Tuhan Inilah Proposal Hidupku [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tugas Technopreneurship



Oleh : Abiyyu Ahmad (03121403056)



UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2014



Tuhan Inilah Proposal Hidupku Nama saya Abiyyu Ahmad, salah satu mahasiswa Teknik Kimia di Universitas Sriwijaya kampus Palembang. Sampai saat ini saya telah hidup selama 19 tahun, 2 bulan, 10 hari dan, saya akui saya sangat bersyukur atas kesempatan tersebut. Saya dilahirkan oleh seorang wanita yang sehari-harinya berprofesi sebagai Guru SMA N 15 Palembang yang tak lain dan tak bukan adalah SMA saya nantinya, perkenalkan Ibu saya Riyantimala, dan juga akibat seorang pria perkasa yaitu Bapak saya Hidayat, yang sampai sekarang berprofesi sebagai salah satu karyawan di PT.PUSRI. Saya adalah anak kedua dari tiga bersaudara dan satu-satunya anak laki-laki di keluarga tersebut. Saudari saya yang paling tua bernama Atikarida yang hanya berjarak satu tahun dari saya dan yang paling muda namanya Farras Anisah yang berada dua tahun setelah saya lahir. Saya juga adalah salah satu anak yang kebetulan sehari-harinya hidup di salah satu sudut wilayah kota Palembang yang sampai sekarang bernama Perumnas. Dalam tahun-tahun hidup saya. Saya pernah mendengar kalimat ‘Manusia Berusaha ,Tuhan Menentukan’. Mendengar kalimat tersebut, sebagai seorang manusia yang diciptakan-Nya. Saya pun pernah merasakan yang namanya berusaha. Sepuluh tahun yang lalu saya adalah seorang anak kecil kelas 5 SD, yang punya cita-cita menjadi seorang jendral polisi. Namun apa daya, tuhan yang menentukan. Setelah lulus SMA saya memutuskan untuk mengikuti tes penerimaan anggota kepolisian. Rangkaian materi pembelajaran serta berbagai latihan fisik telah saya lahap, mulai dari mengikuti les sampai dengan olahraga keras di pagi dan sore hari, bahkan saya sempat tidak makan selama 5 hari hanya untuk menurunkan berat badan saya yang pada waktu itu 92 kg. Namun, tetap saja setelah mengikuti rangkaian tes. Hasilnya tetap nihil. Mungkin memang Tuhan yang menentukan. Saya disekolahkan oleh orang tua saya di SD N 586 Palembang yang sekarang telah menjadi SD N 114 Palembang. Dan yang menariknya, SD itu bersebelahan dengan TK Harapan Bunda yang tak lain adalah TK (Taman Kanak-kanak) saya. Salah satu alasan yang logis mengapa saya bisa disekolahkan disana adalah karena lokasinya yang tidak terlalu jauh dari jalan raya. Sehingga siapapun yang akan menjemput, tidak kesulitan mencari. Di SD saya tiap akhir dari semester genap selalu diumumkan siapa yang menjadi tiga siswa terbaik di sekolah tersebut. Sayangnya, selama 4 tahun pertama duduk di bangku Sekolah Dasar. Saya belum menemukan cara belajar yang tepat sehingga saya tidak pernah menyentuh predikat juara disekolah itu bahkan 10 besar dikelas pun tidak. Akan tetapi, entah karena makan apa, tiba-tiba saya jadi punya semangat dan sangat berambisi untuk bisa menjadi juara pada awal semester kelas 5 itu. Semangat itu didukung dengan meja belajar saya yang berada di pojok kiri depan yang bertepatan lurus dengan papan tulis. Entah apa artinya, namun itu sangat membantu saya dalam menerima setiap materi pembelajaran yang disampaikan oleh Bapak dan Ibu Guru yang mengajar. Namun tidak hanya itu, pada semester itu juga, entah mengapa saya jadi dekat dengan para jawara-jawara di sekolah itu yang telah bergelar tiga rangking besar utama pada semestersemester sebelumnya. Mereka berturut-turut terdiri dari seorang cewek gemuk, seorang wanita cantik dan, seorang perempuan kutu buku. Mungkin karena saya yang terlalu tampan ataupun sekedar menarik perhatian walaupun agak terlihat sedikir melar. Tapi yang jelas mereka satu kelas dengan saya pada waktu itu. Dan alhasil, saya mendapat peringkat 2 umum pada akhir semester kelas 5 waktu itu dan mengalahkan si wanita cantik. Bahkan, istri dari Gubernur Sumsel sampai datang ke sekolah. Dan sekali lagi, entah karena ada urusan dengan sekolah atau sekedar mampir, yang jelas kata bu guru saya beliau datang untuk melihat para