DUB Dysfunction Uterine Bleeding [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Tutorial Dysfunctional Uterine Bleeding



disusun oleh :



Tutorial B3 Tutor : dr. Pertiwi Sudomo



Ita Rosita Fathya Auliannisa Inas Amalia Ariestia Puspita Husin Farah Nurul Diniyati Nurina Mutia Farah Nabilah Armalia Iffah Rudolf Noer Addien Binanda Fadhil Wiryawan Astri Dwi Hartari Riga Medina



1310211064 1310211065 1310211075 1310211078 1310211097 1310211101 1310211109 1310211120 1310211200 1310211202 1310211088



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA



Kata Pengantar Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas segala karuniaNya sehingga makalah ini berhasil diselesaikan. Kasus dalam penulisan makalah ini ialah mengenai Dysfunctional Uterine Bleeding. Terima kasih kami ucapkan kepada dr. Pertiwi selaku tutor kelompok B3 atas segala perhatian, bimbingan dan arahannya dalam proses belajar setiap harinya di kelas tutorial. Ucapan terima kasih juga tak lupa kami ucapkan untuk teman-teman tutorial B3 yang saling membantu satu sama lain dalam penyelesaian makalah tutorial ini. Di dalam tugas makalah ini, dibahas lebih dalam mengenai Pubertas, Gangguan siklus haid, Siklus haid normal dan Pembahasan penyakit yang terkait. Dalam penulisan makalah tutorial, kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kami menerima baik kritik maupun saran yang sifatnya membangun. Terima kasih.



Jakarta, Mei 2016



Tutorial B3



BAB I KASUS Ny. F, 52 tahun datang ke Poliklinik membawa anaknya Nn. J, 18 tahun, seorang mahasiswi dengan keluhan menstruasi yang banyak dan lama 2 bulan ini. Keluhan ini baru dirasakan saat ini. Belum pernah berhubungan seksual. Nn. J mengaku tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol, serta tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun termasuk obat diet. Saat ini Nn. J mengaku sedang stress karena menghadapi ujian akhir semester di kampusnya. Nn. J tidak menderita penyakit hati, tidak pernah mengeluh perdarahan. Tidak pernah sakit pada kelenjar gondok. Riwayat Menstruasi : menarche usia 13 tahun, siklus teratur RPD : tidak ada, RPK : tidak ada Pemeriksaan Fisik BB : 70 kg, TB : 155 cm Tanda vital : dalam batas normal Pemeriksaan Umum : Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik Telinga, hidung, tenggorok, mulut : tidak ada kelainan Leher : tidak ada kelainan Thoraks Jantung: tidak ada kelainan Paru-paru: tidak ada kelainan Payudara : tidak ada kelainan Abdomen: tidak ada kelainan Pemeriksaan Bimanual per rektal : tidak ada kelainan Anda menyarankan untuk pemeriksaan penunjang laboratorium darah dan USG Pemeriksaan Penunjang Darah Hb: 10 gr/dl Leukosit: 7.000/mm3 Trombosit: 250.000 sel/mm3



Hematokrit : 30 gr% TSH : normal Prolaktin : normal Estrogen : meningkat Progestron : menurun Pemeriksaan USG trans abdominal : uterus besar normal, bentuk normal, endometrium line menebal, adneksa tidak ada kelainan. Anda memberikan terapi : Terapi non farmakologis : -



Diet tinggi Fe, Vit B12, asam folat



Terapi non farmakologis : -



Pil KB jenis kombinasi 2x1 tab selama 2 – 3 hari dilanjutkan 1x1 selama 21 hari, kontrol ulang jika masih ada perdarahan



-



Tablet Fe dan Supplemen Vitamin



I.1 TATALAKSANA KASUS Diet Fe •



Fungsi : pembentuk hemoglobin dalam sel darah merah







Dosis : gadis 12-16 tahun -> 21,4 mg/hari Wanita dewasa usia subur 18,9 mg/hari







Sumber : daging merah, kuning telur, sayuran hijau, kacang-kacangan



Vitamin B12 •



Fungsi : pembentukan sel darah merah, fungsi neurologik dan sintesis DNA







Sumber : ikan, kerang-kerangan, telur, daging, produk olahan susu.



