Verikokel [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up

Verikokel [PDF]

LAPORAN PENDAHULUAN VERIKOKEL

OLEH : NAMA : AUDI WIRA ATMAJA NIM

: 18D10004

DIV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI INSTITUT TE

12 0 257 KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE


File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN VERIKOKEL



OLEH : NAMA : AUDI WIRA ATMAJA NIM



: 18D10004



DIV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI 2021



A. Konsep Teori Penyakit 1. Definisi Varikokel adalah pelebaran sistem pembuluh darah balik atau vena pada testis atau kantong buah zakar akibat aliran balik yang terganggu. Pelebaran pembuluh darah ini akan menyebabkan rasa kemeng atau nyeri pada buah zakar atau testis dan lama - lama pembuluh yang berkelok - kelok tadi akan nampak atau teraba pada testis seperti kumpulan cacing (Paduch, 2001). Varikokel, varicocele, adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria. Adanya aliran darah balik yang terganggu menyebabkan perubahan suhu pada testis, seperti diketahui pembentukan sperma yang layak pakai berada pada testis dalam suasana suhu tertentu, jika telah terjadi perubahan suhu maka pembentukan sperma akan terganggu ( oligospermia atau berkurangnya jumlah sperma yang dihasilkan atau azoospermia atau tidak adanya sperma yang dihasilkan ) sehingga proses pembuahan juga terganggu - akibatnya dapat terjadi kemandulan atau tidak mempunyai anak. 21-41% pria yang mandul menderita varikokel. (Purnomo, 2012) 2. Etiologi Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten. (Purnomo, 2012) Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus. (Purnomo, 2012 Etiologi varikokel secara umum:



1. Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur penunjang/atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif pleksus pampiniformis. 2. Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior. 3. Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis internus kiri berlawanan dengan kedalam v. spermatika interna kiri. 4. Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika . 5. Tekanan v. spermatika interna meningkat letak sudut turun v. renalis 90 derajat. 6. Sekunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis. a.



Etiologi Anatomi Suplai arteri testis mempunyai 3 komponen mayor yaitu: arteri testikular, arteri



kremaster dan arteri vasal. Walaupun kebanyakan darah arterial pada testis berasal dari arteri testikular, sirkulasi kolateral testikular membutuhkan perfusi yang adekuat dari testis, walaupun arteri testikular terligasi atau mengalami trauma. Drainase venous dari testis diprantarai oleh pleksus pampiniformis, yang menuju ke vena testikular (spermatika interna), vasal (diferensial), dan kremasterik (spermatika eksternal). Walapun varikokel dari vena spermatika biasanya ditemui pada saat pubertas, sepertinya terjadi perubahan fisiologi normal yang terjadi saat pubertas dimana terjadi peningkatan aliran darah testikular menjadi dasar terjadinya anomali vena yang overperfusi dan terkadang terjadi ektasis vena (Schneck,2007). b.



Peningkatan Tekanan Vena Perbedaan letak vena spermatika interna kanan dan kiri menyebabkan



terplintirnya vena spermatika interna kiri, dilatasi dan terjadi aliran darah retrogard. Darah vena dari testis kanan dibawa menuju vena cava inferior pada sudut oblique (kira – kira 300). Sudut ini, bersamaan dengan tingginya aliran vena kava inferior diperkirakan dapat meningkatkan drainase pada sisi kanan (Venturi effect). Sebagai perbandingan, vena testikular kiri menuju ke arteri renalis kiri (kira – kira 900). Insersi menuju vena renalis kiri sepanjang 8 – 10 cm lebih ke arah kranial daripada insersi dari vena spermatic interna kanan, yang berarti sisi kiri 8 – 10 cm memiliki kolum hidrostatik yang lebih panjang dengan peningkatan tekanan dan relatifnya aliran darah lebih lambat pada posisi vertikal. renalis kiri dapat juga terkompres di daerah proksimal diantara arteri mesenterika superior dan aorta (0.7% dari kasus varikokel), dan distalnya diantara



arteri iliaka komunis dan vena (0.5% dari kasus varikokel). Fenomena nutcracker ini dapat juga menyebabkan peningkatan tekanan pada sistem vena testikular kiri. (Schneck,2007) c.



