DSM 5 - Sleep Wake Disorder [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

GANGGUAN TIDUR



Klasifikasi DSM-5 dari gangguan tidur (sleep-wake disordes)dibuat untuk digunakan oleh klinisi kesehatan jiwa dan klinisi medis secara umum (seperti perawatan pasien dewasa, geriatri, dan pediatrik). Gangguan tidurmencakup 10 gangguan: gangguan insomnia, gangguan hipersomnolen, narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan, gangguan tidur ritme sirkadian, gangguan tidur non-rapid eye movement (NREM), restless leg syndrome, dan gangguan tidur yang diakibatkan oleh senyawa atau obat-obatan. Individu yang memiliki



ganggan-gangguan



tersebut



biasanya



datang



dengan



keluhan



ketidakpuasan saat tidur, mencakup kualitas, waktu, dan jumlah waktu tidur, yang kemudian dapat menyebabkan distress saat siang hari dan gangguan dalam beraktivitas. Bab ini dibuat untuk memfasilitasi diagnosis banding dari keluhan gangguan tidur dan untuk mengklarifikasi kapan dapat dirujuk ke spesialis gangguan tidur untuk mendapatkan assessment dan rencana terapi yang sesuai. Nosologi DSM-5 menggunakan pendekatan yang sederhana dan bermakna secara klinis, sembari melihat perkembangan riset pada aspek epidemiologi, genetik, patofisiologi, assessment, dan intervensi sejak DSM-IV. Pada beberapa kasus (seperti gangguan indomnia), digunakan pendekatan “lumping”, sedangkan di lain kasus (seperti narkolepsi), digunakan pendekatan “splitting”, menilai ketersediaan validator yang diambil dari penelitian-penelitian epidemiologis, neurobiologis, dan intervensi. Gangguan tidur sering disertai oleh depresi, ansietas, dan perubahan kognitif yang juga harus ikut disertakan dalam perencanaan pengobatan. Selain itu, gangguan tidur yang persisten (insomnia dan rasa mengantuk yang berlebihan) merupakan faktor risiko dari perkembangan gangguan mental dan gangguan penggunaan obat. Gangguan-gangguan tersebut juga menunjukkan ekspresi gangguan mental dalam bentuk prodromal sehingga diharapkan dapat dilakukan intervensi dini untuk mencegah episode yang meledak-ledak. Diagnosis banding dari keluhan gangguan tidur membutuhkan pendekatan multidimensional, dengan pertimbangan akan adanya kondisi medis dan



neurologis yang menyertai. Gangguan tidur bisa jadi merupakan indikator yang penting dari kondisi medis dan neurologiss yang sering muncul bersamaan dengan depresi dan gangguan mental umum lainnya. Salah satu benuk komorbid yang menonjol adalah gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan, kelainan pada paru dan jantung (seperti CHF, COPD), kelainan neurodegeneratif (seperti Alzheimer), dan kelainan sistem muskuloskeletal (seperti osteoartritis). Kelainankelainan tersebut tidak hanya dapat mengganggu tidur, namun juga bertambah berat saat pasien sedang tidur (misalnya apnea prolong atau aritmia pada EKD selama fase REM tidur; fase bangun dengan konfusi pada pasien dengan demensia; kejang pada orang dengan kejang parsial kompleks). Gangguan tidur REM sering menjadi indikator diri dari kelanan neurodegeneratif (alfa synucleinopati) seperti pada penyakit Parkinson. Karena itu, diagnosis banding, komorbid klinis, dan fasilitasi perencanaan pengobatan dari gangguan tidur akan dibahas dalam DSM-5. Pendekatan yang digunakan dalam klasifikasi gangguan tidur pada DSM-5 dapat dipahami sebagai konteks “lumping versus splitting”. DSM-IV menjelaskan bagaimana cara menyederhanakan klasifikasi gangguan tidur sehingga kemudian mengelompokkan diagnosis ke dalam label-label yang lebih luas dengan lebih sedikit perbedaan. Di sisi lain, edisi ke-2 dari International Classification of Sleep Disorders (ICSD-2) menjelaskan berbagai subtipe diagnostik. DSM-IV dibuat untuk digunakan oleh klinisi kesehatan jiwa dan klinisi medis secara umum yang bukan merupakan ahli dalam gangguan tidur. ICSD-2 memuat berbagai ilmu dan opini dari komunias spesialis gangguan tidur, dan dibuat untuk digunakan oleh spesialis. Berbagai bukti mendukung karakteristik yang dinilai lebih superior dari pendekatan diagnosis gangguan tidur secara lebih sederhana. Penjelasan yang ada dalam masing-masing kriteria diagnosis menyediakan tautan pada gangguan yang sama



pada



ICSD-2.



Klasifikasi



gangguan



tidur



oleh



DSM-5



juga



menspesifikasikan daftar keadaan psikiatri (seperti kode neurologi) dari International Classification of Disease (ICD). Gangguan tidur dalam budang kedokteran telah berkembang sejak diterbitkannya DSM-IV. Penggunaan validator biologis kini digunakan juga



dalam klasifikasi gangguan tidur DSM-5, terutama pada gangguan mengantuk yang berlebihan seperti narkolepsi; gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan; dan restless leg syndrome yang dapat muncul bersamaan dengan gerakan tungkai periodik selama tidur yang dapat dideteksi via polysomnography.



GANGGUAN INSOMNIA A. Kriteria Diagnosis 1.



Keluhan utama berupa ketidakpuasan dengan kuantitas maupun kualitas tidur, yang berhubungan dengan satu (atau lebih) gejala berikut.



2.



Kesulitan dalam memulai tidur. (Pada anak-anak gejala ini dapat bermanifestasi sebagai kesulitan memulai tidur tanpa intervensi pengasuh.)



3.



Kesulitan dalam mempertahankan tidur, ditandai dengan episode terbangun yang berulang atau kesulitan untuk kembali tidur setelah terbangun. (Pada anak-anak, gejala ini dapat bermanifestasi sebagai kesulitan untuk kembali tidur ranpa intervensi pengasuh.)



4.



Episode terbangun pada dini hari dan ketidakmampuan untuk kembali tidur.



B. Gangguan tidur menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau gangguan dalam kehidupan sosial, bekerja, bersekolah, akademik, perilaku, atau gangguan fungsional penting lainnya. C. Kesulitan tidur terjadi paling tidak 3 malam dalam 1 minggu. D. Kesulitan tidur muncul palng tidak selama 3 bulan. E. Kesulitan tidur terjadi walaupun ada kesempatan tidur yang adekuat. F. Insomnia tidak dapat dijelaskan dengan dan tidak muncul khas seperti gangguan tidur lain (misalnya narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan, gangguan tidur ritme sirkadian, dan parasomnia). G. Insomnia bukan merupakan edek fisiologis dari substansi tertentu (misalnya penyalahgunaakn obat, obat terapi). H. Gangguan mental dan medis yang ada tidak dapat menjelaskan secara adekuat mengenai keluhan utama insomnia yang muncul.



Perlu dirincikan apabila: 



Disertai dengan komorbid mental yang bukan gangguan tidur, termasuk gangguan penyalahgunaan substansi.







Disertai dengan komorbid medis lainnya.







Disertai dengan gangguan tidur lainnya.



Perlu dirincikan juga: 



Episodik: Gejala berlangsung paling tidak selama 1 bulan namun kurang dari 3 bulan.







Persisten: Gejala berlangsung selama 3 bulan atau lebih.







Rekuren: Terjadi dua atau lebih episode dalam rentang waktu 1 tahun.



Catatan: 1.



Inomnia akut dan short-term (yaitu gejala berlangsung kurang dari 3 bulan namun selain itu memenuhi semua kriteria



lainnya seperti frekuensi,



intensitas, distress, dan/atau gangguan sosial) maka disebut dengan gangguan insomnia lainnya (other specified insomnia disorder). 2.



Diagnosis gangguan insomnia diberikan baik jika kondisinya muncul secara dependen maupun dengan kondisi komorbid dengan gangguan mental lain (seperti gangguan depresi mayor), kondisi medis lain (seperti rasa nyeri), atau gangguan tidur lain (seperti gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan). Sebagai contoh, insomnia dapat berkembang dengan sendirinya disertai gejala-gejala ansietas dan depresi, namun tanpa ditemukan gejala yang cukup memenuhi kriteria gangguan mental apapun. Insomnia persisten bahkan dapat menjadi faktor risiko depresi dan seding menjadi gejala residual setelah pengobatan untuk kondisi ini. Pada insomnia dengan komorbid gangguan mental, pengobatan yang dilakukan harus ditargetkan pada kedua kondisi tersebut. Pada kondisi komorbid tersebut, tidak perlu menentukan aspek sebab-akibat di antara keduanya, dan diagnosis insomnia dapat ditegakkan dengan spesifikasi bersamaan dengan kondisi klinis komorbidnya. Diagnosis insomnia yang dilakukan berasmaan hanya dapat dipertimbangkan apabila insomnianya cukup berat sehingga membutuhkan perhatian klinis tersendiri.



