Eklampsia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Reproduksi adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki para kaum pria dan wanita. Sistem reproduksi adalah sistem yang berfungsi untuk berkembang biak. Terdiri dari testis,



ovarium



dan



bagian



alat



kelamin



lainnya.Reproduksi



atau



perkembangbiakan merupakan bagian dari ilmu faal(fisiologi). Reproduksi secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan individual dan meskipun siklus reproduksi suatu manusia berhenti, manusia tersebut masih dapat bertahan hidup, sebagai contoh manusia yang dilakukan vasektomi pada organ reproduksinya (testes atau ovarium) atau mencapai menopause dan andropouse tidak akan mati. Pada umumnya reproduksi baru dapat berlangsung setelah manusia tersebut mencapai masa pubertas atau dewasa kelamin, dan hal ini diatur oleh kelenjarkelenjar endokrin dan hormon yang dihasilkan dalam tubuh manusia. Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase 10 % – 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6% dari seluruh kematian ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2%-48,9%.



1



B. Rumusan Masalah Rumusan dari masalah ini adalah: 1. Bagaimana konsep dasar penyakit eklampsia ? 2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan eklampsia ? C. Tujuan Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, adapun tujuan yang kami kemukakan dalam makalah ini, yakni : 1. Untuk mengetahu konsep dasar penyakit eklampsia 2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan eklampsia D. Manfaat



Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep dasar penyakit eklampsia dan konsep dasar asuhan keperawatan eklampsia.



2



BAB II PEMBAHASAN



A. KONSEP DASAR PENYAKIT EKLAMPSIA 1. Definisi Eklampsia adalah keadaan dimana pre-eklampsi berat yang disertai kejang atau koma. Menjelang kejang biasanya didahului gejala subjektif (Aura) yaitu nyeri kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium, penglihatan kabur (berkunang-kunang) dan ada keluhan mual dan muntah, pemeriksaan fisik menunjukan hiper refleksia atau mudah terangsang (Panitia S.A.K. komisi keperawatan P.K. St.Carolus.2000). Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan / nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukkan gejala-gejala pre-eklamsia. (kejang-kejang timbul bukan akibat kelainan neurologik). Eklampsia adalah suatu komplikasi kehamilan yg ditandai dengan peningkatan TD (S > 180 mmHg,D > 110 mmHg),proteinuria,oedema,kejang dan/atau penurunan kesadaran. Eklampsia adalah akut dengan kejang coma pada wanita hamil dan wanita dalam nifas disertai dengan hipertensi, edema, dan proteinuria.(Obsetri Patologi;UNPAD) Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk menjadi kejang(helen varney;2007)



Eklampsia adalah Penyakit akut dengan kejang dan coma pada wanita hamil dan dalam nifas dengan hipertensi, oedema dan proteinuria (Obtetri Patologi,R. Sulaeman Sastrowinata, 1981 ). Eklampsia merupakan keadaan langka yang dapat terjadi mendadak dengan atau tanpa didahului oleh pre-eklampsia. Keadan ini ditandai oleh 3



serangan kejang yang menyerupai kejang pada epilepsi ‘grand mal’ dengan pengecualian bahwa pada eklamsia biasanya tidak terdapat gangguan pengendalian sfingter.Eklamsia paling sering ditemukan selama atau sesaat sesudah persalinan. 2. Epidemiologi Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase 10 % – 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6% dari seluruh kematian ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2%-48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil. Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita-penderita eklampsia sering terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompenasio kordis dengan edema paru-paru, payah ginjal, dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernapasan waktu kejangan. 3. Etiologi



Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain: a. Teori Genetik Eklampsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.



4



b. Teori Imunologik Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu.Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan benda asing,. dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologi normal sehingga terjadi modifikasi respon imunologi dan terjadilah adaptasi.Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan. c. Teori Iskhemia Regio Utero Placental Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero placenta menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai sirkulasi, menimbulkan bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi renin angiotensin dan aldosteron.Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general, termasuk oedem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang meningkatkan sensitifitas



terhadap



angiotensin



vasokonstriksi



selanjutnya



akan



mengakibatkan hipoksia kapiler dan peningkatan permeabilitas



pada



membran glumerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem lebih jauh. d. Teori Radikal Bebas Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas. Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan timbul



bila



ikatan pasangan elektron



rusak.



