LP Dub [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB) STASE KEPERAWATAN MATERNITAS RSUD ABDUL AZIZ SINGKAWANG



DISUSUN OLEH: RIKA ROHANI I 4051191007



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2019



LAPORAN PENDAHULUAN DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING (DUB) A. PENGERTIAN Dysfunctional Uterine Bleeding/ Perdarahan Uterus Abnormal merupakan perdarahan yang terjadi diluar siklus menstruasi yang dianggap normal. Perdarahan Uterus Abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal, berbagai komplikasi kehamilan, penyakit sistemik, kelainan endometrium (polip), masalah-masalah serviks / uterus (leiomioma) / kanker. Namun pola perdarahan abnormal seringkali sangat membantu dalam menegakkan diagnosa secara individual. (Ralph. C Benson, 2009). Perdarahan uterus abnormal yang meliputi gangguan perdarahan berasal dari uterus yang disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak berdarah. (Manuaba, 2010) Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan. Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD) (Baziad, 2011). Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) digunakan untuk menunjukan semua keadaan perdarahan melalui vagina yang abnormal.DUB disini didefenisikan sebagai perdarahan vagina yang terjadi didalam siklus 40 hari, berlangsung >8 hari mengakibatkan kehilang darah > 80 mL & anemia. Ini merupakan diagnosis penyingkiran dimana penyakit lokal & sistemik harus disingkirkan. Sekitar 50 % dari pasien ini sekurang-kurangnya berumur 40 th & 20 % yang lain adalah remaja, karena merupakan saat siklus anovulatori lebih sering ditemukan. (Rudolph,A. 2006). B. KLASIFIKASI Perdarahan Uterus Abnormal Dalam pertemuan FIGO, ahli sepakat klasifikasi perdarahan uterus abnormal berdasarkan jumlah perdarahannya yaitu : 1. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.



2. Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan perdarahan dari korpus uterus yang abnormal dalam volume, keteraturan, dan atau waktu. perdarahan ini merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan dengan PUA akut. 3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan yang terjadi di antara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk menggantikan terminologi metroragia Dalam buku At a Glance obstetri & Ginekologi (2007) definisi perdarahan per vaginam abnormal antara lain: 1. Menoragia yaitu perdaraha uterus memanjang (> 7 hari) dan atau berat (> 80 ml) yang terjadi dengan interval teratur. 2. Metroragia yaitu perdarahan dengan jumlah bervariasi diantara periode menstruasi dengan interval yang tidak teratur tapi sering terjadi 3. Polimenorea yaitu interval yang terlalu pendek (< 21 hari) antara menstruasimenstruasi teratur. 4. Oligomenorea yaitu interval yang terlalu panjang (>35 hari) antara menstruasimenstruasi teratur. C. PATOFISIOLOGI Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus berovulasi maupun pada siklus tidak berovulasi. a. Siklus berovulasi Perdarahan teratur dan banyak terutama pada tiga hari pertama siklus,haid. Penyebab perdarahan adalah terganggunya mekanisme hemostasi lokal di endometrium. b. Siklus tidak berovulasi Perdarahan tidak teratur dan siklus haid memanjang disebabkan oleh gangguan pada poros hipothalamus-hipofisis-ovarium. Adanya siklus tidak berovulasi menyebabkan efek estrogen tidak terlawan (unopposed estrogen) terhadap endometrium. Proliferasi endometrium terjadi secara berlebihan hingga tidak mendapat aliran darah yang cukup kemudian mengalami iskemia dan dilepaskan dari stratum basal.(Manuaba edisi 2010)



c. Efek samping penggunaan kontrasepsi Dosis estrogen yang rendah dalam kandungan pil kontrasepsi kombinasi (PKK) menyebabkan integritas endometrium tidak mampu dipertahankan. Progestin menyebabkan endometrium mengalami atrofi. Kedua kondisi ini dapatmenyebabkan



perdarahan



bercak.



Sedangkan



pada



pengguna



alat



kontrasepsi dalam rahim (AKDR) kebanyakan perdarahan terjadi karena endometritis (Munro M. Dysfunctional uterine bleeding. Curr Op in Obstet Gynecol 2001).