Penegakkan Diagnosis Keluhan utama pada gangguan insomnia adalah ketidakpuasan dengan kuantitas dan kualitas tidur dengan keluhan kesulitan dalam memulai dan mempertahankan tidur. Keluhan tidur tersebut disertai dengan distress signifikan secara klinis atau gangguan pada kehidupan sosial, pekerjaan, atau gangguan fungsional penting lainnya. Gangguan tidur dapat terjadi bersamaan dengan kondisi mental atau kondisi medis lainnya, dapat juga muncul sendiri secara independen. Manifestasi insomnia yang berbeda dapat muncul pada beberapa waktu saat periode tidur. Sleep-onset insomnia (atau initial insomnia) mencakup kesulitan memulai tidur saat waktunya tidur. Sleep maintenance insomnia (atau middle insomnia) mencakup episode terbangun yang berulang sepanjang malam. Late insomnia mencakup episode terbangun saat dini hari dengan ketidakmampuan untuk kembali tidur. Kesulitan untuk mempertahankan tidur merupakan gejala yang paling banyak muncul pada insomnia, diikuti dengan kesulitan untuk memulai tidur, dengan kombinasi kedua gejala ini merupakan manifestasi yang paling banyak muncul secara umum. Tipe spesifik dari keluhan gangguan tidur bisa berubah seiring berjalannya waktu. Individu dengan keluhan kesulitan memulai tidur dapat mengeluhkan keluhan kesulitan mempertahankan tidur di kemudian hari, begitu pula sebaliknya. Gejala kesulitan memulai dan mempertahakn tidur dapat dikuantifikasi berdasarkan laporan dari individu tersebut, diari tidur, atau dengan metode lain seperto aktigrafi dan polisomnografi, namun diagnosis gangguan insomnia didasarkan pada persepdi subjektif individu terhadap tidurnya, atau dari laporan pengasuh pribadinya. Nonrestorative sleep atau keluhan kualitas tidur yang buruk yang membuat seorang individu sekulitan untuk berisitirahat dikarenakan terus menerus terbangun merupakan keluhan gangguan tidur yang umum dan biasanya terjadi bersamaan dengan kesulitan memulai atau mempertahankan tidur, namun dapat juga muncul sendiri tanpa gejala lain. Keluhan ini juga dapat terjadi bersamaan dengan gangguan tidur lainnya (seperti gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan). Ketika keluhan nonrestorative sleep terjadi sendiri (tanpa gejala lain)



namun seluruh kriteria diagnosis lainnya terpenuhi, dapat ditegakkan diagnosis gangguan insomnia lainnya (other specified insomnia disorder atau unspecified insomnia disorder). Selain dari kriteria frekuensi dan durasi yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis, terdapat kriteria tambahan yang berguna untuk mengkuantifikasi keparahan insomnia. Kriteria kuantitatif ini digunakan hanya untuk tujuan ilustratif. Sebagai contoh, kesulitan memulai tidur didefinisikan sebagai fase laten tidur subjektif lebih dari 20-30 menit, sedangkan kesulitan mempertahankan tidur didefinisikan sebagai fase terbangun subjektif lebih dari 20-30 menit. Walaupun belum ada definisi standar mengenai episode terbangun dini hari, gejala ini biasanya digambarkan dengan episode terbangun estidaknya 30 menit sebelum waktu yang ditentukan dan sebelum durasi tidur total mencapai 6½ jam. Penting untuk mempertimbangkan waktu mulai tidur saat malam sebelumnya. Terbangun saat pukul 4 dini hari tidak memiliki signifikansi klinis yang sama pada individu yang mulai tidur pukul 9 malam dengan yang mulai tidur sejak pukul 11 malam harinya. Gejala tersebut juga dapat dikarenakan penurunan kemampuan untuk mempertahankan tidur yang berhubungan dengan usia, atau karena pergeseran waktu tidur yang diakibatkan oleh usia. Gangguan insomnia mencakup gangguan saat siang hari yang diakibatkan oleh gangguan tidur saat malam harinya. Gejala ini mencakup rasa lelah, rasa mengantuk saat siang hari yang lebih sering muncul pada individu dengan usia lebih tua dan saat insomnia muncul komorbid dengan kondiri medis lain (seperti nyeri kronis) atau gangguan tidur lain (seperti apnea saat tidur). Gangguan kognitif dapat berupa kesulitan dalam memusatkan perhatian, konsentrasi, dan memori, bahkan untuk melakukan keterampilan manual sederhana sekalipun. Gangguan mood yang berhubungan biasanya muncul dalam bentuk iritabilitas atau labilitas mood, dan dalam bentuk gejala depresif atau ansietas walaupun lebiih jarang muncul. Tidak semua individu dengan gangguan tidur mengalami distress atau memiliki gangguan fungsional. Sebagai contoh, kontinuitas tidur sering terganggu pada orang dewasa sehat namun tetap merasa memiliki kebiasaan tidur yang baik. Diagnosis gangguan insomnia seharusnya ditegakkan



untuk individu yang mengalami distress atau gangguan fungsional yang signifikan saat siang hari yang diakibatkan oleh kesulitan tidur saat malam harinya.



Keluhan yang Berhubungan untuk Mendukung Diagnosis Insomnia sering dihubungkan dengan kemampuan fisiologis dan kognitif, serta faktor-faktor yang mungkin mengganggu tidur seseorang. Distress yang diakibatkan karena ketidakmampuan untuk tidur dapat menjadi sebuah siklus tak berujung: semakin ingin seorang individu untuk tidur, makan semakin bertambah rasa frustasinya sehingga dapat mengganggu tidurnya kembali. Individu dengan insomnia persisten dapat mengalami kebiasaan tidur maladaptif (seperti menghabiskan waktu berlebihan di atas tempat tidur; memiliki waktu tidur yang berantakan), dan kognisi (seperi ketakutan akan tidak mendapat cukup tidur; kekhawatiran tidak dapat beraktivitas dengan baik saat siang hari; berulang kali mengecek jam). Aktivitas tersebut dapat menambah kesulitan untuk dapat tertidur. Sebaliknya, seseorang dapat tidur dengan lebih mudah dengan tidak melakukan hal-hal demikian. Beberapa individu juga melaporkan tidur yang lebih baik ketika tidak melakukan rutinitas seperti itu di tempat tidurnya. Insomnia dapat disertai dengan berbagai gejala saat siang harinya, seperti rasa lelah, penurunan energi, dan gangguan mood. Gejala ansietas atau depresi yang tidak memenuhi kriteria diagnosis gangguan mental yang spesifik dapat juga muncul, dengan fokus pada efek dari kehilangan tidur terhadap aktivitas fungsionalnya di siang hari. Individu dengan insomnia dapat memiliki kecenderungan mengalami depresi ringan dan ansietas, gaya kognitif yang serba khawatir, dan fokus somatik. Pola gangguan neurokognitif pada pasien dengan gangguan insomnia biasanya inkonsisten. Individu dengan insomnia sering membutuhkan usaha yang lebih besar untuk mempertahankan performa kognitifnya.



Prevalensi Perkiraan populasi mengindikasikan bahwa sekitar satu pertiga orang dewasa melaporkan gejala insomnia, 10-15% mengalami gangguan fungsional pada siang hari, dan 6-10% mengalami gejala yang memenuhi kriteria gangguan



insomnia. Gangguan insomnia memiliki prevalensi tertinggi di antara gangguan tidur lainnya. Pada fasilitas kesehatan primer, sekitar 10-20% individu mengeluhkan gejala insomnia yang signifikan. Insomnia lebih besar prevalensinya pada wanita dibandingkan pria dengan rasio 1,44:1. Walaupun insomnia dapat menjadi sebuah gejala ataupun sebagai gangguan independen tersendiri, insomnia sering ditemukan komorbid dengan kondisi medis ataupun gangguan mental lainnya. Sebagai contoh, 40-50% individu dengan insomnia juga memiliki komorbid gangguan mental.