Sehingga elektron yang



tidak berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain dengan menimbulkan kerusakan sel.Pada



eklamsia sumber radikal bebas yang



utama adalah placenta, karena placenta dalam pre eklamsia mengalami iskhemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi daripada kehamilan normal, dan 5



produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar anti oksidan juga menurun. e. Teori Kerusakan Endotel Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan menghindari pengaruh vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase lemak asam jenuh. Pada eklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah.Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glumerulus ginjal yaitu berupa “ glumerulus endotheliosis “. Gambaran



kerusakan endotel pada ginjal yang sekarang



dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia. f. Teori Trombosit Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi regio



utero



placenta



menimbulkan



gangguan



metabolisme



yang



menghasilkan radikal bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan ishkemi regio utero placenta yang terjadi menurunkan pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga berbanding 7 : 1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi. g. Teori Diet Ibu Hamil Kebutuhan kalsium ibu hamil  2 - 2½ gram per hari. Bila terjadi kekurangan-kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi



kebutuhan



janin,



kekurangan



kalsium



yang



terlalu



lama



menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan sebagai berikut : dengan dikeluarkannya kalsium dari otot dalam waktu yang lama, maka



akan



menimbulkan



kelemahan 6



konstruksi



otot



jantung



yang



mengakibatkan menurunnya strike volume sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi sehingga terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.



4. Klasifikasi Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapat dibagi menjadi : a.



Eklampsia gravidarum 1) Kejadian 50% sampai 60% 2) Serangan terjadi dalam keadaan hamil



b.



Eklampsia parturientum 1) Kejadian sekitar 30% sampai 35% 2) Batasan tegas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat mulai inpartum 3) Serangan kejang terjadi saat intrapartum



c.



Eklampsia puerperium 1) Kejadian jarang yaitu 10% 2) Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir



5. Tanda dan Gejala Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-kejang atau koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi : a.



Tingkat awal atau aura (invasi) Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong), kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar ke kanan dan ke kiri.



7



b.



Stadium kejang tonik Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok kedalm, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.



c.



Stadium kejang klonik Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung 12 menit kejang klonikberhenti dan penderita tidak sadar, menarik



nafas



seperti mendengkur. d.



Stadium koma Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita teteap dalam keadaan koma ( Muchtar Rustam, 1998: 275).



6. Patofisiologi Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang di duga berhubungan dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra mural pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak kembar atau hidraminion. Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan vasokontriksi pada ginjal, keadaan yang belakangan ini mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin dan aldosteron. Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima pada arterior. Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke 8



organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.



Peredarah dinding rahim berkurang(ischaemia rahim)



Placenta atau decidua mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan spasme (ischaemia uteroplacenta) dan hipertensi



Eklamsi



Mata terpaku Kepala dipalingkan ke satu sisi Kejang-kejang halus terlihat pada muka (Invasi)



Badan kaku Kadang episthotonus (Kontraksi/Kejang Tonis)



9



Kejang hilang timbul Rahang membuka dan menutup Mata membuka dan menutup Otot-otot badan dan muka berkontraksi dan berelaksasi Kejang kuat terjadi dan kadang lidah tergigit Ludah berbuih bercampur darah keluar dari mulut Mata merah, muka biru (Konvulsi/KejangClonis) -Tensi tinggisekitar 180/110 mmHg -Nadi kuat berisi-keadaan buruk nadi menjadi kecildan cepat Demam,Pernafasan cepat, sianosisProteinuria dan oedema



Coma Amnesia retrigrad post koma



10



7. Pathway



Perdarahan dinding rahim berkurang(ischaemia rahim)



Placenta atau decidua mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan spasme (ischaemia uteroplacenta) dan hipertensi | Eklampsia



