Urinal Is [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

URINALIS Strasinger, Susan King., marjorie Schaub Di Lorenzo., 2016. Urinalisis dan Cairan Tubuh, Ed. 6. Jakarta: EGC



Pemeriksaan Fisik Urine Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari bab ini, Anda akan mampu: 1. Menyebutkan terminologi umum yang digunakan untuk melaporkan warna urine normal. 2. Mendiskusikan hubungan urokrom dengan warna urine normal. 3. Menyebutkan cara menduga keberadaan bilirubin, biliverdin, uroeritin, dan urobilin di dalam spesimen. 4. Mendiskusikan kemaknaan urine merah keruh dan urine merah jernih. 5. Menyebutkan dua penyebab patologis urine hitam atau cokelat. 6. Mendiskusikan kemaknaan fenazopiridin di dalam spesimen. 7. Menyebutkan kemaknaan klinis kejernihan urine. 8. Menyebutkan terminologi umum yang digunakan untuk melaporkan kejernihan. 9. Menguraikan penampilan dan mendiskusikan kemaknaan fosfat amorf dan urat amorf dalam urine yang baru dikeluarkan. 10. Menyebutkan tiga penyebab patologis dan empat penyebab non-patologis urine keruh. 11. Mendefinisiskan berat jenis, dan menyebutkan rasional pengukuran tersebut dapat bermakna dalam analisis rutin. 12. Menguraikan prinsip refraktometetr, strip reagen, dan osmolalitas untuk menentukan berat jenis. 13. Berdasarkan konsentrasi glukosa dan protein dalam spesimen, hitung koreksi yang dibutuhkan untuk mengompensasi zat berberat molekul tinggi tersebut dalam pembacaan berat jenis refraktometer. 14. Sebutkan dua penyebab non-patogenik pembacaan berat jenis yang sangat tinggi menggunakan refraktometer. 15. Menguraikan keuntungan mengukur berat jenis menggunakan strip reagen dan osmolalitas. 16. Menyebutkan kemungkinan penyebab bau urine tidak normal.



Pemeriksaan fisik urine mencakup penentuan warna urine, kejernihan, dan berat jenis. Sebagaimana pembahasan dalam Bab 2, dokter pada zaman dahulu mendasarkakn banyak keputusan medis pada warna dan kejernihan urine. Saat ini, observasi terhadap karakteristik tersebut memberikan informasi awal tentang gangguan, seperti pendarahan glomerulus, penyakit hati, kesalahan metabolisme bawaan, dan infeksi saluran kemih. Pengukuran berat jenis membantu dalam evaluasi fungsi tubulus ginjal. Hasil bagian fisik urinalisis juga dapat digunakan untuk memastikan atau menjelaskan temuan dalam area kimia dan mikroskopik urinalisis. Warna Warna urine beragam, dari hampir tidak berwarna hingga hitam. Variasi tersebut dapat disebabkan oleh fungsi metabolik normal, aktivitas fisik, materi yang dikonsumsi, atau kondisi patologis. Perubahan nyata warna urine sering kali menjadi alasan pasien mencari bantuan medis; selanjutnya laboratorium menentukan apakah perubahan warnan tersebut normal atau patologis. Ringkasan korelasi umum warna urine normal dan patologis tertera dalam Tabel 4-1. Warna Urine Normal Terminologi yang digunakan untuk menguraikan warna urine normal dapat sedikit berbeda antar-laboratorium, tetapi seharusnya konsisten di tiap laboratorium. Deskripsi umum mencakup kuning pucat, kuning, dan kuning pekat. Anda harus cermat dalam memeriksa spesimen, yang harus dilakukan dibawah sumber cahaya yang baik, melihat ke dasar wadah terhadap latar belakang putih. Warna urine kuning disebabkan oleh adanya pigmen, yang dinamakan urokrom oleh Thudichum pada 1864. Urokrom adalah produk metabolisme endogen, dan dalam kondisi normal, tubuh menghasilkan urokrom pada laju konstan. Jumlah metabolik tubuh; peningkatan jumlah disebabkakn oleh masalah tiroid dan status puasa. Urokrom juga meningkat dalam urine yang didiamkan pada suhu ruang. Tabel 4-1 Warna Tidak berwarna Kuning pucat



