Ekologi Hewan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DEFINISI EKOLOGI DAN KONSEP EKOLOGI HEWAN 1. Ekologi dan Konsep Ekologi Hewan Ekologi berasal dari bahasa Yunani; Oikos = rumah , Logos = ilmu. Beberapa ahli ekologi mendefinisikan Ekologi sebagai berikut: Odum (1963), Ekologi diartikan sebagai totalitas atau pola hubungan antara makhluk dengan lingkungannya. Secara umum Ekologi sebagai salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari interaksi atau hubungan pengaruh mempengaruhi dan saling ketergantungan antara organisme dengan lingkungannya baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan makhluk hidup itu. Lingkungan tersebut artinya segala sesuatu yang ada di sekitar makhluk hidup yaitu lingkungan biotik maupun abiotik. Hal-hal yang dihadapi dalam ekologi sebagai suatu ilmu adalah organisme, kehadirannya dan tingkat kelimpahannya di suatu tempat serta faktor-faktor dan prosesproses penyebabnya. Dengan demikian, definisi-definisi tersebut jika dihubungkan dengan ekologi hewan dapat disimpulkan bahwa Ekologi Hewan adalah suatu cabang biologi yang khusus mempelajari interaksi-interaksi antara hewan dengan lingkungan biotic dan abiotik secara langsung maupun tidak langsung meliputi sebaran (distribusi) maupun tingkat kelimpahan hewan tersebut. Sasaran utama ekologi hewan adalah pemahaman mengenai aspek-aspek dasar yang melandasi kinerja hewan-hewan sebagai individu, populasi, komunitas dan ekosistem yang ditempatinya, meliputi pengenalan pola proses interaksi serta faktor-faktor penting yang menyebabkan



keberhasilan



maupun



ketidakberhasilan



organisme-organisme



dan



ekosistem-ekosistem itu dalam mempertahankan keberadaannya. Berbagai faktor dan proses ini merupakan informasi yang dapat dijadikan dasar dalam menyusun permodelan, peramalan dan penerapannya bagi kepentingan manusia, seperti; habitat, distribusi dan kelimpahannya, makanannya, perilaku (behavior) dan lain-lain. Setelah mempelajari dan memahami hal-hal tersebut, maka pengetahuan ini dapat kita manfaatkan untuk misalnya, memprediksi kelimpahannya dan menganalisis keadaannya serta peranannya dalam ekosistem, menjaga kelestariannya serta kegiatan lainnya yang menyangkut keberadaan hewan tersebut. Sebagai contoh, kita mempelajari salah satu jenis hewan mulai dari habitatnya di alam, distribusi dan kelimpahannya, makanannya, prilakunya, dan lain-lain. Setelah semua dipahami dengan pengamatan dan penelitian yang cermat dan teliti, maka pengetahuan itu dapat kita manfaatkan misalnya dalam menjaga kelestariannya



di



alam



dengan



menjaga



keutuhan



lingkungan,



habitat



alaminya,memprediksi kelimpahan populasinya kelak, menganalisis perannya dalam ekosistem, membudidayakannya serta kegiatan lainnya dengan mengoptimalkan kondisi lingkungannya menyerupai habitat aslinya. Adapun ruang lingkup ekologi hewan dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu; Synekologidan Autekologi. Synekologi adalah materi bahasan dalam kajian atau penelitiannya ialah komunitas dengan berbagai interaksi antar populasi yang terjadi dalam komunitas tersebut. Contohnya; mempelajari atau meneliti tentang distribusi dan kelimpahan jenis ikan tertentu di daerah pasang surut. Autekologi adalah kajian atau penelitian tentang species, yaitu mengenai aspek-aspek ekologi dari individu-individu atau populasi suatu species hewan. Contohnya adalah meneliti atau mempelajari tentang seluk beluk kehidupan lalat buah (Drosophila sp.), mulai dari habitat, makanan, fekunditas, reproduksi, perilaku, respond an lain-lain. Menurut Ibkar-Kramadibrata (1992) dan Sucipta (1993), secara garis besar pokok bahasan dalam ekologi hewan mencakup hal berikut ini; a. Masalah distribusi dan kelimpahan populasi hewan secara local dan regional, mulai tingkat relung ekologi, microhabitat dan habitat, komunitas sampai biogeografi atau penyebaran hewan di muka bumi. b. Masalah pengaturan fisiologis, respon serta adaptasi structural maupun perilaku terhadap perubahan lingkungan. c. Perilaku dan aktivitas hewan dalam habitatnya. d. Perubahan-perubahan secara berkala (harian, musiman, tahunan dsb) dari kehadiran, aktivitas dan kelimpahan populasi hewan. e. Dinamika pop[ulasi dan komunitas serta pola interaksi-interaksi hewan dalam populasi dan komunitas. f. Pemisahan-pemisahan relung ekologi, species dan ekologi evolusioner. g. Masalah produktivitas sekunder dan ekoenergetika. h. Ekologi sistem dan permodelan. Dengan



demikian



ruang



lingkup



Ekologi



Hewan



meliputi



obyek



kajian



individu/organisme, populasi, komunitas sampai ekosistem tentang distribusi dan kelimpahan, adaptasi dan perilaku, habitat dan relung, produktivitas sekunder, sistem dan permodelan ekologi. 2. Peranan Ekologi Bagi Manusia Manusia adalah organisme heterotrof di bumi. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju menyebabkan manusia mengeksplorasi, mengolah dan memanfaatkan segala sesuatu yang ada di lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga dengan mudah mengubah kondisi lingkungannya sesuai keinginannya. Dengan



