelis Sinode, karena yang bersangkutan berhalangan tetap, maka pengisian lowongan tersebut dilaksanakan dalam Persidangan Sinode Tahunan terdekat dan dilanjutkan dengan peneguhan anggota Majelis Sinode terpilih dengan memperhatikan Berita Acara Pemilihan Anggota Majelis Sinode. 2. Dalam hal calon sesuai urutan Hasil Pemilihan di dalam Berita Pasal 14 : 2 Acara Pemilihan Anggota Fungsionaris Majelis Sinode di Persidangan Sinode Raya yang sebelumnya tidak bersedia atau



: Dalam hal penggantian Fungsionaris Majelis Sinode karena berhalangan tetap, maka Presbiter yang menggantikan dengan menjabat kurang dari setengah masa tugas tidak dihitung sudah menjalankan 1 (satu) kali masa tugas : Cukup Jelas



Hal. 208



berhalangan tetap maka akan dilaksanakan pemilihan kembali dipimpin oleh Majelis Ketua. Tata Cara Pemilihan Fungsionaris Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja Pasal 15 Ketentuan Umum Pemilihan Fungsionaris dilakukan oleh dan di Persidangan Sinode Raya sistem pemungutan suara bebas dan rahasia atau bantuan alat elektronik.



Pasal 15



: Cukup jelas



Pasal 16



: Cukup jelas



Pasal 17



: Cukup jelas



BPPG dalam dengan secara dengan



Pasal 16 Panitia Pemilihan Pemilihan fungsionaris BPPG dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan yang dibentuk sebagaimana diatur dalam Pasal 10 peraturan ini. Pasal 17 Pemilih Pemilih adalah utusan jemaat dalam Persidangan Sinode Raya, sesuai Peraturan Pokok No II Pasal 5 ayat 1 butir a1, a2 dan a3, Majelis Sinode dan BPPG.



Hal. 209



Pasal 18 Persyaratan Calon Fungsionaris BPPG Calon-calon fungsionaris Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja (BPPG); 1. Calon anggota BPPG adalah Presbiter peserta Persidangan Sinode Raya yang adalah Utusan Jemaat dan anggota BPPG serta Fungsionaris Majelis Sinode sesuai dengan Peraturan Pokok No II Pasal 5 ayat 1 butir a1, a2 dan a3. 2. Calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Kualitatif. 1. Memiliki sifat jujur, teliti dan bertanggungjawab atas hasil kerjanya; 2. Tidak pernah menjalani penggembalaan khusus; 3. Memiliki kemampuan manajerial/ penatalayanan gerejawi 4. Memiliki dedikasi dan kesetiaan kepada GPIB; 5. Memiliki wawasan yang cukup mengenai GPIB, Oikumene dan masyarakat; 6. Sehat rohani dan jasmani;



Pasal 18



Pasal 18.1



: Cukup Jelas.



Pasal 18.2



: Cukup jelas



Pasal 18.2.a : Cukup jelas Pasal 18.2.a.1 : Cukup jelas



Pasal 18.2.a.2 : Cukup jelas Pasal 18.2.a.3 : Cukup jelas



Pasal 18.2.a.4 : Cukup jelas Pasal 18.2.a.5 : Cukup jelas



Hal. 210



7. Berdomisili di sekitar wilayah domisili Majelis Sinode. b. Administratif 1. Berijazah serendahrendahnya S1; 2. Berlatarbelakang/berpen galaman di bidang perbendaharaan, yang terdiri dari Keuangan, Akuntansi dan Harta Milik, dengan pengalaman minimal 3 tahun di bidang audit; 3. Menyatakan kesediaannya secara tertulis; 4. Belum menjalani dua kali masa tugas berturutturut sebagai fungsionaris BPPG (Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja); 5. Yang bersangkutan bukan anggota Panitia Pemilihan Fungsionaris BPPG (Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja); 6. Usia minimal 40 tahun dan belum mencapai 65 tahun pada saat pemilihan.



Pasal 18.2.a.6 : Cukup jelas Pasal 18.2.a.7 : Cukup jelas



Pasal 18.2.b : Cukup jelas Pasal 18.2.b.1 : Cukup jelas Pasal 18.2.b.2 : Cukup jelas



Pasal 18.2.b.3 : Cukup jelas



Pasal 18.2.b.4 : Cukup jelas



Pasal 18.2.b.5 : Cukup jelas



Pasal 18.2.b.6 : Cukup jelas



Pasal 19



Hal. 211



Tata Cara Pemilihan fungsionaris Pasal 19 BPPG Sidang Paripurna dipimpin oleh Panitia Pemilihan untuk melaksanakan Pemilihan BPPG melalui Pemungutan Suara yang berlangsung dalam 4 (empat) tahap: 1. Tahap I : Pemeriksaan keabsahan dari seluruh persyaratan peserta oleh Panitia Kredensi. 2. Tahap II : Pencalonan a. Setiap Mupel mengajukan maksimal 3 (tiga) orang calon secara tertulis, dengan memperhatikan Pasal 18 ayat 2.a butir 7 pada peraturan ini; b. Panitia pemilihan mengumpulkan nama-nama calon yang diajukan oleh setiap Mupel; c. Panitia pemilihan meneliti persyaratan dari calon-calon yang diajukan; d. Panitia Pemilihan menanyakan kesediaan para calon dan jabatan yang disanggupinya secara tertulis; e. Panitia mengajukan 6 (enam) nama calon yang mendapat suara terbanyak; f. Panitia Pemilihan menyampaikan daftar nama



Pasal 19.1



: Cukup jelas



Pasal 19.2 Pasal 19.2.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 19.2.b



: Cukup jelas



Pasal 19.2.c



: Cukup jelas



Pasal 19.2.d



: Cukup jelas



Pasal 19.2.e



: Cukup jelas



Hal. 212



calon BPPG (Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja) kepada Persidangan Sinode; g. Apabila hanya 3 (tiga) orang yang bersedia, maka tidak perlu lagi pelaksanaan tahap Pemilihan dan ketiga orang tersebut dinyatakan sah sebagai fungsionaris BPPG (Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja). 3. Tahap III : Pemilihan a. Persidangan Sinode Raya memilih 3 (tiga) orang dari 6 (enam) dari daftar calon yang diajukan oleh Panitia Pemilihan BPPG; b. Cara pemungutan suara dilakukan secara langsung, bebas, rahasia dan tertulis atau dengan alat elektronik; c. 3 (tiga) calon yang mendapatkan suara terbanyak dinyatakan terpilih; d. Kalau ternyata ada caloncalon yang mendapatkan suara yang sama maka diadakan pemilihan ulang khusus untuk calon tersebut; e. Bila jumlah suara tetap sama, maka dilakukan musyawarah antara yang bersangkutan



Pasal 19.2.f



: Cukup jelas



Pasal 19.2.g



: Cukup jelas



Pasal 19.3 Pasal 19.3.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 19.3.b



: Cukup jelas



Pasal 19.3.c



: Cukup jelas



Pasal 19.3.d



: Cukup jelas



Hal. 213



untuk menentukan yang menjadi calon tetap; f. Ketua dan Sekretaris BPPG dipilih oleh dan dari antara fungsionaris BPPG yang terpilih. 4. Tahap IV : Pelaporan a. Panitia Pemilihan menyampaikan laporan tertulis dilengkapi dengan nama-nama calon baik yang terpilih maupun yang tidak terpilih berikut perolehan suara dalam setiap tahap Pemilihan, sebagai Hasil Persidangan Sinode Raya sesuai dengan Pasal 6 ayat 2 dalam peraturan ini mengenai proses dan hasil kerjanya kepada Persidangan Sinode Raya; b. Penetapan hasil pemilihan BPPG. Panitia Pemilihan berdasarkan Berita Acara Pemilihan dengan lampiran data perolehan suara urutan terpilih, mengumumkan dan mengesahkan hasil pemilihan, selanjutnya menyerahkan kepada Majelis Ketua untuk ditetapkan oleh Persidangan.



Pasal 19.3.e



: Cukup jelas



Pasal 19.3.f



: Cukup jelas



Pasal 19.4 Pasal 19.4.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 19.4.b



: Cukup jelas



Hal. 214



Pasal 20 Pengisian Kekosongan Jabatan Apabila kemudian terjadi kekosongan akibat fungsionaris BPPG ada yang berhalangan tetap, Pasal 20 maka pengisian kekosongan dilakukan dalam Persidangan Sinode Tahunan terdekat dengan memperhatikan Berita Acara Pemilihan Fungsionaris BPPG.



Akhir Persidangan Pasal 21 Hasil Persidangan Seluruh hasil Persidangan sudah harus dibagikan kepada peserta, Pasal 21 sebelum peserta Sidang kembali ke jemaat masing-masing.



: Dalam hal penggantian Fungsionaris BPPG karena berhalangan tetap, maka Presbiter yang menggantikan dengan menjabat kurang dari setengah masa tugas tidak dihitung sudah menjalankan 1 (satu) kali masa tugas



: Diperbanyak dalam bentuk softcopy (CD)



Pasal 22 Ketetapan Hasil Persidangan 1. Setiap Ketetapan Persidangan Sinode dibacakan dan Pasal 22 diterbitkan berita acara dengan ditandatangani oleh Majelis Ketua dan Sekretaris Pasal 22.1 Persidangan;



: Cukup jelas



Hal. 215



2. Buku Ketetapan hasil Persidangan Sinode Raya beserta lampiran / dokumen Berita Acara diselesaikan secara lengkap dan menyeluruh oleh Majelis Sinode Pasal 22.2 terpilih selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan untuk disampaikan kepada setiap Majelis Jemaat GPIB.



: Cukup jelas



Pasal 23 Serah Terima Majelis Sinode dan BPPG 1. Acara Serah Terima Majelis Pasal 23 Sinode dan BPPG masa bakti yang baru dilakukan dalam Sidang Paripurna Penutupan Persidangan Sinode melalui Pasal 23.1 pembacaan Ketetapan Persidangan Sinode dan penandatanganan Berita Acara Serah Terima;



2. Majelis Ketua membacakan Keputusan Persidangan Sinode tentang pengakhiran masa bakti Majelis Sinode dan BPPG lama Pasal 23.2 sebelum Penandatanganan Berita Acara Serah Terima; 3. Ketua Umum Majelis Sinode dan Ketua BPPG yang lama dan baru



: Penyerahan fisik dari kelengkapan dokumen dokumen serah terima dilakukan selambat lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal penutupan Persidangan Sinode Raya (PSR). : Cukup jelas



Hal. 216



menyampaikan sambutan alih tugas di hadapan Persidangan Pasal 23.3 Sinode.



: Cukup jelas



Pasal 24 Penutupan Persidangan 1. Majelis Ketua menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan Sidang kepada Ketua Umum Majelis Sinode terpilih dan atas nama GPIB menyerahkan Pimpinan Rapat Paripurna Acara Penutupan Persidangan kepada Ketua Umum Majelis Sinode terpilih; 2. Ibadah Syukur Penutupan Persidangan dilakukan dan dihadiri oleh seluruh peserta dan undangan umum lainnya, yang diatur oleh Panitia Pelaksana Penyelenggara Persidangan Sinode; 3. Dalam Ibadah syukur Penutupan, dilaksanakan Upacara Peneguhan Majelis Sinode dan perkenalan fungsionaris BPPG yang baru. Pelayanan Firman dan Perjamuan Kudus dalam Ibadah peneguhan dilayani oleh Pendeta peserta Persidangan yang paling senior usianya.



Pasal 24



Pasal 24.1



: Cukup jelas



Pasal 24.2



: Cukup jelas



Pasal 24.3



: Cukup jelas



Pasca Persidangan



Hal. 217



Pasal 25 Serah Terima Fisik 1. Majelis Sinode dan BPPG yang berakhir masa baktinya, Pasal 25 membuat memori akhir jabatan dengan mengacu pada PKUPPG; 2. Seluruh kelengkapan serah Pasal 25.1 terima baik administratif maupun keuangan, fisik dan sarana kerja yang sebelumnya telah diperiksa oleh BPPG, serta memori akhir jabatan, dilakukan Pasal 25.2 2 (dua) minggu atau selambatlambatnya 1(satu) bulan setelah Persidangan Sinode Raya berakhir. Pasal 26 Ketentuan Penutup 1. Peraturan Nomor 5 ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan; 2. Dengan ditetapkannya Peraturan Pasal 26 ini, maka semua ketentuan mengenai Mekanisme Persidangan Sinode yang Pasal 26.1 bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku. 3. Apabila ada hal-hal yang belum Pasal 26.2 diatur oleh peraturan ini, maka Majelis Sinode dapat menyusun dan menetapkannya dalam



: Cukup jelas



: Serah terima fisik dilakukan dalam acara khusus di kantor Majelis Sinode dengan dihadiri seluruh fungsionaris Majelis Sinode lama dan baru.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 218



Sidang Majelis Sinode sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode yang terdekat. 4. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila : a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau; b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat; c. Usul-usul perubahan disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



Pasal 26.3



: Cukup jelas



Pasal 26.4



: Cukup jelas



Pasal 26.4.a



: Cukup jelas



Pasal 26.4.b



: Cukup jelas



Pasal 26.4.c



: Cukup jelas



Hal. 219



PERATURAN NOMOR 6 TENTANG PERBENDAHARAAN GPIB MEMORI PENJELASAN Pasal 1 Pengertian 1. Perbendaharaan GPIB meliputi : a. Penatalayanan Anggaran, keuangan dan Pencatatan Pembukuan b. 1. Seluruh harta milik GPIB baik harta bergerak atau tidak bergerak yang sudah bersertifikat ataupun yang belum bersertifikat adalah yang diperoleh atas beban biaya GPIB. 2. Meliputi harta milik GPIB yang diperoleh dengan cara lain secara sah menurut hukum. c. Meliputi seluruh kekayaan intelektual milik GPIB yang ada di lingkup Jemaat maupun lingkup Sinodal. 2. Semua harta-milik tidak bergerak, yang ada di GPIB, adalah atas nama GPIB.



Pasal 1



: Cukup Jelas



Pasal 1.1 Pasal 1.1.a



: Cukup Jelas : Cukup Jelas



Pasal 1.1.b.1



: Cukup Jelas



Pasal 1.1.b.2



: Cukup Jelas



Pasal 1.1.c



: Cukup Jelas



Pasal 1.2



: Cukup Jelas



Hal. 220



Pasal 2 Fungsi Perbendaharaan



Pasal 2



: Cukup Jelas



Pasal 3



: Cukup Jelas



Pasal 3:1 Pasal 3:1.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 3:1.b



: Cukup jelas



Pasal 3:1.c



: Cukup jelas



Perbendaharaan GPIB berfungsi sebagai salah satu alat penunjang pelayanan dalam melaksanakan panggilan dan pengutusan secara tepat sasaran (efektif) dan tepat guna (efisien). Pasal 3 Ruang Lingkup Kegiatan Perbendaharaan Ruang lingkup kegiatan perbendaharaan GPIB untuk lingkup Sinodal dan lingkup Jemaat meliputi: 1. Keuangan : a. Menyusun, memutakhirkan dan mengimplementasikan anggaran penerimaan dan pengeluaran serta memantau varian-varian yang terjadi antara anggaran dan realisasi; b. Menerima, menyimpan dan mengeluarkan uang, termasuk uang di bank dan pengaturan pemanfaatan dan pengelolaannya; c. Menyimpan, memelihara dan mengelola



Hal. 221



perbendaharaan termasuk dokumen pendukungnya dengan cermat, bertanggung jawab dan bijaksana; d. Menata dengan cermat kewajiban/utang dan piutang GPIB, termasuk kewajiban penjamin. e. Menyelenggarakan manajemen resiko, termasuk menyusun dan memelihara sistem pengendalian internal untuk mengamankan perbendaharaan GPIB; f. Menyelenggarakan catatan pembukuan yang memenuhi ketentuan yang berlaku; g. Menyusun laporan keuangan yang tepat waktu dan relevan sebagai materi Sidang Majelis Jemaat. 2. Harta Milik : a. Pendataan dan pencatatan harta tidak bergerak serta membuat daftar Inventaris. b. Melakukan penyelesaian permasalahan tanah milik GPIB dengan cara sesuai ketentuan Tata Gereja dan peraturan perundangundangan yang berlaku.



Pasal 3:1.d



: Cukup jelas



Pasal 3:1.e



: Cukup jelas



Pasal 3:1.f



: Cukup jelas



Pasal 3:1.g



: Cukup jelas



Pasal 3:2 Pasal 3:2.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 3:2.b



: Cukup jelas



Hal. 222



c. Melakukan proses pensertifikatan Tanah, Pasal 3:2.c proses Balik Nama dan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan oleh Majelis Sinode/Majelis Jemaat. d. Pemanfaatan harta tidak Pasal 3:2.d bergerak milik GPIB baik di lingkup Sinodal maupun di Lingkup Jemaat. 3. Melakukan pendaftaran Pasal 3:3 terhadap kekayaan intelektual milik GPIB. Pasal 4 Tata Laksana Pengelolaan



Pasal 4



1. Harta milik GPIB berupa harta Pasal 4:1 bergerak dan tak bergerak, baik yang telah ada sejak kesepakatan Jemaat-jemaat di wilayah pelayanan GPI tanggal 31 Oktober 1948 sebagai Gereja bagian berdiri sendiri keempat (GPIB) yang kewenangannya secara hukum, pengorganisasian dan pengelolaan harta, maupun yang diperoleh kemudian oleh Majelis Sinode/Majelis Jemaat, dinyatakan dalam sertifikat / bukti kepemilikan atas nama GPIB sesuai ketentuan



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Pengelolaan harta milik GPIB yang telah ada sejak kesepakatan Jemaat-jemaat pada tanggal 31 Oktober 1948 tetap dilaksanakan oleh Jemaat tersebut. Harta milik GPIB yang masih atas nama pribadi harus dibalik



Hal. 223



2.



3.



4.



5.



perundang-undangan yang berlaku Dalam melakukan pengurusan sertifikat dan proses Balik Nama dan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan oleh Majelis Sinode/Majelis Jemaat, dengan menggunakan Surat Kuasa dari Majelis Sinode, untuk dan atas nama GPIB. Penyimpanan sertifikat kepemilikan harta tak bergerak sebagaimana dimaksud dalam butir (2), baik yang berada dalam penggunaan, pengelolaan, penguasaan maupun yang tidak berada dalam penguasaan Majelis Sinode/Majelis Jemaat, termasuk namun tidak terbatas yang dikelola oleh Yayasan yang didirikan oleh GPIB harus dilakukan oleh Majelis Sinode; Pengurusan dan penyimpanan dokumen tanda kepemilikan harta bergerak di lingkup Sinodal/Jemaat dilakukan oleh Majelis Sinode/Majelis Jemaat; Pemeliharaan harta milik GPIB yang digunakan atau dikelola oleh Majelis Sinode atau Majelis Jemaat atau Pengurus Yayasan menjadi tanggung jawab masing-masing;



nama menjadi atas nama GPIB. Pasal 4:2



: Cukup jelas



Pasal 4:3



: Cukup jelas



Pasal 4:4



: Di akhir Triwulan 4 Majelis Jemaat dapat melihat sewaktu-waktu.



Pasal 4:5



: Cukup jelas



Hal. 224



6. Pemeliharaan harta milik GPIB berupa harta tak bergerak yang belum dapat digunakan, wajib menjadi tanggung jawab Majelis Sinode; 7. Majelis Jemaat wajib melakukan pengamanan fisik, pengamanan administrasi dan pengamanan hukum atas Harta tidak Bergerak untuk GPIB yang ada di wilayahnya. 8. Wajib melakukan pengamanan atas Harta milik GPIB yang masih tertulis atas nama pihak lain, dengan cara mengupayakan surat Pernyataan dan akta hibah serta mengupayakan untuk menjadi atas nama GPIB. 9. Pemanfaatan harta tidak bergerak milik GPIB baik di lingkup Sinodal maupun di Lingkup Jemaat yang berkaitan dengan pihak lain dilaksanakan melalui Persetujuan Persidangan sinode. 10. Harta milik GPIB yang ada di lingkup sinodal dan di lingkup jemaat, Yayasan serta badan hukum milik GPIB berupa harta tak bergerak yang hendak dialihkan hak kepemilikannya harus mendapat persetujuan dan



Pasal 4:6



: Cukup jelas



Pasal 4:7



: Cukup Jelas



Pasal 4:8



: Cukup jelas



Pasal 4:9



: Pemanfaatan yang dimaksud adalah pemanfaatan yang dapat mengakibatkan hak kepemilikan beralih



Pasal 4:10



: Cukup jelas



Hal. 225



pengesahan oleh dan di dalam Persidangan Sinode; 11. Pengajuan rencana pemanfaatan dalam butir (9) Pasal 4:11 dan rencana pengalihan harta milik GPIB berupa harta tak bergerak sebagaimana dimaksud dalam butir (10) harus disertai dengan suatu perencanaan secara rinci yang berisi alasan pengalihan dan rencana penggunaan hasil pengalihan yang dibuat oleh tenaga ahli di bidang tersebut dengan didukung oleh suatu studi kelayakan; 12. Rencana pemanfaatan dan Pasal 4:12 pengalihan harta milik GPIB sebagaimana dimaksud dalam butir 9 dan 10 wajib disampaikan oleh Majelis Jemaat kepada Majelis Sinode selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum Persidangan Sinode; 13. Ketentuan dalam butir (9) , (10), Pasal 4:13 (11) dan (12) juga berlaku untuk transaksi Tukar Guling (Ruislag), Bangun Kelola Serah (Build Operate Transfer) atau BOT, BTO (Build Transfer Operate) dan transaksi bagi hasil lainnya dengan pihak ketiga;



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 226



14. Tanpa melalui keputusan Persidangan Sinode, baik Majelis Sinode, Majelis Jemaat maupun pihak lain, tidak Pasal 4:14 diperkenankan menguasai atau mengagunkan harta milik GPIB; 15. Setiap tindakan pelepasan atas hak atau mengagunkan harta milik GPIB, tanpa melalui Pasal 4:15 prosedur dan ketentuanketentuan di atas akan dikenai sanksi hukum, baik perdata maupun pidana. 16. Harta milik GPIB berupa gedung Gereja dan bangunan Pasal 4:16 lainnya perlu diasuransikan Pasal 5 Tahun Program dan Anggaran serta Sistem Pengelolaan



Pasal 5



1. Tahun program dan anggaran GPIB adalah tanggal 1 April Pasal 5:1 tahun berjalan sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya. 2. Dalam mengelola perbendaharaannya, GPIB Pasal 5:2 menganut sistem sentralisasi terbatas.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Sentralisasi terbatas adalah sentralisasi di lingkup Sinodal yang memberi wewenang kepada



Hal. 227



3. Majelis Jemaat diwajibkan menyampaikan laporan penerimaan dan pengeluaran setiap akhir triwulan kepada Majelis Sinode, selambatlambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Perbendaharaan Jemaat dan disahkan dalam Sidang Majelis Jemaat. 4. Majelis Jemaat diwajibkan menyusun daftar kekayaan dan utang piutang setiap akhir tahun buku kepada Majelis Sinode selambat-lambatnya pada akhir bulan Mei setelah diperiksa oleh BPPJ dan disahkan oleh SMJ. 5. Tanpa mengurangi isi dari ketentuan dalam butir (2), khususnya mengenai hubungan tanggung jawab administrasi keuangan antara Majelis Jemaat dengan Unit-unit Misioner di Jemaat diberlakukan sistem sentralisasi penuh. 6. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir (3), (4) dan (5) diatur dalam Petunjuk Teknis. Pasal 6 Sumber Penerimaan



Pasal 5:3



Jemaat sesuai Peraturan GPIB : Cukup jelas



Pasal 5:4



: Cukup jelas



Pasal 5:5



: Cukup jelas



Pasal 5:6



: Cukup jelas



Pasal 6



Hal. 228



Sumber Penerimaan di GPIB terdiri atas: 1. Jemaat Pasal 6:1 a. Persembahan persepuluhan Pasal 6:1.a warga jemaat



b. Persembahan Khusus



Pasal 6:1.b



c. Persembahan lainnya.



Pasal 6:1.c



d. Bantuan perorangan atau pemerintah yang tidak terikat, baik berupa uang, barang maupun penghibahan. e. Hasil investasi. f. Pemberian lain-lain yang tidak bertentangan dengan ketentuan GPIB dan ketentuan perundangundangan yang berlaku. 2. Sinodal a. Persembahan Persepuluhan (dari Jemaat – Jemaat).



Pasal 6:1.d



Pasal 6:1.e Pasal 6:1.f



Pasal 6:2 Pasal 6:2.a



: Cukup jelas : Bersifat Wajib dan merupakan akumulasi dari seluruh penghasilan. : Persembahan Syukur : Persembahan dalam ibadahibadah Jemaat dan persembahan yang diperuntukan untuk hal-hal tertentu. : Cukup jelas



: Cukup jelas. : Termasuk persembahan atau pemberian dengan menggunakan teknologi digital. : Cukup jelas : Bersifat wajib. dan merupakan akumulasi dari seluruh



Hal. 229



b. Persembahan Khusus:



Pasal 6:2.b



c. Persembahan lainnya



Pasal 6:2.c



d. Bantuan perorangan atau pemerintah yang tidak terikat, baik berupa uang, Pasal 6:2.d barang maupun penghibahan. e. Hasil investasi. Pasal 6:2.e f. Pemberian lain-lain yang tidak bertentangan dengan ketentuan GPIB dan Pasal 6:2.f ketentuan perundangundangan yang berlaku.



penerimaan (Persembahan Persepuluhan, Persembahan Sukarela dan Persembahan Syukur). : Persembahan Syukur dalam rangka HUT GPIB, HUT Pelkat-pelkat dan hari-hari raya gerejawi : Persembahan yang diperuntukan untuk hal-hal tertentu. : Cukup jelas



: Hasil Investasi lingkup Sinodal dan lingkup jemaat. : Termasuk persembahan atau pemberian dengan menggunakan teknologi digital.



Hal. 230



Pasal 7 Bendahara 1. Bendahara ialah presbiter GPIB yang bertanggung jawab atas pengelolaan perbendaharaan. 2. Para Ketua Bidang di Majelis Jemaat/ Majelis Sinode tidak diperkenankan merangkap jabatan Bendahara. 3. Apabila jabatan Bendahara menjadi lowong dan berhalangan tetap, maka melalui Sidang Majelis Jemaat segera ditunjuk seorang Pelaksana Tugas (Plt) dari fungsionaris Majelis Jemaat/PHMJ dengan mendahulukan Bendahara I. 4. Bendahara bersama Ketua IV menyusun laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 butir 9. 5. Pengeluaran uang oleh Bendahara hanya dapat dilakukan apabila telah disetujui oleh SMJ/rapat PHMJ dan telah memperoleh fiat otorisasi dari Ketua Bidang bersangkutan. 6. Uang yang disimpan pada Bank harus atas nama Majelis Jemaat/Majelis Sinode dan hanya dapat dikeluarkan



Pasal 7



Pasal 7:1



: Cukup jelas



Pasal 7:2



: Cukup jelas



Pasal 7:3



: Cukup jelas



Pasal 7:4



: Cukup jelas



Pasal 7:5



: Cukup jelas



Pasal 7:6



: Cukup jelas



Hal. 231



berdasarkan keputusan SMJ/rapat PHMJ dan mendapat otorisasi Ketua IV bersama Bendahara. Apabila Ketua IV berhalangan, maka Bendahara dapat memberikan persetujuannya bersama Ketua Majelis Jemaat/Majelis Sinode. 7. Ketentuan mengenai wewenang otorisasi pengeluaran uang Pasal 7:7 secara rinci sebagaimana dimaksud dalam butir 5, diatur dalam Peraturan Pelaksanaan Majelis Jemaat/Majelis Sinode 8. Mengenai kebijakan pengelolaan perbendaharaan Pasal 7:8 pada umumnya, Bendahara Majelis Jemaat menyampaikannya kepada Rapat PHMJ untuk diinformasikan di dalam SMJ. Pasal 8 Persyaratan Bendahara



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 8



Syarat untuk dapat dipilih sebagai Bendahara dan Bendahara I adalah harus memenuhi kualifikasi teknis berikut : 1. Mempunyai pengetahuan/keahlian yang Pasal 8:1 layak dalam urusan perbendaharaan. 2. Jujur, tekun, lugas dan akurat.



: Cukup jelas



Hal. 232



3. Tidak berada dalam kesulitan finansial. 4. Tidak pernah dihukum karena terlibat perkara tindak pidana di bidang keuangan. 5. Harus berpenghasilan tetap dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Pasal 9 Tatalaksana Pembukuan 1. Tata Pembukuan GPIB disesuaikan dengan sifat dan volume kegiatan masingmasing unit organisasi, namun harus dengan sasaran terjaminnya : a. Pencatatan mutasi keuangan dan harta milik GPIB secara baik, tertib dan teratur. b. Pemeriksaan/kontrol pembukuan yang baik. c. Penyusunan anggaran penerimaan dan pengeluaran yang efektif dan efisien. d. Penyusunan laporan penerimaan dan pengeluaran tepat waktu. 2. Dalam sistem pembukuan digunakan : a. Buku Harian (Kas, Bank dan Memorial).



Pasal 8:2 Pasal 8:3



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 8:4



: Cukup jelas



Pasal 8:5



: Cukup jelas



Pasal 9



Pasal 9:1



: Cukup jelas



Pasal 9:1.a



: Cukup jelas



Pasal 9:1.b



: Cukup jelas



Pasal 9:1.c



: Cukup jelas



Pasal 9:1.d



: Cukup jelas



Pasal 9:2



: Cukup jelas



Pasal 9:2.a



: Cukup jelas



Hal. 233



b. Buku Besar dan Buku Pembantu. c. Daftar Perhitungan Penerimaan dan Pengeluaran. 3. Setiap akhir minggu/akhir bulan Bendahara bersama fungsionaris Majelis Sinode/PHMJ lain yang ditugaskan untuk itu,melakukan perhitungan kas (Kas Opname) dan memeriksa kebenaran formal dari bukti penerimaan/pengeluaran kas yang telah dibukukan dan hasilnya dimuat dalam berita acara pemeriksaan. 4. Setiap akhir bulan, Bendahara bersama fungsionaris Majelis Sinode/PHMJ lain yang ditugaskan untuk itu, melakukan pencocokan saldo menurut buku bank dengan rekening koran yang diterima dari bank. 5. Majelis Sinode/Majelis Jemaat wajib menyusun dan memutakhirkan daftar inventaris GPIB yang berada di bawah penguasaannya setiap akhir tahun buku. Pasal 10 Laporan Keuangan



Pasal 9:2.b



: Cukup jelas



Pasal 9:2.c



: Cukup jelas



Pasal 9:3



: Cukup jelas



Pasal 9:4



: Dianggap perlu, bila terjadi perbedaan pendapat tentang hasil pemeriksaan.



Pasal 9:5



: Cukup jelas



Pasal 10



Hal. 234



1. Laporan Keuangan terdiri atas: a. Laporan Penerimaan dan Pengeluaran b. Laporan harta milik bergerak dan tidak bergerak c. Catatan atas laporan keuangan 2. Laporan penerimaan dan pengeluaran dibuat oleh Majelis Jemaat untuk diinformasikan secara mingguan dan bulanan melalui warta jemaat. 3. Laporan Keuangan dibuat oleh Majelis Jemaat setiap akhir triwulan dan akhir tahun buku untuk bahan Sidang Majelis Jemaat. Laporan keuangan untuk Majelis Sinode disertai laporan dari BPPJ. 4. Laporan Keuangan yang telah diperiksa oleh BPPG dibuat oleh Majelis Sinode setiap akhir semester dan akhir tahun buku untuk disampaikan kepada jemaat-jemaat. Bila dianggap perlu Majelis Sinode dapat meminta akuntan publik untuk mengaudit laporan keuangan Majelis Sinode. 5. Laporan pertanggungjawaban keuangan dibuat oleh Majelis Jemaat pada akhir masa tugasnya untuk bahan Sidang



Pasal 10:1 Pasal 10:1.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 10:1.b



: Cukup jelas



Pasal 10:1.c



: Cukup jelas



Pasal 10:2



: Cukup jelas



Pasal 10:3



: Cukup jelas



Pasal 10:4



: Cukup Jelas.



Pasal 10:5



: Cukup jelas



Hal. 235



Majelis Jemaat dengan disertai laporan BPPJ. 6. Laporan Keuangan dalam rangka alih tugas Pendeta/Ketua Majelis Jemaat terdiri atas laporan kas dan bank, daftar inventaris Jemaat serta memori akhir tugas. 7. Laporan pertanggungjawaban yang dilakukan oleh PHMJ lama kepada PHMJ baru harus disertai dengan pemeriksaan fisik sebelum penandatanganan berita acara dilakukan. 8. Bentuk laporan penerimaan dan pengeluaran serta laporan keuangan, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, 2, 3 dan 4, diatur dalam Peraturan Pelaksanaan. 9. Semua Laporan Keuangan di Jemaat, ditandatangani oleh Ketua IV dan Bendahara PHMJ. 10. Laporan keuangan tahunan Majelis Jemaat disampaikan kepada Majelis Sinode untuk menjadi materi dalam Persidangan Sinode Tahunan 11. Laporan keuangan Majelis Sinode disampaikan setiap 3 (tiga) bulan kepada jemaatjemaat dan secara tahunan pada Persidangan Sinode Tahunan setelah diperiksa oleh BPPG.



