Zaman Protosejarah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Zaman protosejarah Orang mengartikan zaman protosejarah sebagai zaman ambang sejarah/zaman mula sejarah. Pada orang mengartikan zaman ini sudah ada tulisan-tulisan, tetapi pada masa lampau. Zaman sejarah indonesia terbagi menjadi tiga bagian yaitu zaman kuno, zaman baru,dan zaman modern. Dengan memahami latar belakang penyusunan periodisasi sejarah, maka suatu karya adalah sejarah tidak lepas dari suatu ketergantungan terhadap penafsiran seorang sejarawan, tanpa adanya tafsiran seorang sejarawan masa lalu hanyalah potongan-potongan fakta sejarah berhenti pada taraf kronik atau annal atau catatan peristiwa ataupun pseudo sejarah. Hal inilah yang membawa pentingnya sebuah periodisasi masa lalu, yang memang setiap sejarawan sangat mungkin berbeda dalam memberikan sebuah periodisasi masa lalu karena dasar berfikir dan dasar sudut pandangnya yang sangat berbeda dalam melihat suatu fakta sejarah. Pengertian periodisasi sejarah terkait erat dengan pembagian masa lampau manusia berdasarkan waktu. Periodisasi yang biasa digunakan adalah pemisahan yang tidak berdasarkan pada urutan waktu matematis. Periodisasi biasanya didasarkan pada masalah aktual atau momentum tertentu. Kriteria waktu yang digunakan adalah waktu antropologis. Suatu momentum yang dapat menunjukan adanya karakteristik dari suatu kurun yang jelas berbeda dengan kurun waktu yang lain. Dalam perkembangannya penulisan sejarah yang ada, periodisasi sangat tergantung dari penyusunan sejarah (sejarawan). http://redikayulanto.blogspot.co.id/p/halaman-7.html



Kebudayaan ada sejak manusia ada, karena manusialah yang menciptakan suatu bentuk kebudayaan. Seperti diungkapkan oleh para ahli purbakala, bahwa kehidupan manusia telah mengalami proses evolusi yang sangat panjang dengan memakan waktu jutaan tahun untuk membentuk pola kehidupan manusia seperti yang ada sekarang. Menurut penelitian para ahli purbakala, manusia merupakan satu jenis makhluk yang telah mengalami proses evolusi dari sejenis makhluk primata sejak sekitar 70.000.000 tahun yang lalu.



Keberadaan manusia purba banyak diketahui para ahli purbakala melalui penemuan-penemuan fosil manusia purba. Fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia sebagai berikut. 1. Pada tahun 1898, Eugene Dubois, seorang dokter Belanda menemukan fosil manusia purba di lembah sungai Bengawan Solo, dekat Desa Kedung Brubus, kemudian ditemukan lagi di daerah Trinil, Jawa Timur. Fosil manusia purba penemuan Dubois tersebut diberi nama Pithecanthropus Erectus, yang berarti manusia kera yang berjalan tegak. 2. Pada tahun 1931 dan 1934, seorang ahli geologi Jerman GHR von Koenigswald menemukan fosil serupa di dekat Desa Ngandong, di lembah Bengawan Solo, sebelah utara Trinil.



3. Pada tahun 1941 di dekat Sangiran, Surakarta, GHR Von Koenigswald menemukan fosil serupa, tetapi memiliki struktur tubuh dengan ukuran yang luar biasa besarnya, sehingga disebut sebagai fosil Meganthropous Palaeojavanicus. Penemuan-penemuan fosil disertai dengan adanya penemuan alat-alat sebagai bagian dari kehidupannya. Hal itu menunjukkan bahwa manusia purba telah mengenal kebudayaan.



Gambar 1. Manusia purba menggunakan peralatan dari batu, sekaligus menandai kurun waktu kehidupan manusia di zaman batu telah mengenal unsur kebudayaan, yakni peralatan sederhana. (Credit: LI Hao &LI Chao-rong) Adanya peralatan batu yang ditemukan di dekat penemuan fosil manusia purba menunjukkan bahwa manusia purba telah memiliki kebudayaan dalam bentuk peralatan yang terbuat dari batu. Lebih jauh penguasaan manusia purba terhadap unsur-unsur kebudayaan lama (primitif), nampak dengan ditemukannya berbagai gambar-gambar sederhana yang terlukis di dinding langit-langit gua tempat kediaman manusia purba.



1. Gua-gua di teluk Mc Cluer dan Teluk Triton, Papua. Pada bagian dinding gua dan karang dijumpai banyak lukisan yang beraneka ragam, seperti: cap tangan, gambar orang, ikan, perahu, binatang melata, cap kaki, garisgaris geometrik maupun coretan lukisan abstrak. 2. Gua-gua di Kepulauan Kai, Pulau Seram, dan Maluku. Di tempat tersebut banyak dijumpai lukisan di dinding gua dengan dominasi warna merah dan putih. Adapun objek lukisannya tidak jauh berbeda dengan yang ditemukan di Papua.



3. Gua leang-leang di Sulawesi Selatan. Pada dinding langit-langit gua ditemukan berbagai corak lukisan dari gambar hewan atau bentuk organ tubuh yang konkret juga coretancoretan abstrak dengan dominasi warna merah. Sementara temuan lukisan yang serupa pada dinding gua di Pulau Muna, Sulawesi tengah banyak di dominasi warna coklat. 4. Gua Sodong di Besuki-Jawa Timur. Gambar-gambar sederhana yang terdapat di dinding gua tempat kediaman manusia purba tersebut menunjukkan bahwa manusia purba telah mulai mengenal seni lukis sebagai bentuk ungkapan perasaan. Gambar-gambar tersebut merupakan bagian dari wujud kebudayaan.



Gambar 2. Lukisan batu manusia purba di Gua santa Cruz, Patagonia, Argentina, (Credit: iStockphoto/Pablo Caridad) Di samping temuan gambar atau coretan di gua, juga ditemukan objek lukisan dalam bentuk relief, antara lain manusia, binatang dan pola-pola geometris yang terdapat pada sarkofagus yang ditemukan di Bondowoso dan Bali. Relief serupa juga ditemukan pada tutup dolmen yang ditemukan di Desa Tlogosari, Bondowoso. Penemuan berbagai jenis patung batu maupun patung perunggu menunjukkan kemajuan seni patung yang merupakan bagian dari seni rupa. Benda-benda seni yang merupakan bentuk kebudayaan manusia proto sejarah, banyak ditemukan di Indonesia dalam bentuk bangunan megalitik. Bangunan megalitik, yaitu bangunan batu besar yang dibuat berkaitan dengan unsur kepercayaan pada waktu itu, yaitu menyembah roh nenek moyang. Peninggalan tersebut antara lain berupa: 1. Menhir, yaitu bangunan berwujud tugu batu. 2. Dolmen, yaitu bangunan batu menyerupai meja besar. Dolmen diduga sebagai tempat sesaji. 3. Sarkofagus adalah bangunan yang berfungsi sebagai keranda jenazah. Sarkofagus terbuat dari batu dengan cekungan di dalamnya.



Di samping benda-benda tersebut juga ditemukan perhiasan dari batu ataupun manik-manik yang diduga sebagai bagian dari benda-benda perhiasan, bendabenda keperluan sehari-hari, dan rangkaian dari benda-benda upacara ritual. Keberadaan benda-benda tersebut sekaligus menunjukkan perkembangan seni kerajinan sebagai bagian dari seni rupa pada masa prasejarah. Manik-manik yang terbuat dari bahan kaca banyak ditemukan di daerah: Sumatra Selatan, Jawa, Timur, dan Bali. Adapun manik-manik yang ditemukan di guagua pada umumnya terbuat dari kulit kerang. Beberapa jenis gelang, cincin perunggu banyak ditemukan di daerah Pasemah, Sumatra Selatan. Perkembangan zaman mengakibatkan pula perkembangan tingkat kecerdasan manusia. Hal itu diwujudkan dalam bentuk peningkatan kemampuan manusia membuat alat-alat yang semula terbuat dari batu ke logam.