keberhasilannya ini dengan mudah menyebabkan laju peningkatan populasi manusia yang relative tinggi (2%) pertahun. Makin meningkatnya pemanfaatan sumberdaya yang diperlukan manusia telah menyebabkan makin menciutnya luas lingkungan alami dan makin bertambahnya lingkungan buatan. Akibat kegiatan manusia tersebut adalah pencemaran lingkungan oleh limbah buangan industri, kelangkan dan kepunahan species berbagaim organisme, terjadinya perubahan pola cuaca maupun iklim, semakin lebarnya lubang ozon, timbulnya berbagai jenis penyakit yang berbahaya dan lain-lain. Manusia kini dihadapkan pada 2 tantangan, yaitu; 1) menjaga kelestarian ketersediaan sumberdaya, 2) memelihara kondisi lingkungannya. Menghadapi kedua tantangan tersebut, ekologi sangat berperan, misalnya penelitianpenelitian yang menghasilkan pemahaman mengenai berbagai aspek ekologi dari suatu populasi, komunitas ataupun ekosistem sehingga faktor-faktor penting dapat diketahui dengan tepat serta menghasilkan peramalan yang lebih akkurat. Hal ini dapat mendukung upaya-upaya yang akan dilakukan manusia, karena adanya acuan yang lebih baik untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan maupun kerusakan yang dapat merugikan kondisi lingkungan serta menjaga kesinambungan ketersediaan sumberdaya agar lestari dan pemanfaatannya dapat berkelanjutan. Ekologi hewan bagi manusia cukup penting artinya dalam memberi nilai-nilai terapan dalam kehidupan manusia. Manfaat tersebut terutama menyangkut masalah-masalah pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kesehatan, serta pengolahan dan konservasi satwa liar. Kisaran toleransi dan faktor-faktor pembatas telah banyak diterapkan dalam bidang-bidang tersebut. Konsep-konsep tersebut juga telah melandasi penanganan berbagai masalah seperti pengendalian hama dan penyakit, penggunaan berbagai species hewan tertentu sebagai indicator menunjukkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan, hubungan predator mangsa dan parasitoid – inang, vector penyebar penyakit, pengelolaan dan upaya-upaya konservasi satwa liar yang bersifat insitu (pemeliharaan di habitat aslinya) maupun exsitu ( pemeliharaan di lingkungan buatan yang menyerupai habitat aslinya) dan lain-lain. Banyak masalah-masalah yang terpecahkan dengan mempelajari ekologi hewan yang senantiasa berlandaskan pada konsep efisiensi ekologi. 3. Permodelan dan Pendekatan dalam Ekologi Permodelan ekologi disusun dalam menghadapi berbagai kondisi alam atau lingkungan yang terus menerus berubah atau dinamis. Dalam hal ini manusia dituntut dapat membuat penjelasan terhadap fenomena-fenomena alam untuk memperoleh manfaat bagi kepentingan hidupnya maupun meramalkan kejadian yang mungkin akan terjadi guna



menghindari efek buruknya bagi manusia.Untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut diperlukan acuan dan peramalan yang lebih baik dan tepat. Hasil studi tersebut dibuat dalam bentuk permodelan ekologi. Penyusunannya didukung oleh hasil-hasil penelitian ekologi yang memberikan informasi kuantitatif dan pengelolaan datanya banyak dibantu oleh teknik-teknik computer. Model Ekologi pada dasarnya adalah suatu formulasi matematik sebagai bentuk penerjemahan fenomena ekologi yang sebenarnya dan telah disederhanakan. Jumlah variable dalam suatu model lebih rendah dari yang sebenarnya, karena yang ditampilkan hanya faktor-faktor dan proses kuncinya saja, yaitu yang paling penting serta paling menentukan. Informasi ini didapatkan dari hasil sejumlah penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif maupunh eksperimental di lapangan maupun di laboratorium. Permodelan ekologi pada dasarnya adalah suatu formulasi matematik sebagai bentuk penerjemahan fenomena ekologp yang sebenarnya dan telah disempurnakan. Pendekatan dalam ekologi dapat secara laboratories, lapangan dan matematik. Dalam ekologi hewan salah satu kendala yang sulit adalah pengukuran, metode dan teknik pengamatan. Hal ini disebabkan oleh sifat hewan yang senantiasa bergerak dan berpindahpindah baik secara liar maupun jinak. Misalnya menyangkut penentuan kelimpahan dan perilaku hewan yang diteliti, ukuran tubuh mulai dari milimikron sampai yang besar dan tinggi, stadia perkembangan, kecepatan dan daya gerak yang berbeda-beda, lingkungan yang ditempati juga berbeda-beda seperti; habitat daratan, perairan tawar ataupun laut serta keunikan dan kespecifikan perilaku hidupnya termasuk aktivitasnya dalam sehari. Metode dan teknik penelitian bukan saja ditentukan oleh hal-hal tersebut di atas, tetapi hal lain yang sangat penting adalah tujuan, sasaran dan manfaat dari penelitian itu. Penelitian ekologi hewan yang bersifat deskriptif ataupun eksperimental dengan data kuantitatif memerlukan desain (rancangan), prosedur kerja serta pengolahan data secara statistic. Penelitian eksperimen, pada dasarnya melibatkan 2 komponen atau perangkat obyek yang diteliti, yakni; perangkat eksperimen (perlakuan) dan control. Perangkat control merupakan suatu perangkat obyek yang diamati dan kondisinya serupa benar dengan perangkat eksperimen, kecuali ada hal-hal tertentu merupakan faktor atau proses yang diteliti atau yang diberikan sebagai perlakuan. Pada umumnya penelitian eksperimen dilakukan di dalam laboratorium yang kondisinya sangat berbeda dengan kondisi di lingkungan alami atau kondisi habitat alami yang ditempati hewan yang diteliti. Kondisi lingkungan dalam suatu penelitian laboratorium merupakan kondisi yang dapat dikendalikan oleh peneliti, misalnya dibuat sangat berbeda dalam satu atau lebih faktor lingkungan dibandingkan dengan kondisi



lingkungan alami atau dibuat sedemikian rupa yang sangat mirip dengan kondisi lingkungan alami. 4. Aplikasi Konsep Ekologi Hewan Dalam perkembangannya ekologi telah mengalami diversivikasi dengan lahirnya cabang-cabang ilmu ekologi lainnya yang lebih spesifik, dengan materi yang terbatas, khusus dan mendalam yang didasarkan atas kelompok organisme, misalnya; Ekologi Tumbuhan, Ekologi hewan, Ekologi Parasit, Ekologi Gulma, Ekologi Serangga, ekologi Burung dan lainnya. Ekologi Hewan, bahasannya memerlukan pemahaman mengenai aspek-aspek biologi lainnya juga menyangkut matematika dan statistika. Sebenarnya konsep, asas ataupun generalisasi dalam ekologi hewan telah banyak memberikan nilai-nilai terapan yang cukup dalam kehidupan manusia sehari-hari, terutama dalam bidang-bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kesehata dan pengolahan maupun konservasi satwa liar. Penerapan ekologi makin penting dengan semakin diperlukannya upaya-upaya manusia dalam memelihara ketersediaan sumberdaya serta kualitas lingkungan hidup yang berkesinambungan. Dalam bidang pertanian, perkebunan dan peternakan, konsep kisaran toleransi dan faktor pembatas serta dalam masalah pengendalian populasi hama dan penyakit (Biological Control). Dengan konsep ekologi hewan juga telah melandasi penggunaan berbagai species hewan tertentu sebagai species indicator yang menunjukkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan, sudah tercemar atau belum. Konsep lain dalam bidang pertanian dan kesehatan adalah hubungan predator mangsa dan parasitoid inang. Dalam upaya meningkatkan hasil produk ikan maupun ternak, pengelolaan satwa liar baik yang bersifat insitu (pemeliharaan di habitat aslinya) maupun exsitu (pemeliharaan di lingkungan buatan) seluruhnya berazaskan dan berlandaskan efisiensi ekologi dan azasazas ekologi.



