Vulnus Laceratum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN NY “F” DENGAN VULNUS LACERATUM



DISUSUN OLEH :



NAMA



: LISA SINTA DWI UMAR



NIM



: PO.71.20.2.17.056



TINGKAT



: III.B



DOSEN PEMBIMBING



: D. EKA HARSANTO, S.Kp, M.Kes



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG PRODI KEPERAWATAN BATURAJA TAHUN 2019



LAPORAN PENDAHULUAN VULNUS LACERATUM



A. DEFINISI Dari beberapa reverensi yang memuat tentang vulnus laceratum di antara reverensi yang penulis temukan adalah: 1. Chada (1995) menyatakan “Vulnus (luka) adalah satu keadaan dimana terputusnya kontinuitas jaringan tubuh”. 2. Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laceratum merupakan luka terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot”. 3. Vulnus Laceratum ( luka robek ) adallah luka yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul , robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah tulang. 4. Vulnus laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan jaringan.



B. ETIOLOGI Chada 1995 menyatakan Vulnus Laseratum dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya : 1. Alat yang tumpul. 2. Jatuh ke benda tajam dan keras. 3. Kecelakaan lalu lintas dan kereta api. 4. Kecelakaan akibat kuku dan gigitan



C. MANIFESTASI KLINIS Mansjoer (2000) menyatakan “Manifestasi klinis vulnus laceratum adalah: 1. Luka tidak teratur 2. Jaringan rusak 3. Bengkak 4. Pendarahan 5. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah rambut 6. Tampak lecet atau memer di setiap luka”.



D. PATOFISIOLOGI Menurut Price (2006), Vulnus laserrratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh, kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan hidup. Menurut Buyton & hal (1997)Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan menurunkan ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan hernosenssitif. Apabila nyeri di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak.



E. PATHWAY Mekanik : benda tajam



Kerusakan integritas kulit



Traumatic jaringan



Retaknya barier pertahanan Primer



terputusnya inkontinuitas jaringan



Terpaparnya lingkungan



Kerusakan saraf perifer



Resiko tinggi infeksi



stimulasi neurotransmiter (histamin, prostagladin, bradikinin



pergerakan aktivitas



nyeri akut - anseitas



gangguan metabolik



gangguan pola tidur



F. PENATALAKSANAAN Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan. 1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi). 2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihan akan kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti: a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif). b. Halogen dan senyawanya 1) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam 2) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap. 3) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik borok. 4) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung. c. Oksidansia 1) Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasarkan sifat oksidator. 2) Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob. d. Logam berat dan garamnya 1) Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. 2) Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts) e. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%). f.



Derivat fenol



1) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan eksterna sebelum operasi dan luka bakar. 2) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan. g. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).



G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama darah lengkap. tujuanya untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium. 2. Sel-sel darah putih leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi. 3. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap. 4. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi. 5. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus



H. KOMPLIKASI 1. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. 2. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. 3. Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. 4. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.



ASUHAN KEPERAWATAN A.



PENGKAJIAN Asuhan keperawatan merupakan aspek legal bagi seorang perawat dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan kepada klien, memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan aspek legal etik yang berlaku. Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh. Pengkajian pasien menurut Marilynn E. Doenges, (1999) meliputi: 1.



Aktifitas atau istirahat Gejala : merasa lemah, lelah. Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan rentang gerak, perubahan aktifitas.



2.



Sirkulasi Gejala : perubahan tekanan darah atau normal. Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.



3.



Integritas ego Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian. Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.



4.



Eliminasi Gejala : konstipasi, retensi urin. Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.



5.



Neurosensori Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri. Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada daerah cidera , kemerah-merahan.



6.



Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan. Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa tidur.



7.



Kulit Gejala : nyeri, panas. Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994). 1. Nyeri berhubungan dengan diskontuinitas jaringan. 2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri. 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot. 4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh yang tidak adekuat.