Kuning gelap



Korelasi Laboratorium Warnaa Urine1 Penyebab Korelasi Klinis/laboratorium Baru mengonsumsi Umumnya terobservasi pada spesimen cairan sewaktu Poliuria atau diabetes Peningkatan volume 24 jam dan berat jenis insipidus rendah Diabetes melitus Peningkatan berat jenis dan hasil pemeriksaan glukosa positif Spesimen acak encer Baru mengonsumsi cairan Spesimen pekat Dapat normal setelah olahraga berat atau pada spesimen pertama saat bangun pagi Vitamin B kompleks Dehidrasi



Demam atau luka bakar Busa kuning saat dikocok



dan



hasil



Bilirubin Akriflavin Nitrofurantoin Jingga-kuning



Fenazopiridin (Piridium) Fenindion



Kuning-hiajau



Bilirubin terkoksidasi menjadi biliverdin



Hijau Biru-hijau



Infeksi Pseudomonas Amitriptilin Metokarbamol (Robaxin) Clorets Indikan Metilen biru Fenol SDM



Merah muda Merah



SDM teroksidasi menjadi methemoglobin Mioglobin Asam hemogentisat (alkaptonuria) Melanoma ganas Melanin atau melanogen Derivat fenol Arginol (antiseptik) Metildopa atau



Terlihat pada urine basa setelah didiamkan; ada uji spesifik Urine menggelap pada saat didiamkan pada saat didiamkan dan bereaksi dengan nitroprusida dan feri klorida Mengganggu pemeriksaan reduksi tembaga Warna hilang dengan feri klorida Antihipertensi



Mioglobin Bit



Merah-cokelat



Cokelat Hitam



Hasil pemeriksaan empedu negatif dan kemungkinan flouresens hijau Antibiotik yang diberikan untuk infeksi saluran kemih Obat yang umum diberikan untuk infeksi saluran kemih Antikoagulan, jingga pada urine basa, tidak berwarna pada urine asam Busa berwarna pada urine asam dan hasil pemeriksaan kimia negatif-palsu untuk bilirubin Kultur urine positif Antidepresan Relaksan otot, dapat hijau-cokelat Tidak ada Infeksi bakteri, gangguan usus Fistula Ketika teroksidasi Urine keruh dengan hasil pemeriksaan kimia positif terhadap darah dan SDM tampak pada pemeriksaan mikroskopik Urine jernih dengan hasil pemeriksaan kimia positif terhadap darah; hemolisis intravaskular Urine jernih dengan hasil pemeriksaan kimia positif terhadap darah; kerusakan otot Urine basa pada individu yang secara genetik rentan Obat tuberkulosis Spesimen keruh dengan SDM, lendir, dan bekuan Pemeriksaan negatif terhadap darah, mungkin membutuhkan pemeriksaan tambahan Terlihat pada urine asam setelah didiamkan, hasil pemeriksaan kimia positif terhadap darah



Hemoglobin



Merah anggur



pemeriksaan kimia positif untuk bilirubin



Rifampin Kontaminasi darah haid Porfirin



levodopa Metronidazol (Flagyl)



