EKONOMI MARITIM Tugas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH WAWASAN KEMARITIMAN “EKONOMI MARITIM”



1. KASWIRIYANTO 2. LA ODE ALFATH Z. 3. LA MIRUN



E1D1 16 023 E1D1 16 025 E1D1 16 024



4. MUH. ROSID



E1D1 15 024



5.KAHAR



E1D1 16 02



JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2017



KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena limpahan Rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tanpa ada halangan apapun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Makalah ini disusun berdasarkan materi yang ada baik dari buku, internet dan sebagainya. Laporan ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas dari Dosen mata kuliah Wawasan Kemaritiman. Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan di sana-sini, maka dari itu kami sangat menerima kritik maupun saran dari para pembaca yang sifatnya membangun. Kami juga mengucapkan terima kasih yang amat besar kepada seluruh pihak atas kerjasamanya sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Akhir kata semoga makalah ini dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan dengan semestinya.



Kendari,



April 2017



Penulis



DAFTAR ISI



SAMPUL ..................................................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................ DAFTAR ISI............................................................................................... BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1.2. Tujuan Pembuatan Laporan ................................................. 1.3. Manfaat praktik .................................................................... BAB II PEMBAHASAN 2.1. Ekonomi Maritim …………………………………………..



BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan........................................................................... 3.2. Saran ..................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia belum mampu memberdayakan potensi ekonomi maritim. Negeri ini juga belum rnampu mentransformasikan sumber kekayaan laut menjadi sumber kemajuan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Indonesia bagaikan negara raksasa yang masih tidur.



1.2 Tujuan Praktik Adapun tujuan yang diharapkan dari praktik rangkaian sederhana ini adalah : a. Mahasiswa dapat menjelaskan jenis ekonomi maritim Indonesia. b.



Mahasiswa dapat menjelaskan factor penyebab berkurangnya ekonomi maritime Indonesia.



1.3 Manfaat Praktik Adapun manfaat yang di harapkan dari praktik rangkaian sederhana ini adalah: a. Mahasiswa



dapat lebih memahami jenis ekonomi maritime



Indonesia. b. Mahasiswa dapat mengetahui hasil ekonomi maritime Indonesia.



BAB II EKONOMI MARITIM Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia belum mampu memberdayakan potensi ekonomi maritim. Negeri ini juga belum rnampu mentransformasikan sumber kekayaan laut menjadi sumber kemajuan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Indonesia bagaikan negara raksasa yang masih tidur. Indonesia juga memiliki posisi strategit antar benua yang meng- hubungkan negara-negara ekonomi maju. posisi geopolitis stra- tegis tersebut memberikan peluang Lrdonesia sebagai jalur eko- nomi. Pasalnya beberapa selat strategis yang merupakan jalur perekonomian dunia berada di wilayah NKRI, yakni, Selat Malaka, selat sunda, selat Lombok, selat Makassar dan selat ombai-wetar. Potensi geopolitis ini dapat digunakan Indonesia sebagai kekuatan Indonesia dalam percaturan politik dan ekonomi antar bangsa. . Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia Indonesia memiliki wilayah laut seluas 5,8 juta km persegi yang terdiri dari wilayah teritorial sebesar 3,2 juta km persegi dan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif indonesia (ZEEI) 7 juta km persegi. selain itu terdapat 17.504 pulau di lndonesia dengan garis pantai sepanjang 81.000 km persegi. Dengan cakupan yang demikian besar dan luas, tentu saja maritim indonesia mengandung keanekaragaman alam lau tyang potensial, baik hayati dan nonhayati. Sehingga sudah seharusnya sektor kelautan dijadikan sebagai penunjang perekonomian negara ini. Berdasarkan catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (ICG) sumbangan sektor perikanan terhadap produk domestik bruto (PDB) memiliki Peranan strategis. Terutama diban- dingkan sektor lain dalam sektor perikanan maupun PDB nasional' Pada tahun 2008 saja tercatat PDB pada subsektor perikanan men- capai angka Rp 136,43 triliun. Nilai ini memberikan kontribusi ter- hadap PDB kelompok pertanian menjadi sekitar 19,13 persen atau kontribusi terhadap PDB nasjonal sebesar 2,75 persen. Hingga triwulan ke III 2009 PDB perikanan mencapai Rp128,8 triliun atau memberikan kontribusi 3,36 persen terhadap PDB tanpa migas dan 3,L2 persen terhadap PDB nasional. Di antaranya, tanaman bahan makanan sebesar Rp347,841, triliun, per- ikanan Rp136,35 triliun, tanarnan perkebunan Rp106,186 triliun, peternakan Rp82,835 triliun, dan kehutanan Rp32,942 kiliun. Kemudian hingga triwulan m 2009, PDB kelompok pertanian, petemakan, ke- hutanan, dan perikanan sebesar Rp654,664 triliun. Dengan rincian, ta- naman bahan makanan Rp331,955 triliun, perikanan Rp12&808 triliun, tanaman perkebunan Rp84936 petemakan Rp 76,022 triliun, dan kehutanan Rp 12&808 triliun. Dari jenis sektor dalam kelompok pertanian, perikanan yang memiliki kenaikan rata-rata tertinggi sejak tahun2004-2008 sebesar27,06 persen. Kemudiansektor tanamanbahan makanan 2O56 persen, tanaman perkebun Nr 21,22 Persen, peterrtakan 19,87 persen dan kehutanan L8,8L persen. Catatan ini, semakin menguatkan anggapan bahwa sek'tor maritim sangat potensial dikembangkan sebagai penunjang ekonomi nasional. Tentu saja, sektor kelautan tidak hanya menghasilkan produk perikanan. Ironis, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan sumber daya alam berlimpah, perekonomian Indonesia ma- lah semakin terpuruk. Hutang negaraPun terus menggunung. fum- lahnya tidak tanggung-tanggung, mencapai Rp1'64,4 triliun atau mengambil 13,68 persen dari anggaran belanja negara 2011.