Berbagai benda-benda peninggalan zaman perunggu di kawasan Asia Tengara, pertama kali ditemukan di Dongson, Vietnam Utara berupa kuburan tua berisi benda-benda dari perunggu dan besi. Di antara benda-benda tersebut, antara lain nekara (genderang perunggu), alat-alat berupa kapak perunggu dengan aneka bentuk, warna dan ukuran, alat-alat perunggu, bejana-bejana perunggu, perhiasan berupa gelang dan manik manik, serta arca-arca perunggu.



Hal yang menarik dari benda-benda tersebut adalah adanya hiasan bergambar terutama pada nekara. Keberadaan hiasan pada benda-benda yang terbuat dari logam tersebut menunjukkan telah terjadi perkembangan kebudayaan manusia, khususnya dalam bidang seni rupa.



Nekara yang berukuran kecil dan berbentuk ramping disebut moko atau mako. Di Indonesia benda-benda perunggu dari zaman protosejarah ditemukan di daerah: Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sangean (Sumbawa), Rote, Leti, Selayar, Kei, Alor, Timor, dan Papua (Sentani). Anda sekarang sudah mengetahui Kebudayaan Manusia Purba. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber. http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/02/kebudayaan-manusiaprasejarah-masa-protosejarah-peninggalan-contoh.html



1.



Masa Berburu dan Meramu (Food Gathering)/Mengumpulkan Makanan



a)



Kehidupan Sosial



1. Pada masyarakat food gathering, mereka sangat menggantungkan diri pada alam. Dimana daerah yang mereka tempati harus dapat memberikan persediaan yang cukup untuk kelangsungan hidup. Oleh karena itu mereka selalu berpindah-pindah. Sebab mereka hidup berpindah-pindah adalah sebagai berikut: a.



Binatang buruan dan umbi-umbian semakin berkurang di tempat yang mereka diami.



b. Musim kemarau menyebabkan binatang buruan berpindah tempat untuk mencari sumber air yang lebih baik. c. Mereka berusaha menemukan tempat dimana kebutuhan mereka tersedia lebih banyak dan mudah diperoleh. 2. Mereka masih hidup mengembara. Tempat tinggal sementara di gua-gua. Ada pula kelompok yang tinggal di daerah pantai 3. Mencari makanan berupa binatang buruan dan tumbuh-tumbuhan liar di tepi sungai atau danau. Mereka mencari kerang sebagai makanannya. 4. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan pergerakan dalam mengikuti binatang buruan atau mengumpulkan makanan. 5. Dalam kelompok-kelompok tersebut terdapat pembagian tugas kerja, laki-laki pada umumnya melakukan perburuan. Sementara itu, para wanita mengumpulkan bahan makanan seperti buah-buahan dan merawat anak. Mereka yang memilih dan meramu makanan yang akan di makan. 6. Hubungan antar anggota sangat erat, mereka bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan hidup serta mempertahankan kelompok dari serangan kelompok lain ataupun dari binatang buas. 7. Populasi pertumbuhan penduduk sangat kecil karena situasi yang berat, dengan peralatan yang masih sangat primitif membuat mereka tidak dapat selamat dari berbagai bahaya. b)



Kehidupan Budaya



1. Dengan peralatan yang masih sangat sederhana, mula-mula bisa membuat rakit, lama kelamaan mereka membuat perahu. 2. Mereka belum mampu membuat gerabah, oleh karena itu, mereka belum mengenal cara memasak makanan, salah satunya yaitu dengan cara membakar. 3. Mereka sudah mengenal perhiasan yang sanagat primitif yaitu dengan cara merangkai kulit-kulit kerang sebagai kalung.



4. Untuk mencukupi kebutuhan hiudup mereka membuat alat-alat dari batu, tulang, dan kayu. 5. Pada masa itu mereka memilih untuk tinggal di gua-gua, dari tempat tersebut ditemukan peninggalan berupa alat-alat kehidupan yang digunakan pada masa itu, seperti: – Kapak perimbas, Kapak Penetak, Kapak genggam, Pahat genggam, Alat serpih, Alat-alat dari tulang, dll. c) Teknologi Teknologi masa food gathering masih sangat rendah. Hampir semua alat-alat yang digunakan masih sangat sederhana sekedar untuk membantu pekerjaan mereka. 2.



Masa Bercocok Tanam (Food Producing) dan Beternak



a)



Kehidupan Sosial



1. Kehidupan bercocok tanamnya dikenal dengan berhuma, yaitu teknik bercocok tanam dengan cara membersihkan hutan dan menanaminya. Setelah tanah tidak subur maka mereka akan berpindah ke tempat lain yang masih subur dan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang. Pada perkembangannya mulai menetapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah-tanah persawahan 2. Telah tinggal menetap di suatu tempat, mereka tinggal di sekitar huma tersebut, dengan cara bercocok tanam dan memelihara hewan-hewan jenis tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah hidup menetap Hal ini juga menunjukkan bahwa manusia telah dapat menguasai alam lingkungan. 3. Dengan hidup menetap, merupakan titik awal dan perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai kemajuan. Dengan hidup menetap, akal pikiran manusia mulai berkembang dan mengerti akan perubahan-perubahan hidup yang terjadi. 4. Jumlah anggota kelompoknya semakin besar sehingga membuat kelompok-kelompok perkampungan, meskipun mereka masih sering berpindah-pindah tempat tinggal. 5. Populasi penduduk meningkat, usia rata-rata manusia masa ini 35 tahun. 6. Muncul kegiatan kehidupan perkampungan, oleh karena itu di buat peraturan, untuk menjaga ketertiban kehidupan masyarakat. 7. Diangkat seorang pemimpin yang berwibawa, kuat, dan disegani untuk mengatur para anggotanya. 8. Mereka hidup bergotong royong, sehingga mereka saling melengkapi, saling membantu, dan saling berinteraksi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.



b)



Kehidupan Budaya



1. Kebudayaan semakin berkembang pesat, manusia telah dapat mengembangkan dirinya untuk menciptakan kebudayaan yang lebih baik 2. Peninggalan kebudayaan manusia pada masa bercocok tanam semakin banyak dan beragam, baik yang terbuat dari tanah liat, batu maupun tulang 3. Hasil kebudayaan pada masa bercocok tanam: Beliung Persegi, Kapak Lonjong, Mata panah, Gerabah, Perhiasan, Bangunan Megalitikum seperti menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, punden berundak, waruga, arca. c) Teknologi Pada masa bercocok tanam, kebudayaan orang-orang purba mengalami perkembangan yang luar biasa. Pada masa ini terjadi revolusi secara besar-besaran dalam peradaban manusia yaitu dari kehidupan food gathering menjadi food producing. Sehingga terjadi perubahan yang sangat mendalam dan meluas dalam seluruh penghidupan umat manusia. 3.