Menggelap pada saat didiamkan, infeksi usus dan vagina Urokrom dieksresikan pada laju konstan, sehingga intensitas warna kuning pada spesimen urine segar dapat memberikan perkiraan kasar konsentrasi urine. Urine yang encer kuning pucat dan spesimen pekat kuning gelap. Ingat, akibat variasi dalam status hidrasi tubuh, perbedaan warna kuning urine ini bisa saja normal. Dua pimen tambahan, uroeritrin dan urobilin, juga ada dalam urine dalam jumlah yang sangat kecil dan sedikit berpengaruh pada warna urine segar normal. Adanya uroeritrin, pigmen merah muda, terlihat paling jelas pada spesimen yang telah didinginkan, memicu pembekuaan urat amorf. Uroeritrin melekat pada urat, membuat sedimen merah muda. Urobilin, produk oksidasi penyusus urobilinogen kemih normal, membuat urine yang tidak segar berwarna jingga-cokelat. Warna Urine Tidak Normal Sebagaimana Anda lihat dalam Tabel 4-1, warna urine tidak normal banyak, demikian pula penyebabnya. Namun, warna tertentu lebih sering dijumpai dan mempunyai kemaknaan klinis lebih besar dibanding yang lain. Kuning Gelap/Kuning kecoklatan/Jingga Urine kuning gelap atau kuning kecoklatan tidak selalu menandakan urine pekat normal, tetapi dapat disebabkan oleh adanya pigmen bilirubin yang tidak normal. Jika ada, bilirubin akan terdeteksi selama pemeriksaan kimia; namun, bilirubin diduga ada jika busa kuning tampak saat spesimen dikocok. Urine norma memproduksi hanya sedikit busa yang cepat hilang saat dikocok, dan banyak busa putih menandakan peningkatan konsentrasi protein. Spesimen urine yang mengandung bilirubin juga dapat mengandung virus hepatitis, yang menegaskan pentingnya mematuhi tindakan kewaspadaan standar. Foto-oksidasi banyak urobilinogen-ekskresi menjadi urobilin juga menghasilkan urine kuning-jingga; namun, busa kuning tidak tampak saat spesimen dikocok. Foto-oksidasi bilirubin membuat urine berwarna kuning-hijau, yang disebabkan oleh adanya biliverdin. Selain itu, spesimen kuning-jingga juga sering ditemukan dilaboratoriium urinalisis. Spesimen tersebut disebabkan oleh pemberian senyawa azo-gastrisin atau fenazopiridin (merek dagang Pyridium) untuk individu pengidap infeksi saluran kemih. Pigmen jingga tebal tersebut bukan hanya mengaburkan warna alami spesimen, melainkan juga menganggu pemeriksaan kimia yang didasarkan pada reaksi warna. Penting untuk mengidentifikasi adanya fenazofiridin didalam spesimen sehingga laboratorium dapat menggunakan prosedur pemeriksaan alternatif. Spesimen yang mengandung fenazofiridin menghasilkan busa kuning saat dikocok, yang dapat disalah-artikan sebagai bilirubin. Merah/Merah Muda/Cokelat Salah satu penyebab tersering warana urine tidak normal adalah adanya darah. Merah adalah warna yang biasanya dihasilkan darah didalam urine, tetapi warna dapat berkisar dari maerah muda hingga cokelat, yang bergantung pada banyaknya darah, Ph urine, dan lama kontak. Sel darah merah (SDM) yang masih ada didalam urine asam selama beberapa jam membuat urine



cokelat akibat oksidasi hemoglobin menjadi methemoglobin. Urine cokelat segar yang mengandung darah juga dapat menandakan perdarahan glomerulus akibat pengubahan hemoglobin menjadi methemoglobin.4 Selain SDM, dua zat lain, hemoglobin dan mioglobin, menghasilkan urine merah dan hasilpemeriksaan kimia positif terhadapdarah (Gambar 4-1). Ketida ada SDM, urine merah dan keruh; namun, jika hemoglobin atau mioglobin ada, spesimen merah dan jernih. Membedakan hemoglobinuria dan mioglobinuria dapat dilakuka dengan memeriksa plasma pasien. Hemoglobinuria akibat pemecahan in vitro SDM disertai dengan plasma merah. Pemecahan otot rangka menghasilkan mioglobin. Mioglobin lebih cepat dibersihkan dari plasma dibanding hemoglobin sehingga tidak memengaruhi warna plasma. Urine segar yang mengandung mioglobin sering kali menghasilkan warna merah-cokelat dibanding urine yang mengandung hemoglobin. Kemungkinan hemoglobinuria yang terjadi akibat lisis in vitro SDM juga harus dipertimbangkan. Tersedia pemeriksaan kimia untuk membedakan antara hemoglobin dan mioglobin (lihat Bab 5). Spesimen urine yang mengandung porfirin juga dapat tampak merah, yang dihasilkan dari oksidasi porfobilinogen menjadi porfin.Spesimen tersebut sering kali disebut merah anggur. Penyebab non-patogenik urine merah mencakup pencemaran darah haid, ingesti makanan berpigmen tinggi, danobat. Pada individu yang memiliki kerentanan genetik, memakan bit segar mengakibatkan urine basa berwarna merah.5 Ingesti beri hitam dapat menghasilkan urine asam berwarna merah. Banyak obat, termasuk rifampin, fenolftalein, fenindion, dan fenotiazin, menghasilkan urine merah. Urine merah



Jernih



Keruh



Hemoglobinuria



Mioglobinuria



Plasma merah



Plasma jernih



Terdap sel darah merah (hematuria)