Asam Folat •



Fungsi : produksi sel darah merah dan mencegah anemia







Sumber : sayur berdaun hijau, brokoli, jeruk, alpukat, jagung, tomat, wortel



Pil KB •



kombinasi 2x1 tab selama 2-3 hari, dilanjutkan 1x1 selama 21 hari







Fungsi : menekan keluarnya sel telur (ovulasi)







Jenis : - Monofasik : pil tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin dalam dosis yg sama, serta 7 tablet tanpa hormon aktif - Bifasik : pil tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin dalam 2 dosis berbeda, serta 7 tablet tanpa hormon aktif - Trifasik : pil tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin dalam 3 dosis berbeda, serta 7 tablet tanpa hormon aktif







Efek samping : dalam 3 siklus pertama ada kemungkinan tejadi Mual; rasa tidak enak di payudara; pendarahan antara dua haid atau breakthrough bleeding; pusing; sakit kepala; penamabahan berat badan; jerawat.







Kontra indikasi : Hamil,menyusui eksklusif, perdarahan pervaginaan yang belum diketahui penyebabnya, hepatitis, riwayat penyakit jantung, stroke, atau hipertensi, riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau DM > 20 thn, riwayat epilepsi



Keuntungan : •



Efektivitas tinggi







Risiko terhadap kesehatan kecil







Siklus haid jadi teratur, darah yang keluar berkurang, tidak nyeri haid







Dapat digunakan sejak remaja sampe menopause







Mudah dihentikan setiap saat







Kesuburan segera kembali setelah penghentian



Kerugian : •



Mahal







Mual, terutama 3 bulan pertama







Berat badan naik







Dapat menimbulkan depresi, gangguan suasana hati



BAB II LANDASAN TEORI II.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu: alat reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan alat reproduksi wanita bagian luar yang terletak di perineum. Alat genitalia wanita bagian luar 1. MonsPubis Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol di bagian depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat setelah dewasa tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan seks. 2. Labia mayor Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong, panjang abia mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Kedua bibir ini dibagian bawah bertemu membentuk perineum, permukaan terdiri dari: a. Bagian luar Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris. b.



Bagian dalam Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak).



3. Bibir kecil (labia minora) Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak dibagian dalam bibir besar (labia mayora) tanpa rambut yang memanjang kea rah bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette, semantara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina yaitu merah muda dan basah. 4. Klitoris Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil, dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak



pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitive analog dengan penis laki-laki. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual. 5. VestibulumMerupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahu atau lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas, dan friksi. 6. PeriniumMerupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus. Perinium membentuk dasar badan perinium. 7. Kelenjar Bartholin Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan mudah robek. Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat. 8. Himen Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh dan mudah robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang di keluarkan uterus dan darah saat menstruasi. 9. Fourchette Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada pertemuanujung bawah labia mayoradan labia minora. Di garis tengah berada di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen. II.2 Alat genitalia wanita bagian dalam 1. Vagina Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina. Panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding posterior 11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan di belakang kandung kemih.



Vagina



merupakan



saluran



muskulo-



membraneus



yang



menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani oleh karena itu dapat dikendalikan. Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan terutama di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina



menonjol serviks pada bagian uterus. Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio. Portio uteri membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik posterior, fornik dekstra, fornik sinistra. Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi. Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada waktu persalinan. 2. Uterus Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih, cekung dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak di pelvis minor di antara kandung kemih dan rectum. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian corpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus uteri merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup peritoneum sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih. Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa ligamentum, jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita, pada anakanak ukuran uterus sekitar 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, dan multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu peritoneum, miometrium / lapisan otot, dan endometrium. 3. Peritoneum a) Meliputi dinding rahim bagian luar b) Menutupi bagian luar uterus c) Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan d) pembuluh darah limfe dan urat saraf e) Meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen 4. Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan jaringan ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri internum anatomikum yang merupakan batas dan kavum uteri dan kanalis servikalis dengan osteum uteri histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir



