10 0 7 MB
ELEMEN MESIN I RME 3012
Modul ajar ini dibiayai dari dana DIPA No.DIPA - 023-04.2.576811/2013 tanggal 05 Desember 2012 Politeknik Negeri Malang
Oleh : DR.Ir.Drs. R. Edy Purwanto, MSc. Akhmad Faizin, Dipl.Ing.HTL, MT. Imam Mashudi, B.Eng (Hons), MT. Ach. Muhib Zainuri, ST., MT.
NIP. 196101221986031003 NIP. 196402131995121001 NIP. 196311101991031003 NIP. 197004152002121002
POLITEKNIK NEGERI MALANG 2013
HALAMAN PENGESAHAN MODUL AJAR 1.
2.
3.
4. 5.
Judul Modul Ajar Digunakan Pada Mata Kuliah Semester Penulis Utama 1. Nama Lengkap 2. NIP 3. Pangkat/golongan 4. Jabatan 5. Program Studi 6. Jurusan Jumlah AnggotaTim Penulis a. Nama Anggota 1 b. Nama Anggota 2 c. Nama Anggota 3 Bidang Ilmu Sumber Dana
: : : : : : : : : : : : : : : :
ELEMEN MESIN I RME 3012 Elemen Mesin 3 DR.Ir.Drs.R. Edy Purwanto, MSc. 196101221986031003 IVc Staf Pengajar Teknik Mesin Teknik Mesin 3 orang Akhmad Faizin, Dipl.Ing.HTL, MT. Imam Mashudi, B.Eng (Hons), MT. Ach. Muhib Zainuri, ST., MT. Teknik Mesin Modul ajar ini dibiayai dengan dana DIPA No.DIPA - 023-04.2.576811/2013 tanggal 5 Desember 2012 Politeknik Negeri Malang
Malang, 27 November 2013 Menyetujui, Ketua Jurusan Teknik Mesin
Penulis Utama,
Imam Mashudi, B.Eng (Hons), MT. NIP. 196311101991031003
DR.Ir.Drs.R.Edy Purwanto, MSc. NIP. 196101221986031003
Mengetahui, Direktur Politeknik Negeri Malang
Ir. Tundung Subali Patma, MT NIP. 19590424.1988031.002
SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Lengkap NIP Bidang Ilmu Pangkat/Golongan Jabatan Fungsional Jurusan/Program Studi Perguruan Tinggi
: : : : : : :
DR.Ir.Drs.R.Edy Purwanto, MSc., ST. 196101221986031003 Teknik Mesin Pembina Utama Muda/IVc IIIb Lektor Kepala Teknik Mesin Politeknik Negeri Malang
Dengan ini menyatakan bahwa: 1.
Naskah modul ajar bidang ilmu “Teknik Mesin” dengan judul: ”ELEMEN MESIN I”
2.
Belum pernah diterbitkan dan bebas dari plagiarisme. Bersedia menuntaskan naskah modul ajar sesuai waktu yang ditentukan.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Malang, 27 November 2013 Disahkan oleh, Ketua Jurusan Teknik Mesin
Yang membuat,
Imam Mashudi, B.Eng (Hons), MT. NIP. 196311101991031003
DR.Ir.Drs.R.Edy Purwanto, MSc. NIP. 196101221986031003
Mengetahui: Direktur
Ir. Tundung Subali Patma, M.T. NIP 19590424 198803 1 002
Daftar Isi
1
2
3
Macam-macam konstruksi sambungan 1.1 Sambungan lem 1.1.1 Fungsi dan pengaruh 1.1.2 Pengunaan Sambungan Lem 1.1.3 Bahan Perekat 1.1.4 Bentuk Sambungan Lem 1.1.5 Perhitungan Kekuatan 1.2 Sambungan solder 1.2.1 Proses Penyolderan 1.2.2 Bentuk Sambungan 1.2.3 Perhitungan 1.3 Sambungan keeling 1.3.1 Aplikasi 1.3.2 Bentuk 1.3.3 Perhitungan 1.3.4 Beban Eksentrik 1.3.5 Lozenge Joint 1.4 Sambungan Baut 1.4.1 Penggunaan 1.4.2 Baut dan Mur 1.4.3 Bentuk Ulir 1.4.4 Gaya dan Efisiensi 1.4.5 Momen dan Gaya Pengencangan 1.4.6 Pembebanan baut 1.4.7 Beban Kombinasi tarik dan tarik karena momen 1.4.8 Beban Kombinasi geser dan geser karena torsi 1.4.9 Beban Kombinasi geser dan tarik karena momen 1.4.10 Beban Kombinasi geser dan tarik karena momen dan geser karena torsi 1.5 Sambungan Las 1.5.1 Macam-macam Sambungan Las 1.5.2 Desain Konstruksi Las 1.5.3 Perhitungan kekuatan Las 1.5.4 Pengelasan Eksentrik Poros dan Pasak 2.1 Poros 2.1.1 Material Poros 2.1.2 Perancangan Poros 2.1.3 Putaran Kritis dan Kekakuan Poros 2.2 Pasak 2.2.1 Jenis Pasak 2.2.2 Gaya yang bekerja pada pasak 2.2.3 Kekuatan Pasak 2.2.4 Efek Alur Pasak Ulir Penggerak 3.1 Macam-Macam Penggunaan 3.2 Definisi 3.3 Momen Torsi dan Efisiensi Ulir
Elemen Mesin
1 2 2 4 4 5 6 10 11 13 13 16 16 17 23 33 39 44 44 45 48 49 52 52 56 57 58 59 62 62 66 68 72 81 81 82 83 88 146 146 150 151 157 158 158 166 167
i
Konstruksi Sambungan BAB I KONSTRUKSI SAMBUNGAN Dalam konstruksi mesin dikenal bermacam-macam cara penyambungan antara dua komponen atau lebih. Pemilihan metode dan jenis sambungan tersebut, didasarkan pada: kondisi pembebanan dari konstruksi; maksud perakitannya. Jenis sambungan yang umum digunakan dalam konstruksi mesin ada 9 (sembilan) macam, yaitu: 1. Sambungan Lem; 2. Sambungan Solder; 3. Sambungan Paku Keling; 4. Sambungan Las; 5. Sambungan Baut; 6. Sambungan Pin; 7. Sambungan Kerucut; 8. Sambungan Baji; 9. Sambungan Susut.
1. Sambungan Lem
2. Sambungan Solder
3. Sambungan Paku Keling
5. Sambungan Baut
6. Sambungan Pin
7. Sambungan Kerucut
Bagian luar
4. Sambungan Las
8. Sambungan Baji
Bagian dalam
Gambar 1.1 Jenis-Jenis Sambungan 9. Sambungan Susut
Berdasarkan sifat dan fungsinya, jenis sambungan di atas dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: a. Sambungan tetap; b. Sambungan tidak tetap. Elemen Mesin
1
Konstruksi Sambungan Sambungan tetap adalah sambungan yang tidak bisa terlepas tanpa adanya perusakan dari komponen penyambung atau komponen yang disambung. Termasuk dalam sambungan tetap: 1. Sambungan Lem; 2. Sambungan Solder; 3. Sambungan Paku Keling; 4. Sambungan Las; 5. Sambungan Susut. Sambungan tidak tetap adalah sambungan yang bisa dilepas-pasang tanpa adanya
perusakan
dari
komponen
penyambung
atau
komponen
yang
disambung. Termasuk dalam sambungan tidak tetap: 1. Sambungan Baut; 2. Sambungan Pin; 3. Sambungan Kerucut; 4. Sambungan Baji. 1.1 Sambungan Lem 1.1.1 Fungsi dan Pengaruh Sambungan lem adalah sambungan antara beberapa komponen yang sama atau berbeda, baik logam atau non-logam, melalui perekatan permukaan dengan menggunakan
bahan
perekat
yang
sesuai.
Sambungan
lem
termasuk
sambungan tetap. Konstruksi yang menggunakan sambungan lem memiliki keuntungan sebagai berikut: Dapat menyambung material yang sama ataupun berbeda; Pemanasan, pengerasan, dan oksidasi tidak berpengaruh pada material; Tidak ada atau sedikit tegangan termal pada material akibat distorsi panas; Sambungannya padat, tidak ada rongga, dan terisolasi; Tidak kerusakan permukaan; Tidak kontak korosi; Tidak ada pengurangan penampang komponen akibat lubang, seperti pada sambungan baut atau sambungan paku keling, sehingga jauh lebih ringan; Sambungan komponen bebas takik; Elemen Mesin
2
Konstruksi Sambungan Distribusi gaya dan tegangan merata; Peredam getaran; Memungkinkan konstruksi dengan tampilan visual yang canggih; Memungkinkan konstruksi sandwich kekakuan tinggi dan berat (ringan). Selain itu, konstruksi dengan sambungan lem juga memiliki kerugian seperti berikut: Diperlukan pengerjaan permukaan khusus pada bagian yang disambung; Waktu penyambungan yang lama untuk mendapatkan hasil yang optimal; Dalam penyambungan diperlukan tekanan permukaan dan panas berlipat; Pada pembebanan jangka panjang akan timbul creep; Ketahanan terhadap lelah, panas, dan getaran rendah; Sensitif terhadap tumbukan dan beban kejut; Tidak memungkin dilakukan pengujian non-destruktif. Untuk material non-logam seperti kardus, kertas, kulit, karet, kayu, perekatan telah lama berhasil dengan baik. Berdasarkan perkembangan material perekat yang digunakan dan teknologi perekatan yang semakin maju, penggunaan sambungan lem pada material logam juga semakin luas dibandingkan sambungan paku keling, las, dan solder. Perbedaan dengan jenis sambungan lain, sambungan lem memiliki ketahanan panas dan kekuatan bahan perekat yang lebih rendah dibandingkan dengan komponen yang disambung. Aplikasi sambungan lem pada konstruksi adalah meliputi seluruh bidang teknik (teknik mesin, otomotif, aerospace engineering, teknik elektro, dan lain-lain). Terutama pada industri dengan volume produksi yang besar, sambungan lem pada logam dapat memberikan keuntungan secara ekonomi yang berlipat. Gambar 1.2 menjelaskan aplikasi sambungan lem pada berbagai macam konstruksi, misalnya pada sambungan pipa (Gambar 1.2a – c), panel laminasi kayu (Gambar 1.2d), papan komposit (Gambar 1.2e), sambungan lem pada sayap depan pesawat (Gambar 1.2f), sambungan lem pada penguat tangki (Gambar 1.2g), sambungan lem pada lapisan sepatu rem (Gambar 1.2h), Sambungan lem pada profil untuk penguatan lambung pesawat (Gambar 1.2i).
Elemen Mesin
3
Konstruksi Sambungan
Gambar 1.2 Aplikasi Sambungan Lem 1.1.2 Penggunaan Sambungan Lem Pemakaian sambungan lem sudah meluas dimana-mana, khususnya jika diinginkan
konstruksi
ringan.
