Elektro Adsorbsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DEGRADASI POLUTAN PADA AIR LIMBAH INDUSTRI BATIK DENGAN TEKNOLOGI ELEKTRO-ADSORPSI Artfa Farahnadia Phasa, Bagas Al Ridho Nur Suharto, Purwanto*) E-mail : [email protected] Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275 Abstrak Pertumbuhan manusia yang semakin pesat berhubungan dengan bertambahnya kegiatan industri dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia, salah satunya adalah industri batik. Berbagai cara telah dilakukan untuk penghilangan polutan yang terkandung dalam air limbah industri batik, contohnya dengan lumpur aktif, filtrasi, koagulasi, fenton dan lain-lain. Namun cara-cara tersebut masih memiliki beberapa kekurangan. Maka dari itu, perlu dilakukan alternatif pengolahan limbah dengan prinsip elektrolisis yaitu dengan metode elektro-adsorpsi. Adsorpsi merupakan metode pemurnian yang banyak digunakan dalam industri batik. Sedangkan elektro adsorpsi merupakan gabungan antara proses adsorpsi dan elektrokimia. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah dari industri batik sedangkan alat yang digunakan adalah rangkaian alat elektrolisis dengan elektroda stainless steel dan polyaniline sebagai pelapisnya. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh rapat arus dan jarak elektroda terhadap efisiensi proses elektro-adsorpsi serta penentuan model kesetimbangan dan kinetika proses elektro-adsorpsi. Variabel operasi adalah pada arus 1,5; 2; 2,5 dan 3 A serta pada jarak elektroda 2,3 dan 4 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi operasi paling optimum adalah saat arus 3A dan jarak elektroda 2 cm, dengan nilai efisiensi sebesar 82,5%. Proses elektro-adsorpsi pada penelitian ini mengikuti model isoterm Langmuir serta model kinetika pseudo-second order. Kata kunci: Elektro-adsorpsi, degradasi COD, limbah batik, model kesetimbangan, kinetika Abstract Human growth is increasing rapidly associated with the increasing of industrial activity in order to meet human needs, one of which is the batik industry. Various methods have been undertaken to remove dyes contained in the batik industry's waste water, for example by active sludge, filtration, coagulation, phenton and others. But they still have some shortcomings. Therefore, it is necessary to do waste treatment alternatives containing substances with electrolysis principle that is by electro-adsorption method. Adsorption is a purification method widely used in the batik industry. While electro adsorption is a combination of adsorption and electrochemical processes. The material used in this research is batik industrial waste water while the tool used is a series of electrolysis tool with stainless steel electrode and polyaniline as coating. The purpose of the study was to determine the effect of current density and electrode gap on the efficiency of the electro-adsorption process and the determination of the equilibrium and kinetics model of the electro-adsorption process. The operating variable is in the current of 1,5; 2; 2,5 and 3 A as well as at the electrode gap of 2,3 and 4 cm. The results showed that the most optimum operating conditions when the current was 3A and the electrode gap is 2 cm, with an efficiency value of 82.5%. The electro-adsorption process in this study follows the Langmuir isotherm model and the pseudo-second order kinetics model. Keywords: Electro-adsorption, COD Degradation, batik waste, equilibrium isoterm, kinetics



*penulis korespondesi



1.



