20 0 882 KB
ANALISIS DRUG RELATED PROBLEMS (DRP’S) PADA PASIEN FISTUL URETROVAGINA
DI PAVILIUN SOKA RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN TANGERANG Jl. Ahmad Yani No. 9 Tangerang
DISUSUN OLEH : MUHAMMAD DEKY SATRIA 14811125
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA FEBRUARI –MARET 2015
BAB 1 PEMANTAUAN TERAPI OBAT DATA PASIEN A. Identitas Pasien Nama pasien
: Ny. CR
Jenis kelamin
: perempuan
BB
: 59 Kg
TB
: 160 Cm
No CM
: 00010841
Umur
: 39 tahun
Alamat
: Kota Bumi, Kabupaten Tangerang
Tanggal MRS
: 23 Februari 2015
Ruang rawat
: Soka 2.1
Status pasien
: BPJS Non PBI
Dokter yg merawat
: dr. Cahyo Pradipto
Diagnosa
: Fisatula Ureterovagina
B. Riwayat Pasien 1. Keluhan Utama : Nyeri dekat ginjal sebelah kiri 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Keluar BAK dari lubang vagina 3. Riwayat Penyakit Terdahulu: TB paru dan GERD 4. Riwayat Keluarga/Sosial: 5. Riwayat Penggunaan Obat/Alergi: CTM C. Diagnosis Diagnosis utama: Fistula Ureterovagina D. CatatanPemeriksaan Catatan Pemeriksaan Fisik (Vital Sign) Jenis Pemeriksaan
Nilai Normal
TD Nadi RR
120/80 mmHg 60-100 X/menit 20 X/menit
Suhu
36-37,5 0C
23/2 120/70 80 20
Tanggal 24/2 110/70 80 20
25/2 110/70 80 20
36
36,7
36
Kesadaran Genetalia
CM -
CM Fistula arah jam 6
CM Fistula arah jam 6
Tanggal 24 2015
Subyek, Objek, Asessment, Plan (SOAP)
Februari S : Tidak ada keluhan O : CM + TD 110/70 mmHg, nadi 80X/m Status Lokalis VT= fistul arah jam 6 A : - fistul ureterovagina P : Pro explorasi sampai dengan kemungkinan ureteroneosistostomi
26 2015
Februari S : Tidak ada keluhan O : CM, HD Stabil A : fistul arah jam 6 P : siap PRC Diet bebas/ minum cukup Infus RL 20 jam Ceftriaxon injeksi 2x1 g Ketorolak injeksi 3x1 amp Bedrest 1 minggu Kateter 2 minggu - 1 bulan
27 2015
Februari S : Batuk (+), nyeri diluka operasi O : CM, HD Stabil Drain: 60 cc/18 jam Urin: 1100cc/18 jam kemerahan Abd: datar, lurus, NT (+) disekitar luka operasi A : Fistul ureterovagina post repair fistul P : Diet bebas/ minum banyak RL 20 jam Ceftriaxon injeksi 2x1 g Ketorolak injeksi 3x1 amp Bedrest 1 minggu Kateter dipertahankan 2 minggu- 1 bulan
28 2015
Februari S : Keluhan (-) O : CM, HD stabil Urin kemerahan Drain: 22cc/ 24 jam hemoragik A : Fistul ureterovagina post repair fistul+ sistoskopi P : Terapi dilanjutkan
1 Maret 2015
S : keluhan nyeri O : CM, HD stabil Drain: 7cc hemoragik A : Fistul ureterovagina repair fistul+sistoskopi P : Terapi dilanjutkan
2 Maret 2015
S : Nyeri luka operasi (+), mual (+), nyeri ulu hati (+) ditandai dengan cekukan (maag) O : CM, HD stabil Abd: datar, BU (+) Drain: 10 cc, hemoragik Urin diselang jernih A : fistel ureterovagina post sistoskopi + repair fistel P : Diet bebas/ minum cukup Infus RL 520cc/24 jam Ceftriaxon injeksi 2x1 g Ketorolak injeksi 3x30 mg
3 Maret 2015