jawara di sekolah karena SD saya mendapat predikat SD terbaik se-Sumsel. Artinya saya salah satu yang dicarinya. Selama saya duduk di SD keseharian saya adalah mengurus dan membersihkan beberapa tambak ikan milik kakek saya yang lokasinya tidak terlalu jauh, hanya berjarak tiga meter dari rumah saya. Saya bersama Bapak saya dan dua saudari saya setiap akhir pekan selalu menguras tambak ikan yang berjumlah 9 kolam itu. Walaupun jumlahnya 9 kolam tapi yang berisi ikan hanya tiga atau empat kolam saja dan sisanya ada yang digunakan untuk berternak tanaman air seperti Eceng Gondok dan kalau sedang malas merawat ikan kami gunakan untuk kolam berenang umum bagi anak-anak tetangga. Ikan yang pada waktu itu paling banyak adalah ikan Mas, Gurami, Nila,



Lele, dan beberapa ikan hias yang berukuran kecil yang semuanya dipelihara sebagian untuk dijual, dimakan, atau hanya untuk sekedar dipelihara karena enak dilihat atau sekedar hobi, tergantung Bapak saya. Akibat pengaruh kebiasaan bapak saya itu, saya pun jadi tertarik untuk memelihara ikan yang lebih unik. Jadi saya dan teman masa kecil sekaligus tetangga saya Agung, punya hobi apabila pulang cepat dari sekolah kami berdua selalu menuju parit-parit di sekitar tempat tinggal kami untuk berburu ikan. Dengan menggunakan peralatan seadanya karena saringan dari kolam milik bapak saya dilarang bapak saya untuk dipakai karena nanti bisa rusak kena kayu dan bendabenda tajam yang ada di parit. Sehingga kami gunakanlah saringan plastik untuk memasak mie yang diam-diam saya dan Agung ambil dari dapur rumah masing-masing ditambah dengan sebuah kaleng bekas tempat kue kering untuk meletakkan ikan. Setiap ikan yang kami lihat tidak akan kami beri belas kasihan, semuanya kami tangkap. Diantara kami berdua Agung adalah yang paling banyak mendapat ikan meskipun hanya dengan saringan yang separuhnya sudah bolong. Dengan perlahan dia mengayunkan saringan bersamaan dengan tangan yang satunya dia memojokkan ikan yang akan dia tangkap, bahkan pada tempat yang sulit dijangkau oleh tangan kami yang pendek seperti didalam gorong-gorong yang dijadikan jembatan kecil sampai ke parit bagian dalam dengan sekitarnya yang berupa hutan dan tidak banyak dijangkau cahaya, bagi saya dia benar-benar bocah petualang sejati. Meskipun ikan yang dia dapat lebih banyak dari yang saya dapat, Agung tidak mengambil semuanya. Dia hanya mengambil satu atau dua ikan untuk dipeliharanya di sebuah vas dari kaca jika itu ikan hias dan akan dimasukkan ke sumur belakang rumahnya apabila itu ikan Gabus atau Lele, katanya untuk memakan jentik nyamuk. Karena dia tidak punya kolam jadi beberapa dia berikan ke saya untuk dipelihara atau bisa juga sebagai makanan bagi ikan-ikan besar dikolam. Jika kolam penuh dan tidak bisa menampung ikan lagi, saya dengan adik perempuan saya Farras akan menangkap ikan-ikan kecil yang ada lalu dibungkus dengan plastik es untuk dijual ke anak-anak tetangga, kami menjualnya sepasang seharga Rp.500,00; dan uangnya kami gunakan untuk membeli jajanan di warung milik Agung. Selain pandai menangkap ikan Agung juga pandai memanjat. Kebetulan dihalaman rumah saya ada pohon Ceri dan Jambu Air yang batangnya besar dan tinggi. Karena saya pada waktu SD lemah di olahraga sehingga kemampuan fisik saya tidak terlalu bisa diharapkan. Akibatnya pada saat kedua pohon tersebut mulai berbuah, saya hanya mengandalkan sebatang kayu bekas dari pagar yang di ujungnya ditambahkan botol bekas air mineral yang di belah dua lalu diikatkan pada ujung kayu sebagai pengambil buah. Karena kayunya berat, genggaman saya jadi lemah dan tidak terkontrol dan sering mengenai buah walaupun ada yang masuk ke dalam botol namun tidak sedikit buah yang terpukul batang kayu dan alhasil jatuh ke tanah dan akhirnya rusak tidak bisa dimakan. Tapi jika ada Agung, dia bersedia memanjat pohon yang tingginya hampir 10 meter itu. Dengan bermodalkan sebungkus plastik ukuran jumbo dia memetik satu persatu buah dengan hati-hati dan jika lelah dia akan memakan beberapa buah di atas