Anastomosis Vena Kolateral Studi anatomi menggambarkan terdapat anastomosis sistem drainase superfisial



dan interna, bersamaan dengan kiri-ke-kanan hubungan vena pada ureter (L3-5), spermatik, skrotal, retropubik, saphenus, sakral dan pleksus pampiniformis. Vena spermatika kiri memiliki cabang medial dan lateral pada level L4-penemuan ini penting dan harus dilakukan untuk menentukan penanganan varikokel. Prosedur yang dilakukan diatas level L4 memiliki risiko kegagalan lebih tinggi karena percabangan multipel dari sistem vena spermatika. d.



Katup yang Inkompeten Pada tahun 1966, Ahlberg menjelaskan bahwa pembuluh testis berisi katup



yang protektif terhadap varikokel, dan ini merupakan kekurangan atau ketidakmampuan pada sisi kiri yang menyebabkan terjadinya varikokel. Untuk mendudung gagasan ini, ia menemukan tidak adanya/hilangnya katup pada 40% postmortem vena spermatika kiri dibandingkan dengan 23% hilangnya pada sisi kanan. Keraguan telah dilemparkan pada teori ini, namun, dari studi radiologi terbaru yang dilakukan oleh Braedel dkk menemukan bahwa 26.2% pasien dengan katup yang kompeten tetap ditemukan varikokel. Beberapa anatomis kini bahkan menjelaskan bahwa sebenarnya tidak terdapat katup baik pada vena spermatika sisi kanan maupun kiri. (Schneck,2007) Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara, antara lain:  Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia karena kekurangan oksigen.  Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.  Peningkatan suhu testis.  Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya terjadi infertilitas.



3. Tanda dan Gejala



Varicokel memiliki beberapa tanda dan gejala yang sering dijumpai, yaitu:  Nyeri jika berdiri terlalu lama. Hal ini terjadi karena saat berdiri, maka beban untuk darah kembali ke arah jantung akan semakin besar, dan akan semakin banyak darah yang terperangkap di testis. Dengan membesarnya pembuluh darah, maka akan mengenai ujung saraf, sehingga terasa sakit. Jika pasien berada dalam posisi tidur, rasa berat dan tumpul tersebut menghilang  Masalah kesuburan. Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa 40% dari pria-pria infertile merupakan penderita varicocele  Atrofi testis. Atrofi testis banyak ditemukan pada penderita varicocele, namun setelah perawatan lebih lanjut biasanya akan kembali ke ukuran normal 4. Pemeriksaan Diagnostik / Pemeriksaan penunjang a. Angiografi/venografi Venografi merupakan modalitas yang paling sering digunakan untuk mendeteksi varikokel yang kecil atau subklinis, karena dari penemuannya mendemonstrasikan refluks darah venaabnormal di daerah retrograd menuju ke ISV dan pleksus pampiniformis. Karena pemeriksaan venografi ini merupakan pemeriksaan invasif, teknik ini biasanya hanyadigunakan apabila pasien sedang dalam terapi oklusif untuk menentukan anatomi dari vena. Biasanya, teknik ini digunakan pada pasien yang simptomatik Positif palsu/negatif Vena testikular seringkali spasme, dan terkadang, ada opasifikasi dari vena dengan kontrasmedium dapat sulit dinilai. Selebihnya, masalah dapat diatasi dengan menggunakan kanulmenuju vena testikular kanan



b. Ultrasonografi



Penemuan USG pada varikokel meliputi:  Struktur anekoik terplintirnya tubular yang digambarkan yang letaknya berdekatandengan testis. Pasien dengan posisi berdiri tegak, diameter dari vena dominan pada kanalisinguinalis biasanya lebih dari 2-5 mm dan saat valsava manuever diametermeningkat sekitar 1 mm  Varikokel bisa berukuran kecil hingga sangat besar, dengan beberapa pembesaranpembuluh darah dengan diameter ± 8 mm  Varikokel dapat ditemukan dimana saja di skrotum (medial, lateral, anterior,posterior, atau inferior dari testis)  USG