Gambar 4-1 Perbedaan pemeriksaan urine merah yang secara kimia positif untuk darah Cokelat/Hitam Pemeriksaan tambahan dianjurkan untuk spesimen urine yang menjadi cokelat atau hitam saat didiamkan dan menyebabkan hasil pemeriksaan kimia negatif terhadap darah, karena spesimen tersebut dapat mengandung melanin atau asam hemogentisat. Melanin adalah produk oksidasi pigmen tanpa-warna, melanogen, yang diproduksi berlebih saat terdapat melanoma ganas. Asam hemogentisat, metabolit fenilalanin, membuat hitam urine basa dari individu yang mengalami gangguan metabolit bawaan, yang disebut alkaptonuria. Kondisi



tersebut dibahas dalam Bab 7. Obat yang menyebabkan urine cokelat/hitam mencakup levodopa, metildopa, derivat fenol, dan metronidazol (Flagyl). Biru/Hijau Penyebab patogenik urine biru/hijau terbatas pada infeksi bakteri, yang mencakup infeksi saluran kemih oleh spesies Pseudomonas dan infeksi saluran usu yang mengakibatkan peningkatan indikan perkemihan. Ingesti pengharum napas (Clorets) dapat menghasilkan urine berwarna hijau.6 Obat metokarbamol (Robaxin), metilen biru, dan amitriptilin (Elavil) dapat menyebabkan urine biru. Observasi kantong penampung urine dari pasien rawat inap seringkali mengungkap urine berwarna tidak normal. Itu mungkin menandakan kondisi patologis yang mengharuskan urine didiamkan selama satu periode waktu sebelumpembentukan warna, atau adanya obat. Derivat fenol yang dijumpai dalam obat intravena tertantu menghasilkan urine hijau saat oksidasi. 7 Noda berwarna ungu dapat dijumpai pada kantung kateter dan disebabkan oleh indikan dalamurine atau infeksi bakteri, seringkali akibat spesies Klebsiella atau Providencia.8 Kejernihan “Kejernihan” adalah istilah umum yang merujuk pada transparansi atau turbiditas spesimen urine. Dalam urinalisis rutin, kejernihan ditentukan dengan cara yang sama yang digunakan dokter zaman dahulu, dengan memeriksa secara visual spesimen yang sudah diaduk sambil memegangnya didepan sumber cahaya. Spesimen harus disimpan dalam wadah bening. Warna dan kejernihana secara rutin ditentukan pada waktu yang sama. Terminologi umum yang digunakan untukmelaporkan kejernihan mencakup jernih, agak keruh, keruh, sangat keruh, dan seperti susu. Seperti yang dibahas sebelumnya pada subbab warna urine, terminologi harus konsisten di dalam satu laboratorium. Deskripsi kejernihan urine yang dilaporkan tertera dalam Tabel 4-2. Tabel 4-2 Kejernihan Jernih Agak keruh Keruh Sangat keruh Seperti susu



Kejernihan Urine Istilah Tidak terlihat partikulat, transparan Sedikit partikulat, tulisan mudah diliat melalui urine Banyak partikulat, tulisan terlihat buram melalui urine Tulisan tidak dapat dilihat melalui urine Dapat endapan atau gumpalan



Kejernihan Normal Urine normal yang baru saja dikeluarkan biasanya jernih, terutama jika itu adalah spesimen porsi tengah yang diambilbersih. Timbulnya fosfat amorf dan karbonat dapat menyebabkan pengabutan putih.



PROSEDURE 4-1 Prosedur Pemeriksaan Warna dan Kejernihan Urine 1. Evaluasi volume spesimen yang cukup. 2. Gunakan spesimen yang telah diaduk. 3. Lihat urine lewat wadah bening. 4. Lihat urine lewat latar belakang putih menggunakan pencahayaan ruang yang cukup. 5. Peraturan pencahayaan yang adekuat. 6. Evaluasi volume urine konsisten. - Tentukan warna urine. - Uraikan kejernihan urine (Tabel 4-2). Turbiditas Nonpatologis Adanya sel epitel skuamosadan lendir, terutama pada spesimen dari wanita, dapat menyebabkan urine agak keruh, tetapi normal. Spesimen yang diperbolehkan untuk didiamkan atau didinginkan dalamlemari es juga dapat membentuk turbiditas nonpatologis. Seperti yang dibahas di Bab 2, pengawetan yang tidak tepat terhadap spesimen mengakibatkan pertumbuhan bakteri; itu meningkatkan turbiditas spesimen, tetapi tidak mewakili spesimen sebenarnya. Spesimen yang didinginkan sering kali membentuk turbiditas tebal yang disebabkan oleh pembentukan fosfat amorf, karbonat,dan urat. Fosfat amorf dan karbonat menghasilkan endapan putih di dalam urine dengan pH basa, sementara urat amorf menghasilkan endapan dalam urine asam yang menyerupai debu batu bata merah muda akibat adanya uroreritin. Penyebab nonpatologis lain turbiditas urine mencakup semen, kontaminasi feses, media kontras radiografik,bedak tabur, dan krimvagina (tabel 4-3). Tabel 4-3 Penyebab Non-Patologis Turbiditas Urine Sel epitel skuamosa Mukus Fosfat amorf, karbonat, urat Semen, spermatozoa Kontaminasi feses Media kontras radiografik Bedak tabur Krim vagina Turbiditas Patologis Penyebab patologis turbiditas yang paling umum ditemukan dalam spesimen segar adalah SDM, sel darah putih (SDP), dan bakteri yang disebabkan oleh infeksi atau gangguan organ sistemik. Penyebab lain turbiditas patologis yang lebih jarang ditemukan mencakup jumlah abnormal sel epitel nonskuamosa, jamur, kristal abnormal, cairan limfe, dan lemak (Tabel 44).