kavum uteri menjadi selaput lendir serviks) disebut istmus. Istmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim dan meregang saat persalinan 5. Lapisanotot a) Lapisan luar: seperti “Kap”melengkung dari fundus uteri menuju ligamentum b) Lapisan dalam: berasal dari osteum tuba uteri sampai osteum uteri internum c) Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan tersebut membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan tengah ditembus oleh pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini membentuk angka dan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat dengan demikian perdarahan dapat terhenti 6. Ligamentum infundibulo pelvikum (1) Terbentang dari infundibulum dan ovarium menuju dinding panggul (2) Menggantung uterus ke dinding panggul (3) Antara tuba fallopi dan ovarium terdapat ligamentum ovarii proprium 7. Ligamentum kardinale machenrod (1) Dari serviks setinggi osteum uteri internum menuju panggul (2) Menghalangipergerakanuteruskekanandankekiri (3) Tempatmasuknyapembuluhdarahmenujuuterus 8. Ligamentum sacro uterinum Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale machenrod menuju os sacrum 9. Ligamentum vesika uterinum (1) Dari uterus menuju ke kandung kemih (2) Merupakan jaringan ikat yang agak longgar sehingga dapat mengikuti perkembangan uterus saat hamil dan persalinan 10. Pembuluh darah uterus a) Arteri uterina asenden yang menuju corpus uteri sepanjang dinding lateral dan memberikan cabangnya menuju uterus dan di dasar endometrium membentuk arteri spinalis uteri b) Di bagian atas ada arteri ovarika untuk memberikan darah pada tuba fallopi dan ovarium melalui ramus tubarius dan ramus ovarika. 11. Susunan saraf uterus Kontraksi otot rahim bersifat otonom dan dikendalikan oleh saraf simpatis dan



parasimpatis melalui ganglion servikalis fronkenhouser yang terletak pada pertemuan ligamentum sakro uterinum. 12. Tuba Fallopi Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. terletak di tepi atas ligamentum latum berjalan ke arah lateral mulai dari osteum tubae internum pada dinding rahim. 13. Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-8cm. Dinding tuba terdiri dari tiga lapisan yaitu serosa, muskular, serta mukosa dengan epitel bersilia. Tuba fallopi terdiri atas : 1) Pars interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai dari osteum internum tuba. 2) Pars istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus dan merupakan bagian yang paling sempit. 3) Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk “s”. 4) Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai yang disebut fimbriae tubae. Fungsi tuba fallopi : 1) Sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai kavum uteri. 2) Untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi. 3) Sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi. 4) Tempat terjadinya konsepsi. 5) Tempat pertumbuahn dan perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai bentuk blastula yang siap mengadakan implantasi. (Bobak, Jansen, dan Zalar, 2001) II.3 Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus (Bobak, 2004). Suzannec (2001), mendeskripsikan siklus menstruasi adalah proses kompleks yang mencakup reproduktif dan endokrin. Menurut Bobak (2004), Siklus menstruasi



merupakan rangkaian peristiwa yang secara kompleks saling mempengaruhi dan terjadi secara simultan. II.4 Fisiologis Siklus Menstruasi Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus menstruasi (Bobak, 2004). Ovarium menghasilkan hormon steroid, terutama estrogen dan progesteron. Beberapa estrogen yang berbeda dihasilkan oleh folikel ovarium, yang mengandung ovum yang sedang berkembang dan oleh sel-sel yang mengelilinginya. Estrogen ovarium yang paling berpengaruh adalah estradiol. Estrogen bertanggung jawab terhadap perkembangan dan pemeliharaan organ- organ reproduktif wanita dan karakteristik seksual sekunder yang berkaitan dengan wanita dewasa. Estrogen memainkan peranan penting dalam perkembangan payudara dan dalam perubahan siklus bulanan dalam uterus. Progesteron juga penting dalam mengatur perubahan yang terjadi dalam uterus selama siklus menstruasi. Progesteron merupakan hormon yang paling penting untuk menyiapkan endometrium yang merupakan membran mukosa yang melapi uterus kehamilan sekresi progesteron berperan penting terhadap plasenta dan untuk mempertahankan kehamilan yang normal. Sedangkan endrogen juga dihasilkan oleh ovarium, tetapi hanya dalam jumlah kecil. Hormon endrogen terlibat dalam perkembangan dini folikel dan juga mempengaruhi libido wanita (Suzannec, 2001). Menstruasi disertai ovulasi terjadi selang beberapa bulan sampai 2-3 tahun setelah menarche yang berlangsung sekitar umur 17-18 tahun. Dengan memperhatikan komponen yang mengatur menstruasi dapat dikemungkakan bahwa setiap penyimpangan system akan terjadi penyimpangan pada patrum umun menstruasi. Pada umumnya menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari selama ±7 hari. Lama perdarahannya sekitas 3-5 hari dengan jumlah darah yang hilang sekitar 30-40 cc. Puncak pendarahannya hari ke-2 atau 3 hal ini dapat dilihat dari jumlah pemakaian pembalut sekitar 2-3 buah. Diikuti fase proliferasi sekitar 6-8 hari (Manuaba dkk, 2006). II.5 Bagian-bagian Siklus Menstruasi Menurut Bobak (2004), ada beberapa rangkaian dari siklus menstruasi, yaitu:



1. Siklus Endomentrium Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase, yaitu : a.Fasemenstruasi Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat. b.Faseproliferasi Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium. c.Fasesekresi/luteal Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar. d.Faseiskemi/premenstrual Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi



nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai. 2. Siklus Ovulasi Ovulasi



merupakan



peningkatan



kadar



estrogen



yang



menghambat



pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon). Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh. 3. Siklus Hipofisis-hipotalamus Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising hormone (Gn-RH).