pohon saat itu juga. Saat panen pohon Jambu Air di halaman kami bahkan bisa menghasilkan buah Jambu Air sebanyak dua karung beras dan itu terjadi tiga kali setahun. Semua buah tersebut oleh Ibu saya dibagikan ke tetangga dan sisanya setengah karung kami jadikan Rujak untuk dimakan bersama keluarga saya. Anak-anak tetangga di sekitar rumah saya juga punya kebiasaan bermain permainanpermainan tradisional seperti petak umpet, karet, Gundu, dan masih banyak lagi. Setiap sore hari di sebuah lapangan seukuran lapangan tenis yang terletak di tengah pemukiman atau lebih tepatnya di halaman rumah Agung, saya bersama dua saudari saya bermain dengan anak-anak tetangga yang lain untuk menghabiskan waktu sore. Dan kalau hari hujan kami bersama-sama nonton TV bareng di rumah Agung karena cuma dirumahnya yang ada TV 21 inch. Kami sering kali menonton film kartun seperti Tom and Jerry, Mickey Mouse, Donal Duck, dan lain-lain, juga sering kali kami menonton film drama india jikalau tidak ada kartun. Namun, semua hobi tersebut saya kurangi semenjak duduk di kelas 5 SD. Semangat untuk bersenang-senang dengan teman yang lain mulai hilang dan berganti dengan tekad untuk menjadi juara. Penyebabnya mungkin karena saya sudah mulai berkeinginan untuk menjadi seorang polisi sehingga saya berfikir untuk mewujudkannya saya harus menjadi lebih baik dari yang lain, atau lebih tepatnya karena pengaruh televisi.



Sampai kelulusan, saya masih memegang predikat juara umum di SD saya. Lagi-lagi acara kelulusan saya diadakan di gedung serbaguna tepat disebelah SD saya. Hal yang menariknya, wartawan sampai datang untuk meliput acara tersebut untuk di cantumkan pada koran esok harinya. Karena momen utamanya adalah penganugerahan piagam bagi tiga juara utama, perasaan bangga pun tidak hanya hadir di diri saya tetapi juga pada orang tua serta keluarga saya. Namun, sampai sekarang saya sampai tak habis fikir apa pentingnya wartawan itu meliput acara kelulusan anak SD. Usaha saya terus berlanjut ke fase selanjutnya, yaitu memasuki Sekolah Menengah Pertama. Saya yang pada waktu sedang merasa bahagia karena telah menjadi salah satu siswa terbaik di SD, juga merasa kehilangan sesuatu. Setelah pembagian raport dan ijazah SD, saya telah resmi untuk bisa mengikuti ujian masuk SMP. Dan SMP yang menjadi sekolah saya selanjutnya adalah SMP N 27 Palembang. Alasan mengapa saya masuk SMP tersebut karena sekolah itu merupakan salah satu rayon dari SD saya. Yang artinya setiap siswa yang lulus dari SD N 586 Palembang akan lebih diarahkan untuk masuk ke SMP N 27 Palembang. Awalnya saya tidak keberatan dan bahkan merasa senang karena saya tidak perlu repot-repot mengurus berkas apabila saya masuk ke SMP lain. Dan bukan hanya itu, SMP itu juga bisa dibilang adalah SMP favorit bagi anak-anak di wilayah sekitar Perumnas termasuk anak tetangga sekitar rumah saya, yang pastinya SMP itu menjadi sekolah yang membuat diri saya bisa menggambarkan dengan jelas kondisi masyarakat di sekitar rumah saya, terutama dari cara bergaul. Sekolah itu adalah SMP terluas di Palembang pada waktu itu, saking luasnya SMP itu bahkan bisa punya 4 lapangan olahraga sekaligus yaitu lapangan untuk voli, basket, sepak bola, dan bulu tangkis, yang semuanya terletak di tengah sekolah. Ditambah lagi karena WC di SMP itu cuma satu dan letaknya di ujung sekolah, sedangkan kantin sekolah berada pada sisi yang berlawanan dengan WC di ujung sekolah. Sehingga pada waktu istirahat para siswa akan berfikir dua kali untuk pergi kedua tempat tersebut. Pada saat SMP saya mengira itu adalah awal bagi saya untuk bisa melanjutkan prestasi saya. Namun sepertinya apa yang saya harapkan tidak berjalan dengan mulus, entah mengapa semangat saya untuk belajar berangsur menghilang dan itu adalah masa sekolah yang paling tidak ingin saya ulangi apabila bisa. Hal tersebut karena pada saat SMP saya harus bertemu dengan pergaulan yang memaksa saya untuk mengenal dunia bebas. Kalau hanya mendengar kata tersebut saja mungkin tidak banyak yang menjadi masalah dengan