MASA PERTANIAN



Ketika ditemukan tanaman padi maka sistem pertanian menjadi semakin meningkat dan berkembang menjadi sistem persawahan. Mereka juga mulai memelihara binatang ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. a)



Kehidupan Sosial



1. Bertani adalah mata pencahariannya. Mulai membudidayaakan tanaman dan hewan peliharaan tertentu seperti membudidayakan tanaman padi dan memelihara kerbau sebagai hewan ternak; 2. Mereka sudah berladang/ bersawah, dalam bekerja mereka melakukan secara bersamabersama/ secara gotong royong. Dengan alat pendukung kapak perunggu yang berfungsi sebagai pacul; 3. Untuk mengisi waktu menunggu musim panen tiba mereka membuat anyaman dari bambu/ rotan; 4. Mendiami tempat-tempat kecil dengan tujuan untuk menghindari serangan binatang buas; 5. Mulai mendirikan rumah sebagai tempat berteduh dengan cara bergotong-royong yang disertai dengan upacara tradisional. Mulai menetap dalam waktu yang cukup lama. Mereka sudah mengenal pertukangan dengan alat pendukung berupa kapak beliung yang berfungsi



sebagai alat pemotong kayu. Dengan alat-alat tersebut digunakan untuk mendirikan rumah dengan cara gotong-royong pula; 6. Muncul ikatan sosial antara masyarakat dan keluarga; 7. Muncul struktur kepemimpinan di kampung; 8. Mulai digunakan bahasa sebagai alat komunikasi; 9. Mereka telah memiliki aturan dalam kehidupan masyarakat guna ketertiban dan rapinya kerjasama dengan cara pembagian kerja; 10. Mereka memiliki kebiasaan untuk menyelenggarakan upacara secara teratur yang melibatkan orang lain. b) Kehidupan Budaya dan Teknologi 1. Mereka sudah menetap, dan tinggal di rumah-rumah, membentuk perkampungan dan hidup sebagai petani; 2. Mereka telah mengenal musim sehingga dapat dipastikan mereka telah menguasai ilmu perbintangan (ilmu falak); 3. Mereka telah menggunakan alat-alat kehidupan yang halus seperti kapak persegi, dan kapak lonjong, selain itu juga menggunakan kapak perunggu, nekara, gerabah serta bendabenda megalitik; 4. Alat-alat yang dibuat dari batu, seperti kapak batu halus dengan beragai ukuran kapak batu dengan ukuran kecil yang indah digunakan sebagai mas kawin, alat penukar, atau alat upacara; 5. Kapak-kapak dari logam berupa perunggu memunculkan budaya megalitik berupa menhir, dolmen, punden berundak, pandhusa, dll; 6. Alat-alat yang dibuat dari tanah liat sangat berhubungan erat dengan adanya proses kimia, yaitu proses pencampuran tanah liat, penjemuran, dan teknik-teknik pembakarannya. Gerabah sudah dibuat dengan warna-warni dan dengan hiasan yang beraneka ragam. Seperti hiasan dari anyaman kain yang menunjukkan bahwa nenek moyang kita sudah mengenal tulisan. 4. MASA PERUNDAGIAN a)



Kehidupan Sosial



1. Jumlah penduduk semakin bertambah. Kepadatan penduduk bertambah, pertanian dan peternakan semakin maju, mereka memiliki pengalaman dalam bertani dan berternak mereka mengenal cara bercocok tanam yang sederhana; 2. Mereka memiliki pengetahuan tentang gejala alam dan musim, mereka mulai dapat memperkirakan peristiwa alam dan memperhitungkan musim tanam dan musim panen; 3. Dengan diterapkan sistem persawahan maka pembagian waktu dan kerja semakin diketatkan; 4. Dalam masyarakat muncul golongan undagi, mereka merupakan golongan yang terampil untuk melakukan perkerjaan seperti pembuatan rumah kayu, gerobak, maupun benda logam. Pertanian tetap menjadi usaha utama masyarakat; 5. Dari segi sosial, kehidupan masyarakat zaman ini semakin teratur. Contohnya : ada pembagian kerja yang baik berdasarkan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu; 6. Pembagian kerja semakin komplek dimana perempuan tidak hanya bekerja di rumah tetapi juga berdagang di pasar. b) Kehidupan Budaya 1. Masyarakat zaman ini telah menunjukkan tingkat budaya yang tinggi terlihat dari berbagai bentuk benda seni dan upacara yang ditemukan menunjukkan keterampilan masyarakat perundagian yang tinggi; 2. Zaman ini ditandai dengan pesatnya kemampuan membuat alat-alat akibat perkembangan teknologi. Mereka menemukan teknologi peleburan biji logam. Oleh karena itu, semakin banyak manusia yang menggunakan logam untuk memenuhi perkakas hidupnya; 3. Pada zaman perunggu, orang dapat memperoleh jenis logam yang lebih keras daripada tembaga, sebab perunggu merupakan logam campuran dari tembaga dan timah. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebudayaan manusia pada zaman ini jauh lebih tinggi. Terbukti masyarakatnya sudah mengenal teknologi peleburan dan pencampuran logam.; 4. Pada zaman besi, manusia telah menemukan logam yang jauh lebih keras lagi dimana harus dileburkan pada titik lebur yang cukup tinggi. Sehingga alat-alat pada zaman ini telah lebih sempurna daripada sebelumnya. Kemampuan membuat benda-benada jauh lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan masa sebelumnya. Teknologi peleburan logam yang digunakan adalah dengan sistem pemanasan, pencetakan logam, pencampuran logam dan penempaan logam; 5. Pada zaman Perundagian peralatan gerabah masih ditemukan dengan teknologi yang semakin maju. Hal ini menunjukkan bahwa peranan alat-alat dari gerabah tersebut tidak dapat digantikan dengan mudah oleh alat-alat dari dari logam.



c) Teknologi 1. Teknologi dapat dilihat dari pembuatan alat-alat pada masa itu. Terlebih lagi teknologi tersebut terlihat pada masa penggunaan alat-alat dari logam. Hal ini disebabkan karena teknik yang digunakan untuk membuat alat-alat dari logam tersebut diadopsi dari teknik membuat logam di daratan Cina; 2. Logam digunakan sebab penggunaan alat bercocok tanam dari logam lebih efisien selain itu memiliki nilai artistik yang lebih tinggi jika dibandingkan alat-alat dari batu; 3. Zaman logam disebut juga zaman perundagian dimana masyarakat telah mampu membuat peralatan dengan teknologi sederhana dengan bahan baku logam; 4. Teknik yang digunakan pada masa itu adalah teknik a cire perdue. Caranya sebagai berikut : 1. Benda yang hendak dibuat, terlebih dulu dibuat dari lilin lengkap dengan segala bagiannya; 2.



Model lilin tersebut kemudian ditutup dengan tanah;



3. Dengan cara dipanaskan maka tanah tersebut akan menjadi keras, sedangkan lilinnya akan cair dan mengalir keluar dari lubang yang ada dalam selubung; 4.