Pendahuluan Pertumbuhan dan perkembangan manusia yang semakin pesat berhubungan dengan bertambahnya kegiatan industri dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia tersebut. Hal yang tidak lepas dari bertambahnya kegiatan industri adalah limbah. Akibatnya beban pencemaran lingkungan semakin berat, sedangkan kemampuan alam untuk menerima beban limbah terbatas. Jenis limbah industri banyak macamnya, tergantung bahan baku dan proses yang digunakan masing-masing industri. Masing-masing limbah memerlukan penanganan tersendiri agar dapat mencapai baku mutu yang ditetapkan. Sejak pewarna sintetis ditemukan, lebih dari 100.000 jenis pewarna digunakan pada berbagai industri termasuk industri tekstil, kosmetik, kertas, makanan, dan lain-lain. Lebih dari 0,7 ton bahan pewarna diproduksi setiap tahun. Zat pewarna azo dengan berbagai macam warna merupakan jenis pewarna yang paling banyak digunakan untuk pewarnaan tekstil dan kertas. Selama proses pewarnaan, 10-15% dari penggunaan zat pewarna dibuang menjadi air limbah dan menyebabkan bahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Selain itu zat pewarna bersifat racun bagi flora dan fauna. Sehingga, penghilangan warna (dekolorisasi) menjadi aspek yang sangat penting sebelum limbah tersebut dibuang ke lingkungan (Asad, et al., 2007). Limbah batik sebagian besar terdiri dari zat warna yang cukup sulit didegradasi di lingkungan tanpa pengolahan khusus. Salah satu jenis pewarna yang sering digunakan pada industri batik adalah zat warna reaktif azo (remazol red, remazol blue, remazol black). Lebih dari 50% produksi zat pewarna di dunia adalah pewarna azo (Pandey, et al., 2006). Hampir semua zat pewarna azo dapat menjadi racun bagi ekosistem di perairan (Saratale, et al., 2011). Berbagai cara telah dilakukan untuk menghilangkan senyawa polutan yang terkandung dalam air limbah industri batik, baik secara biologi, fisika maupun kimia. Pengolahan secara biologi biasanya menggunakan mikroorganisme seperti jamur. Pengolahan secara fisika dan kimia meliputi proses koagulasi, filtrasi, adsorpsi, dan menggunakan agen oksidasi kuat seperti H2O2, O3 dan reagen Fenton. Namun cara-cara tersebut masih memiliki beberapa kekurangan seperti dihasilkannya lumpur dalam kuantitas yang besar, efisiensi yang rendah dan biaya operasi yang tinggi (Holkar, et al., 2014). Alternatif pengolahan limbah yang mengandung zat warna dengan prinsip elektrolisis yaitu dengan metode elektro-adsorpsi. Metode elektro-adsorpsi sendiri membutuhkan 2 logam yang berfungsi sebagai anoda dan katoda, dimana dalam prosesnya partikel zat pewarna akan terserap ke permukaan elektroda yang terpakai (Pirkarami, et al., 2013). Berbagai cara telah dilakukan untuk menghilangkan zat warna sintetis yang terkandung dalam air limbah industri batik salah satunya dengan



elektro-adsorpsi. Penelitian menyangkut elektroadsorpsi telah digunakan pada proses desalinasi (Liu & Zhou, 2013), penanganan liquified water pada industri besi dan baja (Yun-Hua, et al., 2011) dan proses adsorpsi tetracycline menggunakan elektroda karbon sintetis dan komposit anilin dengan efisiensi proses 95,11% (Li, et al., 2016). Azam Pirkarami (2013) juga melakukan studi fotoelektro-adsorpsi pada komponen pewarna azo (Acid Red 98, Acid Orange 2 and Acid Blue 92) dengan 96% zat warna teradsorpsi pada permukaan elektroda. Pada penelitian ini mengkaji proses elektro-adsorpsi untuk menghilangkan zat warna sintetis Remazol Red pada air limbah industri batik. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji pengaruh rapat arus dan jarak elektroda terhadap efisiensi proses degradasi senyawa polutan pada air limbah industri batik menggunakan metode elektro-adsorpsi, serta menghitung laju kinetika dan kesetimbangan reaksi degradasi senyawa polutan pada air limbah industri batik menggunakan metode elektroadsorpsi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam hal suatu metode alternatif pengolahan limbah cair industri batik berbasis proses yang ramah lingkungan karena menggunakan bahan yang tidak berbahaya bagi lingkungan serta ekonomis, dan juga diharapkan hasil dari limbah yang telah didegradasi mampu memenuhi baku mutu limbah cair yang sesuai. Selain itu diharapkan output dari jurnal ilmiah ini dapat memberikan informasi dari pengembangan ilmu pengetahuan Indonesia. 2.



Bahan, Alat dan Metode 2.1. Bahan 1. Limbah industri batik 2. Elektroda Stainless Steel 3. Aniline 4. Asam Klorida (HCl) 5. NaOH 6. Aquadest 2.2. Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah rangkaian alat elektrokimia dengan reaktor batch seperti pada gambar:



1. 2. 3. 4. 5. 6.