D. PATHWAY Disfungsional uteri bleeding



Ggn fungsional hipotalamus-hipofisis, hormonal, dll



Estrogen diproduksi terus menerus Peningkatan Estrogen



Korpus luteum tidak terbentuk



Progesteron rendah



Penurunan sekresi estrogen



Proliferasi endometrium Stratum kompakta dan stratum spongisa terlepas Pembentukan trombosit dan prostaglandin tidak terjadi Resiko infeksi



Endometrium tebal namun rapuh



Imunitas menurun



Anemia



Perdarahan GangguanPerfusi Jaringan Perifer



Nyeri akut



Hb turun Penurunan transport oksigen Dyspnea (kesulitan bernapas)



Ketidakefektifan pola napas



Hipoksia Lemah lesu, ggn koordinasi, bingung



Intoleransi aktivitas



DAPUS Anwar, M., Baziad, A. & Prabowo, R.P. (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: Pustaka Sarwono Prawiroharjo.



Manuaba. (2009). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: EGC.



Defisit perawatan diri



Nafsu makan berkurang



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



E. ETIOLOGI Menurut Manuaba edisi 2010 : 1. Gagalnya efek umpan balik positif dari estrogen, pengubahan perifer yang abnormal dari androgen menjadi estrogen / cacat endometrium yang dapat berada dalam tingkat reseptor atau dalam sekresi atau pelepasan prostaglandin. 2. Bila tidak ada sekresi progesteron (anovulasi) & dalam perangsangan yang terus berlanjut, endometrium akan berproliferasi ,sehingga mencapai tinggi yang abnormal. Terdapat vaskularitas yang hebat & pertumbuhan kelenjar yang tanpa dukungan stroma. Endometrium tumbuh melebihi rangsangan yang ditimbulkan estrogen & perdarahan dengan peluruhan endometrium secara tidak teratur 3. Kelainan fungsi poros hipotalamus-hipofise-ovarium. USIA TERJADINYA Perimenars (8-16th)



Masa reproduksi (16-35 Perimenopouse (45-65 th)



th)



Berdasarkan tipe AUB / PUD, yaitu : a. PUD anovulatoris Bentuk dominan pada masa menarche dan pramenopause akibat terganggunya fungsi neuroendokrinologi. Ditandai dengan produksi estradiol 17 β terus menerus tanpa disertai dengan pembentukan corpus luteum & pelepasan



progesterone.



Estrogen



tanpa



diimbangi



dengan



progesteron



menyebabkan proliferasi endometrium terus menerus yang menghasilkan pasokan darah berlebih & dikeluarkan secara irregular. b. PUD Ovulatoris Angka kejadian: 10% wanita usia masa reproduksi. Bercak darah pada pertengahan siklus setelah “LH surge” biasanya bersifat fisiologis. Polimenorea



paling



sering



terjadi



akibat



pemendekan



fase



folikuler.



Kemungkinan lain adalah pemanjangan fase luteal akibat corpus Luteum yang persisten. Menurut Isselbacher.Harrison, perdarahan Uterus Disfungsional dapat dibedakan menjadi penyebab dengan siklus Ovulasi dan penyebab yang berhubungan dengan siklus anovulasi. Namun ada beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain : 



Alat kontrasepsi IUD / hormonal Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) untuk pengendalian kelahiran, juga mungkin mengalami



periode yang berlebihan atau berkepanjangan. Jika Anda mengalami perdarahan berat saat menggunakan IUD, IUD harus dihapus dan diganti dengan metode pengendalian kelahiran alternatif. Biasanya terdeteksi segera setelah menstruasi dimulai. 



Gangguan trombosit Merupakan kelainan darah yang paling umum yang menyebabkan perdarahan berlebihan, gangguan trombosit yang paling umum adalah penyakit von Willebrand. Wanita dengan penyakit von Willebrand umumnya akan mengalami tidak hanya perdarahan menstruasi yang berat, tapi mimisan, memar mudah, dan darah dalam tinja.