Melambungnya hutang tahun ini disebabkan adanya peningkatan hutang jatuh tempo. Total hutang pemerintah yang membengkak pada fanuan 20[1, mencapai Rp1.695 triliun atau naik Rp17,l3 triliun dibanding akhir 2010. Bila dikonversi ke kurs dolar Amerika Serikat, hutang Indonesia sekitar 197,19 miliar dolar AS. sementara jika mengacu pada pendapatan kotor negara sebesar Rp6,422 triliun, rasio hutang Indonesia sebesar 25 persen. Jelas ini angka yang tidak kecil. Pertanyaan besar muncuf seberapa besar pemanfaatan sumber kekayaan brdonesia sebagai negara kepulauan bisa menutupi hutang yang menumpuk tersebut? Guna menuju langkah ini diperlukan komitrnen yang mengarahkan pemerintah harus fokus pada perekonomian nasional di bidang maritim. Ini karena Indonesia memiliki potensi pembangunan eko- nomi maritim yang besar dan beragam serta belum sepenuhnya dikelola. Berbagai sektor dapat dikembangkan dalam upaya me- majukan dan memakmurkan perekonomian negara, mulai Jari pe- rikanan tangkap perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi maritim, pertambangan dan energi, pariwisata bahari, trngkutan laut, jasa perdagangan, industri maritim, pembangunan maritim (konstruksi dan rekayasa), benda berharga dan warisan budaya (cultural heitage), jasa lingkungao konservasi sampai dengan biodiversitasnya. Konsenterasi pembangunan perekonomian di bidang maritim di- harapkan dapat mengatasi keterbatasan pengembangan ekonomi berbasis daratan dan stagnasi perhrmbuhan ekonomi. Terlebih, laut Indonesia memiliki potensi besar yang mampu menghasilkan produk-produk unggulan. Banyak pihak memprediksi, perrnintaan produk maritim akan terus meningkat seiring denganbertambahnya penduduk dunia. sehingga, ekonomimaritimdiyakinidapatmenjadi unggulan kompetitif dalam memecahkan persoalan bangsa. Berdasarkan kajian yang ditakukan Pusat Kajian Sumber Daya pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB dan Badan Perencanaan Pemba- ngunan Nasional dan Puslitbang oseanologi LIPI pada tahunl997- t99& Incremental Capital output Ratio (ICOR) untuk sektor per- ikanan berkisar antara 2,75-3,95. Ini mengindikasikan subsektor tersebut memPunyai prospek cukup baik bagi investasi' Sementara sektor pariwisata bahari, merupakan sektor yang paling efisien dan resiko paling kecil dalam penanaman modal diban- dingkan dengan sub sektor'lain. Kajian tersebut merekomendasikan tiga hal yang harus dilakukan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasio- nal berbasis maritim, yaitu memperbesar dan memperluas di- versifikasi sektor-sektor maritim, memperbanyak investasi dengan memberikan stimulus pada sektor-sektor yang memPunyai Incre- mental Capital output Rafio (ICOR)yang relative rendah(perikanan dan pariwisata) serta meningkatkan efisiensi yang mencakup alokasi .rrrhu optimum berdasarkan jenis usaha, lokasi dan compatibility antar sektor maritim. Adapun selama ini kontribusi bidang maritim masih didominasi sektor pertambangan, diikuti perikanan dan sektor-sektor lain. Hal itu mengindikasikan jika sektor tersebut dipisah, maka gub bi- dang yang ada akan memiliki kontribusi signifikan terhadap per- tumbuhan PDB nasional.