Sambungan
ini
banyak
digunakan
pada
penyambungan logam-logam ringan. Pada konstruksi pesawat terbang, dijumpai sambungan lem pada sayap, badan, baling-baling, dan sayap helikopter. Bentuk konstruksi sandwich merupakan contoh khas konstruksi sambungan lem. Aplikasi sambungan lem pada kendaraan adalah: sambungan pada rangka sepeda dan sepeda motor, lapisan rem, lapisan kopling, konstruksi bak kendaraan angkutan. Pada industri peralatan kelistrikan meliputi pembungkusan pelat, isolasi pada komponen pemutus arus. Penggunaan lain dari sambungan lem adalah pada sambungan perpipaan, konstruksi logam ringan, pompa, peralatan pendingin, katup geser dan sebagainya. 1.1.3 Bahan Perekat, Pemilihan, dan Pengerjaan Pada sambungan lem digunakan bahan perekat dengan kualitas tinggi, seperti epoxyd- atau phenol-resin (lihat Tabel 1.2). Bahan perekat dibedakan berdasarkan jumlah komponennya: Elemen Mesin
4
Konstruksi Sambungan 1. Bahan perekat satu komponen, yaitu bahan perekat yang dapat mengeras dengan sendirinya, sehingga dapat diperlukan memegang komponen yang disambung; 2. Bahan perekat dua komponen, yaitu bahan perekat yang terdiri dari resin dan pengeras. Dalam penggunaannya kedua komponen harus dicampur. Bahan perekat dibedakan berdasarkan suhu pengelupasannya: 1. Bahan perekat, yang dapat terkelupas pada suhu kamar atau suhu pemanasan tertentu (lihat Tabel 1.2); 2. Bahan perekat, yang hanya terkelupas pada suhu pemanasan tertentu. khususnya jika diinginkan konstruksi ringan. Sambungan ini banyak digunakan pada penyambungan logam-logam ringan. Pada konstruksi pesawat terbang, dijumpai sambungan lem pada sayap, badan, baling-baling, dan sayap helikopter. Bentuk konstruksi sandwich merupakan contoh khas konstruksi sambungan lem. Aplikasi 1.1.4 Bentuk Sambungan Lem Bagian yang disambung hanya dimungkinkan menerima beban tekan, sehingga lapisan perekatan harus diletakkan pada arah beban tersebut. Tegangan tarik, tegangan pengelupasan, dan beban kejut harus dihindarkan. Bentuk sambungan lem yang kurang baik dan lebih baik dapat dilihat pada Tabel 1.1. Hal yang perlu diperhatikan pada sambungan lem adalah permukaan perekatan. Kekuatan sambungan lem (kekuatan geser) dari bahan perekat berada di bawah kekuatan bagian yang disambung. Jika permukaan perekatan lebih luas, kekuatan sambungan lebih besar. Panjang pelapisan lu sekitar 10 – 15 kali tebal pelat yang disambung. Ketebalan film perekat sangat mempengaruhi kekuatan sambungan. Semakin tebal film perekat, kekuatan sambungannya semakin lemah. Kekuatan sambungan maksimum adalah pada ketebalan film perekat sebesar 0,1 – 0,2 mm, untuk sambungan roda/naf sebesar 0,03 mm. Guna menambah kekuatan tempat perekatan atau untuk menghindari penglepasan, dilakukan penyambungan kombinasi (paku keling, sekrup, las titik). Tempat perekatan harus mempunyai ketahanan terhadap tekukan. Selain itu, harus diperhatikan juga pengaruh terhadap suhu dan korosi.
Elemen Mesin
5
Konstruksi Sambungan 1.1.5 Perhitungan Kekuatan Sambungan Lem
a)
b)
Gambar 1.3 Beban F dan Momen Puntir M Hal yang harus dihindari pada sambungan lem adalah terjadinya pembebanan tarik. Untuk itu, perlu dibuat desain dengan benar. Contoh desain yang disarankan seperti pada Tabel 1.1. Pada Gambar 1.3a menggambarkan sambungan lem yang menahan beban F dan mengakibatkan terjadinya tegangan geser (g terjadi):
g terjadi
F F A b lU
Dimana: g terjadi = tegangan geser yang terjadi (N/mm 2); F
= beban (N);
A
= luas penampang yang menahan (mm 2) = b lU (mm2);
b
= lebar sambungan (mm);
lU
= panjang sambungan (mm).
Pada Gambar 1.3b menggambarkan sambungan lem yang menahan beban momen M dan mengakibatkan terjadinya tegangan geser (g terjadi):
g terjadi
M db
d 2
M 2 d b 2
Dimana: g terjadi = tegangan geser yang terjadi (N/mm 2); M
= beban momen (Nmm);
d
= diameter sambungan lem (mm);
b
= panjang sambungan lem (mm).
Elemen Mesin
6
Konstruksi Sambungan Tegangan geser yang terjadi (g terjadi) selanjutnya dibandingkan dengan tegangan geser bahan lem (g lem) dan menghasilkan faktor keamanan (S):
S
g lem g terjadi
atau g izin
g lem S
Faktor keamanan (S) yang disarankan adalah sebesar 2 – 3 tergantung pada kondisi sambungannya. Tabel 1.1 Bentuk Sambungan Lem Kurang Baik
Lebih Baik
Keterangan Lapisan perekat dalam arah tegangan hanya mungkin terletak pada tegangan tekan saja
Penglepasan
Sambungan tumpul
Tarik
Tekan
Sambungan yang diaktifkan
Tidak ada pelemahan pada penampang melintang material Dikehendaki bentuk sambungan yang luas
Pelapisan rata
Pelapisan bersirip ganda
Pelapisan tunggal Diperhatikan terhadap kekauan tekukan dan kesimetrian pemberian gaya Sambungan bersirip ganda
Sambungan bersirip ganda yang diruncingkan Diperlukan selubung tabung
Pengkakuan sambungan susut
Elemen Mesin
7
Konstruksi Sambungan Tabel 1.2 Perekatan Dingin dan Panas 2
(g adalah tegangan geser dalam N/mm )
Perekatan Dingin
Cara Perekatan
No.
Basis Kimia
Pabrik Pembuat
Perbandingan Suhu Campuran (ºC) Pengerasan
Waktu (Jam)
Keterangan
100:3
20 50
24 1
Baja, logam lunak, plastik keras, kekuatan sambungan B pada: Alu/Alu : sampai 48 Baja/Baja: sampai 39 Suhu ketahanan sampai 80ºC
Epoxydresin
CIBA AG. Wehr/Baden
100:100
20 60 120 150
30 5 1 0,33
Logam, gelas, keramik, duroplast B : Alu/Alu: 12... 20, tergantung pada suhu perkerasan. Suhu ketahanan sampai 60ºC
Bostik 778
Polyesterresin
Bostik GmbH Oberursel
100:120
23
48... 168
Logam. Khusus waktu perekatan lebih dari 1 hari B : 15...18. Suhu ketahanan sampai 80ºC
4.
Metallon K
Epoxydresin
Henkel u. Cie GmbH, 100:50 Dusseldorf
20 100
24 1...3
Logam, keramik, gelas, kayu B :10... 20 (proses dingin) 28... 31 (proses panas)
5.
Sicoment 85
Cyanacrylat
Sichel-Werke AG Hannover-Limmer
Perekat komponen tunggal
20
5dtk - 5mnt tergantung materialnya
Logam dan material tidak berpori. B : Alu/Alu : 26 Keeratan setelah 36 jam.
Epoxydresin
P. Beiersdorf chem. Fabrik Hamburg
1:1 bagian volume
20 60 120 150
24 2 1 0,25/0,5
Logam, duroplast,keramik, gelas B :20... 25 Suhu ketahanan sampai 80ºC
1.
AGOMET M
Acryl resin
Degusa, Hanau
2.
Araldit AY 105 Pengeras HY 953
3.
6.
Elemen Mesin
Bahan Perekat
Technicoll 876
8
Konstruksi Sambungan
Perekatan Panas
Cara Perekatan
Elemen Mesin
No.
Bahan Perekat
Basis Kimia
Pabrik Pembuat
7.
Araldit AT 1
Epoxydresin
CIBA AG, Wehr/Baden
8.
Bostik 776
Phenolresin
Bostik GmbH Oberursel
9.
Hidux 1233
EpoxydPhenolresin
CIBA AG, Wehr/Baden
10.
Redux 64
PhenolresinPolyvinylformal
CIBA AG, Wehr/Baden
11.
Technicoll 880
Epoxydresin
12.
Scotch-Weld Klebefilm AF-42 Primer EC 1956
13.
FM 34 Primer BR 34
Perbandingan Suhu Campuran (ºC) Pengerasan Perekat komponen tunggal
Waktu (Jam)
Keterangan
110 200 250
28 0,5 0,12
150 200
0,6 0,3
Logam, keramik, duroplast B: Alu/Alu : 38 Suhu ketahanan sampai 90ºC
145
0,6
Logam, B: Alu/Alu : 20, 10 sampai 200ºC Suhu ketahanan sampai 200ºC
-
145 180
0,5 0,1
Logam, tabung rem Suhu ketahanan sampai 300ºC
P. Beiersdorf chem. Fabrik Hamburg
-
150 175 200
4,5 1,75 0,45
Logam, keramik, gelas, duroplast B: 20 ... 30 Suhu ketahanan sampai 150ºC
NylonEpoxydresin
3-M Company, Niederlassg. Dusseldorf
-
175 230
1,0 30 detik
Logam, gelas, keramik, AFK B: Alu/Alu: 34 Suhu ketahanan sampai 120ºC
Plyimid
Bloomingdale Rubber Company Niederlassung Zurich
-
260
1,5
Logam, sambungan dasar B: Baja/Baja: 30 sampai 20ºC Suhu ketahanan sampai 350ºC
-
100:80
Bentuk tersedia: tepung, logam, keramik, gelas, plastik dikeraskan B: Alu/Alu : 35 ...57 Baja/Baja: 50...55
9
Konstruksi Sambungan 1.2 Sambungan Solder Sambungan solder merupakan proses penyambungan beberapa komponen logam
menjadi
satu
bagian.
Sambungan
solder
juga
memungkinkan
menyambung komponen keramik dari tungku pelapis perak. Baja, besi, tembaga, kuningan,
seng
dapat
disolder
dengan
mudah,
tetapi
aluminium
dan
campurannya lebih mudah dilas. Penyambungan dengan solder diperoleh dengan bantuan bahan tambah (solder) yang dilelehkan. Bahan tambah memiliki titik lebur yang lebih rendah daripada komponen yang disambung. Untuk itu, pemberian pembebanan berupa suhu pada komponen yang diseolder, harus lebih rendah dari pada titik lebur bahan tambahnya. Hal dikehendaki dari sambungan solder adalah ketahanan dan/atau kerapatan terhadap korosi akibat penyolderan. Dalam proses penyolderan, permukaan yang akan disolder harus dibersihkan dan diatur serapat mungkin satu sama lain dan pada tempat yang disolder harus seluruhnya diberi media pengalir. Media pengalir untuk membantu dalam proses penyolderan adalah sebagai berikut: Solder keras: borax, natrium-tetraborat, asam ortho-bor; Solder lunak: sengkhlorida (air solder, pasta solder), asam garam untuk seng, resin untuk keperluan teknik listrik dan penyolderan tangki. Untuk komponen dari bahan aluminium dan campurannya, media pengalirnya: khlorida, bromida, fluorida. Penyolderan lunak adalah proses penyolderan dengan titik lebur solder di bawah 450ºC. Jenis sambungan solder keras digunakan untuk beban yang ringan dan suhu rendah, misalnya untuk penyambungan listrik, peralatan pendingin, tangki, tabung dan konstruksi dengan beban rendah yang memerlukan kerapatan. Penyolderan keras adalah proses penyolderan dengan titik lebur solder di atas 500ºC. Jenis sambungan solder keras digunakan untuk beban yang besar dan suhu tinggi (di atas 200ºC, tidak rusak), misalnya untuk mengikat sambungan naf dan roda, untuk penyambungan pipa pada rangka sepeda atau sepeda motor, untuk sambungan antara flens dengan pipa, antara pipa dengan tangki, dan sebagainya. Dalam banyak hal, sambungan solder dapat dibebaskan dari pembebanan yang besar, misalnya pada sambungan kaleng melalui lipatan, pada flens pipa melalui penjepitan atau pengaluran dengan penggilasan, dan Elemen Mesin
10
Konstruksi Sambungan sebagainya. Komponen yang disolder keras dapat dikeraskan setempat, karena titik lebur dari solder Cu di atas suhu setempat. Sambungan solder sebaiknya hanya dibebani dengan tegangan tekan saja, sedang pada solder keras dalam keadaan tertentu dapat juga menerima beban tarik. Pada proses penyolderan, solder dan benda kerja ditempatkan pada suhu kerja, sebesar suhu titik beku solder, sehingga solder mengalir, permukaan yang disolder terbasahi, dan komponen dapat tersambung. Solder cair akan terhisap ke dalam celah penyolderan dengan adanya gaya kapiler. Gaya pengikatannya merupakan gaya ikatan molekul antara komponen yang sambung – solder – komponen yang disambung. Keuntungan: Aliran solder yang optimal, karena kerataan dan kontinuitas sambungan; Tidak ada beban takik; Tidak ada pengurangan penampang (seperti pada sambungan baut dan paku keling); Melalui pemilihan bahan solder yang tepat, suhu kerja dapat diturunkan; Pada dinding yang tipis tidak akan timbul bahaya tembus (seperti pada sambungan las); Sambungan solder relatif lebih bersih dibanding sambungan yang lain, sehingga tidak diperlukan pengerjaan lanjut. Kerugian: Untuk penyolderan masal, komposisi campuran harus tepat; Hasil penyolderan yang kurang bagus dapat mudah dikenali; Konstruksi lebih rumit. 1.2.1 Proses Penyolderan Penentuan penyambungan dengan solder ditentukan oleh komponen yang akan disambung, temperatur yang diizinkan, dan kekuatan yang dikehendaki. Besarnya kekuatan tarik dan kekuatan geser dari sambungan solder sangat tergantung pada keeratan dari komponen yang disambung, lebar celah yang dikehendaki (0,1 - 0,2 mm), dan permukaaan solder. Mengenai ketahanan kekuatan sambungan solder masih belum banyak diteliti.