Hormon Ketidakseimbangan hormon yang mengganggu ovulasi dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal. Beberapa hal yang dapat mengganggu keseimbangan hormon yang rumit yang mempengaruhi ovulasi dan pendarahan, yaitu : 1)



Kehamilan : Pada wanita usia subur, kehamilan merupakan penyebab



utama dari periode dilewati. 2)



Perimenopause: Perubahan hormonal yang terjadi selama menjelang



menopause (berhentinya menstruasi) menyebabkan kelainan perdarahan. 3)



Stres : Stres hormon seperti kortisol yang diketahui mengganggu



ovulasi. 4)



Polycystic ovary syndrome (PCOS) : suatu kondisi di mana ovarium



menjadi penuh dengan kista kecil dan memperbesar. Masalah terjadi ketika kelenjar pituitary memproduksi terlalu banyak hormon yang disebut luteinizing hormone (LH). Ketidakseimbangan hormon yang menciptakan hasil meluap-luap lapisan rahim yang membuat perdarahan tidak teratur. 5)



Penyebab Lainnya : Masalah yang berasal dari kelenjar tiroid, kelenjar



pituitary, atau kelenjar adrenal dapat mengganggu ovulasi. Masalah fisik di dalam rahim dapat menyebabkan perdarahan abnormal, yaitu : a) Fibroid : pertumbuhan non-kanker yang menyerang dinding rahim di minimal 20% dari wanita berusia di atas 35. Fibroid dapat muncul secara tunggal atau dalam kelompok, dan sekecil anggur atau sebesar jeruk. Mereka terdiri dari otot dan jaringan fibrosa, dan dapat menyebabkan aliran berlebihan saat menstruasi atau pendarahan antara periode.



b) Polip : pertumbuhan non-kanker yang dapat menyerang leher rahim atau uterus. Polip mungkin begitu kecil sehingga mereka tidak diketahui, atau mungkin cukup besar untuk menyodok ke dalam rongga rahim atau panggul dan menyebabkan perdarahan abnormal. c) Penyakit radang panggul (PID) : suatu kondisi di mana saluran tuba menjadi meradang, biasanya karena infeksi seksual diperoleh. Perdarahan yang tidak teratur adalah salah satu dari banyak gejala PID. d) Kanker rahim : pertumbuhan ganas pada rahim. Hal ini dapat terjadi pada dinding rahim (endometrium) / dalam dinding otot nya (sarkoma uterus). e) Kanker endometrium : kanker yang paling umum dari sistem reproduksi wanita, & hampir selalu menyerang wanita menopause antara usia 50 - 70. Setiap perdarahan setelah menopause harus diperiksa segera. f) Gangguan nutrisi : Wanita dengan lemak tubuh sangat rendah karena gangguan makan, diet ketat, atau olahraga berlebihan sering dapat berhenti ovulasi dan menstruasi. F. MANIFESTASI KLINIS Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Pada siklus ovulasi biasanya perdarahan bersifat spontan, teratur dan lebih bisa diramalkan serta seringkali disertai rasa tidak nyaman sedangkan pada anovulasi merupakan kebalikannya (Rudolph,Abraham, 2006). Selain itu gejala yang yang dapat timbul diantaranya seperti mood ayunan, kekeringan atau kelembutan Vagina serta juga dapat menimbulkan rasa lelah yang berlebih (Stork,Susan, 2006). 1. Pada siklus ovulasi Karakteristik PUD bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang, hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus. Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan diagnosis perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur sehingga siklus haid tidal lagi dikenali maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong (Wiknjoksastro, 2007). Jika



sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, yaitu : a. Korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan kadangkadang bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur. b. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan. c. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus. d. Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah. 2. Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation) Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan rahim berkepanjangan (Wiknjoksastro, 2007). 3. Berdasarakan jenis perdarahan yang muncul, yaitu : Batasan Oligomenorea



Pola Abnormalitas Perdarahan Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari



Polimenorea



dan disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang Perdarahan uterus yg trjadi dgn interval < 21 hari &



Menoragia



disebabkan defek fase luteal. Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval normal ( 21