EKONOMI MARITIM INDONESIA DIKUASAI ASING Salah satu potensi perekonomian maritim terbesar yang dimiliki Indonesia adalah sumber minyak bumi dan gas' Sayangnya In- donesia belum bisa memanfaatkannya secara maksimal. Ironisnya, sebagran besar sumber-sumber,energi tidak terbaharukan ini di-kuasai



pihak asing. Padahal sangat jelas, Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menyebut "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat" . Alih-alih memakmurkan rakyat, mem- bayar hutang negara pun tidak mampu. Salah satu contoh sikap pemerintah yang pro terhadap kepentingan asing adalah polemik blok Migas West Madura. Sekadar informasi, mulanya saham West Madura dimiliki Pertamina (50 persen), Kodeco (25 persen), dan CNOOC (25 persen). Sebulan menjelang habisnya masa kontrak, Kodeco mengalihkan sebagian sahamnya ke PT Sinergindo Cahaya Harapan dan CNOOC ke Pure Link Ltd, masingmasing sebesar L2,5 persen. Meski bukan Pemegang saham mayoritas, selama ini blok West Madura dikelola Kodeco, peru- sahaan minyak asal Korea Selatan. Sikap pemerintah yang berpihak pada kepentingan perusahaan asing terlihat dari beberapa kebijakannya. Pertama, Pertamina se- jak Mei 2008 telah lima kali meminta kepada pemerintah'agar blok West Madura sepenuhnya dikelola BUMN. Sayang, hingga kini pemerintah belum mengabulkan permintaan tersebut. Di sisi lain proses pengalihan saharn dari Kodeco dan CNOOC ke PT Sinergindo Citra Harapan (SCH) dan Pure Link Investment Ltd (PLI) hanya berlangsung dalam beberapa hari saja. Itupun tanpa tender yang transparan. Kedua porsi saham Pertamina diWestMadura adalah yang paling besar. Namun pada kenyataannya yang menjadi pengelola adalah Kodeco dengan kemampuan produksi hanya berada pada level 13- 14 ribu bph. Di sisi lain, Pertamina menyatakan sangguP menyedot minyak di ladang itu hingga 30 ribu barel per hari. Ketiga, potensi cadangan blok tersebut menurut Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) cukup besar, yalai 22,22 iutabarel minyak dan gas sebesar 219,8 BCFG. Jika diasumsikan harga minyak mentah 100 dolar AS per barrel dan gas 4 dolar AS per MMbhr, maka nilai potensi migas blok tersebut dapat mencapai Rp28 triliun. Jika blok tersebut dapat diproduksi 30 ribu barel migas perhari, ca- dangan tersebut baru habis selama enam tahun. Setelah dipotong cost recoaery 10 dolar AS perbarel, kekayaan yang dapat diraup sekitar Rp4 triliun pertahun. Menyerahkan pengelolaan kepada Kodeco, Pertamina sebagai BUMN tidak mendapat keuntungan sebagai operator. Inilah ironi negara yang kaya migas namtin pengelolaannya justru didominasi pihak asing. Padahal Pertamina sebagai satu-satunya BUMN di bidang migas memiliki kemampuan yang tak kalah he- batnya dibanding perusahaan asing. Kondisi ini terjadi karena terpasung regulasi yang kapitalistis, khususnya UU Migas No 2212001,, Pertamina disejajarkan dengan perusahaan-perusahan swasta termasuk asing. Dalam praktiknya bahkan cenderung dianaktirikan. Walhasil kekayaan negara ini tidak dapat dikuasai dan dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan rakyat. Dari aspek sumber daya alam, hrdonesia merupakan negara kaya. limah srrbur kaya mineral, lautan kaya ikan, berbagai barang tambang strategis, minyak dan gas tertimbun di perut bumi L:rdonesia. Namun jika dicermati satupersaht intervensi dan penguasaan oleh asing masih begitu besar dalam pemanfaatan sumberdaya alat tersebut. Berdasarkan data Indonesia Energy Statistic 2009, y angdikeluarkan Kementerian ESDIvI, total cadangan minyak Indonesia mencapai 2998 MMSTB (million standard tanker barrel). Iumlah ini menem- patkan Indonesia sebagai negara penghasil minyak terbesar ke29 di dunia. Sementara cadangan gas mencaPai 159,63 TSCF (triliun standard cubic feet) atau terbesar ke-LL dunia. Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ke-15 dunia. Per 2009 cadangan batubara mencapai 126 miliar ton. Indonesia juga kaya dengan energi.panas bumi (geotermal) yang telsebar di berbagai penjuru nusantara, potensinya