Elemen Mesin
11
Konstruksi Sambungan Proses penyolderan tergantung pada kondisi pengerjaan dan dapat menentukan proses pelaksanaan yang ekonomis, seperti berikut: a) Penyolderan batang. Penyolderan dikerjakan dengan suatu batang tembaga yang dipanaskan, hanya sesuai untuk penyolderan lunak dan diperlukan media pengalir. Sesuai untuk penyolderan tunggal dan penyolderan masal pada kontak listrik; b) Penyolderan nyala. Sesuai untuk penyolderan lunak maupun keras. Dilakukan dengan api dari lampu solder atau api dari zat asam-asetilat dan juga memerlukan media pengalir. Sesuai untuk penyolderan tunggal; c) Penyolderan celup. Dilakukan mencelupkan bagian yang akan disolder dan hanya bagian logam yang telanjang ke dalam bak solder lunak atau keras yang dicairkan; atau mencelupkan (bagian khusus yang disolder) ke dalam suatu bak garam panas, dimana solder udah disiapkan pada permukaan penyolderan yang tepat. Sesuai untuk penyolderan masal; d) Penyolderan tungku. Dilakukan dengan menyiapkan bagian yang disolder dan bak garam penyolderan. Kemudian dilewatkan pada suatu tungku yang menyala terus-menerus dengan pengurangan gas yang melingkupi, tanpa penambahan media pengalir; e) Penyolderan induktif. Dilakukan dengan memanaskan bagian yang disolder bersama solder dan media pengalir di dalamnya. Pemanasan dilakukan dengan gulungan induksi listrik. Proses ini menghemat waktu dan sangat sesuai untuk penyolderan dengan ban berjalan dari penyolderan bendabenda serupa; f) Penyolderan ultrasonik. Penyolderan yang sangat dimungkinkan dalam lingkungan solder dari aluminium dan campurannya. Ultrasonik dapat mencegah pembentukan lapisan oksida.
Gambar 1.4 Sambungan solder pada pipa rangka sepeda Elemen Mesin
12
Konstruksi Sambungan 1.2.2 Bentuk Sambungan Solder Sambungan solder dirancang sedemikian rupa, supaya hanya menerima beban tekan saja. Beban tarik dan beban bengkok, sebaiknya dihindarkan (terutama pada sambungan solder lunak). Celah penyolderan dibuat sejajar. Penampang melintang searah dengan arah pengaliran cairan solder, arahnya dari suhu rendah menuju suhu yang lebih tinggi, celahnya tidak melebar. Bagian yang disolder dipasangkan pada posisi yang kuat, sehingga saling mempertahankan proses penyolderan. Semua sambungan solder dirancang supaya terbebas dari tegangan yang terusmenerus, misalnya dibuat pengaluran, pelipatan, pasak, sekrup, atau dudukan yang dipres. Panjang pelapisan (overlapping) pada penyambungan kaleng 4 – 6 kali teban (s) dari kaleng yang tipis. Jika pelapisan lebih panjang, menjadi tidak kuat, karena tidak seluruhnya dapat dialiri solder. Permukaan sebaiknya dibuat sedikit kasar (Rmaks = 10 – 15 m). Pada permukaan yang halus (hasil poles), solder sulit menempel, sehingga perlu dibuat kasar. Solder yang mengalir ke atas dan mengalir melalui celah yang sempit, harus diusahakan dengan suhu yang lebih panas. Kemampuan mengalir ke atas dalam celah dari elektrolit tembaga sampai 100 mm. 1.2.3 Perhitungan Kekuatan Sambungan Solder
a)
b) Gambar 1.5 Beban Tarik F dan Momen Puntir M Seperti halnya sambungan lem, sambungan solder sebaiknya dihindarkan terhadap terjadinya pembebanan tarik. Untuk itu, perlu dibuat desain dengan benar. Contoh desain yang disarankan seperti pada Tabel 1.3. Pada Gambar 1.5a menggambarkan sambungan solder yang menahan beban F dan mengakibatkan terjadinya tegangan geser (g terjadi):
g terjadi
F F A b lU
Elemen Mesin
13
Konstruksi Sambungan Dimana: g terjadi = tegangan geser yang terjadi (N/mm 2); F
= beban (N);
A
= luas penampang yang menahan (mm 2) = b lU (mm2);
b
= lebar sambungan (mm);
lU
= panjang sambungan (mm).
Pada Gambar 1.5b menggambarkan sambungan solder yang menahan beban momen M dan mengakibatkan terjadinya tegangan geser (g terjadi):
g terjadi
M d db 2
M 2 d b 2
Dimana: g terjadi = tegangan geser yang terjadi (N/mm 2); M
= beban momen (Nmm);
d
= diameter sambungan solder (mm);
b
= panjang sambungan solder (mm).
Tegangan geser yang terjadi (g terjadi) selanjutnya dibandingkan dengan tegangan geser solder (g solder) dan menghasilkan faktor keamanan (S):
S
g solder g terjadi
atau g izin
g solder S
Faktor keamanan (S) yang disarankan adalah sebesar 2 – 3 tergantung pada kondisi sambungannya. Tabel 1.3 Dimensi Celah Solder pada Suhu Kamar Solder
Logam ringan solder L-AISI
Tembaga
Lebar Celah untuk Material Dasar Logam Ringan
Material Baja
Logam Berat-NE
0,15 – 0,60, semakin panjang sambungan makin lebar celahnya 0,05 – 0,10 0,25 – 0,40 pada penyolderan baja – logam keras
Solder kuningan
0,10 – 0,25
0,10 – 0,40
Solder perak
0,20 – 0,30
0,10 – 0,40
Solder tembaga-fosfor
Elemen Mesin
0,10 – 0,30
14
Konstruksi Sambungan Lebar Celah untuk Material Dasar
Solder
Logam Ringan
Material Baja
Logam Berat-NE 0,05 – 0,20
Solder perak-tembaga-fosfor Solder perak
0,15 – 0,65
0,05 – 0,20
0,05 – 0,25
Solder lunak
0,20
0,10
0,10 – 0,20
Tabel 1.4 Bentuk Sambungan Solder
Penyolderan lunak
Penggunaan
Kurang Baik
Lebih Baik
Keterangan
Pernukaan solder lebih luas. Biasanya digunakan untuk tebal pelat lebih dari 2 mm
Pernukaan solder lebih luas.
Penyolderan keras
Adanya rongga dapat menhalangi aliran kapiler Adanya lubang berfungsi untuk pelepas saluran udara Walaupun terjadi pemuaian akibat panas, lubang masih dapat terisi solder Cicin geser berfungsi untuk pemuaian akibat panas
Elemen Mesin
15
Konstruksi Sambungan 1.3 Sambungan Paku Keling 1.3.1 Aplikasi Sambungan paku keling merupakan jenis sambungan tertua yang digunakan untuk menyambung komponen berbentuk pelat atau profil. Jenis sambungan ini dapat dilepas melalui perusakan kepala paku keling atau pengeboran paku keling. Seperti halnya jenis sambungan yang lain, sambungan paku keling banyak digunakan: 1. sebagai sambungan penahan beban, misalnya pada konstruksi baja, pesawat angkat (crane), konstruksi pesawat terbang, konstruksi pesawat luar angkasa, dan konstruksi kendaraan (konstruksi ringan); 2. sebagai sambungan pengikatan (tanpa beban yang jelas), misalnya konstruksi asesori untuk bagian luar kendaraan atau pesawat terbang; 3. sebagai sambungan kedap, misalnya konstruksi tangki, cerobong asap yang tidak bertekanan. Pada konstruksi pesawat terbang, umumnya tangki dan rongganya disambang dengan paku keling guna mendapatkan sambungan yang kedap udara. Dalam berbagai aplikasi, sambungan paku keling sering digantikan dengan sambungan las. Sambungan paku keling membutuhkan waktu pengerjaan relatif lebih lama dan konstruksinya lebih rumit dibanding dengan sambungan las. Pada sisi lain sambungan paku keling terlihat jauh lebih aman dan mudah dilakukan pengontrolan. Khusus untuk konstruksi ringan, sambungan paku keling lebih banyak digunakan dibandingkan dengan sambungan las. Hal ini disebabkan oleh adanya
penurunan
kekuatan
akibat
kenaikan
temperatur
pada
proses
pengelasan. Cara pemasangan paku keling dapat dilihat pada Gambar 1.6. Bagian yang akan disambung (2 buah pelat) disatukan, dilubangi hingga tembus. Selanjutnya dipasang paku keling dan dipukul dengan pembentuk kepala, hingga saling mengikat dengan erat. Pengelingan panas, yaitu proses pemasangan paku keling yang menggunakan proses pemanasan. Paku keling baja berdiameter di atas 10 mm dipanaskan hingga berpijar merah (sekitar 1000ºC). Pada saat proses pendinginan, paku keling akan menyusut bersama lubangnya, hingga batas yield dan komponen yang disambung menekan satu sama lain. Elemen Mesin
16
Konstruksi Sambungan Pengelingan dingin, yaitu proses pendingan tanpa adanya proses pemanasan. Paku keling baja berdiameter di bawah 10 mm (begitu juga kuningan, tembaga, dan logam ringan) dibentuk pada suhu dingin.
Gambar 1.6 Pemasangan dan Dimensi Sambungan Paku Keling 1.3.2 Bentuk Material paku keling pada umumnya digunakan U St 36-1 dan untuk konstruksi khusus yang menggunakan baja kelas tinggi seperti St 52-1 digunakan paku keling dengan material RSt 44-2. Proses pembentukan paku keling untuk diameter di bawah 10 mm menggunakan pemukulan dingin, sedang untuk diameter di atas 10 mm, menggunakan
proses pembentukan melalui
pemanasan. Pada paku keling yang terlalu panjang memungkinkan terjadinya Elemen Mesin
17
Konstruksi Sambungan pembengkokan saat pemukulan, sehingga panjang penjepitan ditentukan
s 4 d . Spesifikasi untuk pemilihan diameter paku keling dapat dilihat pada Tabel 1.5. Sebagai pendekatan d 50 s 2 , dimana s adalah tebal pelat yang paling tipis dari bagian yang disambung. Panjang batang l s 1,4...1,6 d , untuk jenis paku keling setengah bulat dan l s 0,6...1,0 d , untuk jenis paku keling terbenam. Derajat kelangsingan yang diizinkan untuk batang tekan 250 pada konstruksi baja bertingkat dan 150 pada konstruksi jembatan. Pengaturan posisi paku keling harus dirancang sedemikian rupa, sehingga bentuknya simetris dan tidak menimbulkan beban eksentrik. Lubang paku keling harus dibuat melalui proses pengeboran dan peluasan (reaming). Lubang yang ditusuk tidak diperbolehkan digunakan pada konstruksi baja. Gambar
Nama
DIN
Paku keling bulatan datar
Elemen Mesin
Aplikasi
QSt 32-3 QSt 36-3
Konstruksi baja
660
d1 = 1 – 8 d2 = 1,75 d1
QSt 32-3 QSt 36-3 A2, A4 SF-Cu CuZn 37 Al 99,5
Konstruksi logam Konstruksi kendaraan
302
d1 = 10 – 36 QSt 32-3 = 75º, 60º, 45º QSt 36-3
661
d1 = 1 – 8 d2 = 1,75 d1
QSt 32-3 QSt 36-3 A2, A4 SF-Cu CuZn 37 Al 99,5
Konstruksi logam Konstruksi kendaraan
d1 = 1,6 – 6 d2 = 2 d1
QSt 32-3 QSt 36-3 SF-Cu CuZn 37 Al 99,5
Portal, perlengkapan, permukaan lantai, jalan setapak, permukaan bergerigi, penampilan yang menarik
d1 = 1,4 – 6 d2 = 2,25 d1
QSt 32-3 QSt 36-3 SF-Cu CuZn 37 Al 99,5
Keling dinding luar pada konstruksi kendaraan dan pesawat, perlengkapan, pelat halus, plastik, kardus
Paku keling tirus
Paku keling cembung
Material
d1 = 10 – 36 d2 = 1,6 d1
124 Paku keling setengah bola
Dimensi
662
674
Konstruksi baja
18
Konstruksi Sambungan Gambar
Nama
DIN
Dimensi
Material
Aplikasi
d1 = 3 – 5 d2 = 2,75 d1
QSt 32-3 QSt 36-3 SF-Cu Al 99,5
Untuk sabuk/belt dari kulit, kain, dan plastik, ikat pinggang
d1 = 1,6 – 10 d2 = 2 d1
QSt 32-3 QSt 36-3 SF-Cu CuZn 37 Al 99,5
Untuk menyambung material yang sensitif, pengerjaannya murah dengan mesin jahit
d1 = 1,6 – 10 d2 = 2 d1
QSt 32-3 QSt 36-3 SF-Cu CuZn 37 Al 99,5
Untuk menyambung material yang sensitif, pengerjaannya murah dengan mesin jahit
d1 = 2 – 6
USt 3 CuZn 37F30
Untuk menyambung logam dengan kulit, plastik, kertas, dan lain-lain dan untuk menyambung logam yang sensitif
ENISO 15975 s/d Paku keling buntu 15984 d1 = 2,4 – 6,4 dengan takikan d2 = 2,1 d1 patah 16582 s/d 16585
Al/AlA, AlA/AlA AlA/St, Cu/St, Cu/Br, Cu/SSt, NiCu/St, NiCu/SSt, A2/A2, A2/SSt, St/St
Untuk menyambung komponen-komponen, dimana pada satu sisi tidak tembus, cepat, tidak pengerjaan lagi. Untuk komponen berongga, konstruksi pelat, kendaraan, logam, aluminium.