Pasal 10:6



: Cukup jelas



Pasal 10:7



: Cukup jelas



Pasal 10:8



: Cukup jelas



Pasal 10:9



: Cukup jelas



Pasal 10:10



: Cukup jelas



Pasal 10:11



: Cukup jelas



Hal. 236



12. Setiap akhir masa tugas. PHMJ menyampaikan laporan Pasal 10:12 keuangan yang telah diperiksa BPPJ termasuk tunggakan kewajiban-kewajiban jemaat yang dicantumkan dalam lampiran berita acara serah terima Pasal 11 Sanksi



: Cukup jelas



Pasal 11



1. Apabila dalam melakukan kegiatan sebagaimana Pasal 11:1. dimaksud dalam pasal 10 ayat (3) terdapat ketidakcocokan antara saldo fisik kas dan buku kas, maka ditempuh penyelesaian sebagai berikut : a. Dalam hal terjadi kelebihan fisik kas, maka kelebihan Pasal 11:1.a tersebut dibukukan sebagai penerimaan Majelis Sinode/ Majelis Jemaat. b. Dalam hal terjadi kekurangan fisik kas yang Pasal 11:1.b tidak disengaja, maka kekurangan ini dibukukan sebagai piutang / tagihan Majelis Sinode/Majelis Jemaat terhadap Pemegang Kas/Bendahara/Bendahara I, sedangkan jangka waktu



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 237



penyelesaiannya ditetapkan oleh Majelis Sinode /PHMJ. c. Dalam hal terjadi Pasal 11:1.c kekurangan fisik kas atau kerugian lainnya yang disengaja dan telah terbukti melalui pemeriksaan oleh BPPG/ BPPJ, maka pemegang kas diwajibkan mengganti kekurangan atau kerugian yang dimaksud. d. Dalam hal Pemegang Kas Pasal 11:1.d menolak bertanggungjawab untuk mengganti kekurangan sebagaimana dimaksud dalam butir c, kepadanya dilakukan langkah-langkah pastoral dan bila tidak terjadi penyelesaian maka diselesaikan menurut ketentuan hukum yang berlaku. e. Dalam hal yang Pasal 11:1.e bertanggungjawab atas kekurangan fisik kas sebagaimana dimaksud dalam butir c adalah Presbiter GPIB yang tidak tunduk pada Peraturan Perbendaharaan yang berlaku, maka terhadap yang bersangkutan berlaku



: Cukup jelas



: Lihat Peraturan Kepegawaian GPIB



: Cukup jelas



Hal. 238



ketentuan yang diatur dalam ayat-ayat berikut. 2. Jika terjadi pelanggaran yang mengakibatkan kerugian keuangan gereja/harta milik/kekayaan GPIB yang dilakukan oleh fungsionaris pelayanan GPIB yang tidak tunduk pada Peraturan yang berlaku, dilakukan pastoral dan diberlakukan serta dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan dalam ayat 1a,b,c. 3. Sanksi bagi Presbiter GPIB : a. Di lingkup Jemaat yang tidak tunduk pada Peraturan Perbendaharaan yang berlaku, diputuskan oleh Majelis Jemaat melalui Sidang Majelis Jemaat dan ditetapkan oleh Majelis Sinode. b. Di lingkup Sinodal yang tidak tunduk pada Peraturan Perbendaharaan yang berlaku, diputuskan dan ditetapkan oleh Majelis Sinode melalui Sidang Majelis Sinode. 4. Langkah-langkah yang perlu ditempuh sebelum pemberian sanksi, diatur sebagai berikut : a. BPPG/BPPJ secara khusus menyurati Majelis



Pasal 11:2



: Yang dimaksud dengan Fungsionaris dalam ayat ini, adalah Fungsionaris unitunit misioner



Pasal 11:3 Pasal 11:3a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 11:3b



: Cukup jelas



Pasal 11:4



: Cukup jelas



Pasal 11:4.a



: Cukup jelas



Hal. 239



Sinode/Majelis Jemaat dan dengan tegas memberi penjelasan dan mengenai adanya indikasi pelanggaran. b. Pegawai yang bersangkutan dinonaktifkan sementara dan selama masa nonaktif hanya berhak atas 50% gaji / honor dan semua hak dan fasilitas lain dihentikan. c. Tim Pastoral dibentuk oleh Majelis Jemaat/Majelis Sinode untuk melakukan pemeriksaan, terkait adanya penyimpangan. d. Pribadi yang bersangkutan berhak untuk melakukan pembelaan di hadapan Tim Pastoral. e. Keputusan tentang pemberian sanksi atau pembebasan diambil dalam Sidang Majelis Jemaat / Sidang Majelis Sinode. 5. Sanksi yang dikenakan terdiri atas 2 (dua) pilihan a. Diberhentikan dengan hormat dengan mengganti kerugian yang ditimbulkan. b. Diselesaikan melalui jalur hukum. 6. Jika Pegawai yang bersangkutan terbukti tidak



Pasal 11:4.b



: Cukup jelas



Pasal 11:4.c



: Cukup jelas



Pasal 11:4.d



: Cukup jelas



Pasal 11:4.e



: Cukup jelas



Pasal 11:5



: Cukup jelas



Pasal 11:5.a



: Cukup jelas



Pasal 11:5.b



: Cukup jelas



Pasal 11:6



: Cukup jelas



Hal. 240



melakukan pelanggaran, maka yang bersangkutan dipulihkan kembali pada kedudukan semula dengan hak penuh atas segala yang menjadi haknya dengan berlaku surut. 7. Tim Pastoral lingkup Jemaat diangkat oleh Majelis Jemaat Pasal 11:7 yang terdiri atas Warga Jemaat yang berintegritas tinggi. 8. Biaya Tim Pastoral dibebankan pada anggaran Majelis Jemaat / Pasal 11:8 Majelis Sinode. 9. Sanksi yang dijatuhkan Majelis Jemaat / Majelis Sinode bersifat Pasal 11:9 final, yang dipertegas oleh Majelis Sinode dengan Surat Keputusan. Pasal 12 Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 12



1. Dalam rangka mendukung upaya pencapaian sasaran Pasal 12:1 PKUPPG yang secara operasional dijabarkan dalam rencana kerja tahunan, GPIB menyusun anggaran tahunannya yang terdiri atas anggaran penerimaan dan pengeluaran. 2. Anggaran dimaksud berfungsi Pasal 12:2 sebagai alat pengendalian



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 241



keuangan baik penerimaan maupun pengeluaran, secara efektif dan efisien dalam upaya pencapaian hasil optimal dari pelaksanaan rencana kerja GPIB. 3. Tahun anggaran adalah sama Pasal 12:3 dengan tahun buku yaitu mulai 1 April sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya. 4. Anggaran disusun dalam Pasal 12:4 kelompok anggaran rutin, nonrutin dan proyek. 5. Jika diperlukan, dapat diadakan Pasal 12:5 anggaran tambahan / suplesi paling cepat setelah triwulan 2 pada tahun anggaran berjalan. Pasal 13 Anggaran Majelis Sinode / Majelis Jemaat



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 13



1. Anggaran tahunan GPIB pada Pasal 13:1 lingkup Jemaat disusun oleh Majelis Jemaat melalui PHMJ, kemudian diminta pengesahannya oleh dan di dalam Sidang Majelis Jemaat setiap tahun sebelum tahun anggaran baru dimulai. Anggaran Tahunan GPIB pada lingkup Sinodal disusun oleh Majelis Sinode dan disahkan dalam PST.



: Cukup jelas



Hal. 242



2. Anggaran GPIB pada lingkup Pasal 13:2 Jemaat disusun dengan memperhatikan hasil PST, hasil Rapat Mupel, hasil Sidang Majelis Jemaat, dan pendapat/usul dari warga sidi Jemaat dalam Pertemuan Warga Sidi jemaat serta Badan-badan Pelaksana di dalam Jemaat. 3. Penyusunan anggaran GPIB Pasal 13:3 pada lingkup Jemaat harus mencerminkan pemahaman jemaat misioner melalui rencana kerja/program kerja unit-unit misioner. 4. Anggaran tahunan BPPG / Pasal 13:4 BPPJ disusun oleh BPPG / BPPJ dan dimasukkan dalam anggaran tahunan Majelis Sinode / Majelis Jemaat untuk disahkan pada lingkupnya masing-masing. Pasal 14 Ketentuan Penutup 1. Peraturan Nomor 6 ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. 2. Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka semua ketentuan mengenai Perbendaharaan GPIB yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 14 Pasal 14:1



: Cukup jelas



Pasal 14:2



: Cukup jelas



Pasal 14:3



: Cukup jelas



Hal. 243



3. Apabila ada hal-hal yang belum diatur oleh peraturan ini, maka Majelis Sinode dapat menyusun dan menetapkannya dalam Sidang Majelis Sinode sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode yang terdekat. 4. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila : a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau; b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat; c. Usul-usul perubahan disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



Pasal 14:4



: Cukup jelas



Pasal 14:4.a



: Cukup jelas



Pasal 14:4.b



: Cukup jelas



Pasal 14:4.c



: Cukup jelas



Hal. 244



PERATURAN NOMOR 7 TENTANG BADAN PEMERIKSA PERBENDAHARAAN DI GEREJA PROTESTAN DI INDONESIA BAGIAN BARAT MEMORI PENJELASAN Pasal 1 Ketentuan Umum



Pasal 1



1. Pemeriksaan adalah seluruh Pasal 1 : 1 proses kegiatan untuk menilai pengelolaan dan pengolahan perbendaharaan Gereja / Jemaat dengan cara membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya dilakukan baik dalam bidang keuangan, Harta Milik Gereja dan atau dalam bidang teknis operasional. 2. Pemeriksaan dapat dilaksanakan dengan kehadiran Pasal 1 : 2 fisik atau secara virtual dalam jaringan menggunakan teknologi digital atau dilaksanakan dengan cara lainnya yang efektif dan efisien sesuai situasi dan kebutuhan. Pasal 2 Tempat Kedudukan



: Cukup Jelas



: Cukup Jelas



: Cukup Jelas



Pasal 2



Hal. 245



1. Badan Pemeriksa Pasal 2:1 Perbendaharaan Gereja (BPPG) berada di tempat kedudukan Majelis Sinode. 2. Badan Pemeriksa Pasal 2:2 Perbendaharaan Jemaat (BPPJ) berada di tempat kedudukan Majelis Jemaat. Pasal 3 Status dan Fungsi 1. BPPG adalah Badan Pemeriksa pada lingkup Sinodal yang bertanggung jawab kepada Persidangan Sinode. 2. BPPJ adalah Badan Pemeriksa pada lingkup Jemaat yang bertanggung jawab kepada Sidang Majelis Jemaat . 3. Fungsi BPPG/BPPJ adalah mengadakan pemeriksaan terhadap perbendaharaan 4. Dalam menjalankan fungsinya BPPG / BPPJ melakukan pemeriksaan secara profesional dengan memahami panggilan dan pengutusan Gereja. Pasal 4 Tugas dan Lingkup Pemeriksaan



: Cukup Jelas



: Cukup jelas



Pasal 3



Pasal 3:1



: Cukup jelas



Pasal 3:2



: Cukup jelas



Pasal 3:3



: Cukup jelas



Pasal 3:4



: Cukup jelas



Pasal 4



Hal. 246



1. Lingkup Pemeriksaan atas pengelolaan Perbendaharaan oleh BPPG/BPPJ meliputi: a. Bidang Keuangan, Harta Milik GPIB, yaitu Harta Bergerak dan Harta Tidak Bergerak (Aset) milik GPIB. b. Bidang Keuangan dan Akuntansi Gereja (yaitu Anggaran, Keuangan dan Pencatatan Pembukuan). 2. BPPG & BPPJ bertugas memeriksa pelaksanaan pengelolaan perbendaharaan. 3. BPPG dan BPPJ dalam memeriksa pengelolaan Perbendaharaan dilakukan dengan cara : a. Meminta penjelasan baik lisan maupun tertulis kepada pejabat yang terkait dalam pengelolaan Perbendaharaan. b. Meneliti / memeriksa dan mengungkapkan temuan yang terjadi dalam proses pengelolaan Perbendaharaan. c. Memberikan kesaksian / pernyataan tentang kebenaran formal dan substansial dalam rangka penilaian laporan



Pasal 4:1



: Cukup jelas



Pasal 4:1.a



: Cukup jelas



Pasal 4:1.b



: Cukup jelas



Pasal 4:2



: Cukup jelas



Pasal 4:3



: Cukup jelas



Pasal 4:3.a



: Cukup jelas



Pasal 4:3.b



: Cukup jelas



Pasal 4:3.c



: Cukup jelas



Hal. 247



keuangan dan pertanggungjawaban keuangan atas pengelolaan Perbendaharaan. d. Memberikan saran untuk penyelesaian masalah Perbendaharaan. e. BPPG dan BPPJ sewaktuwaktu dapat melakukan pemeriksaan Perbendaharaan. f. Memberikan petunjuk dan bimbingan dalam pengelolaan Perbendaharaan agar dapat dilaksanakan menurut sistem dan prosedur serta ketentuan / peraturan yang berlaku. 4. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan dugaan tindak pidana atau merugikan GPIB, maka BPPG / BPPJ berkewajiban memberitahukan persoalan tersebut kepada Majelis Sinode / Pelaksana Harian Majelis Jemaat sebelum disampaikan dalam Persidangan Sinode / Sidang Majelis Jemaat 5. BPPG/BPPJ membuat analisis mengenai perbendaharaan Gereja / Jemaat dan meneruskannya dalam bentuk



Pasal 4:3.d



: Cukup jelas



Pasal 4:3.e



: Cukup jelas



Pasal 4:3.f



: Cukup jelas



Pasal 4:4



: Cukup jelas



Pasal 4:5



: Cukup jelas.



Hal. 248



rekomendasi kepada Majelis Sinode / Pelaksana Harian Majelis Jemaat. Pasal 5 Keanggotaan dan Susunan Pengurus 1. Anggota BPPG / BPPJ adalah seseorang yang menguasai Bidang Perbendaharaan dan aktif di dalam berjemaat (kegiatan-kegiatan peribadahan). 2. BPPG terdiri dari 3 (tiga) orang yang dipilih dan diangkat oleh Persidangan Sinode untuk masa jabatan yang disesuaikan dengan masa tugas Majelis Sinode. 3. Susunan dan komposisi BPPG dibentuk sesuai Peraturan No. 5 Tahun 2021 Pasal 19 butir 3f. 4. BPPJ terdiri dari 3 (tiga) orang, dipilih oleh Warga Sidi Jemaat dan diusulkan oleh Majelis Jemaat untuk ditetapkan Majelis Sinode dan masa tugasnya sesuai dengan masa tugas Majelis Jemaat. 5. Para anggota BPPJ memilih di antara mereka sendiri Susunan Pengurus yang terdiri atas : a. Seorang Ketua.



Pasal 5



Pasal 5:1



: Cukup jelas



Pasal 5:2



: Cukup jelas



Pasal 5:3



: Cukup jelas



Pasal 5:4



: Cukup jelas



Pasal 5:5



: Cukup jelas



Pasal 5:5.a



: Cukup jelas



Hal. 249



b. Seorang Sekretaris. c. Seorang Anggota. Pasal 6 Etika Pemeriksaan Dalam melaksanakan tugasnya maka BPPG / BPPJ : 1. Harus terlebih dahulu memberitahukan kepada Majelis Sinode / Majelis Jemaat 2. Harus bekerja secara kolegial 3. Harus bersikap independen 4. Harus menyimpan rahasia pemeriksaan maupun rahasia jabatan. 5. Harus memiliki loyalitas tinggi kepada GPIB. Harus memiliki integritas tinggi. 6. Wajib mengamankan kebijakan dan program kerja dalam rangka menjaga martabat GPIB. Pasal 7 Tata Kerja dan Sarana Kerja



Pasal 5:5.b Pasal 5:5.c



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 6



Pasal 6:1



: Cukup jelas



Pasal 6:2 Pasal 6:3 Pasal 6:4



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 6:5



: Cukup jelas



Pasal 6:6



: Cukup jelas



Pasal 7



1. Dalam melakukan tugasnya Pasal 7:1 apabila dianggap perlu oleh kedua belah pihak, BPPG dengan persetujuan Majelis Sinode dapat menggunakan jasa kantor Akuntan Publik.



: Cukup jelas



Hal. 250



2. Dalam melakukan tugasnya apabila dianggap perlu oleh kedua belah pihak BPPJ dan Majelis Jemaat yang bersangkutan bisa menggunakan jasa BPPG. 3. Dalam melakukan pemeriksaan di Jemaat, BPPG dan BPPJ dapat bekerjasama dengan cara sesuai kesepakatan kedua belah pihak. 4. Hasil pemeriksaan dan konsultasi dimaksud pada ayat 2 diinformasikan baik kepada Majelis Sinode maupun kepada PHMJ. 5. Dalam hal pelatihan keahlian Pengelolaan Perbendaharaan yang diselenggarakan oleh Majelis Sinode / Majelis Jemaat maka BPPG / BPPJ bisa dimintakan perannya secara langsung. 6. a. Untuk melaksanakan tugas sehari-hari seperti dokumentasi, surat menyurat, pengolahan data maka BPPG / BPPJ dapat memperoleh fasilitas kerja berupa : 1) Ruang kerja dan peralatannya. 2) Honor dan tunjangan.



Pasal 7:2



: Cukup jelas



Pasal 7:3



: Cukup jelas



Pasal 7:4



: Cukup jelas



Pasal 7:5



: Cukup jelas



Pasal 7:6.a



: Cukup jelas



Pasal 7:6.a.1



: Cukup jelas



Pasal 7:6.a.2



: Cukup jelas



Hal. 251



3) Biaya Perjalanan Dinas. 4) Bantuan tenaga karyawan dari kantor Majelis Sinode / Majelis Jemaat sewaktu-waktu bila diperlukan. b. Fasilitas kerja untuk BPPJ disesuaikan dengan kondisi di Jemaat yang bersangkutan c. Honor dan tunjangan BPPG/BPPJ diatur dalam Program Kerja Anggaran (PKA) Majelis Sinode/Majelis Jemaat. Pasal 8 Kewenangan BPPG dan BPPJ



Pasal 7:6.a.3 Pasal 7:6.a.4



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 7:6.b



: Cukup jelas



Pasal 7:6.c



: Cukup jelas



Pasal 8



1. BPPG / BPPJ berwenang untuk Pasal 8:1 melakukan pemeriksaan baik diminta maupun tidak terhadap perbendaharaan. 2. BPPG / BPPJ berwenang Pasal 8:2 memasuki ruang, gedung, rumah, gudang dan tempat lainnya milik GPIB untuk kepentingan pemeriksaan. 3. BPPG / BPPJ berwenang Pasal 8:3 melihat dan meneliti pembukuan, dokumen dan memeriksa dan mencocokkan



: Mengacu pasal 6 ayat 1



: Cukup jelas



: Khusus untuk unitunit misioner yang melakukan



Hal. 252



keadaan uang kas dan lain-lain serta meminta keterangan yang wajib diberikan oleh fungsionaris Majelis Sinode / Majelis Jemaat termasuk unitunit misioner baik di lingkup Sinodal maupun di lingkup Jemaat. 4. a. BPPG wajib menyerahkan hasil kerjanya kepada Pasal 8:4.a Majelis Sinode dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode. c. BPPJ wajib menyerahkan hasil kerjanya kepada Pasal 8:4.b PHMJ yang kemudian dilaporkan oleh PHMJ kepada Sidang Majelis Jemaat.



5. Apabila dalam pemeriksaan Pasal 8:5 ditemukan adanya bukti-bukti yang dapat dijadikan dasar pelanggaran yang secara material merugikan GPIB, maka BPPG / BPPJ dapat mengambil langkah sebagai berikut : a. Temuan dilaporkan kepada Majelis Sinode / Majelis Pasal 8:5.a Jemaat untuk ditindak lanjuti.



pengelolaan secara tersendiri.



: Cukup jelas



: Untuk menjaga transparansi maka BPPJ dapat diundang untuk memberikan penjelasan dalam SMJ. : Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 253



b. Apabila dalam kurun Pasal 8:5.b waktu tahun berjalan Majelis Sinode/Majelis Jemaat tidak juga menindaklanjuti maka BPPG/BPPJ dapat menyampaikan teguran / peringatan kepada Majelis Sinode/Majelis Jemaat. c. Bila ternyata Majelis Sinode tidak dapat juga Pasal 8:5.c menyelesaikan temuan dimaksud maka BPPG menyampaikan permasalahannya pada Persidangan Sinode Tahunan. d. Bila ternyata Majelis Jemaat tidak dapat Pasal 8:5.d menyelesaikan permasalahan yang ditemukan BPPJ maka BPPJ menyampaikannya kepada Majelis Sinode. Pasal 9 Standar Pemeriksaan



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 9



1. Para fungsionaris BPPG / BPPJ Pasal 9:1 melakukan tugasnya berdasarkan pembagian tugas yang ditetapkan oleh mereka. 2. Untuk dapat melaksanakan Pasal 9:2 tugasnya dengan lancar, maka



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 254



3.



4.



5.



6.



tata usaha perbendaharaan Majelis Sinode / Majelis Jemaat dan unit-unit misioner harus tersedia pada tiap hari kerja untuk sewaktu-waktu dapat diperiksa oleh BPPG / BPPJ . Pihak yang diperiksa wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan beserta bukti dan dukungan kepada BPPG / BPPJ pada saat pemeriksaan. Pemeriksaan formal atas keseluruhan laporan keuangan dan pertanggungjawaban keuangan Majelis Sinode / Majelis Jemaat, dilakukan 4 (empat) kali setahun bersamaan dengan penyusunan laporan keuangan Majelis Sinode / Majelis Jemaat yang dilakukan setiap Triwulan. Pemeriksaan keberadaan dari uang Kas / Bank dan harta milik lainnya yang berada di bawah penguasaan Majelis Sinode / Majelis Jemaat dilakukan sewaktu-waktu menurut kebutuhan minimal 1 (satu) kali setahun yakni pada akhir tahun buku. Pelaksanaan Pengawasan melekat yang dilakukan oleh fungsionaris Majelis Sinode /



Pasal 9:3



: Cukup jelas



Pasal 9:4



: Cukup jelas



Pasal 9:5



: Cukup jelas



Pasal 9:6



: Cukup jelas



Hal. 255



Majelis Jemaat, hasilnya dapat digunakan oleh BPPG / BPPJ untuk dijadikan dasar pemeriksaan keseluruhan pertanggungjawaban keuangan Majelis Sinode / Majelis Jemaat. 7. Hasil Pengawasan Pasal 9:7 sebagaimana dalam ayat 6 tersebut diatas dibahas dalam rapat BPPG / BPPJ untuk dirumuskan selanjutnya berupa kesimpulan / pendapat BPPG / BPPJ dan disampaikan kepada Majelis Sinode/Majelis Jemaat, untuk dibahas guna merumuskan pandangan Majelis Sinode / Majelis Jemaat maupun BPPG/BPPJ. Pasal 10 Pertanggungjawaban



: Cukup jelas



Pasal 10



1. Menjelang penyelenggaraan Pasal 10:1 Persidangan Sinode / Sidang Majelis Jemaat, BPPG / BPPJ membuat laporan pemeriksaan tahunan dan laporan pemeriksaan akhir masa jabatan untuk disampaikan kepada Persidangan Sinode/Sidang Majelis Jemaat : a. Laporan pemeriksaan Pasal 10:1.a Tahunan kepada



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 256



Persidangan Sinode / Sidang Majelis Jemaat perihal pelaksanaan pengelolaan Perbendaharaan GPIB oleh Majelis Sinode/Majelis Jemaat dan unit-unit misioner selama masa kerja yang berjalan, untuk dijadikan bahan pengukuran dan penilaian kebijakan yang telah dijalankan oleh Majelis Sinode / Majelis Jemaat, dan unit-unit misioner di bidang perbendaharaan GPIB. b. Laporan akhir masa jabatan Pasal 10:1.b kepada Persidangan Sinode / Sidang Majelis Jemaat tentang hasil pekerjaannya selama masa tugasnya. 2. Dengan pemberian laporan Pasal 10:2 hasil pekerjaan kepada Persidangan Sinode / Sidang Majelis Jemaat pada akhir masa jabatannya seperti yang dimaksudkan di atas, maka tugas pekerjaan para fungsionaris BPPG / BPPJ dinyatakan selesai. Pasal 11 Ketentuan Penutup



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 11



Hal. 257



1. Peraturan Nomor 7 ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. 2. Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka semua ketentuan mengenai Badan Pemeriksa Perbendaharaan GPIB yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku. 3. Apabila ada hal-hal yang belum diatur oleh peraturan ini, maka Majelis Sinode dapat menyusun dan menetapkannya dalam Sidang Majelis Sinode sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode yang terdekat. 4. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila : a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau; b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat; c. Usul-usul perubahan disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun



Pasal 11:1



: Cukup jelas



Pasal 11:2



: Cukup jelas



Pasal 11:3



: Cukup jelas



Pasal 11:4



: Cukup jelas



Pasal 11:4.a



: Cukup jelas



Pasal 11:4.b



: Cukup jelas



Pasal 11:1.c



: Cukup jelas



Hal. 258



sebelum Persidangan Sinode Raya.



Hal. 259



PERATURAN NOMOR 8 TENTANG PENDEWASAAN, PELEMBAGAAN, PENGGABUNGAN, PENURUNAN STATUS, PENGAKTIFAN KEMBALI DAN PENGHAPUSAN JEMAAT MEMORI PENJELASAN Pasal 1 Pendewasaan Jemaat 1. Pendewasaan Jemaat adalah proses penyiapan suatu persekutuan warga GPIB yang sebelumnya telah diwadahi dalam suatu bentuk persekutuan seperti “sektor” dari satu Jemaat yang sudah melembaga atau “pos pelayanan”, yang karena pertumbuhannya menunjukkan prospek yang baik, sehingga perlu segera ditingkatkan statusnya menjadi “Bakal Jemaat” disingkat “ Bajem”. 2. Syarat-syarat Pendewasaan a. Adanya pertumbuhan yang terukur jelas dan memenuhi semua ketentuan yang dipersyaratkan sebagai suatu jemaat dewasa. b. Direkomendasikan oleh Jemaat Induk setelah



Pasal 1



Pasal 1:1



: Cukup jelas



Pasal 1:2 Pasal 1:2.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 1:2.b



: Cukup jelas



Hal. 260



mendengar aspirasi warga jemaat dari “sektor” atau “pos pelayanan” yang bersangkutan, dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya. Pasal 2 Pelembagaan Jemaat 1. Pelembagaan Jemaat adalah proses penyiapan suatu Bajem untuk ditetapkan secara hukum menjadi satu jemaat mandiri. 2. Syarat-syarat Pelembagaan: a. Jumlah warga jemaat dalam Bajem tersebut sudah mencapai sekurangkurangnya 75 Kepala Keluarga. b. Pengembangan persekutuan, pelayanan dan kesaksian dalam Bajem yang akan dilembagakan menunjukkan hasil pertumbuhan yang baik/signifikan. c. Tersedianya Presbiter yang bertanggung jawab atas persekutuan, pelayanan



Pasal 2



Pasal 2:1



: Cukup jelas



Pasal 2:2 Pasal 2:2.a



: Cukup jelas : Kecuali untuk wilayah tertentu



Pasal 2:2.b



: Cukup jelas



Pasal 2:2.c



: Cukup jelas



Hal. 261



dan kesaksian serta pembinaan warga jemaat serta pengelolaan perbendaharaan jemaat. d. Adanya wilayah pelayanan Pasal 2:2.d dimana terdapat prospek terjadinya konsentrasi warga jemaat bermukim. e. Direkomendasikan oleh Pasal 2:2.e Jemaat Induk. f. Memiliki tempat ibadah Pasal 2:2.f tetap termasuk fasilitas pastori.



3. Persiapan Pelembagaan. Dalam mempersiapkan Pasal 2:3 pelembagaan perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Penelitian yang lebih mendalam tentang wilayah Pasal 2:3.a pelayanan serta jumlah warga jemaat yang bermukim di wilayah tersebut.



: Cukup jelas



: Cukup jelas : Yang dimaksud dengan istilah tetap ialah tempat yang secara rutin dipakai untuk beribadah baik milik maupun sewa. : Cukup jelas



: Penetapan batas wilayah dilakukan atas kesepakatan jemaat-jemaat yang berbatasan di bawah koordinasi BP Mupel setempat. Dalam hal batas yang tumpang tindih atau warga yang



Hal. 262



b. Penelitian tentang pengembangan kemajuan Pasal 2:3.b ekonomi warga jemaat untuk memenuhi biaya rutin jemaat setiap bulan. c. Penelitian terhadap perkembangan masyarakat Pasal 2:3.c di wilayah tersebut khususnya tentang tingkat kerukunan beragama. d. Penelitian tentang kemungkinan pengadaan Pasal 2:3.d tanah untuk pembangunan



berdomisili di wilayah jemaat lain maka warga jemaat tersebut bebas menentukan dimana dia akan terdaftar akan tetapi haknya untuk menjadi fungsionaris pelayanan dilaksanakan sesuai dengan batas wilayah. Dengan demikian hak untuk menjadi fungsionaris pelayanan di jemaat di luar wilayah domisilinya dinyatakan gugur. : Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 263



Gedung Gereja, Pastori, Kantor dan lain-lain di wilayah pelayanan tersebut. 4. Langkah-langkah persiapan tersebut diatas dijadwalkan dalam satu program pelembagaan jemaat yang disusun oleh Majelis Jemaat Induk bersama dengan Presbiter Bajem (bakal jemaat) yang akan dilembagakan, dan diarahkan serta ditetapkan oleh Majelis Sinode. 5. Panitia Persiapan Pelembagaan. a. Panitia Persiapan Pelembagaan dibentuk oleh Majelis Jemaat Induk dengan mengikutsertakan Presbiter dan warga jemaat dari Bajem yang akan dilembagakan dan ditetapkan oleh Majelis Sinode. b. Panitia Persiapan Pelembagaan melaksanakan tugas berdasarkan program yang telah ditetapkan oleh Majelis Sinode sebagaimana yang tercantum pada pasal 2 ayat 3.



Pasal 2:4



: Cukup jelas



Pasal 2:5



: Cukup jelas



Pasal 2:5.a



: Cukup jelas



Pasal 2:5.b



: Cukup jelas



Hal. 264



c. Masa tugas Panitia Pasal 2:5.c Persiapan Pelembagaan ditentukan sejak terbitnya Keputusan Majelis Sinode tentang Panitia Persiapan, berlanjut selama pelaksanaan program pelembagaan dan berakhir pada saat terlaksananya pelembagaan. d. Pelembagaan dilakukan Pasal 2:5.d dalam satu ibadah minggu dengan menggunakan tata ibadah khusus, yang dipimpin oleh Fungsionaris Majelis Sinode yang adalah Pendeta. 6. Untuk setiap pelembagaan Pasal 2:6 Majelis Sinode harus mengeluarkan Surat Keputusan tentang batas wilayah yang baru dari jemaat-jemaat terkait. Pasal 3 Penurunan Status Jemaat



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 3



1. Penurunan status jemaat adalah Pasal 3:1 suatu perubahan akibat terjadinya penurunan jumlah warga secara signifikan di suatu jemaat sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai jemaat mandiri. Perubahan status dari jemaat mandiri



: Cukup jelas



Hal. 265



menjadi Pos Pelayanan atau Sektor pelayanan dari jemaat GPIB yang terdekat. 2. Penurunan jumlah jemaat Pasal 3:2 tersebut di atas harus dilaporkan oleh Majelis Jemaat yang bersangkutan kepada Majelis Sinode. 3. Perubahan status dilakukan oleh Majelis Sinode setelah Pasal 3:3 mendengar laporan dari Majelis Jemaat yang bersangkutan dan BP Mupel setempat. 4. Perubahan status dilaporkan Pasal 3:4 oleh Majelis Sinode kepada persidangan Sinode terdekat. Pasal 4 Penggabungan Jemaat



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 4



1. Penggabungan jemaat adalah Pasal 4:1 proses penyatuan 2 (dua) jemaat atau lebih, karena salah satu atau seluruhnya tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai jemaat mandiri. 2. Penggabungan jemaat harus merupakan usul dari jemaat- Pasal 4:2 jemaat yang hendak bergabung. 3. Keberadaan presbiter sebagai Pasal 4:3 konsekuensi dari



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 266



penggabungan diatur oleh Majelis Sinode. 4. Keberadaan aset sebagai Pasal 4:4 konsekuensi dari penggabungan, diatur oleh jemaat-jemaat yang bersangkutan dalam asistensi BP Mupel terkait dan ditetapkan oleh Majelis Sinode. 5. Majelis Sinode membentuk Pasal 4:5 panitia penggabungan dengan mengikutsertakan Presbiter dan warga Jemaat dari JemaatJemaat terkait dan BP Mupel terkait. Pasal 5 Pengaktifan Kembali Jemaat 1. Pengaktifan kembali suatu jemaat terjadi atas usul dari Jemaat induk. 2. Usulan tersebut mengikuti proses pelembagaan jemaat, sesuai dengan pasal 2 peraturan ini. 3. Hal-hal menyangkut aset diselesaikan oleh Jemaat setempat dalam pendampingan oleh BP Mupel. 4. Perekrutan presbiter yang merupakan konsekuensi dari Pengaktifan kembali suatu



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 5



Pasal 5:1



: Cukup jelas



Pasal 5:2



: Cukup jelas



Pasal 5:3



: Cukup jelas



Pasal 5:4



: Cukup jelas



Hal. 267



jemaat diatur oleh Majelis Sinode. Pasal 6 Penghapusan Jemaat 1. Penghapusan Jemaat dilaksanakan apabila tidak ada lagi warga jemaat dalam kurun waktu 5 (lima) tahun di wilayah Jemaat tersebut. 2. Penghapusan Jemaat dilakukan berdasarkan rekomendasi BP Mupel setempat dengan mendengar pendapat jemaatjemaat yang berdekatan. 3. Penghapusan Jemaat harus ditetapkan oleh dan di dalam Persidangan Sinode. 4. Aset yang berhubungan dengan penghapusan Jemaat diatur oleh Majelis Sinode. Pasal 7 Ketentuan Penutup



Pasal 6



Pasal 6:1



: Cukup jelas



Pasal 6:2



: Cukup jelas



Pasal 6:3



: Cukup jelas



Pasal 6:4



: Cukup jelas



Pasal 7



1. Peraturan Nomor 8 ini mulai Pasal 7:1 berlaku sejak tanggal ditetapkan. Pasal 7:2 2. Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka semua ketentuan mengenai Pendewasaan, Pelembagaan, Penggabungan, Penurunan



: Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 268



Status, Pengaktifan Kembali dan Penghapusan Jemaat yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku. 3. Apabila ada hal-hal yang belum diatur oleh peraturan ini, maka Majelis Sinode dapat menyusun dan menetapkannya dalam Sidang Majelis Sinode sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode yang terdekat. 4. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila: a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau; b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat; c. Usul-usul perubahan disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



Pasal 7:3



: Cukup jelas



Pasal 7:4



: Cukup jelas



Pasal 7:4.a



: Cukup jelas



Pasal 7:4.b



: Cukup jelas



Pasal 7:4.c



: Cukup jelas



Hal. 269



PERATURAN NOMOR 9 TENTANG STRUKTUR DAN TATA KERJA MAJELIS SINODE MEMORI PENJELASAN Pasal 1 Pengertian



Pasal 1



1. Struktur Pasal 1.1 Struktur adalah susunan berdasarkan jenjang, rentang kendali dan jabatan organisasi dimana dalamnya terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab secara jelas. 2. Tata Kerja Pasal 1.2 Tata Kerja adalah mekanisme pelaksanaan tugas berdasarkan jenjang, rentang kendali dalam hal pengambilan keputusan, baik dalam bidang masingmasing maupun lintas bidang. Pasal 2 Struktur



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 2



Struktur Majelis Sinode meliputi : 1. Penentu kebijakan (Majelis Pasal 2.1 Sinode) 2. Pelaksana kebijakan (Unit-Unit Pasal 2.2 Misioner) 3. Pengelola administrasi (Kantor Pasal 2.3 Majelis Sinode).



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 270



Pasal 3 Tata Kerja



Pasal 3



Tata Kerja Majelis Sinode, meliputi: Pasal 3:1 1. Proses pengambilan keputusan tentang kebijakan dibangun dan dilaksanakan sesuai sistem presbiterial sinodal. Pasal 3:2 2. Penentuan kebijakan dilaksanakan melalui Sidang Majelis Sinode untuk ditindaklanjuti oleh fungsionaris Majelis Sinode.



Pasal 3:3 3. Semua kebijakan dan pelaksanaannya berpedoman pada PKUPPG GPIB yang diuraikan dalam Program Kerja dan Anggaran dan ditindaklanjuti oleh perangkatperangkat yang ada dalam Pasal 3:4



: Cukup jelas



: Sidang Majelis Sinode dapat dilaksanakan dengan kehadiran fisik atau secara virtual dalam jaringan menggunakan teknologi digital atau dilaksanakan dengan cara lain yang efektif dan efisien sesuai dengan situasi dan kebutuhan. : Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 271



koordinasi masing-masing fungsionaris. 4. Semua pertanggungjawaban Pasal 3:5 tugas fungsionaris Majelis Sinode dan para pelaksana disusun dalam bentuk laporan tertulis. 5. Semua proses yang berlangsung diadministrasikan Pasal 4 (dikelola) oleh Kantor Majelis Sinode dibawah tanggung jawab Sekretaris Umum.



: Cukup jelas



Pasal 4:1



: Lihat PKUPPG



Pasal 4:2 Majelis Pasal 4:3



: Lihat PKUPPG : Lihat PKUPPG



Pasal 4:4



: Lihat PKUPPG



Pasal 4:5 Pasal 4:6



: Lihat PKUPPG : Lihat PKUPPG



Pasal 4 Pembidangan Kegiatan Pembidangan kegiatan Sinode meliputi : 1. Teologi dan Persidangan Gerejawi 2. Pelayanan dan Kesaksian (Pelkes) 3. Gereja, Masyarakat dan Agama-Agama (Germasa) 4. Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Insani (PPSDI) serta Pelayanan Kategorial (Pelkat) 5. Pembangunan Ekonomi Gereja 6. Informasi, Organisasi dan Komunikasi (Inforkom) dan Penelitian dan Pengembangan (Litbang)



Pasal 5



Pasal 5:1 Pasal 5:1.a Pasal 5:1.a.1



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 272



Pasal 5 Uraian Tugas Pasal 5:1.a.2 1. Ketua Umum a. Tugas Umum 1. Ketua umum memimpin Sidang Majelis Sinode dan rapat lainnya; 2. Bersama para ketua lainnya mengarahkan, Pasal 5.1.a.3 mengawasi pelaksanaan program kerja tahunan sinodal, agar tetap sesuai dengan tata gereja dan PKUPPG serta keputusan persidangan; 3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum bertindak untuk dan atas nama GPIB serta mewakili GPIB.