pergaulan seperti itu. Tapi pada kenyataannya yang saya temui setiap harinya adalah banyak siswa yang senang melakukan penindasan, kecurangan, mementingkan kepentingan kelompok pribadi saja, dan seperti ada kasta di dalam sekolah itu. Sehingga saya memilih untuk berfikir dua kali dalam memilih siapa yang akan menjadi teman saya. Semua itu saya lalui setiap kalu memasuki semester dan kelas baru disana, dan akibatnya nilai saya jadi turun karena minat saya untuk sekolah di sana saja sudah hilang. Sampau kelulusan tiba saya berubah menjadi anak yang pemalas dan punya hobi baru, yaitu seni. Saat SMA juga tidak jauh beda dengan saat SMP, saya jadi lebih tertarik dengan dunia seni. Bahkan sehari-hari di kelas saat yang lain sibuk menyimak pelajaran dari guru, saya sibuk dengan pena saya menggambari mulai dari kertas sampai ke tangan saya sendiri dengan gambaran yang menurut saya bagus, walaupun sebenarnya bentuknya pun tidak jelas. Tidak hanya itu, dirumah pun saya jarang sekali menyentuh buku pelajaran. Setiap pulang sekolah saya selalu membaca Tabulature gitar dari beberapa lagu akustik dan mempelajarinya sampai lancar memainkannya dengan gitar yang dibelikan oleh Bapak saya pada waktu SMP. Bahkan sempat lupa waktu tidur hanya untuk mempelajari Tabulature dari sebuah lagu saja yang padahal masih ada banyak PR dari guru yang akan dikumpul esok harinya. Akibatnya tentu saja bangun kesiangan, telat datang ke sekolah, kena hukuman, dan yang awalnya berniat mencontek PR teman tapi karena tidak sempat, jadi dihukum tidak boleh masuk pelajaran yang bersangkutan. Walaupun sebenarnya ada niat untuk berubah dan mengembalikan semangat pada waktu SD dahulu, tetapi setelah sejauh itu semuanya terasa sulit untuk dirubah karena sudah menjadi kebiasaan baru. Parahnya bahkan membuat saya melupakan impian masa kecil saya termasuk yang ingin menjadi jendral polisi itu.



Walaupun selama saya duduk di bangku SMA saya selalu menyepelekan yang namanya pelajaran sekolah. Ada sisi positif dari kebiasaan baru saya itu, yaitu saya jadi mulai aktif di bidang organisasi terutama di dalam sekolah. Beberapa organisasi yang saya ikuti ada 3 yang utama, yaitu PKS, Drum Band, dan OSIS. Di PKS atau Polisi Kemanan Sekolah saya menjabat hanya sebagai anggota, saya pribadi tidak pernah berniat apalagi mengajukan diri menjadi bagian dari organisasi tersebut tetapi malah di ajak oleh salah satu sahabat saya yang bernama Yudhistrawan. Memang pada waktu itu sedang maraknya diadakan lomba PKS antar SMA se-Sumatera dan kebetulan PKS di SMA kami kekurangan anggota. PKS sendiri adalah salah satu organisasi di dalam sekolah yang tugasnya adalah sebagai penjaga keamanan di sekolah, beberapa skill yang sering diperlombakan di dalam PKS adalah senam tongkat, gerakan rambu lalu lintas, dan teatrikal Tempat Kejadian Perkara yang diperankan menjadi sebuah kejadian yang semuanya harus kami kuasai. Saya dan teman-teman saya termasuk Yudhistrawan memilih jadwal rutin latihan kami pada hari Minggu pagi sampai dengan selesai yang isinya adalah latihan kekompakan dalam ke-3 skill tersebut dan jika sedang bosan kami sering iseng dengan ikut bergabung dengan latihan anak-anak Paskibra yang kebetulan jadwal latihannya sama. Berbicara soal Paskibra, saya waktu itu juga pernah mengikuti seleksi Paskibraka tingkat Provinsi yang diadakan di Chadika. Kata teman saya, Paskibraka adalah jalan cepat apabila ingin masuk kepolisian, karena sertifikatnya. Saya pun jadi tertarik untuk mencoba, dari SMA saya sendiri mengirimkan 10 wanita dan 8 pria termasuk saya. Tes yang dilalui dimulai dari tes tertulis, kesehatan 1, kesehatan 2, gerak jalan, dan terakhir penyesuaian. Tahap awalnya kami lalui dengan baik. Namun satu persatu teman kami gugur di tahap Kesehatan1 dan menyisakan kami bertiga yaitu Nurdiawan, Nova, dan saya. Kami bertiga bertahan sampai tahap akhir. Tapi sayang, tahap itu juga adalah tahap terakhir bagi saya. Karena pada waktu penyesuaian entah mengapa saya yang pada tahap sebelumnya berada di peringkat ke-4, tiba-tiba