C. 1.



INTERVENSI



Nyeri berhubungan dengan diskontuinitas jaringan. Diagnose keperawatan/ Rencaana keperawatan masalah kolaborasi Tujuan dan kriteria hasil intervensi Nyeri Akut NOC NIC : · Pain Level, Pain Management Definisi : · Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif Sensori yang tidak · Comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas menyenangkan dan pengalaman dan faktor presipitasi emosional yang muncul secara 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Kriteria Hasil : aktual atau potensial kerusakan1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penye3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk jaringan atau menggambarkan bab nyeri, mampu menggunakan mengetahui pengalaman nyeri pasien adanya kerusakan (Asosiasi tehnik nonfarmakologi untuk mengurang4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri Studi Nyeri Internasional): i nyeri, mencari bantuan) 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau serangan mendadak atau pelan 2. Melaporkan bahwa nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tent intensitasnya dari ringan sampai berkurang dengan menggunakan manaje ang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau berat yang dapat diantisipasi men nyeri 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan dengan akhir yang 3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensi menemukan dukungan dapat diprediksi dan dengan tas, frekuensi dan tanda nyeri) 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi durasi kurang dari 6 bulan. 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan berkurang 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri Batasan karakteristik : 5. Tanda vital dalam rentang normal 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, · Laporan secara verbal atau non farmakologi dan inter personal) non verbal 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi · Fakta dari observasi 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi · Posisi antalgic untuk 13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri menghindari nyeri 14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri · Gerakan melindungi 15. Tingkatkan istirahat · Tingkah laku berhati-hati 16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan ti · Muka topeng ndakan nyeri tidak berhasil



·



· ·



·



·



·



·



·



Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) Terfokus pada diri sendiri Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang) Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) Perubahan dalam nafsu makan dan minum Faktor yang berhubungan : Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)



17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri Analgesic Administration 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi 3. Cek riwayat alergi 4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu 5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan berat nya nyeri 6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal 7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur 8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali 9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat 10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)



2.



·



·



· ·



· ·



Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri. Diagnose keperawatan/ Rencaana keperawatan masalah kolaborasi Tujuan dan kriteria intervensi hasil Gangguan pola NOC: NIC : tidur berhubungan Anxiety Control Sleep Enhancement dengan: Comfort Level 1. Determinasi efek-efek medikasi Psikologis : usia tua, Pain Level terhadap pola tidur kecemasan, agen Rest : Extent and 2. Jelaskan pentingnya tidur yang biokimia, suhu tubuh, pola Pattern adekuat aktivitas, depresi, Sleep : Extent ang 3. Fasilitasi untuk mempertahankan kelelahan, takut, Pattern aktivitas sebelum tidur (membaca) kesendirian. Setelah dilakukan 4. Ciptakan lingkungan yang nyaman Lingkungan : tindakan keperawatan5. Kolaburasi pemberian obat tidur kelembaban, kurangnya selama …. gangguan privacy/kontrol tidur, pola tidur pasien pencahayaan, medikasi teratasi dengan (depresan, kriteria hasil: stimulan),kebisingan. v Jumlah jam tidur Fisiologis : Demam, mual, dalam batas normal posisi, urgensi urin. v Pola tidur,kualitas DS: dalam batas normal Bangun lebih v Perasaan fresh sesudah awal/lebih lambat tidur/istirahat Secara verbal v Mampu menyatakan tidak fresh mengidentifikasi halsesudah tidur hal yang DO : meningkatkan tidur Penurunan kemempuan fungsi Penurunan proporsi tidur REM



· · ·



3.



Penurunan proporsi pada tahap 3 dan 4 tidur. Peningkatan proporsi pada tahap 1 tidur Jumlah tidur kurang dari normal sesuai usia



Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot. Diagnose Rencaana keperawatan keperawatan/ masalah Tujuan dan kriteria intervensi kolaborasi hasil NIC : Gangguan mobilitas NOC : 1. Joint Movement : Exercise therapy : ambulation fisik Active 1. Monitoring vital Definisi : Keterbatasan 2. Mobility Level sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat dalam kebebasan untuk 3. Self care : ADLs latihan pergerakan fisik 4. Transfer 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tertentu pada bagian performance tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan tubuh atau satu atau 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat lebih ekstremitas saat berjalan dan cegah terhadap cedera Kriteria Hasil : 1. Klien meningkat 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik Batasan karakteristik : dalam ambulasi 1. Postur tubuh yang aktivitas fisik 5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi tidak stabil 2. Mengerti tujuan 6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara selama melakukan dari mandiri sesuai kemampuan kegiatan rutin harian peningkatan mobilit7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan 2. Keterbatasan as bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. kemampuan untuk 3. Memverbalisasikan 8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. melakukan keterampila perasaan dalam 9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan n motorik kasar meningkatkan berikan bantuan jika diperlukan 3. Keterbatasan kekuatan



kemampuan untuk melakukan keterampila n motorik halus 4. 4. Tidak ada koordinasi atau pergerakan yang tersentak-sentak 5. Keterbatasan ROM 6. Kesulitan berbalik (belok) 7. Perubahan gaya berjalan (Misal : penurunan kecepatan berjalan, kesulitan memulai jalan, langkah sempit, kaki diseret, goyangan yang berlebihan pada posisi lateral) 8. Penurunan waktu reaksi 9. Bergerak menyebabkan nafas menjadi pendek 10. Usaha yang kuat untuk perubahan gerak (peningkatan perhatian untuk aktivitas lain, mengontrol perilaku, fokus dalam anggapan ketidakmam puan aktivitas)



dan kemampuan berpindah Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)



11. Pergerakan yang lambat 12. Bergerak menyebabkan tremor



· · ·



·



· · ·



·



· · ·



Faktor yang berhubungan : Pengobatan Terapi pembatasan gerak Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia Kerusakan persepsi sensori Tidak nyaman, nyeri Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina Depresi mood atau cemas Kerusakan kognitif Penurunan kekuatan otot, kontrol dan



· ·



·



4.