: Cukup jelas



: Apabila Ketua Umum dan Sekretaris Umum berhalangan, maka diwakili oleh salah satu Ketua dan salah satu Sekretaris. Jikalau salah satu Ketua dan salah satu sekretaris berhalangan, maka MS diwakili oleh dua orang fungsionaris yang ditunjuk oleh Sidang MS. Sesuai dengan kewenangannya yang tercantum dalam surat kuasa yang tidak dapat bertentangan dengan Tata



Hal. 273



4. Menggantikan KetuaKetua lainnya apabila berhalangan. b. Tugas Khusus 1. Bersama Departemen Teologi melakukan pengkajian teologi secara terus menerus dalam kehidupan bergereja; 2. Bersama Departemen Germasa melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada Departemen Germasa sesuai PKUPPG; 3. Bersama Sekretaris Umum mengawasi ketatalaksanaan Kantor Majelis Sinode; 4. Bersama Sekretaris Umum dan Bendahara bertanggungjawab atas perbendaharaan GPIB; 5. Bersama Sekretaris Umum menandatangani semua: i. Surat-surat dan Piagam Gerejawi.



Pasal 5:1.a.4



Gereja dan Peraturan perundangan yang berlaku. : Cukup jelas



Pasal 5:1.b. Pasal 5:1.b.1



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 5:1.b.2



: Cukup jelas



Pasal 5:1.b.3



: Cukup jelas



Pasal 5:1.b.4



:Cukup jelas



Pasal 5:1.b.5



: Cukup jelas



Pasal 5:1.b.5.i : Cukup jelas



Hal. 274



ii. Keputusan dan Ketetapan Sidang Majelis Sinode 6. Bersama Bendahara menandatangani suratsurat yang berhubungan dengan perbendaharaan. 2. Ketua I. a. Tugas Umum 1. Mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan semua keputusan persidangan sinode yang berkaitan dengan Pelkes dalam koordinasi dengan ketua umum dan ketuaketua lainnya; 2. Menggantikan ketua umum/ketua lainnya bila berhalangan. b. Tugas Khusus Bersama Departemen Pelkes dan Unit Misioner Sinodal di bidang Pelkes melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan sesuai PKUPPG. 3. Ketua II a. Tugas Umum : 1. Mengarahkan mengawasi



Pasal 5:1.b.5.ii : Cukup jelas



Pasal 5:1.b.6



: Cukup jelas



Pasal 5:2 Pasal 5:2.a Pasal 5:2.a.1



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 5:2.a.2



: Cukup jelas



Pasal 5:2.b



: Unit Misioner Sinodal yang dimaksud adalah UP2M, PMKI dan Unit Penanggulangan Bencana GPIB.



Pasal 5:3 Pasal 5:3.a dan Pasal 5:3.a.1



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 275



pelaksanaan semua keputusan persidangan sinode yang berkaitan dengan Gereja, Masyarakat dan Agama-Agama (Germasa) dalam koordinasi dengan ketua umum dan ketuaketua lainnya; 2. Menggantikan ketua umum/ketua lainnya bila berhalangan. b. Tugas Khusus : Bersama Departemen Germasa melaksanakan tugas-tugas di bidang masing-masing sesuai PKUPPG; 4. Ketua III a. Tugas Umum: 1) Mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan semua keputusan persidangan sinode yang berkaitan dengan Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Insani (PPSDI) dan Peningkatan Peran Keluarga (PPK) yang terjabarkan dalam Pelayanan Kategorial (Pelkat) yang



Pasal 5:3.a.2



: Cukup jelas



Pasal 5:3.b



: Cukup jelas



Pasal 5:4 Pasal 5:4.a Pasal 5:4.a.1



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 276



dilaksanakan dalam koordinasi dengan ketua umum dan ketuaketua lainnya; 2) Menggantikan ketua umum/ketua lainnya bila berhalangan. b. Tugas Khusus : Bersama Departemen PPSDI dan Dewan Pelkat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan sesuai PKUPPG 5. Ketua IV a. Tugas Umum: 1) Mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan semua keputusan persidangan sinode yang berkaitan dengan Pembangunan Ekonomi Gereja dan Badan Usaha/Badan Hukum GPIB dalam koordinasi dengan ketua umum dan ketuaketua lainnya; 2) Menggantikan ketua umum/ketua lainnya bila berhalangan. b. Tugas Khusus : 1) Bersama Departemen PEG, melaksanakan tugas-tugas yang



Pasal 5:4.a.2



: Cukup jelas



Pasal 5:4.b



: Cukup jelas



Pasal 5:5 Pasal 5:5.a Pasal 5:5.a.1



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 5:5.a.2



: Cukup jelas



Pasal 5:5.b Pasal 5:5.b.1



: Cukup jelas : Cukup Jelas



Hal. 277



dibebankan sesuai PKUPPG; 2) Bersama yayasan dan atau badan hukum GPIB melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan sesuai PKUPPG. 6. Ketua V: a. Tugas Umum: 1. Mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan semua keputusan persidangan sinode yang berkaitan dengan Informasi, Organisasi dan Komunikasi (Inforkom) serta Penelitian dan Pengembangan (Litbang) dalam koordinasi dengan ketua umum dan ketuaketua lainnya; 2. Menggantikan ketua umum/ketua lainnya bila berhalangan. b. Tugas Khusus : 1) Bersama departemen Informasi, Organisasi dan Komunikasi (Inforkom) melaksanakan tugas -



Pasal 5:5.b.2



: Cukup jelas



Pasal 5:6 Pasal 5:6.a Pasal 5:6.a.1



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 5:6.a.2



: Cukup jelas



Pasal 5:6.b Pasal 5:6.b.1



: Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 278



tugas yang dibebankan sesuai PKUPPG; 2) Bersama Departemen Penelitian dan Pengembangan (Litbang) melaksanakan tugastugas yang dibebankan sesuai PKUPPG. 7. Sekretaris Umum a. Tugas Umum : 1. Bersama Ketua Umum menjadi penanggungjawab umum baik ke dalam maupun ke luar; 2. Bersama Ketua Umum mengawasi ketatalaksanaan kantor Majelis Sinode; 3. Melaksanakan tugas Sekretaris-sekretaris lainnya bila berhalangan.



Pasal 5:6.b.2



: Cukup jelas



Pasal 5:7. Pasal 5:7.a Pasal 5:7.a.1



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 5:7.a.2



: Cukup jelas



Pasal 5:7.a.3



: Mencakup surat, piagam gerejawi, keputusan dan ketetapan sidang majelis Sinode, dan surat surat lainnya. : Cukup jelas : Cukup jelas



b. Tugas Khusus : Pasal 5:7.b 1) Memimpin dan Pasal 5:7.b.1 merencanakan pengembangan personalia/ kepegawaian GPIB;



Hal. 279



2) Memimpin administrasi dan kantor Majelis Sinode GPIB; 3) Mempersiapkan konsep peraturan, keputusan dan ketetapan Majelis Sinode untuk dibahas dalam Sidang Majelis Sinode; 4) Bertanggungjawab atas dokumen GPIB berupa buku - buku keputusan, hasil - hasil sidang dan rapat serta konsultasi dan musyawarah; 5) Membuat laporan mengenai pelaksanaan Keputusan-keputusan Majelis Sinode yang sudah atau belum dilaksanakan pada setiap akhir bulan; 6) Mendampingi Ketua Umum dalam melaksanakan koordinasi bidang kegiatannya; 7) Bersama Ketua Umum menandatangani semua dokumen Gerejawi. 8) Bersama Ketua V menangani Bidang yang menjadi tanggung jawab Ketua V.



Pasal 5:7.b.2



: Cukup jelas



Pasal 5:7.b.3



: Cukup jelas



Pasal 5:7.b.4



: Cukup jelas



Pasal 5:7.b.5



: Cukup jelas



Pasal 5:7.b.6



: Cukup jelas



Pasal 5:7.b.7



: Cukup jelas



Pasal 5:7.b.8



: Cukup jelas



Hal. 280



8. Sekretaris I a. Tugas Umum : 1. Melaksanakan tugas Sekretaris-Sekretaris lainnya bila yang bersangkutan berhalangan; b. Tugas Khusus : 1) Membuat Notulen Sidang Majelis Sinode; 2) Membina kinerja pegawai kantor Majelis Sinode; 3) Mendampingi Ketua I dan Ketua II melaksanakan koordinasi bidang kegiatan-nya; 4) Menyelenggarakan pengarsipan Kantor Majelis Sinode sesuai bidang terkait. 9. Sekretaris II a. Tugas Umum : Melaksanakan tugas Sekretaris lainnya bila yang bersangkutan berhalangan. b. Tugas Khusus : 1) Mendampingi Ketua III dan Ketua IV dalam melaksanakan koordinasi bidang kegiatannya;



Pasal 5:8 Pasal 5:8.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 5:8.b Pasal 5:8.b.1



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 5:8.b.2



: Cukup jelas



Pasal 5:8.b.3



: Cukup jelas



Pasal 5:8.b.4



: Cukup jelas



Pasal 5:9



: Cukup jelas



Pasal 5:9.a



: Cukup jelas



Pasal 5:9.b Pasal 5:9.b.1



: Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 281



2) Mempersiapkan administrasi perjalanan dinas dan mengolah laporan-laporan perjalanan dinas fungsionaris Majelis Sinode, atau yang ditugaskan oleh Majelis Sinode; 3) Menyelenggarakan pengarsipan Kantor Majelis Sinode sesuai bidang terkait. 10. Bendahara a. Tugas Umum : 1. Bersama Ketua Umum dan Ketua IV bertanggungjawab atas pengelolaan perbendaharaan GPIB; 2. Menyusun dan menyampaikan Rencana Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Tahunan Majelis Sinode untuk ditetapkan dalam Persidangan Sinode Tahunan; 3. Bertanggung jawab atas administrasi keuangan GPIB; 4. Bersama Ketua Umum atau Ketua IV



Pasal 5:9.b.2



: Cukup jelas



Pasal 5:9.b.3



: Cukup jelas



Pasal 5:10 : Cukup jelas Pasal 5:10.a : Cukup jelas Pasal 5:10.a.1 : Cukup jelas



Pasal 5:10.a.2 : Cukup jelas



Pasal 5:10.a.3 : Cukup jelas



Pasal 5:10.a.4 : Cukup jelas



Hal. 282



menandatangani suratsurat yang berhubungan dengan perbendaharaan dan keuangan; 5. Melaksanakan tugas Bendahara I bila yang bersangkutan berhalangan. b. Tugas Khusus 1) Meneliti dan memberikan persetujuan atas semua permohonan penggunaan uang sesuai anggaran yang telah ditetapkan oleh Majelis Sinode; 2) Melaksanakan keputusan sidang Majelis Sinode dan melaporkan kepada Majelis Sinode tentang pengeluaran dana luar biasa atau yang belum dianggarkan; 3) Membuat informasi keuangan secara triwulanan dan tahunan kepada Jemaat; 4) Membuat laporan keuangan, dan laporan pertanggungjawaban anggaran dan realisasi



Pasal 5:10.a.5 : Cukup jelas



Pasal 5:10.b



: Cukup jelas



Pasal 5:10.b.1 : Cukup jelas



Pasal 5:10.b.2 : Cukup jelas



Pasal 5:10.b.3 : Cukup jelas



Pasal 5:10.b.4 : Cukup jelas



Hal. 283



kepada Persidangan Sinode; 5) Menjalin hubungan dan komunikasi yang intensif dengan Bendahara jemaatjemaat; 6) Menjalin hubungan dan komunikasi yang intensif dengan BPPG. 11. Bendahara I a. Tugas Umum : Melaksanakan tugas Bendahara bila yang bersangkutan berhalangan. b. Tugas Khusus : 1. Mengawasi proses pelaksanaan (realisasi) anggaran; 2. Mengawasi administrasi / pembukuan keuangan dan penyimpanan bukti-bukti kas; 3. Membina administrasi keuangan dan perbendaharaan di Jemaat-Jemaat GPIB; 4. Bersama Ketua IV mengelola administrasi pendataan dan penelitian terhadap inventaris/ administrasi harta milik GPIB di



Pasal 5:10.b.5 : Cukup jelas



Pasal 5:10.b.6 : Cukup jelas



Pasal 5:11 Pasal 5:11.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 5:11.b : Cukup jelas Pasal 5:11.b.1 : Cukup jelas



Pasal 5:11.b.2 : Cukup jelas



Pasal 5:11.b.3 : Cukup jelas



Pasal 5:11.b.4 : Cukup jelas



Hal. 284



Majelis Sinode (yang bergerak maupun yang tidak bergerak). Pasal 6 Peraturan Pelaksanaan Majelis Sinode (PPMS)



Pasal 6



1. PPMS mengatur mekanisme Pasal 6:1 kerja administrasi dan teknis Majelis Sinode beserta penjabaran tugas Departemendepartemen dan Unit Misioner Sinodal lainnya. 2. PPMS merupakan bagian dari peraturan ini dan ditetapkan Pasal 6:2 dalam Persidangan Sinode. Pasal 7 Ketentuan Penutup



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 7



1. Peraturan Nomor 9 ini mulai berlaku sejak tanggal Pasal 7:1 ditetapkan. 2. Dengan ditetapkannya Pasal 7:2 Peraturan ini, maka semua ketentuan mengenai Struktur dan Tata Kerja Majelis Sinode yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku. 3. Apabila ada hal-hal yang belum diatur oleh peraturan ini, maka Pasal 7:3 Majelis Sinode dapat



: Cukup jelas : Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 285



menyusun dan menetapkannya dalam Sidang Majelis Sinode sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode yang terdekat. 4. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila : a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau; b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat ; c. Usul-usul perubahan disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



Pasal 7:4



: Cukup jelas



Pasal 7:4.a



: Cukup jelas



Pasal 7:4.b



: Cukup jelas



Pasal 7:4.c



: Cukup jelas



Hal. 286



PERATURAN NOMOR 10 TENTANG KEPEGAWAIAN GPIB MEMORI PENJELASAN Dasar dan Pengertian Pasal 1 Dasar



Pasal 1



: Cukup jelas



Peraturan ini disusun berdasarkan Peraturan Pokok I Pasal 16 tentang Kepegawaian Pasal 2 Pengertian 1. Anak adalah seseorang yang belum pernah kawin dan tercatat secara resmi pada GPIB serta memenuhi syarat: a. belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun; atau b. belum berumur 25 (dua puluh lima) tahun tetapi masih bersekolah; atau c. belum berumur 25 (dua puluh lima) tahun dan tidak bersekolah tetapi cacat tetap dan dinyatakan demikian secara tertulis oleh dokter yang ditunjuk GPIB. d. Anak terdiri atas:



Pasal 2



Pasal 2:1



: Cukup jelas



Pasal 2:1.a



: Cukup jelas



Pasal 2:1.b



: Cukup jelas



Pasal 2:1.c



: Cukup jelas



Pasal 2:1.d



: Cukup jelas



Hal. 287



i.



Anak kandung Pegawai yang lahir dari suatu Perkawinan yang sah secara hukum dan, dalam hal Pegawai tersebut telah bercerai, menjadi tanggungan Pegawai itu berdasarkan keputusan pengadilan yang berwenang; ii. Anak tiri Pegawai yang ada karena suatu perkawinan yang sah secara hukum dan menjadi tanggungan Pegawai; iii. Anak angkat Pegawai yang pengangkatannya dilakukan secara hukum. 2. Sakit adalah kondisi dari pegawai sehingga tidak dapat melaksanakan tugasnya. 3. Fasilitas Perawatan Kesehatan dan Pengobatan adalah bantuan perawatan kesehatan dan pengobatan pada waktu sakit atau melahirkan yang diberikan kepada pegawai GPIB dan keluarga. 4. Golongan adalah golongan pegawai yang ditentukan berdasarkan pendidikan dan hasil evaluasi untuk menentukan



Pasal 2:1.d.i



: Cukup jelas



Pasal 2:1.d.ii



: Cukup jelas



Pasal 2:1.d.iii : Cukup jelas



Pasal 2:2



: Cukup jelas



Pasal 2:3



: Cukup jelas



Pasal 2:4



: Cukup jelas



Hal. 288



besarnya gaji yang di terima oleh pegawai yang bersangkutan. 5. Hari Kerja atau Hari–Hari Kerja adalah hari atau hari-hari di mana Pegawai harus melakukan pekerjaan sesuai dengan jadwal kerja Minimal 40 Jam dalam satu Minggu atau 173 Jam dalam 1 bulan. 6. Cuti Tahunan adalah masa istirahat yang menjadi hak Pegawai setelah Pegawai menyelesaikan masa kerja 12 (dua belas) bulan berturut-turut dengan upah penuh. 7. Cuti Besar adalah masa istirahat yang menjadi hak Pegawai setelah Pegawai menyelesaikan masa kerja berturut-turut selama 5(lima) tahun untuk pendeta dan 6 (enam) tahun untuk pegawai non pendeta. 8. Hari Libur Resmi adalah hari libur yang dinyatakan oleh Pemerintah Negara Republik Indonesia. 9. Isteri/Suami adalah 1 (satu) orang isteri/suami Pegawai yang sah menurut hukum dan dicatatkan pada GPIB. 10. Janda/Duda adalah seorang isteri/suami dari seorang Pegawai yang meninggal dunia



Pasal 2:5



: Cukup jelas



Pasal 2:6



: Cukup jelas



Pasal 2:7



: Cukup jelas



Pasal 2:8



: Cukup jelas



Pasal 2:9



: Cukup jelas



Pasal 2:10



: Cukup jelas



Hal. 289



11. Jadwal Kerja adalah suatu jadwal yang ditentukan oleh GPIB tentang jatuhnya hari kerja dan hari istirahat bagi Pegawai, waktu dan lamanya bekerja pada hari kerja, dengan mempertimbangkan antara lain lokasi kerja, sifat pekerjaan dan kelangsungan kegiatan pelayanan dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 12. JPHT adalah Jaminan Perumahan Hari Tua sesuai peraturan GPIB 13. Kecelakaan adalah kecelakaan kerja seperti didefinisikan dalam Undang Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja juncto Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1993 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja. 14. Keluarga adalah 1 (satu) orang Suami atau 1 (satu) orang Istri dan/atau paling banyak 3 (tiga) orang Anak. 15. Kerja Lembur adalah pekerjaan yang dilakukan Pegawai di luar waktu kerja atau pada saat hari



Pasal 2:11



: Cukup jelas



Pasal 2:12



: Cukup jelas



Pasal 2:13



: Cukup jelas



Pasal 2:14



: Cukup jelas



Pasal 2:15



: Cukup jelas



Hal. 290



istirahat atau hari libur resmi berdasarkan perintah atasan. 16. Majelis Sinode adalah pimpinan Pasal 2:16 GPIB di lingkup sinodal.



17. Majelis Jemaat adalah pimpinan Pasal 2:17 GPIB di lingkup Jemaat 18. Kenaikan Gaji Berkala adalah Pasal 2:18 kenaikan gaji pokok periodik dan diberitahukan oleh Majelis Sinode secara tertulis. Besarnya kenaikan tersebut, sesuai dengan skala gaji pegawai dan sesuai kemampuan keuangan GPIB.



19. Pegawai dengan Perjanjian Pasal 2:19 Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah tenaga kerja tetap, baik Pendeta maupun non Pendeta yang terikat dalam perjanjian kerja untuk jangka waktu yang diatur dalam peraturan masing-masing. 20. Pegawai dengan Perjanjian Pasal 2:20 Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah tenaga kerja



: Pimpinan lingkup sinodal berarti Pimpinan kebersamaan Jemaat-jemaat di GPIB. : Cukup jelas : Kenaikan Gaji Berkala dilakukan secara otomatis berdasarkan waktunya tanpa pengusulan kecuali bagi pegawai yang terkena sanksi penundaan kenaikan gaji berkala. : Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 291



berdasarkan perjanjian kerja untuk waktu tertentu. 21. Pelanggaran Berat adalah Pasal 2:21 perbuatan pelanggaran sebagaimana diatur dalam peraturan ini dan atau dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang apabila dilakukan oleh pegawai akan mengakibatkan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 22. Pembebasan Sementara adalah Pasal 2:22 pembebasan sementara Pegawai dari tugas-tugasnya selama waktu tertentu yang dilakukan GPIB terkait dengan suatu pelanggaran yang dilakukan oleh Pasal 2:23 Pegawai. 23. Pendeta Organik adalah Pegawai GPIB yang diteguhkan sebagai Pelayan Firman dan Sakramen dan ditugaskan oleh Majelis Sinode pada jabatan struktural GPIB.



24. Pendeta Pelayanan Umum Pasal 2:24 adalah pegawai GPIB yang ditahbiskan sebagai Pelayan Firman dan Sakramen dan pejabat struktural namun



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Yang ditugaskan di Jemaat sebagai Ketua Majelis Jemaat atau sebagai Pendeta Jemaat maupun sebagai Pendeta GPIB dalam Pelayanan Umum (Pelum).



: Pendeta yang duduk di Majelis Sinode sebagai Fungsionaris maupun dengan



Hal. 292



tidak/belum Jemaat.



ditugaskan



di



25. Pendeta Non Organik adalah Pasal 2:25 Pendeta GPIB namun bukan pejabat struktural, karenanya tidak berstatus pegawai. 26. Pendidikan dan Pelatihan Pasal 2:26 adalah kegiatan pendidikan atau pelatihan Pegawai untuk memberikan, meningkatkan dan mengembangkan keterampilan atau keahlian dan produktivitas Pegawai sesuai dengan jenjang, kualifikasi jabatan atau Pekerjaannya. 27. Penempatan Sementara adalah Pasal 2:27 penugasan Pegawai secara



penugasan khusus di lembagalembaga seperti Majelis Sinode, PGI, GPI, dan di lembaga lainnya seperti unit kerja penerbitan, sekolah-sekolah dan rumah sakit serta yang ditugaskan di lembaga pendidikan teologi atau yang ditugaskan di lembagalembaga. : Termasuk emeritus.



: Pegawai yang dimaksud adalah Pendeta dan Non Pendeta.



: Cukup jelas



Hal. 293



sementara di suatu tempat kerja yang lain dari tempat kerja di mana Pegawai biasa melakukan kepegawaiannya. 28. Penilaian Kinerja adalah penilaian tahunan yang dilaksanakan GPIB berdasarkan hasil prestasi kerja setiap pegawai. 29. Peraturan GPIB adalah dokumen yang memuat ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja dan tata tertib GPIB bagi Pegawai tetap/waktu tidak tertentu. 30. Peringatan Lisan adalah teguran secara lisan atas pelanggaran ringan. 31. Peringatan Tertulis adalah teguran tertulis yang menurut penilaian, wajar untuk menerima peringatan atas pelanggaran disiplin kerja. 32. Perjalanan Dinas adalah perjalanan yang dilakukan oleh Pegawai berdasarkan penugasan dari GPIB dalam rangka melakukan suatu urusan dinas untuk kepentingan GPIB. Perjalanan Dinas dapat dilakukan di dalam maupun keluar tempat kedudukan pegawai (baik di dalam maupun keluar negeri).



Pasal 2:28



: Cukup jelas



Pasal 2:29



: Cukup jelas



Pasal 2:30



: Cukup jelas



Pasal 2:31



: Cukup jelas



Pasal 2:32



: Cukup jelas



Hal. 294



33. Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian untuk waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis antara GPIB dan calon pegawai yang memuat hak dan kewajiban para pihak serta syarat-syarat kerja lainnya yang ditandatangani setelah calon Pegawai lulus seleksi penerimaan, dinyatakan fit secara medis berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan dan telah memenuhi syarat-syarat administratif yang ditentukan oleh GPIB. 34. PHK atau pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara GPIB dan Pegawai. 35. Tempat Kedudukan adalah tempat yang dianggap sebagai tempat tinggal Pegawai yang dicantumkan dalam Perjanjian Kerja untuk keperluan menentukan mulai dan/atau berhentinya kewajiban GPIB dalam mengganti biaya transportasi dan sebagainya. 36. THRK atau Tunjangan Hari Raya Keagamaan adalah tunjangan yang diberikan kepada pegawai dalam bentuk uang yang



Pasal 2:33



: Cukup jelas



Pasal 2:34



: Cukup jelas



Pasal 2:35



: Cukup jelas



Pasal 2:36



: Cukup jelas



Hal. 295



dibayarkan GPIB kepada Pegawai menjelang Hari Keagamaan. 37. Tindakan Disiplin adalah tindakan penggembalaan yang dilakukan GPIB dengan tujuan untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai yang melanggar tata tertib yang berlaku di GPIB. 38. Gaji adalah dalam bentuk uang sebagai balas jasa atau penghargaan atas hasil kerja pegawai. 39. Gaji Pokok adalah gaji berdasarkan golongan pegawai GPIB. 40. Gaji dasar adalah gaji pokok ditambah tunjangan istri dan tunjangan anak. 41. Gaji Bersih adalah gaji dasar ditambah tunjangan yang bersifat tetap.



Pasal 2:37



: Cukup jelas



Pasal 2:38



: Cukup jelas



Pasal 2:39



: Cukup jelas



Pasal 2: 40



: Cukup jelas



Pasal 2:41



: Tunjangan jabatan, tunjangan fungsional dan tunjangan setempat. : Cukup jelas



42. Tunjangan Kerja Lembur adalah imbalan dalam bentuk uang dengan perhitungan per jam Pasal 2:42 1/173 x gaji pokok 43. Izin tidak bekerja adalah hari pegawai tidak masuk bekerja, dan dipotong Hak Cuti ybs. Pasal 2:43



: Cukup jelas



Hal. 296



44. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai dalam susunan suatu satuan organisasi. 45. Kenaikan Golongan Biasa adalah kenaikan golongan pegawai yang diputuskan oleh Majelis Sinode karena sudah memenuhi persyaratan antara lain masa kerja dalam golongan, kinerja dan tidak bermasalah. 46. Kenaikan Golongan Istimewa adalah kenaikan golongan yang diputuskan oleh Majelis Sinode karena prestasi kerja yang luar biasa. 47. Kenaikan Golongan Penghargaan adalah kenaikan yang diberikan satu tingkat berdasarkan keputusan Majelis Sinode dengan mempertimbangkan prestasi yang bersangkutan. 48. Skala Gaji adalah skala gaji pokok untuk tiap golongan.



Pasal 2:44



: Cukup jelas



Pasal 2:45



: Cukup jelas



Pasal 2:46



: Cukup jelas



Pasal 2:47



: Cukup jelas



Pasal 2:48



: Pola Skala Gaji GPIB mengikuti Pola Skala Gaji Pemerintah. : Cukup jelas



49. Masa Kerja adalah jangka waktu berlangsungnya hubungan kerja Pasal 2:49 terhitung tanggal penerimaan sampai berakhirnya hubungan kerja tersebut.



Hal. 297



50. Uang Penghargaan Masa Pasal 2:50 Kerja adalah penghargaan masa kerja yang diberikan kepada pegawai sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.



: Cukup jelas



Penerimaan, Hubungan Kerja dan Status Pasal 3 Penerimaan Pegawai



Pasal 3



1. Proses penerimaan pegawai non Pasal 3:1 Pendeta dilakukan oleh Majelis Sinode atau Majelis Jemaat dan keputusan pengangkatannya oleh Majelis Sinode. 2. Persyaratan penerimaan Pegawai Pasal 3:2 Non Pendeta dan Pendeta diatur dalam Peraturan Pelaksana Nomor 10 A. Pasal 4 Hubungan Kerja



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 4



1. Hubungan Kerja antara pegawai Pasal 4:1 non pendeta dengan GPIB, berlangsung setelah calon pegawai lulus kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pelaksana Nomor 10 A dan dinyatakan dalam Surat Keputusan Majelis Sinode.



: Cukup jelas



Hal. 298



2. Penugasan pegawai dan tanggal Pasal 4:2 dimulainya masa kerja akan ditetapkan di dalam Perjanjian Kerja dan tercantum dengan jelas dalam Surat Keputusan Pengangkatan. 3. Dalam hal pegawai GPIB non Pasal 4:3 pendeta menikah dengan sesama pegawai GPIB pada kantor Majelis Jemaat atau kantor Majelis Sinode yang sama maka salah satu dari keduanya harus mengundurkan diri sebagai pegawai GPIB.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Golongan, Pangkat, Gaji, Tunjangan Pasal 5 Golongan



Pasal 5



1. GPIB menganut sistem Pasal 5:1 penggolongan sebanyak 17 golongan dari golongan I A s/d golongan IV E. 2. Penentuan penggolongan Pasal 5:2 pegawai baru adalah berdasarkan pendidikan, tetapi dalam hal tertentu pendidikan dan pengalaman dapat juga menentukan golongan bagi pegawai tertentu. 3. Penentuan awal dan golongan Pasal 5:3 maksimal dari pegawai diatur



: Cukup jelas.



: Cukup jelas.



: Cukup jelas



Hal. 299



dalam Peraturan Nomor 10 A.



Pelaksana



Pasal 6 Kenaikan Golongan



Pasal 6



1. Kenaikan golongan diberikan Pasal 6:1 kepada pegawai yang telah memenuhi persyaratan dan diusulkan oleh Majelis Jemaat atau Majelis Sinode dengan melampirkan dokumen pendukung antara lain, hasil penilaian prestasi kerja. Mekanisme ini diatur dalam petunjuk pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Majelis Sinode. 2. Jenis kenaikan golongan adalah Pasal 6:2 sebagai berikut: a. Kenaikan Golongan Biasa Pasal 6:2.a (Reguler) yaitu, kenaikan golongan satu tingkat yang diputuskan Majelis Sinode karena masa kerja dalam golongan lama sudah mencapai 5 (lima) tahun.



: Cukup jelas



: Cukup jelas : Pegawai S1 : golongan 3 A saat pengangkatan dan baru bisa naik golongan setelah 5 tahun. Pegawai S2 : golongan 3 A saat pengangkatan, tetapi setelah 2,5 tahun bisa naik golongan.



Hal. 300



b. Kenaikan Golongan Pasal 6:2.b Istimewa, yaitu kenaikan golongan yang diputuskan oleh Majelis Sinode berdasarkan usulan Majelis Jemaat karena prestasi yang luar biasa. c. Kenaikan Golongan Pilihan, Pasal 6:2.c yaitu kenaikan yang diberikan bagi Pegawai Pendeta yang terpilih sebagai Fungsionaris Majelis Sinode dan golongannya belum mencapai di golongan IV, maka perlu diselaraskan menjadi golongan IV.a. d. Kenaikan Golongan Pasal 6:2.d Penghargaan, yaitu kenaikan yang diberikan satu tingkat berdasarkan keputusan Majelis Sinode, karena meninggal dalam tugas atau mengalami kecelakaan dalam tugas yang mengakibatkan cacat tetap. Pasal 7 Wewenang Keputusan Naik Golongan



Pasal 7



: Kriteria ditentukan dalam petunjuk pelaksanaan oleh Majelis Sinode. : Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pihak yang berwenang untuk mengeluarkan Surat Keputusan Kenaikan Golongan adalah Majelis Sinode setelah mempertimbangkan



Hal. 301



usulan dari Majelis jemaat atau pimpinan unit tempat kedudukan bekerja. Pasal 8 Pangkat



Pasal 8



1. Pangkat adalah status atau kedudukan yang menunjukkan Pasal 8:1 tingkat seorang pegawai dalam rangkaian susunan kepegawaian yang berhubungan erat dengan golongan dan jabatan. 2. Ketentuan mengenai jenjang kepangkatan diatur di dalam Pasal 8:2 Peraturan Pelaksana Nomor 10 A. Pasal 9 Gaji dan Tunjangan



: Cukup jelas.



: Cukup jelas.



Pasal 9



1. Gaji Pokok ditentukan Pasal 9:1 berdasarkan golongan, ruang dan masa kerja. 2. Majelis Sinode melakukan Pasal 9:2 penyesuaian skala gaji pegawai GPIB sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku di GPIB dan dilaporkan untuk ditetapkan dalam Persidangan Sinode terdekat. 3. Gaji Pokok menjadi dasar Pasal 9:3 perhitungan untuk tunjangantunjangan dan kerja lembur,



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 302



kecuali tunjangan-tunjangan yang dalam penetapannya sudah dalam bentuk jumlah uang. 4. Tunjangan Istri/Suami, Anak, Pasal 9:4 Jabatan dan Fungsional serta Tunjangan Kesejahteraan diatur dalam Peraturan Pelaksana Nomor 10 A. Pasal 10 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan



: Cukup jelas



Pasal 10



Pasal 10:1 1. GPIB wajib mengikutsertakan seluruh pegawai dalam program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang dipersyaratkan oleh undang-undang Negara RI. Pasal 10:2 2. Ketentuan tentang program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diatur dalam Peraturan Pelaksana Nomor 10 A. Pasal 11



: Cukup jelas



: Cukup jelas.



Pasal 11 Pastori



Hal. 303



Pasal 11:1 1. Jemaat wajib menyediakan pastori /rumah jabatan dengan perabotan yang layak bagi Pendeta Organik GPIB yang ditugaskan di jemaat tersebut.



2. Jika belum tersedia pastori, Pasal 11:2 jemaat yang bersangkutan wajib menyiapkan rumah yang layak, dengan status sewa atau kontrak, sebagai pastori. 3. Pegawai wajib menempati Pasal 11:3 pastori yang disediakan dan tidak boleh diberikan kompensasi apapun apabila tidak menempati pastori yang disediakan.



: Jemaat memasang tanda kepemilikan GPIB yang dapat berupa logo ditempatkan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan setempat. : Cukup jelas



: Apabila pegawai tidak menempati pastori yang disediakan maka terhadap yang bersangkutan tidak diperbolehkan untuk mengontrak rumah sendiri sebagai pastori, juga tidak boleh mengontrakkan pastori untuk kepentingan apapun.



Hal. 304



4. Biaya listrik, air, biaya telepon Pasal 11:4 pastori yang digunakan untuk dinas ditanggung oleh jemaat yang bersangkutan. 5. Batasan pembayaran untuk hal- Pasal 11:5 hal tersebut pada butir 3 di atas diatur dan ditetapkan oleh Majelis Jemaat setempat. 6. Khusus untuk fungsionaris Pasal 11:6 Majelis Sinode diatur oleh Majelis Sinode. Pendeta fungsionaris Majelis Sinode wajib menempati rumah dinas yang disediakan.



7. Penempatan pastori hanya berlaku selama melaksanakan Pasal 11:7 jabatan dan harus dikembalikan dengan baik kepada Majelis Jemaat dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal mutasi/berakhir masa jabatan dengan kondisi sesuai dengan daftar inventaris. Pasal 12 Santunan dan Bantuan Kematian



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Bagi fungsionaris MS yang tidak menempati rumah dinas, tidak akan menerima fasilitas pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat 3. : Cukup jelas



Pasal 12



Hal. 305



1. Biaya Pemakaman sepenuhnya Pasal 12:1 ditanggung oleh Majelis Sinode/Majelis Jemaat.



2.



Ketentuan tentang Santunan Pasal 12:2 Kematian diatur dalam Peraturan Pelaksana No 10 A sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 13 Program Pensiun



1. Setiap pegawai GPIB yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan berhak atas pensiun. 2. Usia pensiun bagi pegawai Pendeta adalah 65 tahun dan bagi pegawai non Pendeta adalah 58 tahun. 3. Pegawai yang sudah menjalani masa kerja minimal 20 tahun dapat mengajukan permohonan Pensiun dini. 4. Persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut pada butir 4 di atas diputuskan oleh Majelis Sinode untuk pegawai Pendeta dan pegawai Sinodal; dan Majelis Jemaat untuk pegawai non Pendeta di lingkup Jemaat.