Doppler



dengan



pencitraan



berwarna



dapat



membantu



mendiferensiasi channel vena dari kista epidermoid atau spermatokel jika terdapat keduanya  USG Doppler dapat digunakan untuk menilai grade refluks vena: statis (grade I), intermiten (grade II) dan kontinu (gradeIII).  Varikokel intratestikular dapat digambarkan sebagai area hipoekoik yang kurang jelas pada testis. Gambarnya berbetuk oval dan biasanya terletak di sekitar mediastinum testis. Positif palsu/negative Kista epidermoid dan spermatokel dapat member gambaran seperti varikokel. Jika meragukan, USG Doppler berwarna dapat digunakan untuk diagnose. Varikokel intratestikular dapat member gambaran seperti ektasis tubular.



5. Penatalaksanaan Medis 1. Penatalaksanaan Terapi Alternatif Terapi Untuk pria dengan infertilitas, parameter semen yang abnormal, dan varikokel klinis, ada beberapa alternatif untuk varikokeletomi. Saat ini terdapat teknik nonbedah termasuk percutaneous radiographic occlusion dan skleroterapi. Teknik retrogrard perkutaneus dengan menggunakan kanul vena femoralis dan memasang balon/coli pada vena spermatika interna. Teknik ini masih berhubungan dengan bahaya pada arteritestikular dan limfatik dikarenakan sulitnya menuju vena spermatika interna. Radiographic occlusion juga memiliki komplikasi seperti migrasi emboli paru, tromboflebitis, trauma arteri dan reaksi alergi dari pemberian kontras.



Tindakan oklusi antegrad varikokel dilakukan dengan tindakan kanulasi perkutan dari vena pampiniformis skrotum dan injeksi agen sklerotik. Teknik ini memiliki angka performa yang tinggi tetapi angka rekurensi jika dibandingkan dengan yang teknik retrograd, dapat memberikan risiko trauma pada arteri testikular. 2. Penatalaksanaan Operatif Kebanyakan pasien penderita varikokel tidak selalu berhubungan dengan infertilitas, penurunan volume testicular, dan nyeri, untuk itu tidak selalu dilakukan tindakan operasi. Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen yang abnormal harus dioperasi dengan tujuan membalikkan proses yang progresif dan penurunan durasi dependen fungai testis. Untuk varikokel subklinis pada pria dengan faktor infertilitas tidak ada keuntungan dilakukkan tindakan operasi. Varikokel terkait dengan atrofi testikular ipsilateral atau dengan nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap hari, harus dilakukkan operasi segera. Ligasi varikokel pada remaja dengan atrofi testikular ipsilateral memberi hasil peningkatan volume testis, untuk itu tindakan operasi sangat direkomendasikan pada pria golongan usia ini. Remaja dengan varikokel grade I-II tanpa atropi dilakukan pemeriksaan tahunan untuk melihat pertumbuhan testis, jika didapatkan testis yang menghilang pada sisi varikokel maka disarankan untuk dilakukkan varikolektomi. Indikasi dilakukan operasi a. Infertilitas dengan produksi semen yang jelek. b. Ukuran testis mengecil. c. Nyeri kronis atau ketidaknyamanan dari varikokel yang besar. Teknik operasi Ligasi dari vena spermatika interna dilakukkan dengan berbagai teknik. Teknik yang paling pertama dilakukkan dengan memasang clamp eksternal pada vena lewat kulit skrotum. Operasi ligasi varikokel termasuk retroperitoneal, ingunal atau sublingual, laparoskopik dan mikrokroskopik varikokelektomi. 1. Teknik retroperitoneal (palomo) Teknik retroperitoneal (palomo) memiliki keuntungan mengisolasi vena spermatiaka interna kearah proksimal, dekat dengan lokasi drainase menuju vena renalis kiri. Kekurangan dari teknik ini yaitu sulitnya menjaga pembuluh limfatik karena sulitnya mencari lokasi pembuluh retroperitoneal, dapat menyebabkan hidrokel post operasi. Ligasi dari atreri testikular disarankan pada anak-anak untuk