Keterangan: DC Power Supply Anoda Katoda Air limbah / Electrolytic Cell Magnetic Bar Magnetic Stirrer



Gambar 2.1 Rangkaian alat percobaan



2.3. Variabel Percobaan Kondisi Operasi 1. Tipe elektroda : Stainless Steel 2. Jenis Limbah : Limbah Industri Batik 3. Luas permukaan elektroda : 5 cm x 10 cm 4. Konsentrasi Anilin : 0,4 M 5. Volume : 0,5 L 6. Konsentrasi HCl :1M 7. Tegangan : 2 Volt 8. Waktu : 60 menit Variabel Operasi 1. Rapat arus : 1,5 ; 2 ; 2,5 ; dan 3 A 2. Jarak elektroda : 2, 3 dan 4 cm 2.4. Prosedur Penelitian Tahap Pelapisan Elektroda Bahan untuk elektroda dipersiapkan dengan ukuran yang telah ditentukan. Elektroda yang dipakai adalah stainless steel dengan ukuran 5x10 cm. Kemudian elektroda tersebut dilapisi dengan bahan pelapis (coating) yang berupa anilin dengan menggunakan proses elektropolimerisasi. Proses coating dilakukan dengan cara mencampurkan larutan asam klorida 1 M 38 ml, 0.4 M anilin 27 ml dan 150 ml aquadest ke dalam beaker glass 250 ml. Setelah larutan tercampur, elektroda dicelupkan ke dalam larutan dan dialiri arus listrik 4 A selama 60 menit pada suhu kamar. Proses coating selesai apabila warna elektroda telah berubah dari silver mengkilap menjadi abu-abu kehitaman serta warna larutan yang berubah menjadi hijau kehitaman mengindikasikan telah terbetukya polianiline film yang melapisi elektroda tersebut. Persiapan Limbah Penelitian ini menggunakan limbah industri batik. Kemudian ditambahkan NaOH atau HCl untuk mencapai pH sama dengan 7. Limbah ini juga harus dianalisa konsentrasi awal COD sebelum dilakukan percobaan. Proses Degradasi Mempersiapkan rangkaian alat elektrokimia dengan katoda dan anoda. Kemudian limbah sebanyak 500 ml dimasukkan ke dalam beaker glass. Setelah terisi, celupkan katoda dan anoda kemudian disambungkan ke sumber arus DC. Proses degradasi dilakukan selama 60 menit. Sampel diambil +15 ml setiap kelipatan 15 menit untuk dianalisis. 2.5. Analisa Hasil Analisis COD 1. Menyalakan reaktor COD dan mengatur suhu reaktor hingga 150ºC lalu tunggu 15 menit. 2. Memasukkan 2,5 ml sampel, 1,5 ml digestion solution, dan 3,5 ml larutan pereaksi asam sulfat ke dalam tabung reaksi. 3. Menutup tabung reagen tersebut dan mengocoknya secara perlahan hingga homogen. 4. Memasukkan tabung reaksi tersebut ke dalam reaktor COD dan biarkan bereaksi selama 2 jam.



5. Mematikan reaktor COD dan biarkan tabung reaksi tersebut beberapa menit hingga dingin (suhu kamar) untuk mencegah terbentuknya endapan. Jika perlu, saat pendinginan sesekali tutup tabung dibuka untuk mencegah adanya tekanan gas. 6. Mengukur serapan contoh uji pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm. 7. Menghitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi Perhitungan Efisiensi, Kinetika Reaksi dan Model Kesetimbangan Perhitungan efisiensi proses elektroadsorpsi, dapat dihitung dengan menggunakan salah satu persamaan berikut: Efisiensi (%) = (1) qe = (Co – Ce) x V/m (2) Keterangan: qe = Jumlah adsorbat terserap per massa padatan pada kesetimbangan, mg/g Co = Konsentrasi awal larutan, mg/L Ce = Konsentrasi larutan pada kesetimbangan, mg/L m = Massa Adsorben (2,42 gram) V = Volume larutan pada percobaan (0,5 L) Penentuan kinetika adsorpsi dapat dilakukan dengan menggunakan metode regresi linear. Model kinetika yang digunakan adalah pseudo-first order, pseudo-second order dan difusi intrapartikel. Model kinetika pseudo-first order dapat dirumuskan: ln (qe-qt) = ln qe - k1.t Model kinetika pseudo-second order dapat dirumuskan: Model kinetika difusi intrapartikel dapat dirumuskan: qt = k3.t1/2 + C Dimana qe dan qt (mg/g) adalah jumlah COD teradsorpsi saat kesetimbangan dan saat waktu t (menit), t adalah waktu (menit), C adalah konstanta lapisan batas proses difusi (mg/g) serta k1 (min-1); k2 (g·mg-1.min-1); k3 (mg·g-1.min-1) adalah konstanta kecepatan adsorpsi. Dari hasil pengaluran linear ln (qe-qt) vs. t (pseudo-first order), t/qt vs. t (pseudo-second order) dan qt vs. t1/2 (difusi interpartikel), akan diperleh nilai koefisien korelasi (R2) yang menunjukkan kecenderungan pemilihan model kinetika yang sesuai untuk adsorpsi yang terjadi. Sedangkan penentuan model isoterm adsorpsi dilakukan dengan menggunakan metode regresi linear terhadap persamaan isoterm Langmuir dan Freundlich. Bentuk logaritmik persamaan isoterm Freundlich (Panneerselvam, 2009) dapat ditulis menjadi:



Menurut Panneerselvam, et al. (2009) persamaan isoterm Langmuir dapat ditulis sebagai berikut :



Dengan Qe adalah jumlah adsorbat terserap per massa padatan pada kesetimbangan (mg/g), Ce adalah konsentrasi larutan pada kesetimbangan (mg/L), Kf adalah kapasitas adsorpsi relatif adsorben (mg/g), 1/ adalah konstanta indikatif yang menunjukkan intensitas proses adsorpsi, Qo adalah kapasitas adsorpsi lapisan tunggal (mg/g) dan b adalah konstanta yang berhubungan dengan energi adsorpsi adsorpsi lapisan tunggal (mg/g) dan b adalah konstanta yang berhubungan dengan energi adsorpsi. Dari hasil pengaluran linear log qe terhadap log Ce (model Freundlich) dan 1/qe terhadap 1/Ce (model Langmuir) akan diperleh nilai koefisien korelasi (R2) yang menunjukkan kecenderungan pemilihan model isoterm yang sesuai untuk adsorpsi yang terjadi. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Pengaruh Rapat Arus terhadap Efisiensi Proses Elektro-adsorpsi Percobaan elektro-adorpsi untuk penentuan pengaruh rapat arus ini dilakukan dengan empat variabel bebas yang berbeda yaitu pada kuat arus 1.5A, 2A, 2.5A dan 3A. Kondisi operasi percobaan ini adalah pada saat volume air limbah 500 ml dengan jarak elektroda 2 cm dan waktu proses selama 60 menit untuk setiap variabel dengan analisa sampel tiap 15 menit. Hasil yang didapatkan dari percobaan dapat diketahui melalui gambar 4.1 berikut. 1,5 A



1750 Konsentrasi COD (mg/L)



organik yang terdapat pada limbah tekstil hingga menghasilkan gas H2 yang akan mempengaruhi reduksi COD (Rohayati, et al., 2017). Berdasarkan teori double layer, penurunan COD disebabkan flok yang terbentuk oleh ion senyawa organik berikatan dengan ion dari elektroda. Prinsip kerja yang terjadi pada elektro-adsorpsi sama seperti teori double layer yaitu pembentukan flokulasi partikel bersifat adsorbsi, ion elektroda bermuatan positif akan menyerap ion negatif limbah seperti nitrit, phospat, dan senyawa organik lain dan membentuk flok yang membantu proses penurunan COD (Geoffrey, et al., 2006). Reaksi kimia pada proses elektro-adsorpsi terhadap limbah batik terjadi akibat arus yang dialirkan, karena pada sel elektro-adsorpsi reaksi tidak berlangsung spontan. Selama proses elektro-adsorpsi terdapat beberapa reaksi yang terjadi di anode, katode maupun dalam larutannya (Cheikha, et al., 2009). Dimana reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 1. Pada permukaan elektroda positif (anoda): F → F 2+ + 2e 2. Sekitar elektroda: Fe2+ + 2(OH)- → F (OH)2 3. Pada permukaan elektroda negatif (katoda): Fe2+ →F 2H2O → H2 + 2(OH)- + 2e