: Biaya Pemakaman hanya berlaku di propinsi dimana ybs meninggal. : Cukup jelas



Pasal 13



Pasal 13:1



: Cukup jelas



Pasal 13:2



: Cukup jelas



Pasal 13:3



: Cukup jelas



Pasal 13:4



: Yang dimaksud dengan masa kerja minimal 20 tahun adalah bagi pegawai Pendeta dengan usia 55 tahun ke atas dan pegawai non Pendeta



Hal. 306



5. Manfaat pensiun peserta terdiri Pasal 13:5 atas : pensiun normal, pensiun dipercepat, pensiun cacat dan pensiun ditunda. 6. Pengaturan pensiun janda dan Pasal 13:6 anak diatur dalam Peraturan Dana Pensiun GPIB. Pasal 14 Dana Pensiun



dengan usia 48 tahun ke atas, : Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 14



1. Dana Pensiun adalah lembaga / Pasal 14:1 badan hukum yang didirikan oleh GPIB untuk mengurus pensiun pegawai GPIB.



2. Seluruh pegawai GPIB wajib mengikuti program Dana Pasal 14:2 Pensiun.



3. Peraturan Operasional Dana Pensiun dibuat tersendiri oleh Pasal 14:3 Majelis Sinode untuk selanjutnya



: sekalipun didirikan oleh GPIB namun Dana Pensiun juga adalah badan hukum yang tunduk kepada perundangundangan yang berlaku. : Kewajiban peserta dan hak peserta harus dilaksanakan baik oleh peserta sendiri dan Majelis Jemaat / Majelis Sinode. : Peraturan operasional



Hal. 307



diajukan kepada Menteri Keuangan untuk penetapannya.



4. Sebagai Pendiri sekaligus Pembina, Majelis Sinode GPIB Pasal 14:4 berwenang menyusun personalia yang duduk sebagai Pengawas dan Pengurus Dana Pensiun.



dibuat dengan memperhatikan undang-undang yang berlaku tentang dana pensiun. : Cukup jelas



Pasal 15 Pasal 15 Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja & Uang Pisah Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pemberi kerja diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang Pisah yang seharusnya diterima. 2. Perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pisah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pelaksana Nomor 10 A sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 1.



Pasal 16



Pasal 15:1



: Cukup jelas



Pasal 15: 2 : Cukup jelas



Pasal 16



Hal. 308



Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 1. Gereja dapat memutuskan hubungan kerja terhadap Pegawai dengan alasan Pegawai telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut: a) melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik Gereja; b) memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan Gereja; c) mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. d) melakukan perbuatan asusila atau perjudian. e) menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja di lingkungan kerja; f) membujuk teman sekerja untuk melakukan perbuatan yang



Pasal 16:1



: Sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.



Pasal 16:1.a



: Cukup jelas



Pasal 16:1.b



: Cukup jelas



Pasal 16:1.c



: Cukup jelas



Pasal 16:1.d



: Cukup jelas



Pasal 16:1.e



: Cukup jelas



Pasal 16:1.f



: Cukup jelas



Hal. 309



bertentangan dengan peraturan perundangundangan; g) dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik Gereja yang menimbulkan kerugian bagi Gereja; h) dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja dalam keadaan bahaya di tempat kerja; i) membongkar atau membocorkan rahasia Gereja yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau j) melakukan perbuatan lainnya yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. 2. Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didukung dengan bukti sebagai berikut: a) Pegawai tertangkap tangan; b) ada pengakuan dari Pegawai yang bersangkutan; atau



Pasal 16:1.g



: Cukup jelas



Pasal 16:1.h



: Cukup jelas



Pasal 16:1.i



: Cukup jelas



Pasal 16:1.j



: Cukup jelas



Pasal 16:2



: Cukup jelas



Pasal 16:2.a



: Cukup jelas



Pasal 16:2.b



: Cukup jelas



Hal. 310



bukti lain berupa laporan Pasal 16:2.c kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di Gereja yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. 3. Pegawai yang diputus hubungan Pasal 16:3 kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memperoleh uang pisah sesuai dengan Peraturan Pelaksana Nomor 10 A. c)



Pasal 17 Jaminan Perumahan Hari Tua (JPHT)



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 17



1. Setiap pegawai mempunyai hak Pasal 17:1 yang sama untuk menjadi peserta JPHT.



2. Sumber dana untuk program Pasal 17:2 JPHT ini adalah iuran peserta dan iuran pemberi kerja. 3. Besarnya iuran dan dana peran Pasal 17:3 serta adalah prosentase tertentu dari Gaji Pokok pegawai. 4. Dana yang terkumpul dikelola Pasal 17:4 secara terpisah dari aset GPIB yang dikelola oleh lembaga yang mempunyai otoritas.



: JPHT bersifat wajib bagi pegawai baik Pendeta maupun non Pendeta. : Cukup jelas



: Cukup jelas



: Tidak boleh dipinjamkan atau digunakan untuk keperluan



Hal. 311



5. Pengelolaan dana JPHT dilakukan oleh unit tertentu di Pasal 17:5 dalam Majelis Sinode 6. Besaran JPHT yang diterimakan adalah sesuai dengan jumlah Pasal 17:6 iuran ditambah dengan hasil pengembangan yang dilakukan oleh Unit yang disebutkan dalam butir 5 diatas. Pasal 18 Dana Apresiasi



lain di luar program JPHT : Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 18



1. Dana Apresiasi adalah dana yang diberikan oleh jemaat / instansi Pasal 18:1 lainnya kepada Pendeta dalam bentuk tabungan untuk mendukung kesejahteraan Pendeta dan keluarga. 2. Jumlah dan cara penggalangan dana apresiasi tersebut diserahkan kepada jemaat yang Pasal 18:2 bersangkutan sesuai dengan kondisi dan kemampuan jemaat tersebut. 3. Dana apresiasi disimpan di bank atas nama Pendeta yang Pasal 18:3 bersangkutan dan buku tabungan .



: Instansi lainnya yang dimaksud adalah Pdt. GPIB yang ditugaskan di luar Jemaat / MS. : Cukup jelas



: Dana apresiasi dibukukan dalam administrasi perbendaharaan jemaat. Kartu ATM disimpan



Hal. 312



4. Dalam hal Pendeta yang bersangkutan ditugaskan ke Pasal 18:4 jemaat/instansi lainnya, maka buku tabungan tersebut diserahkan kepada jemaat/instansi berikutnya untuk melanjutkannya. 5. Buku tabungan diserahkan Pasal 18:5 kepada Pendeta yang bersangkutan ketika terjadi pemutusan hubungan kerja 6. Pendeta yang tidak ditugaskan di Pasal 18:6 jemaat dana apresiasinya diatur dan dilaksanakan oleh Majelis Sinode.



7. Penempatan dana apresiasi dapat disimpan di lembaga keuangan lainnya yang memberikan nilai Pasal 18:7



oleh Bendahara dan tidak boleh dibuatkan fasilitas “mobile dan internet banking”. : Cukup jelas



: Cukup jelas



: Bagi pendeta yang ditugaskan di lembaga lain sebagai Pendeta Pelayanan Umum (Pelum), di mana gaji dan tunjangannya dibayar oleh lembaga tersebut, dana apresiasinya dilaksanakan oleh lembaga yang bersangkutan. : Cukup jelas



Hal. 313



tambah dengan Majelis Sinode.



persetujuan



Cuti Pasal 19 Umum



Pasal 19



1. Cuti adalah jangka waktu tertentu yang diberikan kepada pegawai Pasal 19:1 untuk dipakai beristirahat memulihkan kondisi jasmani dan rohani.



2. Untuk tujuan tersebut pegawai diberikan Tunjangan Cuti. Pasal 19:2 3. Masa Cuti khususnya Cuti Besar seyogyanya dilaksanakan Pasal 19:3 sekaligus tanpa terputus. Dalam hal tertentu, untuk mencegah kesenjangan jabatan dalam pelayanan,pelaksanaannya dapat diatur secara bertahap tetapi semata-mata untuk kepentingan GPIB.



: Perhitungan cuti adalah sesuai dengan tanggal dan bulan pengangkatan sebagai pegawai GPIB. Cuti harus diambil pada tahun yang bersangkutan dan dinyatakan hangus bila melewati tahun tersebut. : Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 314



4. Untuk mencegah kesenjangan, GPIB dapat mengatur jadwal Cuti Tahunan para pegawai. 5. Pelaksanaan Cuti Besar Pendeta yang dilakukan secara bertahap, harus diselesaikan di jemaat/instansi asal sebelum yang bersangkutan bertugas di jemaat/instansi berikutnya. 6. Seorang pegawai hanya berhak atas satu jenis cuti dalam 1 tahun. 7. Ketentuan lebih lanjut mengenai Cuti diatur dalam Peraturan Pelaksana Nomor 10 A.



Pasal 19:4



: Cukup jelas



Pasal 19:5



: Cukup jelas



Pasal 19:6



: Cukup jelas



Pasal 19:7



: Cukup jelas



Peraturan Disiplin Pegawai GPIB Pasal 20 Pengertian



Pasal 20



1. Peraturan Disiplin Pegawai Pasal 20:1 adalah peraturan yang mengatur kewajiban dan larangan serta sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh pegawai. 2. Pelanggaran Disiplin adalah Pasal 20:2 setiap ucapan, tulisan atau perbuatan, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja yang bertentangan dengan peraturan GPIB. 3. Hukuman Disiplin adalah Pasal 20:3 hukuman yang dijatuhkan kepada



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 315



pegawai karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai. 4. Tujuan GPIB mengambil Pasal 20:4 tindakan/hukuman disiplin ini adalah untuk membina dan mendidik pegawai. 5. Ketentuan mengenai Kewajiban, Pasal 20 : 5 Larangan, Tingkat Hukuman Disiplin dan Jenis Hukuman Disiplin diatur dalam Peraturan Pelaksana Nomor 10 A.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Nomor Identitas Pegawai (NIP), Pajak Penghasilan Pasal 21 Nomor Identitas Pegawai (NIP) 1. Majelis Sinode menetapkan Nomor Identitas Pegawai (NIP); 2. NIP sebagaimana dimaksud pada ayat 1, berfungsi sebagai nomor identitas dalam hal : a. Pembinaan; b. Pelayanan gaji; c. Pelayanan pensiun; d. Pelayanan asuransi sosial; e. Pelayanan tabungan; f. JPHT; g. Pengelolaan administrasi pegawai, dan; h. Pelayanan lain yang bermanfaat bagi pegawai.



Pasal 21



Pasal 21:1



: Cukup jelas



Pasal 21:2



: Cukup jelas



Pasal 21:2.a Pasal 21:2.b Pasal 21:2.c Pasal 21:2.d Pasal 21:2.e Pasal 21:2.f Pasal 21:2.g



: : : : : : :



Pasal 21:2.h



: Cukup jelas



Pasal 21:3



: Cukup jelas



Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas



Hal. 316



3. Berdasarkan NIP sebagaimana dimaksud pada ayat 2, maka semua pegawai harus memiliki Kartu Identitas Pegawai (KIP) yang diatur selanjutnya oleh Majelis Sinode. Pasal 22 Pajak Penghasilan 1. Sesuai dengan perundangundangan, maka semua pegawai adalah Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan atas semua penghasilan yang diterima dari GPIB. 2. GPIB adalah Pemungut Pajak dan menyetorkan pajak tersebut secara kolektif ke Kas Negara. 3. Penyetoran tersebut pada butir 2 di atas dilakukan sekaligus untuk satu tahun pada akhir tahun buku. 4. Bukti setoran atas nama masingmasing pegawai harus diserahkan kepada pegawai yang bersangkutan. Pasal 23 Peraturan Pelaksana



Pasal 22



Pasal 22:1



: Cukup jelas



Pasal 22:2



: Cukup jelas



Pasal 22:3



: Cukup jelas



Pasal 22:4



: Cukup jelas



Pasal 23



1. Ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Nomor 10 tentang Pasal 23:1 Kepegawaian diatur di dalam



: Cukup jelas



Hal. 317



Peraturan Pelaksana Nomor 10 A tentang Kepegawaian GPIB. 2. Peraturan Pelaksana Nomor 10 Pasal 23:2 A tentang Kepegawaian GPIB harus disesuaikan paling lambat 2 (dua) tahun dengan mengacu kepada Peraturan Perundangundangan yang berlaku dan ditetapkan dalam Persidangan Sinode terdekat. 3. Peraturan Pelaksana No 10 A Pasal 23:3 akan didaftarkan dan meminta pengesahan dari Kemenaker RI. Pasal 24 Ketentuan Penutup



Pasal 24



1. Peraturan Nomor 10 ini mulai Pasal 24: 1 berlaku sejak tanggal ditetapkan. 2. Dengan ditetapkannya Peraturan Pasal 24:2 ini, maka semua ketentuan mengenai Kepegawaian GPIB yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku. 3. Apabila ada hal-hal yang belum Pasal 24:3 diatur oleh peraturan ini, maka Majelis Sinode dapat menyusun dan menetapkannya dalam Sidang Majelis Sinode sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode yang terdekat.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas : Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 318



4. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila: a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau; b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat; c. Usul-usul perubahan disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



Pasal 24:4



: Cukup jelas



Pasal 24:4a



: Cukup jelas



Pasal 24:4b



: Cukup jelas



Pasal 24:4c



: Cukup jelas



Hal. 319



PERATURAN NOMOR 11 TENTANG KANTOR MEMORI PENJELASAN Pasal 1 Pasal 1 Pengertian Kantor dan Struktur Organisasi 1.



Kantor GPIB adalah tempat Pasal 1:1 berlangsungnya kegiatan administrasi secara umum baik di Majelis Sinode, Musyawarah Pelayanan (Mupel) maupun Jemaat yang melakukan penyimpanan dan pengolahan dokumen (kearsipan surat-menyurat, perjanjian, makalah dan kepustakaan), penyimpanan dan pengolahan data dan informasi 2. Struktur Organisasi Kantor Pasal 1:2 adalah seperangkat sistem dalam bentuk organisasi atau mekanisme dari sejumlah komponen dengan fungsi masing-masing yang saling menunjang sebagai suatu kesatuan sistem, sebagai sarana pendukung tri dharma gereja. Pasal 1:3 3. Struktur Organisasi kantor terdiri atas :



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup Jelas



Hal. 320



a. Kepala Kantor;



Pasal 1:3.a



b. Biro;



Pasal 1:3.b



c. Seksi.



Pasal 1:3.c



Pasal 2 Fungsi Fungsi Kantor adalah penunjang pelaksanaan tugas para fungsionaris pelayanan gereja baik di lingkup Sinodal, Mupel maupun Jemaat yang meliputi : 1. Pendataan; 2. Sistematisasi informasi; 3. Pengarsipan; 4. Komunikasi; 5. Perbendaharaan; 6. Tata Usaha Umum; 7. Perencanaan dan pengembangan kegiatan; 8. Dan lain-lain sesuai kebutuhan.



: Kepala Kantor adalah seseorang yang mengepalai dan mengelola kantor, sesuai kebutuhan : Dibentuk sesuai kebutuhan : Dibentuk sesuai kebutuhan



Pasal 2



Pasal 2:1 Pasal 2:2 Pasal 2:3 Pasal 2:4 Pasal 2:5 Pasal 2:6 Pasal 2:7



: : : : : : :



Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas



Pasal 2:8



: Cukup jelas



Pasal 3 Pasal 3 Tempat Kedudukan Pasal 3:1



: Cukup jelas



Hal. 321



1. Kantor Majelis Sinode Pasal 3:2 berkedudukan di DKI Jakarta, 2. Kantor Musyawarah Pelayanan berkedudukan di wilayah Musyawarah Pasal 3:3 Pelayanan yang bersangkutan. 3. Kantor Majelis Jemaat berkedudukan di wilayah pelayanan Jemaat yang bersangkutan. Pasal 4 Pasal 4 Perangkat Kantor



Pasal 4:1



Pasal 4:2.a Pasal 4:2.b



: Cukup jelas



Pasal 4:3



: Diatur dalam Peraturan Pelaksanan jemaat setempat : Cukup jelas



atas:



a. Bagian administrasi dan keuangan; b. Bagian lain-lain sesuai dengan kebutuhan. 3. Kantor Majelis Jemaat terdiri atas;



: Cukup jelas



: Diatur dalam Peraturan Pelaksanan Majelis Sinode. : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Diatur dalam Peraturan Pelaksanan MUPEL : Cukup jelas



1. Kantor Majelis Sinode terdiri



a. Biro Umum; b. Biro Keuangan; c. Biro Kepegawaian; d. Biro Hukum. 2. Kantor Badan Pelaksana Mupel terdiri atas:



: Cukup jelas



Pasal 4:1.a Pasal 4:1.b Pasal 4:1.c Pasal 4:1.d Pasal 4:2



Pasal 4:3.a a. Bagian Administrasi;



Hal. 322



b. Bagian Perbendaharaan;



Pasal 4:3.b



c. Bagian Umum dan sarana peribadahan.



Pasal 4:3.c



Pasal 5 Kepala Kantor



Pasal 5



1. Pengangkatan : Pasal 5:1 Kepala Kantor diangkat oleh Majelis Sinode, Majelis Jemaat atau Badan Pelaksana Mupel. 2. Tugas-tugas : a. Mengatur, mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan kerja dari seluruh pegawai; b. Menegakkan disiplin kerja seluruh pegawai; c. Melakukan koordinasi dengan pimpinan dalam hal penjabaran tugas sesuai dengan peraturan.



: Selaraskan dengan peraturan perbendaharaan : Yang dimaksudkan adalah perangkat dan peralatan yang dibutuhkan untuk melaksanakan peribadahan misalnya: roti dan anggur perjamuan kudus, kain mimbar, dsb.



Pasal 5:2 Pasal 5:2.a



: Sedapat mungkin Kepala kantor diangkat dari pegawai yang ada di kantor MS atau kantor MJ. : Cukup jelas : Pegawai non pendeta



Pasal 5:2.b



: Cukup jelas



Pasal 5:2.c



: Cukup jelas



Hal. 323



3. Wewenang : a. Menilai prestasi kerja pegawai; b. Menegur dan memperingatkan pegawai yang lalai dan tidak disiplin; c. Mengusulkan tindakan disiplin terhadap pegawai yang melanggar peraturan; d. Mengusulkan penghargaan terhadap pegawai yang berprestasi; e. Memberikan otorisasi penggunaan kas kecil untuk keperluan kantor yang bersifat insidentil. 4. Tanggung Jawab : Kepala Kantor bertanggungjawab atas semua pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada Pimpinan di masingmasing lingkup kerja melalui Sekretaris Umum MS / Sekretaris MJ/Sekretaris BP Mupel.



Pasal 5:3 Pasal 5:3.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 5:3.b



: Cukup jelas



Pasal 5:3.c



: Cukup jelas



Pasal 5:3.d



: Cukup jelas



Pasal 5:3.e



: Cukup jelas



Pasal 5:4



: Cukup jelas



Pasal 6 Pasal 6 Tata Kerja dan Tata Laksana Pasal 6:1



: Cukup jelas



1. Tata kerja dan tata laksana diatur dalam peraturan pelaksanaan di masing-masing lingkup kerja;



Hal. 324



2. Peraturan pelaksanaan pada Pasal 6:2 ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi: surat masuk dan surat keluar, peminjaman dokumen/ arsip, pemakaian ruangan, pemakaian/ peminjaman harta milik bergerak dengan persetujuan pimpinan, penerimaan dan pelayanan Tamu dan lain-lain. Pasal 7 Ketentuan Penutup



: Peminjaman dokumen/arsip diberikan sehubungan dengan pembuktian di pengadilan.



Pasal 7



1. Peraturan Nomor 11 ini mulai berlaku sejak tanggal Pasal 7:1 ditetapkan. 2. Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka semua Pasal 7:2 ketentuan mengenai Kantor yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku. 3. Apabila ada hal-hal yang belum Pasal 7:3 diatur oleh peraturan ini, maka Majelis Sinode dapat menyusun dan menetapkannya dalam Sidang Majelis Sinode sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode yang terdekat. Pasal 7:4



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 325



4. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila : Pasal 7:4.a a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau; Pasal 7:4.b b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Pasal 7:4.c Jemaat; c. Usul-usul perubahan disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



: Cukup jelas : Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 326



PERATURAN NOMOR 12 TENTANG BADAN HUKUM / BADAN USAHA / UNIT KERJA GPIB MEMORI PENJELASAN Ketentuan Umum Pasal 1 Pengertian



Pasal 1



Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Badan Hukum milik GPIB adalah Badan yang didirikan oleh GPIB sesuai Tata Gereja GPIB dan ketentuan Pasal 1:1 perundang-undangan yang berlaku baik yang berorientasi profit maupun non profit yang merupakan Unit misioner di lingkup sinodal ; 2. Yayasan adalah Badan Hukum GPIB, yang merupakan unit Pasal 1:2 misioner yang didirikan oleh GPIB sesuai Tata Gereja, baik di lingkup Sinodal maupun Jemaat, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan maksud untuk mencapai tujuan di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan dengan berlandaskan panggilan dan



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 327



pengutusan-Nya, demi peran GPIB menghadirkan damai sejahtera Allah bagi seluruh ciptaan-Nya; 3. Dana Pensiun adalah Badan Hukum GPIB yang didirikan oleh GPIB untuk mengelola Pasal 1:3 dana pensiun pegawai GPIB; 4. Unit Kerja adalah badan pelaksana yang merupakan perangkat dari Majelis Sinode Pasal 1:4 sebagai alat pelayanan, pembinaan, dan pengembangan, yang melaksanakan kegiatan yang menunjang dan memperlancar tugas pekerjaan Majelis Sinode; 5. Badan Usaha Milik Gereja adalah Badan Hukum milik GPIB yang didirikan oleh GPIB yang merupakan unit misioner, Pasal 1:5 yang menjalankan kegiatan usaha profesional berorientasi keuntungan yang tidak bertentangan dengan semangat kristiani dan bermanfaat sebagai sarana pendukung yang menunjang dan menumbuh kembangkan kemandirian serta menghadirkan damai sejahtera di tengah persekutuan & masyarakat Indonesia sesuai visi dan misi GPIB;



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 328



6. Usaha adalah semua kegiatan Pasal 1:6 yang tidak bertentangan dengan Tata Gereja GPIB, ketentuan GPIB serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang untuk tanggung jawab administrasi keuangannya di Majelis Sinode/Majelis Jemaat diberlakukan sistem sentralisasi administratif; 7. Ex officio adalah orang yang Pasal 1:7 karena jabatannya diposisikan untuk jabatan lain tanpa perlu pengangkatan atau penetapan (by right of office). Pasal 2 Struktur dan Personalia



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 2



1. Struktur dan personalia kepengurusan Badan Hukum, Pasal 2:1 Unit Kerja dan Badan Usaha ditentukan dan diangkat oleh Majelis Sinode sesuai ketentuan Tata Gereja dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 2:2.a 2. a. Personalia organ-organ Yayasan di lingkup Sinodal ditetapkan dan diangkat oleh Pembina (MS) berdasarkan keputusan rapat Pembina setelah Pasal 2:2.b



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 329



disetujui oleh Sidang Majelis Sinode. b. Personalia organ-organ Yayasan di lingkup Jemaat ditetapkan dan diangkat oleh Pembina (MJ) setelah disetujui oleh Sidang Majelis Jemaat. Yayasan Pasal 3 Pendirian Yayasan



Pasal 3



1. Pada lingkup Sinodal: Pasal 3:1 a. Yayasan didirikan oleh Pasal 3:1.a GPIB dan dilaksanakan sesuai dengan Tata Gereja dan peraturan perundangundangan yang berlaku; Pasal 3:1.b



b. Anggaran Dasar Yayasan disusun oleh kelompok Pasal 3:1.c kerja yang dibentuk oleh Majelis Sinode dan naskahnya disetujui Sidang Majelis Sinode; c. Personalia Badan Pembina dan Badan Pengawas dijabat secara ex-officio



: Cukup jelas : Pendirian Yayasan harus berdasarkan keputusan Persidangan Sinode Tahunan : Cukup jelas



: Dokumendokumen mengenai berakhirnya masa jabatan Fungsionaris Majelis Sinode ditandatangani pada saat



Hal. 330



oleh fungsionaris Majelis Sinode



2. Pada lingkup Jemaat: Sesuai dengan kebutuhan dan situasi jemaat, Yayasan pada lingkup Jemaat dapat berupa : a. (1). Cabang dari yayasan yang didirikan pada lingkup Sinodal; (2). Cabang Yayasan dibentuk dan diangkat oleh Pengurus Yayasan atas usul Majelis Jemaat di lingkup Jemaat dengan struktur kepengurusan, kewenangan dan kewajiban (yang dimuat lengkap dalam Akta Pembentukan Cabang.) (3). Personalia Badan Pembina dan Badan Pengawas dijabat secara ex-officio oleh fungsionaris PHMJ. b. Yayasan tidak dapat didirikan di lingkup jemaat kecuali ada manfaat untuk



Pasal 3:2



berakhirnya Persidangan Sinode Raya, dan disiapkan oleh Yayasan lingkup Sinodal. : Cukup jelas



Pasal 3:2.a.1



: Cukup jelas



Pasal 3:2.a.2



: Cukup jelas



Pasal 3:2.a.3



: Cukup jelas



Pasal 3:2.b



: Cukup jelas



Hal. 331



pelayanan gereja dan mendapat persetujuan dari Sidang Majelis Sinode dan mendapatkan Surat Kuasa dari Majelis Sinode. c. Personalia Badan Pembina dan Badan Pengawas Yayasan Lingkup Jemaat yang bukan merupakan Pasal 3:2.c cabang dari Yayasan Lingkup Sinodal ditetapkan oleh Sidang Majelis Jemaat dan dijabat secara ex- officio oleh fungsionaris Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ). 3. a. Masa tugas Badan Pembina Pasal 3:3.a dan Badan Pengawas Yayasan di lingkup Sinodal dan Jemaat demi hukum berakhir dengan berakhirnya masa tugasnya selaku fungsionaris Majelis Sinode/Majelis Jemaat atau selaku Pendeta / Ketua Majelis Jemaat. b. Pejabat Badan Pembina Pasal 3:3.b Yayasan Lingkup Jemaat (yang bukan merupakan cabang Yayasan Lingkup Sinodal), melakukan Rapat Badan Pembina untuk memutuskan mengangkat



: Cukup jelas



: Cukup jelas.



: Cukup jelas



Hal. 332



personalia Badan Pembina, selambatlambatnya 1(satu) minggu setelah keputusan Sidang Majelis Jemaat tentang Susunan PHMJ baru serta susunan Pembina dan pengawas yayasan. c. Keputusan pengangkatan tersebut berlaku mulai tanggal SK Majelis Sinode Pasal 3:3.c tentang susunan PHMJ baru. d. Badan Pembina selambat lambatnya 1(satu) minggu Pasal 3:3.d setelah alih tugas jabatan, segera melakukan perubahan pada Anggaran Dasar Yayasan guna penyesuaian susunan Pejabat Pembina dan Pengawas Yayasan sesuai dengan Surat Keputusan Majelis Sinode mengenai PHMJ baru. Pasal 4 Kegiatan



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 4



1. Semua Kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan harus Pasal 4:1 sesuai dengan Tata Gereja GPIB dan ketentuan



: Cukup jelas



Hal. 333



perundang-undangan yang berlaku; 2. Semua Yayasan GPIB dapat melaksanakan kegiatan sesuai Pasal 4:2 dengan tujuan pembentukan Yayasan dalam bidang sosial, agama dan kemanusiaan; 3. Pembentukan yayasan GPIB dimaksudkan sebagai sarana Pasal 4:3 gereja dalam mengelola bidang-bidang tertentu yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Pasal 5 Pembina



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 5



1. Pembina yang terdiri dari lebih Pasal 5:1 dari 1 (satu) 1 orang anggota Pembina merupakan dewan, yang dalam menjalankan tugas Badan Pembina setiap anggota Pembina tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, kecuali berdasarkan keputusan Rapat Pembina. 2. Pembina mempunyai kewenangan : a. Mengangkat dan Pasal 5:2 memberhentikan Pembina, Pasal 5:2.a Pengurus dan Pengawas Yayasan setelah disetujui oleh Sidang Majelis Sinode /Sidang Majelis Jemaat



: Cukup jelas



: Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 334



b.



c.



d.



e.



untuk Yayasan di lingkup jemaat. Menetapkan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Tata Gereja GPIB, PKUPPG GPIB dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mensahkan Laporan Kegiatan operasional Tahunan Yayasan serta Laporan Keuangan Tahunan Yayasan. Mensahkan Rencana Program Kerja dan Anggaran yang disetujui Sidang Majelis Sinode / Sidang Majelis Jemaat, untuk dibawa ke Persidangan Sinode Tahunan untuk diputuskan. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan. Pasal 6 Rapat Pembina



Pasal 5:2.b



: Cukup jelas



Pasal 5:2.c



: Cukup jelas



Pasal 5:2.d



: Cukup jelas



Pasal 5:2.e



: Cukup jelas



Pasal 6



1. Rapat Tahunan Pembina wajib Pasal 6:1 diselenggarakan tiap tahun, paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku yayasan berakhir. Pasal 6:2



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 335



2. Dalam Rapat Tahunan Badan Pembina: a. 1. Pengurus mengajukan Laporan Kegiatan dan Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Yayasan untuk mendapat pengesahan Rapat Pembina. 2. Laporan tahunan Yayasan memuat sekurang-kurangnya: a. Laporan Kegiatan operasional Yayasan selama tahun buku lalu; b. Laporan Keuangan yang terdiri atas: Laporan posisi keuangan akhir periode. Laporan Arus Kas. Laporan Aktivitas Keuangan; dan Catatan Atas Laporan Keuangan. c. Memuat transaksi yang dibuat Pengurus Yayasan dengan pihak lain, yang menimbulkan



Pasal 6:2.a.1



: Cukup jelas



Pasal 6:2.a.2



: Cukup jelas



Pasal 6:2.a.2.a : Cukup jelas



Pasal 6:2.a.2.b : Cukup jelas



Pasal 6:2 a.2.c : Cukup jelas



Hal. 336



hak dan kewajiban bagi Yayasan. b. Pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban Yayasan; c. Pembina mengesahkan Rencana Program Kerja dan Anggaran Tahunan Yayasan setelah disetujui Sidang Majelis Sinode/Sidang Majelis Jemaat.



Pasal 6:2.b



: Cukup jelas



Pasal 6:2.c



: Cukup jelas



Pasal 7 Pasal 7 Tugas, Wewenang dan Larangan bagi Pengurus 1. Pengurus bertanggung jawab Pasal 7:1 penuh atas kepengurusan yayasan dan melaksanakannya sesuai dengan Anggaran Dasar Yayasan, Tata Gereja GPIB dan ketentuan yang berlaku; 2. Pengurus wajib menyusun program kerja dan anggaran tahunan yayasan untuk Pasal 7:2 disahkan Pembina setelah disetujui oleh Sidang Majelis Sinode; 3. Pengurus wajib memberikan Pasal 7:3 penjelasan tentang segala hal yang ditanyakan oleh Pengawas;



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 337



4. Masing-masing Pengurus wajib menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan dan melaksanakannya berdasarkan asas umum tata kelola yang baik dengan mengindahkan Anggaran Dasar dan Tata Gereja serta peraturan perundang-undangan yang berlaku; 5. Pengurus berhak menjalankan segala tindakan kepengurusan, tetapi dengan pembatasan terhadap hal-hal sebagai berikut: a. Mendirikan usaha baru atau melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha; b. Mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan pihak lain. c. Maka sehubungan dengan butir a dan b diatas Pengurus wajib memperoleh persetujuan dan pengesahan terlebih dahulu dari Rapat Badan Pembina setelah disetujui oleh Sidang Majelis



Pasal 7:4



: Cukup jelas



Pasal 7:5



: Cukup jelas



Pasal 7:5.a



: Cukup jelas



Pasal 7:5.b



: Cukup jelas



Pasal 7:5.c



: Cukup jelas



Hal. 338



Sinode/Sidang Majelis Jemaat. 6. Pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan Pimpinan Badan Pelaksana Kegiatan yayasan dan memberikan Pasal 7:6 kepadanya kekuasaan yang diatur dalam surat kuasa dengan persetujuan tertulis Badan Pembina dan dilaksanakan berdasarkan keputusan Sidang Majelis Sinode; 7. Pengurus dilarang melepaskan/ Menjaminkan/menggadaikan Pasal 7:7 baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak tanpa persetujuan Pembina berdasarkan persetujuan Persidangan Sinode; 8. Pengurus dilarang mengadakan Pasal 7:8 perjanjian dengan pihak lain tanpa persetujuan Pembina.



: Cukup jelas



: Persetujuan Pembina hanya dapat dilakukan setelah ditetapkan oleh Persidangan Sinode. : Cukup jelas



Pasal 8 Pasal 8 Tugas dan Wewenang Pengawas 1. Pengawasan dalam yayasan Pasal 8:1 GPIB dilakukan oleh Pengawas sesuai dengan Tata Dasar GPIB dan ketentuan perundangundangan yang berlaku. 2. a. Pengawas setiap waktu Pasal 8:2.a berhak memberhentikan sementara seorang



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 339



Pengurus apabila yang bersangkutan selama menjalankan tugas melakukan kegiatan yang oleh Pengawas dianggap merugikan yayasan; b. Pemberhentian sementara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. 3. Pengawas berwenang: a. Memasuki bangunan, halaman, atau tempat lain yang dipergunakan yayasan; b. Memeriksa dokumen; c. Memeriksa pembukuan dan mencocokkannya dengan buku kas; d. Mengetahui segala tindakan yang telah dijalankan oleh Pengurus; e. Memberi peringatan kepada Pengurus. Pasal 9 Kekayaan



Pasal 8:2.b



: Cukup jelas



Pasal 8:3 Pasal 8:3.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 8:3.b Pasal 8:3.c



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 8:3.d



: Cukup jelas



Pasal 8:3.e



: Cukup jelas



Pasal 9



1. Kekayaan yayasan Pasal 9:1 dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan serta kegiatan yayasan sebagaimana dimaksud Pasal 3.



: Cukup jelas



Hal. 340



2. Semua kekayaan yayasan harus dipergunakan untuk mencapai Pasal 9:2 maksud dan tujuan yayasan, tidak ada bagian dari kekayaan yayasan atau hasil kegiatan yayasan yang boleh digunakan untuk keuntungan atau dibagikan kepada para Pembina, Pengurus dan pengawas. Pasal 10 Aset Yayasan



: Cukup jelas



Pasal 10



1. Harta milik GPIB yang digunakan dan dikelola oleh Pasal 10:1 Yayasan untuk melaksanakan kegiatannya wajib dibuat dokumen perjanjian dengan jangka waktu tertentu. 2. Yayasan wajib menggunakan Pasal 10:2 harta milik GPIB yang dikelolanya untuk menjalankan visi dan misi GPIB, sesuai Tata Gereja GPIB dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Dana Pensiun Pasal 11 Pendirian Dana Pensiun



Pasal 11



: Cukup jelas



Hal. 341



Dana Pensiun adalah Badan Hukum yang didirikan oleh GPIB sebagai pemberi kerja dan diatur dalam Peraturan tersendiri sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Pasal 12 Tugas



Pasal 12



1. Tugas Dana Pensiun GPIB adalah merancang dan Pasal 12:1 melaksanakan secara profesional pola/sistem Dana Pensiun bagi Pendeta/Pegawai GPIB sejak awal menjadi peserta Dana Pensiun, dengan cara membayar iuran pensiun sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. 2. Dana Pensiun GPIB menggunakan Program Pensiun Iuran Pasti. Pasal 12:2 3. Rincian tugas-tugas dana pensiun GPIB tertuang dalam Peraturan Dana Pensiun GPIB Pasal 12:3 Pasal 13 Pemeriksaan Dana Pensiun



Pasal 13



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Majelis Sinode sebagai Pendiri dan Pengawas Dana Pensiun dapat menugaskan BPPG untuk melakukan pemeriksaan internal



Hal. 342



secara berkala Pensiun.



terhadap



Dana



Unit Kerja Pasal 14 Tempat Kedudukan



Pasal 14



: Cukup jelas



Pasal 15



: Cukup jelas



Unit Kerja GPIB berkedudukan di tempat kedudukan Majelis Sinode. Pasal 15 Wewenang Unit Kerja Wewenang Unit Kerja GPIB adalah mengatur pelaksanaan tugas dalam lingkungan Unit Kerja GPIB sendiri, sesuai dengan arahan serta kebijakan Majelis Sinode. Pasal 16 Struktur dan Tata Kerja



Pasal 16



1. Struktur Unit Kerja GPIB dipimpin oleh seorang Direktur dan dibantu Pasal 16:1 oleh seorang wakil, seorang Sekretaris dan seorang Bendahara, serta diawasi oleh Pengawas yang ditugaskan oleh Majelis Sinode c.q. Departemen yang bersangkutan yang ditempatkan di Unit Kerja GPIB.