Paku keling Form A: pejal Form B: berlubang setengah Form C: berlubang
QSt 32-3 QSt 36-3 Untuk sepatu kopling dan USt 3, St 4 sepatu rem SF-Cu CuZn 37 Al 99,5
Paku keling tirus rata (paku keling sabuk)
Paku keling berlubang setengah dengan kepala bulat rata Paku keling berlubang setengah dengan kepala tirus Paku keling berlubang dua sisi Form A: terbuka Form B: tertutup
Paku keling berlubang (dari pelat yang dipres) Paku keling pipa berkepala Form A: rata Form B: bulat Paku keling pena Form A: berlubang Form B: tirus
675
6791
6792
7331
7338
7339
7340
7341
d1 = 3 – 10 d2 = 1,9 d1
d1 = 1,5 – 6
d1 = 1 – 10
d1 = 25 – 20 (h9, h11)
USt 3 St 4 Al 99 W8 CuZn 37 F30 SF-Cu F22 St 35 Al 99,5 CuZn 37 F37 SF-Cu F25 9SMnPb28K St 50 K + G
Untuk menyambung logam dengan material yang sensitif (kulit, karet, keramik, dan sebagainya), karena hanya membutuhkan kekuatan yang rendah, elektroteknik, konstruksi pelat, komponen berongga. Untuk pengekleman yang panjang, sambungan komponen tersembunyi, sebagai poros.
Gambar 1.7 Macam-macam Paku Keling
Elemen Mesin
19
Konstruksi Sambungan
s1
Ukuran dasar paku keling:
d1 = dn 1mm. l = 1,26 (s1 s 2 ) 11mm. s = 6 dn
s2
dn
l
d1
K = 0,63 dn a = 1,5 dn 3 dn D = 1,6 dn R = 0,8 dn a = 1,5 dn (baik)
K
a
s2
s1
R
D
Jarak antara paku keling (e) e
Untuk sambungan kawah: e = 2,5 . dn (paku kecil) e = 2,2 . dn (paku besar) Alat tempa (die)
Untuk konstruksi baja : e = (3 ÷ 2,5) . dn
Gambar 1.8 Dimensi Paku Keling Tabel 1.5 Dimensi Paku Keling pada Konstruksi Baja dan Logam Ringan s
4-6
5-7
6-8
7-9
8 - 11
d
12
14
16
18
20
s
< 1,3
1,4 - 2
d
2
3
10 -14 13 - 17 16 - 21
Konstruksi Baja 2 - 3,2 3 – 4,5 4,5 - 7
22
24
27
6 -9
7 - 10
8 – 12
14
16
20
Konstruksi Logam Ringan 5
7
10
Pada konstruksi baja, diameter lubang sama dengan d + 1 mm, sedang pada konstruksi logam ringan, diameter lubang sama dengan d + 0,1 ... 0,2 mm. Kerusakan paku keling dapat dibedakan seperti berikut: a.
terjadinya geser pada paku keling
Luasan geser yang terjadi pada paku keling
Elemen Mesin
20
Konstruksi Sambungan Kemampuan paku keling menahan geser
b.
terjadinya tumbukan pada paku keling
luasan tumbukan paku keling
Penyebab kerusakan paku keling: a.
F
Paku tergunting Bila beban F yang bekerja cukup besar dan bahan pelat tahan terhadap tarikan tersebut, tetapi bahan paku keling yang kurang kuat, maka paku keling akan putus akibat tergeser.
F
b.
F
Jika beban F besar, maka tegangan yang terjadi tepat pada penampang pelat pada sisi paku keling akan lebih besar. Hal ini akibat adanya lubang paku keling, sehingga luas penampang pada bagian ini lebih kecil. Jika tegangan yang terjadi ini lebih besar dari pada tegangan bahan pelat, maka pelat akan robek.
F
c.
F
Ujung pelat yang terlalu pendek pada konstruksi sambungan paku keling dapat mengakibatkan mudah lentur akibat gaya F yang bekerja, sehingga lubang dari paku keling akan melebar.
F
Elemen Mesin
21
Konstruksi Sambungan d.
F
Robekan pada pelat dapat terjadi sebagai akibat dari tegangan geser yang terjadi lebih besar dari tegangan geser yang diizinkan dari bahan pelat.
F
e.
F
Ujung pelat di belakang paku keling pecah. Hal ini kemungkinan akibat pada saat pemotongan pelat atau pada saat pembuatan lubang paku keling terjadi kerusakan kecil pada bagian pelat tersebut, sehingga saat terkena gaya F akan menjadi lebih parah.
F
f.
F
F
Akibat beban yang tidak sentris pada sistem sambungan paku keling tunggal mengakibatkan pelat melengkung. Untuk menghindari hal ini, maka tebal pelat dan jarak antara paku keling harus disesuaikan.
Gambar 1.9 Kerusakan Paku Keling Metode Penyambungan dengan Paku Keling a.
F
F
b. c.
F
F
Sistem sambungan ini mengakibatkan terjadinya tegangan bengkok dan tegangan geser pada paku keling. Sistem sambungan dua pelat kurang sesuai untuk sambungan kawah, karena pelat terkena tegangan tekan. b. dan c. Sistem sambungan tiga pelat. Pada sistem ini akan terjadi tegangan geser pada paku keling dan tegangan tekan pada pelat.
F
F
d.
Sambungan siku/sudut jika menggunakan paku keling.
Gambar 1.10 Metode Penyambungan Paku Keling
Elemen Mesin
22
Konstruksi Sambungan Kerusakan plat pada sambungan paku keling a. Sobek pada pinggir plat
m = 1,5 d b. Sobek diantara dua paku keling
1.3.3 Perhitungan Kekuatan Sambungan Paku Keling Perhitungan kekuatan dari sambungan paku keling diperoleh dari tegangan yang terjadi pada paku keling (kepala dan batang) dan tegangan yang terjadi pada pelat yang disambung. Tegangan nominal pada paku keling: 1. Melalui gesekan, diperoleh gaya yang membebani setiap paku keling:
F1 FN N
d2 4
2. Melalui beban geser pada batang paku keling, diperoleh gaya yang membebani setiap paku keling:
Elemen Mesin
23
Konstruksi Sambungan
F2 s
d2 4
3. Total gaya yang membebani setiap paku keling:
F F1 F2
d2 (N S ) 4 . Jenis pembebanan: 1. Beban geser pada kepala paku keling; 2. Beban geser pada batang paku keling; 3. Beban tarik pada batang paku keling; 4. Beban tekan pada landasan kepala paku keling; 5. Beban tekan pada permukaan lubang;
a. Asumsi untuk perhitungan
b. Tekanan yang sebenarnya
6. Beban tekan pada pelat; 7. Beban geser pada pelat di belakang paku keling; 8. Beban tarik pada pelat akibat pengurangan luasan; 9. Beban bengkok pada paku keling.
Gambar 1.11 Pembebanan pada Sambungan Paku Keling
Elemen Mesin
24
Konstruksi Sambungan 1) Sambungan dengan dua pelat (lap Joint)
Single rivet
double rivet
double rivet zigzag
Gambar 1.12 Tegangan tarik dan macam susunan paku keling lap joint
Elemen Mesin
25
Konstruksi Sambungan 1) Tegangan geser pada kepala paku keling:
g terjadi
Fz Fz A d x
Dimana: g terjadi = tegangan geser yang terjadi pada kepala paku keling (N/mm2); Fz
= beban aksial (N);
A
= luas penampang menahan (mm 2);
x
= ketinggian bagian kepala yang tergeser (mm).
2) Tegangan geser pada batang paku keling:
F F A 2 d 4
g terjadi
Dimana: g terjadi = tegangan geser yang terjadi pada batang paku keling (N/mm 2); F
= beban (N);
A
= luas penampang menahan (mm 2);
d
= diameter batang paku keling (mm).
3) Tegangan tarik pada batang paku keling:
t terjadi
Fz Fz A 2 d 4
Dimana: σt terjadi = tegangan tarik yang terjadi pada batang paku keling (N/mm 2); Fz
= beban aksial (N);
A
= luas penampang menahan (mm 2);
d
= diameter batang paku keling (mm).
4) Tegangan tekan pada landasan kepala paku keling:
F F A 2 d 4
t terjadi
Dimana: σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada landasan kepala (N/mm 2); Fz
= beban aksial (N);
Elemen Mesin
26
Konstruksi Sambungan A
= luas penampang menahan (mm 2);
d
= diameter batang paku keling (mm).
5) Tegangan tekan pada permukaan lubang:
F F A 0,5 d t
t terjadi Dimana:
σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada permukaan lubang (N/mm 2); F
= beban (N);
A
= luas penampang menahan (mm 2);
d
= diameter batang paku keling (mm);
t
= tebal pelat (mm).
6) Tegangan tekan pada pelat:
F F A (D 2 d2 ) 4
t terjadi
Dimana: σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelat (N/mm2); F
= beban (N);
A
= luas penampang menahan (mm 2);
D
= diameter kepala paku keling (mm);
d
= diameter batang paku keling (mm).
7) Tegangan geser pada pelat di belakang paku keling:
g terjadi
F F A 2 t e1
Dimana: g terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm2); F
= beban (N);
A
= luas penampang menahan (mm 2);
t
= tebal pelat (mm);
e1
= jarak sumbu paku keling sampai ke pinggir pelat (mm).
Elemen Mesin
27
Konstruksi Sambungan 8) Tegangan tarik pada pelat akibat pengurangan luasan:
F F A t (l 2 d)
t terjadi Dimana:
σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm 2); F
= beban (N);
A
= luas penampang menahan (mm2);
d
= diameter paku keling (mm);
t
= tebal pelat (mm);
l
= panjang total pelat (mm).
9) Tegangan bengkok pada paku keling:
Mb Fy 3 Wb d 32
b terjadi
Dimana: σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm 2); Mb
= momen bengkok yang terjadi (N);
Wb
= momen tahanan bengkok (mm2);
F
= beban (N);
y
= jarak yang menyebabkan beban bengkok (mm);
d
= diameter paku keling (mm).
Tegangan-tegangan yang terjadi tersebut diperiksa dan dibandingkan dengan tegangan izin dari material yang digunakan.