mencapai 28,1 GW. Barang tambangsepertinikel, emas, perak, timah, tembaga danbijibesi juga jumlahnya sangat melimpah. Bahkan Indonesia diketahui memiliki kualitas nikel terbaik di dunia. Namun, kekayaanalam tersebut justru lebihbanyak dinikmati negara lain ketimbang penduduk Indonesia. Berdasarkan Neraca Energi 2009 dari 346 Juta barel minyak mentah yang diproduksi di dalam negeri, 38 persm diekspor ke luar negeri. Ironisnya pada saat yang sama hrdonesia harus mengimpor minyak mentah 129 juta BOE, atau 35 persen dari total produksi dalarn negeri. tri terjadi karena 85 persen produksi minyak Lrdonesia dikuasai swasta termasuk asing. Di sisi lain, rakyat terus dibuat sengs,ua akibat harga minyak dinaikkan agar sesuai derrgan standar intemasional. Demikian pula dengan gas alam [rdonesia. Produksinya dimonopoli swasta asing. Sebagian besar hasilnya dijual ke luar negeri dengan kontrak-kontrak jangka paniang. Dari total produksi 459 juta BOE (banel of oil equfualent)pada2009, hampir 60 persen diekspor ke luar negeri yang terdiri dari gas alam (12 persen) dan dalam bentuk LNG 48 persen. Sisanya dibagi-bagi untuk industri (19 persen), PLN (10 persen) dan lain-lain. Padahal dengan jumlah tersebut, kebutuhan domestik sangat tidak memadai. Seiumlah industri menjerit-jerit kekurangan pasokan gas. Hal yang sama juga dialami PLN. Akibat kekurangan gas, PLN terpaksa menggunakan minyak yang biaya produksinya jauh lebih mahal. Negeri ini amat kaya, namun perut penduduknya kelaparan. Ibarat anak ayam mati di lumbung padi.



INDUSTRI DAN JASA MARITIM Sebagai negara maritim terbesar di dunia sudah seharusnya Irrdo- nesia menjadi bangsa yang makmur dan disegani. Namun, kenya- taannya dengan potensi sumber daya alam yang berlimpah, ne- gara ini seakan tak berdaya. Apalagi di bidang industri maritim, roda perekonomian Lrdonesia lumpuh terpenjara oleh kepentingan asing. Luas laut Indonesia y.ang mencapai 5,8 juta km persegi, ter- diri dari Q3 juta km persegi perairan teritorial, 2,8 juta km persegi. perairan pedalaman dan kepulauan 2,7 juta km persegi Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), serta dikelilingi lebih dari 77.504 pulau, menyimpan kekayaan yang luar biasa. |ika dikelola dengan baik, potensi kelautan Indonesia diperkirakan dapat memberikan peng- hasilan lebih dari 100 miliar dolar AS per tahun. Namun yang dikembangkan kurang dari 10 persen. Melihatbesarnya potensi lau t nusantara, sudah seharusnya Indonesia mempunyai infrastruktur maritim kuat, seperti, pelabuhan yang lengkap dan modern; sumber daya manusia (SDM) di bidang ma- ritim yang berkualitas; serta kapal berkelas, mulai untuk jasa pe- ngarigkutan manusia, barang, migas, kapal penangkap ikan sampai dengan armada TNI Angkatan Laut (AL). Namun kondisi ideal tersebut sulit tercapai. Hai ini terjadi karena industri maritirn Indonesia tidak dikelola dengan benar. Sehingga tak satu pun negara yang segan dan menghormati Indonesia sebagai bangsa maritim. Negara asing menempatkan bangsa Indonesia sebagai pasar produk mereka. Ironisnya, pemerintah hanya berdiam diri tanpa melakukan langkah perbaikan. Padahal, kedepan industri kelautan hrdonesia akan semakin stra- tegis, seiring dengan pergeseran pusat ekonomi dunia dari bagian Atlantik ke AsiaPasifik. Hd ini terlihat 70 persen perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia-Pasifik. Secara detail 75 Persen produk dan komoditas yang diperdagangkan dikirim melalui laut ftrdonesia dengan nilai sekitar ]..300 triliun dolar AS per tahun. Potensi ini dimanfaatkan Singapur4 dengan membangun pelabuhan pusat pemindahan (tr anshiprn enf ) kapal-kapal perdagangan dunia. Negara yang luasnya hanya 692.7 km persegi, dengan penduduk