: Disediakan sistem keuangan online antara Unit Kerja dengan MS GPIB c.q Bendahara.



Hal. 343



2. Tata Kerja Pasal 16:2 Konsep produk-produk Unit Kerja dilaksanakan oleh tim Unit Kerja yang selanjutnya diperiksa oleh Pengawas yang ditugaskan oleh Majelis Sinode c.q. Departemen yang bersangkutan. Pasal 17 Pengurus



Pasal 17



Pengurus Unit Kerja ditetapkan dan diangkat oleh Majelis Sinode sesuai dengan ketentuan Tata Gereja.



Pasal 18 Pengelolaan dan Pemeriksaan Keuangan



: Cukup jelas



: Anggota Fungsionaris Majelis Sinode tidak dapat merangkap sebagai anggota Pengurus atau Pengawas dalam Unit Kerja.



Pasal 18



1. Pengelolaan keuangan Unit Pasal 18:1 Kerja GPIB dilakukan secara terbuka antara unit kerja dengan Majelis Sinode GPIB c.q Bendahara. 2. Unit Kerja GPIB diwajibkan menyampaikan Laporan Keuangan kepada Majelis Pasal 18.2 Sinode secara berkala, sesuai dengan sistem sentralisasi administrasi keuangan.



: Cukup jelas



: Yang dimaksudkan dengan berkala adalah triwulanan.



Hal. 344



3. Pemeriksaan atas pengelolaan Pasal 18:3 keuangan Unit Kerja dilakukan secara berkala oleh BPPG. 4. Sekali dalam 1 (satu) tahun Pasal 18:4 dilakukan pemeriksaan atas pengelolaan unit kerja oleh auditor independen. Pasal 19 Hubungan dengan Unit Kerja Lainnya



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 19



1. Hubungan Unit Kerja GPIB dengan unit kerja lainnya yang berada dalam lingkungan Pasal 19:1 Majelis Sinode GPIB dilakukan secara koordinatif. 2. Hubungan kerja sama Unit Kerja GPIB dengan pihak yang Pasal 19:2 berada di luar Majelis Sinode GPIB dilakukan melalui Majelis Sinode GPIB atau dengan kuasa tertulis dari Majelis Sinode GPIB.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Badan Usaha Milik Gereja (BUMG) Pasal 20



: Cukup jelas



Pasal 20 Pendirian 1. Badan Usaha Milik Gereja didirikan oleh GPIB dan/atau Pasal 20:1 Yayasan Milik GPIB yang



: Cukup jelas



Hal. 345



seluruh sahamnya adalah milik Yayasan GPIB. 2. Anggaran Dasar dan Anggaran Pasal 20:2 Rumah Tangga Badan Usaha Milik Gereja disusun oleh kelompok kerja yang dibentuk oleh Majelis Sinode dan harus mendapat persetujuan Sidang Majelis Sinode; 3. Direksi dan Dewan Komisaris ditentukan sesuai keputusan Sidang Majelis Sinode. Pasal 20:3 4. Fungsionaris Majelis Sinode tidak boleh menjabat sebagai Pasal 20:4 Direksi atau Dewan Komisaris.



Pasal 21 Tugas dan Fungsi



Pasal 21



: Cukup jelas



: Tidak boleh rangkap jabatan : Personalia Direksi dan Dewan Komisaris BUMG ditetapkan oleh Sinode berdasarkan kualifikasi dan kompetensi yang disesuaikan dengan jenis kegiatan dan atau usaha dari BUMG terkait : Salah satu kegiatan usaha yang dimaksud adalah pemanfaatan harta milik GPIB dengan



Hal. 346



1. Badan Usaha Milik Gereja bertugas menjalankan fungsi Pasal 21:1 dan peran BUMG untuk menunjang kegiatan gereja, dalam rangka menumbuh kembangkan kemandirian ekonomi gereja. 2. Tugas dan fungsi BUMG Pasal 21:2 adalah merancang dan melaksanakan kegiatan usaha secara profesional demi menunjang dan menumbuhkembangkan kemandirian ekonomi gereja. Pasal 22 Pasal 22 Ketentuan Penutup 1. Peraturan Nomor 12 ini mulai berlaku sejak tanggal Pasal 22:1 ditetapkan. 2. Dengan ditetapkannya Pasal 22:2 Peraturan ini, maka semua ketentuan mengenai Badan Hukum/Badan Usaha/Unit Kerja yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku. 3. Apabila ada hal-hal yang belum Pasal 22:3 diatur oleh peraturan ini, maka Majelis Sinode dapat menyusun dan menetapkannya dalam



mekanisme yang sudah diatur pada Peraturan Nomor 6. : Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas : Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 347



Sidang Majelis Sinode sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode yang terdekat. 4. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau; b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat ; c. Usul-usul perubahan disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



Pasal 22:4



: Cukup jelas



Pasal 22:4.a



: Cukup jelas



Pasal 22:4.b



: Cukup jelas



Pasal 22:4.c



: Cukup jelas



Hal. 348



PERATURAN NOMOR 13 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN MAJELIS SINODE MEMORI PENJELASAN Pasal 1 Pengertian



Pasal 1



: Cukup jelas



Pasal 2



: Cukup jelas



Badan Pertimbangan Majelis Sinode disingkat BPMS adalah suatu badan yang dibentuk oleh Majelis Sinode sebagai mitra kerja Majelis Sinode dalam melaksanakan panggilan dan pengutusan Gereja. Pasal 2 Perekrutan



Perekrutan fungsionaris BPMS dilakukan oleh Majelis Sinode berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Memenuhi syarat sebagaimana berlaku pada pemilihan Diaken Pasal 2:1 dan Penatua GPIB. 2. Memiliki keahlian dan pengalaman di bidangnya. Pasal 2 : 2



3. Mendapat rekomendasi Majelis Jemaat setempat.



dari Pasal 2:3



: Cukup jelas



: Bidang yang dimaksud adalah bidang yang menyangkut gereja dan masyarakat : Cukup jelas



Hal. 349



4. Tidak merangkap jabatan sebagai Pelaksana Harian Majelis Jemaat Pasal 2:4 dan Badan Pelaksana Musyawarah Pelayanan. Pasal 3 Tugas dan Wewenang 1.



2.



Pasal 3



Tugas dan Wewenang BPMS adalah memberi pertimbangan Pasal 3:1 kepada Majelis Sinode di bidang persekutuan, pelayanan, kesaksian, kepejabatan, dan halhal yang berkaitan dengan gereja dan masyarakat Badan Pertimbangan Majelis Sinode melakukan rapat dengan Pasal 3:2 Majelis Sinode paling sedikit 4 (empat) kali dalam setahun. Pasal 4 Tanggung Jawab



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 4



: Cukup jelas



Pasal 5



: Cukup jelas



BPMS bertanggungjawab pada Majelis Sinode sesuai dengan tugas yang diberikan dan dipercayakan kepadanya. Pasal 5 Keanggotaan Personalia BPMS terdiri atas beberapa orang yang berasal dari berbagai disiplin ilmu dan keahlian.



Hal. 350



Pasal 6 Masa Tugas



Pasal 6



: Cukup jelas



Pasal 7



: Cukup jelas



Masa tugas BPMS sama dengan masa tugas Majelis Sinode. Pasal 7 Hak dan Kewajiban Dalam rangka melaksanakan tugas dan tanggung jawab gereja secara optimal, BPMS berhak memberikan nasihat dan saran kepada Majelis Sinode khusus dalam bidang keahliannya diminta atau tidak diminta. Pasal 8 Ketentuan Penutup



Pasal 8



1. Peraturan Nomor 13 ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Pasal 8:1 2. Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka semua ketentuan Pasal 8:2 mengenai Badan Pertimbangan Majelis Sinode yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku. 3. Apabila ada hal-hal yang belum diatur oleh peraturan ini, maka Pasal 8:3 Majelis Sinode dapat menyusun dan menetapkannya dalam Sidang Majelis Sinode sepanjang tidak



: Cukup jelas : Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 351



bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode yang terdekat. 4. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila: a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau; b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat; c. Usul-usul perubahan disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



Pasal 8:4



: Cukup jelas



Pasal 8:4.a



: Cukup jelas



Pasal 8:4.b



: Cukup jelas



Pasal 8:4.c



: Cukup jelas



Hal. 352



PERATURAN NOMOR 3 TENTANG UNIT-UNIT MISIONER PERATURAN PELAKSANA NOMOR 3 A TENTANG MUSYAWARAH PELAYANAN GEREJA PROTESTAN DI INDONESIA BAGIAN BARAT MEMORI PENJELASAN Pasal 1 Pengertian



Pasal 1



: Cukup jelas



Musyawarah Pelayanan JemaatJemaat GPIB disingkat Mupel GPIB adalah unit misioner lintas jemaat di satu wilayah tertentu dalam pelayanan GPIB. Pasal 2 Bentuk, Status dan Fungsi Pasal 2 1. Bentuk Mupel adalah wadah kebersamaan lintas jemaat yang dibentuk melalui Pasal 2:1 Musyawarah Presbiter dari JemaatJemaat di suatu wilayah pelayanan GPIB 2. Status Mupel adalah jembatan dinamis lintas jemaat dan alat kebersamaan, Pasal 2:2 persekutuan, pelayanan, kesaksian



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 353



dari Jemaat-Jemaat di wilayah GPIB tertentu.



suatu



3. Fungsi Mupel berfungsi untuk Pasal 2:3 membicarakan kehadiran GPIB di suatu wilayah dan kebersamaan persekutuan, pelayanan dan kesaksian Jemaat-Jemaat GPIB di wilayah bersangkutan dan membantu pelaksanaan program sinodal ataupun program bersama Jemaat-Jemaat GPIB di wilayah tersebut. dimana perlu dapat membantu komunikasi jemaatjemaat se-wilayah dengan Majelis Sinode. Pasal 3 Wilayah



: Cukup jelas



Pasal 3



1. Dalam rangka memenuhi tugas, panggilan dan pengutusan-Nya, Pasal 3:1 sesuai dengan perkembangan pelayanan dan kesaksian GPIB, maka di tiap wilayah provinsi Negara Republik Indonesia di lingkungan wilayah pelayanan GPIB, dapat dibentuk satu Mupel. 2. Di wilayah provinsi Negara Republik Indonesia dalam Pasal 3:2 lingkungan wilayah pelayanan GPIB, yang karena luasnya atau



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 354



karena kondisi perhubungan antara satu tempat ke tempat lainnya sukar dijangkau pelayanan satu Mupel, maka di wilayah provinsi tersebut dapat dibentuk lebih dari 1 (satu) Mupel. 3. Bila jumlah Jemaat GPIB di salah satu wilayah provinsi Pasal 3:3 Negara Republik Indonesia di lingkungan pelayanan GPIB tidak cukup untuk mendukung pembentukan satu Mupel, maka Jemaat-Jemaat di wilayah tersebut digabungkan ke dalam Mupel di wilayah provinsi yang terdekat dengan Jemaat-Jemaat GPIB tersebut. 4. Jemaat-Jemaat GPIB yang Pasal 3:4 termasuk wilayah pelayanan Mupel di salah satu provinsi, tetapi letak geografis dan kondisi sosialnya lebih dekat dengan Mupel di salah satu wilayah provinsi lainnya, maka JemaatJemaat tersebut dapat digabungkan ke dalam Mupel di wilayah provinsi lainnya. 5. Pembentukan Mupel yang Pasal 3:5 tersebut pada butir 1 dan 2 di atas demikian pula penggabungan Jemaat-Jemaat ke dalam Mupel yang dimaksud pada butir 3 dan



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 355



4 di atas, ditetapkan oleh Majelis Sinode GPIB. Pasal 4 Regio 1. Untuk kelancaran pelayanan dan untuk mencapai hasil yang baik, maka wilayah pelayanan satu Mupel dapat dibagi dalam regio-regio yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan yang ditetapkan oleh Mupel. 2. Regio dapat dibentuk dalam satu wilayah Mupel yang terlalu luas wilayah pelayanannya yang oleh karena perkembangan dan guna pelaksanaan panggilan dan pengutusan-Nya dapat diarahkan menjadi satu Mupel sendiri. 3. Regio bertugas menggalang kebersamaan serta mengarahkan dana dan daya Jemaat-Jemaat di satu Regio untuk melaksanakan program Mupel di Regio yang bersangkutan. 4. Majelis Jemaat–Majelis Jemaat di Regio dapat mengadakan Rapat untuk membahas



Pasal 4



Pasal 4:1



: Cukup jelas



Pasal 4:2



: Cukup jelas



Pasal 4:3



: Cukup jelas



Pasal 4:4



: Cukup jelas



Hal. 356



5. 6.



7.



8.



9.



pelaksanaan program Mupel di regio bersangkutan Rapat Regio dapat dihadiri oleh Badan Pelaksana Mupel Rapat Regio memilih Koordinator, wakil Koordinator, Pembantu urusan tata usaha dan Pembantu urusan keuangan untuk masa jabatan yang sama dengan masa jabatan Badan Pelaksana Mupel. Koordinator Regio mengkoordinir pelaksanaan program Mupel di Regio Koordinator Regio menghadiri Rapat Koordinasi yang diadakan oleh Badan Pelaksana Mupel untuk mengkoordinasikan pelaksanaan program Mupel di wilayah pelayanan Mupel. Hasil Rapat Koordinasi dengan Badan Pelaksana Mupel tersebut pada butir 8 di atas disampaikan kepada semua Majelis Jemaat di Regio. Pasal 5 Tugas dan Wewenang



Pasal 4:5



: Cukup jelas



Pasal 4:6



: Cukup jelas



Pasal 4:7



: Cukup jelas



Pasal 4:8



: Cukup jelas



Pasal 4:9



: Cukup jelas



Pasal 5



1. Mupel bertugas melaksanakan program bersama yang Pasal 5:1 diserahkan kepadanya oleh Jemaat-Jemaat melalui



: Cukup jelas



Hal. 357



2.



3.



4.



5.



6.



Musyawarah Wilayah dan melaksanakan program Sinodal yang diserahkan kepadanya oleh Majelis Sinode. Membantu menggerakkan Jemaat-Jemaat agar dalam kebersamaannya mampu melaksanakan persekutuan, pelayanan dan kesaksian di tengah masyarakat. Mengkomunikasikan kepada Jemaat-Jemaat kesepakatan yang digariskan oleh Sidang Wilayah maupun yang digariskan oleh Majelis Sinode di wilayahnya. Mengumpulkan dan mengolah data-data serta informasi untuk kepentingan Jemaat-Jemaat dan kepentingan bersama di wilayah tersebut serta kepentingan Sinodal, dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kesaksian GPIB. Menggiatkan usaha-usaha pengadaan dan pengerahan dana dan daya untuk pelaksanaan program dan proyek pelayanan kesaksian bersama di tingkat wilayah dan Sinodal. Menyusun Program Kerja dan Anggaran Penerimaan dan



Pasal 5:2



: Cukup jelas



Pasal 5:3



: Cukup jelas



Pasal 5:4



: Cukup jelas



Pasal 5:5



: Cukup jelas



Pasal 5:6



: Program kerja anggaran mupel adalah program



Hal. 358



Pengeluaran setiap awal Tahun Kerja.



7. Menghadiri Persidangan Pasal 5:7 Sinode Tahunan dengan menyampaikan laporan BP Mupel sebagai kompilasi laporan perkembangan jemaatjemaat di wilayah. 8. Jemaat-Jemaat di satu wilayah Pasal 5:8 dan atau Majelis Sinode dapat memberikan tugas kepada Badan Pelaksana Mupel untuk mengadakan hubungan keluar dengan Badan/ Lembaga Gereja lain atau Kristen lain ataupun Badan/ Lembaga masyarakat/ Pemerintah. 9. Badan Pelaksana Musyawarah Pasal 5:9 Pelayanan (BP MUPEL) dapat melaksanakan tugas-tugas yang telah didelegasikan oleh Majelis Sinode.



kerja kebersamaan jemaat-jemaat. : Cukup jelas



: Cukup jelas



: Antara lain Serah Terima Jabatan Ketua Majelis Jemaat, penahbisan Pelayan Firman dan Sakramen, Peneguhan Diaken dan Penatua, Penahbisan Gedung Gereja dan fasilitas gereja lainnya dan tugas lainnya



Hal. 359



yang dipandang perlu oleh Majelis Sinode.



Pasal 6 Badan Pelaksana Mupel Pasal 6 1. Untuk melaksanakan tugas wewenangnya serta pekerjaannya sehari-hari, Mupel menetapkan Badan Pelaksana, terdiri atas para ketua, para sekretaris dan para bendahara. 2. Para Ketua dan para Sekretaris Badan Pelaksana Mupel, dipilih oleh Musyawarah Wilayah dari unsur Pendeta atau Penatua atau Diaken, dan Bendahara dipilih oleh Sidang Wilayah dari unsur Diaken dan Penatua. 3. Tata Cara Pemilihan Badan Pelaksana Mupel diatur dalam Peraturan Pelaksanaan yang ditetapkan oleh Musyawarah Wilayah. 4. Badan Pelaksana mengadakan Rapat Kerja, Musyawarah Tahunan dan Musyawarah Wilayah dalam rangka mewujudkan kebersamaan panggilan dan pengutusan-Nya di wilayah. 5. Masa tugas Badan Pelaksana disesuaikan dengan Masa Tugas Pelaksana Harian Majelis Jemaat.



Pasal 6:1



: Cukup jelas



Pasal 6:2



: Cukup jelas



Pasal 6:3



: Cukup jelas



Pasal 6:4



: Cukup jelas



Pasal 6:5



: Masa Tugas Badan Pelaksana 2 tahun 6 bulan.



Hal. 360



6. Dalam melaksanakan tugastugasnya, Badan Pelaksana dapat membentuk Badan-Badan Pembantu dan alat-alat pelaksana: a. Sekretariat b. Koordinator Pelaksana Program sesuai dengan pembidangan program c. Panitia-panitia menurut keperluan. Pasal 7 Musyawarah dan Rapat



Pasal 6:6



: Cukup jelas



Pasal 6:6.a Pasal 6:6.b



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 6:6.c



: Cukup jelas



Pasal 7



Musyawarah dan Rapat di lingkup Mupel terdiri atas: 1. Musyawarah Wilayah untuk Pasal 7:1 menetapkan Badan Pelaksana, Program Umum 2 tahun 6 bulan. 2. Musyawarah Tahunan, dilaksanakan selambatlambatnya 2(dua) minggu Pasal 7:2 sesudah Persidangan Sinode tahunan berakhir; untuk menetapkan Program Kerja dan Anggaran. 3. Rapat Kerja yang diadakan sekurang-kurangnya 6(enam) bulan sekali untuk menilai Pasal 7:3 pelaksanaan Program Kerja yang menyangkut kebersamaan se-wilayah dan sesinodal, serta



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 361



masalah-masalah yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. 4. Rapat regio yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan pelaksana Mupel setempat. Pasal 7:4 5. Musyawarah dan Rapat dapat dilaksanakan dengan kehadiran fisik atau secara virtual dalam Pasal 7:5 jaringan dengan menggunakan teknologi digital atau dilaksanakan dengan cara lain yang efektif dan efisien sesuai situasi dan kebutuhan serta menurut Tata Tertib yang berlaku di lingkungan GPIB.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 8 Program dan Anggaran Pasal 8 1. Program Mupel adalah: a. Program tertentu dari Jemaat-Jemaat yang Pasal 8:1 diserahkan kepada Mupel Pasal 8:1.a untuk dilaksanakan bersamasama di wilayah bersangkutan di bawah koordinasi Badan Pelaksana Mupel; b. Program Sinodal yang diputuskan dalam Sidang Pasal 8:1.b Sinode atau Persidangan Sinode Tahunan yang diteruskan oleh Majelis



: Cukup jelas : Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 362



Sinode untuk dilaksanakan di wilayah Mupel bersangkutan. 2. Program Kerja dan Anggaran Pasal 8:2 Mupel yang mendukung Program Mupel yang tersebut pada butir 1 di atas tercantum dalam Program Kerja dan Anggaran Jemaat-Jemaat dan ataupun Majelis Sinode. Pasal 9 Perbendaharaan dan Badan Pemeriksa Perbendaharaan



: Cukup jelas



Pasal 9



1. Perbendaharaan Mupel diatur Pasal 9:1 dalam Peraturan Pelaksanaan yang ditetapkan oleh Badan Pelaksana dengan berpedoman dan tidak boleh bertentangan dengan Peraturan No. 6 tentang Perbendaharaan GPIB. 2. Untuk melakukan pengawasan Pasal 9:2 eksternal terhadap pengelolaan perbendaharaan Mupel, dibentuk Badan Pemeriksa Perbendaharaan Mupel yang diatur di dalam Peraturan Pelaksanaan yang ditetapkan oleh Badan Pelaksana Mupel dengan berpedoman dan tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Nomor 7. tentang



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 363



Badan Pemeriksa Perbendaharaan GPIB. Pasal 10 Ketentuan Penutup 1. Peraturan Pelaksana Nomor 3 B ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. 2. Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka semua ketentuan mengenai Musyawarah Pelayanan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku. 3. Apabila ada hal-hal yang belum diatur oleh peraturan ini, maka Majelis Sinode dapat menyusun dan menetapkannya dalam Sidang Majelis Sinode sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode yang terdekat. 4. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila : a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau; b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat;



Pasal 10



Pasal 10:1



: Cukup jelas



Pasal 10:2



: Cukup jelas



Pasal 10:3



: Cukup jelas



Pasal 10:4



: Cukup jelas



Pasal 10:4.a



: Cukup jelas



Pasal 10:4.b



: Cukup jelas



Hal. 364



c. Usul-usul perubahan disampaikan selambat- Pasal 10:4.c lambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



: Cukup jelas



Hal. 365



PERATURAN PELAKSANA NOMOR 3 B TENTANG PELAYANAN KATEGORIAL GEREJA PROTESTAN DI INDONESIA BAGIAN BARAT MEMORI PENJELASAN Pasal 1 Pengertian 1. Pelayanan Kategorial disingkat Pelkat adalah unit misioner sebagai wadah pembinaan warga gereja dalam keluarga dan masyarakat sesuai kategori agar para anggotanya berperan aktif dalam pengembangan panggilan dan pengutusan gereja secara utuh dan berkesinambungan 2. Pelayanan Kategorial adalah pelaksana misi gereja, kepada: a. Anak-anak disebut Pelayanan Anak disingkat PA; b. Teruna disebut Persekutuan Teruna disingkat PT; c. Pemuda disebut Gerakan Pemuda disingkat GP; d. Kaum ibu disebut Persekutuan Kaum Perempuan disingkat PKP;



Pasal 1



Pasal 1:1



: Cukup jelas



Pasal 1:2



: Cukup jelas



Pasal 1:2.a



: Cukup jelas



Pasal 1:2.b



: Cukup jelas



Pasal 1:2.c



: Cukup jelas



Pasal 1:2.d



: Cukup jelas



Hal. 366



e. Kaum Bapak disebut Pasal 1:2.e Persekutuan Kaum Bapak disingkat PKB; f. Kaum lanjut usia disebut Pasal 1:2.f Persekutuan Kaum Lanjut Usia disingkat PKLU. Pasal 2 Keanggotaan



: Cukup jelas



Pasal 2



1. Anggota Pelayanan Kategorial Pasal 2:1 Pelayanan Anak adalah : a. Semua anak warga GPIB Pasal 2:1.a yang terdaftar di jemaat, berusia sampai dengan usia 12 tahun;



b. Anak-anak dari yang bukan warga GPIB yang atas kemauan sendiri atau keinginan orang tua. 2. Anggota Pelayanan Kategorial Persekutuan Teruna adalah : a. Semua anak warga GPIB yang terdaftar di jemaat, dan berada pada usia sekitar 13 s/d 17 tahun; b. Anak-anak dari yang bukan warga GPIB namun atas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 2:1.b



: -Sampai dengan 3 tahun Batita (bawah tiga tahun) -Sekitar 3 sampai 5 tahun Anak TK. -Sekitar 5 sampai 9 tahun Anak Kecil. -Sekitar 9 sampai 12 tahun Anak Tanggung. : Cukup jelas



Pasal 2.2



: Cukup jelas



Pasal 2.2.a



: -Sekitar 13 sampai 15 Kelas Eka. -Sekitar 15 sampai 17 Kelas Dwi. : Cukup jelas



Pasal 2.2.b



Hal. 367



kemauan sendiri atau keinginan orang tua; c. Teruna yang tidak termasuk dalam ayat 2 butir (a) pasal ini tetapi secara biologis dan psikologis tidak/belum bersekutu dalam Pelayanan Anak atau Gerakan Pemuda. 3. Anggota Pelayanan Kategorial Gerakan Pemuda adalah : a. Semua pemuda/i warga GPIB yang terdaftar di jemaat, berusia sekitar 18 sampai maksimal 35 tahun; b. Orang-orang muda dari yang bukan warga GPIB namun atas kemauan sendiri; c. Pemuda/i yang tidak termasuk dalam ayat 3 butir (a) pasal ini tetapi atas kemauan sendiri.



Pasal 2.2.c



: Misalnya yang berkebutuhan khusus



Pasal 2.3



: Cukup jelas



Pasal 2.3.a



: Yang menikah



Pasal 2.3.b



: Cukup jelas



Pasal 2.3.c



: Yang usianya melebihi 35 tahun tapi belum menikah dengan catatan belum melebihi 45 tahun. Diatas 45 tahun dianjurkan untuk mengikuti PKB atau PKP.



4. Anggota Pelayanan Kategorial Persekutuan Kaum Perempuan adalah : a. Semua perempuan warga Pasal 2.4.a GPIB yang terdaftar di



belum



: Sampai dengan usia 60 tahun.



Hal. 368



jemaat yang berusia 35 tahun keatas; b. Semua perempuan warga GPIB yang terdaftar dan belum berusia 35 tahun tetapi sudah menikah; c. Perempuan yang tidak termasuk dalam ayat 4 butir (a) dan (b) tetapi atas kemauan sendiri. 5. Anggota Pelayanan Kategorial Persekutuan Kaum Bapak adalah : a. Semua laki-laki warga GPIB yang terdaftar di jemaat, berusia 35 tahun keatas; b. Semua laki-laki warga GPIB yang terdaftar dan belum berusia 35 tahun tetapi sudah menikah; c. Laki-laki yang tidak termasuk dalam ayat 5 butir (a) dan (b) tetapi atas kemauan sendiri. 6. Anggota Pelayanan Kategorial Persekutuan Kaum Lanjut Usia adalah Semua warga GPIB yang terdaftar di jemaat berusia di atas 60 tahun.



Pasal 2.4.b



: Cukup jelas



Pasal 2.4.c



: Cukup jelas



Pasal 2.5



: Cukup jelas



Pasal 2.5.a



: Sampai dengan usia 60 tahun.



Pasal 2.5.b



: Cukup jelas



Pasal 2.5.c



: Cukup jelas



Pasal 2. 6.



: Anggota Pelayanan Kategorial Persekutuan Kaum Lanjut Usia adalah Semua warga GPIB yang terdaftar di jemaat



Hal. 369



berusia 60 tahun atau lebih.



Pasal 3 Tugas dan tanggung jawab Pasal 3 1. Semua Pengurus Pelkat bertugas untuk memberikan masukan kepada Majelis Jemaat dalam rangka penyusunan program jemaat sesuai dengan kategori masingmasing; 2. Semua anggota Pelkat bertanggung jawab atas panggilan dan pengutusan gereja melalui pelaksanaan program Jemaat secara khusus dalam hal membina warga gereja sesuai dengan kategori agar dapat menjalankan misi gereja; 3. Dewan Pelkat bertugas membantu Majelis Sinode untuk memikirkan, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program pembinaan, pelayanan dan kesaksian warga gereja sesuai bidangnya di lingkup Sinodal; 4. Pengurus Pelkat bertugas membantu Majelis Jemaat untuk memikirkan, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program pembinaan, pelayanan dan



Pasal 3.1



: Cukup jelas



Pasal 3.2



: Cukup jelas



Pasal 3.3



: Cukup jelas



Pasal 3.4



: Cukup jelas



Hal. 370



kesaksian warga gereja di lingkup Jemaat; 5. Dewan Pelkat Pasal 3.5 mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas-tugasnya kepada Majelis Sinode, sedangkan Pengurus Pelkat di jemaat mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas-tugasnya kepada Majelis Jemaat. Pasal 4 Perekrutan Dewan, Pengurus dan Pelayan Pelayanan Kategorial 1. Perekrutan Dewan Pelkat di lingkup Sinodal ditetapkan oleh Majelis Sinode; 2. Perekrutan Pengurus Pelkat di lingkup Jemaat ditetapkan oleh Majelis Jemaat; 3. Susunan Dewan/Pengurus Pelkat terdiri atas sekurangkurangnya satu orang ketua, satu orang sekretaris dan satu orang bendahara; 4. Pelayan PA/PT minimal berusia 20 tahun pada waktu diteguhkan; 5. Persyaratan kualitatif dan administratif keanggotaan Dewan/Pengurus dan Pelayan



: Cukup jelas



Pasal 4



Pasal 4.1



: Cukup jelas



Pasal 4.2



: Cukup jelas



Pasal 4.3



: Cukup jelas



Pasal 4.4



: Cukup jelas



Pasal 4.5



: Cukup jelas



Hal. 371



PA/PT sama dengan persyaratan Diaken dan Penatua; 6. Pengurus Pelkat tidak sebagai fungsionaris Majelis Jemaat; 7. Fungsionaris Pengurus Pelkat tidak diperkenankan mempunyai jabatan rangkap dalam lingkungan pelayanan Pelkat di lingkup yang sama; 8. Apabila Dewan/Pengurus Pelkat tidak aktif dalam waktu 6 bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat diterima, maka yang bersangkutan dianggap mengundurkan diri; 9. Bila terjadi lowongan fungsionaris Dewan/Pengurus Pelkat, maka oleh Majelis Sinode di lingkup Sinodal dan Majelis Jemaat di lingkup Jemaat dapat dilakukan perekrutan fungsionaris Dewan/Pengurus Pelkat antar waktu; 10. Masa tugas Dewan/Pengurus Pelkat ditetapkan sesuai dengan masa tugas Majelis Sinode di lingkup Sinodal dan masa tugas Pelaksana Harian Majelis Jemaat di lingkup Jemaat;



Pasal 4.6



: Cukup jelas



Pasal 4.7



: Cukup jelas



Pasal 4.8



: Cukup jelas



Pasal 4.9



: Cukup jelas



Pasal 4.10



: Masa tugas Dewan / Pengurus Pelkat ditetapkan sesuai dengan masa tugas Majelis Sinode di lingkup Sinodal dan masa tugas di lingkup Jemaat;



Hal. 372



11. Dewan/Pengurus dan Pelayan Pasal 4.11 Pelkat diteguhkan dalam Ibadah Hari Minggu jemaat.



Pasal 5 Program dan Anggaran



: 1.Karena mereka sesungguhnya melaksanakan tugas pelayanan firman dan penggembalaan / pemeliharaan rohani secara kategorial. 2. Karena persyaratan untuk menjadi pengurus dan pelayan sama dengan persyaratan untuk menjadi Diaken dan Penatua.



Pasal 5



1. Program dan Anggaran Pelkat Pasal 5.1 adalah program dan anggaran Jemaat. 2. Program Pelkat dijabarkan dari Pasal 5.2 PKUPPG : a. Di lingkup Sinodal oleh Majelis Sinode b. Di lingkup Jemaat oleh Majelis Jemaat 3. Dewan/Pengurus Pelkat, Pasal 5.3 menjabarkan program tahunan pada lingkup Sinodal dan lingkup Jemaat ke dalam



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 373



bentuk kegiatan bulanan dan triwulanan. 4. Dewan/Pengurus Pelkat wajib Pasal 5.4 mengevaluasi dan melaporkan program dan anggarannya secara bulanan dan triwulanan kepada Majelis Sinode di lingkup Sinodal, kepada Majelis Jemaat di lingkup Jemaat. Pasal 6 Pertemuan/Rapat 1. Jenis pertemuan/rapat : a. Rapat/pertemuan Pengurus tiap Pelkat; b. Rapat terpadu Dewan Pelkat; c. Rapat terpadu Pengurus Pelkat; d. Rapat koordinasi Dewan Pelkat dengan Majelis Sinode; e. Rapat koordinasi Pengurus Pelkat dengan Majelis Jemaat; f. Pertemuan Pengurus Pelkat di Mupel-mupel g. Pertemuan anggota Pelkat dan pertemuan para pelayan PA/PT;



: Cukup jelas



Pasal 6



Pasal 6.1 Pasal 6.1.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 6.1.b



: Cukup jelas



Pasal 6.1.c



: Cukup jelas



Pasal 6.1.d



: Cukup jelas



Pasal 6.1.e



: Cukup jelas



Pasal 6.1.f



: Cukup jelas



Pasal 6.1.g



: Cukup jelas



Hal. 374



h. Pertemuan Pelayan PA/PT dengan orang tua anak Pasal 6.1.h layan. 2. Pertemuan/rapat lainnya yang dianggap perlu. Pasal 6.2 3. Pertemuan/rapat di lingkungan Pelkat dapat dilaksanakan Pasal 6.3 dengan kehadiran fisik atau secara virtual dalam jaringan dengan teknologi digital atau dilaksanakan dengan cara lain yang efektif dan efisien sesuai situasi dan kebutuhan dengan berpedoman pada Tata Tertib sidang / rapat yang berlaku di GPIB. Pasal 7 Surat –Menyurat



: Cukup jelas



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 7



: Cukup jelas



Pasal 8



: Cukup jelas



Semua surat-menyurat yang dilakukan oleh Pelkat harus sepengetahuan dan melalui Majelis Sinode di lingkup Sinodal dan Majelis Jemaat di lingkup Jemaat dan diarsipkan dalam arsip Majelis Sinode/Majelis Jemaat. Pasal 8 Perbendaharaan Keuangan Pelkat berdasarkan peraturan tentang Perbendaharaan .



diatur GPIB



Hal. 375



Pasal 9 Alat-alat Pelayanan 1. Untuk efisiensi dan efektivitas koordinasi dan komunikasi, pelayanan Pelkat di sektor pelayanan di jemaat-jemaat sesuai dengan pengaturan sektor-sektor pelayanan jemaat. 2. Majelis Sinode /Majelis Jemaat membentuk dan mengesahkan panitia-panitia tertentu berdasarkan usul dari Dewan/Pengurus Pelkat untuk suatu kegiatan sesuai dengan kebutuhan Pelkat yang bersangkutan. 3. Kantor/Ruang Pelkat sebagai sekretariat bersama, disediakan Majelis Sinode di lingkup Sinodal dan Majelis Jemaat di lingkup Jemaat. 4. BP Mupel dapat mengangkat Koordinator Wilayah Pelkat sesuai kategori guna menunjang kegiatan kebersamaan di lingkup Wilayah/Regional. Pasal 10 Hubungan kerja sama



Pasal 9



Pasal 9.1



: Cukup jelas



Pasal 9.2



: Cukup jelas



Pasal 9.3



: Cukup jelas



Pasal 9.4



: Cukup jelas



Pasal 10



Hal. 376



1. Dalam rangka pemberdayaan Pasal 10:1 : Cukup jelas maksimal warga gereja untuk menyatakan panggilan dan pengutusannya selaku unit misioner gereja, Pelkat dapat melakukan hubungan kerja sama keluar dalam lingkup gereja seasas, gereja lainnya, lingkup PGI, lingkup regional dan internasional serta dengan lembaga pemerintah dan non pemerintah. 2. Bentuk hubungan kerja sama Pasal 10:2 : Cukup jelas haruslah mengacu dan tidak bertentangan dengan Tata Gereja GPIB. 3. Hubungan kerja sama ini harus Pasal 10:3 : Cukup jelas sepengetahuan Majelis Sinode di lingkup Sinodal dan Majelis Jemaat di lingkup Jemaat. Pasal 11 Ketentuan Penutup



Pasal 11



1. Peraturan Pelaksana Nomor 3 Pasal 11.1 B ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. 2. Dengan ditetapkannya Pasal 11.2 Peraturan ini, maka semua ketentuan mengenai Pelayanan Kategorial (Pelkat) GPIB yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 377



3. Apabila ada hal-hal yang belum diatur oleh peraturan ini, maka Majelis Sinode dapat menyusun dan menetapkannya dalam Sidang Majelis Sinode sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja yang berlaku dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode terdekat. 4. Perubahan Peraturan ini hanya dapat dilaksanakan di dalam dan oleh Persidangan Sinode Raya bila : a. Diusulkan oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat atau ; b. Diusulkan oleh Majelis Sinode setelah disetujui oleh lebih dari 2/3 jumlah Jemaat; c. Usul-usul perubahan disampaikan selambatlambatnya 1 (satu) tahun sebelum Persidangan Sinode Raya.