Sebaliknya,



Gn-RH menstimulasi



sekresi



folikel



stimulating hormone (FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan GnRH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi. II.6 Faktor-faktor yang Berperan dalam Siklus Menstruasi



Menurut Praworohardjo (1999), ada beberapa faktor yang memegang peranan dalam siklus menstruasi antara lain: 1.



Faktor enzim Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim- enzim hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen dan asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut berperan dalam pembangunan endometrium, khususnya dengan pembentukan stroma di bagian bawahnya. Pada pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida terhenti, yang berakibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian lebih banyak zat-zat makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan untuk implantasi ovum apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, maka dengan menurunnya kadar progesterone, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan, karena itu timbul gangguan dalam metabolisme endometrium yang mengakibatkan regresi endomentrium dan perdarahan.



2.



Faktor vaskuler Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula arteri-arteri, vena-vena. Dengan regresi endometrium



timbul



statis



dalam



vena



serta



saluran-saluran



yang



menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom baik dari arteri maupun dari vena. 3.



Faktor prostaglandin Endometrium mengandung banyak endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan berkontraksinya miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan pada haid.



II. 7 Dysfunctional Uterine Bleeding (DUB) Pengertian Dysfunctional uterine bleeding (DUP) atau perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan abnormal yang dapat terjadi di dalam siklus maupun di luar siklus menstruasi, karena gangguan fungsi mekanisme pengaturan hormon (hipotalamus-hipofisis-ovariumendometrium), tanpa kelainan organ.3 Perdarahan ini juga didefinisikan sebagai menstruasi yang banyak dan / atau tidak teratur tanpa adanya patologi pelvik yang diketahui, kehamilan atau gangguan perdarahan umum.2



Siklus Menstruasi Normal Menstruasi normal terjadi akibat turunnya kadar progesteron dari endometrium yang kaya esterogen. Siklus menstruasi yang menimbulkan ovulasi disebabkan interaksi kompleks antara berbagai organ. Disfungsi pada tingkat manapun dapat mengganggu ovulasi dan siklus menstruasi.2 Siklus menstruasi normal terjadi setiap 21-35 hari dan berlangsung sekitar 2-7 hari. Pada saat menstruasi, jumlah darah yang hilang diperkirakan 35-150 ml, biasanya berjumlah banyak hingga hari kedua dan selanjutnya berkurang sampai menstruasi berakhir.3 Patogenesis dan Patologis Patologi DUB bervariasi. Gambaran penting salah satu kelompok DUB adalah gangguan aksis hipotalamus – pituitari – ovarium sehingga menimbulkan siklus anovulatorik. Kurangnya



progesteron



meningkatkan



stimulasi



esterogen



terhadap



endometrium.



Endometrium yang tebal berlebihan tanpa pengaruh progestogen, tidak stabil dan terjadi pelepasan irreguler. Secara umum, semakin lama anovulasi maka semakin besar resiko perdarahan yang berlebihan. Ini adalah bentuk DUB yang paling sering ditemukan pada gadis remaja.2 Korpus luteum defektif yang terjadi setelah ovulasi dapat menimbulkan DUB ovulatori. Hal ini menyebabkan stabilisasi endometrium yang tidak adekuat, yang kemudian lepas secara irreguler. Pelepasan yang irreguler ini terjadi jika terdapat korpus luteum persisten dimana dukungan progestogenik tidak menurun setelah 14 hari sebagaimana normalnya, tetapi terus berlanjut diluar periode tersebut. Ini disebut DUB ovulatori.2 Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus ovulasi (pengeluaran sel telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun keadaan lain, misalnya pada wanita premenopause (folikel persisten). Sekitar 90% perdarahan uterus difungsional (perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus ovulasi.3 Pada siklus ovulasi Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun bersamaan dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar hormon estrogen, sementara hormon progesteron tetap terbentuk. Ovulasi abnormal ( DUB ovulatori ) terjadi pada 15 – 20 % pasien DUB dan mereka memiliki endometrium sekretori yang menunjukkan adanya ovulasi setidaknya intermitten jika tidak reguler. Pasien ovulatori dengan perdarahan abnormal lebih sering memiliki