Kejernihan spesimen urinemenjadi kunci hasilpemeriksaan mikroskopik, karena banyaknnya turbiditas harus selaras dengan banyaknya material yang terlihat di bawah mikroskop. Urine jernih tidak selalu normal. Akan tetapi, dengan peningkatan sensitivitas terhadap pemeriksaan kimia rutin, sebagian besar abnormalitas, didalamurine jernih terdeteksi sebelum analisis mikroskopik. Kriteria terkini yang digunakan untuk menentukan pentingnya melakukan pemeriksaan mikroskopik pada semua spesimen urine mencakup kejernihan maupun pemeriksaan kimia untuk SDM, SDP, bakteri, dan protein. Tabel 4-4 SDM



Penyebab Patologis Turbiditas Urine Sel epitel nonskuamosa



SDP



Kristal abnormal



Bakteri



Cairan limfe



Jamur



Lemak



Berat Jenis Seperti yang dibahas di Bab 3, kemampuan ginjaluntuk memekatkan filtrat glomerulus dengan mereabsorpsi bahan kimia esensisal dan air secara selektif dari filtrat glomerulus adalah salah satu fungsi terpenting ginjal. Evaluasi konsentrasi urine dimasukan ke dalam urinalisis rutin dengan mengukur berat jenis spesimen. Menyertakan berat jenis dalam urinalisis rutin memberikan fungsi tambahan, yaitu menentukan apakah konsentrasi spesimen adekuat untuk memastikan akurasi pemeriksaan kimia. Berat jenis filtrat plasma yang masuk glomerulus adalah 1,010. Istilah isotenurik digunakan untuk mendeskripsikan urine dengan berat jenis 1,010. Spesimen urine dengan berat jenis kurang dari 1,010 disebut hipostenurik, dan yang diatas 1,010 disebut hiperstenurik. Kita beranggapan bahwa, urine yang dipekatkan oleh ginjal menjadi hiperstenurik, tapi itu tidak selalu benar. Spesimen urine sewaktu normal dapat memiliki berat jenis dengan rentang dari 1,002 hingga 1,035, bergantung pada banyaknya hidrasi pasien. Pengukuran spesimen kurang dari 1,002 kemungkinan bukan urine. Sebagian besar spesimen urine sewaktu memilii berat jenis antara 1,015 dan 1,030. Berat jenis didefinisikan sebagai densitas larutan dibandingkan dengan densitas air suling dengan volume yang sama (SG 1,000) pada suhu serupa. Sebenarnya, urine merupakan air yang mengandung zat kimia terlarut, sehingga berat jenis urine merupakan ukuran densitas zat kimia terlarut di dalam spesimen. Sebagai ukuran densitas spesimen, berat jenis dipengaruhi,bukan hanya oleh jumlah partikel yang ada, melainkan juga oleh ukuran partikel tersebut. Dengan demikian, molekul besar lebih berpengaruh terhadap pembacaan dibandingkan molekul kecil. Hal tersebut menekankan pentingnya mengoreksi adanya zat yang biasanya tidak ditemukan didalam urine, seperti glukosa dan protein di dalam spesimen. Saat ini, satu-satunya metode yang digunakan dalam urinalisis rutin yang mengharuskan koreksi adalah refraktometer. Dua metode lain yang digunakan adalah strip reagen kimia dan osmolalitas. Prinsip dibalik teknik pengukuran berat jenis tertera dalam Tabel 4-1.