2A 1250



2,5 A



750



3A



250 0



20



40



60



80



Waktu (menit) Gambar 3.1 Pengaruh Rapat Arus Terhadap Penurunan nilai COD Gambar di atas menunjukkan penurunan nilai COD limbah industri batik terbesar terdapat pada arus 3 A dengan nilai efisiensi sebesar 82,5%. Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu kontak dan semakin besar kuat arus maka penurunan COD juga semakin besar. Hal ini disebabkan proses oksidasi dan reduksi didalam proses elektro-adsorpsi (Novianti & Agung, 2012). Elektroda stainless steel memiliki peran penting dalam proses elektro-adsropsi yaitu berperan sebagai penghantar arus listrik dalam larutan agar terjadi reaksi oksidasi pada anode dan reduksi pada katode. Kedua reaksi tersebut akan mempercepat degradasi senyawa



Gambar 3.2 Proses terbentuknya lumpur pada proses elektro-adsorpsi Stainless steel yang digunakan dalam penelitian ini adalah elektrode dengan sifat reaktif, memiliki kandungan utama besi (Fe). Kerena sifatnya yang reaktif menyebabkan elektode tersebut sangat mudah teroksidasi. Ketika proses elektro-adsorpsi, besi teroksidasi membentuk Fe2+ yang kemudian mengikat ion OH- membentuk Fe(OH)2 yang disebut sebagai agen koagulan. Koagulan tersebut kemudian menetralisasi partikel koloid yang bermutan negatif sehingga membentuk kumpulan-kumpulan material berbentuk busa dan padatan yang akan naik dan mengapung di permukaan air (Rodrigues, et al., 2015). Proses tersebut secara visual dapat dilihat pada Gambar 4.2 diatas. Penggunaan elektroda stainless steel akan menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi membentuk agen koagulan Fe(OH)2, dimana semakin besar kuat arus dan tegangan yang diberikan semakin banyak pula



2 cm 3 cm



750



4 cm



Konsentrasi COD (mg/L)



1250



250 0



20



40



60



80



Waktu (menit)



Gambar 3.3 Pengaruh Jarak Elektroda Terhadap Penurunan nilai COD Gambar di atas menunjukkan bahwa pada jarak elektroda 2 cm merupakan jarak yang paling efektif terhadap penurunan COD dengan nilai efisiensi sebesar 82,5%. Jarak elektroda 2 cm mengakibatkan degradasi senyawa organik paling cepat, hal ini disebabkan oleh hantaran pada jarak 2 cm paling besar. Hantaran suatu sel elektrokimia berbanding lurus dengan hantaran jenis dan luas permukaan elektroda, berbanding terbalik dengan jarak antara kedua elektroda (Bird, 1987). Semakin dekat jarak antar elektroda berarti hantaran semakin besar, sehingga ion-ion yang ada di dalam larutan semakin efektif untuk mendegradasi senyawa-senyawa kontaminan. Selain hantaran, efektifitas degradasi ditentukan oleh mobilitas ion. Mobilitas ion merupakan gerakan ion-ion menuju elektroda positif maupun elektroda negatif. Semakin dekat jarak antar elektroda, maka semakin cepat ionion menuju elektroda, sehingga semakin efektif reaksi degradasi (Wiratini, 2017). Selain dipengaruhi oleh hantaran dan mobilitas ion, degradasi limbah lindi juga dipengaruhi oleh arus yang dibawa oleh ion-ion. Semakin dekat jarak antar elektroda maka makin besar jumlah arus yang dibawa oleh masing-masing ion dalam sel elektrokimia, sehingga proses redoks menjadi optimal (Wiratini, 2017). Dimana reaksi redoks yang terjadi adalah: 1. Pada permukaan elektroda positif (anoda): F → F 2+ + 2e 2. Sekitar elektroda: Fe2+ + 2(OH)- → F (OH)2 3. Pada permukaan elektroda negatif (katoda): Al3+ 3 → Al 2H2O → H2 + 2(OH)- + 2e



dirumuskan: Model kinetika difusi intrapartikel dapat dirumuskan: qt = k3.t1/2 + C Setelah melalui pengaluran data pada saat arus 3 A dan jarak elektroda 2 cm, didapatkan grafik untuk masing-masing model kinetika. 6,00 y = -0,0492x + 5,42 R² = 0,9817



5,00



ln (qe-qt)