Perkembangan Onset dari gejala insomnia dapat muncul kapanpun, namun episode pertama biasanya muncul saat usia dewasa muda. Walaupun lebih jarang, insomnia dapat juga muncul sejak usia anak hingga remaja. Pada wanita, insomnia onset baru dapat muncul saat menopause dan menetap bahkan setelah gejala lain (seperti hot flashes) sudah menghilang. Insomnia dapat muncul lambat, yang biasanya berhubungan dengan munculnya kondisi lain yang berhubungan dengan kesehatan. Insomnia dapat terjadi situasional, persisten, maupun rekuren. Insomnia situasional atau insomnia akut biasanya berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu dan sering berhubungan dengan kejadian dalam hidup atau adanya perubahan jadwal tidur atau perubahan lingkungan. Insomnia jenis ini biasanya membaik ketika pencetusnya hilang. Pada beberapa individu, insomnia dapat menetap lama walaupun kejadian pencetusnya sudah hilang. Sebagai contoh, seseorang dengan rasa nyeri akibat cedera memiliki kesulitan untuk tidur yang kemudian dapat berkembang menjadi hubungan negatif dengan tidur. Hal yang serupa dapat terjadi karena stress psikologi akut atau gangguan mental. Sebagai contoh, insomnia yang muncul saat episode depresi mayor dapat menetap bahkan setelah resolusi dari episode depresi tersebut. Pada beberapa kasus, insomnia juga dapat memiliki onset yang kurang jelas, tanpa adanya faktor presipitasi yang teridentifikasi. Dalam perjalanannya, insomnia dapat terjadi episodik, dengan episode rekuren dari kesulitan untuk tidur yang berhubungan dengan kejadian yang



memicu stress. Rentang kronissitasnya antara 45-75% dengan follow up selama 17 tahun. Walaupun perjalanan dari insomnia sudah menjadi kronis, dapat terjadi variabilitas pola tidur dengan adanya malam dengan tidur yang baik yang bergantian dengan beberapa malam dengan pola tidur yang buruk. Karakteristik dari insomnia juga dapat berubah seiring berjalannya waktu. Beberapa individu dengan insomnia memeiliki gangguan tidur ringan yang kemudian diikuti dengan gangguan tidur yang lebih persisten. Keluhan insomnia lebih tinggi prevalenesinya pada usia dewasa menengah dan usia dewasa akhir. Tipe gejala insomnia dapat berubah sesuai usia, dengan kesulitan memulai tidur lebih banyak terjadi pada dewasa muda, sedangkan kesulitan untuk mempertahankan tidur lebih sering ditemukan pada dewasa menengah dan dewasa akhir. Kesulitan untuk memulai dan mempertahankan tidur juga dapat terjadi pada anak dan remaja, namun hanya sedikit data yang ditemukan mengenai prevalnesi, faktr risiko, dan komorbiditas dalam fase berkembang ini. Kesulitan tidur pada anak dapat dikarenakan oelh faktor pengasuhan (misalnya anak tidak biasa belajar tidur tanpa ditemani orang tuanya) atau karena jadwal tidur yang tidak konsisten. Insomnia pada remaja sering dipicu oleh jadwal tidur yang ireguler. Pada anak dan remaja, faktor psikologis dan faktor medis dapat berkontribusi terhadap insomnia. Prevalensi insomnia yang cenderung meningkat pada usia dewasa akhir dapat sedikit dijelaskan karena adanya masalah kesehatan yang juga meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Perubahan pada pola tidur yang berhubungan dengan proses perkembangan nomral harus dapat dibedakan dengan perubahan yang berlebihan yang berhubungan dengan usia. Walaupun polisomnografi jarang digunakan rutin untuk evaluasi insomnia, hal tersebut dapat menjadi lebih bermanfaat untuk diagnosis banding insomnia pada usia dewasa akhir, karena etiologi insomnia (misalnya karena sleep apnea) lebih sering teridentifikasi pada individu dengan usia tua.



Resiko dan Faktor Prognostik Sembari laman ini mendiskusikan faktor risiko dan prognostik yang meningkatkan kerentanan penderita insomnia, gangguan tidur lebih mungkin terjadi pada individu yang memiliki kecenderungan terpapar kejadian yang menjadi pencetus, seperti kejadian pada kehidupan (contoh, penyakit, perpisahan) atau tidak lebih parah tetapi stress kronis pada keseharian. Sebagian besar individu akan kembali pada pola tidur normalnya setelah kejadian pencetus inisialnya telah menghilang, tetapi sebagian lainnya—mungkin lebih rentan terhadap insomnia—sehingga tetap mengalami gangguan tidur yang persisten. Faktor yang dapat mengekalkan seperti kebiasaan tidur yang buru, jadwal tidur yang ireguler, dan ketakuan untuk tidak tidur dapat menambah masalah insomnia dan berkontribusi kepada siklus buruk yang dapat menjadi insomnia persisten. 



Temperamen. Kepribadian cemas atau mudah-khawatir atau gaya kognitif, peningkatan gairah, dan kecenderungan untuk menekan emosi dapat meningkatkan kerentanan terhadap insomnia







Lingkungan.Bising, cahaya, suhu tinggi atau rendah yang tidak nyaman, dan ketinggian dapat meningkatkan kerentanan terhadap insomnia







Genetik dan Fisiologik. Jenis kelamin wanita dan usia lanjut berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap insomnia. Tidur yang kacau dan insomnia juga berhubungan dengan hubungan keluarga. Prevalensi insomnia lebih tinggi relatif pada kembar monozigotik dibandingkan pada kembar dizigotik; juga lebih tinggi pada anggota keluarga derajat pertama dibandingkan populasi umum. Luasnya hubungan ini diturunkan melalui kecenderungan genetik, yang dipelajari dari model observasi orang tua, atau dicanangkan oleh psikopatologi lainnya belum dapat ditentukan.







Modifikasi



kebiasaan.Menghilangkan



kebiasaan



termasuk



kebiasaan



kebersihan tidur yang buruk (contoh, penggunaankafein yang berebihan, jadwal tidur yang ireguler).



Isu Diagnostik yang berhubungan dengan Jenis Kelamin Insomnia lebih lazim menjadi keluhan diantara perempuan dibanding lakilaki, dengan onset pertama kali berhubungan dengan kondisi bayi baru lahir atau



menopause.Meskipun prevalensi tertinggi ada pada wanita, studi polisomnografik mengatakan pemeliharaan kelanjutan tidur dan tidur gelombang pelan lebih baik pada wanita yang lebih tua dibanding laki-laki yang lebih tua.



Penanda Diagnostik Polisomnografi biasanya menunjukkan gangguan pada kontinuitas tidur (contoh, peningkatan latensi tidur dan onset waktu bangun setelah tidur, dan penurunan efisiensi tidur [persentasi waktu tidur di tempat tidur] dan dapat menunjukan peningkatan tidur tahap 1 dan penurunan tidur tahap 3 dan 4. Keparahan pada gangguan tidur tidak selalu sesuai dengan presentasi klinis setiap individu atau keluhan subjektif tidur yang buruk, individu dengan insomnia sering meremehkan durasi tidur dan berlebihan dalam relatif tidur pada polisomnografi. Analisis kuantitatif elektroensefalografi mungki mengindikasikan, individu dengan insomnia memiliki frekuensi lebih tinggi pada kekuuatan relative eeg dari individu yang memiliki tidur baik, tentang periode onset tidur dan saat tidur pada gerakan mata non-rapid, sebuah sifat menandakan peningkatan aktifitas kortikal. Individu dengan gangguan insomnia mungkin memiliki kecenderungan



tidur



lebih rendah dan secara tipikal tidak menunjukkan rasa kantuk pada siang haru pada pemeriksaan objektif di laboratorium tidur dan dibandingkan dengan individu tanpa gangguan tidur. Pengukuran laboratorium lainnya menunjukkan bukti, walaupun tidak secara konsisten, adanya peningkatan aktifitas dan aktifaasi umum aksis hipotalamik-pituitary-adrenal (contoh, peningkatan level kortisol, variabilitas denyut jantung, reaktifitas terhadap stress, dan laju metabolik).Secara umum, penemuannya konsisten dengan hipotesis dimana peningkatan aktifitas fisiologis dan kognitif memegang peranan penting pada gangguan insomnia. Individu dengan ganggaun insomnia mungkin dapat terlihat lelah, lesu, gairah berlebih dan “aneh”.Walaupun demikian, tidak ada konsistensi atau karakteristik abnormal pada pemeriksaan fisik. Bisa ada peningkatan insidensi gejala psikofisiologi yang berhubungan dengan stress (contoh, nyeri kepala tegang, tegang otot atau nyeri otot, gejala gastrointestinal).



Konsekuensi fungsional dari gangguan insomnia Masalah interpersonal, social, pekerjaan dapat terjadi sebagai akibat dari insomnia atau kekhawatiran berlebih terhadap tidur, peningkatan iritabilitas waktu siang, dan kurang konsentrasi.Penurunan perhatian dan konsentrasi adalah umum dan dapat berhubungan dengan tingginya angka kecelakaan yang di observasi pada insomnia.Insomnia persisten juga berhubungan dengan konsekuensi jangka panjang, termasuk peningkatan resiko gangguan depresi berat, hipertensi, dan infark miokardia; peningkatan ketidak hadiran dan penurunan produktifitas saat kerja; penurunan kualitas hidup; dan peningkatan beban ekonomi.



Diagnosis diferensial Variasi tidur normal. Durasi tidur normal bervariasi memandang para individu.Sebagian individu yang memerlukan tidur yang sebentar (“short sleeper”) mungkin khawatir tentang durasi tidur mereka.Short sleeper berbeda dengan individu dengan gangguan insomnia, bedanya dari kesulitan untuk jatuh tidur atau tetap dalam kondisi tertidur, dan tidak adanya karakteristik gejala siang hari (contoh, kelelahan, masalah konsentrasi, iritabilitas).Meski demikian, sebagian short sleeper mungkin menginginkan atau mencoba untuk tidur dengan periode waktu yang lebih lama, dengan memperpanjang waktu di tempat tidur, dan dapat menciptakan pola tidur seperti insomnia. Insomnia klinis harus dibedakan dari perubahan tidur yang berhubungan dengan usia. Insomnia harus dibedakan dari kehilangan tidur akibat tidak adekuatnya kesempatan atau kondisi, contohnya, dari kondisi kewajiban pekerjaan di bagian gawat darurat, atau kondisi keluarga yang memaksa individu untuk tetap terbangun.