S : Nyeri luka operasi (+), flek (+), BAB (+), Nyeri ulu hati (+) O : CM, HD stabil Abd: datar, BU (+) Drain: 7cc sesohemoragik Urin: jernih A : Fistul ureterovagina post sistoskopi + repair fistul P : Diet bebas, minum bebas Ceftriaxon injeksi 2x1 g Ketorolak injeksi 3x30 mg Omeprazol injeksi 2x40 mg
3 Maret 2015
Pasien pulang, membawa: Kateter, Bedrest dirumah, Ciprofloxacin oral 500mg (2x1), Asam mefenamat oral 500mg (3x1)
Catatan Pemeriksaan Laboratorium Jenis Pemeriksaan Cl K Na Hematokrit Kreatinin Hemoglobin
Nilai Normal 99– 111 3,5 – 5,5 137 – 150 mmol/L 37 – 47/ Vol% 12 tahun dan infeksi THT, infeksi saluran kemih, sepsis, anak BB >50 kg : meningitis, infeksi 1 - 2 gram satu tulang, sendi dan jaringan lunak, infeksi kali sehari. intra abdominal, infeksi Pada infeksi genital (termasuk berat yang gonore), profilaksis perioperatif, dan infeksi disebabkan pada pasien dengan organisme yang gangguan pertahanan moderat sensitif, tubuh. dosis dapat dinaikkan sampai 4 gram satu kali sehari. Dosis
intravena
untuk
infeksi
Mild – Moderate :
50-75
mg/kg/hari
1-2
kali pemberiantiap 12-24 jam (maks. 2 g/hari). (DIH, edisi 20)
Hipersensitif terhadap cephalosporin dan penicillin (sebagai reaksi alergi silang).
Gangguan GI, - Meningkatkan efek vit. K reaksi kulit, Pemberian hematologi, ceftriaxone sakitkepala, dengan obat pusing, reaksi yang anafilaktik, mengandung nyeri di tempat kalsium dapat menyebabkan suntik (IM), pengendapan flebitis (IV). garam Reversibel. ceftriaxonekalsium.
Omeprazol
20 mg – 40 mg
Tukak
once daily for 4-8
tukak gastrik, tukak dapat
dan
weeks
peptik,
konstipasi,
duodenal, Omeprazole
refluks ditoleransi.
esofagitis
Nausea,
erosif/ulseratif,
kepala,
sindrom Ellison
Urtikaria, mual Antikoagulan muntah, kerja
:
warfarin
ditingkatkan oleh
sakit kembung, nyeri omeprazol diare, abdomen, lesu, Antiepileptik
Zollinger- konstipasi, dan paraestesia,
efek
:
fenitoin
flatulence
nyeri otot dan ditingkatkan oleh
jarang terjadi
sendi pandangan omeprazol kabur,
edema Antijamur
:
perifer,
absorbsi
perubahan
ketokonazol
hematologik
mungkin
(termasuk
itokonazol
eosinofilia,
dikurangi
trombositopenia, Ansiolitika
dan
dan
leukopenia),
hipnotika
:
perubahan
metabolisme
enzim hati dan diazepam gangguan fungsi dihambat hati
oleh
juga omeprazol
dilaporkan, depresi mulut kering
Glikosida jantung dan :
kadar
plasma
digoksin mungkin dinaikkan
Ketorolac
Dewasa: Nyeri moderately berat severe acute pain iv: 30 mg sebagai single dose atau 30 mg q6jam, tdk < 120 mg/ hari im: 60 mg sebagai single dose po: 20 mg sehari setelah terapi iv atau im, kemudian 10 mg 4-6 jam, tdak < 40 mg/hari.
sedang
sampai Hipersensitivitas Ulkus, perdarahan terhadap saluran cerna ketolorac atau dan perforasi, hemoragis pasca komponennya, bedah, gagal aspirin, dan ginjal akut, NSAIDs, memilki reaksi anafilaktoid dan riwayat peptic gagal hati ulcer,
memilki
riwayat
GI
bleeding
atau
perforasi. Pasien
dengan
resiko
atau
gangguan gunjal.