HEWAN DAN LINGKUNGANNYA Lingkungan hewan adalah semua faktor biotic dan abiotik yang ada di sekitarnya dan dapat mempengaruhinya. Hewan hanya dapat hidup, tumbuh dan berkembang biak dalam suatu lingkungan yang menyediakan kondisi dan sumberdaya serta terhindar dari faktorfaktor yang membahayakan.



Begon (1996), membedakan faktor lingkungan bagi hewan ada 2 kategori, yaitu; Kondisi dan Sumberdaya. Kondisi adalah faktor-faktor lingkungan abiotik yang keadaannya berbeda dan berubah sesuai dengan perbedaan tempat dan waktu. Hewan bereaksi terhadap kondisi lingkungan, yang berupa perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan tingkah laku. Kondisi lingkungan antara lain berupa.; temperature, kelembaban, Ph, salinitas, arus air, angina, tekanan, zat-zat organic dan anorganik. Sumberdaya adalah segala sesuatu yang dikonsumsi oleh organisme, yang dapat dibedakan atas materi, energi dan ruang. Sumberdaya digunakan untuk menunjukkan suatu faktor abiotik maupun biotikyang diperlukan oleh hewan, karena tersedianya di lingkungan berkurang apabila telah dimanfaatkan oleh hewan. Setiap hewan akan bervariasi menurut ruang (tempat) dan waktu. Oleh karena itu setiap hewan senantiasa berusaha untuk selalu dapat beradaptasi terhadap setiap perubahan lingkungan tersebut. Dalam penyesuaian diri tersebut hanya hewan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan yang dapat bertahan hidup, sementtara yang tidak mampu beradaptasi akan mati atau beremigrasi bahkan akan punah. Perubahan lingkungan terhadap waktu, secara garis besarnya terdiri atas 3, yaitu; 1.



Perubahan Siklik, perubahan yang terjadinya berulang-ulang secara berirama, seperti malam dan siang, laut pasang dan surut, kemarau dan penghujan, dll. Perubahan siklik



dapat berskala harian, bulanan, musiman, tahunan. 2. Perubahan Terarah, suatu perubahan yang terjadi berangsur-angsur, terus menerus dan progresif dan menuju ke suatu arah tertentu. Prosesnya bisa lama. Contohnya mendangkalnya danau Limboto di Gorontalo. 3. Perubahan Eratik, suatu perubahan yang tidak berpola dan tidak menunjukkan arah perubahannya. Contohnya; pengendapan Lumpur Lapindo di Jawa Timur (Ponorogo), kebakaran hutan, letusan gunung berapi dan lain-lain. Setiap organisme di muka bumi menempati habitatnya masing-masing. Dalam suatu habitat terdapat lebih dari satu jenis organisme dan semuanya berada dalam satu komunitas. Komunitas menyatu dengan lingkungan abiotik dan membentuk suatu ekosistem. Dalam ekosistem hewan berinteraksi dengan lingkungan biotic , yaitu hewan lain, tumbuhan serta mikroorganisme lainnya. Interaksi tersebut dapat terjadi antar individu, antar populasi dan antar komunitas. Interaksi tersebut merupakan fungsi ekologis dari suatu ekosistem.



Interaksi antara individu dapat terjadi antar individu dalam suatu populasi atau berbeda populasi. Misalnya interaksi ayam jantan dengan pejantan lainnya untuk memperebutkan territorial, antarseekor kucing dengan tikus. Interaksi populasi terjadi antar kelompok hewan dari suatu jenis organisme dengan kelompok lain yang berbeda jenis organisme. Misalnya sekelompok harimau berburu sekelompok rusa di padang rumput. Interaksi antar komunitas terjadi antar kelompok-kelompo singa, kerbau, bison dan banteng di satu pihak dengan rumput dan semak-semak di pihak lain ketika hewan itu merumput di padang rumput. Hubungan antar hewan dengan lingkungan biotiknya terjadi antar organisme yang hidup terpisah dengan organisme yang hidup bersama. Faktor-faktor biotic yang mempengaruhi kehidupan hewan adalah sebagai berikut: 1. Komunitas Komunitas (biocenose) adalah beberapa jenis organisme yang merupakan bagian dari jenis ekologis tertentu yang disebut ekosistem unit ekologis, yaitu suatu satuan lingkungan hidup yang di dalamnya terdapat bermacam-macam makhluk hidup (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme) dan antar sesamanya dan lingkungan di sekitarnya (abiotik) membntuk hubungan timbale balik yang salingmempengaruhi. 2. Ekosistem Ekosistem adalah suatu unit lingkungan hidup yang di dalamnya terdapat hubungan yangfungsional antar sesame makhluk hidup dan antar makhluk hidup dengan komponen lingkungan abiotik. Hubungan fungsional dalam ekosistem adalah proses-proses yang melibatkan seluruh komponen biotic dan abiotik untukm mengelola sumberdaya yang masuk dalam ekosistem. Sumberdaya tersebut adalah sesuatu yang digunakan oleh organisme untuk kehidupannya, yaitu energi, cahaya dan unsure-unsur nutrisi. Interaksi antar komponen di dalam ekosistem menentukan pertumbuhan populasi setiap organisme dan berpengaruh terhadap perubahan serta perkembangan struktur komunitas biotic. 3. Produsen Produsen terdiri dari organisme autotrof, yaitu organisme yang dapat menyusun bahan organic dari bahan organic sebagai bahan makanannya. Penyusunan bahan organic itu berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan energi yang diperlukan untuk aktivitas metabolisme dan aktivitas hidup lainnya. Organisme autotrof adalah; sebagian besar adalah organisme berklorofil, yang sebagian besar terdiri dari tumbuhan hijau dan sebagian kecil berupa bakteri. 4. Konsumen