meminimalkan kekambuhan, tetapi pada dewasa dengan infertilitas, ligasi arteri testicular tidak direkomendasikan karena akan mengganggu fungsi testis 2. Teknik Inguinal (Ivanissevich) a. Insisi dibuat 2cm diatas simfisis pubis. b. Fasia M. External oblique secara hati-hati disingkirkan untuk mencegah trauma N. Ilioinguinal yang terletak dibawahnya. c. Pemasangan penrose drain pada saluran sperma. d. Insisi fasia spermatika, kemudian akan terlihat pembuluh darah spermatika. e. Setiap pembuluh darah terisolasi, kemudian diligasi dengan menggunakan benang yang nonabsorbable. Setelah semua pembuluh darah kolateral terligasi, fasia M. External oblique ditutup dengan benang yang absorbable dan kulit dijahit subkitikuler 3. Teknik Laparoskopik Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik retroperitoneal dengan keuntungan dan kerugian yang hampir sama. Pembesaran optikal dibutuhkan untuk melakukkan teknik ini, untuk memudahkan menyingkirkan pembuluh limfatik dan arteri testikular sewaktu melakukkan ligasi beberapa vena spermatika interna apabila vena comitantes bergabung dengan arteri testikular. Teknik ini memiliki beberapa komplikasi seperti trauma usus, pembuluh intarabdominal dan visera, emboli, dan peritonitis. Komplikasi ini lebih serius dibandingkan dengan varikokelektomi open. 4. Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein) Microsurgical subinguinal atau inguinal merupakan teknik terpilih untuk melakukkan ligasi varikokel. Saluran spermatika dielevasi kearah insisi, untuk memudahkan



pengelihatan,



dan



dengan



menggunakan



bantuan



mikroskop



pembesaran 6x hingga 25x, periarterial yang kecil dan vena kremaster akan dengan mudah diiligasi, serta ekstraspermatik dan vena gubernacular sewaktu testis diangkat. Fasia intraspermatika dan ekstraspermatika secara hati-hati dibuka untuk mencari pembuluh darah. Arteri testikular dapat dengan mudah diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop. Pembuluh limfatik dapat dikenali dan disingkirkan, sehingga menurunkan komplikasi hidrokel. 5. Teknik Embolisasi



a. Embolisasi varikokel dilakukkan dengan anestesi intravena sedasi dan local anastesi. b. Angiokateter kecil dimasukkan ke system vena, dapat lewat vena femoralis kanan atau vena jugularis kanan. c. Kateter dimasukkan dengan guiding fluoroskopi ke vena renalis kiri (karena kebanyakan varikokel terdapt di sisi kiri) dan kontras venogram. d. Dilakukkan ISV venogram sebagai “peta” untuk mengembolisasi vena. e. Kateter kemudian dimanuever ke bawah vena menuju kanalis inguinalis internal. f. Biasanya vena atau cabangnya terembolisasi dengan injeksi besi atau platinum spring-like embolization coils. g. Vena kemudian terblok pada level kanalis inguinalis interna dan sendi sakroiliaka. h. Dapat ditambahkan sclerosing foam untuk menyelesaikan embolisasi. i. Pada tahap akhir, venogram dilakukkan untuk memastikan semua cabang ISV terblok, kemudian kateter dapat dikeluarkan. j. Dibutuhkan tekanan manual pada daerah tusukan selama 10 menit, untuk mencapai hemostasis. k. Tidak ada penjahitan pada teknik ini. Setelah selesai, pasien diobservasi selama beberapa jam, kemudian dipulangkan. Angka keberhasilan proses ini mencapai 95%. B. PertimbanganAnestesi 1. Definisi Anestesi Anestesi adalah suatu tindakan menahan rasa sakit ketika meelakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Istilah anestesi pertama kali di gunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun1846. Ada beberapa anestesi yang menyebabkan hilangnya kesadaran sedangkan jenis yang lain hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakaianya tetap sadar. Dan pembiusan lokal adalah suatu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tampa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. 2. Jenis Anestesi a. General Anestesi