1750



Jumlah ion Fe2+semakin sedikit ditandai dengan semakin sedikit gelembung yang terbentuk di anoda, dengan jarak antar elektroda yang makin dekat akan memperbesar kemungkinan tumbukan antara senyawasenyawa organik dengan ion Fe2+, sehingga kemungkinan pembentukan koagulan menjadi semakin besar. Hal tersebut terbukti dengan semakin dekat jarak antar elektroda maka senyawa yang terdegradasi semakin banyak sehingga kadar COD mengalami penurunan (Yavuz & Ogutveren, 2010). 3.3. Laju Kinetika Reaksi Proses Elektro-adsorpsi Kinetika adsorpsi logam berat dapat berbedabeda tergantung kepada senyawa yang akan di adsorpsi dan adsorben yang digunakan pada proses adsorpsi tersebut (Erdem, et al., 2004). Model kinetika yang digunakan adalah pseudofirst order, pseudo-second order dan difusi intrapartikel. Model kinetika ini adalah yang umum digunakan untuk menggambarkan fenomena adsorpsi (Qui, et al., 2009). Penentuan kinetika adsorpsi dapat dilakukan dengan menggunakan metode regresi linear. Model kinetika pseudo-first order dapat dirumuskan: ln (qe-qt) = ln qe - k1.t Model kinetika pseudo-second order dapat



4,00



3,00 0



20 40 t (menit)



60



Gambar 3.4 Perhitungan Model Kinetika pseudo-first order 0,29 0,29 0,24 0,24 t/qt t/qt



koagulan yang dihasilkan sehingga dapat mengikat lebih banyak kontaminan atau senyawa-senyawa organik pada limbah dan menyebabkan turunnya nilai COD pada limbah (Pravitasari, et al., 2009). 3.2. Pengaruh Jarak Elektroda terhadap Efisiensi Proses Elektro-adsorpsi Untuk penentuan pengaruh jarak elektroda dilakukan dengan tiga variabel bebas yang berbeda yaitu pada jarak 2, 3, dan 4 cm. Kondisi operasi percobaan ini adalah pada saat volume air limbah 500 ml dengan kuat arus 3 A dan waktu proses selama 60 menit untuk setiap variabel dengan analisa sampel tiap 15 menit. Hasil yang didapatkan dari percobaan dapat diketahui melalui gambar 4.2 berikut.



y = 0,0028x + 0,1001 y = R² 0,0028x + 0,1001 = 0,9992



0,19 0,19



R² = 0,9992



0,14 0,14 00



50



t (menit) (menit)



100



Gambar 3.5 Perhitungan Model Kinetika pseudosecond order



250



Ce/qe



200 qt



3



y = 30,771x - 10,059 R² = 0,9879



150



1



y = 0,0059x - 0,4782 R² = 0,9992



0



100 0,0



5,0 t^1/2



10,0



Gambar 3.6 Perhitungan Model Kinetika Difusi Interpartikel Nilai R2 merupakan nilai yang menunjukkan tingkat linearitas suatu kurva. Berdasarkan nilai R2 pada ketigda grafik di atas, koefisien determinansi (R2) kinetika model pseudo-second order adalah yang paling baik karena nilainya yang peling mendekati 1. Tabel 3.1 Perbandingan Nilai R2 dan k pada tiap Model Kinetika Orde Reaksi



R2



k



pseudo-first order 0,9817 0,0492 (min-1) pseudo-second order 0,9992 0,0078 (g·mg-1.min-1) difusi intrapartikel 0,9879 30,771 (mg·g-1.min-1) Hoang et al. (2014) menyatakan bahwa apabila model kinetika suatu model adsorpsi cocok dengan model kinetika pseudo-second order, maka dapat dinyatakan bahwa proses adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi secara kimia (chemisorptions). 3.4. Laju Kesetimbangan Reaksi Proses Elektroadsorpsi Model kesetimbangan yang paling banyak dikenal untuk memahami sistem adsorpsi adalah persamaan isoterm Freundlich dan Langmuir (Estiaty, 2013). Penentuan model isoterm adsorpsi dilakukan dengan menggunakan metode regresi linear terhadap persamaan isoterm Langmuir dan Freundlich. Bentuk persamaan isoterm Freundlich dapat ditulis: . Sedangkan persamaan isoterm Langmuir dapat ditulis sebagai berikut: (Panneerselvam, et al., 2009). Dari hasil pengaluran linear log qe terhadap log Ce (model Freundlich) dan 1/qe terhadap 1/Ce (model Langmuir) akan diperleh nilai koefisien korelasi (R2) yang menunjukkan kecenderungan pemilihan model isoterm yang sesuai untuk adsorpsi yang terjadi. Perhitungan laju kesetimbangan dihitung berdasarkan data ketika variabel tetap jarak elektroda 2 cm. 2,36 y = -0,2627x + 3,0079 R² = 0,9955