Serius: aspirin, celecoxib, diclofenak, fenoprofen, ibuprofen, ketoprofen, piroxicam, Signifikan: albuterol, amiloride, budesonid, captopril, candersartan, ciprofloksasin, clopidogrel, digoxin, furosemid, glimepirid,
DRUG RELATED PROBLEM (DRP) DRP
Masalah
Rekomendasi
Over dosis yang terjadi pada pasien Jika masih terjadi nyeri pada hari ke-5 adalah
penggunaan
Ketorolac dapat digunakan Tramadol 50 mg iv.
injeksi yang digunakan oleh pasien pada tanggal 26 Februari 2015 sampai tanggal 03 Maret 2015. Over Dosis
Menurut literatur yang diperoleh dari
Jurnal
penggunaan hanya
Medscape,
Ketorolac
dalam
sedangkan
dan
waktu
pasien
injeksi 5
hari,
memperoleh
pengobatan selama 6 hari. Pada tanggal 2 Maret 2015 pasien Untuk terapi obat Ketorolac injeksi tetap mengeluhkan mual dan nyeri ulu diberikan pada pasien tetapi disarankan hati disertai dengan cekukan dan untuk
pemberian
obat
yang
dapat
sedikit batuk, namun pasien tidak mengatasi efek sampingnya pada saluran mendapatkan obat yang digunakan GI seperti pemberian obat Ranitidin untuk
mengatasi
keluhannya injeksi menurut literatur dosis yang
tersebut. Menurut Literatur dari dianjurkan adalah 50 mg setiap 6-8 jam Indikasi tanpa Terapi
Jurnal,
DIH
dan
Medscape, per hari.
penggunaan obat Ketorolac injeksi menghasilkan efek samping pada GI, sehingga dapat menimbulkan rasa mual dan nyeri dibagian lambung, namun tidak ada obat yang diberikan untuk mengatasi efek samping tersebut.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Penyakit Bagian akhir saluran keluar yang menghubungkan kandung kemih dengan luar tubuh ialah uretra. Uretra pria sangat berbeda dari uretra wanita. Pada laki-laki, sperma berjalan melalui uretra waktu ejakulasi. Uretra pada laki-laki merupakan tuba dengan panjang kira-kira 20 cm dan memanjang dari kandung kemih ke ujung penis. Uretra pada laki-laki mempunyai tiga bagian yaitu : uretra prostatika, uretramembranosa dan uretra spongiosa. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada pria, karena hanya 4 cm panjangnya dan memanjang dari kandung kemih ke arah ostium diantara labia minora kira-kira 2,5 cm di sebelah belakang klitoris. Uretra ini menjalar tepat di sebelah depan vagina. Lapisan uretra wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongiosa dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Fistula Uretrovaginal adalah komunikasi antara ureter distal dan vagina. Urin dari ureter melewati kandung kemih dan mengalir ke dalam vagina. Hal ini juga menyebabkan inkontinensia keseluruhan atau terusmenerus. Fistula Ureterovaginal mungkin adalah komplikasi yang paling ditakuti dari operasi panggul perempuan. Lebih dari 50% dari fistula tersebut terjadi setelah histerektomi untuk penyakit jinak seperti fibroid rahim, disfungsi menstruasi, dan prolaps rahim. Inkontinensia urin yang dihasilkan dari fistula ini dapat meniru gejala stres inkontinensia urin. Onset akut inkontinensia urin yang terjadi tak lama setelah histerektomi sulit harus meningkatkan kecurigaan untuk fistula ureterovaginal. Sebuah indeks kecurigaan klinis yang tinggi, ditambah dengan tes diagnostik yang tepat dan intervensi bedah, menghasilkan hasil yang sangat baik. Fistula dapat timbul segera atau beberapa tahun setelah operasi. Fistula yang timbul segera setelah operasi akibat dari penyembuhan lokal yang buruk, bisa karena hematom, infeksi, dan
aproksimasi yang terlalu tegang.Terkadang fistula dapat menutup spontan dengan perawatan lokal yang agresif dan disertai diversi urine. B. Etiologi Di Amerika Serikat, lebih dari 50% dari fistula uretrovaginal terjadi setelah histerektomi untuk penyakit jinak seperti fibroid rahim, disfungsi
menstruasi,
atau
prolaps
rahim.