General anestesi adalah suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri diseluruh tubuh akibat pemberian obat anestesi. Tiga komponen anestesi yang populer disebut trias anestesi, yaitu hipnotika (pasien kehilangan kesadaran), analgetika (pasien bebas nyeri), dan relaksasi (pasien mengalami relaksasi otot rangka). Tiga komponen tersebut dapat diwujudkan dengan obat anestesi tunggal atau dengan kombinasi beberapa obat untuk mencapai masing- masing komponen trias anestesi tersebut. Induksi anestesi umum membuat pasien dari keadaan sadar ke dalam suatu keadaan dimana pasien sama sekali tidak menyadari adanya stimulus sensorik dan tidak mampu membuat suatu memori baru. Pemilihan teknik dan obat-obatan anestesi bervariasi, tergantung pada pilihan dokter anestesi dan area keahliannya, tipe dan durasi operasi, serta kesehatan pasien (saat ini dan sebelumnya). Obat anestesi dapat digunakan untuk induksi, pemeliharaan atau sedasi tergantung dari dosis yang diberikan. Dapat diberikan intravena sebagai cairan atau gas sebagai inhalasi, b. Regional Anestesi Induksi anestesi regional menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah tubuh tertentu. Anestesi regional terdiri dari spinal anestesi, epidural anestesi, kaudal anestesi. Metode induksi mempengaruhi bagian alur sensorik yang diberi anestesi. Ahli anestesi memberi regional secara infiltrasi dan lokal. Pada bedah mayor, seperti perbaikan hernia, histerektomi vagina, atau perbaikan pembuluh darah kaki, anestesi regional atau spinal anestesi hanya dilakukan dengan induksi infiltrasi. Blok anestesi pada saraf vasomotorik simpatis dan serat saraf nyeri dan motoric menimbulkan vasodilatasi yang luas sehingga klien dapat mengalami penurunan tekanan darah yang tiba – tiba



3. Teknik Anestesi 1) General anestesi Pada bayi atau anak digunakan anestesia umum PET napas kendali,  General anestesi intubasi STATIC Scope : Stetoskop dan laringoskop Tube : ETT Airway: guedel Tape : plaster Introduce: mandarin atau stilet Connector: penyambung pipa Suction: suction 2) Regional anestesi Analgesia regional subaraknoid rendah (blok sadel) atau analgesia epidural kaudal. 4. Rumatan Anestesi a. General anestesi Premedikasi diberikan 30-45 menit pra induksi dengan petidin 0,51,0 mg/KgBB, midazolam 0,04-0,10 mg/KgBB dan atropine 0,001 mg/KgBB IV. Induksi dengan penthotal 3-5 mg?kgBB atau propofol 2-2,5 mg/KgBB IV. Pelumpuh otot menggunakan atrakurium 0,3-0,5 mg/KgBB. b. Regional anestesi Menggunakan anestesi regional sub arachnoid dengan premedikasi ondansentron 4 mg/KgBB IV dan induksi dengan buvipacaine 7-15 mg/KgBB IV. Fentanyl juga dipakai sebagai adjuvant untuk mengurangi dosis buvipacaine sehingga hipotensi lebih sedikit dan meningkat analgesia. 5. Resiko a. Hipotensi



b. Aritmia c. Gangguan pernapasan d. Retensi urine e. Sesak napas f. Nyeri



C. Web of caution (WOC)



PATHWAY Peningkatan Tekanan Vena



Anastomosis Vena



Katup yang Inkompeten



Kolateral



Varikokel



Stagnasi darah balik pd



Refluks hasil metabolit



sirkulasi testis



ginjal & adrenal



↑suhu testis Anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan



hipoksia



gg. proses spermatogenesis



infertilitas Bengkak



Harga Diri



Nyeri saat berdiri terlalu lama



Rendah Disfungsi seksual



Pembedahan Ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo Varikokelektomi cara Ivanisevich memasukkan bahan sklerosing ke dalam vena spermatika interna (embolisasi)