Kejang



Vasokontriksi ginjal



Penurunan plasma dalam sirkulasi



Lidah berbuih



Tidak efektifan bersihan jalan nafas



Peningkatan renin angiotensin dan aldesteron



Peningkatan hematokrit



Penurunan perfusi ke organ dan ke utero plasenta Odem



Gangguan pertumbuhan plasenta



Kelebihan volume cairan



Risiko cedera pada janin



11



Resiko tinggi terjadinya foetal distres



8. Prognosis Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase 10 % – 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6% dari seluruh kematian ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil. Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2%-48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil. Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita-penderita eklampsia sering terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompenasio kordis dengan edema paruparu, payah ginja, dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernapasan waktu kejangan. Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas. Berlawanan dengan yang sering diduga, eklampsia tidak menyebabkan hipertensi menahun. Ditemukan bahwa pada penderita yang mengalami eklampsia



pada



kehamilan



pertama,



frekuensi



hipertensi



15



tahun



kemudian/lebih, tidak lebih tinggi daripada mereka yang hamil tanpa eklampsia. -



Koma lama



-



Nadi diatas 120



-



Suhu diatas 39c



-



Tensi diatas 200 mmHg



-



Lebih dari 10 serangan



-



Proteinuria 10 gram sehari atau lebih 12



-



Tidak adanya edema



(Gejala-gejala yang memberatkan Prognosa Oleh Eden) - Oedema paru dan apopleksi merupakan keadaan yang biasanya mendahului kematian. - Jika deuresi lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam maka prognosa agak membaik. - Sebaliknya oliguri dan uri merupakan gejala yang buruk. - Multipara usia diatas 35 keadaan waktu MRS mempengaruhi prognosa lebih buruk.



9. Komplikasi



Komplikasi yag terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada eklampsia : a.



Solusio plasenta Komplikas ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.



b.



Hipofibrinogenemia Pada eklampsia, ditemuka 23% hipofibrinogenemia. Maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala. c.



Hemolisis Penderita dengan eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karea ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sela hati atau destruksi sel darah 13



merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut. d. Perdarahan otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia. e.



Kelainan mata Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.



f.



Edema paru-paru Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.



g.



Nekrosis hati Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati juga dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzimenzimnyz. h.



Sindroma HEELP Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.



i.



Kegagalan Ginjal Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelialtubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.



j.



Komplikasi lain Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang, pneumonia aspirasi, dan DIC (dessiminated intravaskuler coogulation)



14



k.



Prematuritas, dismaturitas, dan kematian intra-uterin



10. Penatalaksanaan Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tandatanda dini pre eklamsia. Perlu diwaspadai pada wanita hamil dengan adanya faktor-faktor predisposisi. Walaupun timbulnya pre eklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya,



namun



frekuensinya



dapat



dikurangi



dengan



pemberian



penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil (Prawirohardjo S, 1999). Mencegah kejadian pre eklamsia ringan dan mencegah pre eklamsia bertambah berat dengan : a. Diet Makanan Makan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak. Dengan makanan empat sehat lima sempurna dengan tambahan 1 telur per hari untuk meningkatkan jumlah protein. b. Cukup Istirahat Dengan tirah baring 2 x 2 jam per hari miring ke kiri, untuk mengurangi tekanan darah pada vena cava inferior, meningkatkan aliran darah vena dengan tujuan meningkatkan peredaran darah menuju jantung dan placenta sehingga menurunkan iskhemia placenta. c. Pengawasan antenatal selama hamil dengan menilai adanya pre eklamsia dan kondisi janin dalam rahim dengan ; pemantauan tinggi fundus uteri, pemeriksaan janin dalam rahim, denyut jantung janin, dan pemantauan air ketuban, usulkan untuk melakukan USG. d. Penderita berobat jalan dengan nasehat : segera datang bila terdapat tandatanda : kaki bertambah berat  oedem, gerakan janin terasa kurang, kepala pusing dan mata makin kabur.



15



11. Pencegahan Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan. Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya kejangan ; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20mg 1M. Selain itu, penderita harus disertai seseorang yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejangan. Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan dieresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa obat, misalnya: a. Sodium pentotbal sangat berguna untuk menghentikan kejangan dengan segera bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan resustitasi. Dosisi inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 – 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan. b. Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekatan saraf pusat pada hubungan neuromuscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan dieresis, dn menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8g dalam larutan 40% secara intramuscular; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa refleks patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, dieresis harus melebihi 16



600ml per hari; selain intramuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4g 40% MgSO 4 dalam larutan 10ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8g IM dan selalu disediakan kalsium gluakonas 1g dalam 10 ml sebagai antidotum. c. Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan prometazin 5o mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus intravena. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita. Sebelum diberiak obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejangan, seperti keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.