Jika lilin telah habis maka logam cair dapat dituang ke tempat lilin tadi;



5. Setelah dingin, selubung tanah dipecah dan jadilah benda yang kita kehendakai yang terbuat dari logam. Budaya Masa Pra-Sejarah Indonesia Berbicara perkara kehidupan manusia, khususnya dalam arena prasejarah, tentu tidak akan terlepas dari perkara yang lain yaitu lingkungan alam dan budaya. Aspek lingkungan ini merupakan salah satu unsur penting pembentuk suatu budaya masyarakat. Manusia masa prasejarah masih sangat menggantungkan hidupnya pada alarn, oleh karena itu hubungan yang begitu dekat antara manusia dengan lingkungan membawa konsekuensi bahwa manusia hams senantiasa beradaptasi dengan lingkungan yang ditempati, salah satunya tercermin dari hasil budaya. Untuk mendapatkan penjelasan tentang kehidupan manusia masa prasejarah maka perlu mengintegrasikan antara tinggalan manusia, tinggalan budaya, dan lingkungan alamnya. Dengan demikian studi tentang hubungan antara manusia, budaya, dan lingkungan alam masa prasejarah merupakan topik yang tetap aktual menarik, dan perlu dikembangkan dalam disiplin ilmu arkeologi. Nilai-nilai budaya masa prasejarah artinya, konsep-konsep umum tentang masalah-masalah dasar yang sangat penting dan bernilai bagi kehidupan masyarakat prasejarah di Indonesia. Konsep-konsep umum dan penting itu hingga kini masih



tersebar luas di kalangan masyarakat Indonesia. Nilai-nilai budaya masa prasejarah Indonesia itu masih terlihat dalam bentuk kegiatan-kegiatan berikut: 1. Mengenal Astronomi Pengetahuan tentang astronomi sangat penting dalam kehidupan mereka terutama pada saat berlayar waktu malam hari. Astronomi juga, penting artinya dalam menentukan musim untuk keperluan pertanian. 2. Mengatur Masyarakat Dalam kehidupan kelompok masyarakat yang sudah menetap diperlukan adanya aturanaturan dalam masyarakat. Pada masyarakat dari desa-desa kuno di Indonesia telah memiliki aturan kehidupan yang demokratis. Hal ini dapat ditunjukkan dalam musyawarah dan mufakat memilih seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang dipilih itu diharapkan dapat melindungi masyarakat dari gangguan masyarakat luar maupun roh jahat dan dapat mengatur masyarakat dengan baik. Bila seorang pemimpin meninggal, makamnya dipuja oleh penduduk daerah itu. 3. Sistem Macapat Sistem macapat ini merupakan salah satu butir dari 10 butir penelitian J.L.A. Brandes tentang keadaan Indonesia menjelang berakhirnya zaman prasejarah. Sistem macapat merupakan suatu tatacara yang didasarkan pada jumlah empat dan pusat pemerintah terletak di tengahtengah wilayah yang dikuasainya. Pada pusat pemerintahan terdapat tanah lapang (alun-alun) dan di empat penjuru terdapat bangunan-bangunan yang penting seperti keraton, tempat pemujaan, pasar, penjara. Susunan seperti itu masih banyak ditemukan pada kota-kota lama. 4. Kesenian Wayang Munculnya kesenian wayang berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang. Jenis wayang yang dipertunjukkan adalah wayang kulit, wayang orang dan wayang golek (boneka). Cerita dalam pertunjukkan wayang mengambil tema tentang kehidupan pada masa itu dan setelah mendapat pengaruh bangsa Hindu muncul cerita Mahabarata dan Ramayana. 5. Seni Gamelan Seni gamelan digunakan untuk mengiringi pertunjukkan wayang dan dapat mengiringi pelaksanaan upacara. 6. Seni Membatik Seni membatik merupakan kerajinan untuk menghiasi kain dengan menggunakan alat yang disebut canting. Hiasan gambar yang diambil sebagian besar berasal dari alam lingkungan tempat tinggalnya. Di samping itu ada seni menenun dengan beraneka ragam corak.



7. Seni Logam Seni membuat barang-barang dari logam menggunakan teknik a Cire Perdue. Teknik a Cire Perdue adalah cara membuat barangbarang dari logam dengan terlebih dulu membentuk tempat untuk mencetak logam sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam itu ada yang terbuat dari batu, tanah liat, dan sebagainya. Pada tempat cetakan itu dituang logam yang sudah dicairkan dan setelah dingin cetakan itu dipecahkan, sehingga terbentuk benda yang dibutuhkannya. Barang-barang logam yang ditemukan sebagian besar terbuat dari perunggu. Peninggalan masa prasejarah Peninggalan masa prasejarah Nusantara diketahui dari berbagai temuan-temuan coretan/lukisan di dinding gua atau ceruk di tebing-tebing serta dari penggalian-penggalian pada situs-situs purbakala. Beberapa lokasi penemuan sisa-sisa prasejarah Nusantara: 



Situs Gua Putri, Baturaja, Sumatera Selatan;







Lembah Sangiran, sekarang menjadi Taman Purbakala Sangiran;







Situs Purbakala Wajak, Tulungagung;







Liang Bua, Pulau Flores;







Gua Leang-leang, Sulawesi;







Situs Gua Perbukitan Sangkulirang, Kutai Timur;







Situs Pasemah di Lampung;







Situs Cipari, Kuningan, Jawa Barat;







Situs Goa Pawon, Bandung, Jawa Barat;







Situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat;







Situs Gilimanuk, Jembrana, Bali;







Situs Gua-gua Biak, Papua (40.000-30.000 SM);







Situs Lukisan tepi pantai di Raja Ampat, Papua Barat;







Situs Tutari, Kabupaten Jayapura, (periode Megalitikum);







Gua Babi di Gunung Batu Buli, desa Randu, Muara Uya, Tabalon.



https://nchistoriaedu26.wordpress.com/sejarah/kehidupan-sosial-kebudayaandan-teknoogi-masa-prasejarah-di-indonesia/



Masa Berburu dan Meramu Tingkat Lanjut Masa berburu dan meramu tingkat lanjut merupakan kelanjutan dari masa berburu dan meramu tingkat awal atau sederhana. Ciri-ciri kehidupan masyarakatnya setingkat lebih tinggi dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal manusia pendukung, teknik pembuatan alat, tempat tinggal, ataupun kesenian dan kepercayaannya. Untuk lebih jelasnya, ciri-ciri masyarakat masa berburu dan meramu tingkat lanjut diuraikan berikut ini. 1. Manusia Pendukung Pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut, masyarakat purba memasuki masa Holosen. Manusia pendukung kebudayaan masa ini adalah kelanjutan dari manusia purba jenis Homosapiens , yaitu ras Mongoloid dan Austromelanesoid. Ras Mongoloid mempunyai ciriciri, antara lain tubuh lebih kecil, muka lebar dan datar, tengkorak sedang dan bundar, besar hidung besar, dan reduksi alat pengunyah sudah terlihat. Ciri-ciri ras Austromelanesoid, yaitu tubuh agak besar, tengkorak kecil, muka sedang, hidung lebar, bagian rahangnya ke depan, alat pengunyahnya kuat, dan geraham belum mengalami reduksi. Kedua ras tersebut tersebar di wilayah Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi. Di Indonesia juga dihuni ras Papua Melanesoid. Keturunan ras ini, antara lain suku Sakai (Siak) dan suku Irian. 2. Kehidupan Ekonomi Kehidupan perekonomian pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut sudah mengalami perkembangan meskipun dalam pemenuhan kebutuhannya masih bergantung pada alam. Berikut ini beberapa ciri kehidupan ekonomi masyarakat purba masa berburu dan meramu tingkat lanjut. a. Cara memperoleh makanan masih bersifat food gathering masih sangat bergantung pada alam, yaitu iklim, cuaca, kesuburan tanah, dan kondisi bintang. b. Kehidupan berburu berkembang seiring dengan kemajuan dalam pembuatan alat berburu. c. Selain berburu hewan di dekat, mereka juga makan hewan-hewan laut, misalnya kerang yang kulitnya dibuang menjadi sampah bukit kerang (kjokkenmoddinger). d. Mulai melakukan bercocok tanam sederhana dengan berpindah-pindah tempat sesuai dengan kesuburan tanah. Tanaman yang ditanam sebatas umbi-umbian, karena belum mengenal padi. e. Masa ini belum mengenal perdagangan barter, yaitu tukar-menukar barang, karena makanan yang mereka peroleh hanya sekadar untuk mempertahankan hidup. 3. Kehidupan Sosial Secara umum, pola kehidupan sosial masyarakat purba masa berburu dan meramu tingkat lanjut diuraikan berikut ini. a. Manusia pada masa ini sudah mulai hidup semisedenter, yaitu kadang menetap di gua-gua alam dan berpindah lagi mencari gua lain yang di sekitarnya banyak tersedia bahan makanan. b. Pembagian tugas antara pria dan wanita makin berkembang, baik dalam mencari makanan, memasak, mengasuh anak, maupun membersihkan tempat tinggalnya.