Refraktometer Refraktometri menentukan konsentrasi partikel terlarut di dalam spesimen dengan mengukur indeks refraktif. Indeks refraktif adalah perbandingan kecepatan cahaya diudara dengan kecepatan cahaya di dalam larutan. Konsentrasi partikel terlarut yang ada di dalam larutan menentukan kecepatan dan sudut cahaya menembus larutan. Refraktometer klinis memeberdayakan prinsip cahaya tersebut menggunakan prisma untuk mengarahkan panjang gelombang spesifik (monokromatik) pada siang hari terhadap skala berat jenis terkalibrasi buatan pabrik. Konsentrasi spesimen menentukan sudut sorotan cahaya masuk prisma. Dengan demikian, skala berat jenis dikalibrasi dalam hal sudut cahaya menembus spesimen. Refraktometer memberikan keuntungan nyata, yaitu menentukan berat jenis menggunakan spesimen dalam volume sedikit (satu atau dua tetes). Koreksi suhu tidak diperlukan karena sorotan cahaya menembus cairan mengompensasi-suhu sebelum diarahkan pada skala berat jenis. Suhu dikompensasi antara 15ºC dan 38ºC. Koreksi untuk glukosa dan protein harus dihitung dengan mengurangi 0,003 untuk tiap gram protein yang ada dan 0,004 untuk tiap gram glukosa yang ada. Jumlah protein atau glukosa yang ada dapat ditentukan dari pemeriksaan strip reagen kimia. Ketika menggunakan refraktometer, satu tetes urine diletakan diatas prisma, instrumen difokuskan pada sumber cahaya yang baik, dan pembacaan dilakukan secara langsung dari skala berat jenis. Prisma dan penutupnya harus dibersihkan setelah setiap spesimen diperiksa. Gambar 4-2 mengilustrasikan penggunaan refraktometer. Refraktometer dikalibrasi menggunakan air suling yang harus terbaca 1,000. Jika perlu, instrumen dilengkapi sekrup setel untuk menyesuaikan pembacaan air suling (Gambar 4-3). Kalibrasi lebih lanjut diperiksa menggunakan NaCl 5%, yang sebagaimana tertera dalamtabel konversi, harus terbaca 1,022 ± 0,001, atau 9% sukrosa yang harus terbaca 1,034 ± 0,001. Sample kontrol urine yang mewakili konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi juga harus dijalankan pada permulaan tiap sif. Kalibrasi dan hasil kontrol selalu dicatat dalamcatatan kendali mutu yang tepat. Hasil yang sangat tinggi (di atas 1,040) dijumpai pada pasien yang baru saja menjalani pielogram intravena. Itu disebabkan oleh ekresi media kontras radiograf yang disuntikan. Pasien yang mendapat dekstran atau cairan intravena berberat-molekul-tinggi (pengembang plasma) lain juga menghasilkan urine dengan berat jenis sangat tinggi. Ketika zat asing telah dibersihkan dari tubuh, berat jenis kembali normal. Pada situasi demikian,konsentrasi dapat diukur menggunakan pemeriksaan kima strip reagen atau osmometri, yang tidak dipengaruhi oleh zat berberat-molekul-tinggi tersebut.10 Tabel 4-1 Metode Refraktometri



Pengukuran Berat Jenis Urine Saat Ini Prinsip Indeks refraktif



Osmolalitas



Perubahan sifat koligatif oleh jumlah partikel



Strisp reagen



Perubahan pKa polielektrolit oleh ion yang ada



CATATAN HISTORIS Urinometri Urinometer terdiri atas apungan beban yang melekat pada skala yang telah dikalibrasi utuk pengukuran berat jenis urine. Apungan beban tersebut memindahkan volume cairan yang sama dengan beratnya dan telah dirancang untuk terendam pada kadar 1,000 di dalam air suling. Massa tambahan yang diberikan oleh zat terlarut di dalam urine menyebabkan apungan memindahkan volume urine yang lebih sedikit dibanding air suling. Tingkat perendaman urinometer, seperti yang ditunjukan dalam gambar, mewakili massa atau berat jenis spesimen.