12. pemeriksaan Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil. Proses involusi terjadi karena adanya: Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena adanya hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang sepuluh kali dan menjadi lima kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil akan susut kembali mencapai keadaan semula. Penghancuran jaringan tersebut akan diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh ginjal yang menyebabkan ibu mengalami beser kencing setelah melahirkan. Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak berguna. Karena kontraksi dan retraksi menyebabkan terganggunya peredaran darah uterus 17



yang mengakibatkan jaringan otot kurang zat yang diperlukan sehingga ukuran jaringan otot menjadi lebih kecil. Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada jaringan otot uterus. Involusi pada alat kandungan meliputi: Uterus Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Perubahan uterus setelah melahirkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2.1 Tabel Perubahan Uterus Setelah melahirkan Diameter Involusi



TFU



Bekas



Berat



Melekat



Uterus Setealh



Plasenta



Keadaan Cervix



Sepusat



1000 gr



12,5



Lembik



Pertengahan



500 gr



7,5 cm



Dapat dilalui



pladsenta lahir 1 minggu



pusat symphisis Tak teraba



2 minggu 6 minggu



Sebesar hamil 2 minggu



2 jari 350 gr



5 cm



50 gr



2,5 cm



dimasuki jari



Normal 8 minggu



Dapat



30 gr



Sumber: Rustam muchtar, 1998



18



1



Involusi tempat plasenta Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta tidak meninggalkan



parut



karena



dilepaskan



dari



dasarnya



dengan



pertumbuhan



endometrium baru dibawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka. (Sulaiman S, 1983l: 121) Perubahan pembuluh darah rahim Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas. Perubahan pada cervix dan vagina Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari, pada akhir minggu pertama dapat dilalui oleh 1 jari saja. Karena hiperplasi ini dan karena karena retraksi dari cervix, robekan cervix jadi sembuh. Vagina yang sangat diregang waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuran yang normal. Pada minggu ke 3 post partum ruggae mulai nampak kembali. Rasa sakit yang disebut after pains ( meriang atau mules-mules) disebabkan koktraksi rahim biasanya berlangsung 3 – 4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu analgesik.( Cunningham, 430) Lochia Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas. Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi. Lochia ini berbau anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk. Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya yaitu lokia rubra berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari pertama sampai hari ketiga.



19



Lochia sanginolenta berwarna putih bercampur merah , mulai hari ketiga sampai hari ketujuh. Lochia serosa berwarna kekuningan dari hari ketujuh sampai hari keempat belas. Lochia alba berwarna putih setelah hari keempat belas.(Manuaba, 1998: 193) Dinding perut dan peritonium Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu partus setelah bayi lahir berangsur angsur mengecil dan pulih kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke belakang menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan. ( Rustam M, 1998: 130) Sistim Kardiovasculer Selama kehamilan secara normal volume darah untuk mengakomodasi penambahan aliran darah yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah uterus. Penurunan dari estrogen mengakibatkan diuresis yang menyebabkan volume plasma menurun secara cepat pada kondisi normal. Keadaan ini terjadi pada 24 sampai 48 jam pertama setelah kelahiran. Selama ini klien mengalami sering kencing. Penurunan progesteron membantu mengurangi retensi cairan sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan selama kehamilan. ( V Ruth B, 1996: 230) Ginjal Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah dan ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi pada hari pertama post partum.( V Ruth B, 1996: 230)