2,34



log qe



2



2,32 2,30 2,50



2,55 2,60 log Ce



2,65



Gambar 3.7 Perhitungan Model Adsorpsi Freundlich



300



400 Ce



500



Gambar 3.8 Perhitungan Model Adsorpsi Langmuir Tabel 3.2 Perbandingan nilai R2 pada kedua model Isoterm Kesetimbangan Model



R2



Freundlich 0,9955 Langmuir 0,9992 Pemilihan isoterm yang paling cocok dilakukan dengan membandingkan nilai R2 atau koefisien determinansi dari setiap model isoterm. Beerdasarkan plot data hasil percobaan, menunjukkan bahwa nilai R2 mendekati 1 untuk model kesetimbangan Langmuir, artinya bahwa proses adsorpsi pada percobaan ini mengikuti model kesetimbangan Langmuir. 4. Kesimpulan Proses Elektro Adsorpsi adalah salah satu metode alternative proses pengolahan pengolahan limbah yang mampu mendegradasi COD (Chemical Oxygen Demand). Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Kondisi operasi yang menghasilkan efisiensi paling optimum yaitu 82,5% dicapai pada saat kuat arus 3 A dan jarak elektroda 2 cm dengan penurunan nilai COD dari 1847 mg/L menjadi 323 mg/L yang terjadi dalam waktu operasi 60 menit dan volume larutan 500 ml. 2. Semakin kecil jarak elektrode dan semakin besar kuat arus sampai batas optimumnya, maka semakin besar penurunan kadar COD air limbah industri batik. 3. Kestimbangan adsorpsi pada percobaain ini digambarkan dengan model isoterm adsorpsi Langmuir. 4. Laju kinetika adsorpsi untuk ketiga adsorben mengikuti model kinetika pseudo-second order. Daftar Pustaka Afifah, M., et al. 2014. Adsorpsi dan Regenerasi Karbon Aktif Batu Bara dan Tempurung Kelapa terhadap Zat Warna Anionik Congo Red, Depok: Universitas Indonesia. Al-Degs, Y., et al. 2008. Effect of solution pH, ionic strength, and temperature on adsorption behavior of reactive dyes on activated carbon. Dyes and Pigments, Volume 77, pp. 16-23. Asad, S., et al. 2007. Decolorization of textile azo dyes by newly isolated halophilic and halotolerant bacteria. Bioresource Tech Decolorization Bird, T., 1987. Kimia Fisika untuk Universitas. s.l.:Terjemahan Kwee Te Tjien.