menjadi cadangan pertama pada tahap tersebut. Hal tersebut lantas menimbulkan banyak pertanyaan di hati saya, tapi apa boleh buat meskipun saya protes hasil tetap tidak akan berubah karena keputusan panitia tidak berpihak pada siapapun. Meskipun itu adalah tahun terakhir saya untuk bisa mengikuti Paskibraka lantas tidak membuat saya patah semangat. Tapi justru membuat saya menjadi sedikit lebih bersemangat untuk menjadi yang polisi lagi walaupun bukan melalui jalur Paskibraka. Karena kejadian itu saya jadi sadar kalau hidup tidak selalu berjalan mulus dengan kehendak kita. Saya pun mulai termotivasi untuk mengejar nilai saya yang tertinggal pada semester-semester sebelumnya. Dan alhasil, hanya dalam waktu dua semester saya terus mencoba kembali membaca perlajaran yang pernah tertinggal, saya yang sebelumnya mendapat peringkat 24 di kelas 2 SMA, meningkat menjadi peringkat 8 di kelas 3 SMA. Meskipun belum memenuhi keinginan saya tapi saya sudah merasa puas karena itu adalah hasil kerja keras dan kesungguhan saya. Kembali lagi ke PKS, PKS sering kali bekerja sama dengan polisi apabila ada acara besar seperti Razia Ketupat, disanalah kami diutus turun ke jalan untuk membantu polisi, dan itu tidak dilakukan secara cuma-cuma karena sekali turun ke jalan, pertama kami dibiayai oleh sekolah kami untuk biaya makan dan transportasi, dan sering kali juga kami diberi 10 sampai 50 ribu untuk uang saku oleh polisi sebagai tanda terima kasih, lumayan buat tambahan isi tabungan. Dan tidak hanya itu di PKS juga saya pernah menorehkan banyak prestasi dalam berbagai perlombaan yang diadakan di sekolah-sekolah di palembang, dan salah satu yang paling berkesan dan terbaik diantara prestasi PKS kami yang lain yaitu kami mendapatkan peringkat ke-2 se-Sumatera Selatan dalam bidang senam tongkat. Sebenarnya harapan kami adalah menjadi peringkat pertama, karena itulah bahkan selama sebulan sebelum perlombaan yang diadakan di Polresta Jakabaring tersebut kami telah berlatih dengan keras. Selain waktu rutin latihan, di setiap waktu istirahat kami menyempatkan untuk latihan didalam gedung serbaguna di SMA kami dan juga saat usai jadwal sekolah kami pun menyempatkan selalu berlatih mengasah kekompakan kami sampai larut malam. namun ternyata, hasil yang juri berikan adalah peringkat dua, padahal jika kami berhasil mendapat peringkat pertama kami akan dibiayai untuk berangkat ke Jakarta tepatnya untuk menampilkan senam tongkat kami dihadapan Kapolri Timur Pradopo yang pada waktu itu sedang menjabat.



Organisasi saya selanjutnya adalah Drum Band Kodim 418. Ini adalah salah satu organisasi yang sangat saya senangi, karena ini murni dibidang seni. Organisasi ini bukanlah bagian dari ekskul di SMA saya. Awalnya karena ada ajakan dari Kodim 418 yang berupa surat dan disosialisasikan ke setiap kelas oleh bagian Kesiswaan di SMA untuk mengirimkan 10 pria dan 10 wanita yang berpostur tinggi dan tegap. Saya pertamanya tidak tertarik tapi oleh ajakan teman satu tim PKS saya yang lumayan banyak ikut, saya jadi tertarik juga. Bukan hanya dari SMA kami saja yang ikut dalam Drum band ini, tetapiari berbagai siswa dari berbagai SMA di palembang juga ikut serta dan mereka pun rata-rata sama seperti kami, coba-coba. Saya, Yudhis, dan Angga adalah anggota PKS yang ikut dan setelah beberapa kali latihan kami benar-benar menyadari bahwa organisasi ini menutut ketekunan, kesabaran, dan kesadaran dari diri untuk memiliki jiwa bermain alat musik marching band. Tantangannya bukan hanya itu, kami yang rata-rata awalnya tidak punya pengalaman sama sekali dengan drum, tiba-tiba harus bermain drum dan harus selaras dengan alat musik lain. Pilihan alat musik drum yang ada yaitu Tenor dan Bass. Saya dan Angga mendapat bagian Tenor, sedangkan Yudhis di bagian Bass. Jadwal latihan rutinnya adalah hari selasa sore, kamis sore, dan minggu pagi. Di 3 bulan pertama kami masih latihan di Kodim 418, selama itu kami selalu dilatih oleh dua orang pelatih yang akrab kami panggil Kak Ridho dan Kak Budi. Setelah 