20



Sistim Hormonal Oxytoxin Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi oxytoxin menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu oxytoxin beraksi untuk kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxin diamna keadaan ini membantu kelanjutan involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah placenta lahir, sirkulasi HCG, estrogen, progesteron dan hormon laktogen placenta menurun cepat, keadaan ini menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas. Prolaktin Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh glandula



hipofise



anterior bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui kadar prolaktin turun pada hari ke 14 sampai 21 post partum dan penurunan ini mengakibatkan FSH disekresi kelenjar hipofise anterior untuk bereaksi pada ovarium yang menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesteron dalam kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan menstruasi.( V Ruth B, 1996: 231) Laktasi Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Air susu ibu ini merupakan makanan pokok , makanan yang terbaik dan bersifat alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu yamg baru saja melahirkan bayi akan tersedia makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri. Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron merangsang pertumbuhan kelenjar susu sedangkan progesteron merangsang pertumbuhan saluran kelenjar , kedua hormon ini mengerem LTH. Setelah plasenta lahir maka LTH dengan bebas dapat merangsang laktasi. 21



Lobus prosterior hypofise mengeluarkan oxtoxin yang merangsang pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah reflek yang ditimbulkan oleh rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi. Rangsang ini



menuju ke hypofise dan



menghasilkan oxtocin yang menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya. Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau areola mammae dipijat, keluarlah cairan puting dari puting susu. Air susu ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-5 %, gula 6,5-8 %, garam 0,1 – 0,2 %. Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan. Benyaknya air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan serta makanan yang dikonsumsi ibu. (Obstetri Fisiologi UNPAD, 1983: 318 ) Tanda-tanda vital Perubahan tanda-tanda vital pada massa nifas meliputi: Tabel 2.2 Tabel perubahan Tanda-tanda Vital Parameter



Penemuan normal



Tanda-tanda



Tekanan darah < 140 / 90 Tekanan darah > 140 / 90



vital



mmHg, mungkin bisa naik mmHg dari



tingkat



Penemuan abnormal



disaat



persalinan 1 – 3 hari post partum. Suhu > 380 C



Suhu tubuh < 38 0 C



Denyut nadi: 60-100 X / Denyut nadi: > 100 X / menit



menit



2. Perubahan Psikologi 22



Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi dalam 3 tahap yaitu: Periode Taking In Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa ini terjadi interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal yang romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan menciptakan hubungan yang baru. Periode Taking Hold Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air besar. Periode Letting Go Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung jawab terhadap bayi.( Persis Mary H, 1995) Sedangkan stres emosional pada ibu nifas kadang-kadang dikarenakan kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka sehingga nafsu makan dan pola tidur terganggu. Manifestasi ini disebut dengan post partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5 post partum.( Ibrahim C S, 1993: 50) Perawatan Masa Nifas Setelah melahirkan, ibu membutuhkan kondisinya



perawatan yang intensif untuk pemulihan



setelah proses persalinan yang melelahkan. Dimana perawatan post



partum meliputi:



1. Mobilisasi Dini



23



Karena lelah sehabis melahirkan , ibu harus istirahat tidur telentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring kekanan kekiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan trombo emboli. Pada hari kedua diperbolehkan duduk, hari ketiga jalanjalan dan hari keempat atau kelima sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas memiliki variasi tergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka. Keuntungan dari mobilisasi dini adalah melancarkan pengeluaran lochia, mengurangi infeksi purperium, mempercepat involusi alat kandungan, melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan, meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.( Manuaba, 1998: 193) 2. Rawat Gabung Perawatan ibu dan bayi dalan satu ruangan bersama-sama sehingga ibulebih banyak memperhatikan bayinya, segera dapat memberikan ASI sehingga kelancaran pengeluaran ASI lebih terjamin.( Manuaba, 1998: 193) 3. Pemeriksaan Umum Pada ibu nifas pemeriksaan umum yang perlu dilakukan antara lain adalah kesadaran penderita, keluhan yang terjadi setelah persalinan. 4. Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan khusus pada ibu nifas meliputi: Fisik : tekanan darah, nadi dan suhu Fundus uteri : tinggi fundus uteri, kontraksi uterus. Payudara : puting susu, pembengkakan, pengeluaran ASI Patrun lochia : Locia rubra, lochia sanginolenta, lochia serosa, lochia alba Luka jahitan episiotomi



: Apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-tanda infeksi.