Konsumen adalh komponen biotic yang terdiri dari organisme heterotrof, yaitu organisme yang tidak dapat memanfaatkan energi secara langsung untuk memenhuhi kebutuhan energinya. Organisme heterotrof sebagai organisme yang tidak dapat menyusun bahan organic dari bahan anorganik. Energi kimia dan bahan organic yang diperlukan dipenuhi dengan cara mengkonsumsi energi kimia dan bahan organic yang diproduksi oleh tumbuhan hijau (produsen). Organisme yang tergolong konsumen adalah; Herbivore, yaitu memakan tumbuhan. Misalnya sapi, kuda, kambing, kerbau, kupu-kupu, belalang dan siput. Karnivor, adalah hewan pemakan hewan lain baik herbivore maupn sesame karnivor. Karnivor pada umumnya adalah hewan buas (harimau, singa, ular), dan hewan pemakan bangkai (komodo, burung hantu, dll). Predator juga termasuk sebagai karnivor. Omnivor, adalah hewan pemakan segalanya baik tumbuhan maupun hewan yang sudah mati, misalnya kucing, ayam, musang , tikus dan lain-lain. Detritivor, adalah organisme yang berperan sebagai pengurai (mikroorganisme) seperti bakteri. 5. Predator Predator adalah hewan yang makan hewan lain dengan cara berburu dan membunuh. Hewan yang dimangsanya adalah hewan yang masih hidup. Contohnya adalah kucing makan tikus, capung makan serangga. 6. Parasit Parasit, adalah hewan yang hidup pada hewan lain. Hidupnya sangat mempengaruhi inangnya karena semua zat makanan dari inang diserapnya untuk memenuhi kebutuhannya. Parasit berupa hewan kecil dan organisme kecil yanmg termasuk jamur dan bakteri pathogen. 7. Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang pada fase dewasanya hidup bebas, tetapi pada fase larva berkembang di dalam tubuh (telur, larva dan pupa) serangga lain yang merupakan inangnya. Serangga parasitoid pada umumnya termasuk pada ordo Hymenoptera dan Diptera. Hewan dewasa parasitoid meletakkan telurnya di dekat atau pada tubuh serangga lain (telur, larva dan pupa). Ketika telur parasitoid yang diletakkan pada tubuh inangnya menetas, selam fase larva itu belum dewasa akan hidup terus dalam tubuh inang. Larva tersebut akan makan sebagian atau seluruh tubuh dari inang sehingga menyebakan kematian bagi inangnya. 8. Pengurai Pengurai, adalah organisme yang berperan sebagai pengurai. Cara mengkonsumsi makanan tidak dapat menelan dan mencerna makanan di dalam sel tubuhnya, melainkan harus mengeluarkan enzim pencerna keluar sel untuk dapat menguraikan makanannya



yang berupa organic mati menjadi zat-zat yang molekulnya kecil sehingga dapat diserap oleh sel. 9. Mikrobivor Mikrobivor adalah hewan-hewan kecil yang makan mikroflora (bakteri dan fungi). Hewan ini berupa protozoa dan nematoda. 10. Detritivor Detritivor adalah hewan yang makan detritus, yaitu bahan-bahan organic mati yang berasal dari tubuh tumbuhan dan hewan. Hewan yang tergolong detritus antara lain; rayap, anjing tanah dan cacing tanah. 11. Intraspesifik dan interspesifik Hubungan timbal balik antara dua individu dalam suatu jenis organisme (intraspsifik) dan hubungan antara dua individu yang berbeda jenis (interspesifik). Hubunganhubungan ini meliputi: a. Kompetisi Kompetisi adalah hubungan antara dua individu untuk memperebutkan satu macam sumberdaya, sehingga hubungan itu bersifat merugikan bagi salah satu pihak. Sumberdaya berupa; makanan, energi dan tempat tinggal. Persaingan ini terjadi pada saat populasi meledak sehingga hewan akan berdesak-desakan di suatu tempat tertentu. Dalam kondisi demikian biasanya hewan yang kuat akan mengusir yang lemah dan akan menguasai tempat itu sedangkan yang lemah akan beremigrasi atau mati bahkan punah. b. Simbiosis Hubungan interspesifik ada yang berifat simbiosis ada yang non simbiosis. Hubungan simbiosis adalah hubungan antara dua individu dari dua jenis organisme yang keduanya selalu bersama-sama. Contoh dari simbiosis adalah Flagellata yang hidup dalam usus rayap. Flagellata itu mencerna selulosa kayu yang dimakan rayap. Dengan demikian rayap dapat menyerap karbohidrat yang berasal dari selulosa itu. Hubungan nonsimbiosis adalah hubungan antara dua individu yang hidup secara terpisah, dan hubungan terjadi jika keduanya bertematau berdekatan. Contohnya adalah kupu-kupu dengan tanaman bunga. Bunga akan terbantu dalam penyerbukan yang disebabkan terbawanya serbuk sari bunga oleh kaki kupu-kupu dengan tidak sengaja ke bunga yang lain pada saat kupu-kupu mengisap nectar dari bunga tersebut. Simbiosis sebagai hidup bersama antara dua individu dari dua jenis organisme, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. c. Pemisahan Kegiatan Hidup Peristiwa ini adalah hubungan kompetitif antara satu hewan dengan hewan yang lain dapat berkembang menjadi kegiatan pemisahan hidup (partition). Dalam hubungan ini hewan-hewan yang hidup di suatu habitat mengadakan spesialisasi



dalam hal jenis makanan atau dalam metode dan tempat memperoleh makanannya. Misalnya burung Flaminggo mempunyai kaki dan leher yang panjang yang berfungsi dalam hal pengambilan makanannya berupa organisme kecil dan di tempat berlumpur sehingga burung tersebut mudah meraihnya. d. Kanibalisme Kanibalisme adalah sifat suatu hewan untuk menyakiti dan membunuh bahkan memakannya terhadap individu lain yang masih sejenis. Contoh belalang sembah betina membunuh belalang jantan setelah melakukan perkawinan, ayam dalam satu kandang yang berdesak-desakan sehingga ruangan dan makananya terbatas menyebabkan persaingan yang hebat. e. Amensalisme Hubungan antara dua jenis organisme yang satu menghambat atau merugikan yang lain, tetapi dirinya tidak berpengaruh apa-apa dari organisme yang dihambat atau dirugikan. f. Komansalisme Hubungan antara dua jenis organisme yang satu memberi kondisi yang menguntungkan bagi yang lain sedangkan dirinya tidak terpengaruh oleh kehadiran organisme yang lain itu. g. Mutualisme Hubungan antara



dua



jenis



organisme



atau



individu



yang



saling



menguntungkan tanpa ada yang dirugikan. Hewan adalah organisme yang bersifat motil, yaitu dapat bergerak dan berpndah tempat. Gerakannya disebabkan oleh rangsangan tertentu yang berasal dari lingkungannya. Faktor-faktor yang merangsang hewan untuk bergerak adalah makanan, air, cahaya, suhu, kelembaban,dan lain-lain. Faktor lingkungan yang berpengaruh pada kehidupan hewan dibedakan atas kondisi dan sumberdaya. Sumberdaya terdiri atas: 1. Materi adalah bahan-bahan atau zat yang diperlukan oleh organisme untuk membangun tubuh. Materi terdiri atas; zat-zat anorganik (air, garam-garam mineral) dan zat-zat organic (tubuh organisme lain atau sisa-sisa tubuh organisme yang sudah mati). 2. Energi adalah daya yang diperlukan oleh organisme untuk melakukan aktivitas hidup. 3. Ruang adalah tempat yang digunakan organisme untuk menjalankan siklus hidupnya. Hewan dan organisme lain mempunyai hubungan yang saling ketergantungan dengan lingkungannya, sehingga timbullah hubungan timbal balik antara keduanya. Hubungan