4 bulan berlalu, permainan kami mulai terlihat bagus dan rapi. Disaat itulah Kak Ridho mulai mengajak kami untuk melakukan parade. Tapi bukan sekedar parade biasa, karena kami harus melalui medan sejauh 8 km dengan berjalan kaki dan sambil memainkan alat musik kami masing-masing serta hanya satu kali berhenti untuk istirahat. Tidak hanya itu langkah kami pun wajib sama semua, sehingga kami benar-benar harus ekstra sabar. Itu adalah pengalaman pertama sekaligus yang paling menguras tenaga karena berat Tenor yang saya bawa adalah 5 kg dan itu hanya tergantung oleh selembar tali selempang yang dililitkan sekali dengan posisi yang berlawanan dari Tenor. Bila dibayangkan adalah seperti membawa karung beras yang diikatkan ke badan lalu berjalan sambil memukilinya. Saya tidak bisa bayangkan bagaimana dengan yang membawa Bass yang beratnya mencapai 18 kg. Sejak saat itu kami mulai diajak oleh Kak Ridho untk tampil di acara-acara besar seperti peresmian salah satunya adalah di peresmian stadiun baru di daerah km 12. Organisasi saya yang terakhir adalah OSIS, OSIS atau Organisasi Siswa Intra Sekolah adalah pusat dari seluruh organisasi yang ada di SMA pada waktu itu karena setiap organisasi yang akan mengikuti lomba, mengadakan lomba ataupun mengadakan kegiatan di sekolah harus memberi laporan kepada pihak OSIS yang selanjutnya akan di ajukan ke bagian Kesiswaan sekolah untuk diberi ijin dan bantuan untuk melakukan kegiatan tersebut. Untuk bisa menjadi bagian dari OSIS, saya haruh melewati beberapa tahap yang biasa disebut Pendadaran, setelah melewati beberapa tahap yang cukup melelahkan seperti disuruh berdiri menghadap matahari di siang hari sambil hormat selama 3 jam sampai dengan perang air, saya akhirnya diterima. Saya adalah anggota OSIS di sekbid Bela Negara entah mengapa pada waktu itu saya dimasukkan ke dalam sekbid tersebut, tapi yang jelas si ketua OSIS pada waktu itu saudara Ridwan Fabio menganggap saya adalah orang yang tepat dalam sekbid tersebut karena pertimbangannya terhadap organisasi seperti PKS yang sekaligus Paskibra yang saya ikuti. Banyak sekali pengalaman yang saya peroleh dari OSIS salah satunya adalah kami semua anggota OSIS pernah melakukan penggalangan dana yang pada waktu itu di tujukan untuk korban Gempa di Padang, Lalu acara terbesar OSIS yaitu Pensi atau Pentas Seni yang merupakan sebuah konser besar-besaran yang diadakan di dalam sekolah dan menghadirkan banyak para seniman Grafitti dan Band-band lokal kota Palembang. Tantangannya adalah pada waktu itu banyaknya orang yang datang untuk menonton sangat sulit untuk di kontrol karena konser pada waktu itu dilaksanakan di sekolah, khawatirnya terjadi hal-hal yang di luar dugaan kami seperti timbulnya tawuran sampai dengan masuknya senjata tajam dan obat-obatan terlarang. Bahkan kami pun sempat meinta bantuan preman di sekitar untk turut membantu mengamankan karena datangnya para anak berandalan yang ingin masuk tetapi tidak mau membeli tiket. Sebenarnya OSIS ini bukanlah organisasi yang saya senangi, karena setiap hari kerjanya hanya rapat, dan itu sangat mengganggu kegiatan belajar saya di kelas karena banyak rapat yang



dilakukan mendadak dan bahkan sampai diberi hukuman. Karena hal itulah tidak sedikit anggota OSIS perlahan-lahan banyak yang mulai menghilang, tidak aktif dalam pertemuan bahkan sampai mengundurkan diri tetapi jika ada acara besar dia menampakkan diri secara tiba-tiba. Saya sendiri termasuk ke dalam golongan yang ada pada setiap rapat yang benar-benar penting saja. Selain ketiga organisasi tersebut, saya juga sering ikut serta dalam Organisasi Teater yang pada waktu itu sedang sibuk-sibuknya mengadakan pentas tunggal mereka. Walaupun cuma sekedar membantu dan dibayar 50 ribu untuk 2 hari kerja, tapi saya melakukannya bahkan sampai saya menginjak bangku kuliah, yah, hitung hitung pengalaman dan menambah pengasilan sedikit. Saya di ajak untuk membantu Teater karena pada waktu itu saya terkenal dengan permainan gitar akustik saya yang jarang bisa dimainkan oleh siswa