Radiasi panggul merupakan penyebab utama dari fistula tertunda, yang dapat terjadi dari satu bulan untuk bertahun-tahun setelah pengobatan radiasi awal. Pengobatan radiasi biasanya digunakan untuk mengobati kanker serviks atau endometrium. Di negara berkembang, komplikasi obstetri adalah penyebab paling umum dari fistula ureterovaginal. Hal ini dapat berkembang pada kasus persalinan berlangsung lama dan terhambat menyebabkan tekanan nekrosis pada dinding vagina anterior. Fistula dalam pengaturan ini mungkin menjadi besar dan memiliki kerusakan jaringan lokal yang luas dan nekrosis. Selain itu fistula dapat juga disebabkan oleh kelainan bawaan, trauma ginekologi dan malignansi. C. Patofisiologi Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda, yang pertama yaitu pengisian dan penyimpanan urin, dan yang kedua adalah pengosongan kandung kemih. Hal ini terjadi secara berlawanan dan bergantian secara normal. Proses berkemih dikendalikan oleh sistem saraf pusat, yang mengkoordinasikan saraf simpatis dan parasimpatis. Proses berkemih secara normal :
Cedera kandung kemih yang belum diakui selama histerektomi sulit atau
kelahiran sesar dapat mengakibatkan pembentukan fistula.
Kebanyakan fistula ureterovaginal yang disebabkan oleh diseksi kandung kemih selama mobilisasi penutup kandung kemih, yang menyebabkan devaskularisasi yang belum diketahui dari dinding posterior kandung kemih. Atau, jika manset jahitan vagina yang tidak sadar dimasukkan ke dalam kandung kemih, hal ini bisa menyebabkan iskemia jaringan, nekrosis, Ureter
dapat
dan
pembentukan
menjadi
terluka
selama
fistula diseksi
berikutnya. sekitar
ligamen
infundibulopelvik atau ligasi pembuluh rahim. Perdarahan panggul tak terduga dapat mengaburkan penglihatan dokter bedah dan mengakibatkan cedera ureter yang bermanifestasi sebagai tertunda ureterovaginal fistulaakibat persalinan yang sulit atau lama. Kompres trigonum atau leher kandung kemih terhadap lengkungan anterior simfisis pubis, hal ini dapat mengakibatkan iskemia jaringan, nekrosis, dan akhirnya pembentukan fistula. D. Epidemiologi Insiden sebenarnya fistula ureterovaginal tidak diketahui. Namun, kejadian fistula ureterovaginal akibat histerektomi diperkirakan kurang dari 1%. Sekitar 10% dari fistula tersebut dapat melibatkan satu atau kedua ureter. Beberapa fistula mungkin lebih kompleks, yang melibatkan organ-
organ yang berdekatan. Jika rektum yang terlibat dalam reaksi inflamasi, fistula ureterovaginal dapat berkembang. E. Manifestasi klinik Berikut merupakan algoritma penatalaksaan nyeri berdasarkan kategorinya :
F. Komplikasi Komplikasi yang terkait dengan perbaikan fistula ureterovaginal termasuk ekstravasasi kemih dan pembentukan penyempitan saluran kemih. Kebocoran kemih terus menerus dapat diobati dengan pengaliran nefrostomi perkutan, ureter stent dan atau aliran dengan Foley kateter. Untuk penyempitan ureter pendek, perawatan minimal invasif endoskopik dapat digunakan.