Urinometer yang mewakili berbagai pembacaan berat jenis. Urinometer kurang akurat dibanding metode metode lain yang tersedia saat ini dan tidak direkomendasikan oleh Clinical and Laboratory Standars Institute (CLSI). CONTOH



Spesimen yang mengandung 1 g/dL protein dan 1 g/dL glukosa mempunyai pembacaan berat jenis 1,030. Hitung pembacaan terkoreksi.



Berat jenis terkoreksi = 1,030 – 0,003 (protein) = 1,027 – 0,004 (glukosa) = 1,023 Osmolalitas Seperti di atas, berat jenis bergantung pada jumlah partikel yang ada d dalam satu larutan dan densitas partikel tersebut; osmolalitas dipengaruhi hanya oleh banykanya partikel yang ada. Ketika mengevaluasi kemampuan ginjal dalam memekatkan ginjal, zat yang diincar adalah molekul kecil, terutama natrium (berat molekul 35,5). Akan tetapi, urea (berat molekul 60), yang tidak penting untuk evaluasi tersebut, lebih berperan pada berat jenis dibanding molekul natrium dan klorida. Ketiga molekul tersebut berperan sama pada osmolaritas spesimen, sehingga ukuran yang lebih mewakili kemampuan ginjal dalam memekatkan urine dapat diperoleh dengan mengukur osmolaritas (lihat bab 3). CATATAN HISTORI Densitometri Osilasi Harmonis Densinometri osilasi harmonis didasarkan pada prinsip, frekuensi gelombang suara yang memasuki satu larutan berubah sesuai dengan densitas larutan tersebut. Teknik tersebut pada awalnya digunakan pada instrumen urinalisis otomatis terdahulu. Penambahan analisis strip reagen telah menggantikan teknik tersebut pada sistem otomatis. Osmol didefinisikan sebagai 1 gberat molekul zat yang dibagi oleh jumlah partikel tempat zat tersebut terdisosiasi, seperti glukosa (berat molekul 180) berisi 180 g per osmol, sementara natrium klorida (NaCl) (berat molekul 58,5), jika terdisosiasi sempurna, mengandung 29,25 g per osmol. Sebagaimana molalitas dan molaritas, ada pula osmolalitas dan osmolaritas. Larutan osmolal glukosa mempunyai 180 g glukosa terlarut dalam 1 kg pelarut. Larutan osmolar glukosa mempunya 180 g glukosa terlarut dalam 1 L pelarut. Unit ukuran yang digunakan pada laboratorium klinis adalah miliosmol (mOsm), karena, saat menangani cairan tubuh, penggunaan pengukuran sebesar osmol(23 g natrium per kilogram) tidak praktis. Osmolaritas larutan dapat ditentukan dengan mengukur sifat yang secara matematis terkait dengan jumlah partikel di dalam larutan (sifat koligatif) dan membandingkan nilai tersebut dengan nilai yang diperoleh dari pelarut murni. Zat terlarut yang terlarut di dalam pelarut menyebabkan perubahan berikut dalam sifat koligatif: titik beku turun, titik didih naik, tekanan osmotiknaik, dan tekanan uap turun (lihat tabel 4-5).



Gambar 4-2 Langkah penggunaan refraktomer berat jenis urine.(Atas izin NSG Precision Cells, Inc, 195G Central Ave.,. Farmingdale. Karena air adalah pelarut dalam air, jumlah partikel yang ada dalam sample dapat ditentukan dengan membandingkan nilai sifat koligatif sample dengan nilai sifat koligatif air murni. Mengukur osmolalitas didalam laboratorium urinalisis membutuhkan peralatan khusus yaitu osmometer. Dengan demikian, perlu dilakukan langkah tambahandalam prosedur urinalisis rutin.



Gambar 4-3 Kalibrasi refraktormeter berat jenis urine. (Atas izin NSG Precision Cells, Inc., 195G Central Ave, Farmingdale, NY, 11735.) A2O Advanced Automated Osmometer (Advanced Instruments, Inc., Two Technology Way, Noorwood, MA 02062) menggunakan depresi titik beku untuk mengukur osmolalitas, meberi metode yang lebih otomatis untuk mengukur osmolalitas baik urine maupun serum.