Situasional/insomnia akut. Situasional atau insomnia akut adalah kondisi yang berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu, sering berhubungan dengan kejadian hiup atau perubahan jadwal tidur.Gejala insomnia akut atau insomnia dalam waktu pendek dapat menimbulkan distress yang signifikan dan gangguan dengan social, personal, dan fungsi pekerjaan.Ketika gejala tersebut terjadi cukup dan memenuhi seluruh kriteria kecuali durasi 3-bulan, diagnosisnya dibuat menjadi gangguan insomnia lainnya atau gangguan insomnia belum terspesifikasi.



Gangguan tidur-bangun fase tidur tertunda dan tipe waktu kerja bergeser “shift” dari ritme sirkardian. Individu dengan gangguan ini melaporkan insomnia onset-tidur hanya ketika mereka mencoba tidur pada waktu normal secara social, tetapi mereka tidak melaporkan kesulitan untuk memulai tidur atau tetap tertidur ketika waktu bangun mereka tertunda dan bertepatan dengan ritme sirkardian endogen mereka. Tipe kerja shift harus dibedakan dengan gangguan insomnia dengan riwayat pekerjaan dengan tipe shift.



Sindrom tungkai lelah. Sindorm tungkai lelah sering menyebabkan kesulitan inisiasi



dan



mempertahankan



tidur.



Meski



demikian,



dorongan



untuk



menggerakkan tungkai dan berbagai sensasi tidak nyaman pada tungkai adalah ciri yang membedakan gangguan ini dengan gangguan insomnia.



Gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan. Sebagian besar individu dengan gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan memiliki riawayat dengan suara dengkur yang keras, nafas terhenti sesaat saat tidur, dan kantuk yang berat saat siang hari. Namun, sebanyak 50% individu dengan apnu saat tidur mungkin dapat melaporkan gejala insomnia, sebuah ciri yang lebih umum diantara wanita dan usia lanjut.



Narkolepsy. Narkolepsi dapat menyebabkan keluhan insomnia tetapi dibedakan dengan gangguan insomnia dengan adanya gejala predominan seperti kantuk yang berlebih pada siang haru, katalepsi, tidur paralisis, dan tidur yang berhubungan dengan halusinasi.



Parasomnia. Parasomnia di karakteristikkan dengan keluhan adanya kebiasaan atau kejadian tidak biasa saat tidur yang dapat menyebabkan bangun berulang dan kesulitan untuk melanjutkan tidur.Meski begitu, kejadian kebiasan ini, bukan insomnia semata, yang mendominasi gambaran klinis.



Gangguan tidur tipe induksi substansi/medikasi, insomnia. Gangguan ini dibedakan



dari



gangguan



insomnia



dengan



adanya



substansi



(contoh,



penyalahgunaan obat, medikasi, atau paparan toksin) yang dinilai sebagai penyebab



insomnia



(lihat



“Gangguan



tidur



dengan



induksi



substansi/medikasi).Sebagai contoh, insomnia hanya terjadi dalam konteks konsumsi kopi yang berat dan didiagnosis sebagai gangguan tidur akibat induksi kafein, tipe insomnia, dengan onset saat intoksikasi.



Komorbiditas Insomnia adalah komorbiditas yang umum pada banyak kondisi medis, termasuk diabetes, penyakit jantung coroner, penyakit paru obstruktif, artritis, fibromyalgia, dan kondisi penyakit kronis lainnya. Hubungan risiko muncul sebagai bidireksional: insomnia meningkatkan risiko kondisi medis, dan masalah medis meningkatan risiko insomnia. Arah hubungannya tidak selalu jelas dan dapat berbuah setiap waktu; karena alas an ini, komorbid insomnia adalah terminology yang lebih disukai untuk adanya insomnia dengan kondisi medis lainnya (atau gangguan mental). Individu dengan gangguan insomnia sering memiliki gangguan mental komorbid, beberapa bipolar, depresi, dan gangguan cemas.Insomnia persisten menunjukkan faktor risiko atau gejala awal bipolar subsekuen, depresi, cemas, dan gangguan penggunaan obat.Individu dengan insomnia dapat menyalah gunaan medikasi atau alcohol untuk membantu tidur pada malm hari, anxiolotik unruk melawan ketegangan atau kecemasan, dan kafein atau stimulant lainnya untuk melawan kelelahan yang berat.Selain memperburuk insomnia, penggunaan substansi jenis ini dalam beberapa kasus dapat berkembang menjadi gangguan penggunaan substansi.



Hubungan dengan Gangguan tidur klasifikasi internasional Ada beberapa fenotip insomnia yang berbeda yang berhubungan dengan sumber insomnia yang dikenali oleh klasifikasi internasional gangguan tidur, edisi ke 2.Hal ini termasuk insomnia psikofisiologik, insomnia idiopatik, kesalahan persepsi kondisi tidur, dan kebersihan tidur inadekuat.Meskipun penampilan klinis dan nilai heurisik tidak ada bukti yang mendukun fenotip ini.



GANGGUAN HIPERSOMNOLEN Kriteria diagnostik 780.54 (G47.10) A. Laporan-mandiri tidur berlebihan (hipersomnolen) meskipun periode tidur utama mencapai paling tidak 7 jam, dengan salah satu gejala berikut: 1.



Periode tidur yang berulang atau tidur dalam hari yang sama



2.



Episode tidur yang lebih lama atau lebih dari 9 jam per hari yang tidak membuat segar



3.



Kesulitan untuk tetap terjaga setelah bangun yang mendadak



B. Hipersomnolen terjadi paling tidak 3 kali dalam 1 minggu, dalam waktu 3 bulan C. Hipersomnolen diikuti dengan distress yang signifikan atau kegagalan pada kognitif, social, pekerjaan, atau area fungsi penting lainnya D. Hipersomnolen tidak dijelaskan lebih lanjut dan tidak terjadi secara eksklusif saat adanya gangguan tidur lainnya (contoh, narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan, gangguan bangun-tidur ritme sirkardian, atau parasomnia) E. Hipersomnolen tidak disebabkan akibat efek fisiologi dari substansi tertenu (contoh, penyalahgunaan obat, medikasi) F. Gangguan mental atau medis yang sudah ada tidak dijelaskan secara adekuat keluhan hypersomnia. Di spesifikasi jika: 



Dengan ganguan mental, termasuk penyalahgunaan substansi







Dengan kondisi medis







Dengan gangguan tidur lainnya







Catatan koding : Kode 780.54 (G47.10) diberikan pada ketiga spesifikasi. Kode tersebut juga berhubungan secara relefan dengan gangguan mental, kondisi medis, atau gangguan tidur lainnya segera setelah kode ganguan hipersomnolen untuk mengindikasikan hubungan.



Di spesifikasi jika: 



Akut: durasi kurang dari 1 bulan







Subakut: durasi antara 1-3 bulan







Persisten:durasi lebih dari 3 bulan



Di spesifikasi keparahan terkini: Spesifikasi keparahan berdasarkan derajat dari kesulitan mempertahankan kewaspadaan pada siang hari yang dimanifestassikan dengan serangan berulang kantuk yang tidak tertahankan di setiap waktu, contoh, ketika istirahat, menyetir, mengunjungi teman, atau bekerja 



Ringan: kesulitan mempertahankan kewaspadaan 1-2 hari/minggu







Sedang: kesulitan mempertahankan kewaspadaan 3-4 hari/minggu







Berat: kesulitan mempertahankan kewaspadaan 5-7 hari/minggu



Karakteristik diagnostic Hipersomnolen adalah terminologi diagnosis yang umum dan termasuk gejala dari kuanitas yang berlebihan untuk tidur (contoh, tidur malam yang lebih panjang atau tidur yang tidak disadari pada siang hari), kualitas sadar yang buruk (contoh, kecenderungan untuk tidur saat terjaga ditunjukkan dengan kesulitan untuk tetap terjaga atau tidak dapat tetap bangun jika diperlukan), dan tidur inersia (contoh, periode gangguan performa dan penurunan kewaspadaan yang dikuti dari episode tidur regular atau dari tidur siang)(Kriteria A). Individu dengan gangguan ini tidur dengan sangat cepat dan efisiensi tidur baik (>90%). Mereka mungkin kesulitan untuk bangun di pagi hari, terkadangan terlihat bingung, agresif, atau ataksik.Kegagalan yang lebih lama untuk tetap waspada saat transisi bangun-tidur sering direferensikan sebagai tidur inersia (yakni tidur mabuk).Hal itu juga dapat ketika bangun dari tidur siang.Dalam periode tersebut, individu terlihat bangun, tetapi terdapat penolakan dalam ketangkasan motoric, tingkah laku mungkin tidak sesuai, deficit memori, disorientasi tempat dan situasi, dan perasaan pening dapat terjadi.Periode ini dapat bertahan dalam menit hingga jam. Kebutuhan yang menetap untuk tidur dapat menimbulkan tingkah laku otomatis (biasanya tipenya sangat rutin, tidak kompleks) dimana individu tersebut membawa sedikit atau tidak sama sekali ingatan. Contohnya, individu tersebut dapat menemukan dirinya menyetir beberapa mil dari dimana mereka pikir mereka berasa, dan tidak menyadari mereka menyetir dalam beberapa menit karena hal tersebut otomatis. Untuk beberapa individu dengan gangguan hipersomnolen, episode tidur mayor (untuk sebagian besar individu, tidur