G. Prosedur Diagnosa Cystoscopy dengan bersamaan pemeriksaan spekulum vagina membantu menentukan lokasi dan ukuran fistula sehubungan dengan lubang manset vagina, trigonum, dan lubang ureter. Selain itu, ia mengungkapkan tingkat reaksi inflamasi dan jumlah fistula yang ada. kebanyakan fistula ditemukan
setelah histerektomi terletak tepat di belakang punggung bukit interureterik dan kubah vagina anterior.
H. Tatalaksana Terapi Untuk fistula kecil yang timbul segera pasca operasi persalinan atau ginekologi, digunakan antibiotik intravena terus menerus sampai penderita dapat mentoleransi diet oral, dan dilakukan katerisasi 2-3 minggu. Apabila gagal terapi dengan kateter tersebut atau fistula yang besar, reparasi fistula dilakukan 3 bulan kemudian dengan dijaga kebersihan alat genitalnya, untuk kebersihan pribadi dan perawatan kulit, mandi sitz dengan larutan permanganat atau semprotan pengembang soda dapat membantu. Untuk mencegah kejang kandung kemih, antikolinergik yang ditentukan. Melepas saluran panggul ketika output menjadi minimal, biasanya sebelum dibuang. Tidak ada terapi medis yang tersedia untuk pengelolaan fistula ureterovaginal.
Tindakan operasi dapat dilakukan melalui vagina atau
transvesika atau kedua-duanya sekaligus, yang terpenting adalah besarnya fistula, letak fistula dan kemampuan operator. Namun, dihubungkan estrogen (oral atau transvaginal) membantu jaringan vagina menjadi lebih lembut dan lebih lentur untuk perbaikan fistula mendatang. ini sangat penting bagi wanita menopause
dan
wanita
dengan
vaginitis
atrofi..
Untuk fistula kecil, percobaan awal pengaliran kateter uretra dapat dicoba selama 4-6 minggu. Namun, pengaliran kateter dan / atau fulgurasi dari tepi saluran fistula jarang menghasilkan penyembuhan. fistula kecil memiliki kemungkinan lebih tinggi penyembuhan dengan kateterisasi. Selanjutnya, dalam seri jarang pasien yang berhasil dikelola dengan fulgurasi, keberhasilan yang optimal dicapai pada pasien yang telah lama dan fistula sempit.
BAB 3 PEMBAHASAN Pasien Ny. CR, umur 39 tahun dengan berat badan 59 Kg dan tinggi 160Cm adalah pasien rumah sakit umum Tangerang yang dirawat di pavilion Soka sejak tanggal 23 Februari 2015. Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan rasa nyeri didekat ginjal sebelah kiri. Sejak beberapa hari lalu pasien BAK keluar dari bagian lubang vagina. Dilakukan pemeriksaan pada pasien meliputi pemeriksaan TD 120/80 mmHg, HR 82 X/menit dan RR 20 X/menit. Pada kasus ini pasien didiagnosa menderita Fistula Ureterovagina. Sebelum dilakukan pembedahan biopsi, dilakukan cystoscopy terlebih dahulu.Cystoscopy merupakan endoskopi pada pada kandung kemih melalui uretra yang dilakukan untuk tujuan diagnostik atau terapetik (Ghoniem, 2012).Sistoskopi adalah prosedur pemeriksaan dengan sebuah tabung fleksibel berlensa yang dimasukkan melalui uretra ke dalam kandung kemih dan kemudian untuk mempelajari kelainan dalam kandung kemih dan saluran kemih bawah. Sebelum operasi pasien diberi perlakuan yaitu berpuasa dengan tujuan untuk menstabilkan kadar gula darah dan kadar air, selain itu pasien diberikan obat ramipril untuk mengontrol