( Manuaba, 1998: 193) 24



5. Nasehat Yang Perlu diberikan saat pulang adalah: Diit Masalah diit perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh pada pemulihan kesehatan ibu dan pengeluaran ASI. Makanan harus mengandung gizi seimbang yaitu cukup kalori, protein, cairan, sayuran dan buah-buahan. Pakaian Pakaian agak longgar terutama didaerah dada sehingga payudara tidak tertekan. Daerah perut tidak perlu diikat terlalu kencang karena tidak akan mempengaruhi involusi. Pakaian dalam sebaiknya yang menyerap, sehingga lochia tidak menimbulkan iritasi pada daerah sekitarnya. Kasa pembalut sebaiknya dibuang setiap saat terasa penuh dengan lochia,saat buang air kecil ataupun setiap buang air besar. Perawatan vulva Pada tiap klien masa nifas dilakukan perawatan vulva dengan tujuan untuk mencegah terjadinya inveksi di daerah vulva, perineum maupun didalam uterus. Perawatan vulva dilakukan pada pagi dan sore hari sebelum mandi, sesudah buang air kemih atau buang air besar dan bila klien merasa tidak nyaman karena lochia berbau atau ada keluhan rasa nyeri. Cara perawatan vulva adalah cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan luka, setelah BAK cebok ke arah depan dan setelah BAB cebok kearah belakang, ganti pembalut stiap kali basah atau setelah BAB atau BAK , setiap kali cebok memakai sabun dan luka bisa diberi betadin. Miksi Kencing secara spontan sudah harus dapat dilakukan dalam 8 jam post partum. Kadang kadang wanita sulit kencing, karena spincter uretra mengalami tekanan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi musculus spincter ani selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan wanita sulit kencing sebaiknya dilakukan kateterisasi. (Persis H, 1995: 288) Defekasi 25



Buang air besar harus terjadi pada 2-3 hari post partum. Bila belum terjadi dapat mengakibatkan obstipasi maka dapat diberikan obat laksans per oral atau perektal atau bila belum berhasil lakukan klisma.( Persis H,1995: 288) Perawatan Payudara Perawatan payudara telah mulai sejak wanita hamil supaya puting susu lemas, tidak keras dan kering, sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Dianjurkan sekali supaya ibu mau menyusui bayinya karena sangat berguna untuk kesehatan bayi.Dan segera setelah lahir ibu sebaiknya menyusui bayinya karena dapat membantu proses involusi serta colostrum mengandung zat antibody yang berguna untuk kekebalan tubuh bayi. ( Mac. Donald, 1991: 430) Kembalinya Datang Bulan atau Menstruasi Dengan memberi ASI kembalinya menstruasi sulit diperhitungkan dan bersifat indifidu. Sebagian besar kembalinya menstruasi setelah 4-6 bulan. Cuti Hamil dan Bersalin Bagi wanita pekerja menurut undang-undang berhak mengambil cuti hamil dan bersalin selama 3 bulan yaitu 1 bulan sebelum bersalin dan 2 bulan setelah melahirkan. Mempersiapkan untuk Metode KB Pemeriksaan post partum merupakan waktu yang tepat untuk membicarakan metode KB untuk menjarangkan atau menghentikan kehamilan. Oleh karena itu penggunaan metode KB dibutuhkan sebelum haid pertama kembali untuk mencegah kehamilan baru. Pada umumnya metode KB dapat dimulai 2 minggu setelah melahirkan.(Bari Abdul,2000:129)



B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian



Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan eklampsia adalah : 26



a. Data subyektif : -



Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun



-



Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur



-



Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM



-



Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan eklamsia sebelumnya



-



Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan



-



Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya



b. Data Obyektif : -



Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam



-



Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema



-



Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress



-



Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks + )



-



Pemeriksaan penunjang ; 



Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam







Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml







Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu







Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan



27



pada otak 



USG ; untuk mengetahui keadaan janin







NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin



2. Diagnosa Keperawatan a. kebersihan jalan nafas tidak efektifnya berhubungan dengan peningkatan produksi saliva berlebih saat kejang b. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada plasenta c. Risiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke placenta d. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses persalinan No



SDKI



Tujuan



1.



Bersihan Jalan Nafas Tidak b.d Hipersekres i jalan nafas (D.0149).



Setelah dilakukan asuhan keperawata Dalam waktu 2 x 24 jam, diharapkan respirasi pasien dapat teratasi



2.



Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077)



Setelah dilakukan asuhan keperawata Dalam waktu 3 x 24 jam,



Kriteria Intervensi Hasil SLKI : Pertukaran SIKI : manajemen jalan gas (L.01001) nafas ( I.01011)  Produksi Observasi : Sputum 1. Monitor sputum  Dispnea 2. Posisikan semi Sulit Berbicara fowler  Sianosis 3. Monitor adanya  Gelisah sumbatan jalan  Mekonium napas ( pada neonates) 4. Auskultasi bunyi  Frekuensi pola napas nafas membaik 5. Monitor saturasi oksigen



SLKI : Tingkat Nyeri (L.08066)



SIKI : Manajemen Nyeri ( I.08238)



 Keluhan nyeri Observasi : menurun 1. Identifikasi  Meringis 28



lokasi,



diharapkan nyeri akut dapat teratasi



menurun karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,  Sikap protektif intensitas nyeri menurun 2. Identifikasi skala  Gelisah nyeri menurun  Kesulitan tidur 3. Identifikasi respons nyeri non verbal menurun 4. Identifikasi faktor  Diaforesis yang memperberat menurun dan memperingan  Anoreksia nyeri menurun 5. Monitor efek  Frekuensi nadi samping membaik penggunaan  Tekanan darah analgetik membaik  Pola tidur membaik Teraupetik : 1. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri 3. Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi : 1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaboasi : 1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



29



3.



Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih (D.0040).



Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam waktu 2 x 24 jam, diharapkan respirasi pasien dapat teratasi



SLKI : Eliminasi Urine (L.04034)



SIKI : Manajemen Eliminasi Urine (I.04152)



 Sensasi Observasi : berkemih 1. Identifikasi tanda meningkat dan gejala retensi  Frekuensi BAK atau inkontinensia membaik urine  Karakteristik 2. Identifikasi faktor urine membaik yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urine 3. Monitor eliminasi urine Observasi : 1. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih Edukasi : 1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih 2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine 3. Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur



4.



Resiko infeksi d.d efek prosedur invasif (D.0142).



Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan risiko infeksi pasien dapat teratasi



SLKI : Tingkat infeksi (L.14137)



SIKI : pencegahan infeksi (L.14539)



 Kebersihan tangan meningkat  Kebersihan badan meningkat  Demam



Observasi : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik



30



Teraupetik : 1. Batasi



jumlah



menurun  Kemerahan menurun  Nyeri menurun  Bengkak menurun  Cairan berbau busuk menurun  Piuria menurun  Kadar sel darah putih membaik



pengunjung 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien 3. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi Edukasi : 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar 3. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi 4. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 5. Anjurkan meningkatkan asupan cairan Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian imunisasi, perlu



5.



Menyusui tidak efektif b.d payudara bengkak (D.0029).



Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam, diharapkan proses menyusui pasien dapat teratasi dan membaik



SLKI : Status Menyusui( L.030 29)  Perlekatan bayi pada payudara ibu meningkat  Kemampuan memposisikan bayi dengan benar meningkat 31



jika



SIKI : Konseling Laktasi (I. 03093) Observasi : 1. Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan dilakukan konseling menyusui 2. Identifikasi keinginan dan tujuan menyusui 3. Identifikasi



 Puting tidak lecet setelah 2 minggu melahirkan  Lecet pada puting menurun



permasalahan yang ibu alami selama proses menyusui Teraupetik : 1. Gunakan teknik mendengarkan aktif 2. Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar Edukasi : 1. Ajarkan teknik menyusui yang tepat sesuai kebutuhan ibu



6.