Menometroragia



– 35 hari) namun jumlah darah haid >80 ml atau >7 hari. Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau



Metroragia/



dengan durasi yang panjang ( > 7 hari). Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus



perdarahan



antara ovulatoir dengan penyebab a.l penyakit servik, AKDR,



haid



endometritis,



polip,



mioma



submukosa,



hiperplasia



Bercak



endometrium, dan keganasan Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi



intermenstrual



yang umumnya disebabkan oleh penurunan kadar



Perdarahan



estrogen. pasca Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause



menopause



yang sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid



Perd.uterus



selama 12 bulan. Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah



abnormal akut



yang



sangat



banyak



dan



menyebabkan



gangguan



hemostasisis (hipotensi , takikardia atau renjatan). uterus Perdarahan



Perdarahan disfungsi



uterus



yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir yang tidak berkaitan dengan kehamilan, pengobatan, penyebab iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan kondisi sistemik.



G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Menurut Wiknjoksastro (2007) & Morgan,Geri dkk (2009), yaitu : 1. Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan. Perdarahan



Pervaginam



Penyemburan



Spotting



Kuantitas Durasi Menorrhagia (Hipermenorrhoe) (diluar Spotting



(antar



menstruasi,



menstruasi) Warna



postmenstruasi, post menopause) Gejala Penyerta



 Merah segar



 Demam dan nyeri



 Noda cokelat



 Kram uterus dan kehamilan



Riwayat penyakit dahulu



 Petekiae dan Epitaksis Interval



 Kontrasepsi oral



 Siklik



 AKDR



 Non siklik  Setelah amenorrhoe  Perdarahan antar menstruasi (misalnya setelah koitus atau pembilasan)



Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood / kram



abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan–bulan, kemungkinan bersifat anovulatori. Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 – 0,6 C ), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/ ml ) & perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi. Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan : Suhu meningkat menandakan infeksi pelvis, Takikardi dan hipotensi nenandakan hipovolemia (perdarahan ekstra peritoneal atau intra peritoneal), sepsis, Petekiae atau ekimosis menandakan kelainan koagulasi. 2.



Pemeriksaan abdomen Inspeksi & palpasi misalnya menunjukkan kehamilan / iritasi peritoneum. Uterus yang membesar menandakan adanya kehamilan ektopik maupun missed abortion, uterus yang lebih besar (dari ukuran kehamilan bila dilihat dari HPHT) kemungkinan menandakan kehamilan mola, kehamilan ganda / kehamilan dalam suatu uterus fibroid.



3. Pemeriksaan pelvis Spekulum digunakan untuk memeriksa kuantitas darah & sumber perdarahan, laserasi vagina, lesi servik, perdarahan ostium uteri, benda asing. Bimanual digunakan untuk pemeriksaan patologis. 4. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH, Prolaktin & androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana. b. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium c. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba terapeutik. Pemeriksaan Penunjang Menurut Rowe T., Senikas dalam Journal Obstetry & Gynekology Canada (2013) hitung darah lengkap dianjurkan jika ada riwayat