nocturnal) menghabiskan durasi 9 jam atau lebih. Tetapi, tidur tersebut tidak membuat mereka nyaman ketika bangun dan akan diikuti dengan kesulitan bangun ketika pagi. Sebagian individu dengan gangguan hipersomnolen, episode tidur mayor adalah tidur nocturnal yang normal dengan durasi 6-9 jam.Pada kasus ini, tidur yang berlebih di karakteristikan dengan beberapa tidur siang yang tidak direncanakan.Tidur siang ini menjadi lebih panjang (sering berlangsung lebih dari 1 jam atau lebih), dan terasa tidak menyegarkan saat bangun, dan tidak meningkatkan kewaspadaan.Individu dengan hipersomnolen memiliki waktu tidur siang hampir setiap hari diluar dari tidur malamnya.Kualitas tidur secara subjektif dapat atau tidak dapat di laporkan sebagai baik.Individunya secara tipikal merasa ngantuk dalam beberapa waktu, dibanding mengalami serangan tidur yang tibatiba. Tidur yang tidak disengaja tipikalnya terjadi pada stimulasi rendah dan situasi dengan aktifitas ringan (contoh, mengikuti kuliah, membaca, menonton tv, atau menyetir jarak jauh), tetapi pada kasus yang lebih parah dapat bermanifestasi di situasi dengan aktifitas tinggi seperti bekerja, rapat, atau kumpul social.



Karakteristik yang berhubungan untuk mendukung diagnosis Tidur yang tidak membuat segar, tingkah laku otomatis, kesulitan bangun pagi, dan tidur inersia, walaupun umum pada gangguan hipersomnolen, juga dapat dilihat pada berbagai kondisi, termasuk narkolepsi. Sekitar 80% individu dengan hipersomnolen melaporkan bahwa tidur mereka tidak baik, dan sulit untuk bangun pagi.Tidur inersia, lebih tidak umum (hasil observasi sekitar 36-50% individu dengan gangguan tidur), tetapi spesifikasinya tinggi untuk hipersomnolen.Tidur siang yang pendek (durasi kurang dari 30 menit) dan seringkali tidak menyegarkan. Individu dengan hiperosomnolen juga memiliki gejala disfungsi sistem nervus otonom, termasuk nyeri kepala tipe vascular berulang, reaktifitas sistem pembuluh darah perifer (fenomena Raynaud’s), dan pingsan.



Prevalensi Sekitar 5-10% individu yang berkonsultasi dengan klinis gangguan tidur dengan keluhan kantuk pada siang hari di diagnosis sebagai gangguan hypersomnia. Diperkirakan sekitar 1% di eropa dan united stase, populasi umum



memiliki episode tidur ineria. Hipersomnolen terjadi secara relative sama jumlahnya pada laki-laki dan perempuan.



Perkembangan dan tujuan Gangguan hipersomnolen memiliki tujuan yang persisten, dengan evolusi yang progresif pada gejala yang parah.Pada kasus yang ekstrim, episode tidur dapat mencapai 20 jam.Tetapi rata-rata durasi tidur malm hari adalah 91/2 jam.Dimana individu lainnya dengan hipersomnolen dapat menurunkan waktu tidurnya selama hari kerja, akhir minggu, dan saat liburan secara hebat mencapai 3 jam.Tetap terjaga sangat sulit dan ditemani dengan episode tidur inersia ada sebanyak



40%



diantara



seluruh



kasus.



Hipersomnolen



secara



penuh



bermanifestasi di kasus pada remaja akhir atau dewasa awal, dengan usia rata-rata onset 17-24 tahun. Individu dengan hipersomnolen terdiagnosa, rata-rata, 10-15 tahun setelah gejala yang pertama kali muncul. Kasus ini jarang terjadi pada anak. Hipersomnolen memiliki onset progresif, dengan gejala yang mulai muncul pada usia 15-25 tahun, dengan progresi yang gradual dari minggu hingga bulan. Sebagian besar individu, kejadiannya persisten dan stabil, kecuali diberikan pengobatan.Perkembangan gangguan tidur lainnya (missal gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan) dapat memperburuk derajat kantuk. Walaupaun hiperaktifitas mungkin dapat menjadi tanda yang muncul sari kantuk siang hari pada anak, tidur siang yang disengaja meningkat dengan usia. Fenomena normal ini harus dipisahkan dari hipersomnolen.



Faktor risiko dan prognostic Lingkungan. Hipersomnolen dapat meningkat seiring bertambahnya waktu dengan adanya stress psikologis dan penggunaan alcohol, tetapi mereka belum pernah tercara sebagai faktor lingkungan yang mencenderungi. Infeksi viral pernah dilaporkan menemani hipersomnolen pada kurang lebih 10% kasus.Infeksi virus tersebut seperti pneumonia dengan HIV, infeksi mononucleosis, dan siindrom Guillain-Barre, yang dapat berevousi menjadi hipersomnolen setelah beberapa bulan setelah infeksi. Hipersomnolen juga dapat muncul dalam kurun waktu 6-18 bulan yang diakibatkan trauma kepala.



Genetik dan Psikologi. Hipersomnolen mungkin dapat diturunkan dari keluarga, dengan model autosomal-dominan yang diwariskan.



Kurang tidur dan tidur nocturnal yang tidak efisien. Kurang tidur dan tidur tidak efisien adalah hal yang umum pada remaja dan pekerja dengan giliran.Pada remaja, kesulitan untuk jatuh tidur pada saat malam adalah umum, dan memnyebabkan sulit tidur.Hasil MSLT dapat positif jika dilakukan ketika individu tersebut kurang tidur atau tidurnya terganggu.



Sindrom tidur apnu. Apnu saat tidur biasanya muncul pada individu dengan obesitas. Karena apnu saat tidur akibat obstruksi lebih banyak kejadiannya daripada narkolepsi, katapleksi mungkin di abaikan (atau tidak ada), dan individu tersebut di asumsikan mengalami apnu saat tidur akibat obstruktif yang tidak respon terhadap terapi biasanya.



Sindrom depresi berat. Narkolepsi atau hypersomnia mungkin berhubungan atau dicampur adukkan dengan depresi.Katapleksi tidak muncul pada depresi. Hasil MSLT lebih sering normal, tidak ada disosiasi antara kantuk secara subjektif dan objektif, seperti yang diukur tentang rata-rata latensi tidur selama tes MSLT.



Gangguan konversi (gangguan gejala neurologis fungsional).Ciri atipik, seperti katapleksi yang bertahan lama atau adanya pencetus tidak biasa, mungkin dapat



muncul



pada



gangguan



konversi



(gangguan



gejala



neurologis



fungsional).Individu mungin melaporkan tidur dan mimpi, tetapi tes MSLT tidak menunjukkan karakteristik periode tidur REM. Pseudokatapleksi yang terjadi penuh dan berlangsung lama dapat terjadi saat konsultasi, membuat dokter dapat menilai dengan cukup waktu untuk memverifikasi reflex yang intak.



Gangguan deficit-perhatian/hiperaktifitas atau masalah tingkah laku lainnya. Pada anak-anak dan remaja, kantuk dapat menyebabkan masalah tingkah laku, termasuk tingkah agresif dan tidak perhatian, mengarah kepada misdiagnosis gangguan deficit-perhatian/hiperaktifitas.



Kejang. Pada anak-anak muda, katapleksi dapat mis-diagnosis sebagai kejang.Kejang tidak mudah dicetuskan akibat emosi, dan jika iya, pencetusnya biasanya tidak tertawa atau bercanda.Selama kejang, individu cenderung untuk menyakiti dirinya sendiri. Kejangnya dikarakteristikan dengan atonia jarang terlihat pada kejang lain yang terisolir, dan juga ada tanda di elektroensefalogram.



Gangguan gerakan dan gerakan. Pada anak-anak muda, katapleksi dapat di mis-diagnosis sebagai korea atau gangguan neuropsikiatrik autoimun pediatric yang berhubungan dengan infeksi streptococcal, terutama dalam konteks infeksi tenggorokan strep dan level antibody antistreptolisin O yang tinggi. Beberapa anak mungkin ada gangguan gerakan lain yang tumpang tindih dan memiliki onset yang dekat dengan katapleksi.