Gangguan proses keluarga b.d perubahan peran keluarga (D.0120)



Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam, diharapkan fungsi keluarga dapat meningkat



SLKI : Proses Keluarga ( L.13123)



SIKI : Dukungan Koping Keluarga (I. 09260)



 Adaptasi keluarga terhadap situasi meningkat  Kemampuan keluarga berkomunikasi secara terbuka di antara anggota keluarga meningkat  Kemampuan keluarga memenuhi kebutuhan fisik anggota keluarga meningkat  Kemampuan keluarga memenuhi kebutuhan emosional anggota keluarga meningkat



Observasi : 1. Identifikasi respons emosional terhadap kondisi saat ini 2. Identifikasi pemahaman tentang keputusan perawatan setelah pulang



32



Teraupetik : 1. Dengarkan masalah, peraaaan dan pertanyaan keluarga 2. Diskusikan rencana medis dan perawatan 3. Bersikap sebagai pengganti keluarga untuk menenangkan pasien dan/atau jika perlu jika keluarha tidak dapat memberikan perawatan Edukasi : 1. Informasikan



kemajuan pasien secara berkala 2. Informasikan fasilititas perawatan kesehatan yang tersedia 7.



Resiko gangguan perlekatan d.d ketidakmam puan orangtua memenuhi kebutuhan bayi (D.0127).



Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam, diharapkan interaksi ibu dan bayi meningkat



SLKI : Perlekatan ( L.13122)



SIKI : Promosi Peerlekatan (I. 10342)



 Mempraktikkan perilaku sehat selama hamil meningkat  Verbalisasi perasaaan positif terhadap bayi meningkat  Mencium bayi meningkat  Tersenyum kepada bayi meningkat  Melakukan kontak mata dengan bayi  Berbicara kepada bayi  Menggendong bayi untuk menyusui / memberi makan  Mempertahanka n bayi bersih dan hangat  Kekhawatiran menjalankan orang peran orang tua menurun



Observasi : 1. Monitor kegiatan menyusui 2. Identifikasi payudara ibu (bengkak, puting lecet, nyeri pada payudara) 3. Monitor perlekatan saat menyusui



33



Teraupetik : 1. Hindari memegang kepala bayi 2. Diskusikan dengan ibu maslah selama proses menyusui Edukasi : 1. Ajarkan ibu menopang seluruh tubuh bayi 2. Anjurkan ibu melepas pakaian bagian atas agar bayi dapat menyentuh payudara ibu 3. Anjurkan ibu untuk memegang payudara menggunakan jarinya seperti huruf “C” pada posisi jam 12-6 atau 3-9 saat mengarahkan ke mulut bayi



4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam (Potter & Perry, 2011). Komponen tahap implementasi : 1. Tindakan keperawatan mandiri 2. Tindakan keperawatan kolaboratif 3. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan. 5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri). Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak,dkk.,2011). Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam Wardani, 2013): S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan. O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang objektif. A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif. P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.



34



Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati, 2011). Ada tiga alternative dalam menafsirkan hasil evaluasi yaitu : a. Masalah teratasi Masalah teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. b. Masalah sebagian teratasi Masalah sebagian teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. c. Masalah belum teratasi Masalah belum teratasi, jika pasien sama sekali tindak menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah yang baru.



BAB III PENUTUP



A.



Kesimpulan Eklampsia adalah suatu komplikasi kehamilan yg ditandai dengan peningkatan TD (S > 180 mmHg,D > 110 mmHg),proteinuria,oedema,kejang dan/atau penurunan kesadaran. Eklampsia adalah akut dengan kejang coma pada wanita hamil dan wanita dalam nifas disertai dengan hipertensi, edema, dan proteinuria.(Obsetri Patologi;UNPAD) Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk menjadi kejang(helen varney;2007)



35



Eklampsia adalah Penyakit akut dengan kejang dan coma pada wanita hamil dan dalam nifas dengan hipertensi, oedema dan proteinuria (Obtetri Patologi,R. Sulaeman Sastrowinata, 1981 ). B.



Saran Kita sebagai mahasiswa keperawatan hendaknya memahami tentang konsep dasar penyakit eklampsia yang bertujuan untuk mengetahui pencegahan dan penatalaksanaan agar nantinya kita mampu menerapkan konsep asuhan keperawatan eklampsia untuk menurunkan angkah kematian ibu dan bayi.



DAFTAR PUSTAKA



Farrer Helen.1999. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC Ida Bagus Gede Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta : EGC Komisi Keperawatan P.K St. Carolus.2000. Standar Asuhan Keperawatan Pasien Maternitas. Jakarta 36



Mitayani . 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika Marilynn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Edisi 2. Jakarta : EGC NANDA. Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20052006.Jakarta : Prima Medika



37