timbal balik tersebut meliputi; Aksi, Reaksi dan Koasi. Lingkungan abiotik hewan meliputi faktor-faktor Medium dan Substrat. Medium adalah bahan yang secara langsung melingkupi organisme dan organisme tersebut berinteraksi dengan medium, seperti; Ikan menerima zat-zat mineral dari air, sebaliknya air menerima kotoran ikan dalam air. Bagi beberapa jenis hewan, medium merupakan habitatnya. Setiap medium berbeda komposisi merambatkan panas, sifat perubahnya sebagai akibat perubahan suhu, tegangan permukaan kekentalan, massa jenis dan tekanan. Substrat adalah permukaan tempat organisme hidup, terutama untuk menetap atau bergerak, atau benda-benda padat tempat organisme menjalankan seluruh atau sebagian hidupnya. Setiap organisme memerlukan medium, tetapi tidak semua mempunyai substrat. Hewan air yang bersifat pelagic (berenang) tidak mempunyai substrat. Medium juga tidak berubah sebagai akibat adanya aktifitas organisme. Substrat mengalami modifikasi oleh aktivitas organisme, misalnya tanah padang rumput yang gembur menjadi padat jika digunakan untuk gembala kambing atau kerbau terus menerus. Substrat sebagai tempat berpijak, membangun rumah atau kandang dan tempat makanan. Beberapa hewan menggunakan substrat sebagai tempat berlindung, karena warna substrat sama dengan warna tubuhnya, misalnya; bunglon dan belalang kayu. Beberapa fungsi medium bagi hewan; 1. 2.



Tempat tinggal misalnya; ikan hidup di air, cacing hidup di dalam tanah Sumber materi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh, misalnya; hewan darat



memperolh Oksigen dari udara. 3. Tempat membuang sisa metabolisme, seperti Karbondioksida dan feces. 4. Tempat berepeoduksi, misalnya, katak pergi ke air untuk kawin dan bertelur. 5. Menyebarkan keturunan, misalnya; Larva ketam air tawar (Megalopa), menyebar di perairan sungai setelah berimigrasi dari laut ke arah hulu sungai. Beberapa faktor fisik yang berpengaruh pada kehidupan hewan adalah 1. Tanah Tanah merupakan substrat bagi tumbuhan untuk tumbuh, merupakan medium untuk pertumbuhan akar dan untuk menyerap air dan unsure-unsur hara makanan. Bagi hewan tanah adalah substrat sebagai tempat berpijak dan tempat tinggal, kecuali hewan yang hidup di dalam tanah. Kondisi tanah yang berpengaruh terhadap hewan tersebut adalah kekerasannya.



Faktor dalam tanah yang mempengaruhi kehidupan hewan tanah antara lain kandungan air (drainase), kandungan udara (aerase), suhu, kelembaban serta sisa-sisa tubuh tumbuhan yang telah lapuk. Jika tanah banyak mengandung air maka oksigen di dalam tanah akan berkurang dan karbondioksidanya akan meningkat. Air juga menyebabkan tanah menjadi cepat asam, karena eir mempercepat pembusukan. Kurangnya oksigen menyebabkan gangguan pernapasan , dan zat-zat yang bersifat asam dapat meracuni hewan. Tanah yang terlalu kering menyebabkan hewan dalam tanah tidak dapat mengekstrak air secara normal. Kandungan karbondioksida dalam tanah lebih banyak daripada di atmosfir. Jika tanah banyak mengandung rongga pertukaran udara antar tanah dengan atmosfir menjadi lancar, karbondioksida dapat keluar sementara oksigen masuk.Rongga-rongga tanah dapat diperbanyak jika dalam tanah tersebut banyak hewan penggali tanahseperti cacing tanah dan anjing tanah. 2. Air Air sangat menentukan kondisi lingkungan fisik dan biologis hewan. Perwujudan air dapat berpengaruh terahadap hewan. Misalnya jika air dalam tubuh hewan akan berubah menjadi dingin atau membeku karena penurunan suhu lingkungan, menyebabkan sel dan jaringan tubuh akan rusak dan metabolosme tidak akan bejalan noremal, sebaliknya penguapan air yangb berlebihan dari dalam tubuh hewan menyebabkan tubuh kekeurangan air.Hewan dapat dibedakan atas 3 kelompok ditinjau dari pengaruh air, yaitu; Hidrosol ( Hydrosoles) atau hewan air, Mesosol (Mesocoles), hewan yang hidup di tempat yang tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering dan Xeroso ( Xerosole), hewan yang hidup di tempat yang kering karena tingginya penguapan. Penyebaran dan kepadatan hewan air di lingkungan air ditentukan oleh kemampuannya mempertahankan osmotic dalam tubuhnya dan berhubungan dengan kemampuannya untuk bertoleransi dengan salinitas air. 3. Temperatur Temperatur merupakan faktor lingkungan yang dapt menembus dan menyebar ke berbagai tempat. Temperatur dapat berpengaruh terhadap hewan dalam proses reproduksi, metabolisme serta aktivitas hidup lainnya. Suhu optimum adalah batas suhu yang dapat ditolerir oleh hewan, lewat atau kurang dari suhu tersebut menyebabkan hewan terganggu bahkan menuju kematian karena tidk tahan terhadap suhu. 4. Cahaya Cahaya dapat mempengaruhi hewan, misalnya warna tubuh, gerakan hewan dan tingkah laku. 5. Gravitasi Pengaruh gravitasi dirasakan oleh hewan jika hewan sedang berpijak pada substrat yang horizontal. Hewan yang berdiri di suatu bidang yang miring atau tegak, berenang di



air dan terbang di udara merasakan adanya pengaruh gravitasi bumi. Gravitasi juga berpengaruh pada perbedaan tekanan air dan udara. 6. Gelombang Arus dan Angin Kehidupan hewan juga dipengaruhi oleh arus dan angina. Hewan yang hidup di lingkungan air mengalir menghadapi resiko hanyut karena adanya aliran dan arus air. Demikian dengan hewan yang hidup di darat dan udara menghadapi arus angina. Namun demikian arus air dan angina yang normal sangat berpengaruh positif terhadap hewann, karena air dan angina dapat membantu sebagian aktivitas hewan. 7. pH Pengaruh pH terhadap organisme terjadi melalui 3 cara, yaitu; 1) secara langsung, mengganggu osmoregulasi, kerja enzim dan pertukaran gas di respirasi, 2) tidak langsung, mengurangi kualitas makanan yang tersedia bagi organisme, 3) meningkatkan konsentarasi racun logam berat terutama ion AI. Di lingkungan daratan dan perairan, pH menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan penyebaran organisme. Toleransi hewan yang hidup di lingkungan air umumnya pHnya bervartiasi. 8. Salinitas Salinitas adalah kondisi lingkungan yang menyangkut konsentrasi garam di lingkungan perairan dan air yang terkandung di dalam tanah. Di lingkungan perairan tawar, air cenderung meresap ke dalam tubuh hewan karena salinitasi air lebih renadah daripada cairan tubuh. Hewan yang bhidup di phabitat laut umumnya bersifat isotonic terhadap salinitas air laut sehingga tidak ada peresapan air ke dalam tubuh hewan. Setiap organisme harus mampu beradaptasi untuk menghadapi kondisi faktor lingkungan abiotik. Hewan tidak mungkin hidup pada kisaran faktor abiotik yang seluasluasnya. Pada prinsipnya masing-masing hewan memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap semua semua faktor lingkungan. 9. Hukum Toleransi Shelford “ Setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kondisi faktor lingkungan” Apabila organisme terdedah pada suatu kondisi faktor lingkungan yang mendekati batas kisaran tolrensinya, maka organisme tersebut akan mengalami cekaman (stress). Fisiologis. Organisme berada dalam kondisi kritis. Contohnya, hewan yang didedahkan pada suhu ekstrim rendah akan menunjukkan kondisi kritis Hipotermia dan pada suhu ekstirm tinggi akan mengakibatkan gejala Hipertemia. Apabila kondisi lingkungan suhu yang demikian tidak segera berubah maka hewan akan mati.