1. 2. 3. 4.



atau masa Keengganan untuk memulai gerak Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan, decondition ing Malnutrisi selektif atau umum Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan. Diagnose keperawatan/ masalah Rencaana keperawatan kolaborasi Tujuan dan kriteria hasil intervensi NOC : NIC : Kerusakan kulit Tissue Integrity : Skin and Pressure Management Definisi : Perubahan pada Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk epidermis dan dermis menggunakan pakaian yang longgar 2. Hindari kerutan padaa tempat tidur Kriteria Hasil : Batasan karakteristik : 1. Integritas kulit yang baik bisa dipertaha3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering Gangguan pada bagian tubuh nkan (sensasi, elastisitas, temperatur, 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua Kerusakan lapisa kulit hidrasi, pigmentasi) jam sekali (dermis) 2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan Gangguan permukaan kulit 3. Perfusi jaringan baik 6. Oleskan lotion atau minyak/baby (epidermis) 4. Menunjukkan pemahaman oil pada derah yang tertekan Faktor yang berhubungan : dalam proses perbaikan kulit dan menceg7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien Eksternal : ah terjadinya sedera berulang 8. Monitor status nutrisi pasien Hipertermia atau hipotermia 5. Mampu melindungi kulit dan memperta9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat Substansi kimia hankan kelembaban kulit dan perawatan Kelembaban udara alami Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat menimbulkan luka,



tekanan, restraint) 5. Immobilitas fisik 6. Radiasi 7. Usia yang ekstrim 8. Kelembaban kulit 9. Obat-obatan internal : 1. Perubahan status metabolik 2. Tulang menonjol 3. Defisit imunologi 4. Faktor yang berhubungan dengan perkembangan 5. Perubahan sensasi 6. Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan) 7. Perubahan status cairan 8. Perubahan pigmentasi 9. Perubahan sirkulasi 10. Perubahan turgor (elastisitas kulit)



5.



· ·



· ·



· · · ·



·



Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh yang tidak adekuat. Diagnose Rencaana keperawatan keperawatan/ Tujuan dan kriteria hasil intervensi masalah kolaborasi NOC : NIC : Resiko Infeksi · Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi) Definisi : · Knowledge : Infection control 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain Peningkatan resiko · Risk control 2. Pertahankan teknik isolasi masuknya 3. Batasi pengunjung bila perlu organisme patogen Kriteria Hasil : 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat 2. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien Faktor-faktor resiko 3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan : timbulnya infeksi 6. Cuci tangan setiap sebelum Prosedur Infasif 4. Jumlah leukosit dalam batas normal dan sesudah tindakan keperawatan pengetahuan 5. Menunjukkan perilaku hidup sehat 7. baju, sarung tangan sebagai alat pelindung untuk menghindari 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat paparan patogen 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai Trauma dengan petunjuk umum Kerusakan 10. Gunakan kateter intermiten untuk jaringan dan menurunkan infeksi kandung kencing peningkatan 11. Tingkatkan intake nutrisi paparan lingkungan 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu Ruptur membran amnion Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) Agen farmasi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal (imunosupresan) 2. Monitor hitung granulosit, WBC Malnutrisi 3. Monitor kerentanan terhadap infeksi Peningkatan 4. Batasi pengunjung paparan lingkungan 5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular pathogen 6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko Imonusupresi 7. Pertahankan teknik isolasi k/p



· ·



·



·



Ketidakadekuatan imum buatan Tidak adekuat pertahanan sekunder (penuruna n Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi) Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltic) Penyakit kronik



8. 9.



Berikan perawatan kuliat pada area epidema Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase 10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah 11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup 12. Dorong masukan cairan 13. Dorong istirahat 14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep 15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi 16. Ajarkan cara menghindari infeksi 17. Laporkan kecurigaan infeksi 18. Laporkan kultur positif



DAFTAR PUSTAKA



Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta. Sjamsuhidayat. 1997, Buku Ajar Bedah, EC, Jakarta. Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta. CarpWidiyato, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6, EGC ; Jakarta. Mansjoer,Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.UI : Media