Pasal 11.3



: Cukup jelas



Pasal 11.4



: Cukup jelas



Pasal 11.4.a



: Cukup jelas



Pasal 11.4.b



: Cukup jelas



Pasal 11.4.c



: Cukup jelas



Hal. 378



PERATURAN PELAKSANA NOMOR 10 A TENTANG KEPEGAWAIAN GPIB MEMORI PENJELASAN BAB I UMUM Pasal 1



Pasal 1



Pengertian Istilah Di dalam Peraturan Pelaksana ini, yang dimaksud dengan : 1. Gereja adalah Gereja Protestan di Pasal 1:1 Indonesia bagian Barat (GPIB) yang berkantor pusat di Jl Medan Merdeka Timur 10 – Jakarta Pusat. beserta Jemaat Jemaatnya. 2. Pemberi kerja adalah Gereja Protestan di Indonesia bagian Pasal 1:2 barat (GPIB) sebagai badan hukum yang mempekerjakan pekerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 3. Pimpinan Kantor Majelis Sinode/Majelis Jemaat adalah Pasal 1:3 orang/pengurus yang karena jabatannya mempunyai tugas memimpin Kegiatan Operasional Kantor Sekretariat Majelis Sinode di lingkup Sinode dan



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 379



4.



5.



6.



7.



8.



Kantor Majelis jemaat di lingkup jemaat. Atasan Pegawai adalah pejabat GPIB yang karena jabatannya mempunyai tanggung-jawab penugasan, pembinaan dan pengawasan secara langsung terhadap karyawan pada bagiannya. Pegawai adalah semua orang yang terikat secara sah dalam suatu hubungan kerja dengan GPIB dan oleh karenanya berhak menerima upah. Lingkungan GPIB adalah keseluruhan tempat yang secara sah berada dibawah penguasaan GPIB dan digunakan untuk menunjang kegiatan GPIB. Peraturan GPIB adalah peraturan yang dibuat oleh GPIB yang memuat ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja serta tata tertib kerja termasuk petunjuk pelaksanaannya. Keluarga Pegawai adalah seorang istri atau suami Pegawai yang sah dan 3 (tiga) anak kandung atau anak angkat yang sah, berusia tidak lebih dari 21 (dua puluh satu) tahun, belum berumur 25 (dua puluh lima) tahun tetapi masih bersekolah; atau belum berumur 25 (dua puluh lima)



Pasal 1 :4



: Cukup jelas



Pasal 1:5



: Cukup jelas



Pasal 1:6



: Cukup jelas



Pasal 1:7



: Cukup jelas



Pasal 1:8



: Cukup jelas



Hal. 380



tahun dan tidak bersekolah tetapi cacat tetap dan dinyatakan demikian secara tertulis oleh dokter yang ditunjuk GPIB. 9. Bekerja adalah kegiatan yang dijalankan oleh Pegawai untuk Pasal 1:9 kepentingan GPIB dalam suatu hubungan kerja dengan mendapat gaji/upah.



10. Hari dan Jam Kerja adalah waktu Pasal 1:10 kerja yang ditetapkan oleh GPIB bagi Pegawai non Pendeta didasarkan pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 11. Masa Kerja adalah jangka waktu Pasal 1:11 Pegawai yang bekerja secara tidak terputus-putus, terhitung sejak ia diterima bekerja termasuk masa percobaan yang telah dijalaninya. 12. Mangkir adalah Pegawai non Pasal 1:12 Pendeta yang tidak masuk tanpa keterangan yang sah atau pulang tanpa pemberitahuan kepada atasan yang berwenang sebelum jam pulang kerja atau hadir kerja tetapi tidak mau melakukan Pekerjaan.



: Walaupun pegawai pendeta dalam menjalankan tugasnya berdasarkan panggilan dan pengutusan dari Tuhan berhak mendapat gaji/upah. : Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 381



13. Ijin adalah kelonggaran yang Pasal 1:13 diberikan oleh atasan kepada Pegawai untuk tidak masuk kerja atau pulang sebelum waktunya dengan memberikan keterangan yang sah 14. Surat Peringatan adalah teguran Pasal 1:14 tertulis bertujuan untuk mendidik atau sanksi atas pelanggaran atau kesalahan Pegawai. 15. Sanksi adalah suatu ancaman Pasal 1:15 akan dijatuhkan tindakan / keputusan yang diberikan kepada Pegawai karena suatu kesalahan / pelanggaran. Pasal 2 Maksud dan Tujuan



: Yang dimaksud atasan adalah Kepala Kantor Majelis Sinode di lingkup Sinodal. : Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 2



Maksud dan tujuan Peraturan Pelaksana Ketenagakerjaan GPIB adalah : 1. Menjelaskan hak dan kewajiban Pasal 2:1 masing-masing pihak yaitu antara GPIB dan Pegawai. 2. Menciptakan dan Pasal 2:2 mengembangkan suasana kerja, serta hubungan kerja atasan bawahan yang harmonis, sebagaimana yang dimaksudkan dalam Hubungan Industrial Pancasila. 3. Menggariskan syarat-syarat kerja Pasal 2:3 bagi Pegawai.



: Cukup jelas



: Hubungan Industrial Pancasila adalah nomenklatur di Undang-Undang Ketenagakerjaan.



: Cukup jelas



Hal. 382



Pasal 3 Ruang Lingkup Peraturan Pelaksana Kepegawaian GPIB



Pasal 3



1. Peraturan Pelaksana Pasal 3:1 Ketenagakerjaan GPIB ini berlaku bagi seluruh Pegawai GPIB baik kantor Majelis Sinode maupun kantor Majelis Jemaat di seluruh Indonesia, dan hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum, Sepanjang syarat kerjanya tidak diatur secara khusus dalam perjanjian kerja. 2. Hal-hal yang bersifat prosedural Pasal 3:2 dan teknis administratif yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari isi Peraturan Pelaksana Ketenagakerjaan GPIB ini akan diatur dalam ketentuan tersendiri, dengan tidak bertentangan dengan peraturan GPIB ini serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 4 Kewajiban dan Hak Terhadap Peraturan Pelaksana Kepegawaian GPIB



: Perjanjian Kerja ini diatur dalam aspek kepegawaian dan bukan kepejabatan gerejawi.



: Cukup jelas



Pasal 4



1. GPIB maupun Pegawai dan pihak-pihak lain yang Pasal 4:1 mempunyai kepentingan dengan



: Cukup jelas



Hal. 383



adanya Peraturan Pelaksana Ketenagakerjaan GPIB ini, baik isi maupun maknanya, berkewajiban untuk memenuhi dan menaati semua ketentuan yang telah ditetapkan di dalamnya. 2. GPIB dan Pegawai berkewajiban memelihara dan menjaga Pasal 4:2 tegaknya tata tertib GPIB dan senantiasa berupaya meningkatkan kinerja pelayanan dan efisiensi. 3. Pimpinan GPIB mempunyai hak untuk memimpin dan Pasal 4:3 melaksanakan kebijakan GPIB sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja dan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku. 4. Pegawai mempunyai kewajiban untuk melaksanakan hubungan Pasal 4:4 kerja sesuai dengan Pekerjaan dan tanggung jawabnya, sebagaimana diatur dalam peraturan GPIB ini.



: cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



BAB II PENGADAAN TENAGA KERJA Pasal 5 Penerimaan Pegawai



Pasal 5



Hal. 384



1. Pada dasarnya penerimaan Pasal 5:1 Pegawai didasarkan kepada kebutuhan GPIB dengan mempertimbangkan syarat dan kekosongan jabatan yang ada, untuk itu GPIB menetapkan tata cara dan prosedur penerimaan Pegawai. 2. Strategi dan kebijakan GPIB Pasal 5:2 untuk mengisi kekosongan jabatan yang ada akan memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada Pegawai yang sudah ada yang dinilai mampu serta memenuhi persyaratan jabatan yang telah ditetapkan 3. Bilamana Pegawai yang sudah Pasal 5:3 ada dinilai tidak dapat memenuhi persyaratan jabatan tersebut, GPIB akan melakukan penerimaan dan seleksi calon Pegawai dari luar. Bila Pegawai dalam menjalankan tugasnya tidak / kurang mampu, maka GPIB akan memberikan pembinaan maksimal selama 3 (tiga) bulan, dan bila dalam kurun waktu tersebut Pegawai tidak dapat meningkatkan kinerjanya, alternatif yang diberikan adalah penurunan jabatan dengan diikuti penurunan fasilitas ke golongan dibawahnya, Surat Peringatan



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 385



dan atau pemutusan hubungan kerja. 4. Ketentuan Pegawai yang mempunyai hubungan keluarga langsung : a. Keluarga Pegawai yang memiliki garis keturunan vertikal dan horizontal langsung tidak diperbolehkan menjadi Pegawai di dalam satu jemaat. b. Dalam hal Pegawai selaku Pendeta yang berstatus suami istri maka jabatan sebagai Ketua Majelis Jemaat hanya boleh salah satu dan di jemaat yang berbeda. c. Apabila Pendeta yang menjabat Ketua Majelis Jemaat terpilih sebagai Fungsionaris Majelis Sinode maka fungsi sebagai Pendeta Jemaat tetap. d. Ketentuan mengenai pasal 5 ayat 4a berlaku sejak ketentuan ini disahkan dan tidak berlaku surut. Pasal 6 Persyaratan Kerja



Pasal 5:4



: Cukup jelas



Pasal 5:4.a



: Cukup jelas



Pasal 5:4.b



: Cukup jelas



Pasal 5:4.c



: Cukup jelas



Pasal 5:4.d



: Cukup jelas



Pasal 6



1. Persyaratan umum Pegawai non Pasal 6:1 Pendeta adalah : a. Berusia antara 18 – 35 tahun. Pasal 6:1.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Hal. 386



b. Berbadan dan berjiwa sehat. c. Berkelakuan baik. d. Memenuhi persyaratan jabatan. e. Lulus seleksi yang diselenggarakan oleh GPIB. f. Bersedia menandatangani surat perjanjian kerja yang dikeluarkan oleh GPIB. g. Bersedia menaati peraturan dan atau tata tertib yang berlaku dalam GPIB. h. Bersedia ditugaskan di seluruh wilayah GPIB.



2. Persyaratan umum Pegawai Pendeta adalah : a. Berusia belum berusia 36 tahun. b. Telah ditahbiskan sebagai Pelayan Firman dan Sakramen. c. Bebas narkoba, berbadan sehat yang dibuktikan dengan Surat Keterangan dari dokter. d. Berkelakuan baik yang dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Kepolisian setempat.



Pasal 6:1.b Pasal 6:1.c Pasal 6:1.d



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 6:1.e



: Cukup jelas



Pasal 6:1.f



: Cukup jelas



Pasal 6:1.g



: Cukup jelas



Pasal 6:1.h



Pasal 6:2



: Mutasi pegawai non pendeta dilaksanakan setelah adanya persetujuan dengan majelis jemaat setempat. : Cukup jelas



Pasal 6:2.a



: Cukup jelas



Pasal 6:2.b



: Cukup jelas



Pasal 6:2.c



: Cukup jelas



Pasal 6:2.d



: Cukup jelas



Hal. 387



e. Masih berstatus lajang, dan bersedia untuk tidak menikah selama 1 (satu) tahun setelah pengangkatan. f. Bersedia menandatangani ikatan dinas di GPIB selama 5 tahun. g. Bersedia ditugaskan dimanapun dalam wilayah pelayanan GPIB yang dituangkan dalam Surat Perjanjian Kerja dengan GPIB. h. Berbadan dan berjiwa sehat.



Pasal 6:2.e



: Cukup jelas



Pasal 6:2.f



: Cukup jelas



Pasal 6:2.g



: Cukup jelas



Pasal 6:2.h



: Berdasarkan keterangan dari instansi ditetapkan GPIB . : Cukup jelas



i. Bersedia menandatangani Pasal 6:2.i surat perjanjian kerja yang dikeluarkan oleh GPIB. j. Bersedia menaati peraturan Pasal 6:2.j dan atau tata tertib yang berlaku dalam GPIB. 3. Bersedia ditempatkan di jemaat Pasal 6:3 dalam wilayah GPIB dan lembaga lainnya.



surat medis yang oleh



: Cukup jelas



: Penugasan di lembaga lainnya mengikuti Persyaratan khusus Pegawai yang ditetapkan oleh lembaga tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan Pekerjaan



Hal. 388



Pasal 7 Masa Percobaan untuk Pegawai Non Pendeta 1. Masa percobaan ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan. 2. Hubungan kerja yang mempersyaratkan masa percobaan, dinyatakan secara tertulis dan diberitahukan kepada Pegawai yang bersangkutan. 3. Pengawasan dan penilaian pada masa percobaan dilaksanakan oleh atasan langsung Pegawai yang bersangkutan dan hasil penilaian dapat menentukan hubungan kerja selanjutnya. 4. Pemutusan hubungan kerja pada masa percobaan dapat dilakukan secara sepihak oleh GPIB tanpa syarat, atau oleh karyawan yang menjalani masa percobaan. 5. GPIB tidak wajib memberikan surat keterangan pengalaman kerja untuk masa percobaan. Pasal 8 Status Hubungan Kerja



Pasal 7



: Cukup jelas



Pasal 7:1



: Cukup jelas



Pasal 7:2



: Cukup jelas



Pasal 7:3



: Cukup jelas



Pasal 7:4



: Cukup jelas



Pasal 7:5



: Cukup jelas



Pasal 8



: Cukup jelas



Status hubungan kerja dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu: 1. Pegawai tetap atau Pegawai Pasal 8:1 dengan Perjanjian Kerja Waktu



: Cukup jelas



Hal. 389



Tidak Tertentu (PKWTT) adalah Pegawai yang telah dinyatakan lulus pada masa percobaan yang terikat hubungan kerja dengan GPIB dalam jangka waktu tidak tentu sampai ia berumur 58 (lima puluh lima) tahun dan apabila masih dibutuhkan GPIB maka dapat membuat kesepakatan baru sampai 60 (enam puluh) tahun dengan persetujuan Pegawai yang bersangkutan, bagi Pendeta sampai ia berumur 65 tahun. 2. Pegawai Tidak Tetap atau Pasal 8:2 Pegawai dengan Perjanjian Kontrak kerja Waktu Tertentu (PKWT) a. Pegawai Harian Lepas adalah Pasal 8:2.a Pegawai yang dipekerjakan pada GPIB dengan mendapat upah berdasarkan kehadiran dan tidak termasuk Pegawai struktural b. Pegawai Perjanjian kerja waktu tertentu adalah Pasal 8:2.b Pegawai yang terikat hubungan kerja dengan GPIB untuk suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan surat Perjanjian kerjanya, yang pelaksanaannya berpedoman pada peraturan Perundangundangan yang berlaku.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 390



Pasal 9 Pangkat Pasal 9



: Cukup jelas



Jenjang dan Pengelompokkan Pegawai GPIB berdasarkan pangkat dan golongan adalah sebagai berikut:



Pasal 10 Penggolongan Pegawai Pasal 10 1. Untuk menunjang pengembangan karir Pegawai ke jenjang yang lebih tinggi GPIB membentuk Pasal 10:1 sistem golongan yang mengatur jenjang kepangkatan dari yang terendah sampai yang tertinggi dari organisasi GPIB. 2. Penggolongan Pegawai diatur Sebagai berikut : a. Golongan I A – I D. b. Golongan II A – II D. Pasal 10:2



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 391



c. Golongan III A – III D. d. Golongan IV A – IV E. 3. Penentuan awal dan golongan maksimal dari pegawai sebagai berikut : Pasal 10:3



: Cukup jelas



1. Penempatan Pegawai Pasal 11 dilaksanakan atas dasar kebutuhan Pekerjaan dan Pasal 11:1 persyaratan jabatan. 2. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dan untuk mencapai tujuan operasional GPIB, GPIB berwenang memindahkan Pasal 11:2 Pegawai dari suatu jabatan ke jabatan lain dari suatu Pekerjaan



: Cukup jelas



Pasal 11 Penempatan Pegawai



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 392



ke Pekerjaan lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain di lingkungan GPIB. BAB III PERATURAN KERJA Pasal 12 Jam Kerja dan Hari Kerja bagi Pegawai non Pendeta 1. Jam kerja diatur dengan memperhatikan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, yaitu 7 (tujuh) atau delapan (delapan) Jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu. 2. Waktu istirahat ditetapkan selama 30 sampai 60 menit tergantung unit kerjanya dan dapat diatur secara bergiliran. 3. Jumlah jam kerja dalam 1(satu) hari adalah maksimal 8 (delapan) jam, tidak termasuk jam istirahat/makan siang selama 1(satu) jam. 4. Untuk Jadwal Kerja Satpam diatur tersendiri dengan mengacu pada ketentuan Undang-undang yang berlaku.



Pasal 12



: Kecuali yang berada di Kantor Majelis Sinode



Pasal 12:1



Pasal 12:2



: Jam kerja dapat disesuaikan dengan kondisi setempat tetapi tidak kurang dari 40 jam dalam satu minggu. : Cukup jelas



Pasal 12:3



: Cukup jelas



Pasal 12:4



: Cukup jelas



Pasal 13 Kehadiran Kerja Pegawai Non Pendeta



Hal. 393



1. Pegawai wajib hadir pada waktu kerja yang ditetapkan, kecuali pada hari libur atau pada waktu Pegawai menjalankan hak cutinya, atau sakit dengan didukung oleh surat keterangan dokter. Bagi Pegawai yang sakit tanpa Surat Dokter akan di perhitungkan dengan Hak Cuti dari Pegawai tersebut. 2. Pegawai di lingkungan GPIB memakai tanda pengenal Pegawai (Employee Identity Card). 3. Pegawai sendiri harus mencatat kehadiran / kepulangan pada mesin absensi . 4. Ketidakhadiran Pegawai dengan suatu alasan tertentu harus diperkuat dengan bukti-bukti yang sah dan harus diketahui oleh pimpinan unit kerjanya. 5. Keterlambatan atau meninggalkan tempat kerja sebelum jam kerja berakhir harus mendapat ijin terlebih dahulu dari pimpinan unit kerja.



Pasal 13



: Cukup jelas



Pasal 13:1



: Cukup jelas.



Pasal 13:2



: Cukup jelas



Pasal 13:3



: Cukup jelas



Pasal 13:4



: Cukup jelas



Pasal 13:5



: Cukup jelas



Pasal 14 Kerja Lembur Pegawai Non Pendeta



Hal. 394



1. Dengan memperhatikan kepentingan GPIB dan dalam hal yang mendesak, GPIB dapat memerintahkan Pegawai untuk bekerja lembur dan Pegawai wajib melaksanakannya. 2. Karena pertimbangan risiko Pekerjaan dan bersifat mendesak, sehingga perlu segera diselesaikan, maka Pegawai yang berkepentingan wajib mengerjakan tugasnya sampai selesai atau melebihi jam kerja normal tanpa diperhitungkan sebagai kerja lembur. 3. Untuk Pegawai tertentu yang karena tugasnya harus bekerja melebihi jam kerja normal atau di luar jadwal jam kerja, maka kelebihan jam kerjanya akan diperhitungkan sebagai kerja lembur. 4. Perhitungan upah lembur sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 5. Untuk Pegawai tertentu yang karena waktu kerjanya tidak dapat dibatasi, maka ketentuan kerja lembur tidak berlaku, karena berdasarkan kesepakatan yang bersangkutan telah diberikan kompensasi tunjangan/insentif Performance dan atau imbalan lain.



Pasal 14



: Kecuali Pendeta di Kantor Majelis Sinode



Pasal 14:1



: Cukup jelas



Pasal 14:2



: Cukup jelas



Pasal 14:3



: Cukup jelas



Pasal 14:4



: Cukup jelas



Pasal 14:5



: Cukup jelas



Hal. 395



6. Upah lembur tidak diberikan dalam perjalanan dinas. 7. Jumlah maksimum kerja lembur adalah 3 (tiga) jam per hari dan 14 (empat belas) jam seminggu dan Pasal 14:6 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundangan yang Pasal 14:7 berlaku.



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 15 Tempat dan Lingkungan Kerja 1. Tempat kerja adalah suatu tempat dimana Pekerjaan pada umumnya diselenggarakan. 2. Lingkungan kerja adalah tempat kerja di lingkungan GPIB atau lingkungan di luar GPIB yang telah ditetapkan berdasarkan persyaratan yang dituntut dari Pekerjaan tersebut. 3. Setiap Pegawai bertanggungjawab atas terselenggaranya ketertiban, keamanan, kebersihan, keselamatan kerja dan ketenangan suasana di lingkungan kerjanya. 4. Setiap Pegawai wajib mengikuti dan menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku di suatu tempat kerja/lingkungan kerja.



Pasal 15



: Cukup jelas



Pasal 15:1



: Cukup jelas



Pasal 15:2



: Cukup jelas



Pasal 15:3



: Cukup jelas



Pasal 15:4



: Cukup jelas



Pasal 16



Hal. 396



Hak dan Kewajiban Pegawai 1. Hak Pegawai: a. Pegawai berhak atas upah sebagai imbalan dari kerja yang dilakukannya. b. Pegawai Non Pendeta berhak atas upah lembur untuk kelebihan jam kerja dari waktu kerja yang telah ditetapkan GPIB. c. Pegawai berhak untuk melaksanakan cuti. d. Pegawai berhak atas tunjangan kesehatan. e. Pegawai berhak menerima santunan kecelakaan atas gangguan/cacat badan yang diakibatkan dalam melakukan tugas GPIB, sesuai dengan ketentuan pasal 43 dari peraturan GPIB ini. f. Ahli waris Pegawai berhak menerima tunjangan kematian atas meninggalnya Pegawai, sesuai dengan ketentuan pasal 44 dari peraturan GPIB ini. g. Pegawai berhak mengadakan pemutusan hubungan kerja dengan GPIB dengan syarat harus mengajukan surat pengunduran diri minimal 1



Pasal 16



: Cukup jelas



Pasal 16:1 Pasal 16:1.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 16:1.b



: Termasuk Pendeta yang bekerja di Kantor Majelis Sinode.



Pasal 16:1.c



: Cukup jelas



Pasal 16:1.d



: Cukup jelas



Pasal 16:1.e



: Cukup jelas



Pasal 16:1.f



: Cukup jelas



Pasal 16:1.g



: Cukup jelas



Hal. 397



(satu) bulan sebelumnya setelah menyelesaikan kewajiban-kewajibannya, antara lain ikatan kerja, hutang dan tugas-tugas GPIB kecuali ditentukan lain oleh Majelis Sinode/Majelis Jemaat. h. Pegawai berhak mendapatkan promosi berdasarkan prestasi kerja (performance) dan kesempatan yang ada di GPIB. 2. Kewajiban Pegawai: a. Setiap Pegawai wajib melaksanakan setiap ketentuan dan atau peraturan yang berlaku di lingkungan GPIB. b. Pegawai wajib memberikan keterangan yang sebenarnya mengenai data diri maupun mengenai Pekerjaan kepada GPIB. c. Pegawai wajib melakukan Pekerjaan dan tugas/perintah GPIB atau yang mewakili, dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab. d. Pegawai wajib menunjukkan kinerja terhadap apa yang ditugaskan GPIB kepadanya.



Pasal 16:1.h



: Cukup jelas



Pasal 16:2 Pasal 16:2.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 16:2.b



: Cukup jelas



Pasal 16:2.c



: Cukup jelas



Hal. 398



e. Pegawai wajib loyal dan menjaga serta membela nama baik dan kepentingan GPIB. f. Pegawai harus selalu menjaga kesopanan dan kesusilaan serta normanorma pergaulan yang berlaku dalam masyarakat. g. Pegawai wajib memelihara kebersihan dan kerapian diri maupun lingkungan kerjanya. h. Pegawai wajib menjaga dan berusaha mencegah kemungkinan hal-hal yang dapat membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungannya dan hal-hal yang merugikan GPIB. i. Pegawai wajib menjaga dan memelihara barang miliki GPIB yang dipercayakan kepadanya atau yang dipergunakan dalam bekerja. j. Pegawai wajib menghormati pimpinan, sesama. k. Pegawai wajib menjaga suasana yang harmonis, rasa persaudaraan dan kekeluargaan tanpa mengorbankan sikap profesionalisme di lingkungan kerja. l. Melaksanakan tugas pekerjaan dengan penuh



Pasal 16:2.d



: Cukup jelas



Pasal 16:2.e



: Cukup jelas



Pasal 16:2.f



: Cukup jelas



Pasal 16:2.g



Pasal 16:2.h



: Dimasukkan aturan protokol Kesehatan di tengah situasi pandemi. : Cukup jelas



Pasal 16:2.i



: Cukup jelas



Pasal 16:2.j



: Cukup jelas



Pasal 16:2.k



: Cukup jelas



Hal. 399



m.



n.



o.



p.



q.



r.



s. t.



pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan GPIB dan pelayanannya. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan dan persekutuan pegawai. Segera melaporkan kepada atasan apabila mengetahui ada hal yang membahayakan yang dapat mengakibatkan kerugian, terutama di bidang keamanan dan bangunan. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil, bijaksana dan dalam kasih terhadap bawahan. Memberikan/mendorong bawahan dalam melaksanakan tugas. Berpakaian rapih dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan terhadap siapapun termasuk sesama pegawai dan atasan. Menjadi teladan dan panutan di tempat kerja. Menaati dan melaksanakan perintah kedinasan dari atasan.



Pasal 16:2.l



: Cukup jelas



Pasal 16:2.m



: Cukup jelas



Pasal 16:2.n



: Cukup jelas



Pasal 16:2.o



: Cukup jelas



Pasal 16:2.p



: Cukup jelas



Pasal 16:2.q



: Cukup jelas



Pasal 16:2.r



: Cukup jelas



Pasal 16:2.s



: Cukup jelas



Hal. 400



Pasal 17 Hak dan Kewajiban GPIB 1. Hak GPIB: a. Memberikan Pekerjaan atau perintah yang layak kepada Pegawai baik tertulis atau pun lisan. b. Menugaskan Pegawai untuk bekerja lembur dengan memperhatikan peraturan yang berlaku. c. Menetapkan suatu prestasi kerja (performance) sesuai dengan standar/target yang telah ditetapkan dan memberikan penilaian atas prestasi tersebut. d. Menetapkan peraturan atau tata tertib dalam GPIB sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. e. Menempatkan Pegawai di seluruh lokasi atau lingkungan kerja yang terdapat di GPIB. f. Memutuskan hubungan kerja dengan Pegawai dengan memperhatikan keadaan GPIB dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Kewajiban GPIB;



Pasal 16:2.t



: Cukup jelas



Pasal 17



: Cukup jelas



Pasal 17:1 Pasal 17:1.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 17:1.b



: Cukup jelas



Pasal 17:1.c



: Cukup jelas



Pasal 17:1.d



: Cukup jelas



Pasal 17:1.e



: Cukup jelas



Pasal 17:1.f



: Cukup jelas



Hal. 401



a. Memberikan petunjuk dan pengarahan pada Pegawai dalam bekerja. b. Memberikan upah, upah lembur dan tunjangantunjangan lain sesuai dengan peraturan yang ditetapkan GPIB. c. Memperhatikan, memelihara keselamatan dan kesehatan kerja Pegawai. d. Memberikan hak-hak Pegawai sesuai dengan peraturan yang ada. e. Memberikan kesempatan kepada setiap Pegawai untuk meningkatkan kinerja dan karirnya. f. Menyediakan peralatan dan atau perlengkapan kerja. BAB IV LARANGAN, PELANGGARAN DAN TINDAKAN DISIPLIN



Pasal 17:2 Pasal 17:2.a



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 17:2.b



: Cukup jelas



Pasal 17:2.c



: Cukup jelas



Pasal 17:2.d



: Cukup jelas



Pasal 17:2.e



: Cukup jelas



Pasal 17:2.f



: Cukup jelas



Pasal 18 Larangan Disamping harus memenuhi kewajibannya, Pegawai dilarang: Pasal 18 1. Meminjamkan, mengaryakan atau mengambil barang-barang milik GPIB yang dipercayakan



: Cukup jelas



Hal. 402



2.



3.



4.



5.



6. 7.



8.



kepadanya, tanpa ijin tertulis dari pimpinan GPIB. Melakukan Pekerjaan untuk pihak ketiga tanpa ijin tertulis dari Majelis Sinode/Majelis Jemaat. Menjual/memperdagangkan barang-barang apapun, atau mengedar daftar sumbangan, menempelkan atau mengedarkan poster dan informasi-informasi yang tidak ada hubungannya dengan Pekerjaan tanpa ijin tertulis dari pimpinan GPIB. Membawa senjata api, kimia atau senjata tajam tanpa ijin tertulis dari pimpinan GPIB. Melakukan tindakan asusila di dalam lingkungan GPIB, minumminuman keras/mabuk di tempat kerja, membawa atau menyimpan dan menyalahgunakan obat-obat terlarang, narkoba dan sejenisnya. Melakukan perjudian di tempat kerja. Bertengkar atau berkelahi dengan sesama Pegawai, pimpinan GPIB dan pelanggan. Menyebarkan isu-isu yang berkaitan dengan suku, agama, ras, dan antar golongan baik secara lisan ataupun melalui media sosial yang menimbulkan



Pasal 18:1



: Cukup jelas



Pasal 18:2



: Cukup jelas



Pasal 18:3



: Cukup jelas



Pasal 18:4



: Cukup jelas



Pasal 18:5



: Cukup jelas



Pasal 18:6



: Cukup jelas



Pasal 18:7



: Cukup jelas



Pasal 18:8



: Cukup jelas



Hal. 403



rasa kebencian, permusuhan individu atau masyarakat tertentu. 9. Meminta atau menerima uang atau barang dari pihak ketiga yang karena jabatannya, sehingga dapat mempengaruhi tindakan atau hubungan dengan pihak tersebut yang berakibat merugikan kepentingan GPIB. 10. Menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan / keuntungan pribadi atau kelompok. 11. Perbuatan-perbuatan lain sejenis di atas yang membahayakan kesehatan dan keselamatan pihak lain yang merugikan dan merusak nama baik GPIB. 12. Melakukan hal-hal yang menurunkan martabat dan kehormatan gereja, jemaat dan pegawai. 13. Menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan apapun. 14. Menyalahgunakan aset dan uang gereja. 15. Melakukan tindakan yang bersifat ancaman langsung atau tidak langsung yang membahayakan orang lain. 16. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan. 17. Menghalangi berjalannya tugas pekerjaan.



Pasal 18:9



: Cukup jelas



Pasal 18:10



: Cukup jelas



Pasal 18:11



: Cukup jelas



Pasal 18:12



: Termasuk KDRT, terlibat narkoba.



Pasal 18:13



: Cukup jelas



Pasal 18:14



: Cukup jelas



Pasal 18:15



: Cukup jelas



Hal. 404



18. Membocorkan dan/atau mempergunakan data/dokumen rahasia gereja/anggota jemaat. 19. Bertindak selaku perantara baik langsung atau tidak langsung dengan pemberi kerja untuk memperoleh imbalan atau keuntungan pribadi.



Pasal 18:16



: Cukup jelas



Pasal 18:17



: Cukup jelas



Pasal 18:18



: Cukup jelas



Pasal 18:19



: Cukup jelas



1. Setiap Pegawai yang melakukan Pasal 19 pelanggaran terhadap kewajibannya dan atau tata tertib kerja, hukum serta keberlangsungan GPIB dapat Pasal 19:1 dikenakan tindakan disiplin berupa: a. Peringatan lisan sebagai peringatan pertama. Peringatan atau Teguran Lisan atas pelanggaran ringan disampaikan secara Pasal 19:1.a langsung kepada pegawai.



: Cukup jelas



Pasal 19 Pelanggaran Dan Tindakan Disiplin



: Cukup jelas



: Harus dicatat apakah pegawai yang bersangkutan menerima dan sadar atas pelanggarannya atau tidak menerima peringatan tersebut. Harus dicatat apakah pegawai



Hal. 405



b. Peringatan tertulis pertama. Masa berlakunya 3 (tiga) bulan. Apabila dalam waktu 3 bulan tersebut pegawai melakukan pelanggaran yang sama atau sejenis, maka Surat Peringatan ditingkatkan menjadi Surat Peringatan ke II.



Pasal 19:1.b



c. Peringatan tertulis kedua. Masa berlakunya lebih lama yaitu 6 (enam) bulan. Pasal 19:1.c Apabila dalam waktu 6 bulan tersebut pegawai melakukan pelanggaran yang sama atau sejenis, maka Surat Peringatan ditingkatkan



yang bersangkutan menerima dan sadar atas pelanggarannya atau tidak menerima peringatan tersebut. : Surat Peringatan harus ditandatangani oleh pegawai yang bersangkutan pada Surat Peringatan tersebut. Dalam hal pegawai tidak mau menerima/menanda tangani, maka atasan pegawai tersebut mengundang rekan sejawat yang sama atau lebih tinggi sebanyak 2 orang untuk menjadi saksi dan kedua saksi menandatangani pada surat peringatan tersebut. : Surat Peringatan harus ditandatangani oleh pegawai yang bersangkutan pada Surat Peringatan tersebut. Dalam hal



Hal. 406



menjadi Surat Peringatan ke III.



d. Peringatan tertulis ketiga dan terakhir. Pasal 19:1.d Masa berlakunya 1 tahun. Apabila dalam waktu 1 tahun pegawai melakukan jenis pelanggaran apa pun, maka hukuman akan ditingkatkan berupa Pemutusan Hubungan Kerja dengan tidak hormat.



pegawai tidak mau menerima/ menandatangani, maka atasan pegawai tersebut mengundang rekan sejawat yang sama atau lebih tinggi sebanyak 2 orang untuk menjadi saksi dan kedua saksi menandatangani pada surat peringatan tersebut. : Pada prinsipnya semua pegawai yang mendapat peringatan perlu digembalakan, akan tetapi Peringatan tersebut sebenarnya sudah merupakan penggembalaan. Untuk pegawai yang menerima Peringatan butir 1:b.3 dan 1:b.4 perlu penggembalaan khusus agar pegawai tersebut sadar, sehingga hukuman yang lebih berat dapat dicegah.



Hal. 407



e. Peringatan Pertama dan terakhir. Masa berlakunya 1 tahun diberikan kepada pegawai yang melakukan pelanggaran berat tetapi tidak berada pada masa Surat Peringatan I atau II. f. Penundaan kenaikan golongan. Penundaan Kenaikan Golongan minimal 6 bulan, dan apabila pegawai yang bersangkutan menunjukkan perubahan positif maka kenaikan golongan dapat segera di tetapkan, tetapi tidak berlaku surut. g. Penurunan golongan. Penurunan Golongan, hanya 1(satu) tingkat dan berlaku untuk jangka waktu minimal 1 tahun, atau tergantung penilaian pimpinan. h. Pembebasan dari jabatan. Pembebasan dari jabatan dikenakan kepada pegawai yang terancam hukuman pemutusan hubungan kerja dan masalahnya masih dalam pertimbangan Majelis Sinode/Majelis Jemaat. Juga dalam hal keterlibatan pegawai dalam perselisihan



Pasal 19:1.e



: Cukup jelas



Pasal 19:1.f



: Cukup jelas



Pasal 19:1.g



: Cukup jelas



Pasal 19:1.h



: Bisa lebih dari 1 tahun apabila yang bersangkutan tidak menunjukan perubahan positif sehingga pimpinan memutuskan demikian.