Schizophrenia. Adanya halusinasi hipnagogik yang cerah dan jelas, individu mungkin mengalami pengalaman yang nyata—sebuah ciri yang mengarah skizofrenia. Hampir sama dengan pengobatan stimulant, delusi tentang penganiayaan



mungkin



terjadi.



Jika



katapleksi



muncul,



klinisi



harus



mengamsumsi pertama jika gejala tersebut adalah narkolepsi sekunder, sebelum mepertimbangan diagnosis skzioprenia yang terjadi bersamaan.



Komorbiditas Narkolepsi dapat muncul bersamaan dengan bipolar, depresi, dan gangguan kecemasan, pada kasus yang jarang dengan skizoprenia.Narkolepsi juga dihubungan dengan indeks msa tubuh atau obesitas, terutama jika narkolepsi tidak diobati.Peningakatan berat badan berlebih yang cepat adalah umum pada anakanak muda dengan onset penyakit yang tiba-tiba.Komorbid tidur dengan apnu harus dipertimbangan jika ada gangguan yang tibatiba dari preeksis narkolepsi.



Hubungan dengan Gangguan Tidur Klasifikasi internasional Klasifikasi internasioinal tentang gangguan tidur, edisi ke 2 (ICSD-2), membedakan narkolepsi menjadi lima subtype.



Penanda Diagnostik Nocturnal Polysomnography menunjukkan gambaran durasi tidur normal dan memanjang, latensi tidur pendek, dan kelangsungan tidur baik normak atau memanjang. Pendistribusian dari tidur dengan gerakan mata cepat (REM) juga menunjukkan tanda normal. Efisiensi tidur sebagian besar menujukkan angka lebih dari 90%. Beberapa individu dengan gangguan hipersomnolen menujukkan peningkatan jumlah gelombang tidur lambat. Berbagai uji latensi tidur mencatat tendensi tidur, secara tipikal terindikasi dengan rata rata latensi tidur menujukkan nilai kurang dari 8 menit. Dalam gangguan hipersomnolen, rata rata nilai latensi tidur menujukkan angka kurang dari 10 menit dan seringnya kurang dari 8 menit. Periode waktu tidur dengan REM (SOREMPs; kejadian REM dalam 20 menit pertama saat tidur) bisa muncul namun terjadi kurang dari 2 kali dalam empat sampai lima kali kesempatan tidur siang.



Konsekuensi Fungsional Dari Gangguan Hipersomnolen Rendahnya level kewaspadaan muncul ketika seseorang berkeinginan melawan kebutuhan tidur dapat menyebabkan pengurangan efisiensi, hilangnya konsentrasi, dan rendahnya ingatan saat aktivitas siang hari. Hipersomnolen dapat menyebabkan distress yang signifikan dan disfungsi saat bekerja dan hubungan sosial. Pemanjangan waktu tidur malam hari dan kesulitan dalam bangun tidur dapat menghasilkan kesulitan dalam melakukan kebutuhan pagi hari, seperti datang ke tempat kerja tepat waktu. Episode tertidur secara tidak sengaja dapat menyebabkan rasa malu dan bahkan berbahaya, jika seseorang tersebut mengedarai kendaraan atau mengoperasikan peralatan berat saat episode tersebut muncul.



Diagnosis Banding Variasi tidur normatif. “Normal” durasi tidur seseorang berbeda beda. “Tidur lama” (Individu yang membutuhkan lebih banyak tidur dari normalnya durasi tidur seseorang) tidak mempunyai rasa kantuk berlebihan, inertia tidur, atau kebiasaan yang secara otomatis saat mereka memperoleh tidur yang cukup saat malam hari. Tidur dilaporkan sebagai kegiatan yang menyegarkan. Jika kebutuhan



secara sosial atau pekerjaan menuntut untuk tidur lebih sedikit saat malam hari, gejala pagi hari dapat muncul. Dalam gangguan hipersomnolen, secara terbalik, gejala dari rasa kantuk berlebih terjadi terlepas dari durasi tidur saat malam hari. Jumlah tidur yang cukup, atau sindrom mengurangi tidur akibat kebiasaan, dapat menghasilkan gejala kantuk pada pagi hari yang sangat mirip dengan gangguan hipersomnolen. Rata rata durasi tidur kurang dari 7 jam tiap malam menunjukkan secara kuat kurangnya waktu tidur, dan rata rata jumlah tidur lebih dari 9-10 jam per hari menunjukkan hipersomnolen. Individu dengan tidur malam yang kurang secara tipikal akan “mengejar” dengan menningkatkan durasi tidur pada siang hari saat mereka bebas dari kebutuhan sosial atau pekerjaan atau saat berlibur. Tidak seperti hipersomnolen, kekurangan waktu tidur tidak selamanya akan menetap selama bertahun tahun. Diagnosis gangguan hipersomnolen sebaiknya tidak dibuat jika terdapat pertanyaan yang merujuk pada keadekuatan dari tidur saat malam hari. Diagnostik dan percobaan terapi pemanjangan waktu tidur selama 1014 jam per hari dapat memperjelas diagnosis.



Kualitas tidur rendah dan kelelahan. Gangguan hipersomnolen harus dikesampingkan bila berhubungan dengan rasa kantuk berlebihan yang berhubungan dengan kekurangan kualitas dan kuantitas tidur dan kelelahan (kelelahan tidak sepenuhnya terselesaikan dengan menambah tidur dan tidak berhubungan dengan kualitas dan kuantitas tidur). Rasa kantuk berlebihan dan kelelahan sangat sulit dibedakan dan dapat saling bertumpang tindih.



Gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan. Seseorang dengan hipersomnolen dan gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan dapat menujukkan pola yang sama dari rasa kantuk yang berlebih. Gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan ditunjukkan dengan riwayat mendengkur keras, jeda nafas saat tidur, trauma pada otak, atau penyakit kardiovaskular dan dengan obesitas, kelainan anatomi orofaring, hipertensi, atau gagal jantung pada pemeriksaan fisik. Studi polysomnografi dapat memastikkan adanya kejadian henti nafas pada gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan (dan tidak adanya gangguan hipersomnolen).



Gangguan irama sirkadian pada tidur-bangun. Gangguan irama sirkadian pada tidur-bangun sering dikarakteristikan dengan mengantuk saat siang hari. Riwayat dari kelainan jadwal tidur-bangun (perubahan jadwal tidur) muncul pada seseorang dengan gangguan irama sirkadian pada tidur-bangun.



Parasomnia. Parasomnia jarang menunjukkan pemanjangan waktu tidur, tidak adanya gangguan saat tidur malam hari atau rasa kantuk pada siang hari pada karakteristik gangguan hipersomnolen.



Kelainan mental lainnya. Gangguan hipersomnolen harus disingkirkan dari gangguan mental yang termasuk di dalamnya hipersomnolen sebagai keluhan utama atau keluhan tambahan. Pada beberapa kondisi, keluhan rasa kantuk saat siang hari dapat terjadi pada episode depresif berat. Penilaian untuk gangguan mental lainnya adalah penting sebelum mempertimbangkan diagnosa gangguan hipersomnolen. Diagnosa gangguan hipersomnolen dapat dibuat pada gangguan mental saat ini atau adanya riwayat gangguan mental sebelumnya.



Komorbiditas Gangguan hipersomnolen dapat dihubungnkan dengan gangguan depresi, gangguan bipolar (saat episode depresi), dan gangguan mental berat dengan pola musiman. Banyak seseorang dengan gangguan hipersomnolen mempunya gejala dari depersi yang memenuhi kriteria untuk gangguan depresi. Hal ini menunjukkan kemungkinan hubungan pada konsekuensi psikososial dari meningkatnya kebutuhan tidur. Seseorang dengan gangguan hipersomnolen juga beresiko untuk memiliki gangguan akibat penggunaan obat-obatan, terutama pada seseorang yang dalam pengobatan obat obatan stimulan. Kurangnya spesifitas dapat berkontribusi pada berbagai keunikan pada profil antar individu yang gejalanya memenuhi kriteria diagnosa untuk gangguan hipersomnolen. Kondisi neurodegeneratif, seperti penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, dan sistem multipel, juga dapat berhubungan dengan hipersomnolen.



atrofi



Hubungan Dengan International Classification Of Sleep Disorder International Classification of Sleep Disorder, edisi Kedua (ICSD-2), membedakan 9 subtipe dari “pusat hipersomnia”, termasuk didalamnya hipersomnia berulang (Sindrom Kleine-Levin).



NARCOLEPSY Kriteria Diagnostik A. Episode berulang dari kebutuhan tidur yang tidak dapat ditahan, tertidur, atau tidur siang pada hari yang sama. Setidaknya terjadi 3 kali per minggu dalam 3 bulan terakhir. B. Ada setidaknya satu dari gejala dibawah : 1.