4, 1 jutta jiwa itu telah menjdli pusat jasa transportasi laut terbesar di dunia. Bahkan ekspor barang dan komoditas Indonesia 70 persen melatri Singapura. Selama ini sudah menjadi rahasia umum bila industri dan jasa maritim Indonesia berada di bawah kendali Singapura. Lihat saia sebagian kapal yang berlayar menghubungkan antar pulau sebagian besar menggunakan bendera negeri The Red Dof, khususnya kapal yang memuat barang-barang terkait dengan berbagai macam industii. Sebagai contoh industri perkapalan yang bertebaran di beberapa tempat di Kepulauan Riau, khususnya di pulau Batam dan beberapa pulau sekitarnya, termasukpulau Karimun. Di sana terdapatinves- tasi bidang perkapalan dan mayoritas pelakunyaberasal dari negeri yang sangat takut terhadap KKOMarinir Indonesia. Pertanyaannya mengapa hal demikian bisa terjadi? Tidak sulit untuk merrjawabnya yaitu bisa jadi karena ada pembiaran dari pembuat ke' biiakan di bidang investasi. Bisa pula karena para pembuat kebijakan di negeri ini ddak paham strategisnya dunia maritim bagi Indonesia. Tersiar kabar pul4 ada agen-agen dari Singapura dibeberapa tempat skategis yang siap memotong bila ada kebijakan maritim yang menguntungkan Indonesia atau sebaliknya merugikan negeri tersebut. Keadaan semakinrumit karena sebagian indush'i perkapalan di dalam negeri masih harus berurusan dengan Singapura. Mengenai pembangunan kapal misalnya, seperti propeler, sistem pendorong radar dan lain sebagainya pabrikan subsistem tersebut terkadang tidak mau galangan Indonesia berhubungan langsung dengan kantor pusat mereka di Eropa atau Amerika. Tapi, harus melewati perwakilan regionatr mereka yang berada di negeri pencuri pasir itu. Pertanyaan besar muncuf kapan bangsa Indonesia sadar akan hal ini dan bertindak memlrtus rantai pengendalian negeri kecil tersebut?



PENGHAMBAT INDUSTRI MARITIM Di sisi lain, banyak faktor yang menghambat pembangunan industri maritim nasional. Pertama, sistem finansial. Kebijakan sek- tor perbankan atau lembaga keuangan di Lrdonesia yang seba- gian besar keuntungannya diperoleh dari penempatan dana di Sertifikat Bank Indonesia (SBI), untuk pembiayaan industri mari- tim sangat tidak mendukung. Ini karena bunga pinjaman sangat tings.Berkisar antara 11-12 persen per tahun dengan 100 persen kolateral (senilai pinjaman). disandingkan dengan sistem perbankan Singapura yang hanya mengenakan bunga dua persen+LIBOR dua persen (total seki- tar 4 persen) per tahun. Equity-nya hanya 25 persen sudah bisa mendapatkan pinjaman tanpa kolateral terpisah. Sebagai con- toh bagi pengusaha kapal, kapal yang dibelinya bisa jaminan. Tidak heran, jika p,engusaha nasional kesulitan mencari pembiayaan untuk membeli kapal, baik baru maupun bekas mela- lui sistem perbankan Indonesia. Kedua, sesuai dengan Kepmmkeu No 370ACtuIK.03l2W3 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambalnn Nilai yang Dibebasknn Atas hnpor dnnlatau P myerahnn Barang Kena P aj ak Tirtentu danl atau P enyualwn I asa Kena P aj ak Tertentu, bahwa sektor perknpalan mendapat pembebasan pajak. Narrrun, semua pembebasan pajak itu kembali harus dibayar jika melanggar pasal'I..6, Gntang Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang pada impor atau pada saat perolehan Barang Kena Pajak Tertentu disetor kas negara apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan. Artinya kebijakan tersebut banci. Jika pengusaha menjual kapatrya sebelum 5 tahun harus membayar pajak kepada negara sr.lber;ar 22,5 persen dari harga penjualan ePn 10 persen, PPh impor 7,5 persen dan bea masuk 5 persen). Padahal di indonesia jarang ada