Dalam menentukan batas-batas kisaran toleransi suatu hewan tidaklah mudah. Setiap organisme terdedah sekaligus pada sejumlah faktor lingkungan, oleh adanya suatu interaksi faktor maka suatu faktor lingkungan dapat mengubah efek faktor lingkungan lainnya. Misalnya suatu individu hewan akan merusak efek suhu tinggi yang lebih kerasapabila kelembaban udara yang relative rendah. Dengan demikian hewan akan lebih tahan terhadap suhu tinggi apabila udara kering disbanding dengan pada kondisi udara yang lembab. Dalam laboratorium juga sangat sulit untuk menentukan batas-batas kisaran toleransi hewan terhadap sesuatu faktor lingkungan. Penyebabnya ialah sulit untuk menentukan secara tepat kapan hewan tersebut akan mati. Cara yang biasa dilakukan ialah dengan memperhitungkan adanya variasi individual batas-batas kisaran toleransi itu ditentukan atas dasar terjadinya kematian pada 50% dari jumlah individu setelah dideadahkan pada suatu kondisi faktor lingkungan selama rentang waktu tertentu. Untuk kondisi suhu, misalnya ditentukan LT50 – 24 jam atau LT50 – 48 jam (LT= Lethal Temperatur). Untuk konsentrasi suatu zat dalam lingkungan biasanya ditentukan dengan LC 50 – X jam ( LC= Lethal Concentration; X dapat 24, 48, 72 atau 96 jam) dan untuk sesuatu dosis ditentukan LD50 – X Jam. Kisaran toleransi terhadap suatu faktor lingkungan tertentu pada berbagai jenis hewan berbeda-beda. Ada hewan yang kisarannya lebar (euri) dan ada hewan yang sempit (steno). Kisaran toleransi ditentukan secara herediter, namun demikian dapat mengalami perubahan oleh terjadinya proses aklimatisasi (di alam) atau aklimasi (di lab). Aklimatisasi adalah usaha manusia untuk menyesuaikan hewan terhadap kondisi faktor lingkungan di habitat buatan yang baru. Aklimasi adalah usaha yang dilakukan manusia untuk menyesuaikan hewan terhadap kondisi suatu faktor lingkungan tertentu dalam laboratorium. Konsep kisaran toleransi, faktor pembatas maupun preferendum diterapkan di bidangbidang pertanian, peternakan, kesehatan, konservasi dan lain-lain. Hal ini dilakukan dengan harapan kinerja biologi hewan, pertumbuhan dan reproduksi dapat maksimum dan untuk kondisi hewan yang merugikan kondisi lingkungan biasanya dibuat yang sebaliknya. Setiap hewan memiliki kisaran toleransi yang bervariasi, maka kehadiran di suatu habitat sangat ditentukan oleh kondisi dari faktor lingkungan di tempat tersebut. Kehadiran dan kinerja populasi hewan di suatu tempat menggambarkan tentang kondisi faktor-faktor lingkungan di tempat tersebut. Oleh karena itu ada istilah spesies indicator ekologi, baik kajian ekologi hewan maupun ekologi tumbuhan. Species indikatoe ekologi



adalah suatu species organisme yang kehadirannya ataupun kelimpahannya dapat memberi petunjuk mengenai bagaimana kondisi faktor-faktor fisiko – kimia di suatu tempat. Beberapa species hewan sebagai spcies indicator antara lain adalah Capitella capitata (Polychaeta) sebagai indicator untuk pencemaran bahan organic. Cacing Tubifex (Olygochaeta) dan lain-lain. Kriteria-kriteria species indicator adalah; Komunitas disebut juga Biocenuse, adalah beberapa jenis organisme yang merupakan bagian dari suatu jenis ekologis tertentu yang disebut ekosistem unit. Ekologis yang dimaksud adalah suatu satuan lingkungan hidup yang di dalamnya terdapat bermacam0macam makhluk hidup (tumbuhan dan hewan). Antar sesamanya dan lingkungan sekitarnya membentuk hubungan timbale balik yang saling mempengaruhi. Komunitas berupa hewan yang terdiri dari berbagai macam hewan, komunitas tumbuhan dalam satu ekosistem atau seluruh hewan dan tumbuhan yang disebut komunitas biotic. Komunitas suatu ekosistem tertentu mempunyai ciri-ciri tertentu. Salah satu karakternya adalah keragaman jenis organisme penyusunnya. Keragaman komunitas biasanya ditentukan dengan menghitung indeks keragaman.



RESPON DAN ADAPTASI 1. Konsep Adaptasi Perubahan kondisi lingkungan berpengaruh terhadap hewan. Hewan mengadakan respon terhadap perubahan kondisi lingkungannya tersebut. Respon hewan terhadap kondisi dan perubahan lingkungannya denyatakan sebagai respon hewan terhadap lingkungannya. Respon tersebut berupa perubahan fisik, fisiologis, dan tingkah laku. Respon hewan tersebut ada yang bersifat reaktif dan ada yang bersifat terpola, artinya berasala dari nenek moyangnya. Adaptasi umumnya diartikan sebagai penyesuaian makhluk hidup terhadap lingkungannya. Adaptasi menunjukkan kesesuaian organisme dengan lingkungannya yang merupakan produk masa lalu. Organisme yang ada kini dapat hidup pada lingkungannya karena kondisi lingkungan itu secara kebetulan sama dengan kondisi lingkungan nenek moyangnya. 2. Mekanisme Adaptasi Sifat yang dimiliki oleh suatu populasi yang ada sekarang merupakan sifat yang diturunkan dari generasi ke generasi. Dengan kata lain populasi yang ada sekarang