Episode katalepsi, didefinisikan sebagai (a) atau (b) yang terjadi setidaknya beberapa kali dalam satu bulan; a) Pada seseorang dengan penyakit kronis, episode singkat (detik atau menit) pada munculnya kelemahan tonus otot bilateral dengan tetap mempertahankan kesadaran pada kondisi tertawa atau dalam candaan. b) Pada anak anak atau seseorang dengan onset 6 bulan, menyinyir spontan atau adanya mulut menganga dengan lidah terdorong atau global hipotoni, tanpa adanya dorongan emosional yang jelas.



2.



Defisensi hypocretin, yang diukur menggunakan nilai reaksi imun hypocretin-1 pada cairan serebrospinal (CSS) (kurang atau sama dengan satu per tiga dari nilai normal pada seseorang yang normal diuji dengan metode yang sama, atau kurang dari sama dengan 110 pg/ml). Rendahnya level hypocretin-1 pada cairan CSS tidak boleh diamati pada seseorang dengan trauma otak akut, peradangan, atau infeksi.



3.



Polysomnografi malam hari menunjukkan gerakan mata cepat kurang dari atau sama dengan 15 menit, atau tes multipel latensi tidur menunjukkan rata rata latensi tidur kurang dari atau sama dengan 8 menit dan dua atau lebih waktu tidur dengan REM.



Tentukan apakah; 347.00 (G47.419) Narcolepsy tanpa katapleksi tapi dengan penurunan hypocretin: memenuhi kriteria B tapi tidak adanya tanda katapleksi (Kriteria B1 tidak terpenuhi). 347.01 (G47.411) Narcolepsy dengan katapleksi tapi tanpa penurunan hypocretin: Pada subtipe jarang ini (kurang dari 5% kasus narcolepsy), kriteria B yang menujukkan katapleksi dan polysomnografi positif atau test latensi tidur telah terpenuhi namun level hypocretin-1 pada CSS normal (kriteria B2 tidak terpenuhi). 347.00 (G47.019): subtipe ini disebabkan oleh mutasi DNA exon 21 (cytosin-5)methyltransferase-1 dan dikarakteristikkan dengan onset yang lambat (usia 30-40 tahun) narcolepsy (dengan nilai tengah hypocretin-1 pada CSS rendah), ketidakmampuan mendengar, ataksia cerebri, dan akhirnya demensia. 347.00 (G47.019) Narcolepsy autosomal dominan, obesitas, dan diabetes melitus tipe 2: narcolepsy, diabetes, dan diabetes melitus tipe 2 dan rendahnya nilai hypocretin-1 telah dijabarkan pada kasus yang jarang yang berhubungan dengan mutasi pada gen myelin oligodendrosit glikoprotein. 347.00 (G47.429) Narcolepsy sekunder hingga kondisi medis lain: subtipe narcolepsy ini adalah untuk narcolepsy sekunder akibat kondisi medis yang menyebabkan infeksi (contoh penyakit Whipple, sarcoidosis), trauma, atau destruksi akibat tumor pada neuron hypocretin.



Penentuan Derajat Keparahan Ringan : katapleksi tidak sering muncul (kurang dari 1 kali per minggu), kebutuhan tidur siang hanya satu atau dua kali dalam satu hari dan kurang mengganggu tidur saat malam hari. Sedang : katapleksi sekali per hari atau tiap beberapa hari, gangguan tidur pada malam hari, dan kebutuhan tidur siang meningkat tiap harinya. Berat : katapleksi akibat resistensi obat dengan serangan berkali kali tiap harinya, rasa kantuk yang konstan, dan gangguan tidur pada malam hari (contoh : pergerakan, insomnia, dan mimpi yang jelas).



Subtipe Pada narcolepsy tanpa katapleksi tapi dengan penurunan hypocretin, tidak jelas tanda “seperti katapleksi” dapat muncul (gejala tidak diakibatkan oleh emosi dan secara aneh bertahan lama). Pada kasus yang ekstrem, hypocretin-1 pada CSS rendah, dan tes polysomnografi/tes multipel latensi tidur menujukkan hasil negatif: pengulangan tes dianjurkan sebelum menegakkan subtipe diagnosis. Pada narcolepsy dengan katapleksi tetapi tanpa penurunan hypocretin, tes menunjukkan antigen leukosit (HLA) DQB1 negatif. Kejang, penurunan akibat yang lain, dan gangguan konversi (gangguan fungsional neurologis) harus dikesampingkan. Pada narcolepsy sekunder setelah infeksi (Penyakit whipple, sarcoidosis) trauma, atau destruksi tumor pada neuron hypocretin, hasil tes untuk HLA DQB1 dapat positif yang dihasilkan dari reaksi autoimun. Pada kasus lain, destruksi neuron hypocretin bisa jadi sekunder dari operasi hypothalamus. Trauma kepala atau infeksi dari sistem saraf pusat dapat terjadi, namun, penurunan produksi dari hypocretin-1 dapat mengakibatkan penurunan sel hypocretin dan akhirnya menyulitkan untuk diagnosis.



Fitur Diagnostik Fitur yang penting pada rasa kantuk dalam narcolepsy adalah berulang tidur siang atau jatuh tertidur mendadak. Rasa kantuk biasanya muncul tiap hari namun harus terjadi minimal 3 kali tiap minggunya selama 3 bulan (kriteria A). Narcolepsy secara umum akan menghasilkan katapleksi, dengan tanda yang muncul paling umum adalah episode hilangnya tonus otot secara mendadak (detik hingga menit) ditutupi dengan emosi, biasanya dengan tertawa atau candaan. Otot terkena efeknya biasanya leher, rahang, tangan, kaki, atau seluruh tubuh, menyebabkan munculnya “head bobbing”, “jaw dropping”, atau jatuh sempurna. Seseorang dengan katapleksi akan sadar pada saat katapleksi. Untuk memenuhi kriteria B1 (a), katapleksi harus diakibatkan oleh tertawa atau candaan dan harus melibatkan setidaknya beberapa kali dalam satu bulan dengan kondisi tidak mendapatkan pengobatan sebelumnya. Katapleksi harus dibedakan dengan kelamahan yang dalam konteks ini adalah dalam hal aktivitas atletik (fisiologis) atau secara khusus dirangsang oleh



emosi tidak normal seperti stress atau cemas (menujukkan kemungkinan psikopatologi). Tiap episodenya bertahan beberapa jam hingga hari, atau tidak terangsang oleh emosi, tidak mungkin dari katapleksi, atau berguling guling saat tertawa terbahak bahak. Pada anak anak yang dekat dengan onset,



katapleksi asli dapat terjadi



secara atipikal, efek utamanya pada muka, menyebabkan muka menyiyir atau mulut mengangan dengan lidah terdorong (“muka katapleksi”). Secara singkat, katapleksi mungkin muncul sebagai hipotonus tingkat rendah, kaki diseret saat berjalan. Pada kasus ini kriteria B1(b) dapat ditemukan pada anka anak atau individu dengan durasi 6 bulan atau onset cepat. Narcolepsy-katapleksi hampir selalu menunjukkan penurunan produksi hypocretin (orexin) di hipothalamus, emnyebabkan penurunan hypocretin (kurang dari sama dengan satu per tiga dari nilai kontrol, atau 110 pg/ml pada sebagian besar laboratorium). Kehilangan sel mungkin diakibatkan oleh proses autoimun, dan hampir 99% dari efek HLA-DQB1 manusia (melawan 12-18% dari kontrol). Sehingga, melihat HLA-DQB1 sebelum dilakukan pungsi lumbal untuk mengevaluasi rekasi imunitas hypocretin-1 CSS mungkin bermanfaat. Namun jarang ditemukan, rendahnya nilai hypocretin-1 CSS terjadi tanpa katapleksi, tercatat pada usia muda yang memiliki bakat untuk katapleksi pada waktu kedepan. Penghitungan hypocretin-1 CSS menjadi standar baku, keculai berhubungan dengan kondisi keparahan (neurologis, inflamasi, infeksi, trauma) yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Penelitian dengan polysomnografi malam hari diikuti dengan MSLT juga dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis (kriteria B3). Test ini harus dilakukan setelah individu menghentikkan seluruh pengobatan psikotropi, diikuti selama 2 minggu tidur yang adekuat (yang terdokumentasi dalam catatan tidur harian, actigrafi). Gerakan cepat-lambat mata (REM) yang laten (onset tidur periode REM, REM laten kurang dari 15 menit) saat polysomnografi cukup untuk memastikan diagnosis dengan memenuhi kirteria B3. Alternatifnya, hasil tes MSLT harus positif, menunjukkan rata rata latensi tidur kurang dari atau sama dengan 8 menit dan 2 atau lebih periode REM dalam 2 sampai 5 kali waktu tidur siang.