Cemas Kurang pengetahuan Post op→ nyeri akut Resiko infeksi



Tinjauan Teori Askan Pembedahan Khusus A. Pengkajian Riwayat kesehatan a. Riwayat Kesehatan Dahulu  Trauma, kecelakaan sehingga testis rusak  Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis  Pernah menjalani operasi yang berefek mengganggu organ reproduksi b. Riwayat Kesehatan Sekarang c. Riwayat Kesehatan Keluarga d. Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetic Pemeriksaan fisik Pada inspeksi dan palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di sebelah cranial testis saat penderita berdiri. Data fokus pengkajian 



Pre Operasi



Data Subjektif a. Kien mengeluh belum mempunyai keturunan sampai saat ini b. Klien mengungkapkan perasaan tidak nyaman karena adanya benjolan diatas testis dan terkadang terasa nyeri c. Klien mengungkapkan perasaan bersalah atau rendah diri karena tidak mampu memberikan keturunan d. Klien mengungkapkan perasaan cemas terhadap prosedur pembedahan yang akan dijalaninya Data Objektif a. Adanya benjolan di testis saat pasien berdiri dan hilang saat penderita duduk b. Kontak mata kurang saat berkomunikasi



c. Jantung berdebar, peningkatan denyut nadi dan tekanan darah dapat terhadi sesaat sebelum operasi pembedahan 



Post operasi



Data Subjektif a. Klien mengeluhkan nyeri pada bagian tubuh yang dilakukan tindakan pembedahan Data Objektif a. Suhu, denyut nadi dan tekanan darah dapat meningkat setelah operasi b. Terdapat luka bekas operasi yang berhubungan dengan dunia luar B. Masalah Kesehatan Anestesi 1. Gangguan Harga Diri: Harga diri rendah 2. Kecemasan b.d kurang informasi tentang prosedur pembedahan dan perawatan pasca operasi 3. Nyeri akut b.d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat pembedahan 4. Resiko infeksi b.d tempat masuknya organisme sekunder akibat pembedahan C. Rencana Intervensi 1. Gangguan konsep diri, harga diri rendah b.d gangguan fertilitas Tujuan: Gangguan konsep diri klien teratasi Kriteria Hasil : a. Klien mampu mengekspresikan perasaan tentang infertile b. Terjalin kontak mata saat berkomunikasi c. Klien mampu mengidentifikasi aspek positif diri Intervensi:



a. Anjurkan klien mengungkapkan perasaannya tentang infertilitas yang dideritanya b. Dorong dan motivasi klien untuk mengidentifikasi aspek positif pada dirinya c. Berikan informasi mengenai pembedahan serta alterna tive lain yang diperlukan da lam memecahkan masalah klien d. Bantu klien untuk memilih alternative yang tepat dan sesuai dengan klien memecahkan masalahnya 2. Kecemasan b.d kurang informasi tentang prosedur pembedahan dan perawatan pasca operasi Tujuan: Kecemasan klien berkurang atau teratasi Kriteria hasil : a. Klien dapat mengungkapkan kecemasan yang dirasakan b. Klien dapat menyebutkan kembali tentang prosedur pembedahan c. Ekspresi wajah tidak tegang Intervensi: a. Lakukan kunjungan pra operasi 1 hari sebelum dilakukannya tindakan operasi b. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan kekhawatiran untuk mengurangi kecemasan. c. Jelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis pembedahan dan prosedur anestesi. d. Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam pemberian premedikasi benzodiazepine.