perdarahan. Kehamilan dieksklusi melalui serum β-hCG. Thyrotropin diukur hanya jika ada gejalaatau temuan yang sugestif ke penyakit tiroid.Pengujian untuk gangguan koagulasi harus dipertimbangkan pada wanita yang memiliki riwayat perdarahan berat yang dimulai dari menarche, riwayat perdarahan postpartum atau perdarahan saat ekstraksi gigi, bukti masalah perdarahan lainnya, atau riwayat keluarga cenderung mengarah ke gangguan koagulasi. Tidak ada bukti bahwa pengukuran gonadotropin serum, estradiol, atau kadar progesteron membantu dalam pengelolaan AUB. 1. Ultrasound Transvaginal sonografi memungkinkan evaluasi dari kelainan anatomi uterus dan endometrium.Selain itu, patologi dari miometrium, serviks, tuba, dan ovarium juga dapat dievaluasi. Modalitas investigasi ini dapat membantu dalam diagnosis polip endometrium, adenomiosis, leiomioma, anomali uterus, danpenebalan endometrium yang berhubungan dengan hiperplasia dan keganasan. 2. Saline Infusion Sonohysterography Saline infusion sonohysterography menggunakan 5 sampai 15 mL larutan saline yang dimasukkan ke dalam rongga rahim selama sonografi transvaginal dan mengimprovisasi diagnosis patologi intrauterin. Terutama dalam kasus polip dan fibroid uterus, SIS memungkinkan pemeriksa untukmembedakan lokasi dan hubungannya dengan kavitas uterus.SIS juga dapat menurunkan kebutuhanMRI dalam diagnosis dan manajemen dari anomali uterus. 3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI jarang digunakan untuk menilai endometrium pada pasien yang memiliki perdarahan uterus abnormal. MRI mungkin membantu untuk memetakan lokasi yang tepat dari fibroid dalam perencanaan operasi dan sebelum terapi embolisasi untuk fibroid. Hal ini juga mungkin berguna dalam menilai endometrium ketika USG transvaginal atautidak dapat dilakukan. 4. Histeroskopi Evaluasi histeroskopi untuk perdarahan uterus abnormal adalah pilihan yang menyediakan visualisasi langsung dari patologi kavitas dan memfasilitasi biopsi langsung. Histeroskopi dapat dilakukan dalam suasana praktek swasta dengan atau tanpa anestesi ringan atau di ruang operasi dengan anestesi regional atau umum. Risiko dari histeroskopi termasuk perforasi rahim, infeksi, luka serviks, dan kelebihan cairan.



5. Biopsi Endometrium Biopsi endometrium biasanya dapat dilakukan dengan mudah pada wanita premenopause dengan persalinan pervaginam sebelumnya. Biopsi lebih sulit dilakukan pada wanita dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya, wanita yang nulipara, atau yang telah memiliki operasi serviks sebelumnya. Biopsi endometrium dapat mendeteksi lebih dari 90% dari kanker. Patologi dari endometrium dapat mendiagnosa kanker endometrium atau menentukan kemungkinan kanker. 5. Data Diagnostik Tambahan d. Biopsi endometrium atau kuretase yang dapat memberikan suatu diagnosis histologi spesifik. e. Biopsi vulva, vagina atau serviks, lesi harus dibiopsi kecuali jika lesi khas untuk penyakit trofoblastik metastatik dan dapat berdarah hebat bila dibiopsi. f. Cairan serviks untuk perwarnaan gram terutama jika dicurigai adanya infeksi. g. Tes kehamilan terhadap hCG. Tes positif kuat mengesankan adanya jaringan trofoblastik baik intra maupun ekstrauterin. h. Determinasi serangkaian hematokrit. i. Tes koagulasi dapat dilakukan bila dicurigai adanya kelainan koagulasi. j. Tes fungsi tiroid dapat diindikasikan sewaktu evaluasi lanjutan. H. PENATALAKSANAAN MEDIS Menurut (Wiknjoksastro, 2007) & (Estephan A. 2005), prinsip secara umum yaitu : 1. Menghentikan perdarahan : Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut: a. Kuret (curettage) : Hanya untuk wanita yang sudah menikah. b. Obat (medikamentosa) 1) Golongan estrogen Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver. Dosis dan cara pemberian : a) Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari. b) Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong) c) Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat



selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi. 2) Obat Kombinasi Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan diperlukan. 3) Golongan progesterone Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain: a) Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum 7-10 hari. b) Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari. c) Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular. 4) OAINS Menorragia dapat dikurangi dengan Obat Anti Inflamasi Non Steroid. Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi.