kontrak penggunaan kapal lebih dari 5 tahurU paling banyak 2 tahun. Supaya pengusaha kapal tidak menanggung rugi berkepanjangan mereka ha- rus menjual kapal:rya. Namun, pengusaha harus membayar pajak ter- hutang kepada negara sesuai Pasa1 16 tersebut. Jika demikian, industri maritim negara ini terhambat oleh kebijakan fiskal yang dianut " Sebaliknya di Singapura pemerintah akan memberikan insentif, seperti pembebasan bea masuk pembelian kapal, pembebasan pajak bagi perusahaan pelayaran yang bertransaksi di atas 20 juta dolar AS. Mereka sadar bahwa inrrestasi di industri pelayaran bersifat slotn yielding sehingga diperlukan insentif. Kalaupun kapal harus dijual, pemerintah Singapura juga membebaskan pajaknya. Pemerintahan di negara maju telah berpikir meski penerimaan pa- jak menurun, tetapi penerimaan dari sektor lain akan bertambah. Misalnya semakin banyak tenaga kerja asing tinggal dan bekerja pada akhimya akan banyak uang yang dibelanjakan di negara ter- sebut. Selain ittu transaksi perbankanbiasanya akan semakinbanyak, sehingga pendapatan negara akan meningkat. Ini adalah pola pikir dan langkah pemerintahan yang dikelola oleh negarawan cerdas. Ketiga,buruknya kualitas sumber daya maritim Indonesia menyebab- kan biaya langsung industri maritim menjadi tinggi. Meskipun gaji tenaga Indonesia sepertiga gaji dari tenaga kerja asing, tetapi karena rendahnya disiplin dan tanggun gSawab, menyebabkan biaya yang harus ditanggung pemilik kapal berbendera dan berawak 100 persen orang Indonesia (sesuai dengan UU No 7712008 tentang Pe- layaran) sangat tinggi. Sebaiiknya, jika kapal berawak 100 persen asing yang mahal, ternyata pendapatan perusahaan pelayaran bisa meningkat dua kali lipat. Keempat, persoalan klasifikasi industri maritim di tangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan kendali Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungary PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), membuat industri maritim Indonesia semakin terpuruk. Semua kapal yang diklasifikasi atau disertifikasi PT BKI, diduga tidak diakui asuransi perkapalan kelas dunia. Kalaupun diakui, pemilik kapal harus membayar premi asuransi sangat mahal. Disinyalir, kondisi ini terjadi karena dalam melakukan klasifikasi, PT BKI kurang profesional. Penilaiarurya diragukan semua pihak. Patut diduga PT BKI masih menganut pemahaman dengan uang pelicin sernuanya beres. Sebab itu, sebagian pemilik kapal memilih tidak rneregister kapalnya di Indonesia, tetapi di Hongkong Malaysia atau Singapura. Akibatrya pelaksanaan UU No 1712008 hanya retorika. Karena mereka menganggap klasifikasi yang dike- luarkan PT BKI sebuah'pepesan kosong'yang diragukan industri maritim global.Jika industri maritim Indonesia mau berkembang dan siap ber- saing dengan industri sejenisnya, maka pemerintah khususnya Kementerian Perhubungan, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian BUMN dan Kelnenterian Keuangan harus mem-buka mata dan iangan mau dipengaruhi para pelobi yang mewakili pi hak-pihak pencari keuntungan, tanpa memikirkan nasib bangsa. Langkah pertama, melakukan revitalisasi atau deregulasi di sektor fiskal sehingga lndonesia bisa kompetitif. Kecuali bangsa ini mau menjadi pecundang terus.Selanjutnya lakukan perombakan total di lingkungan lembaga pemberi klasifikasi sehingga dunia pelayaran internasional dan asuransi kerugian mengakui keberadaannya. Kemudian, susun ulang kurikulum lembaga pendidikan maritim oleh Kemendiknas agar Indonesia mempunyai sumber daya manusia maritim yang berkualitas dan bertanggung jawab. Jika tidak industri maritim Indonesia hanya tinggal nama.