c. Munculnya gua-gua alam yang dinamakan abris sous roche yang merupakan tempat tinggal sementara. 4. Hasil Kebudayaan Pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut, masyarakat praaksara sudah menghasilkan berbagai budaya meskipun belum berkembang pesat. Salah satu hasil budaya pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut adalah digunakannya peralatan dari batu yang disebut chooper (kapak perimbas/pebble/kapak sumatra), chooping tool (kapak penetak), anak panah, dan alat dari tulang atau tanduk rusa (bone culture). Selain itu, ditemukan beberapa kesenian berupa lukisan-lukisan. Berikut beberapa bentuk lukisan tersebut. a. Lukisan pada kapak berupa garis sejajar dan lukisan mata. Makna lukisan tersebut belum diketahui secara pasti. b. Lukisan di dinding-dinding gua, seperti yang terdapat di Gua Leang-Leang, Sulawesi Selatan. Lukisan tersebut berupa gambar babi hutan sedang berlari. Di Gua Leang-Leang juga ditemukan lukisan cap tangan berwarna merah. Heekeren mengatakan bahwa gambar tersebut dimungkinkan telah berumur lebih dari 4.000 tahun, atau pada zaman peralihan dari Mesolitikum ke Neolitikum.



asa Berburu dan Meramu Tingkat Awal Kehidupan sosial ekonomi sudah mulai terbentuk sejak adanya manusia purba. Mereka masih hidup dengan pola sederhana, namun menjadi titik awal perkembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekarang. Masa berburu dan meramu tingkat awal merupakan awal munculnya peradaban manusia purba yang sangat primitif. Kemampuan manusia sangat terbatas dalam memanfaatkan bahan yang disediakan oleh alam. Berikut ini penjelasan mengenai kehidupan masyarakat masa berburu dan meramu tingkat awal. 1. Kehidupan Sosial Corak kehidupan masayarakat prasejarah masa berburu dan meramu tingkat awal masih sangat sederhana. Corak kehidupan masyarakat berburu dan meramu dikaitkan dengan kebudayaan Paleolitikum. Hasil kebudayaannya merupakan alat-alat berburu yang dibuat sangat sederhana. Dari ciri sosialnya, masyarakat pendukung kebudayaan Paleolitikum telah hidup dalam kelompok-kelompok kecil berkisar antara 5-20 orang. Gambaran kehidupan kepercayaan belum terekam pada zaman ini karena budaya-budaya rohani hampir tidak ditemukan. Gambaran kehidupan sosial masyarakat berburu dan meramu tingkat awal diuraikan berikut ini. a. Kehidupan masyarakat masa berburu dan meramu tingkat awal masih nomaden (berpidahpindah tempat) dengan cara mencari daerah baru yang tersedia sumber daya alamnya. b. Sudah mengenal pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan, sehingga terbentuk kelompok kecil. Pihak laki-laki bertugas berburu hewan dan mencari bahan makanan, sedangkan pihak perempuan mengumpulkan makanan, memelihara api, dan merawat anaknya.



c. Mereka hidup dalam kelompok kecil untuk tujuan berburu dan mempertahankan hidup dari ancaman atau keganasan alam. Meskipun ada kelompok kecil, namun belum sampai terbentuk perkampungan apalagi kepala suku. 2. Kehidupan Ekonomi Gambaran kehidupan sosial masyarakat berburu dan meramu tingkat awal menjadi cerminan bagi kehidupan perekonomiannya. Kebutuhan ekonomi dicapai dengan cara berburu dan meramu. Kegiatan yang mereka lakukan baru sebatas mencari makan untuk kelangsungan hidup, sehingga kehidupan ekonomi mereka sangat bergantung pada alam (food gathering). Bentuk kehidupan ekonomi manusia purba masa berburu dan meramu tingkat awal diuraikan berikut ini. a. Masyarakat masih sangat tergantung pada alam dengan cara food gathering. Mereka mengambil apa saja yang telah disediakan alam dengan cara mengumpulkan makanan dan berburu binatang. Makanan yang mereka kumpulkan bisa berupa umbi-umbian, dedaunan, buah-buahan, siput maupun kerang. Hewan yang menjadi sasaran perburuan mereka, antara lain kerbau, kijang, badak, kelelawar, unggas, biawak, rusa, dan lain-lain. Mereka sudah mengenal api yang berfungsi untuk memasak, penerangan, menghangatkan tubuh atau mengusir hewan buas. Pertama kali mereka mengenal api karena adanya letusan gunung yang membakar padang rumput dan hutan. 3. Hasil Kebudayaan Dari aspek budaya, masyarakat berburu dan meramu memiliki kemampuan membuat peralatan dari batu, kayu, atau tulang dalam upaya membantu mempermudah melakukan pekerjaannya. Peralatan yang digunakan sangat sederhana. Peralatan utamanya, antara lain peralatan berburu, menguliti binatang, dan mengorek ubi-ubian. Pada masa berburu dan meramu tingkat awal terdapat teknik pembuatan alat, yaitu tradisi kapak perimbas dan tradisi serpih. Tradisi tersebut berkembang mulai masa Plestosen Tengah. Alat yang terbuat dari tulang dan tanduk, baru ada pada masa Plestosen Akhir. Mereka telah mengenal api untuk memasak ataupun mengusir hewan buas. Dari sisi komunikasi, manusia purba pada masa ini mulai menggunakan bahasa yang masih sangat sederhana atau bahasa isyarat. http://ipspa.blogspot.co.id/2015/05/masa-berburu-dan-meramu-tingkat-awal.html



Teknologi Awal Masyarakat Indonesia



Kapak Perimbas Dan Kapak Penetak Pada kehidupan berburu dan meramu pada tahap awal, penguasaan manusia terhadap teknologi masih sangat sederhana dan berkaitan erat dengan kebutuhan dasar manusia pada saat itu. Setelah manusia menetap di goa-goa, mereka mempunyai kesempatan untuk mengembangkan daya imajinasinya dan keterampilan membuat alat-alat. Pembuatan alat-alat dari bahan batu, kayu, maupun tulang-tulang hewan masih sangat sederhana dalam bentuk maupun cara pembuatannya. Hasil budaya fisik pada saat itu berupa alat-alat dari batu oleh para ahli dianggap sebagai tahap awal dari manusia menguasai satu bentuk teknologi sederhana yang disebut teknologi paleolitik. Di Indonesia, alat-alat yang terbuat dari batu dengan berbagai bentuk itu dikelompokkan dalam dua tradisi kapak perimbas dan tradisi alat serpih.



Pada tingkat permulaan budaya, manusia membuat alat-alat yang sangat sederhana dan bahannya dari batu, tulang, duri ikan, dan kayu. Alat-alat yang terbuat dari bahan kayu sukar ditemukan bekas-bekasnya karena kayu tidak tahan lama. Alat-alat dari zaman prasejarah itu mula-mula ditemukan di atas permukaan tanah, sehingga para peneliti tidak dapat memastikan pada lapisan manakah asal alat-alat tersebut.



