Tugas 3 - Sistem Hukum Indonesia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama : Fevio Setiawan (044161709)



Ditemukan sesosok jenazah, yang berdasarkan rekaman Closed Circuit Television (CCTV) nampak pelaku pembunuhan tersebut. Diskusikan: Apakah rekaman Closed Circuit Television (CCTV) dapat dijadikan sebagai alat bukti di persidangan dan mempunyai kekuatan pembuktian? mengingat bahwa alat bukti dalam hukum acara pidana telah ditentukan secara limitatif pada Pasal 184 KUHAP. Jawaban Diskusi: Berbicara mengenai kedudukan CCTV sebagai alat bukti dalam hukum acara pidana di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016 tanggal 7 September 2016. CCTV masuk dalam pengertian informasi elektronik dan dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 1 dan 4 UU ITE dan merupakan alat bukti yang sah dalam hukum acara yang berlaku, sehingga dalam hukum acara pidana dapat dipergunakan sebagai alat bukti dalam proses penyidikan, penuntutan dan persidangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 44 UU ITE. Terhadap pasal tersebut Mahkamah Kontitusi telah mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa frase informasi elektronik dan/atau data elektronik dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 44 UU ITE bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945 (UUD 1945) dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai khususnya frase informasi elektronik dan/atau data elektronik sebagai alat bukti dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (3) UU ITE. Putusan Mahkamah Konstitusi inilah kemudian yang dipandang sebagai dasar untuk membatasi penggunaan CCTV sebagai alat bukti dalam hukum acara pidana. Dalam Pasal



184



ayat



(1)



Kitab



Undang-Undang



Hukum



Acara



Pidana



(”KUHAP”) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Adapun alat bukti yang sah tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.



Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi dan telah diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 44 UU No.19 Tahun 2016, CCTV dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah apabila alat bukti tersebut diambil dengan memperoleh izin terlebih dalulu dari Ketua Pengadilan Negeri. Apabila diperbolehkan, maka diperbolehkan memperlihatkan alat bukti CCTV (closed circuit television) di muka persidangan. Dalam pengambilan alat bukti berupa rekaman CCTV mekanismenya sama yaitu melalui tahapan yang sudah ditentukan oleh KUHAP. Akan tetapi, saat ingin memperoleh data diperlukan pendampingan dari aparat penegak hukum agar data tetap orisinil/terjaga keasliannya. Maka dari itu harus meminta bantuan kepada Puslabfor (Pusat Laboratorium Foresik) Mabes Polri. Jadi dapat disimpulkan bahwa CCTV (closed circuit television) dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah apabila sudah memenuhi syarat yang telah ditentukan.