merupakan populasi yang lolos dari seleksi alam sebagaimana yang dinyatakan oleh Darwin. Di alam organisme terkumpul dalam kelompok-kelompok populasi yang diantara anggotanya terjadi hubungan kawin. Setiap kelompok disebut Deme. Kelompok besar yang terbentuk dari banyak deme disebut jenis organisme. Deme-deme tersebut ada yang menempati daerah-daerah geografis yang berbeda, misalnya Kanguru yang hidup hanya di Australia dan di Irian. Daerah-daerah geografis tersebut merupakan lingkungan hidup yang sempit dan bersifat khas dibanding dengan daerah penyebaran jenis organismenya. Deme yang menempati daerah geoegrafis khusus itu bisa mempunyai sifat genetik yang berbeda dengan deme yang menempati daerah lain, jika di antara deme-deme itu terjadi isolasi geografis sehingga antar deme tidak dapat terjadi pertukaran informasi genetik. Kelompok yang terisolasi itu disebut klin (Cline) yang merupakan sub jenis organisme atau sub populasi. Perbedaan sifat genetik dari suatu klin dengan klin lainterbentuk dari perbedaan perubahan lingkungan dalam suatu rentangan tertentu, yang disebut gradien ekologik. Variasi sifat individu pada landaian ekologis yang berbeda disebut ekotip. Perbedaan sifat itu dalam hal bentuk, warna dan lain-lain. Contohnya adalah kupu-kupu Biston bitularia yang hidup di hutan jauh dari industri berwarna abu-abu keputihan sesuai dengan warna batang pohon substratnya, tetapi kupu-kupu yang sama hisup di daerah industri di Inggris berwarna gelap karena tertutup oleh asap dan jelaga pabrik. 3. Prinsip-prinsip Adaptasi Bagi hewan dan organisme lain sifat adptif sangat penting untuk bertahan hidup pada lingkungan baru atau jika ada perubahan lingkungan habitatnya. Kemampuan hewan dalam beradaptasi dengan lingkungannya berbeda-beda yang dipengaruhi oleh: 4. Bentuk-bentuk Adaptasi a. Adaptasi Struktural Adaptasi struktural adalah sifat adaptasi yang muncul dalam wujud sifat-sifat morfologi tubuh, meliputi bentuk dan susunan alat-alat tubuh, ukuran tubuh, serta warna tubuh (kulit dan bulu). b. Adaptasi Fisologis Adaptasi fisiologis adalah adaptasi yang menyangkut kesesuaian proses-proses fisiologis hewan dengan kondisi lingkungan dan sumberdaya yang ada di habitatnya. Diantaranya ada yang berhubungan dengan adaptasi struktural, terutama pada bagian dalam tubuh. Misalnya pada proses respirasi, pencernan makanan dan lain-lain yang menggambarkan adanya adaptasi terstruktur. c. Adaptasi Tingkah Laku



Adaptasi tingkah laku adalah respon hewan terhadap kondisi lingkungan dalam bentuk perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut biasanya muncul dalam bentuk gerakan untuk menanggapi rangsangan yang mengenai dirinya. Baik rangsangan dari luar maupun dari dalam lingkungan tubuhnya. Adaptasi tingkah laku tersebut adalah; Hibernasi, Aestivasi, Diurnal dan Nocturnal, Orientasi terhadap lingkungan, Ototomi, Adaptasi Mutual, Tingkah laku sosial, tingkah laku perkembangbiakan, berkelahi, refleks, insting dan tingkah laku belajar.



HABITAT DAN RELUNG 1. Pengertian Habitat Habitat adalah tempat tinggal berbagai jenis organisme hidup melaksanakan kehidupannya. Dalam ekosistem yang menjadi habitatnya ada bermacam-macam, seperti perairan, daratan, hutan atau sawah. Istilah habitat dapat berarti juga sebagai tempat tinggal atau tempat menghuni seluruh populasi atau komunitas makhluk hidup dalam ekosistem. 2. Macam Habitat Habitat adalah tempat tinggal berbagai jenis organism hidup melaksanakan kehidupannya. Dalam ekosistem yang menjadi habitatnya ada bermacam-macam, seperti perairan, daratan, hutan atau sawah. Istilah habitat dapat berarti juga sebgai tempat tinggal atau tempat menghuni seluruh populasi atau komunitas makhluk hidup dalam ekosistem. Secara garis besar, dikenal empat tipe habitat utama yaitu daratan, perairan tawar, perairan payau, dan estuaria serta perairan bahari/laut. Masing-masing kategori utama itu dapat dipilah-pilahkan lagi tergantung corak kepentingannya mengenai aspek yang ingin diketahui. Berdasarkan variasi habitat menurut waktu dapat dikenal 4 macam habitat yaitu: a. Habitat yang konstan, yaitu habitat yang kondisinya terus-mnerus relatif baik atau kurang baik. b. Habitat yang bersifat memusim, yaitu habitat yang kondisinya secara relative teratur secara berganti-ganti antara baik dan kurang baik. c. Habitat yang tidak menentu, yaitu habitat yang mengalami suatu periode dengan kondisi yang lamanya juga bervariasi sehingga kondisinya tidak dapat diramalkan. d. Habitat yang ephemeral, yaitu suatu habitat yang mengalami perioda kondisi baik yang berlangsung relative singkat, diikuti oleh suatu perioda dengan kondisi yang berlangsung relative lama sekali.



Berdasarkan variasi kondisi habitat menurut ruang, habitat dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam : a. Habitat yang bersinambung, yaitu apabila suatu habitat mengandung area dengan kondisi baik yang luas sekali yang dapat dijelajahi populasi penghuninya. b. Habitat yang terputus-putus, yaitu suatu habitat yang mengandung area dengan kondisi baik, letaknya berselang-seling dengan area berkondisi kurang baik. c. Habitat yang terisolasi, yaitu suatu habitat yang mengandung area berkondisi baik yang terbatas luasnya dan letaknya terpisah jauh dari area berkondisi baik. Berdasarkan ukuran dan bentuknya, menggunakan skala geografi, menurut Hugget (2003) habitat dibagi menjadi : a. Microhabitat : mengacu pada kondisi habitat terkecil dimana masih terjadi interaksi antar organism dengan lingkungannya. Luas microhabitat beberapa cm persegi hingga beberapa meter suatu area. b. Mesohabitat : suatu kondisi habitat yang ukurannya lebih besar daripada microhabitat dan lebih kecil dari makrohabitat. Ukuran mesohabitat sekitar 10.000 km c. Macrohabitat : lebih cenderung mengarah pada kondisi luasan yang sangat besar (seperti habitat perairan dan lainnya), dimana luas areanya sekitar 1.000.000 km d. Megahabitat : terdiri dari benua Habitat organisme bisa lebih dari satu tempat. Misalnya burung pipit mempunyai habitat di sawah untuk aktivitas mencari makan, juga mempunyai habitat di atas pepohonan untuk bertelur. Habitat ikan salem ketika dewasa adalah di laut, waktu akan bertelur pindah habitatnya di sungai, bahkan sampai ke hulu sungai. Ikan salem bertelur di hulu sungai dan anak yang telah ditetaskan akan tinggal bertahun-tahun di sungai, kemudian ketika memasuki fase dewasa ikan salem itu pindah habitat lagi ke laut. Contoh lainnya adalah ikan arwana mempunyai habitat di air tawar dan ada pula yang di air payau. Habitat katak ketika dewasa adalah di darat, sedangkan ketika fase telur dan berudu berada di air tawar. Pohon ramin (Gonystylus bancanus) mempunyai habitat di hutan gambut juga di hutan-hutan daratan dengan tanah berpasir, ketinggian tempat 2-100 m dari permukaan laut. Pohon Matoa (Pometia pinnata) mempunyai habitat di pinggir sungai, juga di daerah yang bertanah liat, tanah pasir atau lempung di hutan daratan dataran rendah hingga di hutan pegunungan (ketinggian tempat kurang dari 1.700 m dpl.). Pohon kempas (Koompassia malaccensis) mempunyai habitat di hutan rawa, juga di hutan daratan dengan tanah liat atau pasir yang ketinggian tempatnya adalah 0-600 m dpl. Habitat suatu organisme itu pada umumnya mengandung faktor ekologi yang sesuai dengan persyaratan hidup organisme yang menghuninya. Persyaratan hidup setiap