Dalam sistem berburu dan meramu ini diutamakan cara-cara memburu dan menangkap hewan dengan alat-alat yang diciptakan secara sederhana. Alat-alat perburuan yang memainkan peranan penting pada masa itu, tetapi tidak dapat ditemukan kembali karena telah musnah, misalnya gada dari kayu atau tulang, tombak kayu dan jebakan-jebakan kayu. Cara-cara lain dengan membuat jebakan berupa lubang-lubang atau dengan cara menggiring hewan buruan ke arah jurang yang terjal. Perburuan biasanya dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil dan hasilnya dibagi bersama. Kelompok berburu terdiri dari keluarga kecil, yaitu orang laki-laki melakukan perburuan dan para perempuan mengumpulkan makanan (tumbuh-tumbuhan). Di samping itu, para perempuan juga memelihara



anak-anak. Peranan para perempuan penting sekali dalam memilih (seleksi) tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan dan membimbing anak-anak dalam meramu makanan. Setelah ditemukan penggunaan api, maka perempuan menemukan cara-cara memasak makanan, memperluas pengetahuan tentang jenis-jenis tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan dan cara memasaknya.



Alat-Alat Serpih Dengan melihat ciri-ciri tertentu, alat-alat yang terbuat dari batu ini digolongkan menjadi empat, yaitu kapak perimbas, kapak penetak, pahat genggam, dan kapak genggam awal. Kapak perimbas mempunyai ciri-ciri antara lain bagian tajamnya berbentuk cembung atau lurus dengan memangkas satu sisi pinggiran batu dan kulit batu masih melekat dipermukaan. Kapak penetak mempunyai ciriciri ketajamannya dibentuk liku-liku dengan cara penyerpihan yang dilakukan berselang-seling pada kedua sisi ketajamannya. Pahat genggam mempunyai ciriciri tajamannya berbentuk terjal mulai dari permukaan atas batu sampai pinggirannya dan dibuat juga dengan cara penyerpihan. Kapak genggam awal mempunyai ciri-ciri bentuknya meruncing dan kulit batu masih melekat pada pangkal alatnya serta tajamannya dibentuk melalui pemangkasan pada satu permukaan batu.



Dari empat jenis utama kapak itu terdapat jenis-jenis lain dengan bentuk dan variasinya sendiri. Hal itu terlihat, misalnya jenis kapak perimbas tipe setrika, kura-kura, dan serut samping di daerah Punung, (Pacitan). Sementara itu, alatalat serpih yang paling umum ditemukan mempunyai ciri-ciri kerucut pukulnya menonjol dan dataran pukulnya lebar dan rata. Ciri-ciri itu digolongkan ke dalam jenis-jenis alat serpih sederhana. Temuan-temuan alat serpih di Indonesia juga menunjukkan variasinya, bahkan terdapat beberapa alat serpih yang menunjukkan teknik pembuatannya yang lebih maju.



Perkakas-perkakas batu yang digunakan pada masa berburu dan meramu tingkat awal ini ditemukan tersebar dibeberapa tempat, terutama daerah-daerah yang banyak mengandung bahan batuan yang cocok untuk pembuatan alat tersebut.



Ini menunjukkan bahwa tradisi kapak perimbas pada masa itu sudah digunakan hampir di seluruh Indonesia. Ditemukan dua ribu alat batu di Kali Baksoko, kabupaten Pacitan, tempat penemuan itu ditentukan sebagai kompleks kapak perimbas dengan sebutan Budaya pacitan. Semua jenis kapak batu itu umumnya berbentuk besar dan cara pembuatannya kasar. Kulit batu masih melekat pada permukaan alat dan tajamannya berliku atau bergerigi. Sementara itu, satu jenis yang juga penting selain kapak perimbas adalah kapak genggam. Kapak genggam ini pada umumnya dibuat secara kasar, tetapi terdapat beberapa kapak yang diserpih secara teliti dan lebih halus berbentuk bulat atau lonjong.



Daerah penyebaran kapak perimbas ini adalah di daerah Punung, Gombong, jampang kulon, dan Parigi (jawa). Di Sumatera kapak perimbas ditemukan di daerah Tambangsawah, Lahat, dan Kalianda. Di Sulawesi kapak ini ditemukan di daerah Cabbenge. Di Bali kapak ini ditemukan di daerah Sembiran dan Trunyan. Di Sumbawa kapak tersebut ditemukan di daerah Batutring. Di Flores kapak tersebut ditemukan di daerah wangka, Soa, Maumere, dan mangeruda, dan di Timor kapak perimbas ditemukan di daerah Atambua dan Ngoelbaki. Jenis kapak perimbas ini juga ditemukan di negara-negara Asia yang lain, seperti Pakistan, Birma, Malaysia, Cina, Thailand, Filipina dan Vietnam. Ada pula alat-alat serpih yang berukuran kecil yang diduga digunakan sebagai pisau, gurdi atau penusuk. Dengan alat itu manusia purba dapat mengupas, memotong dan mungkin juga menggali umbi-umbi. Kapak genggam Sumatera atau pebble ditemukan tersebar di pantai timur Sumatera terutama di daerah Lhok Seumawe, Tamiang, Binjai, di bukit-bukit kerang di Aceh, dan di Sangiran Jawa Tengah. Bahan-bahan yang digunakan biasanya dari batu andesit yang dibuat melalui pemangkasan satu sisi atau dua sisi. Para ahli menganggap bahwa kapak genggam Sumatera ini mengikuti tradisi pembuatan kapak genggam di daratan Asia. Dilihat dari cara pembuatannya, alat-alat batu yang digunakan pada masa berburu dan meramu tingkat awal digolongkan menjadi dua. Pertama, disebut tradisi batu inti, pembuatan alat dilakukan dengan cara pemangkasan segumpal batu atau kerakal untuk memperoleh satu bentuk alat, misalnya kapak perimbas, kapak genggam, atau kapak penetak. Kedua, disebut tradisi serpih yaitu alat-alat batu yang dibuat dari serpihan atau pecahan-pecahan batu.



Alat-alat serpih ini ditemukan bersama-sama dengan kapak perimbas atau alatalat batu lainnya dan ditemukan secara terpisah. Di beberapa tempat seperti Sangiran (Jawa Tengah) atau di Sagadat (Timor) alat-alat serpih menjadi unsur pokok perkembangan budaya masyarakat waktu itu. Tradisi alat-alat serpih yang berkembang pada masa berburu dan meramu tingkat awal bentuk alat-alatnya



masih sederhana. Pada masa berikutnya, terutama ketika manusia sudah menetap sementara di goa-goa, tradisi alat serpih menjadi penting dan menjadi perkakas utama dalam kehidupan seharihari. Bentuknya pun beraneka ragam dan teknik pembuatannya lebih maju dibanding masa sebelumnya. Ketika bahan dasar dari alat serpih yang berupa batuan obsidian mulai digunakan, alat-alat ini mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia.