Elemen Mesin
28
Konstruksi Sambungan 2) Sambungan dengan tiga pelat (butt joint)
Elemen Mesin
29
Konstruksi Sambungan
Gambar 1.13 Sambungan Tiga Pelat (butt joint)
1) Tegangan geser pada kepala paku keling:
g terjadi
Fz Fz A d x
Dimana: g terjadi = tegangan geser yang terjadi pada kepala paku keling (N/mm 2); Fz
= beban aksial (N);
Elemen Mesin
30
Konstruksi Sambungan A
= luas penampang menahan (mm 2);
x
= ketinggian bagian kepala yang tergeser (mm).
2) Tegangan geser pada batang paku keling:
F A
g terjadi
F 2 d2 4
Dimana: g terjadi = tegangan geser yang terjadi pada batang paku keling (N/mm 2); F
= beban (N);
A
= luas penampang menahan (mm 2);
d
= diameter batang paku keling (mm).
3) Tegangan tarik pada batang paku keling:
t terjadi
Fz Fz A 2 d 4
Dimana: σt terjadi = tegangan tarik yang terjadi pada batang paku keling (N/mm 2); Fz
= beban aksial (N);
A
= luas penampang menahan (mm 2);
d
= diameter batang paku keling (mm).
4) Tegangan tekan pada landasan kepala paku keling:
F F A 2 d 4
t terjadi
Dimana: σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada landasan kepala (N/mm 2); Fz
= beban aksial (N);
A
= luas penampang menahan (mm 2);
d
= diameter batang paku keling (mm).
5) Tegangan tekan pada permukaan lubang:
t terjadi
F F A 0,5 d t
Elemen Mesin
31
Konstruksi Sambungan
Dimana: σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada permukaan lubang (N/mm 2); F
= beban (N);
A
= luas penampang menahan (mm 2);
d
= diameter batang paku keling (mm);
t
= tebal pelat (mm).
6) Tegangan tekan pada pelat:
F F A (D 2 d2 ) 4
t terjadi
Dimana: σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelat (N/mm2); F
= beban (N);
A
= luas penampang menahan (mm 2);
D
= diameter kepala paku keling (mm);
d
= diameter batang paku keling (mm).
7) Tegangan geser pada pelat di belakang paku keling:
g terjadi
F F A 2 t e1
Dimana: g terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm2); F
= beban (N);
A
= luas penampang menahan (mm 2);
t
= tebal pelat (mm);
e1
= jarak sumbu paku keling sampai ke pinggir pelat (mm).
8) Tegangan tarik pada pelat akibat pengurangan luasan:
t terjadi
F F A t (l 2 d)
Dimana: σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm 2); F
= beban (N);
Elemen Mesin
32
Konstruksi Sambungan A
= luas penampang menahan (mm 2);
d
= diameter paku keling (mm);
t
= tebal pelat (mm);
l
= panjang total pelat (mm).
9) Tegangan bengkok pada paku keling:
Mb Fy 3 Wb d 32
b terjadi
Dimana: σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm 2); Mb
= momen bengkok yang terjadi (N);
Wb
= momen tahanan bengkok (mm2);
F
= beban (N);
y
= jarak yang menyebabkan beban bengkok (mm);
d
= diameter paku keling (mm).
Tegangan-tegangan yang terjadi tersebut diperiksa dan dibandingkan dengan tegangan izin dari material yang digunakan. 1.3.4 Sambungan Paku Keling dengan Beban Eksentrik (MD, RS Khurmi, p.323-324) 1). Menentukan titik berat paku keling X1 = jarak paku keling 1 dengan sumbu y X2 = jarak paku keling 2 dengan sumbu y X3 = dst
Y1 = jarak paku keling 1 dengan sumbu X Y2 = jarak paku keling 2 dengan sumbu X Y3 = dst
A1 = luas lubang paku keling 1 A2 = luas lubang paku keling 2 A3 = dst
Elemen Mesin
33
Konstruksi Sambungan
n = jumlah paku keling
2) Terjadi beban geser pada paku keling arah kebawah karena beban , yang besarnya sama untuk setiap paku keling
P
= beban
Ps
= beban yang ditanggung setiap paku keling
e
= jarak beban ke pusat berat
3) Menghitung jarak titik pusat berat ke masing-masing paku keling, dengan menggunakan persamaan phytagoras c
c a2 b2
a
b
Elemen Mesin
34
Konstruksi Sambungan
4) Menghitung gaya geser akibat beban momen pada masing-masing paku keling
F1 = gaya geser karena momen padapaku keling 1 F2 = gaya geser karena momen padapaku keling 2 F3 = dst
L1 = jarak radial dari pusat berat ke paku keling 1 L2 = jarak radial dari pusat berat ke paku keling 2 L3 = dst
dan
5) Menghitung besarnya gaya resultan antara gaya geser kebawah akibat beban dengan gaya geser akibat beban momen pada masing-masing paku keling
Elemen Mesin
35
Konstruksi Sambungan
6) Mencari resultan terbesar untuk menentukan ukuran paku kelingnya, kaitannya dengan kekuatan geser ijin dari bahan paku kelingnya.
Contoh soal (MD, RS Khurmi, p.325-326) Beban eksentrik P = 50.000 N; jarak beban dengan pusat berat e = 400 mm; jumlah paku keling n = 7; tegangan geser = 65 N/mm2 dan tegangan tumbukan c = 120 N/mm2
Elemen Mesin
36
Konstruksi Sambungan 1.
Menentukan titik berat paku keling
2.
Terjadi beban geser pada paku keling arah kebawah karena beban , yang besarnya sama untuk setiap paku keling
3.
Menghitung jarak titik pusat berat ke masing-masing paku keling, dengan menggunakan persamaan phytagoras
Elemen Mesin
37
Konstruksi Sambungan
4.
Menghitung gaya geser akibat beban momen pada masing-masing paku keling
5.
Menghitung besarnya gaya resultan antara gaya geser kebawah akibat beban dengan gaya geser akibat beban momen pada masing-masing paku keling
Elemen Mesin
38
Konstruksi Sambungan
6.
Mencari resultan terbesar untuk menentukan ukuran paku kelingnya, kaitannya dengan kekuatan geser ijin dari bahan paku kelingnya.
1.3.5 Sambungan paku keling untuk konstruksi (Lozenge Joint) (MD, RS Khurmi p.314-322) Sambungan paku keling untuk konstruksi disusun dalam bentuk diamond, Baris 1 satu paku keling Baris 2 dua paku keling Baris 3 tiga paku keling....dst, kemudian pada sisi yang lain tersusun kebalikannya.
1.
Perhitungan diameter paku keling
t = tebal paku keling dalam mm d = diameter paku keling 2.
Perhitungan jumlah paku keling Pt =
Elemen Mesin
39
Konstruksi Sambungan
Jumlah paku keling adalah kekuatan tarik maksimum sambungan Pt, dibagi oleh Ps atau Pc diambil yg nilainya kecil.
3.
Susunan konstruksi paku keling dengan bentuk diamond
4.
Ketebalan plat penjepit Tp = 1,25 t untuk penjepit tunggal Tp = 0, 75 t untuk penjepit ganda
5.
Efisiensi sambungan, ditinjau dari setiap baris paku keling Baris 1-1
Baris 2-2 ditambah tegangan geser 1 paku di depannya
Baris 3-3 ditambah tegangan geser 3 paku di depannya Diambil nilai yang terkecil dari Pt1, Pt2, Pt3, Ps dan Pc dibagi dengan tegangan plat P
Elemen Mesin
40
Konstruksi Sambungan
Contoh Soal: Diketahui: suatu konstruksi dengan lebar plat lebar b = 350 mm dan tebalnya t = 20 mm, dengan penjepit ganda. Tegangan t = 90N/mm2; = 60 N/mm2; dan c = 150 N/mm2 Penyelesaian 1.
Perhitungan diameter paku keling maka diameter lubang paku dibuat 2 mm lebih besar 29 mm
2.
Perhitungan jumlah paku keling Pt =
jumlah paku keling 9
3.
Susunan paku lozenge joint
Elemen Mesin
41
Konstruksi Sambungan
4.
Ketebalan plat penjepit Tp = 0, 75 t untuk penjepit ganda
6.
Efisiensi sambungan, ditinjau dari setiap baris paku keling Baris 1-1
Baris 2-2 + 1 Ps
Baris 3-3 + 3 Ps
Baris 4-4 + 6 Ps
Tegangan geser 9 paku keling
Elemen Mesin
42
Konstruksi Sambungan
Tegangan tumbukan 9 paku keling
Diambil nilai yang terkecil dari Pt1, Pt2, Pt3, Pt4, Ps dan Pc dibagi dengan tegangan plat P Tegangan plat tanpa paku keling
Jika 9 paku disusun dengan model rata Pt1
1
2
3
Dengan jumlah paku yang sama 9 buah paku keling, ternyata di susun dengan model lozenge joint lebih efisien jika dibandingkan dengan susunan model baris 3x3
Elemen Mesin
43
Konstruksi Sambungan
1.4 Sambungan Baut 1.4.1 Penggunaan Berdasarkan fungsi utamanya, baut dibedakan menjadi baut pengikat dan baut penggerak. Fungsi utama baut adalah: Pengubah beban, artinya mengubah beban keliling yang kecil menjadi beban aksial yang besar, seperti transmisi pada roda gigi cacing; Pengubah gerakan, artinya mengubah gerakan keliling yang besar menjadi gerakan aksial yang kecil, seperti ulir penggerak pada mikrometer. Sambungan baut adalah jenis sambungan yang paling banyak digunakan dalam elemen mesin. Tujuan penggunaan sambungan baut adalah sebagai berikut: 1. sebagai baut pengikat untuk sambungan yang dapat disambung/dilepas; 2. sebagai baut pengencang untuk proses pengencang (baut pengencang); 3. sebagai
baut
penutup
untuk
menutup
lubang,
misalnya
lubang
pembuangan oli; 4. sebagai baut landasan untuk melandasi atau mengatur keausan atau kelonggaran; 5. sebagai baut pengukur untuk mengukur jarak, seperti pada mikrometer; 6. sebagai pemindah gaya untuk mengubah gaya yang kecil menjadi gaya yang memanjang yang besar, seperti pada mesin pres; 7. sebagai baut penggerak
untuk mengubah gerakan berputar menjadi
gerakan memanjang, seperti pada ulir pengarah atau mengubah gerakan memanjang menjadi gerakan berputar, seperti pada ulir pengebor; 8. sebagai baut diferensial untuk menghasilkan lintasan yang kecil dalam putaran yang besar. Beberapa
kekurangan
dalam
penggunaan
sambungan
baut
dan
perlu
diperhatikan dalam proses perancangan mesin adalah sebagai berikut: Pada baut pengencang, momen pengencangan, ketahanan pengencangan sangat perlu diperhatikan, dan pengaruh takikan pada ulir; Pada baut penggerak memiliki efisiensi yang rendah, keausan sisi luar ulir, kelonggoran ulir, dan kerusakan ulir. Pembuatan alur ulir dapat dilakukan dengan tanpa pemotongan yaitu proses pengerolan atau pengepresan alur ulir dan pencetakan kepala baut. Proses snei Elemen Mesin
44
Konstruksi Sambungan dilakukan dengan pemutaran atau penggilingan, desnei dengan suatu profil gigi penggerus putaran tinggi atau digerinda dengan batu gerinda berprofil.
Gambar 1.16 Sambungan pada flens. a) sambungan dengan baut yang ditembuskan; b) sambungan dengan baut pin; c) sambungan dengan baut kepala; d) sambungan dengan baut elastis yang ditembuskan dan bagian penjaga jarak; e) sambungan dengan baut elastis mur ganda; f) sambungan dengan baut yang kepalanya disembunyikan. Pada saat dikencangkan, permukaan flens dirapatkan a) samapai c) tanpa pengaman penahan perantara. 1.4.2 Baut, Mur, dan Perlengkapan Suatu sambungan baut pengikat terdiri dari: Baut (batang baut, batang ulir, spindel ulir) dengan ulir luar; Mur dengan uli dalam yang terkait; Ring (tidak selalu); Pengaman (tidak selalu); Perkakas untuk mengencangkan dan mengendorkan sambungan. 1) Baut Pada sambungan baut disamping harus memiliki baut yang kuat, murnya harus memiliki kekuatan yang sesuai. Untuk itu, biasanya digunakan cincin pengaman dan juga pengaman yang lain. Pada konstruksi mesin, baut dengan kepala segi enam atau mur segi enam memegang peranan penting, misalnya sebagai baut tembus, baut sekrup kepala (tanpa
mur),
dan
sebagai stud
(tanpa
kepala
dan
mur).