Hal. 408



(conflict) antar jemaat, dalam jemaat, antar sesama pegawai atau dengan Majelis Sinode/ Majelis Jemaat; sampai permasalahannya selesai. i. Pemberhentian sementara Pasal 19:1.i (skorsing). Pemberhentian Sementara (skorsing) adalah karena adanya dugaan pelanggaran berat, atau juga sebagai hukuman yang ditingkatkan dari butir 1.d. di atas. Masa skorsing maksimal adalah 6 (enam) bulan. Selama pemberhentian sementara, pegawai menerima 50% dari Gaji Bersih dan kendaraan dinas dikembalikan. Apabila pegawai dikembalikan statusnya sisa gaji dibayar seperti semula. j. Pemutusan Hubungan Kerja. Pasal 19:1.j Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah tindakan pemecatan yang dilakukan sebagai hukuman/tindakan disiplin. Pegawai yang dikenakan PHK diberhentikan dengan tidak hormat hanya menerima uang pisah sesuai dengan



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 409



ketentuan perundangundangan yang berlaku. k. Tuntutan ganti rugi. 2. Setiap bentuk peringatan akan berlaku selama 6 (enam) bulan, dan apabila dalam masa 6 (enam) bulan yang bersangkutan melakukan pelanggaran lagi, sejenis ataupun pelanggaran lain, dapat dikenakan sanksi yang lebih berat, yang pelaksanaannya berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku. 3. GPIB dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan mendesak jika Pegawai terbukti melakukan pelanggaran atau kesalahankesalahan berat sebagai berikut: a. Penipuan, pencurian dan atau penggelapan barang/uang milik GPIB, pimpinan, teman kerja.



Pasal 19:1.k Pasal 19:2



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 19:3



: Cukup jelas



Pasal 19:3.a



: Bila telah ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap atau pengakuan dari yang bersangkutan. : Cukup jelas



Pasal 19:3.b b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan GPIB dan atau kepentingan negara. Pasal 19:3.c c. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, madat, memakai obat-obat terlarang atau obat-obat



: Cukup jelas



Hal. 410



d.



e.



f.



g.



h.



perangsang lainnya di tempat kerja yang dilarang oleh peraturan perundangundangan yang berlaku. Melakukan perbuatan asusila atau melakukan perjudian di tempat kerja. Menyerang, mengintimidasi atau menipu pimpinan GPIB atau teman sekerja dan memperdagangkan barang terlarang baik dalam lingkungan GPIB dan maupun di luar lingkungan GPIB. Menganiaya, mengancam secara fisik atau mental, menghina secara kasar pimpinan GPIB atau keluarganya, teman sekerja dan pelanggan. Membujuk pimpinan GPIB, teman sekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta perundang-undangan yang berlaku. Dengan sengaja atau karena kecerobohannya mengakibatkan kerusakan, kerugian atau pun kehilangan barang-barang miliki GPIB, milik Pegawai lain.



Pasal 19:3.d



: Cukup jelas



Pasal 19:3.e



: Cukup jelas



Pasal 19:3.f



: Cukup jelas



Pasal 19:3.g



: Cukup jelas



Pasal 19:3.h



: Cukup jelas



Pasal 19:3.i



: Cukup jelas



Hal. 411



i. Melakukan perkelahian di tempat kerja dengan siapa pun dan atau mengancam, mencegah Pegawai lain yang datang untuk bekerja. j. Bertindak atau bersikap yang berakibat membahayakan keamanan pimpinan GPIB, Pegawai lain, pelanggan atau merusak nama baik GPIB. k. Meminta atau menerima uang atau barang dari pihak ketiga yang karena jabatan, sehingga dapat mempengaruhi tindakan atau hubungan dengan pihak tersebut yang merugikan kepentingan GPIB. l. Pemutusan hubungan kerja yang disebabkan oleh perbuatan atau kesalahan berat yang disebutkan di atas, dan perbuatan atau tindakantindakan sejenis dapat dilaksanakan Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. m. GPIB dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) apabila Pegawai Tidak cakap atau tidak dapat melaksanakan Pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya setelah diberikan



Pasal 19:3.j



: Cukup jelas



Pasal 19:3.k



: Cukup jelas



Pasal 19:3.l



: Cukup jelas



Pasal 19:3.m



: Cukup jelas



Hal. 412



pengarahan dan atau surat peringatan terakhir. Pelaksanaannya sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku. 4. GPIB dapat memberikan peringatan Ke tiga pada Pegawai yang melakukan kesalahan atau pelanggaran sebagai berikut: a. Tidak melaksanakan atau tidak cakap melaksanakan kewajibannya setelah diberikan pengarahan dan peringatan pertama secara tertulis. b. Membawa senjata api, kimia atau senjata tajam tanpa ijin tertulis dari pimpinan GPIB. c. Menolak perintah tugas yang wajar dari pimpinan atau atasan langsung, walaupun telah diberikan peringatan sebelumnya. d. Menyebarkan isu-isu atau memperdebatkan hal-hal yang berkaitan dengan suku, agama, ras atau antar golongan. e. Akibat kelalaian Pegawai, tidak mengikuti SOP / Sisdur kerja; dan atau terjadi penyimpangan, kekurangan barang atau keuangan GPIB sehingga GPIB mengalami



Pasal 19:4



: Cukup jelas



Pasal 19.4.a



: Cukup jelas



Pasal 19:4.b



: Cukup jelas



Pasal 19:4.c



: Cukup jelas



Pasal 19:4.d



: Cukup jelas



Pasal 19:4.e



: Cukup jelas



Hal. 413



kerugian material maupun non material Pasal 19:4.f f. Melakukan kegiatan yang tidak berhubungan dengan Pekerjaan di dalam lingkungan kantor dan mengganggu Pekerjaan. Pasal 19:4.g g. Perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan lain sejenis setara dengan pelanggaran ayat 4 (a) sampai dengan 4 (f). Pasal 19:5 5. GPIB dapat memberikan Peringatan Pertama kepada pegawai non Pendeta sebagai berikut: Pasal 19:5.a a. Prestasi kerja tidak memenuhi harapan atau standar yang diberikan GPIB. b. Pegawai tidak menunjukkan Pasal 19:5.b sikap yang serius, malas atau tertidur pada waktu kerja. c. Terlambat datang dari waktu Pasal 19:5.c yang telah ditentukan atau pulang/meninggalkan Pekerjaan lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan tanpa ijin dari pimpinan atau atasan langsung. d. Pegawai meninggalkan Pasal 19:5.d tempat kerja tanpa ijin dari pimpinan atau atasan langsungnya.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Termasuk Pegawai Pendeta yang ditugaskan di Kantor Majelis Sinode. : Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 414



e. Mengganggu karyawan lain yang sedang bekerja. f. Lambat atau melakukan tugas secara serampangan. g. Makan, minum atau merokok di tempat dan waktu yang dilarang. h. Mengeluarkan kata-kata kasar atau tidak sopan terhadap karyawan lain atau pelanggan. i. Tidak memakai atau melengkapi pakaian seragam atau atribut lainnya, dan tidak menjaga kebersihan dan kerapiannya. j. Perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan lain yang setara dengan ayat 5 (a) sampai dengan 5 (i). 6. GPIB dapat memberikan Peringatan Kedua Pegawai non Pendeta sebagai berikut:



Pasal 19:5.e



: Cukup jelas



Pasal 19:5.f



: Cukup jelas



Pasal 19:5.g



: Cukup jelas



Pasal 19:5.h



: Cukup jelas



Pasal 19:5.i



: Cukup jelas



Pasal 19:5.j



: Cukup jelas



Pasal 19:6



: Termasuk Pegawai Pendeta yang ditempatkan di Kantor Majelis Sinode. : Cukup jelas



a. Mengulang Perbuatan yang Pasal 19:6.a diatur dalam Peringatan Pertama b. Melakukan perbuatan yang Pasal 19:6.b membahayakan diri sendiri atau orang lain dalam lingkungan GPIB.



: Cukup jelas



Hal. 415



7. GPIB dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada Pegawai non Pendeta yang terbukti melakukan pelanggaran-pelanggaran atau kesalahan-kesalahan berikut, sebesar kerugian yang diderita GPIB dengan tetap mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena pelanggaran atau kesalahan berikut: a. Sengaja merusak atau karena kecerobohannya mengakibatkan kerusakan pada peralatan atau barangbarang milik GPIB. b. Karena dengan sengaja atau ceroboh mengakibatkan hilangnya uang, peralatan atau barang-barang lain milik GPIB. c. Meminta atau menerima uang/barang dari pihak ketiga dengan mengaitkan dengan jabatannya, sehingga dapat mempengaruhi tindakan atau hubungan dengan pihak tersebut yang merugikan GPIB. d. Perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan lain yang setara dengan ayat 6 (a) sampai dengan 6 (c).



Pasal 19:7



: Termasuk Pegawai Pendeta yang ditempatkan di Kantor Majelis Sinode.



Pasal 19:7.a



: Cukup jelas



Pasal 19:7.b



: Cukup jelas



Pasal 19:7.c



: Cukup jelas



Pasal 19:7.d



: Cukup jelas



Pasal 19:8



: Cukup jelas



Hal. 416



8. Pimpinan di setiap bagian baik di Kantor Majelis Sinode maupun di Kantor Majelis Jemaat berkewajiban melakukan pembinaan, pengawasan dan bertanggungjawab penuh atas pelaksanaan tata tertib GPIB dan tegaknya disiplin kerja untuk menunjang kelancaran aktivitas GPIB. Pasal 20 Pasal 20 Tingkat Hukuman Disiplin Pasal 20:1 1. Tingkat hukuman disiplin terdiri atas : Pasal 20:1.a a. hukuman disiplin ringan; Pasal 20:1.b b. hukuman disiplin sedang; Pasal 20:1.c c. hukuman disiplin berat.



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas : Catatan: akan dijabarkan tentang pengertian tingkat hukuman.



Pasal 20:2 2. Semua jenis hukuman disiplin, disampaikan oleh pejabat yang berwenang, yang ditetapkan secara tertulis.



a.Yang dimaksud Pejabat berwenang bagi Pegawai Pendeta adalah Majelis Sinode. b.Percakapan Pastoral yang dimaksud adalah setara dengan percakapan bepatrid dalam Peraturan Perundang-



Hal. 417



Pasal 20:3 3. Penyampaian hukuman disiplin Pasal 20:4 dilakukan secara tertutup. 4. Hukuman disiplin yang dijatuhkan berlaku sejak tanggal disampaikan oleh pejabat yang berwenang.



undangan Ketenagakerjaan RI. : Cukup jelas : Cukup jelas



BAB V CUTI DAN IJIN Pasal 21 Cuti Tahunan



Pasal 21:1



: Perhitungan cuti adalah sesuai dengan tanggal dan bulan pengangkatan sebagai pegawai GPIB. Cuti harus diambil pada tahun yang bersangkutan dan dinyatakan hangus bila melewati tahun tersebut



Pasal 21:1.a



: Cukup jelas



1. Setiap pegawai berhak atas cuti tahunan.



1.a. Pegawai non Pendeta yang bekerja tidak terputus selama 12 bulan berhak



Hal. 418



2.



3.



4.



5.



6.



untuk Cuti Tahunan selama 12 hari kerja, tidak dihitung di dalamnya hari libur dan hari libur resmi. 1.b. Pegawai Pendeta yang bekerja tidak terputus selama 12 bulan berhak untuk Cuti Tahunan selama 18 hari kerja, tidak dihitung di dalamnya hari libur dan hari libur resmi. Permohonan Cuti Tahunan harus diajukan selambat-lambatnya 1 (satu)bulan sebelumnya. Surat permohonan cuti ditujukan kepada masing-masing instansi di mana seorang pegawai bertugas. Hari-hari cuti tidak boleh dikumpulkan dengan hari-hari cuti dari tahun sebelumnya. Pegawai yang tidak lagi mempunyai hari-hari cuti tahunan karena dipotong dan diperhitungkan ijin-ijin sebelumnya termasuk panjar cuti; pegawai tetap mengajukan surat permohonan cuti. Hak cuti tahunan yang tidak diambil dalam jangka waktu 3 bulan sesudah tanggal jatuh tempo, maka cuti tersebut dianggap hangus, akan tetapi tunjangan cuti tahunan tetap dibayarkan.



Pasal 21:1.b



: Cukup jelas



Pasal 21:2



: Cukup jelas



Pasal 21:3



: Cukup jelas



Pasal 21:4



: Cukup jelas



Pasal 21:5



: Cukup jelas



Pasal 21:6



: Cukup jelas



Pasal 21:7



: Cukup jelas



Hal. 419



7. Besarnya Tunjangan Cuti Tahunan adalah 1 (satu) kali Gaji Bersih. Pasal 21:8 8. Pelaksanaan Cuti yang dilaksanakan melebihi waktu cuti yang diberikan maka dapat diperhitungkan di hari cuti tahunan periode berikutnya. Pasal 22 Pasal 22 Istirahat Melahirkan dan Keguguran Pegawai wanita yang akan melahirkan anak diberi Istirahat melahirkan dengan upah penuh yang diatur sebagai berikut: Pasal 22:1 1. Istirahat melahirkan diberikan tiga (3) bulan, dimulai maksimal 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak menurut perhitungan dokter dan 1,5 (satu setengah) bulan setelah melahirkan anak. Pasal 22:2 2. Pegawai wanita yang mengalami keguguran kandungan berhak mendapat istirahat maksimal satu setengah bulan dengan menunjukkan surat keterangan dokter atau bidan yang merawatnya. Pasal 22:3 3. Cuti hamil hanya berlaku untuk anak pertama sampai ketiga, sedangkan untuk kelahiran



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 420



selanjutnya berlaku cuti di luar tanggungan. Pasal 22:4 4. Pegawai yang menjalani cuti hamil tetap berhak atas tunjangan cuti tahunan ataupun tunjangan cuti besar pada tahun yang sama. Pasal 23 Cuti Besar 1. Pegawai Pendeta yang bekerja tidak terputus selama 5 tahun, berhak menjalani cuti besar selama 3 bulan kalender; termasuk hari libur dan hari libur resmi. 2. Pegawai Non Pendeta yang bekerja tidak terputus selama 6 tahun, berhak menjalani Cuti Besar selama 3 bulan kalender; termasuk hari libur dan hari libur resmi. 3. Pada tahun pelaksanaan Cuti Besar, hak Cuti Tahunan tidak diperoleh. 4. Surat permohonan Cuti Besar disampaikan oleh Majelis Jemaat/instansi di mana pegawai bertugas untuk ditujukan kepada Majelis Sinode dan diajukan selambat-lambatnya 1 bulan sebelumnya. 5. Permohonan cuti besar yang tidak diajukan selama 3 bulan sesudah



: Cukup jelas



Pasal 23



: Cukup jelas



Pasal 23:1



: Cukup jelas



Pasal 23:2



: Cukup jelas



Pasal 23:3



: Cukup jelas



Pasal 23:4



: Cukup jelas



Pasal 23:5



: Cukup jelas



Hal. 421



tanggal jatuh hari cuti, maka harihari cuti tersebut dianggap hangus, tetapi tunjangan cuti besar tetap dibayarkan. 6. Besarnya Tunjangan Cuti Besar adalah 2(dua) kali Gaji Bersih. Pasal 23:6 Pasal 24 Istirahat Sakit



: Cukup jelas



Pasal 24



1. Istirahat sakit diberikan berdasarkan surat keterangan Pasal 24:1 dokter terhadap Pegawai yang terganggu kesehatannya atau penyakitnya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan orang lain. 2. Maksimal jatah istirahat yang dikuatkan dalam surat keterangan Pasal 24:2 dokter tersebut adalah selama 3 (tiga) hari, kecuali untuk rawat inap. 3. Untuk Pegawai yang sakitnya berkepanjangan maksimal 12 Pasal 24:3 bulan akan diatur dalam bagian lain dari peraturan GPIB ini.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 25 Cuti di luar Tanggungan 1. Cuti di luar tanggungan adalah ijin meninggalkan Pekerjaan Pasal 25:1 tanpa mendapat upah dari GPIB.



: Cukup jelas



Hal. 422



2. Pegawai yang ingin mengambil cuti di luar tanggungan GPIB untuk suatu jangka waktu tertentu, harus mengajukan permohonan tertulis dan disetujui oleh pimpinan GPIB. 3. Pegawai berhak atas cuti di luar tanggungan hanya 1 kali sepanjang masa kerjanya sebagai pegawai GPIB. 4. Cuti di luar tanggungan hanya dapat diambil apabila seseorang telah mempunyai masa kerja minimal 10 tahun tanpa terputus. 5. Cuti di luar tanggungan dilakukan atas permintaan sendiri untuk jangka waktu paling lama 3 bulan dan dapat di perpanjang 3 bulan berikutnya atas persetujuan Majelis Sinode 6. Selama menjalani cuti di luar tanggungan, hak dan kewajiban pegawai hilang sepenuhnya. 7. Apabila cuti tersebut lebih lama dari waktu yang ditentukan maka pegawai dinyatakan berhenti atas permintaan sendiri. 8. Dalam hal pegawai tersebut dinyatakan mengundurkan diri sebagaimana butir 7 di atas, maka GPIB akan memberhentikan pegawai tersebut dengan hormat.



Pasal 25:2



: Cukup jelas



Pasal 25:3



: Cukup jelas



Pasal 25:4



: Cukup jelas



Pasal 25:5



: Cukup jelas



Pasal 25:6



: Cukup jelas



Pasal 25:7



: Cukup jelas



Pasal 25:8



: Cukup jelas



Hal. 423



Pasal 26 Cuti Bersama 1. GPIB dapat melakukan cuti masal atau cuti bersama karena Pasal 26:1 ketentuan pihak GPIB dan atau ketentuan Pemerintah dan akan diperhitungkan sebagai pengurangan jatah cuti tahunan Pegawai. 2. Pada hari cuti bersama yang ditetapkan oleh GPIB atau pun Pasal 26:2 Pemerintah, Pegawai tidak diwajibkan bekerja, dengan mendapat gaji / upah penuh sejauh tidak melebihi ketentuan jatah cuti yang masih ada. 3. Kecuali untuk Pekerjaan dan jabatan tertentu, yang karena sifat Pasal 26:3 Pekerjaannya harus dilaksanakan secara terus menerus atau yang harus segera diselesaikan, yang bila tidak dikerjakan, akan mengganggu kelangsungan GPIB, maka dalam cuti masal ini yang bersangkutan harus datang kerja dan jatah cutinya pun tidak akan dipotong.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 27 Ijin Khusus Pasal 27



: Cukup jelas



Pegawai diberikan ijin khusus meninggalkan Pekerjaan namun tetap



Hal. 424



mendapat upah apabila dilaksanakan dengan mengajukan permohonan tertulis/lisan kepada atasan langsung dan hanya untuk keperluan-keperluan tersebut di bawah ini: 1. Pernikahan Pegawai diberi ijin 3 (tiga) hari. 2. Pernikahan anak sah dari Pegawai diberi ijin selama 2 (dua) hari. 3. Istri sah Pegawai melahirkan/ Keguguran diberi ijin 2 (dua) hari. 4. Pembaptisan anak Pegawai diberikan ijin selama 1 (satu) hari. 5. Anggota keluarga, (yaitu suami/istri, orang tua/mertua, anak sah dan saudara kandung Pegawai) meninggal dunia diberi ijin selama 1 (satu) hari. 6. Pelaksanaan terhadap ijin Khusus berlaku pada saat terjadinya kegiatan yang dimaksud pada poin 1 sampai dengan 5.



Pasal 27:1



: Cukup jelas



Pasal 27:2



: Cukup jelas



Pasal 27:3



: Cukup jelas



Pasal 27:4



: Cukup jelas



Pasal 27:5



: Cukup jelas



Pasal 27:6



: Cukup jelas



BAB VI FASILITAS KERJA Pasal 28 Peralatan Kerja 1. GPIB menyediakan peralatan kerja yang untuk dipergunakan



Hal. 425



oleh Pegawai dalam melaksanakan tugasnya. 2. Peralatan kerja adalah barang Pasal 28:1 inventaris GPIB yang dipakai untuk keperluan dinas. 3. Pegawai dilarang membawa peralatan kerja ke luar kantor Pasal 28:2 tanpa ijin dari pimpinan GPIB. Pasal 29 Keselamatan Kerja



Pasal 28:3



1. Dalam menjamin keselamatan kerja Pegawai, GPIB senantiasa akan menyediakan alat-alat keselamatan kerja sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan Pasal 29:1 yang berlaku 2. Pegawai diwajibkan memakai dan memelihara alat-alat keselamatan kerja yang disediakan GPIB untuk Pekerjaan-Pekerjaan tertentu Pasal 29:2 sesuai dengan ketentuanketentuan yang berlaku. 3. Alat-alat keselamatan kerja merupakan pinjaman dari GPIB dan tidak dibenarkan untuk disalahgunakan/dipindahtangankan kepada yang tidak Pasal 29:3 berhak. 4. GPIB dapat membebankan ganti kerugian sebagian atau sepenuhnya kepada Pegawai



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 426



5.



6.



7.



8.



yang bersangkutan yang karena sengaja atau kelalaiannya terjadi kehilangan maupun kerusakan atas alat-alat keselamatan kerja yang disediakan untuknya. Pegawai wajib ikut aktif mengambil bagian dalam usaha pencegahan dan penanggulangan kecelakaan/kebakaran di lingkungannya masing-masing. GPIB berhak menunjuk/mengangkat setiap Pegawai untuk duduk dalam badan-badan yang dibentuk untuk maksud butir 5 di atas disamping tugas-tugasnya yang biasa. Pegawai wajib melaporkan dengan segera setiap kejadian kecelakaan/ kebakaran di lingkungan GPIB serta wajib memberikan keterangan yang benar pada petugas yang ditunjuk oleh GPIB untuk menyelidiki peristiwa tersebut. Demi kepentingan GPIB dan pribadinya, Pegawai diharuskan mematuhi dan menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku tentang keselamatan kerja.



Pasal 29:4



: Cukup jelas



Pasal 29:5



: Cukup jelas



Pasal 29:6



: Cukup jelas



Pasal 29:7



: Cukup jelas



Pasal 29:8



: Cukup jelas



Pasal 30



Hal. 427



Pembinaan, Latihan dan Pendidikan 1. Untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan Pegawai, GPIB dapat mengadakan pembinaan, Pasal 30:1 pendidikan atau latihan yang dibiayai oleh GPIB. 2. Setiap Pegawai yang mengikuti latihan atau pendidikan dengan biaya GPIB harus bersedia membuat pernyataan agar materi Pasal 30:2 pelatihan dan pendidikan akan diperuntukkan bagi kepentingan GPIB. Hal ini akan diatur lebih terinci dalam Surat Keputusan Majelis Sinode/Majelis Jemaat. 3. Ketentuan mengenai jenis atau sifat latihan/pendidikan, disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan Pegawai. Pasal 30:3



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 31 Pembinaan 1. Pembinaan meliputi aktivitas dalam rangka peningkatan pengetahuan dan keterampilan pegawai GPIB yang Pasal 31:1 diselenggarakan di dalam maupun di luar lingkungan gereja.



: Cukup jelas



Hal. 428



2. Pembinaan Pegawai dilakukan oleh GPIB berdasarkan kebutuhan sesuai perencanaan Majelis Sinode. 3. Pembina adalah orang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap terpuji untuk melakukan pembinaan, baik dari dalam GPIB atau dari luar GPIB. 4. Pegawai dapat juga mengikuti pembinaan di lembaga pembinaan di luar GPIB. 5. Pembinaan khusus bagi Pendeta pegawai GPIB dilaksanakan secara berjenjang dalam bentuk Kursus Dasar Pendeta (KDP) dan Kursus Lanjutan Pendeta (KLP). 6. Biaya pembinaan ditanggung oleh instansi/lembaga masingmasing.



Pasal 31:2



: Cukup jelas



Pasal 31:3



: Cukup jelas



Pasal 31:4



: Cukup jelas



Pasal 31:5



: Cukup jelas



Pasal 31:6



: Cukup jelas



Pasal 32 Pelatihan 1. Pelatihan adalah aktivitas untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan praktis guna menunjang tugas pelayanan Pasal 32:1 Pegawai di tempat tertentu. 2. Pelatihan ini dapat dilaksanakan di dalam GPIB atau di lembaga pendidikan di luar GPIB. Pasal 32:2



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 429



3. Biaya pelatihan dan transpor ditanggung oleh instansi/lembaga masing-masing. Pasal 32:3 4. Untuk para Pendeta di daerah Pelkes dilakukan pelatihan keterampilan disesuaikan dengan Pasal 32:4 kebutuhan setempat. Pasal 33 Pendidikan 1. GPIB memberikan kesempatan kepada Pegawai Pendeta dan Pegawai Non Pendeta yang Pasal 33:1 memenuhi persyaratan untuk melanjutkan pendidikan (studi) baik pendidikan formal pencapaian gelar Master/Magister (S2) dan gelar Doktor (S 3) maupun pendidikan non formal. 2. Pendidikan (studi) lanjutan tersebut harus seusai dengan perencanaan kebutuhan jangka Pasal 33:2 pendek dan jangka panjang. 3. Lembaga pendidikan lanjutan yang dituju haruslah mendapat persetujuan Majelis Sinode. Pasal 33:3 4. Persyaratan untuk mengikuti studi lanjutan antara lain : a. Masa kerja paling sedikit 5 Pasal 33:4 tahun tanpa terputus;



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Baik dalam bidang Teologi maupun non Teologi sesuai dengan perkiraan kebutuhan GPIB kemasa depan.



: Disesuaikan dengan PKUPPG dan konteks lokal di jemaat. : Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 430



b. Bukan fungsionaris Majelis Sinode; c. Memiliki catatan kepegawaian yang baik; d. Lulus tes masuk perguruan tinggi untuk tujuan studi lanjut; e. Memiliki kemampuan salah satu bahasa asing setara TOEIC/TOEFL/IELTS. 5. Tidak merangkap sebagai Ketua Majelis Jemaat, maupun Pendeta Jemaat selama masa studi.



Pasal 33:4.a



: Cukup jelas



Pasal 33:4.b



: Cukup jelas



Pasal 33:4.c



: Cukup jelas



Pasal 33:4.d



: Khusus untuk S2 dan S3



Pasal 33:4.e



: Cukup jelas



Pasal 33:5



: Dalam hal jemaat menyetujui Pendeta yang studi tetap sebagai Ketua Majelis Jemaat/Pendeta Jemaat, maka segala haknya ditanggung oleh Jemaat setempat. : Cukup jelas



6. Perjanjian antara GPIB dan pendeta yang ditetapkan untuk mengikuti studi lanjutan antara Pasal 33:6 lain harus mencantumkan pasalpasal antara lain menyatakan : a. Setelah selesai pendidikan, pendeta tersebut harus kembali ke lingkungan GPIB Pasal 33:6.a dan bersedia ditugaskan dimana saja dalam wilayah pelayanan GPIB; b. Apabila melanggar perjanjian tersebut semua biaya yang dikeluarkan oleh GPIB harus Pasal 33:6.b



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 431



dikembalikan, dan Pendeta yang bersangkutan akan diberhentikan dengan tidak hormat. 7. Ketentuan tersebut pada Pasal 33 butir 2, 3, 4 dan 5 berlaku juga bagi Pendeta yang ditugaskan oleh Majelis Sinode untuk mengikuti studi lanjutan di luar negeri. 8. Pendidikan (studi) lanjutan yang diikuti oleh pegawai atas biaya sendiri atau oleh sponsor dan masih sejalan dengan rencana kebutuhan GPIB, maka GPIB dalam hal ini dapat menyetujui dan diintegrasikan ke dalam lingkup pendidikan GPIB. Apabila yang bersangkutan mengundurkan diri sesudah studi, maka status kepegawaiannya diakhiri. 9. Pegawai yang berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan formal harus memperoleh Surat Rekomendasi Gereja (SRG) dari Majelis Sinode. 10. Selama menjalani studi pegawai yang bersangkutan diwajibkan melaporkan kemajuan studi setiap semester. Apabila terdapat kecenderungan prestasi yang kurang baik, Majelis Sinode



Pasal 33:7



: Cukup jelas



Pasal 33:8



: Selama Pendeta menjalankan studi dengan biaya sendiri dan dengan rekomendasi GPIB, tetap memperoleh Gaji Dasar, dan waktu studinya tidak bisa diperhitungkan sebagai cuti di luar tanggungan GPIB : Mereka yang studi tanpa rekomendasi Majelis Sinode, kehilangan hak atas Gaji Dasar. : Cukup jelas



Pasal 33:9



Pasal 33:10



Hal. 432



berhak mengakhiri masa studinya. 11. Selama menjalani studi pegawai yang bersangkutan yang ditugaskan oleh Majelis Sinode untuk belajar, dan tetap memperoleh Gaji Dasar 12. Gaji Dasar pegawai yang menjalankan studi atas biaya sendiri dan mendapat rekomendasi dari Majelis Sinode, dibayar oleh instansi/lembaga; namun tidak berhak atas cuti dan tunjangan Hari Raya. 13. Masa studi pegawai yang bersangkutan dihitung sebagai masa kerja pegawai. 14. GPIB tidak menyesuaikan pangkat/golongan secara langsung sebagai akibat dari keberhasilan dalam studi lanjut dimaksud. 15. Masa studi maksimum yang diizinkan adalah 2 kali masa program studi yang ditempuh. 16. Hal-hal yang belum diatur, ditetapkan dalam pedoman studi lanjut.



Pasal 33:11



: Cukup jelas



Pasal 33:12



: Yang dimaksud dengan institusi/lembaga adalah Jemaat asal atau Majelis Sinode.



Pasal 33:13



: Cukup jelas



Pasal 33:14



: Cukup jelas



Pasal 33:15



: Cukup jelas



Pasal 33:16



: Cukup jelas



Pasal 34 Perjalanan Dinas 1. Yang dimaksud dengan perjalanan dinas adalah setiap



Hal. 433



perjalanan dalam rangka kepentingan Pekerjaan dan ditugaskan oleh pimpinan GPIB. 2. Perjalanan dinas adalah perjalanan dinas dalam kota, luar kota dan perjalanan dinas luar negeri. 3. Biaya perjalanan dinas ditanggung GPIB dan dimaksudkan sebagai pengganti: a. Biaya transpor ke dan dari tempat tujuan. b. Biaya penginapan termasuk pajak. c. Biaya makan. d. Biaya transpor selama di tempat tujuan. e. Uang saku. 4. Besarnya biaya perjalanan dinas diatur tersendiri dalam ketentuan mengenai PPMS/PPMJ.



Pasal 34:1



: Cukup jelas



Pasal 34:2



: Cukup jelas



Pasal 34:3



: Cukup jelas



Pasal 34:3.a



: Cukup jelas



Pasal 34:3.b



: Cukup jelas



Pasal 34:3.c Pasal 34:3.d



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 34:3.e Pasal 34:4



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 35 Perjalanan Dinas di Dalam Negeri 1. Perjalanan Dinas dilaksanakan berdasarkan penugasan Majelis Sinode untuk lingkup Sinodal Pasal 35:1 atau Majelis Jemaat untuk lingkup Jemaat. 2. Perjalanan Dinas maksimal 30 hari kerja. 3. Laporan hasil perjalanan dinas Pasal 35:2 segera disampaikan kepada



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 434



4.



5.



6.



7.



pimpinan unit kerja masingmasing selambat-lambatnya 2 minggu setelah melaksanakan tugas. Biaya-biaya perjalanan menjadi tanggungan instansi atau lembaga yang mengutus atau lembaga yang mengundang. Biaya-biaya tersebut mencakup aspek-aspek dibawah ini, dan ditentukan besarnya sesuai dengan pangkat/golongan: a. Tiket pesawat kelas ekonomi dan kereta api kelas eksekutif pergi-pulang; b. Biaya penginapan minimal kamar hotel bintang 3(tiga); c. Biaya makan; d. Biaya transpor lokal; e. Uang saku/harian Jika tempat tujuan menyediakan penginapan, makan dan transpor maka kepada pegawai hanya diberikan tiket (biaya tiket) pergipulang dan uang saku. Untuk memudahkan administrasi, Majelis Sinode/Majelis Jemaat mengeluarkan ketetapan untuk uang saku/harian dan untuk biaya penginapan, makan dan transpor menjadi satuan biaya yang bersifat lumsum.



Pasal 35:3



: Cukup jelas



Pasal 35:4



: Cukup jelas



Pasal 35:5



: Cukup jelas



Pasal 35:5.a



: Cukup jelas



Pasal 35:5.b



: Cukup jelas



Pasal 35:5.c Pasal 35:5.d Pasal 35:5.e Pasal 35:6



: : : :



Pasal 35:7



: Cukup jelas



Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas



Hal. 435



8. Penambahan hari dinas karena pekerjaan belum selesai dapat Pasal 35:8 dilakukan atas persetujuan pimpinan instansi/lembaga masing-masing.



: Cukup jelas



Pasal 36 Perjalanan Dinas ke luar Negeri 1. Setiap perjalanan dinas pegawai Pendeta maupun non Pendeta ke luar negeri harus seijin Majelis Sinode. 2. Kegiatan perjalanan dinas ke luar negeri dilakukan dalam rangka : a. Studi banding; b. Seminar/lokakarya/konferens i atau kegiatan lain yang sejenis; c. Undangan-undangan khusus. 3. Dalam Surat Tugas yang dikeluarkan oleh Majelis Sinode harus jelas tanggal berangkat dan tanggal kembali. 4. Penentuan tanggal berangkat dan tanggal kembali dan jumlah hari dinas seluruhnya didasarkan pada lama perjalanan pergi, ditambah 1 hari persiapan pergi, ditambah lamanya mengikuti kegiatan, ditambah 1 hari persiapan pulang dan lamanya perjalanan pulang. 5. Apabila pegawai menunda hari kembali, maka harus seizin



Pasal 36:1



: Cukup jelas



Pasal 36:2



: Cukup jelas



Pasal 36:2.a Pasal 36:2.b



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 36:2.c Pasal 36:3



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 36:4



: Cukup jelas



Hal. 436



Majelis Sinode dalam hal ini Ketua Umum atau Ketua Bidang Pasal 36:5 terkait atau Sekretaris Umum. Penundaan itu menjadi risiko sepenuhnya dari pegawai 6. Biaya-biaya sepenuhnya ditanggung GPIB, terdiri atas : Pasal 36:6



a. Exit permit, fiscal (bila ada) dan airport tax; b. Tiket pp pesawat udara kelas ekonomi atau kereta api kelas eksekutif; c. Biaya penginapan minimal kamar hotel bintang 3; d. Biaya makan; e. Biaya Transport lokal; f. Uang saku; g. Kontribusi (jika ada). 7. Dalam hal memenuhi undangan, biaya sepenuhnya ditanggung pengundang; tetapi uang saku/harian tetap diberikan kepada pegawai. 8. Satuan jumlah biaya dari ayat 6 butir e, f dan g dan juga untuk uang saku/harian akan ditetapkan oleh Majelis Sinode dalam valuta



: Cukup jelas



Pasal 36:6.a



: Petunjuk Teknis tentang pemberlakuan biaya perjalanan dinas sesuai dengan pangkat /golongan dan jarak dibuat oleh Majelis Sinode. : Cukup jelas



Pasal 36:6.b



: Cukup jelas



Pasal 36:6.c



: Cukup jelas



Pasal 36:6.d Pasal 36:6.e Pasal 36:6.f Pasal 36:6.g Pasal 36:7



: : : : :



Pasal 36:8



: Cukup jelas



Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas



Hal. 437



asing yaitu Dolar Amerika (US $). 9. Penentuan satuan jumlah tersebut berbeda berdasarkan tingkat biaya hidup (living cost) dari negara tujuan. Pasal 36:9 10. Pegawai tidak diperkenankan mengajukan penagihan kekurangan atau biaya tambahan lainnya. Pasal 36:10



: Cukup jelas



: Cukup jelas



BAB VII ALIH TUGAS DAN PENUGASAN SEMENTARA Pasal 37 Alih Tugas 1. Ketentuan Alih Tugas Pegawai Pendeta. a. Alih tugas adalah bagian dari proses pembinaan yang Pasal 37:1 dilakukan secara terencana dan terpola. Pasal 37:1.a b. Alih tugas sepenuhnya merupakan hak dan wewenang Majelis Sinode sesuai Tata Gereja GPIB Pasal 37:1.b (Peraturan Pokok III Pasal 4 ayat 1 butir b). c. Tujuan dan alasan mutasi : i. Penyegaran dan pembinaan; Pasal 37:1.c



: Cukup jelas : Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 438



ii. Mengembangkan dan menyeimbang-kan pengalaman daerah, wilayah dan sifat - sifat jemaat tertentu; iii. Mendekatkan ke tempat atau daerah yang berhubungan dengan masa pensiun ; iv. Sedapat mungkin sudah 5 (lima) tahun bertugas di suatu jemaat/instansi GPIB lainnya, kecuali untuk hal-hal yang sangat mendesak dalam rangka melaksanakan misi Allah. d. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan adalah : i. Surat pemberitahuan mutasi (alih tugas) disampaikan secara tertulis 3(tiga) bulan sebelumnya kepada Pendeta dan Jemaat yang terkait. Pada masa itu, biaya alih tugas sudah harus disampaikan kepada Majelis Sinode untuk diteliti dan persetujuannya. ii. Dengan adanya surat pemberitahuan alih



Pasal 37:1.c.i : Cukup jelas Pasal 37:1.c.ii : Cukup jelas



Pasal 37:1.c.iii : Cukup jelas



Pasal 37:1.c.iv : Cukup jelas



Pasal 37:1.d



: Cukup jelas



Pasal 37:1.d.i : Cukup jelas



Hal. 439



tugas, Pendeta yang Pasal 37:1.d.ii : Cukup jelas bersangkutan segera menyiapkan laporan pekerjaan/pelayanan selama masa tugasnya, dengan melampirkan laporan keuangan Majelis Jemaat yang sudah di audit. iii. Pelaksanaan alih tugas dilakukan selambatlambatnya 3 bulan Pasal 37:1.d.iii : Khusus bagi setelah diterbitkannya Pendeta yang akan Surat Keputusan Majelis memasuki masa Sinode. pensiun, harus sudah mengosongkan pastori selambatlambatnya 3 (tiga) iv. Apabila dalam 3 (tiga) bulan setelah SK bulan setelah Surat Pensiun diterbitkan. Keputusan diterbitkan Pasal 37:1.d.iv : Cukup jelas Pendeta yang bersangkutan tidak melaksanakan alih tugas diakhiri kepegawaian dan kependetaannya dengan lebih dahulu dilakukan pemanggilan sebanyak 3 (tiga) kali dengan jarak 1 (satu) minggu per pemanggilan.