Tradisi alat serpih ini persebarannya juga luas. Di Jawa misalnya, alat serpih ditemukan di daerah Punung, Gombong, Jampangkulon, Parigi, Sangiran, dan Ngandong. Sedangkan di Sumatera, alat serpih hanya ditemukan di daerah Lahat. Di Sulawesi alat serpih tersebut ditemukan juga di satu daerah Cabbenge. Di Sumbawa alat serpih tersebut ditemukan di daerah Wangka, Soa, dan Mangeruda. Di Timor alat serpih tersebut ditemukan di daerah Atambua, Ngoelbaki, Gassi Liu, dan Sagadat. Pembuatan alat dengan menggunakan bahan tulang dan tanduk agaknya pada masa berburu dan meramu tingkat awal ini masih sangat terbatas. Hal itu terlihat dari temuan alat-alat yang hanya ada di satu tempat, yakni di Ngandong. Alat-alat dari tulang ini biasanya digunakan untuk sudip atau mata tombak yang berbgerigi di kedua sisinya. Sedangkan alat-alat dari tanduk menjangan kemungkinan digunakan untuk mengorek tanah karena di bagian ujung terdapat runcingan. Pembuatan alat dari tulang dan tanduk ini terus berlanjut ketika manusia sudah menetap di goa-goa. Bahkan dari beberapa temuan terdapat alat tanduk yang sudah dihaluskan.



Yang Keren Lainnya : http://fullseoblog.blogspot.co.id/2013/11/teknologi-awal-masyarakatindonesia.html



Kehidupan Masyarakat Berburu dan Meramu Saat bermigrasi dari Yunan dan Indocina ke indonesia, nenek moyang bangsa indonesia membawa serta teknologi dan tradisi mereka, seperti membuat kapak, cara bercocok tanam, serta cara membuat alat perlengkapan hidup. Masa berburu dan mengumpulkan makanan (food gethering and hunting period) adalah masa ketika dimana manusia purba mengumpulkan makanan yang di butuhkan mereka untuk bertahan hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan yang tersedia dari alam (sungai,



danau, laut, dan hutan di sekitar tempat tinggal mereka). Masa berburu dan mengumpulkan makanan terjadi pada masa Paleolithikum (zaman batu tua), berbarengan dengan kala Pleistosen, sekitar 2 juta tahun yang lalu dan berlangsung selama 600.000 tahun. Pada masa ini kondisi bumi masih belum sepenuhnya stabil. Berikut ini ciri-ciri masyarakatnya. 



Hidupnya selalu berpindah-pindah tempat atau di sebut dengan nomaden, alasannya ada dua; pertama, binatang yang mereka buru di tempat yang lama sudah semakin berkurang; kedua, binatang buruan akan berpindah tempat di musim kemarau, ke arah sumber air.







Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan gerak mereka dalam mencari dan mengumpulkan makanan.







Hidupnya tergantung sepenuhnya pada alam.







Untuk mendukung kegiatan mereka mencari makan, manusia purba menggunakan alat-alat sederhana dari batu, tulang, duri ikan, dan tanduk, yang bentuknya masih kasar. Alat-alat ini banyak di temukan dari daerah Pacitan (Jawa Timur), dan Ngandong. Contoh kapak genggam (hand axe) untuk menggali, memotong, dan menguliti binatang; kapak perimbas (chopper) untuk merimbas kayu, memecah tulang, dan senjata; flakes (alat serpih) utuk mengiris daging dan memotong umbi.







Mereka menggunakan bahasa yang sederhana dibantu dengan bahasa isyarat.



Pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut, masyarakatnya telah memiliki kemampuan tambahan seperti; 



Menemukan api, ini merupakan penemuan penting pada masa berburu-meramu tingkat lanjut, dengan api mereka lebih dapat bertahan terhadap cuaca dingin dan mulai mengenal cara memasak makanan.







Naluri melindungi diri dari binatang buas dan dari fenomena alam seperti hujan, petir, banjir, dan gunung meletus, dengan cara mencari tempat berlindung di gua-gua atau di atas pohon.







Menangkap ikan dengan cara yang sederhana







Memakan kerang (bagi mereka yang hidup di pantai)







Semi-sedenter, artinya tinggal cukup lama di suatu tempat







Pembagian kerja; laki-laki berburu, dan perempuan mengmpulkan makanan dan mengurus anak



http://www.sridianti.com/kehidupan-masyarakat-berburu-dan-meramu.html



Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan (Food Gathering and Hunting Period)



Masa berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering and hunting period) adalah masa dimana cara manusia purba mengumpulkan makanan-makanan yang dibutuhkan mereka untuk bertahan hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan yang tersedia dari alam (sungai, danau, laut, dan hutan-hutan yang ada di sekitar tempat bermukim mereka pada saat itu). Mereka hidup dengan cara berpindah pindah (nomaden). Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, sungai memiliki peran yang penting, yaitu dengan cara menyusuri sungai mereka bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mencari makanan. Namun, pada masa ini belum dikenal alat pelayaran sungai. Masa Berburu dan Mengumpulkan makanan terjadi pada masa Paleolithikum (zaman batu tua), yang berbarengan dengan kala Pleistosen yang terjadi sejak 2 juta tahun yang lalu. Masa berburu dan mengumpulkan makanan berlangsung selama 600.000 tahun Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan mereka belum mengenal cara memasak makanan, karena mereka belum mengenal bagaimana



menggunakan periuk belanga, yang dibuktikan dari peninggalan- peninggalan mereka. Untuk memasak makanan diperlukan api, namun kita belum mengetahui dengan pasti sejak kapan manusia praksara mulai menggunakan api dalam kehidupannya. Api mula-mula dikenal dari gejala alam, misalnya percikan gunung berapi, kebakaran hutan yang kering ditimbulkan oleh halilintar atau nyala api yang bersumber dari dalam bumi, karena mengandung gas. Secara lambat laun mereka dapat menyalakan api dengan cara menggosokkan batu dengan batu yang mengandung unsur besi, sehingga menimbulkan percikan api. Percikan-percikan api ditampung dengan semacam lumut kering, sehingga terjadi bara api.



Dalam masa prasejarah Indonesia, corak kehidupan dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering) dibagi menjadi dua masa, yaitu : 1. Masa berburu dan mengumpulkan atau meramu makanan tingkat sederhana. 2. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut.







Masa berburu dan mengumpulkan atau meramu makanan tingkat sederhana.



Pada awalnya manusia purba hidup di padang terbuka. Alam sekitarnya merupakan tempat mereka mencari makanan. Mereka hidup berkelompok, tinggal di gua-gua atau membuat tempat tinggal di atas pohon besar. Manusia yang tinggal di gua-gua dikenal sebagai cavemen (orang gua). Dengan demikian, mereka sangat bergantung pada kebaikan alam. Mereka cenderung pasif terhadap keadaan. Kehidupan di dalam gua-gua pada masa ini menghasilkan lukisan-lukisan pada dinding-dinding gua yang (kemungkinan besar) menggambarkan kehidupan sosial-ekonomi mereka. Lukisan-lukisan pada dinding gua lain berupa cap tangan, babi dan rusa dengan panah dibagian jantungnya, gambar binatang melata, dan gambar perahu. Lukisan dinding gua antara lain ditemukan di Sulawesi Selatan, Irian Jaya, Kepulauan Kei, dan Pulau Seram. Keadaan Sosial Kondisi alam sangat berpengaruh terhadap sifat dan fisik makhluk hidup tanpa kecuali manusia. Pola kehidupan manusia yang primitif sangat menggantungkan hidupnya pada ketersediaan alam, di mana daerah-daerah yang didiami harus cukup untuk memenuhi kebutuhannya, untuk kelangsungan hidup terutama di daerah yang cukup persediaan air. Temuan artefak pada Zaman Palaeolitikum menunjukkan bahwa manusia Pithecanthropus sudah