lain ditambah dengan jiwa seni saya yang menurut mereka tinggi dan sangat cocok apabila dicurahkan ke Teater. Jadi dengan kata lain, semua kebiasaan baru yang menurut saya mengganggu dan membuat saya menjadi malas di kelas, punya sisi positif bagi orang lain. Di SMA saya, ada peraturan kalau setiap siswa mulai masuk kelas 3 harus tidak boleh aktif lagi dan segera berhenti dari Organisasinya. Karena sekolah mewajibkan semua siswa kelas 3 untuk fokus dalam mengahadapi UAS. Dan menurut saya itu sangat mendukung rencana saya yang ingin berubah dan memperbaiki nilai. Dan tidak hanya itu sekolah pun mendukung dengan memberikan Les khusus untuk semua siswa kelas 3 agar bisa menjawab soal-soal pada UAS nantinya. Jadwalnya pun tidak tanggung-tanggung, dilaksanakan pada pukul 6 pagi selama 1 jam lalu setelahnya kembali masuk ke materi sekolah yang seharusnya. Dan iyu sangat menyiksa saya yang pada waktu itu sangat malas bangun pagi. Tapi saya tetap berusaha melaluinya hingga pada akhirnya semua itu berbuah manis, saya berhasil melalui UAS dan UAN dengan cukup lancar dan lulus dengan nilai yang di atas rata-rata. Setelah lulus, itulah awal yang paling menegangkan dalam hidup saya. Karena saya hanya punya waktu 3 bulan untuk mempersiapkan ilmu dan fisik untuk menghadapi tes penerimaan Akademi Kepolisian atau biasa disingkat Akpol. Mulai dari mengikuti les sampai dengan segala jenis olahraga saya lakukan mulai dari lari marathon tiap pagi dan sore hari sampai mengikuti latihan di tempat kebugaran atau fitness. Setelah mempersiapkan berkas dari mulai meminta cap dan tanda tangan atau legalisir surat-surat kelulusan dari sekolah sampai meminta tanda tangan dari pihak berwenang setempat. Namun setelah berusaha dengan semaksimal mungkin, hasilnya tetap mengecewakan. Belum sampai di tahap kedua, saya sudah gagal di tahap pertama. Dan sebab yang paling tidak masuk akal yang saya tidak akan pernah terima adalah karena penglihatan saya yang kata mereka berbeda jarak fokusnya, atau biasa disebut Juling. Padahal tiga hari sebelum tes, saya sudah cek di rumah sakit dan terbukti hasilnya baik-baik saja. Saya sendiri tidak tahu bagaimana cara mereka mengukur tingkat ke-Julingan seseorang. Tapi kenyataan memang harus tetap di terima, mungkin ini bukan waktu yang tepat. Akhirnya saya yang pada waktu itu sedang patah semangat diberi motivasi oleh kedua orang tua saya. Mereka menyakinkan saya kalau perjalanan hidup saya tidak boleh hanya sampai di situ. Tahun depan masih ada pembukaan Akpol. Mereka menyarankan saya untuk mengikuti tes masuk perguruan tinggi. Saya yang pada waktu itu sedang kehilangan arah dan tujuan, sempat tidak peduli mau masuk perguruan tinggi mana dan jurusan apa. Sedangkan teman-teman saya banyak yang membanggakan diri bahwa mereka telah di terima di perguruan tinggi yang dipilihnya bahkan sampai memamerkannya ke situs jejaring sosial, dan saat itu mereka sedang sibuk berduyun-duyun mempersiapkan bekal untuk masuk ke dunia Perkuliahan. Tetapi karena tidak ada pilihan lain. Orang tua saya menyarankan masuk ke jurusan Teknik Kimia, dan karena jalus ujian masuk yang pertama yaitu SNMPTN sudah selesai, jadi saya mengikuti jalur yang kedua yaitu USM atau Ujian Saringan Masuk dari Universitas Sriwijaya Kampus Palembang Bukit Besar. Dalam tes ujian masuknya saya tidak terlalu menemui kendala. Saya hanya mengisi yang menurut saya bisa saja dan bahkan kalau diingat lagi lebih banyak ngasalnya dibanding benarnya, disamping karena saya juga tidak terlalu serius ingin masuk ke sana. Tapi sepertinya tuhan berkehendak lain, meskipun saya tidak terlalu fokus dalam mengisi soal-saol ujian pada waktu itu, entah mengapa saat pengumuman nama saya tercantum sebagai mahasiswa Teknik Kimia 2012