Jika
ingin
menyembunyikan kepala bautnya, maka digunakan baut inbus.
Elemen Mesin
45
Konstruksi Sambungan Baut khusus merupakan baut yang dibutuhkan untuk tujuan tertentu. Pada pembebanan dinamis digunakan baut elastis. Untuk pelat baja tipis dan plastik digunakan baut pelat. Pembuatan ulir dalam (tapping) dilakukan langsung oleh sekrupnya sendiri. Dalam beberapa aplikasi digunakan juga kepala mur dan baut silindris yang untuk pengunciannya digunakan sisi yang diratakan atau lubang radial, alur memanjang atau gerigi (mur berlubang melintang, mur beralur, dan sebagainya). Beberapa bentuk khusus lainnya adalah baut penutup, baut pengunci, baut angker, dan lain-lain. Macam-macam baut standar dapat dilihat pada Tabel 1.6. Tabel 1.6 Macam-macam Baut Standar DIN 601, 960, 931
DIN 558, 933, 961
DIN 601, 7990
DIN 561
a. Baut segi enam DIN 912
b. Baut segi enam DIN 6912
c. Baut segi enam dan mur DIN 84
d. Baut segi enam dengan tap DIN 88
g. Baut inbus tinggi DIN 551
h. Baut inbus rendah DIN 2509
m. Baut stud DIN 910, 7604
n. Baut sekrup DIN 906
s. Baut penutup dengan sabuk
t. Baut penutup ulir kerucut
i. Baut silinder alur
DIN 564
DIN 609, 610, 7968
e. Baut segi enam dengan f. Baut pas segi enam ujung panjang DIN 7988 DIN 7971
j. Baut cembung alur k. Baut cembung alur silang
l. Baut pelat silinder alur
DIN 833, 835, 836, 938, 939, 940
DIN 551
DIN 427
DIN 913
o. Baut stud DIN 464
p. Stud ulir beralur DIN 14579
q. Baut poros beralur
r. Stud ulir inbus
u. Baut dengan kepala bersabuk
v. Baut inbus radius
2) Mur Mur yang sering digunakan adalah mur yang sudah distandarkan, seperti pada Tabel 1.7. Mur khusus merupakan mur dibutuhkan untuk tujuan tertentu, misalnya mur yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan dinamis dari sambungan baut. Mur bentuk khusus lainnya adalah mur plat jepit (untuk pengamanan), mur kapsul untuk baut elastis, mur spindel, dan sebagainya. Macam-macam mur dapat dilihat pada Tabel 1.7.
Elemen Mesin
46
Konstruksi Sambungan Tabel 1.7: Macam-macam Mur Standar DIN EN 24034, EN 24032, EN 28673
DIN 431, 936 EN 24035, EN 24036, EN 28675
DIN 935
a. Mur segi enam DIN 548, 1816
b. Mur segi enam (tipis) DIN 1804
c. Mur mahkota DIN 315
g. Mur dengan lubang melintang
h. Mur beralur memanjang DIN 466
i. Mur kupu-kupu
m. Mur pelat untuk las titik
n. Mur kepala bersabuk
o. Mur pelat dengan lubang tersembunyi
DIN 935
d. Mur mahkota (>M12) DIN ISO 582
j. Mur cincin DIN 546
DIN 1587
DIN 557
e. Mur tutup DIN 928
f. Mur segi empat DIN 929
k. Mur las segi empat
l. Mur las segi enam
p. Mur beralur melintang
3) Pengaman Pengaman
dibutuhkan
untuk
mengamankan
sambungan
baut
terhadap
kemungkinan kendor atau lepas dengan sendirinya. Pengaman yang paling sederhana dan handal adalah pemanfaatan gesekan dalam ulir dan gesekan pada landasan kepala mur atau kepala baut. Pada baut pengencang tidak akan terjadi pengendoran, selama pada proses pemasangan ditegangkan dengan benar sesuai dengan besar momen pengencangan yang telah distandarkan. Pengaman baut seperti pada Gambar 1.17 terdiri dari: a) Mur mahkota dengan alur melintang; b) Pelat pengaman; c) Kawat pengaman; d) Ring pegas; e) Pelat pegas; f) Pelat gerigi; g) Dudukan kerucut (meningkatkan gesekan); h) Mur yang mengamankan sendiri; i) Mur kontra, j) Mur pengaman; k) Ring pengaman plastik.
Elemen Mesin
47
Konstruksi Sambungan
Gambar 1.17 Pengaman Baut 1.4.3 Bentuk Ulir Bentuk dasar dari ulir adalah garis baut seperti pada Gambar 1.17. Garis itu terbentuk melalui penggulungan sebuah garis lurus dengan sudut kemiringan pada silinder dengan jari-jari r. Dari konstruksi penggulangannya dapat diperoleh: y P tan x (2 r )
Dimana: = sudut kenaikan P =kenaikan (pitch) Ulir sebuah baut dapat dibentuk dengan arah ke kiri (ulir kiri), arah ke kanan (ulir kanan), atau memiliki beberapa buah alur (ulir ganda, ulir tripel, dan seterusnya). Bentuk (potongan melintang) sebuah ulir yang dinamakn profil ulir dapat berupa segitia (ulir segitiga), trapesium (ulir trapesium), segiempat (ulir segiempat), setengah lingkaran (ulir bulat), mata gergaji (ulir gergaji), dan sebagainya. Berdasarkan besar kenaikan (pitch), ulir dapat dibedakan pula menjadi ulir kasar dan ulir halus. Ulir halus banyak digunakan pada pipa dan poros dan ditetapkan tinggi ulir h3 dengan kenaikan P yang berhubungan dengan sudut kenaikan adalah kecil. Sedang ulir beralur lebih dari satu, banyak digunakan untuk ulir penggerak, untuk mendapatkan efisiensi dan kenaikan P yang besar. Elemen Mesin
48
Konstruksi Sambungan
b
sudut kecil : pergeseran (jarak) besar - Cocok untuk baut pengikatan, gaya aksial besar; - Pengaturan halus (pegerakan putaran besar menghasilkan gerakan aksial kecil); - Efisiensi rendah, self-locking.
c
sudut besar : pergeseran (jarak) kecil - Cocok untuk baut penggerak, batang cacing; - Efisiensi tinggi, tidak ada self-locking.
Gambar 1.18 Garis ulir dan penggulungannya dengan kenaikan P h dan sudut kenaikan . a) Ulir umum; b) ulir tunggal; c) ulir beralur banyak (ulir tripel dengan pembagi (lead) P sama, dan kenaikan (pitch) Ph) 1.4.4 Penerusan Gaya dan Efisiensi Pada ulir datar dengan sudut sisi = 0º seperti pada Gambar 1.19 diberikan sebuah gaya memanjang F dan gaya keliling F U pada ulir dengan diameter sisi d2. Akibat gesekan, maka dapat diperoleh gaya resultan F R pada arah normal (tegak lurus bidang) dan FU F tan , dengan tan
P . (2 π d2)
Pada perhitungan gesekan dengan angka koefisien gesek tan , maka akan mulai terjadinya gerakan, jika resultan gaya F R pada sudut gesekan terhadap normal meningkat. Maka: FU F tan( ) , (+) untuk menaikkan beban, (-) untuk menurunkan beban.
Untuk ulir runcing dengan > 0º, maka digantikan ’ dengan
Elemen Mesin
49
Konstruksi Sambungan tan '
tan serta ' , maka untuk gaya gesek selalu arahnya ke cos( 2 ) cos( 2 )
bawah ke sisi ulir yang ditentukan oleh gaya yang bekerja. Pada ulir runcing, pada kondisi yang sama, gaya gesek selalu lebih besar dari pada ulir datar, sehingga ulir runcing hanya digunakan untuk baut pengencang. Maka besarnya: FU F tan( ' ) dan untuk momen putarnya MT FU
d2 d F tan( ' ) 2 . 2 2
Gaya gesek arahnya selalu berlawanan dengan arah gaya, (+) menunjukkan pengencangan baut (pengangkatan beban), (-) menunjukkan pengendoran baut (penurunan beban).
Gerakan
a Naik + Turun
Kondisi Gaya Dorong Efisiensi
b Naik
c Turun
tidak ada self-locking FU atau FS =1
FU
d Diam self-locking
FS
-FU (gaya pengendoran)
F P WH WA Fu d2 s H WA Fu d2 WH Fs PH tan tan( ) tan( ) tan
Diam (= angka koefisien gesek statis)
Gambar 1.19 Gaya-gaya pada baut dengan ulir datar (F S = gaya memanjang, Ph = kenaikan, FU = gaya keliling, panjang lintasan = d2 , W H = kerja pengangkatan, W A = kerja pemutaran; pada ujung ulir ’ sebagai pengganti ; tan (koefisien gesek dinamis); 0 tan0 (koefisien gesek statis). Efisiensi adalah perbandingan antara pemakaian terhadap pengeluaran. Efisiensi dari gerakan baut dan mur besarnya: Pada perubahan momen putar menjadi gaya memanjang:
Elemen Mesin
tan tan( ' ) 50
Konstruksi Sambungan Pada perubahan gaya memanjang menjadi momen putar:
tan( ' ) tan
Self-locking (penghentian sendiri) adalah merupakan tujuan dari sebuah baut pengencang, jika gaya memanjang F tidak dapat menimbulkan momen putar, jika FU F tan( ' ) 0 , yaitu ' dan ' 0 atau 0,5 . Pada baut metris
dengan
2,5
juga menghasilkan self-locking, selama nilai kekasaran
' tan ' 0,04 . Selama baut penguatan dikencangkan (F>>0), tidak dapat kendor atau lepas akibat guncangan.
Gambar 1.20 Gaya normal pada ulir runcing Gesekan kering: Terjadi bila antara kedua permukaan itu kering. Gesekan dengan pelumasan: minyak
Terjadi bila antara kedua permukaan terdapat cairan.
Gambar 1.21 Gesekan Pada sambungan baut biasanya terjadi gesekan kering, dimana hal ini mempunyai manfaat agar sambungan dapat kuat/tidak kendor. Tabel 1.8: Koefisien Gesek
Bahan Baja/baja
0,22 0,25
Baja/perunggu
0,20
Besi tuang/perunggu
0,15
Besi tuang/besi tuang 0,15 Untuk gesekan licin antara baja/baja besarnya = 0,1. Pada sambungan baut umumnya digunakan = 0,25, sehingga :
tan = 0,25 = arc tan 0,25 = 14 40'
Elemen Mesin
51
Konstruksi Sambungan 1.4.5 Momen dan Gaya Pengencangan Pada saat pengencangan baut, tidak hanya didapatkan gesekan pada ulir saja, tetapi juga gesekan pada landasan kepala baut dan landasan mur yang berhubungan (diameter gesekan dA =
Da Di , dengan koefisien gesek A). 2
Jumlah momen keseluruhan untuk gaya pengencangan FV adalah: MG = MT MA FV
d2 2
tan( ' )
dA 2
A
(+) untuk momen pengencangan total MGA; (-) untuk momen pengendoran total MGL (MGL < 0). Untuk
baut
standar
dengan
=
60º,
momen
pengencangan
dapat
disederhanakan menjadi: MGA = FV 0,16 P 0,5 'd2 0,5 A dA
Nilai ’ dan A berfluktuasi antara 0,008 – 0,4, sesuai permukaan luar dan pelumasannya. 1.4.6 Pembebanan Baut 1) Baut dengan beban memanjang Pada dasarnya, baut tidak boleh mengalami pemuaian, sehingga pada sambungan baut tidak boleh dibebani lebih dari batas elastisnya. Alur ulir berfungsi sebagai takikan untuk mempertinggi beban statis dan menurunkan pembebanan dinamis. Besarnya penampang tegangan, yaitu penampang yang menahan beban adalah: 2
AS =
d2 d3 2 ds 4 2 4
Gambar 1.22 Baut elastis. a) Baut langsing, b) Baut berlubang Elemen Mesin
52
Konstruksi Sambungan Melalui hipotesa perubahan bentuk, tegangan besarnya pembanding: Tegangan tarik: z =
Tegangan puntir: t =
FV FV 2 AS ds 4 Mt FV d2 tan( ' ) Wt 2 d3s 16
Tegangan pembanding: 2
2
F d tan( ' ) F 2 2 V V 2 Vdiizinkan 3 V = z 3 t 3 d2 2 ds s 16 4
Menurut
hasil
penelitian,
pada
ulir
kasar
Vdiizinkan 0,9 0,2
atau
Vdiizinkan 0,9 S , pada ulir halus Vdiizinkan 0,8 0,2 atau Vdiizinkan 0,8 S .