organisme merupakan kisaran faktor-faktor ekologi yang ada dalam habitat dan diperlukan oleh setiap organisme untuk mempertahankan hidupnya. Kisaran faktor-faktor ekologi bagi sefiap organisme memiliki lebar berbeda yang pada batas bawah disebut titik minimum, batas atas disebut titik maksimum, di antara titik minimum dan tifik maksimum disebut titik optimum. Ketiga titik tersebut dinamakan titik kardinal. 3. Relung Relung (niche) dalam ekologi merujuk pada posisi unik yang ditempati oleh suatu spesies tertentu berdasarkan rentang fisik yang ditempati dan peranan yang dilakukan di dalam komunitasnya. Konsep ini menjelaskan suatu cara yang tepat dari suatu organisme untuk menyelaraskan diri dengan lingkungannya. Habitat adalah pemaparan tempat suatu organisme dapat ditemukan, sedangkan relung adalah pertelaan lengkap bagaimana suatu organisme berhubungan dengan lingkungan fisik dan biologisnya. Ekologi dari suatu individu mencakup variabel biotik (makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, manusia, baik yg mikro maupun yang makro) dan abiotik (benda tidak hidup). Relung menentukan bagaimana spesies memberi tanggapan terhadap ketersediaan sumberdaya hidup dan keberadaan pesaing dan pemangsa dalam suatu ekosistem. Kata "relung" mulai mendapat arti ilmiah pada tahun 1933 oleh tulisan Charles Sutherland Elton, seorang ahli ekologi yang mempelajari ekologi komunitas dan populasi, lewat pernyataannya, "relung suatu organisme adalah mode dari kehidupan organisme tersebut dalam hal peran atau profesinya dalam suatu komunitas manusia." Istilah relung (niche) pertama kali dikemukakan oleh Joseph Grinnell pada tahun 1917. Menurut Grinner, relung merupakan bagian dari habitat yang disebut dengan mikrohabitat. Dengan pandangan seperti ini, Grinnell mengatakan bahwa setiap relung hanya dihuni oleh satu spesies. Pandangan relung yang dikemukakan oleh Grinnell inilah yang disebut dengan relung habitat. Contoh, jika kita mengatakan relung habitat dari kalajengking, maka kita akan menjelaskan mikrohabitat kalajengking tersebut. Dengan demikian kita harus menjelaskan pada suhu dan kelembaban berapa kalajengking hidup, apakah dia tahan terhadap cahaya atau tidak, apakah dia hidup di tanah dalam lubang, atau di pohon, dan sebagainya. 4. Asas Eksklusi Persaingan Dan Pemisahan Relung Suatu relung ekologi tidak dapat ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu spesies. Pernyataan ini dikenal sebagai ” Asas Eksklusi Persaingan” atau ” Aturan Gause”. Sehubungan dengan asas tersebut di atas, menurut ” asas koeksistensi’, beberapa spesies yang dapat hidup secara langgeng dalam habitat yang sama ialah spesies-spesies yang relung ekologinya berbeda-beda. Dari uraian tersebut terjadilah pemisahan



relungdari beberapa spesies harus berbeda (terpisah) agar dapat berkoeksistensi dalam habitat yang sama.Contoh dari kasus pemisahan relung antara berbagai spesies yang berkohabitasi dapat dilihat dari contoh berikut ini. Serumpun padi dapat menjadi sumberdaya berbagai jenis spesies hewan. Orong-orong (Gryllotalpa africana) memekan akarnya, walang sangit (Leptocorisa acuta) memakan buahnya, ulat tentara kelabu (Spodoptera maurita) yang memakan daunnya, ulat penggerek batang (Chilo supressalis) yang menyerang batangnya, hama ganjur (Pachydiplosis oryzae) menyerang pucuknya, wereng coklat (Nilaparvata lugens) dan wereng hijau (Nephotettix apicalis) yang menghisap cairan batangnya. Tiap jenis hama tersebut masing-masing telah teradaptasi khusus untuk memanfaatkan tanaman padi sebagai sumberdaya makanan pada bagianbagian yang berbeda-beda. 5. Ekivalen Ekologi Jenis-jenis hewan yang menempati relung ekologi yang sama (ekivalen) dalam habitat yang serupa di daerah zoogeografi yang berbeda disebut Ekivalen Ekologi.contohnyaJika memperhatikan tentang kehidupan berbagai jenis hewan di berbagai tempat sering ditemukan spesies-spesies hewan serupa yang hidup di daerah geografi yang berbeda. Kita dapat menemukan cacing tanah di mana saja, misal di Indonesia, di Amerika, di Eropa, di Australia dan tempat lainnya. Cacing-cacing tanah tersebut secara morfologi serupa, namun sebenarnya mereka berbeda spesies. Cacing tanah di jawa (Pheretimajavanica) serupa dengan cacing tanah di Amerika (Lumbricusterestris).Kedua jenis cacing tanah tersebut menempati habitat tanah lembab dengan relung ekologi yang serupa. 6. Pergeseran Ciri Fenomena perubahan spesies-spesies hewan yang berkerabat dekat, satu marga atau genus misalnya, dapatditemukanpada habitat ataudaerahpenyebaran yang sama (simpatrik) atau ditemukan pada daerah penyebaran yang berbeda (alopitrik) disebut pergeseran ciri Evolusi yang menghasilkan pergeseran ciri pada spesies-spesies hewan dalam keadaan simpatrik ini akan menyebabkan terjadinya pemisahan relung ekologi.