3. Nyeri akut b.d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat pembedahan Tujuan: Nyeri pasien berkurang atau terkontrol



Kriteria Hasil : a. Klien mengekspresikan keluhan nyeri berkurang b. Skala nyeri berkurang 0-1 c. Klien tidak tampak meringis d. Tanda-tanda vital stabil Intervensi: a.Pantau lokasi dan intensitas nyeri b.



Pantau tanda-tanda vital, terutama nadi



c.Berikan posisi yang nyaman pada pasien d.



Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi



e.Delegatif pemberian analgetik sesuai indikasi 4. Resiko infeksi b.d tempat masuknya organisme sekunder akibat pembedahan Tujuan: Infeksi tidak terjadi Kriteria Hasil : a.Tidak terjadi tanda-tanda infeksi seperti rubor, kalor, dolor, tumor dan fungsiolesa b.



Tanda-tanda vital stabil



c.Nilai WBC dalam batas normal Iintervensi: a. Lakukan perawatan luka pasca operasi sesuai indikasi dengan teknik aseptic b. Pantau suhu, nadi dan tekanan darah sesuai indikasi c. Pantau WBC sesuai indikasi d. Berikan pengertian kepada keluarga untuk membatasi jumlah pengunjung e. Berikan antibiotic sesuai indikasi



b. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang rencana keperawatan. Evaluasi bertujuan untuk menentukan kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan dan menilai aktifitas rencana keperawatan dan strategi asuhan keperawatan. Hal-hal yang perlu dievaluasi antara lain : a. Apakah asuhan keperawatan tersebut efektif. b. Apakah tujuan keperawatan dapat dicapai pada tingkat tertentu. c. Apakah perubahan pasien seperti yang diharapkan. d. Strategi keperawatan manakah yang efektif. Langkah-lagkah yang dilakukan dalam evaluasi adalah : a. Mengumpulkan data perkembangan pasien. b. Menafsirkan (menginterprestasikan) perkembangan pasien. c. Membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan, dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. d. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal yang berlaku. Ada tiga simpulan dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu : a. Tujuan tercapai b. Tujuan tercapai sebagian c. Tujuan sama sekali tidak tercapai Penilaian tentang perkembangan pasien dibuat melalui observasi, interaksi dan pemeriksaan oleh tenaga keperawatan, pasien dan keluarga dan anggota tim kesehatan lainnya. Apakah kemajuan tidak tercapai sesuai dengan tujuan, tenaga keperawatan mengkaji ulang dan memperbaiki rencana keperawatan. Evaluasi



kemajuan pasien dapat juga menunjukkan masalah sarana yang perlu dikaji dan direncanakan kembali. Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan, namun tidak berhenti sampai disini. Evaluasi hanya menunjukkan masalah mana yang telah dapat dipecahkan dan masalah mana yang perlu dikaji ulang, direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi kembali. Jadi, proses keperawatan merupakan siklus yang dinamis dan berkelanjutan (Suarli, 2012). Istilah SOAP yang sering digunakan dalam evaluasi tersebut memilki pengertian sebagai berikut : S Subjektif : Keluhan-keluhan pasien (apa yang dikatakan pasien) O Objektif : Apa yang dilihat, dicium, diraba dan diukur oleh perawat A Assesment : Kesimpulan perawat tentang kondisi pasien P Plan of care : Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah pasien



D. Daftar Pustaka Behrman;Kliegman; Arvin. (2000). Ilmu kesehatan anak nelson. Edisi15. Jakarta: EGC Doenges, Marylin E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC Tambayong, Jan. (1999). Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC Sabiston, David C. (1994). Buku ajar bedah. Jakarta: EGC Willms, Janice L; Schneiderman, Henry; Algranati, Paula S. (2005). Diagnosis fisik: Evaluasi diagnosis dan fungsi di bangsal. Jakarta: EGC http://www.scribd.com/doc/40230587/Varicocele-REFERAT (diakses pada 24 April 2012 pukul 00:42 WIB)