2. Mengatur menstruasi agar kembali normal : Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian: Golongan progesteron: 2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi. 3. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr% : Terapi yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu sekitar 4 kantong darah. Penatalaksanaan berdasarkan tipe AUB 1. Perdarahan uterus disfungsi yang anovulatoir Pil kontrasepsi oral digunakan untuk mengatur siklus haid dan kontrasepsi. Pada penderita dengan siklus haid tidak teratur akibat anovulasi kronik (oligo ovulasi), pemberian pil kontrasepsi mencegah resiko yang berkaitan dengan stimulasi estrogen berkepanjangan terhadap endometrium yang tidak diimbangi dengan progesteron (“unopposed estrogen stimulation of the endometrium”). Pil kontrasepsi secara efektif dapat mengendalikan perdarahan anovulatoir pada penderita pre dan perimenopause. Bila terdapat kontraindikasi pemberian pil kontrasepsi ( perokok berat atau resiko tromboflebitis) maka dapat diberikan terapi dengan progestin secara siklis selama 5 – 12 hari setiap bulan sebagai alternatif. DOSIS MAKSUD  Etinil estradiol 20 – 35 mcg + Mengatur siklus haid  Kontrasepsi



progestin monofasik tiap hari



 Pil 35 mcg 2 – 4 kali sehari selama 5  Mencegah hiperplasia endometrium – 7 hari sampai perdarahan berhenti dan  diikuti



dengan



penurunan



Penatalaksanaan



perdarahan



yang



secara banyak namum tidak bersifat gawat



bertahap sampai 1 pil 1 kali perhari dan darurat dilanjutkan



dengan



pemberian



pil



kontrasepsi selama 3 siklus 5 – 10 mg / hari selama 5 – 10 hari @  Mengatur siklus haid bulan



 Mencegah hiperplasia endometrium



2. Perdarahan uterus disfungsi ovulatoir Terapi medikamentosa untuk kasus menoragia terutama adalah NSAID (asam mefenamat) dan AKDR-levonorgesterel (Mirena). Efektivitas asam mefenamat, pil kontrasepsi, naproxen, danazol terhadap menoragia adalah setara. Efek samping dan harga dari androgen (Danazol atau GnRH agonis) membatasi penggunaannya bagi kasus menoragia, namun obat-obat ini dapat digunakan dalam jangka pendek untuk menipiskan endometrium sebelum dikerjakan tindakan ablasi endometrium. Obat antifibrinolitik secara bermakna mengurangi jumlah perdarahan, namun obat ini jarang digunakan dengan alasan yang menyangkut keamanan ( potensi menyebabkan tromboemboli). 3. Pembedahan Bila terapi medis gagal atau terdapat kontraindikasi maka dilakukan intervensi pembedahan. Terapi pilhan pada kasus adenokarsionoma adalah histerektomi, tindakan ini juga dipertimbangkan bila hasil biopsi menunjukan atipia. TINDAKAN ALASAN Histeroskopi operatif Abnormalitas struktur intra uteri. Mimektomi (abdominal, laparoskopik, Mioma uteri. histeroskopik) Reseksi endometrial transervikal Ablasi



endometrium



Terapi menoragia atau menometroragia resisten (thermal Terapi menoragia atau menometroragia



balloon/roller ball)



resisten dalam rangka penatalaksanaan



Embolisasi arteri uterina Histerektomi



perdarahan uterus akut yang resisten Mioma uteri. Hiperplasia atipikal, karsinoma endometrium.



I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1.



Identitas klien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat, serta data penanggung jawab



2. Keluhan klien saat masuk rumah sakit : Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut & terasa ada massa di daerah abdomen, menstruasi yg tidak berhenti-henti. 3. Riwayat Kesehatan



a. Riwayat kesehatan sekarang : Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada daerah abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah perut, menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual dan muntah. b. Riwayat kesehatan keluarga : kaji riwayat keluarga dlm kelainan ginekologi 4.



Riwayat kehamilan dan persalinan : Dengan kehamilan dan persalinan/tidak



5. Riwayat menstruasi : kadang-kadang terjadi digumenorhea dan bahkan sampai amenorhea. menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau 6. Pemeriksaan Fisik : Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah secara sistematis. a. Abdomen : Nyeri tekan pada abdomen, Teraba massa pada abdomen. b. Ekstremitas : Nyeri panggul saat beraktivitas, Tidak ada kelemahan. c. Eliminasi, urinasi : Adanya konstipasi, Susah BAK 7. Data Sosial Ekonomi : kaji golongan masyarakat dan tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum menopause. 8. Data Psikologis : Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita, dimana ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium tersebut sementara pada klien dengan perdarahan abnormal pervaginam hal ini akan mempengaruhi mental klien yang ingin hamil 9. Pola kebiasaan Sehari-hari : Biasanya klien mengalami gangguan dalam aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri 10. Pemeriksaan Penunjang a. Data laboratorium : pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP) b. Pemeriksaan fisiki : ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.