Fitur Yang Berhubungan Untuk Menunjang Diagnosis Saat rasa kantuk berlebihan, sikap otomatis akan muncul, dengan tiap individu melanjutkan aktivitasnya dalam semi-otomatis, ingatan atau kesadaran seperti berkabut. Setidaknya 20-60% individu yang merasakan halusinasi hypnagogic yang jelas sebelum atau saat tertidur atau halusinasi hyponopompic sesaat setelah bangun. Halusinasi ini jelas namun kurang meyakinkan, mimpi tanpa halusinasi saat tidur terjadi pada seseorang dengan tidur normal. Mimpi buruk dan perasaan mimpi yang nyata umum pada narcolepsy, sama seperti gangguan tidur REM. Setidaknya 20-60% individu dengan paralisis saat tertidur atau bangun, menyebabkan seseorang tersebut bangun namun tidak dapat bergerak atau berbicara. Meski demikian, banyak orang normal tidur juga melaporkan adanya paralisis saat tidur, terutama seseorang dengan stress atau tidur yang terganggu. Makan saat malam hari juga dapat terjadi. Obesitas adalah hal yang paling umum. Gangguan tidur malam hari dengan frekuensi bangun tidur yang lama atau pendek adalah umum dan dapat dihilangkan. Seorang individu dapat memperlihatkan rasa kantuk atau tertidur di ruang tunggu atau saat pemeriksaan fisik. Saat katapleksi, individu mungkin akan terpeleset saat duduk dan salah bicara atau kelopak mata menutup. Jika klinisi memiliki waktu untuk memeriksa reflek saat katapleksi (tiap serangan biasanya kurang dari 10 detik), reflek akan hilang dan merupakan hasil yang penting dalam menegakkan katapleksi asli dari gangguan konversi.



Prevalensi Narcolepsy-katapleksi menyerang 0,02-0,04% dari populasi di suatu negara, narcolepsy menyerang laki laki ataupun perempuan dengan kemungkinan laki laki terserang sedikit lebih besar.



Perkembangan Dan Pola Onset biasanya pada anak anak dan dewasa muda tapi jarang terjadi pada usia tua. Dua onset tertinggi adalah pada usia antara 15-25 tahun dan 30-35 tahun. Onset mungkin berubah menjadi progresif seiring waktu. Keparahan terjadi paling tinggi pada usia anak anak. Dan berkurang seiring dengan waktu atau pengobata,



sehingga gejala yang muncul seperti katapleksi dapat menghilang. Perubahan onset pada usia muda, anak anak prepubertas dapat berhubungan dengan obesitas dan pubertas prematur, fenotipe lebih sering dipantai sejak 2009. Pada usia muda, onset lebih sulit untuk ditunjuk. Onset pada dewasa seringnya tidak jelas, dengan beberapa individu yang melaporkan memiliki waktu tidur berlebih sejak kecil. Sekali kelainan menetap akan bertahan lama. Pada 90% kasus, gejala pertama yang muncul adalah rasa kantuk dan peningkatan waktu tidur, diikuti dengan katapleksi (dalam tahun pertama pada 50% kasus dalam 3 tahun 85%). Rasa kantuk, halusinasi hypnagogic, mimpi yang nyata, dan gangguan tidur REM (peningkatan gerakan REM saat tidur) adalah tanda gejala awal. Kelebihan tidur akan meningkat hingga tidak mampu untuk menjaga kesadaran saat pagi hari dan utnuk menjaga kualitas tidur yang baik, tanpa adanya peningkatan kebutuhan tidur yang jelas tiap harinya. Pada bulan pertama, katapleksi bisa atipikal, terutama pada anak anak. Paralisis saat tidur biasanya berkembang sekitar pubertas pada anak anak dengan onset saat prepubertas. Gejala eksaserbasi menunjukkan kurangnya kepatuhan pada pengobatan atau perkembangan dari gangguan tidur yang sudah ada, terutama henti nafas saat tidur. Anak anak dan usia muda dengan narcolepsy sering berkembang kepribadian yang agresif sekunder dari rasa kantuk dan atau gangguan tidur pada malam hari. Pekerjaan yang berat dan beban sosial meningkat selama masa sekolah dan kuliah, mengurangi ketersediaan waktu tidur saat malam. Kehamilan tidak merubah pola gejala begitu banyak. Setelah pensiun, individu biasanya memiliki waktu lebih banyak untuk tidur siang, mengurangi kebutuhan untuk stimulan. Menjaga jadwal agar tetap teratur memiliki banyak manfaat di semua kelompok umur.



Resiko Dan Faktor Prognostik Tempramental. Parasomnia, seperti tidur berjalan, bruxism, ganguan tidur REM, dan enuresis, bisa jadi lebih umum pada individu dengan narcolepsy yang sedang berkembang. Biasanya dilaporkan bahwa individu akan membutuhkan tidur lebih banyak daripada anggota keluarga yang lain.



Lingkungan. Infeksi streptococcus grup B, influenza (H1N1), atau infeksi musim dingin lainnya sering mencetuskan proses autoimun, menyebabkan narcolepsy pada beberapa bulan berikutnya. Trauma kepala dan gangguan perubahan dalam pola tidur-bangun (perubahan pekerjaan, stress) bisa menjadi pencetus tambahan.



Genetik dan fisiologis. Kembar monozigot memiliki 25-35% kemungkinan untuk narcolepsy. Prevalensi narcolepsy 1-2% pada turuna pertama (10-40 meningkat lebih banyak secara umum). Narcolepsy berhubungan erat dengan DQB1 (99% melawan 12-38% pada subjek kontrol pada semua entis grup; 25% pada populasi umum di Amerika Serikat). DQB1*06:02 meningkat, sementara DQB1 lainnya menurunkan resiko adanya DQB1*06:02 tetapi efeknya sedikit. Polimorfisme pada reseptor Sel-T gen alpha dan gen modulator imun lainnya juga sedikit mempengaruhi resiko.



Permasalahan Budaya Pada Diagnostik Narcolepsy telah dideskripsikan pada semua etnis grup dan banyak budaya. Diantara orang Afrika-Amerika, lebih banyak kasus muncul tanpa katapleksi atau atipikal katapleksi, menyulitkan diagnosis, terutama pada obesitas dan apnea obstruktif saat tidur.



Penanda Diagnostik Gambaran fungsional menunjukkan respon hipotalamus terhadap stimulus humoral. Polysomnnografi malam hari diikuti dengan MSLT digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis pada narcolepsy, terutama bila gangguan pertama dibuat dan sebelum pengobatan dimulai, dan bila penurunan hypocretin belum dilakukan secara biokimia. Polysomnografi/MSLT harus dilakukan setelah seseorang tidak lagi mengkonsumsi obat psikotropik dan setelah pola tidurbangun normal, tanpa perubahan kerja atau gangguan tidur yang telah terdokumentasi. Periode onset tidur REM saat polysomnografi (REM latensi kurang dari atau sama dengan 15 menit) lebih spesifik (mendekati 1% postif pada subjek kontrol) tetapi lebih kurang sensitif (mendekati 50%). Hasil MSLT positif



menunjukkan rata rata latensi tidur kurang dari atau sama dengan 8 menit, dengan onset tidur REM dalam 2 atau lebih pada 4-5 kali tidur siang. Hasil MSLT positif pada 90-95% individu dengan narcolepsi melawan 2-4% dari subjek kontrl atau individu dengan gangguan tidur lainnya. Tambahan temuan dari polysomnografia dalah adanya gairah yang menigkat, penurunan efisiensi tidur dan peningkatan keinginan tidur. Gerakan tungkai yang periodeik (ditemukan pada 40% orang dengan narcolepsy) dan apnea saat tidur tercatat. Penurunan hypocretin ditunjukkan dengan mengukur reaksi imun pada hypocretin-1 CSS. Tes ini saat berguna pada individu dengan dugaan gangguan konversi dan orang yang tidak memiliki katapleksi yang khas, atau dalam kasus yang sulit diobati. Nilai diagnostik dari tes ini tidak dipengaruhi oleh obat obatan, kekurangan waktu tidur, atau waktu irama sirkadian, tetapi temuan lain menenukan jika sesorang dengan penyakit kronis atau sakit yang parah, trauma kepa atau koma memiliki kecenderungan untuk tidak dapat diobati. Sitologi, protein dan nilai glukosa pad CSS dalam nilai normal atau bahkan ketika sampel diambil pada beberapa minggu setelah onset cepat. Nilai hypocretin-1 CSS pada kasus baru ini biasanya sudah sangat berkurang atau bahkan tidak terdeteksi.



Konsekuensi Fungsional Pada Narcolepsy Berkendara dan pekerjaan akan terganggu dan orang dengan narcolepsy harus menghindari pekerjaan yang berat (mengoperasikan alat berat) atau lainnya (supir bus, pilot) atau tempat lain yang berbahaya. Setelah narcolepsy terkontrol dengan pengobatan pasien biasanya dapat mengemudi dengan baik meskipun hanya pada jarak pendek. Individu yang tidak diobati beresiko diisolasi secara sosial karena dapat mencederai diri atau orang lain. Hubungan sosial akan terganggu karena seorang individu akan berusaha melawan kondisi ini dengan meluapkan emosinya.



Diagnosis Banding Hipersomnia lainnya. Hipersomnolen dan narcolepsy memiliki kesamaan dengan derajat rasa kantuk pada siang hari, usia onset, dan pola yang stabil beriringan dengan berjalannya wkatu dapat.