(Prinsip dan penggunaan titik beku dan osmometer tekanan uap yang saat ini diterapkan di dalam laboratorium klinis dibahas dalam Bab 3). KIAT TEKNIS Istilah “molalitas” paling banyak digunakan karena zat terlarut dan pelarut sama-sama dinyatakan dalam unit ukuran yang sama. Tabel 4-5 Sifat Titik beku



Perubahan Partikel Terhadap Sifat Koligatif Titik Air Murni Normal Efek 1 Mol Zat Terlarut 0ºC Turun 1,86ºC



Titik didih



100ºC



Naik 0,52ºC



Tekanan uap



2,38 mm/Hg pada 25ºC



Turun 0,3 mm/Hg pada 25ºC



Tekanan osmotik



0 mm/Hg



Naik 1,7 x 109 mm/Hg



Berat Jenis Strip Reagen Penambahan area pemeriksaan berat jenis pada strip reagen kimia urinalisis memberi cara yang dapat untuk melakukan urinalisis rutin dengan menghilangkan pentingnya prosedur tambahan. Reaksi strip reagen didasarkan pada perubahan pKa (konstan disosiasi) polielektrolit di dalam medium alkali. Polielektrolit mengalami ionisasi, melepas ion hidrogen dalam jumlah sama dengan jumlah ion di dalam larutan. Semakin tinggi konsentrasi urine, semakin banyak ion hidrogen yang dilepas, menyebabkan pH turun. Penggabungan indikator bromtimol biru pada pad reagen mengukur perubahan pH. Seiring peningkatan berat jenis, indikator tersebut berubah dari biru (1,000[alkali]), pelahan menjadi hijau, kemudian kuning (1,030 [asam]). Pembacaan dapat dilakukan pada interval 0,005 dengan perbandingan cermat terhadap diagram warna.Diagram reaksi berat jenis tertera dalam Bab 5, gambar 5.4. Bau Meskipun jarang memiliki kemaknaan klinis bukan bagian dari urinalisis rutin, bau urine adalah sifat fisik yang nyata. Urine yang baru dikeluarkan mempunyai bau aromatik samar. Saat spesimen didiamkan, bau amonia menjadi lebih menonjol. Pemecahan urea bertanggung jawab terhadap bau amonia yang khas. Penyebab bau abnornal mencakup infeksi bakteri, yang menyebabkan bau tak-sedap yang sangat menyengat, serupa dengan amonia, dan keton diabetik, yang menghasilkan bau manis atau bau buah. Defek metabolik serius menghasilkan urine berbau sirop mapel kuat dan tepat disebut penyakit urine sirop mapel kuat. Defek tersebut dan gangguan metabolik lain dengan bau urine yang khas dibahas di bab 8. Ingesti makanan tertentu, termasuk bawang merah, bawang putih, dan asparagus, dapat menyebabkan bau urine sangat menyengat atau tajam. Studi menunjukkan, setiap individu yang memakan asparagus menghasilkan bau, tetapi hanya individu tertentu yang memiliki predisposisi genetik dapat mencium bau tersebut.11 Penyebab umum bau urine diringkas di Tabel 4-6.



KIAT TEKNIS Ion, seperti Na+, Cl- dan NH4+ penting dalam mengevaluasi kemampuan ginjal dalam memekatkan urine, sehingga metode strip reagen memberikan informasi tambahan dan tidak dipengaruhi oleh zat tidak terionisasi, termasukurea, glukosa, protein, dan zat pencemar, seperti pewarna radiografik. Tabel 4.6 Bau Aromatik



Kemungkinan Penyebab Bau Urine1 Penyebab Normal



Busuk, seperti amoniak



Dekomposisis bakteri, infeksi saluran kemih



Buah, manis



Keton (diabetes melitus, kelapran, muntah)



Sirop mapel



Maple syrup urine disease



Seperti tikus



Fenilketonurie



Tengik



Tirosinemia



Kaki berkeringat



Asidemia isovalerat



Kubis



Malabsorpsi metionin



Pemutih



Pencemaran



Referensi 1. Henry, JB, Lauzon, RB, and Schumann, GB: basic examination of urine. In Henry, JB (ed). Methods. WB saunders, Philadelphia, 1996. 2. Drabkin, DL: The normal pigment of urine: The relationshipof urinary pigment output to diet and metabolism. J Biol Chem 75:443-479, 1927. 3. Ostow, M, and Phio, S: The chief urinary pigment: The relationship between the rate of excretion of the yellow pigment and the metabolic rate. Am J Med Sci 207:507512, 1944. 4. Berman,L: When urine is red. JAMA 237:2753-2754, 1977. 5. Reimann, HA: Re: red urine. JAMA 241 (22):2380, 1979. 6. Evans, B: The greening of urine: Still another “Cloret sign.” N Engl J Med 300(4):202, 1979.