Universitas Sriwijaya Kampus Palembang dan sampai sekarang sedang menuntut ilmu di di salah satu kelasnya. Setelah mengetahui saya diterima, saya mengikuti OSPEK yang diadakan di kampus Unsri Bukit dan Indralaya. Di hari pertama kuliah semuanya benar-benar berbeda dengan pada waktu SMA, mulai dari pakaian sampai dengan cara belajarnya. Sebenarnya ada satu alasan pribadi mengapa saya setiap kali mengikuti kegiatan belajar yang baru selalu merasa tidak bersemangat adalah karena sejak TK sampai dengan Kuliah, Saya selalu berada di tempat yang sama dengan saudari tertua saya Atikarida. Mungkin menurut sebagian orang itu adalah sebuah peluang dan rejeki karena kami dapat belajar bersama. Tapi kenyataannya berbeda, menurut saya itu adalah sebuah pintu jeruji baru yang terus memindahkan saya dari sel kecil ke sel besar setiap kali dia masuk ke tempat menuntut ilmu yang sama dengan saya. Setiap harinya saya selalu dihantui oleh perasaan akan berkurangnya kebebasan saya dalam berekspresi dalam hidup. Tapi seiring berjalannya waktu dan mendewasanya diri masalah tersebut bukanlah menjadi persoalan yang besar hingga sekarang. Mengenai kuliah, dikuliah pun saya tetap mencoba tetap aktif di bidang Organisasi. Seperti BEM, dan mendedikasikan diri dengan mengikuti sebuah Organisasi yang membuat majalah seputar Teknik Kimia sebagai Ilustrator. Tujuannya adalah untuk selain memperdalam ilmu dan pengalaman juga sekaligus untuk mengembalikan semangat saya dan menemukan citacita baru dengan melihat kehidupan dari orang-orang yang sangat hebat dan berpengalaman di sini. Karena kehidupan kuliah inilah saya mulai menyadari pentingnya untuk menikmati hidup dan membuatnya berarti bagi kehidupan banyak orang. Sepuluh tahun kedepan saya berencana untuk bisa memiliki kehidupan yang saya inginkan dan lebih dari layak, dimana saya akan tinggal dengan seorang Istri saya serta anak-anak saya di sebuah rumah berlantai tiga dengan sebuah kolam berenang di halaman belakangnya, di daerah pegunungan yang masih hijau tepatnya daerah Pagaralam. Semua itu alan saya awali dengan kuliah sembari membuat usaha sendiri, karena saya pribadi hobi melukis jadi pertama saya ingin sekali bisa membuka Galeri lukisan saya di pusat kota Palembang. Jadi sayapada semester 5 nanti akan mulai membuka bisnis melukis, dimana sistemnya adalah terima pesanan sembari mengasah kemampuan melukis saya. Lalu setelah merasa sudah cukup matang, saya akan membuka kursus menggambar yang akan saya lokasikan di rumah orang tua saya yang sekarang yaitu di daerah Perumnas dengan target pelanggan awal adalah masyarakat sekitar rumah. Sembari membuka kursus saya juga punya rencana untuk membuat desain untuk pakaian yang pertamanya akan saya coba produksi dengan jumlah terbatas dan skala penjualan pertamanya akan saya tawarkan pada seleruh masyarakat Universitas Sriwijaya, dan jika hasilnya diterima dengan baik, selanjutnya akan saya ajukan desain saya ke beberapa perancang untuk diproduksi dengan skala yang lebih luas. Dan usaha ini akan terus saya lakukan sampai saya memiliki komunitas atau perusahaan desain yang diakui. Lalu setelah itu tercapai akan saya lanjutkan dengan target mendapatkan beasiswa kuliah dari Pertamina, lalu lulus kuliah pada Agustus 2016 dengan target IPK 3.52. Setelah tamat saya akan bekerja di Pertamina dan saya targetkan selama lebih kurang 15 tahun saya akan mencapai posisi General Manager di Bagian Pengolahan Minyak Mentah Pertamina Sungai Gerong, ditambah sembari bekerja mengerjar target tersebut saya akan mengumpulkan modal dan membuka usaha kedua saya yaitu bisnis perkebunan kopi di Lampung dari tanah warisan Orang tua saya, lalu setelah berkembang akan saya perluas arealnya dan membuka perkebunan karet dan sawit di daerah Padang. Dan Ketiga, setelah pondasi bisnis saya sudah cukup kuat, saya akan menghimpun teman, sahabat, dan kenalan untuk bersama-sama mendirikan pabrik Kaca super kuat dan anti pecah yang saya rencanakan akan dirikan di daerah Samarinda dengan nama PT. Superglass. Lalu setelah perusahaan itu berdiri dan mulai mempunyai konsumen serta sudah layak untuk memproduksi. Saya akan pensiun dini dari Pertamina dan mulai akan mengembangkan ke-3 usaha saya tersebut dengan menargetkan pangsa pasarnya sampai ke dunia Internasional. Demikianlah Proposal hidup dari saya.