Industri Perkapalan Indonesia dengan perairan yang luas, membufuhkan sarana trans- portasi kapal yang mampu men;'angkau pulau-pulau yang jum- lahnya mencapai lebih d ari17 .504pulau. Tidak heran jika kebutuhan industri perkapalan setiap tahun terus meningkat. Sebagai negara kepulauan, sudah seharusnya Indonesia mengembangkan industri perkapalan nasional. Kebijakan ini didukung dengan adanya Inpres No 5/2005 yang intinya bahwa seluruh angkutan laut dalam negeri harus diangkut kapal berbendera Indonesia. Tetapi, permintaan ter- sebut tidak diimbangi dengan kemampuan memproduksi kapal.hrdustri perkapalan merupakan industri padat karya dan padat modal yang memiliki daya saing tingg. Karena ih1 dukr:ngan pe- merintah sebagai pemegang kewenangan sangat penting. Faktor kebijakan moneter dan fiskal, masih sulitrya akses dana perbankan dan tingginya bunga menjadi beban para pelaku usaha. [rdustri kapal iuga diharuskan membayar pajak dua kali lipat. Masalah lain adalah nninimnya keterlibatan perbankan. Perbankan enggan menyalurkan kredit kepada industri perkapalan. Mereka beranggapan, industri perkapalan penuh risiko karena kontrol terhadap industri ini sulit. Selain itu, masalah lahan yang digunakan industri perkapalan ter- utama galangan kapal besar berada di daerah kerja pelabuhan dan hak pengelolaan lahan (HI,L) dikuasai PT Pelindo. Sehingga Industri perkapalan masih sangat tergantung pada HPL. Padahal, jika ada keleluasaan lahan di pelabuhan bukan tidak mungkin industri kapal lebih berkembang. Dalam pengernbangan jasa maritim hendaknya diarahkan untuk meraih empat tujuan secara seimbang yakni pertumbuhan ekonomi ti.gg, secara berkelanjutan dengan industri dan jasa maritim sebagai salah satu penggerak utama Qrime moaer); (2) peningkatan kesejahteraan seluruh pelaku usaha, khususnya para pemangku kepentingan yang terkait industri dan jasa maritim; (3) terpeliharanya kelestarian lingkungan dan sumberdaya maritim; dan (a) menjadikan industri dan jasa maritim sebagai salah satu mo- dal bagi pembangunan maritim nasional. Sehingg+ adabenang me- rah yang dapat terlihat antara oceanpolicy dan pengelolaan sumber daya maritim dengan industri dan jasa maritim sebagai penggerak bagi pertumbuhan sektor maritim. Untuk tahun 2010 saja, Pertamina telah memesan enam unit kapal dari industri galangan kapal dalam negeri. Bahkan, hingga 2015 nantl, Pertamina berencana menambah 35 unit kapal tankemya. Pertamina mengubah paradigma dengan mengurangi kapal sewaan karena pengalaman tahun 2006lalu saat terjadi bencana tsunami di Aceh. Saat itu kapal sewaan tidak ada yang mau mengantar barang ke lokasi bencana, padahal Pertamina sebagai agent of deaelopment pemerintah harus melakukan pengantaran ke daerah manapun di NKRI termasuk di wilayah yang terkena bencana. Pemerintah berupaya mendorong agar industri galangan kapal nasional dapat menikmati pasar di dalam negeri yang terus ber- kenrbang. Terlebih lagi, adanya kebijakan asas cabotage sebenarnya memberi peluang bagi pelaku industri untuk meningkatkan pro- duksi. Seperti yang diketahui, padaAgustus 2010 empat galangan kapal nasional mendapat kepercayaan untuk membangun lima unitkapalbaru milik Pertamina senilai97,38 juta dolarAS. Kelima kapal baru yang dikerjakan di galangan PT PAL Indonesia, PT DPS, PT DRU dan PT Dumas Tanjung Perak tersebut, masing- masing berukuran 3.500 Long Ton Dead Weight (LTDW), 6.500 LTDW, dan 17.500 LTDW. Sebagai contoh, pemanfaatan kurang maksimal yang dilakukan Indonesia adalah rumput laut. Padahal rumPut laut selain sebagai bahan makanan, juga dapat diolah menjadi