mengenal perburuan dan menangkap hewan dengan cara yang sederhana. Hewan yang menjadi mangsa perburuan adalah hewan yang berukuran besar, seperti gajah, sapi, babi atau kerbau. Saat perburuan, tentu diperlukan adanya kerja sama antarindividu yang kemudian membentuk sebuah kelompok kecil. Hasil buruannya dibagikan kepada anggota-anggotanya secara rata. Adanya keterikatan satu sama lain di dalam satu kelompok, yang laki-laki bertugas memburu hewan dan yang perempuan mengumpulkan makanan dan mengurus anak. Satu kelompok biasanya terdiri dari 10 – 15 orang. Pada masa ini, manusia tinggal di gua-gua yang tidak jauh dari air, tepi pantai dan tepi sungai. Penangkapan ikan menggunakan mata panah atau ujung tombak yang berukuran kecil. Temuan-temuan perkakas tersebut antara lain kapak Sumatera (Sumatralith), mata panah, serpih-bilah dan lancipan tulang Muduk. Ini menunjukkan adanya kegiatan perburuan hewan-hewan yang kecil dan tidak membutuhkan anggota kelompok yang banyak atau bahkan dilakukan oleh satu orang. Dalam kehidupan berkelompok, satu kelompok hanya terdiri dari satu atau dua keluarga. Budaya dan alat yang dihasilkan Mereka mulai membuat alat-alat berburu, alat potong, pengeruk tanah, dan perkakas lain. Pola hidup berburu membentuk suatu kebutuhan akan pembuatan alat dan penggunaan api. Kebutuhan ini membentuk suatu budaya membuat alat-alat



sederhana dari batu, kayu, tulang yang selanjutnya berkembang dengan munculnya suatu kepercayaan terhadap kekuatan alam. Diduga, alat-alat ini diciptakan oleh manusia pithecanthropus dari zaman Paleolitikum, misalnya alat-alat yang ditemukan di Pacitan.







Masa berburu dan mengumpulkan makanan atau meramu makanan tingkat lanjut.



Menurut H.R. von Heekeren dan R.P. Soejono, serta Basuki yang melakukan penelitian tahun 1953-1954, kebudayaan Pacitan merupakan kebudayaan tertua di Indonesia. Pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut, ditemukan alat-alat dari bambu yang dipakai untuk membuat keranjang, membuat api, membuat anyaman dan pembakaran. Selain di Pacitan, temuan sejenis terdapat pula di Jampang Kulon (Sukabumi), Gombong, Perigi, Tambang Sawah di Bengkulu, Lahat, Kalianda di Sumatera Selatan, Sembiran Trunyan di Bali, Wangka, Maumere di Flores, Timor-Timur (Timor Leste), Awang Bangkal di Kalimantan Timur, dan Cabbenge di Sulawesi selatan.



Hasil-hasil kebudayaan yang ditemukan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan antara lain:  Kapak perimbas : tidak memiliki tangkai dan digunakan dengan cara digenggam; diduga hasil kebudayaan Pithecanthropus Erectus. Kapak perimbas ditemukan pula di Pakistan, Myanmar, Malaysia, Cina, Thailand, Filipina, dan Vietnam.  Kapak penetak : bentuknya hampir sama dengan kapak perimbas, namun lebih besar dan masih kasar; berfungsi untuk membelah kayu, pohon, bambu; ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia.  Kapak genggam : bentuknya hampir sama dengan kapak perimbas dan penetak, namun bentuknya lebih kecil dan masih sederhana dan belum diasah; ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia; digenggam pada ujungnya yang lebih ramping.  Pahat genggam : bentuknya lebih kecil dari kapak genggam; berfungsi untuk menggemburkan tanah dan mencari ubiubian untuk dikonsumsi.  Alat serpih atau flake : bentuknya sangat sederhana; berukuran antara 10 hingga 20 cm; diduga digunakan sebagai pisau, gurdi, dan penusuk untuk mengupas, memotong, dan menggali tanah; banyak ditemukan di goa-goa yang pernah ditinggali manusia purba.  Alat-alat dari tulang : berupa tulang-belulang binatang buruan. Alat-alat tulang ini dapat berfungsi sebagai pisau, belati, mata tombak, mata panah; banyak ditemukan di Ngandong.







Sistem Kepercayaan Masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan



Penemuan akan kuburan primitif merupakan bukti bahwa manusia berburu makanan ini telah memiliki kepercayaan yang bersifat rohani dan spiritual. Masyarakat zaman ini menganggap bahwa orang yang telah mati akan tetap hidup di dunia lain dan tetap mengawasi anggota keluarganya yang masih hidup. Adanya penggunaan alat-alat berburu dari alam menimbulkan kepercayaan akan adanya kekuatan alam yang dianggap telah membantu keberhasilan berburu. Adanya seni lukis di gua-gua yang menceritakan tentang kejadian perburuan, patung dewi kesuburan dan penguburan mayat bersama alat-alat berburu, merupakan suatu bukti tentang adanya kepercayaan primitif masyarakat purba. Orang yang meninggal saat berburu harus diberi perhargaan dalam bentuk rasa penghormatan. Temuan lukisan di dinding-dinding gua menunjukkan adanya hasrat manusia purba untuk merasakan suatu kekuatan yang melebihi kekuatan dirinya. Lukisan dibuat dalam bentuk cerita upacara penghormatan nenek moyang, upacara kesuburan, perkawinan, dan upacara minta hujan, seperti yang terdapat di Papua.



Lukisan-lukisan lain yang ditemukan antara lain lukisan kadal di Pulau Seram yang menggambarkan penjelmaan roh nenek moyang, gambar manusia sebagai penolak roh-roh jahat, serta gambar perahu yang melambangkan perahu bagi roh nenek moyang dalam perjalanan ke alam baka. Ini terjadi pada masa berburu dan meramu makanan tingkat lanjut.







Sistem bahasa dan komunikasi pada masa berburu dan mengumpulkan makanan



Sistem Bahasa Interaksi antar anggota kelompok saat berburu menimbulkan sistem komunikasi dalam bentuk bunyi-mulut, yakni dalam bentuk kata-kata atau gerakan badan yang sederhana. Perkembangan komunikasi antaranggota kelompok maupun antar kelompok ini terus berkembang pada masa hidupnya Homo sapien dalam bentuk bahasa.



Rumusan Masalah Apakah ciri ciri perkembangan kehidupan di masa berburu dan mengumpulkan makanan?? Jawab : Manusia berburu dan meramu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dimana alat alat yang



dipergunakan masih berupa tulang benulang. kehidupannya nomaden maksudnya tidak ada rumah tetap bilamana manusia diwilayah ia tinggali sudah tidak ada hewan buruan maka ia akan pindah ketempat yang lebih aman dan banyak makanannya. Intinya masa berburu itu ciri cirinya: hidupnya bergantung pada alam, berpindah pindah, dan alat alat yang digunakan masih berupa tulang belulang. Apakah perbedaan masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana dan tingkat lanjut?? Jawab : Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana, alat alat yang digunakan manusia purba pada masa itu hanya berupa batu dan tulang belulang. Namun pada Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, alat alat yang digunakan manusia pada masa itu mulai berkembang seperti, ditemukan alat-alat dari bambu yang dipakai untuk membuat keranjang, membuat api, membuat anyaman, dan perkakas seperti kapak dsb. Mengapa manusia pada masa itu hidup secara berpindah pindah?? Jawab: Karena pada masa itu, manusia hanya bergantung pada alam. Mereka mengumpulkan makanan dan berburu yang tersedia di alam. Apabila makanan dan



buruan mulai habis atau tidak tersedia. Mereka akan berpindah ketempat yang lain atau istilah kerennya Nomaden. Dimanakah manusia pada masa be http://varhanwillsmith.blogspot.co.id/2014/08/normal-0-false-false-false-en-us-xnone.html