Hal. 440



v. Bagi Pendeta mantan fungsionaris Majelis Pasal 37:1.d.v : Cukup jelas Sinode yang tengah menunggu penugasan selanjutnya, penggajiannya menjadi tanggung jawab Majelis Sinode dalam statusnya sebagai Pendeta Pelayanan Umum. e. Biaya alih tugas dipikul oleh jemaat asal dan jemaat tujuan Pasal 37:1.e : Cukup jelas masing-masing sebesar 50 %. f. Komponen biaya alih tugas adalah biaya pengepakan barang, biaya pengangkutan Pasal 37:1.f : Khusus untuk biaya barang, biaya transport dan pindah sekolah biaya pindah sekolah anak/anak-anak anak/anak-anak. diberikan 1 (satu) kali Gaji Dasar. Untuk daerah tertentu diberikan biaya menginap 1 2. Ketentuan Alih Tugas Pegawai (satu) malam. Non Pendeta. a. Kebijakan Dasar. Pasal 37:2 : Cukup jelas i. Gereja berwenang melakukan pemindahan Pasal 37:2.a : Cukup jelas / mutasi pegawai sesuai Pasal 37:2.a.i : Cukup jelas dengan kebutuhan Organisasi. ii. Setiap pegawai yang diputuskan untuk dipindahkan/mutasi, Pasal 37:2.a.ii : Cukup jelas



Hal. 441



berkewajiban mengikuti keputusan pemindahan tersebut. iii. Setiap pegawai yang mengalami pemindahan / mutasi, status/golongan, kedudukan dan penghasilannya tidak akan lebih rendah dari yang sebelumnya, kecuali keputusan pemindahan / mutasi merupakan sangsi yang dijatuhkan atau Demosi. b. Tujuan Pemindahan. i. Pengisian Formasi Jabatan. ii. Pengembangan sistem dan metode kerja Pendayagunaan sumber daya manusia.



Pasal 37:2.a.iii : Cukup jelas



Pasal 37:2.b : Cukup jelas Pasal 37:2.b.i : Cukup jelas Pasal 37:2.b.ii : Cukup jelas



Pasal 38 Penugasan Sementara 1. Pegawai yang ditempatkan di luar kota (detasering), kecuali atas permintaan sendiri, diberikan Pasal 38:1 fasilitas yang diatur dalam surat keputusan Majelis Sinode/Majelis Jemaat. 2. Fasilitas-fasilitas tersebut mencakup biaya:



: Cukup jelas



Hal. 442



a. Perjalanan dinas pergi pulang. b. Penginapan. c. Perpindahan. 3. Ketentuan mengenai Penugasan di luar kota diatur dalam ketentuan mengenai PPMS/PPMJ.



Pasal 38:2



: Cukup jelas



Pasal 38:2.a



: Cukup jelas



Pasal 38:2.b Pasal 38:2.c Pasal 37:3



: Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



BAB VIII PENGGAJIAN Pasal 39 Penetapan Gaji Pasal 39 1. Penetapan gaji Pegawai didasarkan kepada kemampuan (potensi), prestasi kerja, Pasal 39:1 kontribusi Pegawai serta kemampuan GPIB. 2. Kenaikan gaji dapat dilakukan secara berkala dengan mempertimbangkan kemampuan Pasal 39:2 GPIB, laju inflasi dan hasil evaluasi kinerja Pegawai pada periode sebelumnya. 3. Kenaikan gaji dapat pula dilakukan apabila terjadi promosi Pegawai ke jenjang jabatan yang Pasal 39:3 lebih tinggi dan apabila skala gaji sebelumnya belum mencapai skala gaji yang terdapat pada golongan jabatan baru.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 443



Pasal 40 Perhitungan Gaji 1. Untuk Pegawai dengan status tertentu komponen gaji Pegawai terdiri atas : a. Gaji Pokok b. Tunjangan Istri/Suami adalah 35% dari Gaji Pokok. c. Tunjangan Anak masingmasing 5% dari Gaji Pokok, maksimal 3(tiga) orang anak. d. Tunjangan Struktural e. Tunjangan Fungsional f. Tunjangan Tidak Tetap. 2. Pajak penghasilan (PPh-21) atas gaji dan penghasilan lainnya yang diterima Pegawai dari GPIB ditanggung oleh GPIB sepanjang mempunyai NPWP. 3. Tunjangan tetap adalah tunjangan yang diberikan dalam jumlah yang tetap setiap bulan, tidak didasarkan atas kehadiran atau prestasi kerja. 4. Tunjangan tidak tetap adalah tunjangan yang diberikan berdasarkan kehadiran atau prestasi kerja. 5. Tunjangan Kesejahteraan adalah bantuan yang diberikan oleh GPIB kepada pegawai atau bentuk bantuan kesejahteraan lainnya yang dapat berupa usaha



Pasal 40



: Cukup jelas



Pasal 40:1



: Cukup jelas



Pasal 40:1.a Pasal 40:1.b



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 40:1.c



: Cukup jelas



Pasal 40:1.d Pasal 40:1.e Pasal 40:1.f Pasal 40:2



: : : :



Pasal 40:3



: Cukup jelas



Pasal 40:4



: Cukup jelas



Pasal 40:5



: Cukup jelas



Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas



Hal. 444



bersama oleh GPIB dan pegawai untuk mendapatkan jaminan masa depan/ hari tua. 6. Tunjangan Kesejahteraan juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan taraf hidup pegawai dan keluarga. Pasal 40:6 7. Tunjangan Kesejahteraan meliputi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Pastori, Bantuan Kesehatan dan Pasal 40:7 Pengobatan, Bantuan Kematian, Program Pensiun, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Jaminan Perumahan Hari Tua (JPHT). 8. Bagi Pegawai yang suami atau istrinya bekerja di Lingkungan GPIB maupun di luar GPIB dan Instansi Negara atau swasta tidak Pasal 40:8 mendapat Tunjangan Istri/suami dan Anak.



9. Tunjangan-tunjangan di kantor Majelis Sinode terdiri atas tunjangan jabatan dan fungsional. 10. Tunjangan jabatan di kantor Pasal 40:9 Majelis Sinode diberikan kepada: a. Kepala kantor b. Kepala biro c. Ketua dan Sekretaris Pasal 40:10 Departemen.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Kecuali terhadap suami/istri yang pasangan dan anak tidak mendapat tunjangan dan dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi tempat bekerja. : Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 445



d. Kasir 11. Tunjangan jabatan fungsionaris Majelis Sinode diberikan kepada seluruh fungsionaris Majelis Sinode, sedangkan untuk Pendeta Pelayanan Umum di Majelis Sinode ditambah dengan gaji dan tunjangan sesuai golongan/ruang dan pangkatnya serta tunjangan fungsional sebagai Pendeta. Besarnya tunjangan jabatan fungsionaris Majelis Sinode diatur tersendiri dalam Peraturan Pelaksanaan Majelis Sinode (PPMS). 12. Kecuali Pendeta fungsionaris Majelis Sinode dan Pendeta Pelayanan Umum yang ditugaskan di Majelis Sinode, maka Pendeta Pelayanan Umum yang diperbantukan di Majelis Sinode atau lembaga lain tidak menerima tunjangan jabatan dari Majelis Sinode. 13. Besarnya Tunjangan jabatan bagi Pendeta Pelayanan Umum yang ditugaskan di Majelis Sinode diatur dan ditetapkan dalam PPMS. 14. Tunjangan khusus kepala kantor dan kasir serta tunjangan jabatan kepala biro di Majelis Sinode, besarannya diatur tersendiri dan dicantumkan dalam PPMS.



Pasal 40:10.a Pasal 40:10.b Pasal 40:10.c Pasal 40:10.d



: : : :



Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas



Pasal 40:11



: Cukup jelas



Pasal 40:12



: Cukup jelas



Pasal 40:13



: Cukup jelas



Hal. 446



15. Tunjangan khusus di kantor Majelis Jemaat diberikan kepada kepala kantor dan kasir. Besarnya tunjangan khusus tersebut diatur dan dicantumkan dalam PPMJ 16. Tunjangan Fungsional diberikan kepada para Pendeta Organik GPIB. 17. Tunjangan Transport diberikan kepada pegawai yang tidak memperoleh fasilitas transport (mobil, sepeda motor atau antar jemput). Besarnya ditentukan oleh Majelis Jemaat untuk pegawai yang bekerja di Kantor Majelis Jemaat dan Majelis Sinode untuk pegawai yang bekerja di Kantor Majelis Sinode. 18. Tunjangan Hari Raya diberikan pada setiap hari Natal atau hari besar sesuai agamanya yang besarnya 1 (satu) bulan gaji bersih. 19. Tunjangan Cuti Tahunan, besarnya 1 (satu) bulan gaji bersih. 20. Tunjangan Cuti Besar, besarnya 2 (dua) bulan gaji bersih. 21. GPIB, atas pertimbangan tertentu dapat mencabut atau mengurangi tunjangan tidak tetap yang diterima Pegawai. 22. Jenis dan besarnya tunjangan tetap maupun tunjangan tidak



Pasal 40:14



: Cukup jelas



Pasal 40:15



: Cukup jelas



Pasal 40:16



: Cukup jelas



Pasal 40:17



: Cukup jelas



Pasal 40:18



: Cukup jelas



Pasal 40:19



: Cukup jelas



Pasal 40:20



: Cukup jelas



Hal. 447



tetap akan diatur tersendiri dalam Peraturan Penggajian. 23. Gaji penuh akan dibayarkan kepada Pegawai yang sudah bekerja penuh satu bulan untuk bulan yang bersangkutan sejak diterima bekerja di GPIB. 24. Pegawai baru yang masa kerjanya tidak penuh satu bulan dalam bulan yang bersangkutan gajinya akan diperhitungkan secara proporsional. 25. Untuk Pegawai borongan, harian lepas, honorer akan diperhitungkan lain sesuai dengan kesepakatan yang dibuat oleh Pegawai yang bersangkutan dengan pihak GPIB. 26. Ketentuan mengenai BPJS Ketenagakerjaan diatur sesuai peraturan perundangan yang berlaku.



Pasal 40:21



: Cukup jelas



Pasal 40:22



: Cukup jelas



Pasal 40:23



: Cukup jelas



Pasal 40:24



: Cukup jelas



Pasal 40:25



: Cukup jelas



Pasal 40:26 1. GPIB akan memperhitungkan gaji Pegawai apabila Pegawai mempunyai kewajiban kepada GPIB yang harus dibayar. 2. Pegawai yang cuti di luar Pasal 41 tanggungan GPIB, atau kelebihan masa cuti diperhitungkan dengan gaji sebesar 1/jumlah hari kerja Pasal 41:1



: Cukup jelas



Pasal 41 Pengurangan Gaji dan Denda



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 448



dari upah per bulan untuk setiap hari cuti tersebut. 3. Pengurangan gaji juga dilakukan karena Pegawai telah melakukan Pasal 41:2 kesalahan yang merugikan GPIB secara langsung maupun tidak, dengan perhitungannya sebesar ketentuan GPIB. Pasal 42 Pegawai Sakit Berkepanjangan



Pasal 41:3



Kepada Pegawai yang menderita sakit berkepanjangan dan tidak mampu bekerja, GPIB tetap membayarkan upahnya dengan syarat-syarat sebagai berikut : 1. Pegawai harus mengajukan bukti Pasal 42 yang dapat diterima dan dibuat oleh dokter yang berwenang/mempunyai ijin praktik. 2. Bila diperlukan, GPIB dapat meminta Pegawai untuk menghubungi dokter yang ditunjuk oleh GPIB untuk Pasal 42:1 mendapatkan penilaiannya. 3. Pegawai yang menderita penyakit menahun (berkepanjangan) yang berlangsung terus menerus atau terputus-putus yang berulang Pasal 42:2 kembali dalam tenggang waktu kurang dari 20 hari, tetap mendapat upah.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Hal. 449



4. Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut : a) untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah; b) untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah; c) untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan d) untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pemberi kerja. 5. GPIB berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap Pegawai yang sakit lebih dari 12 (dua belas) bulan secara terus menerus dengan mendapatkan hak-haknya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IX TUNJANGAN KESEJAHTERAAN



Pasal 42:3



: Cukup jelas



Pasal 42:4



: Cukup jelas



Pasal 42:4.a



: Cukup jelas



Pasal 42:4.b



: Cukup jelas



Pasal 42:4.c



: Cukup jelas



Pasal 42:4.d



: Cukup jelas



Pasal 42:5



: Cukup jelas



Pasal 43



Hal. 450



Jaminan Sosial 1. GPIB mengikut sertakan Pegawainya dalam Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan, dengan berpedoman kepada ketentuan yang berlaku, yang meliputi : a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) b. Jaminan Kematian (JKM) c. Jaminan Hari Tua (JHT) d. Jaminan pensiun (JP) e. Jaminan pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan sendiri dengan manfaat yang lebih baik disamping BPJS Kesehatan. 2. Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian ditanggung sepenuhnya oleh GPIB. 3. Iuran Jaminan Hari Tua ditanggung oleh GPIB dan Pegawai.



Pasal 43



Pasal 43:1



: Cukup jelas



Pasal 43:1.a



: Cukup jelas



Pasal 43:1.b Pasal 43:1.c Pasal 43:1.d Pasal 43:1.e



: : : :



Pasal 43:2



: Cukup jelas



Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas



Pasal 44 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan



Hal. 451



1. GPIB dapat memberikan Jaminan pemeliharaan kesehatan kepada Pegawai dan keluarganya yang diselenggarakan sendiri dengan manfaat yang lebih baik Meskipun Pegawai di ikutsertakan pada program BPJS Kesehatan, yang meliputi: a. Rawat Inap. b. Rawat Jalan. c. Perawatan Kehamilan. d. Perawatan Gigi. e. Perawatan Mata. 2. Jaminan pemeliharaan kesehatan yang dimaksud adalah dalam bentuk penggantian biaya pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dan lain-lain. 3. Besarnya penggantian biaya pengobatan Pegawai ditentukan sendiri dalam Surat Keputusan Majelis Sinode/Majelis Jemaat. 4. Kewajiban GPIB sebagai pemberi kerja dan kewajiban pegawai dalam kaitan besaran iuran dirumuskan oleh Majelis Sinode sesuai dengan undangundang yang berlaku, dan dihitung dari Gaji Dasar atau sesuai ketentuan BPJS Ketenagakerjaan (TK) dan BPJS Kesehatan. 5. Pendeta dan Keluarga di masukkan kedalam Kelas



Pasal 43:3



: Cukup jelas



Pasal 44



Pasal 44:1



: Cukup jelas



Pasal 44:1.a Pasal 44:1.b Pasal 44:1.c Pasal 44:1.d Pasal 44:1.e Pasal 44:2



: : : : : :



Pasal 44:3



: Cukup jelas



Pasal 44:4



: Cukup jelas



Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas



Hal. 452



Perawatan 1, sedangkan karyawan non Pendeta di masukkan dalam kelas Perawatan sesuai dengan Gaji yang bersangkutan dan ketentuan yang berlaku di BPJS Kesehatan. 6. Pihak GPIB tidak menanggung biaya pengobatan dan perawatan untuk kasus sebagai berikut : a. Penyakit atau cedera yang diakibatkan karena kesengajaan. b. Penyakit yang diakibatkan oleh alkohol, narkotik atau obat-obatan terlarang, penyakit kelamin dan AIDS. c. Pemeriksaan kesehatan umum / berkala. d. Transplantasi organ tubuh. e. Pemeriksaan dan tindakan untuk mendapatkan kesuburan atau kecantikan f. Penyakit kanker, hemodialisis dan epilepsi. g. Penyakit bawaan, penyakit berat yang timbul sebelum karyawan yang bersangkutan bekerja selama satu tahun.



Pasal 44:5



: Cukup jelas



Pasal 44:6



: Cukup jelas



Pasal 44:6.a



: Cukup jelas



Pasal 44:6.b



: Cukup jelas



Pasal 44:6.c



: Cukup jelas



Pasal 44:6.d Pasal 44:6.e



: Cukup jelas : Cukup jelas



1. Jika Pegawai meninggal dunia, Pasal 44:6.f GPIB akan memberikan sejumlah



: Cukup jelas



Pasal 45 Uang Duka Cita



Hal. 453



uang kepada ahli warisnya berupa: a. Uang duka sesuai dengan ketentuan dan kebijaksanaan Pimpinan. b. Gaji pada bulan yang bersangkutan meninggal dunia. c. Uang pisah, jika sudah memenuhi syarat untuk mendapatkan uang pisah dan ganti kerugian yang besarnya serendah-rendahnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. d. Uang santunan. e. Jaminan Kematian & manfaat Jaminan hari tua dari BPJS Ketenagakerjaan. 2. Apabila anggota keluarga dekat (Isteri/Suami, Anak, Orang tua) Pegawai meninggal dunia, pihak GPIB akan memberikan sumbangan turut berdukacita sebesar sesuai dengan kebijaksanaan pimpinan GPIB.



Pasal 44:6.g



: Cukup jelas



Pasal 45



Pasal 45:1



: Cukup jelas



Pasal 45:1.a



: Cukup jelas



Pasal 45:1.b



: Cukup jelas



Pasal 45:1.c



: Cukup jelas



Pasal 45:1.d Pasal 45:1.e



: Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 45:2



: Cukup jelas



Pasal 46 Tunjangan Hari Raya 1. Setiap setahun sekali Pegawai diberikan Tunjangan Hari Raya



Hal. 454



2.



3.



4.



5.



Keagamaan menjelang hari raya Kegamaan. Pemberian Tunjangan Hari Raya berpedoman kepada ketentuan Perundang-undangan yang berlaku. Besarnya Tunjangan Hari Raya adalah sebagai berikut : a. Masa kerja satu tahun atau lebih minimal sebesar 1 (satu) bulan gaji. b. Masa kerja kurang dari satu tahun diberikan secara proporsional. Pegawai yang masa kerjanya kurang dari 1 (satu) bulan tidak berhak atas Tunjangan Hari Raya Keagamaan. Masa kerja dimaksud diatas adalah terhitung sejak mulai bekerja di GPIB termasuk masa percobaan sampai dengan jatuh tempo Hari Raya Keagamaan Pegawai yang bersangkutan. BAB X PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA



Pasal 46



Pasal 46:1



: Cukup jelas



Pasal 46:2



: Cukup jelas



Pasal 46:3



: Cukup jelas



Pasal 46:3.a



: Cukup jelas



Pasal 46:3.b



: Cukup jelas



Pasal 46:4



: Cukup jelas



Pasal 46:5



: Cukup jelas



Pasal 47 Dasar Pemutusan Hubungan Kerja



Hal. 455



1. Pemutusan hubungan kerja antara Pegawai dengan GPIB dapat terjadi oleh karena sebab-sebab sebagai berikut: Pasal 47 a. Pegawai mengundurkan diri. b. Pegawai meninggal dunia. c. Pegawai tidak lulus masa percobaan. d. Berakhirnya masa Perjanjian Kerja waktu tertentu (PKWT) e. Pegawai non Pendeta tidak mencapai standar prestasi kerja. f. Pegawai sakit lebih dari 12 (dua belas) bulan atau mengalami cacat yang tidak memungkinkan lagi untuk bekerja (medical unfit). g. Pegawai memasuki usia pensiun. h. Pelanggaran berat terhadap GPIB dan pihak lain. i. Kondisi Keuangan GPIB (Efisiensi). 2. Akibat dari pemutusan hubungan kerja tersebut di atas, segala hutang baik cash maupun non cash harus dilunasi segera dengan berpedoman pada peraturan perundangan-undangan yang berlaku.



Pasal 47:1



Pasal 47:1.a Pasal 47:1.b Pasal 47:1.c



: Dilakukan setelah menjalankan percakapan pastoral yang adalah setara dengan istilah bepatrid. : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas



Pasal 47:1.d



: Cukup jelas



Pasal 47:1.e



: Cukup jelas



Pasal 47:1.f



: Cukup jelas



Pasal 47:1.g



: Cukup jelas



Pasal 47:1.h



: Cukup jelas



Pasal 47:1.i



: Cukup jelas



Hal. 456



3. Pemutusan hubungan kerja karena meninggal dunia, tidak Pasal 47:2 lulus masa percobaan, berakhirnya masa Perjanjian kerja, sakit berkepanjangan (cacat seumur hidup), tidak mencapai standar prestasi kerja, Pegawai memasuki usia pensiun, pelanggaran berat dan kondisi Pasal 47:3 GPIB akan diselesaikan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan akan ditetapkan dalam sistem dan prosedur tersendiri.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 48 Mengundurkan Diri dan Dikualifikasikan Mengundurkan Diri 1. Pegawai dapat memutuskan hubungan kerja dengan pihak GPIB dengan mengajukan surat pengunduran diri minimal 1 Pasal 48 (satu) bulan sebelum tanggal efektif berhenti bekerja, tidak termasuk pengambilan cuti yang masih tersisa. 2. GPIB akan memberikan kepada Pasal 48:1 Pegawai Uang penggantian Hak & uang pisah, serta gaji bulan berjalan secara proporsional, surat referensi bagi yang memenuhi syarat. Besarnya uang



: Cukup jelas



Hal. 457



pisah sesuai dengan ketentuan tentang Uang Pisah pada pasal 50 ayat 4. 3. Pegawai wajib melakukan serah terima barang milik GPIB dan Pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya kepada atasan langsung atau petugas yang ditunjuk. 4. Setiap Pegawai yang mengundurkan diri dari GPIB termasuk pemutusan hubungan kerja yang bukan akibat melakukan pelanggaran dan sudah mempunyai masa kerja lebih dari 3 (tiga) bulan, akan diberikan surat keterangan pengalaman kerja. 5. Pegawai non Pendeta yang mangkir 5 (lima) hari kerja berturut-turut tanpa keterangan tertulis dan telah dipanggil 2 (dua) kali secara patut dan tertulis, Maka Pegawai akan diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri dan Pegawai berhak atas uang pisah sesuai dengan ketentuan tentang Uang Pisah pada pasal 50 ayat 4.



Pasal 48:2



: Cukup jelas



Pasal 48:3



: Cukup jelas



Pasal 48:4



: Cukup jelas



Pasal 48:5



: Cukup jelas



Pasal 49 Pegawai Ditahan



Hal. 458



1. Dalam hal Pegawai ditahan oleh pihak berwajib karena diduga melakukan tindak pidana, pihak GPIB tidak berkewajiban membayar gaji/upah. 2. Dalam hal Pegawai ditahan oleh pihak yang berwajib karena pengaduan pimpinan GPIB, tapi selama menunggu izin pemutusan hubungan kerja dari Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), GPIB akan memberikan Bantuan bagi keluarga Pegawai yang bersangkutan a. untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah; b. untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah; c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah; d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% (lima puluh perseratus) dari upah dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan takwin sejak hari pertama Pegawai ditahan.



Pasal 49



Pasal 49:1



: Cukup jelas



Pasal 49:2



: Cukup jelas



Pasal 49:3.a



: Cukup jelas



Pasal 49:3.b



: Cukup jelas



Pasal 49:3.c



: Cukup jelas



Pasal 49:3.d



: Cukup jelas



Pasal 50



Hal. 459



Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak 1. Pemutusan hubungan kerja oleh GPIB terhadap Pegawai dalam masa percobaan atau terhadap karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, maka pihak GPIB tidak berkewajiban memberikan pesangon atau uang penghargaan masa kerja. 2. Besarnya uang pesangon sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang yang berlaku sebagai berikut : a. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah; b. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah; c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah; d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah; e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5



Pasal 50



Pasal 50:1



: Cukup jelas



Pasal 50:2



: Cukup jelas



Pasal 50:2.a



: Cukup jelas



Pasal 50:2.b



: Cukup jelas



Pasal 50:2.c



: Cukup jelas



Hal. 460



(lima) tahun, 5 (lima) bulan upah; f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah; g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah. h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah; i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah. 3. Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku ditetapkan sebagai berikut: a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah; b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah; c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang



Pasal 50:2.d



: Cukup jelas



Pasal 50:2.e



: Cukup jelas



Pasal 50:2.f



: Cukup jelas



Pasal 50:2.g



: Cukup jelas



Pasal 50:2.h



: Cukup jelas



Pasal 50:2.i



: Cukup jelas



Pasal 50:3



: Cukup jelas



Pasal 50:3.a



: Cukup jelas



Hal. 461



dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah; d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah; e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah; f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah; h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah. 4. Uang Pisah di tentukan sebagai berikut : a. Masa kerja 3 – 7 tahun sebesar 1 bulan upah. b. Masa kerja 8 – 10 tahun sebesar 1,5 bulan upah. c. Masa kerja diatas 10 tahun 2 bulan upah. Pasal 51 Pemutusan Hubungan Kerja



Pasal 50:3.b



: Cukup jelas



Pasal 50:3.c



: Cukup jelas



Pasal 50:3.d



: Cukup jelas



Pasal 50:3.e



: Cukup jelas



Pasal 50:3.f



: Cukup jelas



Pasal 50:3.g



: Cukup jelas



Pasal 50:3.h



: Cukup jelas



Pasal 50:4



: Cukup jelas



Pasal 50:4.a



: Cukup jelas



Hal. 462



1. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disebabkan Karyawan Meninggal Dunia atau sakit berkepanjangan atau mengalami cacat tetap dan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi berdasarkan Surat Keterangan dari Dokter akan diberikan: a. Uang Pesangon sebesar 2 (dua) kali Pasal 50 ayat 2 b. Uang Penghargaan Masa Kerja pasal 50 ayat 3 c. Uang Penggantian Hak berupa Cuti yang belum di ambil dan biaya kembali ketempat dimana karyawan di terima pertama kali. 2. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disebabkan Karyawan Pensiun akan diberikan: a. Uang Pesangon sebesar 1,75 (satu koma tujuh puluh lima) kali Pasal 50 ayat 2 b. Uang Penghargaan Masa Kerja pasal 50 ayat 3 c. Uang Penggantian Hak berupa Cuti yang belum di ambil dan biaya kembali ketempat dimana karyawan di terima pertama kali. 3. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disebabkan Efisiensi



Pasal 50:4.b



: Cukup jelas



Pasal 50:4.c



: Cukup jelas



Pasal 51



Pasal 51:1



: Cukup jelas



Pasal 51:1.a



: Cukup jelas



Pasal 51:1.b



: Cukup jelas



Pasal 51:1.c



: Cukup jelas



Pasal 51:2



: Cukup jelas



Pasal 51:2.a



: Cukup jelas



Pasal 51:2.b



: Cukup jelas



Hal. 463



untuk Mencegah Kerugian akan diberikan: a. Uang Pesangon sebesar 1 (satu) kali Pasal 50 ayat 2 b. Uang Penghargaan Masa Kerja pasal 50 ayat 3 c. Uang Penggantian Hak berupa Cuti yang belum di ambil dan biaya kembali ketempat dimana karyawan di terima pertama kali. 4. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disebabkan Efisiensi karena mengalami Kerugian akan diberikan: a. Uang Pesangon sebesar 0,5 (nol koma lima) kali Pasal 50 ayat 2 b. Uang Penghargaan Masa Kerja pasal 50 ayat 3 c. Uang Penggantian Hak berupa Cuti yang belum di ambil dan biaya kembali ketempat dimana karyawan di terima pertama kali. 5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disebabkan Gereja Ditutup dan mengalami Kerugian akan diberikan: a. Uang Pesangon sebesar 0,5 (nol koma lima) kali Pasal 50 ayat 2 b. Uang Penghargaan Masa Kerja pasal 50 ayat 3



Pasal 51:2.c



: Cukup jelas



Pasal 51:3



: Cukup jelas



Pasal 51:3.a



: Cukup jelas



Pasal 51:3.b



: Cukup jelas



Pasal 51:3.c



: Cukup jelas



Pasal 51:4



: Cukup jelas



Pasal 51:4.a



: Cukup jelas



Pasal 51:4.b



: Cukup jelas



Pasal 51:4.c



: Cukup jelas



Pasal 51:5



: Cukup jelas



Hal. 464



c. Uang Penggantian Hak berupa Cuti yang belum di ambil dan biaya kembali ketempat dimana karyawan di terima pertama kali. 6. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disebabkan Keadaan Memaksa (Foce Majeur) dan akan diberikan: a. Uang Pesangon sebesar 0,75 (nol koma tujuh puluh lima) kali Pasal 50 ayat 2 b. Uang Penghargaan Masa Kerja pasal 50 ayat 3 c. Uang Penggantian Hak berupa Cuti yang belum di ambil dan biaya kembali ketempat dimana karyawan di terima pertama kali. 7. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disebabkan Pekerja Mengundurkan diri akan diberikan : a. Uang pisah sesuai Pasal 50 ayat 4. b. Uang Penggantian Hak berupa Cuti yang belum di ambil dan biaya kembali ketempat dimana karyawan di terima pertama kali. 8. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disebabkan Pekerja Melakukan Pelanggaran Berat atau tidak mencapai standard



Pasal 51:5.a



: Cukup jelas



Pasal 51:5.b



: Cukup jelas



Pasal 51:5.c



: Cukup jelas



Pasal 51:6



: Cukup jelas



Pasal 51:6.a



: Cukup jelas



Pasal 51:6.b



: Cukup jelas



Pasal 51:6.c



: Cukup jelas



Pasal 51:7



: Cukup jelas



Pasal 51:7.a



: Cukup jelas



Pasal 51:7.b



: Cukup jelas



Hal. 465



Prestasi kerja seperti yang diatur dalam perjanjian Kerja akan diberikan: a. Uang pisah sesuai Pasal 50 ayat 4. Pasal 51:8 b. Uang Penggantian Hak berupa Cuti yang belum di ambil dan biaya kembali ketempat dimana karyawan di terima pertama kali. 9. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disebabkan hal-hal Pasal 51:8.a lain diatur sesuai peraturan perundang-undangan yang Pasal 51:8.b berlaku.



: Cukup jelas



: Cukup jelas : Cukup jelas



BAB XI LAIN-LAIN Pasal 51:9



: Cukup jelas



Pasal 52 Penyelesaian Keluh Kesah 1. Penyelesaian keluh kesah di dalam GPIB didasarkan kepada prinsip musyawarah untuk mufakat secara kekeluargaan dan seyogyanya dapat diselesaikan oleh pegawai dan atasannya tanpa Pasal 52 bantuan pihak lain; 2. Pegawai yang mempunyai keluh kesah tentang segala sesuatu Pasal 52:1 mengenai hubungan kerja, dapat menyampaikan keluh kesah tersebut kepada atasannya



: Cukup jelas



Hal. 466



langsung untuk dimintakan penyelesaiannya. 3. Apabila atasannya langsung tidak dapat menyelesaikan atau Pasal 52:2 Pegawai tidak puas atas penyelesaiannya, maka pegawai dapat mengajukan masalahnya kepada atasan yang lebih tinggi. 4. Keputusan tertinggi tentang penyelesaian suatu keluh kesah berada pada Majelis Sinode di Pasal 52:3 lingkup Sinodal/ Majelis Jemaat di lingkup jemaat. 5. Apabila keputusan Majelis Sinode/Majelis Jemaat tentang keluhan itu tidak dapat diterima oleh Pegawai, maka persoalannya Pasal 52:4 diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.



: Cukup jelas



: Cukup jelas



: Cukup jelas



Pasal 52:5



: Cukup jelas



1. GPIB memberi kesempatan kepada Pegawai untuk mengajukan saran sacara tertulis melalui atasannya, yaitu berupa usul untuk perbaikan atau penyempurnaan kebijaksanaan Pasal 53 atau tata cara pelaksanaan yang berkaitan dengan hubungan kerja di GPIB atau masalah lainnya Pasal 53:1



: Cukup jelas



Pasal 53 Saran



Hal. 467



yang bermanfaat bagi kemajuan GPIB. 2. Saran disampaikan kepada atasan langsung atau kepada Majelis Sinode/Majelis Jemaat, dirumuskan dengan jelas disertai pertimbangan dan manfaatnya bagi GPIB. BAB XII PENUTUP



Pasal 53:2



: Cukup jelas



Pasal 54 Ketentuan Penutup 1. Penafsiran terhadap kekurangjelasan makna pada pasal-pasal dan ayat-ayat dalam Peraturan GPIB ini akan menjadi hak GPIB. 2. Setiap Pegawai wajib untuk mengetahui dan mematuhi ketentuan yang terdapat dalam Peraturan GPIB ini; 3. Setiap Pegawai tidak dapat mengelak dari tugas dan tanggung jawabnya dengan alasan tidak mengetahui Peraturan GPIB ini. 4. Segala sesuatu yang tidak atau belum cukup diatur dalam Peraturan GPIB ini, akan diatur dan ditetapkan kemudian dalam petunjuk pelaksanaan yang



Pasal 54



Pasal 54:1



: Cukup jelas



Pasal 54:2



: Cukup jelas



Pasal 54:3



: Cukup jelas



Hal. 468



5.



6.



7.



8.



ditetapkan dengan Surat Keputusan Majelis Sinode/Majelis Jemaat. Peraturan Pelaksana Nomor 10 A ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka semua ketentuan mengenai Kepegawaian GPIB yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku. Apabila ada hal-hal yang belum diatur oleh peraturan ini dan dalam rangka menyesuaikan dengan peraturan perundangundangan ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia, maka Majelis Sinode dapat menyusun dan menetapkannya dalam Sidang Majelis Sinode sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja GPIB dan melaporkannya kepada Persidangan Sinode terdekat dengan pengesahan dari Kemenaker RI. Setiap perubahan dalam Peraturan GPIB ini, akan diberitahukan kepada Pegawai selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah diberlakukannya ketentuan atau peraturan tersebut.



Pasal 54:4



: Cukup jelas



Pasal 54:5



: Cukup jelas



Pasal 54:6



: Cukup jelas



Pasal 54:7



: Cukup jelas



Pasal 54:8



:



Cukup jelas



Hal. 469



Hal. 470