tekanan darah, natrium bikarbonat untuk mengontrol fungsi ginjal dan diberikan terapi obat profilaksis sebelum di lakukan pembedahan dan saat di operasi pasien mendapat terapi obat anastesi (lidocain iv), analgesik (ketorolac iv), asam traneksamat iv dan obat atau bahan insidentil (RL,NaCl). Selama menjalani perawatan di rumah sakit, pasien mendapatkan terapi obat-obatan. Terapi farmakologi yang diberikan pada pasien ini adalah : Injeksi CeftriaxonPasien, diterapi dengan antibiotik ceftriaxon, yaitu antibiotik golongan sefalosporin generasi ke 3 dengan tujuan untuk profilaksis pre dan pasca operasi yaitu mencegah terjadinya infeksi yang lebih berat. Antibiotik ini merupakan antibiotik spetrum luas yang mempunyai efektifitas terhadap gram positif dan negatif. Dilihat dari data bahwa jumlah leukosit
pasien yang belum memasuki rentang nilai normal setelah tindakan operasi tanggal 26 Februari 2015 yaitu leukosit 11,4. Pemberian injeksi ceftriaxon tetap dibutuhkan untuk mencegah infeksi yang lebih berat khususnya untuk infeksi oleh bakteri gram negatif yaitu bakteri yang berada di saluran kemih.
Hal ini juga mempertimbangkan kemungkinan infeksi
nosokomial yang dapat terjadi selama pasien di rawat di rumah sakit. Dengan diberinya antibiotik, diharapkan pasien dapat tercegah dari infeksi nosokomial. Ceftriaxon merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang penggunaannya
terbukti efektif
dalam
mengatasi
resistensi, sehingga
penggunaan ceftriaxon menjadi metode standar dalam profilaksis bedah (Kacker dkk, 2011).
` Injeksi Ketorolac, Ketorolac merupakan NSAID yang cukup baik untuk mengatasi nyeri sedang sampai berat. Dalam kasus ini, ketorolac digunakan untuk mengatasi nyeri pasca operasi yang dialami pasien. Penggunaan ketorolac pada pasien adalah rute i.v 2 x 30 mg setiap hari. Menurut literatur dosis penggunaan ketorolac yaitu i.v 30 mg sebagai dosis tunggal atau 30 mg tiap 6 jam (max dosis 120 mg). Dosis terapi yang digunakan pasien sudah sesuai literatur dan dosis per hari yang diterima pasien tidak melebihi dosis maksimal menurut literatur, yaitu max dosis 120 mg. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan
ketorolac dengan dosis 2 x 30 mg merupakan dosis yang aman untuk pasien dan terbukti efektif dengan pengurangan skala nyeri yang dialami pasien. Dari pengobatan yang diperoleh pasien, terdapat 2 permasalahan (DRP) yaitu ada indikasi tanpa terapi dan over dosis. Pada tanggal 2 Maret 2015 pasien mengeluhkan mual dan nyeri ulu hati disertai dengan cekukan dan sedikit batuk, namun pasien tidak mendapatkan obat yang digunakan untuk mengatasi keluhannya tersebut. Menurut Literatur dari Jurnal, DIH dan Medscape, penggunaan obat Ketorolac injeksi dengan dosis 2x30 mg menghasilkan efek samping bleeding pada GI, sehingga dapat menimbulkan rasa mual dan nyeri dibagian lambung sebesar 12%, namun tidak ada obat yang diberikan untuk mengatasi efek samping tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut dapat diberikan obat Ranitidin injeksi dengan dosis menurut literatur yang dianjurkan adalah 50 mg setiap 6-8 jam per hari. Pada DRP yang kedua adalah Over dosis yang terjadi pada pasien karena penggunaan Ketorolac injeksi yang digunakan oleh pasien pada tanggal 26 Februari 2015 sampai tanggal 03 Maret 2015. Menurut literatur yang diperoleh dari Jurnal dan Medscape, penggunaan Ketorolac injeksi 2x30 mg hanya dalam waktu 5 hari, sedangkan pasien memperoleh pengobatan selama 6 hari. Untuk terapi Ketorolac injeksi lebih baik diberikan tidak lebih dari 5 hari karena dapat terjadi
Bleeding
GI.