Nyeri akut b.d agen cidera biologis



2.



Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan konsentrasi haemoglobin dalam darah



3.



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi inadekuat



4.



Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen



5.



Resiko infeksi b.d imunitas tubuh menurun



6.



Defisit perawatan diri b.d kelemahan



C. INTERVENSI KEPERAWATAN DIAGNOSA NOC Nyeri akut b.d agen  Pain level cidera biologis



NIC Pain management



 Pain control



-



Lakukan pegkajian nyeri



 Comfort level



secara komprehensif,



Krikteria hasil:



termasuk lokasi, karakteristik,



 Mampu mengontrol



durasi, frekuensi, kualitas dan



nyeri(tahu penyebab



faktorpresipitasi



nyeri,



Observasi reaksi nonverbal



mampu -



menggunakan



dari ketidaknyamanan



teknik



-



Gunakan komunikasi



nonfarmakologi



terapeutik untuk mengetahui



untuk mengurangu



pengalaman nyeri pasien



nyeri,



Kaji kultur yang



mencari -



bantuan)



mempengaruhi respon nyeri



 Melaporkan bahwa nyeri



berkurang



dengan



Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau



-



Evaluasi bersama pasien dan



menggunakan



tim kesehatan laintentang



manajemen nyeri



ketidakefektifan kontrol nyeri



 Mampu mengenali nyeri



masa lampau



(skala, -



Bantu pasien dan keluarga



intensitas, frekuensi,



untuk mencari dan



dan tanda nyeri)



menemukan dukungan



 Menyatakan nyaman



rasa setelah



Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri



nyeri berkurang



seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan -



Kurangi faktor presipitasi nyeri



-



Pilih dan lakukan penanganan nyeri (famakologi, non faramakologi dan



interpersonal) -



Kaji tipe dan sumber nyeri untuk melakukan intervensi



-



Ajarkan tentang teknik nonfamakologi



-



Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri



-



Evaluasi keefektifan untuk kontrol nyeri



-



Tingkatkan istirahat



-



Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil



-



Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri



Analgesic administration -



Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat



-



Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi



-



Cek riwayat alegi



-



Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu



-



Tentukan pilihan anageik tergantung tipe dan berat nyeri



-



Ttukan analgesik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal



-



Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk mengobati nyeri secara teratur



-



Monitor vitak sign sebekum



dan sesudah pemberian analgesim pertama kali -



Berikan analgesik tept waktu terutama saat nyeri hebat



-



Evaluasi kefektifan analgesik,



Intoleransi



 Energy concervation



tanda dan gejala. Activity therapy



aktivitasb.d



 Activity tolerance



-



ketidakseimbangan



 Self care: ADLs



suplai



rehabilitas medik dalam



dan Krikteria hasil:



kebutuhan oksigen



merencanakan progran terapi



 Berpartisipasi aktivitas



Kolaborasi dengan tenaga



fisik



dalam



yang tepat



tanpa -



Bantu klien untuk



disetaikatan tekanan



mengidentifikasi aktivitas



 Darah, nadi, RR



yang mampu untuk dilakukan



 Memapu



melakukan -



Bantu untuk mrmilih aktivitas



sehari-hari



yang sesuai kemampuan fisik



aktivitas



secara mandiri



-



 Tanda vital normal



bantuan seperti kursi roda, dll



 Energi psikomotor



-



 Level kelemahan -



berpindah dengan atau tanpa batuan kardio



beraktivitas



 Sirkulasi status baik



-



repiras gas



ventilasi adekuat



Bantu pasien identifikasi kekurangan dalam



pulmunari adekuat



pertukarag



Bantu klien membuat jadwal latihan d wajtu luang



-



 Status



Identifikasi aktivitas yang disukai



 jumlaMampu



 Status



Bantu untuk mendapat alat



Bantu pasien mengembangkan motivasi



dan



diri dan penguatan -



Monitor respon fisik,



emosional, sosial dan spiritual Perfusi jaringan tdk Setelah dilakukan tindakan perawatan sirkulasi : arterial keperawatan selama x 24 insuficiency efektive b.d jam perfusi jaringan klien  Lakukan penilaian secara perubahan ikatan adekuat dengan criteria : komprehensif fungsi sirkulasi - Membran mukosa merah periper. (cek nadi O2 dengan Hb, muda priper,oedema, kapiler refil,



penurunan konsentrasi



- Conjunctiva tidak anemis - Akral hangat Hb - TTV dalam batas normal



dalam darah



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi inadekuat, faktor psikologis



Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH: - BB stabil, tingkat energi adekuat - masukan nutrisi adekuat



temperatur ekstremitas).  Evaluasi nadi, oedema  Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan  Kaji nyeri  Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki sirkulasi.  Berikan therapi antikoagulan.  Rubah posisi pasien jika memungkinkan  Monitor status cairan intake dan output  Berikan makanan yang adekuat untuk menjaga viskositas darah Manajemen Nutrisi  Kaji adanya alergi makanan.  Kaji makanan yang disukai oleh klien.  Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi TKTP  Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisi TKTP dan banyak mengandung vitamin C  Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi. Monitor Nutrisi  Monitor BB jika memungkinkan  Monitor respon klienterhadap situasi yang mengharuskan klien makan.  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.  Monitor adanya mual muntah.  Kolaborasi untuk pemberian terapi sesuai order  Monitor adanya gangguan dalam input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.



 Monitor intake nutrisi dan kalori.  Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan. Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan Kontrol infeksi : keperawatan3x24 jam tidak  Bersihkan lingkungan setelah imunitas tubuh terdapat faktor risiko dipakai pasien lain. menurun, prosedur infeksi dg KH:  Batasi pengunjung bila perlu    bebas dari gejala infeksi, dan anjurkan u/ istirahat yang invasive   angka lekosit normal (4cukup 11.000)  Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien.  Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan.  Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.  Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.       Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.       Lakukan perawatan luka dan dresing infus,DC setiap hari jika ada  Tingkatkan intake nutrisi. Dan cairan yang adekuat       berikan antibiotik sesuai program. Proteksi terhadap infeksi    Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.    Monitor hitung granulosit dan WBC.    Monitor kerentanan terhadap infeksi.    Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.    Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas.    Monitor perubahan tingkat energi. Dorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan latihan.    Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.



defisit



perawatan Setelah dilakukan asuhan keperawatan3x24 jam klien diri b.d kelemahan, dan keluarga dapat penyakitnya merawat diri : activity daily living (adl) dengan kritria :   kebutuhan klien sehari-hari terpenuhi (makan, berpakaian, toileting, berhias, hygiene, oral higiene)   klien bersih dan tidak bau.



   Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi Bantuan perawatan diri    Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri yang mandiri    Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan, berhias    Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri    Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.    Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya    Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin    dorong untuk melakukan secara mandiri tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.



DAFTAR PUSTAKA Abraham,M. Rudolph, 2006. Buku Ajar Pediatri, volume 2. Jakarta : EGC Anwar, M., Baziad, A., & Prabowo, R.P. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.



Benson, Ralp C & Martin L. Pernol. 2009. Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Edisi 9. Jakarta : EGC Bobak, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta : EGC Carpenito, Lynda Juall. 2010. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta : EGC Ida Bagus Gde Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif,dkk. 2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: FKUI Bobak, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta : EGC Carpenito, Lynda Juall. 2010. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta : EGC Ida Bagus Gde Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif,dkk. 2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: FKUI Manuaba, IAC., I Bagus, dan IB Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Edisi kedua. Jakarta: EGC. Nanda, 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.



Singkawang,



November 2019



Pembimbing Klinik



Aprisipa, S.ST NIP. 19880421 200604 2018



Mahasiswi



Ericha Rizki Ridhowati NIM.I4051191010