Besarnya σ0,2 dan σS dapat dilihat pada Tabel 3.1.
2) Baut dengan beban melintang Sambungan baut yang dibebani melintang seperti terlihat pada Gambar 1.23.
a) Baut pas, b) Baut tembus, c) Baut tembus dan tabung belah.
Gambar 1.23 Sambungan Baut dengan Beban Melintang. Baut pas (tidak ada kelonggaran pada poros) berfungsi seperti sambungan paku keling. Bentuk rancangan ini mahal. Baut ini menerima beban melintang F mengakibatkan terjadinya tegangan geser g pada penampang melintang poros sepenuhnya A Elemen Mesin
2 d dan tekanan badan σ1: 4
53
Konstruksi Sambungan g
F F 1izin g izin dan 1 dsn A mi n
Dimana: n = jumlah baut; mi = jumlah patahan. Baut tembus (dengan kelonggaran poros) akan meneruskan gaya melintang melalui gaya gesekan .Fv yang ditimbulkan oleh gaya memanjang F v dari baut. Pada konstruksi baja bertingkat sering digunakan sambungan HV (sambungan kekuatan tinggi) dengan baut HV (DIN 6912 sampai 6918, kualitas 10.9). Nilai gesekan yang digunakan 0,45 (0,6) untuk bagian konstruksi dari St 37 (St 52). Pada konstruksi mesin umumnya, permukaan yang dibaut dikerjakan dengan halus dan tidak bebas lemak, sehingga digunakan nilai gesekan 1,1 – 0,15. Gaya tegangan Fv yang diperlukan dengan faktor keamanan , maka diperoleh: Fv
F mi n
Nilai batas: = 1,25 untuk konstruksi bertingkat (bagian konstruksi St 37 atau St 52, pembebanan H), = 1,6 untuk konstruksi jembatan dan konstruksi pesawat angkat (bagian konstruksi St 37 atau St 52, pembebanan H) F v ≈ 8.F (konstruksi mesin, baut ditanam). Besar gaya Fv 0,7 0,2 A . Pemeriksaan ulang melalui tegangan pembanding V Vdiizinkan . Tegangan yang diizinkan untuk baut HV 0,2 900 N / mm 2 . Untuk bagian konstruksi dari St 37 dengan baut kualitas 4.6
dan pembebanan H, DIN 1050, 1izin 280 N / mm 2 dan untuk bagian konstruksi dari St 52 dengan baut kualitas 5.6, g izin 0,5 1izin . Tabung belah dan stud pas juga dapat meneruskan gaya melintang, sehingga memerlukan baut tembus yang ringan saja.
Elemen Mesin
54
Konstruksi Sambungan Tabel 1.9: Nilai Kekuatan Baut Kelas kekuatan baut
Baru
3.6
4.6
4.8
5.6
5.8 6.6
6.8
6.9
8.8
Saat ini
4A
4D
4S
5D
5S 6D
6S
6G
8G ≤ M16 > M16
Kekuatan tarik σB
N/mm2
330
400
420
500
520 600
600
600
800
830
Batas elastis σS
N/mm2
190
240
320
300
400 360
480
-
-
-
0,2 Batas elastis
N/mm2
-
-
-
-
-
640
660
%
25
22
14
20
10
12
12
Perpanjangan patah Material baut Kelas kekuatan Mur
S185 9S2
S235 9S20 4
Tegangan percobaan (σZL) 1) N/mm2
5202)
Material mur
S235 9S20
C35 E295 35S20 5
16
8 C35 E295 10S20
C35 C45 34Cr4
6
520 – 6303) 600 600 – 7203) C35 E295
12
8 600
C35 E295
C35 C45 35S20
1) Tegangan percobaan σZL merupakan besarnya tegangan tarik terbesar baut, yang dipasangkan dengan murnya, ketika kemampuan pembebanan sambungan dapat terjamin hingga batas pembebanan pada baut, dengan kata lain pada pasangan baut yang masih rapat tersebut murnya mengalami kerusakan; 2) untuk M 16 . . .M39; 3) tergantung pada diameter baut.
Elemen Mesin
800 – 9203)
55
Konstruksi Sambungan
1.4.6 Beban kombinasi tarik dan tarik karena momen (MD, RS Khurmi, p.402-427) Beban yang ditahan oleh baut adalah tarikan kebawah oleh beban W terbagi sama rata untuk setiap baut dan di tambah beban tarik kebawah karena beban momen W dikalikan jaraknya.
1.
Tarik karena beban ke bawah
Beban tarik pada jarak L1 dan L2
Persamaan momen
Total beban yang ditahan oleh baut
Elemen Mesin
56
Konstruksi Sambungan 1.4.7 Beban kombinasi geser dan geser karena torsi Beban yang ditahan oleh baut adalah geser kebawah oleh beban W terbagi sama rata untuk setiap baut dan di tambah beban geser kebawah karena beban momen W dikalikan jaraknya.
Beban geser ke bawah untuk setiap baut
Persamaan momen
Beban total yang diterima baut
Jika diketahui diameter minor baut, dc = 0,84 d; d = 25 mm
Elemen Mesin
57
Konstruksi Sambungan 1.4.8 Beban kombinasi geser dan tarik karena momen Beban yang ditahan oleh baut adalah geser kebawah oleh beban W terbagi sama rata untuk setiap baut dan di tambah beban tarik ke depan karena beban momen W dikalikan jaraknya.
Beban geser ke bawah untuk setiap baut
Persamaan momen
Contoh perhitungan
Elemen Mesin
58
Konstruksi Sambungan Beban geser ke bawah untuk setiap baut
Persamaan momen
Diameter minor baut yang diperlukan
1.4.9
Beban kombinasi geser dan tarik karena momen dan geser karena torsi Beban yang ditahan oleh baut adalah geser kebawah oleh beban W
terbagi sama rata untuk setiap baut dan beban tarik ke depan karena beban momen W dikalikan jaraknya L= 300 dan beban geser karena momen W x e.
Elemen Mesin
59
Konstruksi Sambungan
e Geser ke bawah
Tarik karena momen untuk kedua baut yang atas
Geser karena torsi
Elemen Mesin
60
Konstruksi Sambungan
Kombinasi beban menjadi tegangan tarik t
Kombinasi beban menjadi tegangan geser
Beban maksimum geser pada baut no 1 dan 4
Beban maksimum geser pada baut no 2 dan 3
Elemen Mesin
61
Poros dan Pasak 1.5 Sambungan Las Sambungan las dapat digunakan untuk bermacam-macam keperluan, tidak hanya untuk baja, baja tuang, dan besi tuang, tetapi juga untuk tembaga, aluminium, paduan magnesium, nickel, seng, timah hitam, dan bahan sintetik termoplastik. Konstruksi baja yang dilas, dimana sebelumnya disambung dengan paku keling adalah tabung bejana atau ketel. Komponen yang sebelumnya dituang atau ditempa, sekarang banyak dilas adalah untuk perbaikan kak atau aus, sebagai penguat, untuk menutup bagian yang bocor. Komponen yang dilas, tidak menjadi lebih murah, tetapi desain tertentu dengan kekakuan dan kekuatan yang sama, menjadi lebih ringan daripada dituang atau disambung dengan paku keling. Salah satu kekurangan sambungan las adalah kesulitan untuk mengetahui
kualitas
hasil
pengelasan
dan
pengerjaannya
memerlukan
pengalaman khusus. Untuk konstruksi baja (rangka baja, jembatan, Crane) yang dilas, beratnya sekitar 20% di bawah konstruksi serupa yang disambung dengan paku keling. Untuk konstruksi ketel dan tangki, digunakan sambungan las pada pelat dengan kampuh temu (butt weld), untuk menghindari adanya overlap, sehingga lebih mudah. Kekuatan sambungan bisa mencapai 70% hingga 100% dari kekuatan pelatnya, sedang sambungan paku keling bisa mencapai 60% hingga 87%. Sambungan las, banyak digunakan untuk konstruksi mesin, khususnya pembuatan komponen dalam jumlah kecil dan waktu pemesanan yang cepat. Sebagai bentuk sambungan tetap, sambungan las sangat cocok untuk tujuan: - menerima gaya, momen bengkok dan momen torsi; - biaya murah untuk komponen baik jumlah sedikit maupun produksi masal; - komponen yang bekerja pada temperatur tinggi; - bentuk desain yang mudah dirawat; - sambungan yang rapat. 1.5.1 Macam-Macam Sambungan Las Untuk mendapatkan hasil penyambungan las yang kuat (sesuai yang dirancang), sambungan las harus dirancang sesuai dengan aplikasinya. Berbagai macam bentuk kampuh merupakan variasi dari sambungan temu (butt joint) dan sambungan sudut (fillet joint). Pada Gambar 1.24 ditunjukkan berbagai jenis kampuh beserta petunjuk penggunaannya. Elemen Mesin
62
Poros dan Pasak Jenis Kampuh1)
Simbol dan Gambar2)
Jenis Kampuh1)
Simbol dan Gambar2)
Jenis Kampuh1)
Kampuh Flens ganda
Kampuh U
Kampuh J-ganda
Kampuh I
Kampuh U-ganda
Kampuh Muka datar
Kampuh V
Kampuh HV
Kampuh Titik atau garis
Kampuh Sisi kaku
Kampuh K
Kampuh Sudut tampak
Kampuh X
Kampuh HY
Kampuh Sudut tak tampak
Kampuh Y
Kampuh HY-ganda
Kampuh Sudut ganda
Kampuh Y-ganda
Kampuh J
Kampuh Sudut siku
Simbol dan Gambar2)
1) Penggambaran simbol dihasilkan dengan garis lambang dan simbol 2) Kampuh flens sampai dengan J-ganda merupakan kampuh temu
Kampuh las berikut harus digambar lengkap dengan ukurannya: Kampuh Tiga pelat
Kampuh V dengan Kampuh U
Kampuh HV dengan Kampuh sudut ganda
Kampuh K dengan Kampuh sudut ganda
Tanda-tanda tambahan dan aplikasinya:
Kampuh datar
Kampuh cembung
Kampuh cekung
Kampuh benam
Pada sambungan diratakan
Pada sambungan diratakan
Kampuh kepala terbalik
Kampuh sudut kontinyu
Gambar 1.24 Jenis Kampuh Atas dasar pengalaman, petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan adalah: 1. Jumlah kampuh harus dirancang seminim mungkin, karena biaya pengelasan berbanding lurus dengan banyaknya kampuh. Untuk itu konstruksi las dibangun dari potongan yang besar, lebih disukai kampuh las tipis yang panjang. Pada volume yang lebih kecil (a 2 l) memiliki luas penampang yang menahan sebesar (a l) . 2. Komponen lebih baik dibuat dari bentuk profil, pelat, atau bentuk potongan yang dipotong menggunakan api. Bentuk yang rumit dilas secara terpisah dan skrap diusahakan seminim mungkin. Elemen Mesin
63
Poros dan Pasak 3. Persiapan sebelum dilas dengan pengerjaan mesin diusahakan seminim mungkin dan hanya sesuai untuk jumlah produksi kecil. Untuk produksi masal perlu digunakan jig. 4. Tegangan akibat penyusutan dan tegangan takik dapat direduksi melalui desain yang baik, misalnya: untuk mengurangi pengaruh pemuaian, konstruksi diperbaiki dengan menggeser lokasi kampuh; penggunaan kampuh yang tipis; penggunaan kampuh yang terputus pada daerah perpotongan. 5. Supaya konstruksi memiliki ketahanan getar, kekakuan, ketahanan bengkok, dan ketahanan puntir tinggi, digunakan dinding lebih tipis dengan penampang segi empat atau lingkaran, dengan konstruksi sel, atau konstruksi ringan. 6. Kampuh yang penuh (tidak terputus) cocok untuk support pelat dan segi empat. Pada ujung support sebaiknya ditutup dengan las untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan terhadap karat. 7. Support yang menahan beban bengkok, sebaiknya didekatkan dengan lokasi beban untuk mengurangi momen yang terjadi. 8. Jika batang penumpu dipasang dengan baik, kampuh las dapat menerima beban tekan sebesar 1/10 nya. 9. Pada penampang yang menerima beban tarik, jika tidak bisa diseimbangkan, perlu diperhatikan timbulnya tegangan akibat penyusutan yang sulit digeser. 10. Pengelasan di dekat daerah yang dirol dingin perlu dihindarkan, karena akan timbul tegangan sisa. Jika tidak, perlu dilakukan normalizing. Tabel 1.10: Koefisien Bentuk Kampuh v1 pada Beban Dinamis Jenis Kampuh Kampuh temu (butt weld)