Boyd, C. E., 1990. Water quality in ponds for aquaculture, Alabama: Alabama Agricultural Experiment Station, Auburn University. Cheikha, A., et al. 2009. Application of Electrosorption Technique to Remove Metribuzin Pesticide. Journal of Hazardous Materials 161 Erdem, E., et al. 2004. The Removal of Heavy Metal Cations by Natural Zeolites. Journal of Colloid and Interface Science, Volume 280 Estiaty, L., 2013. Kesetimbangan dan Kinetika Adsorpsi Cu2+ Pada Zeolit-H. Riset Geologi dan Pertambangan, 2(2), pp. 127-141. Fathi, M., et al. 2014. Synthesis and electrochemical investigation of polyaniline/unzipped carbon nanotube composites as electrode material in supercapacitors. Synthetic Metals, Volume 198, pp. 345-356. Geoffrey, W., et al. 2006. Future of Electrochemical as a Localised Water Treatment Technology. Hoang, W. Y., et al. 2014. Kinetics, Isotherm, Thermodynamic, and Adsorption Mechanism of Li(OH)3-modified Exfoliated Vermiculites as Highly Efficient Phosphate Adsorbents. Chemnical Engineering Journal Holkar, C., et al. 2014. Kinetics of biological decolorization of anthraquinone based Reactive Blue 19 using an isolated strain of Enterobacter sp.F NCIM 5545. Bioresource Technology Li, N., et al. 2016. Electro-adsorption of tetracycline from aqueous solution by carbonized pomelo peel and composite with aniline. Applied Surface Science, Volume 386, pp. 460-466. Liu, Y. & Zhou, J. 2013. The Study of Modified PANbased Carbon Fiber Felt as Electrode in the Electro-adsorption Desalination. International Journal of Electrochemical Science, Volume 8 Lu, G., Hao, J. & Zhang, Y. 2011. The Adsorption of Phenol by Lignite Activated Carbon. Chinese Journal of Chemical Engineering, 19(3) Manurung, R. & Hasibuan, R. 2004. Perombakan Zat Warna Azo Reaktif Secara Anaerob – Aerob, s.l.: Universitas Sumatera Utara. Novianti, D. & Agung, T. 2012. Penurunan TSS dan Warna Limbah Industri Batik Secara Elektro Koagulasi. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Nugroho, R. & Ikbal. 2005. Pengolahan Air Limbah Berwarna Industri Tekstil Dengan Proses AOPs. Pandey, A., et al. 2006. Bacterial Decolorization and Degradation of Azo Dyes. International Biodeterioration & Biodegradation, pp. 73-84. Panneerselvam, P., et al. 2009. Removal of Nickel(II) from Aqueous Solutions by Adsorption with Modified ZSM- 5 Zeolites. E-Journal of Chemistry, 6(3), pp. 729-736. Pirkarami, A., et al. 2013. Decolorization Of Azo Dyes By Photo Electro Adsorption Process Using Polyaniline Coated Electrode. Progress in Organic Coatings 76, pp. 682-688.



Pravitasari, V., et al. 2009. Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Pada Skala Laboratorium dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi. Jurnal Teknik Lingkungan UII Yogyakarta. Qui, H. et al., 2009. Critical Review in Adsorption Kinetic Models. J Zhejiang University Rodrigues, R. et al., 2015. Phenolic Wastewater Treatment by Electrochemical Process Using Stainless Steel Anode. Chemical Engineering Journal, Volume 275, pp. 331-341. Rohayati, Z., et al. 2017. Pengolahan Limbah Industri Tekstil Berbasis Green Technology Menggunakan Metode Gabungan Elektrodegradasi dan Elektrodekolorisasi dalam Satu Sel Elektrolisis. Chimica et Natura Acta Sakkayawong, N., Thiravetyan, P. & Nakbanpote, W., 2005. Adsorption mechanism of synthetic reactive dye wastewater by chitosan. Journal of Colloid and Interface Science, Volume 286, pp. 36-42. Salleh, M., Mahmoud, D., Karim, W. & Idris, A., 2011. Cationic and anionic dye adsorption by agricultural solid wastes: A comprehensive review. Desalination, 280(1-3), pp. 1-13. Saratale, R. G. 2011. Bacterial decolorization and degradation of azo dyes: A review. Journal of The Taiwan Institute of Chemical Engineers, pp. 138-157. Sihombing, R., 2002. Penuntun Praktikum Kimia Lingkungan-Analisa Air. Widodo, D. S., et al. 2009. Elektroremediasi Perairan Tercemar: 3. Elektrodekolorisasi Larutan Remazol black B dengan Elektroda Timbal Dioksida/Karbon dan Analisis Larutan Sisa Dekolorisasi. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi Wiratini, N. M., 2017. Pengaruh Variasi Jarak Elektroda Pada Sel Elektrokimia untuk Mendegradasi Lindi dengan Teknik Elektrooksidasi Elektrokoagulasi. Seminar Nasional Riset Inovatif 2017. Yavuz, Y. & Ogutveren, U., 2010. Electrochemical Oxidation of Basic Blue 3 Dye Using a Diamond Anode: Evaluation of Color, COD, and Toxicity Removal.. J Chem Technol Biotechnol, Volume 86, pp. 261-265. Yun-Hua, Z., Fu-Xing, G. & Meng, L., 2011. Treatment of Reused Comprehensive Wastewater in Iron and Steel Industry With Electrosorption Technology. Journal of Iron and Steel Research, Volume 18, pp. 37-42.