patologi organik yang mendasari, dengan demikian mereka bukan pasien DUB sejati menurut definisi tersebut. Secara umum, DUB ovulatori sulit untuk diobati secara medis.2 Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation) Perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopause dan masa reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon estrogen berlebihan sedangkan hormon progesteron rendah. Akibatnya dinding rahim (endometrium) mengalami penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang memadai. Kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim yang rapuh.3 Anovulasi kronik adalah penyebab DUB yang paling sering. Keadaan anovulasi kronik akibat stimulasi esterogen terhadap endometrium terus menerus yang menimbulkna pelepasan irreguler dan perdarahan. Anovulasi sering terjadi pada gadis perimenarche. Stimulasi esterogen yang lama dapat menimbulkan pertumbuhan endometrium yang melebihi suplai darahnya dan terjadi perkembangan kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium yang tidak sinkron. Setiap kegagalan produksi progesteron juga dapat mempengaruhi kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium. Kegagalan produksi progesteron



disebabkan



berbagai



etiologi



endokrin



seperti



penyakit



thiroid,



hiperprolaktinemia, dan tumor ovarium yang menghasilkan hormon, penyakit Cushing, dan yang paling penting adalah sindroma ovarium polikistik atau sindroma Stein – Leventhal.2 Gejala Klinik Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah perdarahan



bisa



sedikit-sedikit



dan



terus



menerus



atau



banyak



dan



berulang.



Kejadian tersering pada menarche (atau menarke: masa awal seorang wanita mengalami menstruasi) atau masa pre-menopause.3 Pada siklus ovulasi Karakteristik DUB bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang, hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus.2 Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsionalndengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan diagnosis perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur sehingga siklus haid tidal lagi dikenali maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong.



Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologi : 1. korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur. 2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan. 3. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus 4. Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah. Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation) Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan rahim berkepanjangan.3 Pada tipe ini berhubungan dengan fluktuasi kadar estrogen dan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folike ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia dan kemudian diganti oelh folikel-folikel baru . Endometrium dibawah pengaruh estrogen akan tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliperatif dapat terjadi endometrium hiperplastik kistik. Jika gambaran ini diperoleh pada saat kerokan dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar. 1 Biasanya perdarahan disfungsional ini terjadi pada masa pubertas dan masa pramenopause. Pada masa pubertas terjadi sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar. Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar. Sedangkan pada wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.



Faktor Penyebab Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan rahim disfungsional (DUB) belum diketahui secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain : •



Kegemukan (obesitas)







Faktor kejiwaan







Alat kontrasepsi hormonal 3







Alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine devices)







Beberapa penyakit dihubungkan dengan perdarahan rahim (DUB), misalnya: trombositopenia (kekurangan trombosit atau faktor pembekuan darah), Kencing Manis (diabetus mellitus), dan lain-lain







Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor organ reproduksi, kista ovarium (polycystic ovary disease), infeksi vagina, dan lain-lain.



Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam pemeriksaan pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan. Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood, atau kram abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan – bulan, kemungkinan bersifat anovulatori.3 Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 – 0,6 C ), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/ ml ) dan atau perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi. Diagnosis DUB setelah eksklusi penyakit organik traktus genitalia, terkadang menimbulkan kesulitan karena tergantung pada apa yang dianggap sebagai penyakit organik, dan tergantung pada sejauh mana penyelidikan dilakukan untuk menyingkirkan penyakit traktus genitalia. Pasien berusia dibawah 40 tahun memiliki resiko yang sangat rendah mengalami karsinoma endometrium, jadi pemeriksaan patologi endometrium tidaklah merupakan keharusan. Pengobatan medis dapat digunakan sebagai pengobatan lini pertama dimana



penyelidikan secara invasif dilakukan hanya jika simptom menetap. Resiko karsinoma endometerium pada pasien DUB perimenopause adalah sekitar 1 persen. Jadi, pengambilan sampel endometrium penting dilakukan. Pemeriksaan penunjang: 1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH, Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana. 2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium. 3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba terapeutik. Pengobatan Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan kelainan organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka langkah selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut: 1. Menghentikan perdarahan. 2. Mengatur menstruasi agar kembali normal 3. Transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%. Menghentikan perdarahan. Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut: Kuret (curettage). Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan tidak bagi wanita menikah tapi “belum sempat berhubungan intim”. O b a t (medikamentosa) 1. Golongan estrogen. Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan



gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver. Dosis dan cara pemberian: •



Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari.







Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong)







Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai



perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit.2 Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ).2 Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.1 2. Obat Kombinasi Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan diperlukan. Paparan estrogen kronik dapat menimbulkan endometrium yang berdarah banyak selama penarikan progestin . Speroff menganjurkan pengobatan dengan menggunakan kombinasi kontrasepsi oral dengan regimen menurun secara bertahap. Dua hingga empat pil diberikan setiap hari setiap enam hingga duabelas jam , selama 5 sampai 7 hari untuk mengontrol perdarahan akut. Formula ini biasanya mengontrol perdarahan akut dalam 24 hingga 48 jam ; penghentian obat akan menimbulkan perdarahan berat. Pada hari ke 5 perdarahan ini, mulai diberikan kontrasepsi oral siklik dosis rendah dan diulangi selama 3 siklus agar terjadi regresi teratur endometrium yang berproliferasi berlebihan. Cara lain, dosis pil kombinasi dapat diturunkan bertahap ( 4 kali sehari, kemudian 3 kali sehari, kemudian 2 kali sehari ) selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian dilanjutkan sekali



setiap hari. Kombinasi kontrasepsi oral menginduksi atrofi endometrium, karena paparan estrogen progestin kronik akan menekan gonadotropin pituitari dan menghambat steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna untuk tatalaksana DUB jangka panjang pada pasien tanpa kontraindikasi dengan manfaat tambahan yaitu mencegah kehamilan. Khususnya untuk pasien perimenarche, perdarahan berat yang lama dapat mengelupaskan endometrium basal, sehingga tidak responsif terhadap progestin. Kuretase untuk mengontrol perdarahan dikontraindikasikan karena tingginya resiko terjadinya sinekia intrauterin ( sindroma Asherman ) jika endometrium basal dikuret. OC aman pada wanita hingga usia 40 dan diatasnya yang tidak obes, tidak merokok, dan tidak hipertensi.2 3. Golongan progesterone Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium.1 Obat untuk jenis ini, antara lain: •



Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum selama 7-10 hari.







Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari.







Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular.1



4. OAINS Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid. Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi.2 Mengatur menstruasi agar kembali normal Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian: Golongan progesteron: 2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%. Terapi yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu sekitar 4 kantong darah.3



Tabel 1. Strategi penatalaksanaan pada DUB Usia (tahun)



Dilatasi



dan



Kuretase Konservatif



atau histeroskopi



(hormon, Histerektomi



anti prostaglandin, atau anti fibrinolitik)



Di bawah 20



Jarang,



hanya



perdarahan



berat



jika Selalu, jika perdarahan Tidak pernah atau berulang atau berat



tidak responsif 20-39



(masih Selalu,



ingin



punya dihindari jika perdarahan dilatasi dan kuretase atau jika



anak)



tetapi



dapat Upaya pertama setelah Jarang,



hanya



teratur dan biopsi serta histeroskopi



pengobatan



pemeriksaan normal



konservatif gagal



40 dan lebih Wajib pada seluruh kasus Temporer (tidak



ingin tanpa penundaan



punya anak)



menolak



dan



jika Upaya pertama



histerektomi, jika perdarahan



menopause iminen



berulang



Tabel 2. Penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional pada remaja. Ringan (Hemodinamik stabil, perdarahan ringan hingga sedang, hemoglobin >12 g/dl) •



Tenangkan pasien







Kalender menstruasi







Multivitamin dengan zat besi







Evaluasi ulang dalam 3 bulan







Terapi hormon bersifat pilihan



Sedang (Hemodinamik stabil, perdarahan sedang hingga berat, hemoglobin 10-12 g/dl) •



Progestin atau kontrasepsi oral 1/35 mg







Satu pil setiap 6-12 jam selama 24-48 jam hingga perdarahan berhenti







Turunkan hingga satu pil per hari menjelang hari ke-5, kemudian







Mulai paket baru 28 hari







Lanjutkan selama 3-6 bulan







Suplementasi zat besi







Kalender menstruasi







Evaluasi ulang dalam 1-3 bulan.



Berat (Hemodinamik stabil, perdarahan berat, hemoglobin