Tugas 2 Sistem Hukum Indonesia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NAMA NIM



: ALCHIN TORONTO PARASIAN MANURUNG 041539854



JURUSAN



: S1 ILMU HUKUM



UPBJJ



: MEDAN SOAL



1. Bagaimanakah jika rekanan dalam perjanjian tersebut menggantung tanpa kepastian proyek pengerjaan sesuai yang telah dituangkan dalam perjanjian. 2. Mengapa perjanjian yang sudah disepakati masih boleh dibatalkan sepihak?



PEMBAHASAN 1. Berdasarkan dengan soal tersebut maka dapat dikatakan bahwa rekanan yang ada di dalam perjanjian tersebut dapat dikatakan wanprestasi karena tidak sesuai dan menggantung tanpa kepastian penyelesaian proyek pengerjaan sesuai dengan yang telah dituangkan dalam perjanjian. Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak dipenuhi atau ingkar janji atau kelalaian yang dilakukan oleh salah satu atau kedua pihak yang melakukan perjanjian baik karena tidak melaksanakan apa yang telah di per janjikan maupun malah melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu “wanprestatie” yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Bentuk dan Syarat Wanprestasi Terdapat tiga bentuk wanprestasi, yaitu: 1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan dengan salah satu atau kedua pihak yang melakukan perjanjian yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan salah satu atau kedua pihak yang melakukan perjanjian tidak memenuhi prestasi sama sekali. 2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Apabila prestasi salah satu atau kedua pihak yang melakukan perjanjian masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka salah satu atau kedua pihak yang melakukan perjanjian dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. 3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. salah satu atau kedua pihak yang melakukan perjanjian yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka salah satu atau kedua pihak yang melakukan perjanjian dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.



Sedangkan menurut Subekti, bentuk dan syarat tertentu hingga terpenuhinya wanprestasi adalah sebagai berikut (Ibrahim, 2004): 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. 2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. 3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.



2. Pembatalan sepihak atas suatu perjanjian dapat diartikan sebagai tidak sediaan salah satu pihak untuk memenuhi prestasi yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian. Pada saat mana pihak yang lainnya tetap bermaksud untuk memenuhi prestasi yang telah dijanjikannya dan menghendaki untuk tetap memperoleh kontra prestasi dari pihak yang lainnya itu. Seperti yang kita ketahui bahwa perjanjian yang sah, dalam arti memenuhi syarat sah menurut undang-undang, maka berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Seperti yang tercantum dalam pasal 1338 (1) KUH Perdata. Sedangkan pada ayat (2) menyebutkan bahwa: “persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu“ . Dari pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata tersebut, jelas bahwa perjanjian itu tidak dapat dibatalkan sepihak, karena jika perjanjian tersebut dibatalkan secara sepihak, berarti perjanjian tersebut tak mengikat di antara orang-orang yang membuatnya. Jika dilihat dari pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata, maka jelas diatur mengenai syarat batal jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Pembatalan tersebut harus dimintakan ke pengadilan, hal ini dimaksudkan agar nantinya tidak ada para pihak yang dapat membatalkan perjanjian sepihak dengan alasan salah satu pihak lainnya tersebut tidak melaksanakan kewajibannya (wanprestasi). Menurut pasal 1266 KUH Perdata, ada tiga hal yang harus diperhatikan sebagai syarat supaya pembatalan itu dapat dilakukan. Tiga syarat itu adalah: a. perjanjian bersifat timbal balik b. harus ada wanprestasi c. harus dengan putusan hakim Perjanjian timbal balik, seperti yang telah dijelaskan di atas di mana kedua pihak memenuhi kewajibannya masing-masing, yakni prestasi. Jika salah satu pihak ingkar janji atau wanprestasi mengenai syarat pokoknya dari perjanjian, maka dapat diajukan gugatan permintaan pembatalan perjanjian kepada hakim. Ada beberapa teori hukum yang terkait dengan pembatalan perjanjian secara sepihak, yaitu repudiasi terhadap perjanjian. Repudiasi (repudiation, anticepatory) adalah pernyataan mengenai tidak sediaan atau ketidakmampuan untuk melaksanakan perjanjian yang sebelumnya telah disetujui, pernyataan mana disampaikan sebelum tiba waktu melaksanakan perjanjian tersebut. Repudiasi dalam pengertian itu disebut repudiasi anticepatory yang berbeda dengan repudiasi biasa (ordinary) yaitu pembatalan yang dinyatakan ketika telah masuk masa pelaksanaan perjanjian. Konsekuensi yuridis dari adanya repudiasi atas suatu kontrak adalah dapat menunda atau bahkan membebaskan pihak lain dari kewajiban melaksanakan prestasi dari perjanjian tersebut; dan di sisi lain memberikan hak kepada pihak



yang dirugikan untuk dapat segera menuntut ganti rugi, sungguhpun kepada pihak yang melakukan repudiasi belum jatuh tempo untuk melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian. Suatu tindakan repudiasi atas suatu perjanjian dapat diwujudkan dengan cara yaitu: a) Repudiasi secara tegas Maksudnya pihak yang menyatakan repudiasi menyatakan kehendaknya dengan tegas bahwa dia tidak ingin melakukan kewajibannya yang terbit dari perjanjian. b) Repudiasi secara inklusif Di samping secara tegas-tegas, maka tindakan repudiasi dapat juga dilakukan tidak secara tegas, tetapi secara inklusif. Maksudnya dari fakta-fakta yang ada dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu pihak telah tidak akan melakukan kewajibannya yang terbit berdasarkan perjanjian. Kriteria utama terhadap adanya repudiasi inklusif adalah bahwa pihak yang melakukan repudiasi menunjukkan tindakan atau maksudnya secara logis dan jelas (reasonably clear) bahwa dia tidak akan melaksanakan kewajibannya yang terbit dari perjanjian.



SUMBER : http://www.dppferari.org/pengertian-bentuk-penyebab-dan-hukum-wanprestasi/ https://konsultanhukum.web.id/pembatalan-perjanjian-sepihak-apakah-wanprestasi-atau-perbuatan-melawanhukum/