Rekomendasikan
yang
disarankan
adalah
pemberiannya dihentikan pada hari ke-5 dan dilihat dari kondisi terakhir pasien, dimana pasien masih mengeluhkan nyeri pada bagian luka operasi maka dapat digunakan Tramadol injeksi 50 mg,. Tramadol injeksi tidak memiliki efek samping terhadap GI. Pemberian Informasi Obat Kepada Pasien sangat diperlukan, terutama obat yang akan dibawa pulang oleh pasien. Tanggal 03 M9aret 2015, pasien dinyatakan boleh pulang dengan membawa 2 obat oral yaitu Ciprofloxacin 2x500mg dan Asam mefenamat 3x25mg. Ciprofloxacin adalah obat antibiotik jadi diberikan informasi kepada pasien untuk meminum obat tersebut sampai habis agar pengobatan maksimal dan
tidak terjadi resistensi oleh bakteri,. Asam mefenamat merupakan obat yang diindikasikan untuk mengatasi nyeri dan di informasikan kepada pasien untuk meminum obat tersebut hanya pada saat terjadi nyeri. Selain informasi tentang terapi farmakologi, pemberian informasi non farmakologi juga sangat penting bagi pasien, adapun bebrapa hal yang perlu di informasikan kepada pasien terkait terapi non farmakologi adalah menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi dan teratur, segera periksa atau kontrol ke dokter apabila mengalami sakit dan masalah pada proses ekskresi urin, agar segera mendapat tindakan, pasien beristirahat cukup untuk memulihkan kondisi pasien, dan menjaga kebersihan organ intim serta perilaku seks yang normal dan baik agar organ reproduksi tetap sehat. KESIMPULAN a). Permasalahan terkait obat yang over dosis dari pemakainan ketorolac injeksi dapat di sarankan untuk di hentikan pada hari ke-5 dan dilihat pada kondisi terakhir dari pasien, masih mengeluhkan rasa nyeri sehingga perlu diberikan obat Tramadol injeksi. b). Permasalahan terkait Indikasi tanapa terapi dapat disarankan pasien diberikan terapi obat Ranitidin Oral dengan pertimbangan keluhan pasien berupa rasa mual dan nyeri ulu hati. c). Terapi farmakologi yang diberikan sudah tepat dan rasional pada saat pre operasi namun belum tepat saat post operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Department of Urology Autologous Pubovaginal Sling, April, 2013.,
Ureterovaginal Fistula Repair. The Regents of the University of Michigan DiPiro, Joseph T., et al., 2008, Pharmacotherapy: A Patophysiologic Approach, The Mc-Graw Hill Companies. Inc., United States of America. Expert Committee on Drug Dependence., 16‐20 June 2014. Tramadol. Thirty‐sixth Meeting, Geneva,
Goh JWT, Krause HG. 2004., Female Genital Tract Fistula. Brisbane: University of Queensland Press,. Kacker, R., Platt, S., Kearney, M., 2011, Single Dose Intramuscular Ceftriaxone an Effective Alternative to Accepted Transrectal Prostate Biopsy Prophalaxsis, Jurnal The cannadian Journal of Urology, 18 (5) Lacy, Charles F, et all, 2011. Drug Information Handbook 20th edition.USA : American Pharmacist Assosiation. Purnomo, B. Basuki. 2000. Dasar-dasar Urolog, cetakan I. CV. Infomedika: Jakarta Conway, S., Matthews, M., Pesaturo, K., 2010. The Role of Parenteral NSAIDs in Postoperative Pain Control. U.S. Pharmacist A Jobson Publication. http://emedicine.medscape.com/article/451255-treatment#a1128 05 Maret 2015
diakses