lebih dari 500 produk komersil. Sayangny+ Nilai ekspor rumput laut Filipina bisa men- capai 700 juta dolar AS, sementara Indonesia hanya 45 juta dolar AS saja. Padahal 65 persen bahan mentah mereka diimpor dari Lrdonesia termasuk dari Sulawesi Utar+ Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Artinya Indonesia kurang kuat dalam industri end product maritim karena dukungan teknologi serta formulasi yang tertinggal. Indonesia hany'a mampu memanfaatkan potensi maritim sebatas r bahan baku. Hal ini antara lain disebabkan tidak padunya strategi pengelolaan produk. Misalnya, sebagian besar kawasan potensi rumput laut ada di Indonesia Timur, n€unun pabrik-pabriknya jus- tru masih berpusat di Bekasi, lakarta, Tangerang dan Surabaya. Kegiatan pengelolaan BMKT telah berhasil mengangkat BMKT sebanyak 12 (dua belas) dari beberapa lokasi kapal karam yang selanjutrya menjadi prioritas utama PANNAS BMKT untuk pe- manf aatannya, dengan mempertimbangkan kepentingan pelestarian nilainilai seiarah, ilmu pengetahuan, kebud4yaan dan ekoromi' Bedasarkan data dari Menteri Kelautan danPerikanan (KKP) sendiri menyebutkan bahwa ada sekitar 7O0 sampai 800 titik harta karun yang potensial untuk diangkat, namun yang teridenfikasi baru 463 titik. Sampai sekarang lebih kurang 46 titik yang sudah {iangkat atau sekitar 10 persen. Tapi yang teriual melalui proses pglelangan dengan baik belum ada. Selain pengelola BMKT yang masih berbentuk panitia nasional, BMJ(I juga dikelola oleh perwakilan berbagai instansi. Hal itu akan menyulitkan dalam berkoordinasi. Melanjutkan keterangannya Nafis mengatakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga tidak memperlihatkan keseriusannya dalam mengelola BMKT. Sehingga bagaimana flrau menyelamatkan harta karun yang dibawah laut apabila di intemal mereka saja masih banyak yang harus dibenahi. Selain persoalan tersebuf BMKT juga tidak didasari dengan pe- raturan yang jelas-.Menurutny4 Keppres yang sudah ada (Keppres , No 1022000) tidak memberikan aturan secara detil. Padahal kata dia, jika BMKT ilq mampu dikelola dengan baik, maka manfaat yang didapatkan negara sangat besar. Tidak hanya sekadar keuntungan yang bersifat materi yang didapat, tapi jugi keuntungan yang sifatnya nonmateri seperti kebudaayan, pendidikan dan lainnya.



PERIKANAN Berdasakan data Kementerian' Kelautan dan Perikanan, potensi sumberdaya perikanan tangkap 6,4 juta ton per tahun, produksi perikanan tangkap di laut sekitar 4,7 ton per tahun dari jumlah tangkapan yang diperbolehkan maksimum 5,2 juta ton per tahun sehingga hanya tersisa 5 juta ton per tahun. Disinggung mengenai kurang optimalnya PANNAS BMKT dalam melakukan perumganan, Sudirman biasa disapa dengan tegas menrbantahnya. Menurutnya, penanganan BMKT sudah dilakukan serius dengan cara proses perizinan survei dan perizinan pengang- katan harus melalui penilaian tim teknis dan harus disetujui instansi yang terkait. Kemudian telah dimiliki warehause BMKT untuk penanganan BMKT hasil pengangkatan Tidak hanya itu, Sudirman juga mengakui telah dilakukan pen- distribusian sebagian hasil pengangkatan ke 10 lembag+ khususnya lembaga pendidikan dan penelitian untuk tujuan pengkayaan Bo., leksi dan menunjang ilmu pengetahuan. Sudirman mengataftan saat ini kami terus mengoptimalkan, pengawasan dan pengendalian yang didukung dengan surnberdaya yang memadai dari pegi sa- rana, prasarana dan SDM. Kernudian pelibatan masyarakgqt dalam mengawasi BMKT. Sementara nrengenai revisi Keppres Nq 1072000 Sudirman mengatakan Keppres No 1072000 sudah l4engalami dua kali revisi sejak tahun 2007, yaituKeppres No. L9 Tahun



2007 yang. kemudian direvisi menjadi Keppres No 1212009. Sudirman menambahkan, mengenai penggunaan kata harta karun, menurutnya perlu diklarifikasi, dimana penggunaan istilah harta karun kurang tepat. Mengingat, penggunaan istilah harta karun cenderung dikaitkan dengan aspek ekonomi yang pantinya akan menjadi incaran banyak para pemburu harta karun. Di tengah upaya mernbangun industrialisasi perikanan dalam ne- ger'r, Kementerian Kelautan dan Perikanan (IC(P) iustm tidak bisa membendung masulirrya ikan impor. Bahkan, ikan dalam kemasan pun betras masuk ke Tempatt Pelelangan Il