X atau V kepala
V dgn pengerjaan
Flens
Gambar
t l
t l
t l
t l
0,5
0,7
0,9
0,5
2),4)
0,7
0,8
0,9
0,8
ll3),6)
0,42
0,56
0,72
0,56
Penampang kampuh v1 1),5)
Jenis Kampuh Kampuh T (K dan HV)
V
HV dgn rusuk
HV tanpa rusuk
K dgn rusuk
K tanpa rusuk
a l
a l
s l
s l
0,4
0,6
0,5
0,7
2),4)
0,6
0,7
0,68
0,8
ll3),6)
0,32
0,48
0,4
0,56
Gambar Penampang kampuh v1 1),5)
Elemen Mesin
64
Poros dan Pasak
Cembung
Satu sisi Rata
0,28
2),4) ll3),6)
Jenis Kampuh Kampuh T (fillet weld)
Cembung
Cekung
0,3
0,33
0,38
0,42
0,5
0,5
0,54
0,6
0,54
0,6
0,7
0,28
0,3
0,33
0,38
0,42
0,5
Gambar Penampang kampuh v1 1),5)
Jenis Kampuh Kampuh sudut
Dua sisi Rata
Cekung
a l
2 a l
Rata
Rata ganda
V
V fillet
Butt weld with root
Gambar
a l
2 a l
a l
a l
s l
0,22
0,3
0,3
0,45
0,5
2),4)
0,44
0,6
0,5
0,7
0,8
ll3),6)
0,22
0,3
0,3
0,45
0,5
Penampang kampuh v1 1),5)
a) Tarik dan Tekan (σ1) b) Bengkok (σ1) c) Geser (ll) Tarik – Tekan; 2) Bengkok; 3) Geser; 4) Koefisien v pada pembebanan bengkok dari kampuh las umumnya lebih menguntungkan daripada pembebanan tarik-tekan, karena 1 tegangan yang relevan berkurang pada serat terluar akibat pengaruh tumpuan; 5) Nilai σ dapat disarankan; ll 6) Nilai dapat disarankan. 1)
Berbagai macam konstruksi, biasanya kembali pada penggunaan kampuh temu atau kampuh sudut. Pada Tabel 1.10 ditunjukkan pembagian bentuk kampuh, yang menyambung komponen satu dengan yang lain. Kampuh temu digunakan pada pelat dan profil dengan pengelasan kontinyu. Kampuh temu lebih tahan terhadap beban statis dan dinamis dibanding kampuh sudut, tetapi umumnya lebih mahal biaya produksinya, karena perlu persiapan dalam pembuatan alur. Pada pengelasan ganda dapat meningkatkan kekuatan terhadap beban dinamis. Pelat hingga ketebalan 3 mm dapat dilas tanpa pembuatan alur, hingga ketebalan 20 mm digunakan alur V (dengan sudut chamfer 60º), hingga ketebalan 40 mm digunakan alur X, U, atau U-ganda. Kampuh T biasanya digunakan menggunakan dengan permukaan datar. Dibandingkan dengan Elemen Mesin
65
Poros dan Pasak kampuh temu, kampuh T lebih murah. Pada beban dinamis biasany digunakan kampu dengan permukaan cekung. Ketahanan jenis kampuh sudut satu sisi sangat rendah. Tabel 1.7 Tabel Bentuk Kampuh dan Tinggi (a) dan Panjang Kampuh (l) No.
Jenis Kampuh
Gambar
Tinggi kampuh (a) dan panjang kampuh (l)
1.
Kampuh temu (butt)
a = t1, jika t1 < t2
2.
Kampuh HV-ganda (K)
a = t1
3.
Kampuh HY-ganda (K dengan leher)
4.
Kampuh sudut (fillet)
a = t1 t1 c 5 3 mm Tinggi kampuh a adalah tinggi dari segitiga sama kaki. Untuk aluminium: a ≤ 0,7. t1
Kampuh satu sisi: amax 0,7 t1 Kampuh ganda: amax 0,5 t1 Dimana:
amin tmax 0,5 mm 3 mm
5.
Kampuh sudut miring (fillet miring)
6.
Kampuh tiga pelat
7.
Kampuh temu
Kampuh sudut dgn. dahi
t1 > 10 mm a = t1 Arah gaya: t2 ke t3 t1 ke t2 atau t3
a = t2, untuk t2 < t3 a=c
l = b, jika tidak ada kawah yang bebas, selain itu l = b – 2a
1.5.2 Desain Konstruksi Las Keberhasilan suatu konstruksi las sangat tergantung pada bentuk kerangka yang dilas. Pada Tabel 1.11 dijabarkan berbagai contoh desain las yang dirancang berdasarkan beberapa aspek.
Elemen Mesin
66
Poros dan Pasak Tabel 1.11: Contoh Desain Las Jelek
Baik
Keterangan Persiapan pekerjaan, sebaiknya dihindarkan.
seperti
proses
penggerindaan
Rumah buffer: Hindari pemborosan material sekrap.
Drum tali: Penghematan dengan membatasi pemotongan, jumlah kampuh las dan sirip. Kampuh ganda hanya untuk beban berat
Sambungan kotak: Hindari mengelas pada sambungan fitting. Las bagian dalam, hanya untuk beban berat. Tebal flens digunakan ukuran sebelum dikerjakan, dengan toleransi ± 2 mm untuk panjang sampai 1 m dan ± 4 mm untuk panjang lebih dari 1 m. Roda gigi: Pada rodagigi yang besar, pengelasan lebih murah dibanding tempa atau pemesinan.
Flens poros: Pada flens yang besar, pengelasan lebih murah dibanding tempa atau pemesinan. Dapat dilakukan penghematan melalui: Pemotongan dengan api (flame cutting); Penggunaan baja profil; Pembengkokan dengan radius.
Roda gigi: Rim dirol tanpa kampuh. Rusuk diperlukan hanya pada roda gigi miring.
Rusuk tidak dipotong, digunakan pelat (flat steel). Rim sebaiknya berdiri di atas rusuk.
Elemen Mesin
67
Poros dan Pasak Jelek
Baik
Keterangan Hindari penumpukan kampuh (tegangan susut), kampuh melintang dibuat putus-putus.
Tangki: Kampuh memanjang dibuat bergeser (zig-zag). Tangki: Kampuh pada sudut tangki sangat berbahaya, perlu dihindarkan. Bahaya robek dapat direduksimelalui pengaturan kampuh yang tepat.
Pada sambungan temu dengan beban dinamis harus dihindarkan dari perubahan tebal pelat. Aliran beban yang aman adalah melalui perubahan penampang yang bertahap. Lokasi kampuh dipindahkan dari lokasi yang menerima beban tarik.
Lokasi kampuh dipindahkan dari lokasi yang menerima beban tarik.
Sambungan pipa.
Kampuh untuk perapat dibuat di dalam.
Tekukan akibat penyusutan kampuh perlu dihindarkan. Untuk kecepatan tinggi dan beban yang besar, pertemuan sambungan pipa dibuat radius dan letak kampuh digeser dari lokasi tersebut.
Support khusus untuk beban tinggi dibuat radius. Pada ujungnya dilubangi, pemotongan dengan api, dibengkokkan dalam kondisi panas, kemudian dilas penuh.
Elemen Mesin
68
Poros dan Pasak 1.5.3 Perhitungan Kekuatan Sambungan Las Pada perhitungan kekuatan pengelasan diasumsikan bahwa: - Beban dapat terdistribusi secara merata pada seluruh kampuh; - Tegangan yang terjadi menyebar pada setiap titik penampang efektif. 1) Sambungan Temu Sebuah alur las berbentuk V tunggal dibebani gaya tarik sebesar F. Gambar 1.26 menunjukkan dua buah pelat yang dilas dengan sambungan temu menerima beban tarik. Pada kampuh las akan terjadi tegangan tarik (σt) sebesar: F s
F
F l
F
Gambar 1.26 Beban Tarik pada Sambungan Temu t
F F A s l
Dimana: σt = tegangan tarik yang terjadi (N/mm 2); F = gaya tarik (N); s = tebal pelat (mm); l = panjang kampuh (mm). 2) Sambungan Tumpang (lap joint) Dua buah pelat yang dilas dengan sambungan tumpang menerima beban
l
sebesar F (Gambar 1.27). Pada kampuh las terjadi tegangan geser (g) sebesar:
F
s
F
a. Beban Geser pada Sambungan Tumpang Elemen Mesin
69
Poros dan Pasak a=s
0,707 a a=s
rus ak ges er
b. Kerusakan dan tebal kampuh Gambar 1.27
g
F F A 2 0,707 a l
Dimana: g = tegangan tarik yang terjadi (N/mm 2); F = gaya tarik (N); s = tebal pelat (mm); l = panjang kampuh (mm). 3) Sambungan T (T joint) Dua buah pelat yang dilas tegak lurus sama lain dan menerima beban F sejajar dengan panjang kampuh pada jarak tertentu dari lokasi kampuh (Gambar 1.28). Pada kampuh las tersebut terjadi tegangan geser (g) secara langsung dan tegangan bengkok (σb), sehingga tegangan total dapat dihitung seperti berikut:
l
F h
s
a
Gambar 1.28 Pembeban Geser dan Momen pada Sambungan T Elemen Mesin
70
Poros dan Pasak Tegangan geser yang terjadi:
g
F 0,707 A
Tegangan bengkok yang terjadi:
b
Mb F h Wb 0,707 W
Tegangan geser total yang terjadi: g2
total
b2
F 6 h 1 0,707 A l
2
Dimana: A 2 a l ;
a l2 l A ; 6 6 A = luas penampang yang menahan beban geser (mm2); W 2
W = Momen tahanan bengkok (mm 3). Bila dua buah pelat yang dilas tegak lurus sama lain, menerima beban tarik sebesar F sejajar sumbu dan momen M (Gambar 1.29), maka pada kampuh las tersebut terjadi tegangan geser total (total) seperti berikut:
M
F
l
s
a
Gambar 1.29 Pembeban Tarik dan Momen pada Sambungan T Tegangan geser total yang terjadi:
total
M F 0,707 W 0,707 A
Elemen Mesin
71
Poros dan Pasak Dimana: A 2 a l ;
a l2 l A ; 6 6 A = luas penampang yang menahan beban geser (mm 2); W 2
W = Momen tahanan bengkok (mm 3). Bila sebuah profil bulat pejal dilas tegak lurus pada pelat dengan sambungan T, menerima momen puntir Mt (Gambar 1.30), maka pada kampuh las tersebut terjadi tegangan geser total (total) seperti berikut:
Mt d
a
Gambar 1.30 Pembeban Momen Puntir pada Sambungan T Tegangan geser total yang terjadi:
total
2 Mt 0,707 a d2
Dimana: Mt = Momen puntir yang terjadi (Nmm); a = Tebal kampuh (mm); d = Diameter profil bulat (mm). 1.5.4 Pengelasan Eksentrik (MD, RS Khurmi, p.360-371) Langkah awal adalah menentukan posisi titik berat, dimana beban P berada.
Elemen Mesin
72
Poros dan Pasak Persamaan momen pada las bagian atas
Persamaan momen pada las bagian bawah
Total momen
Persamaan momen
Jarak titik berat
Elemen Mesin
73
Poros dan Pasak Panjang las
1.5.4 Pembebanan tidak simetris dan beban kombinasi 1. Beban geser dan momen
Luasan kampuh las
Beban geser kebawah
Perhitungan momen
Beban gabungan dijadikan tegangan tarik
Elemen Mesin
74
Poros dan Pasak Beban gabungan dijadikan tegangan geser
Luasan kampuh las
Beban geser kebawah
Tegangan kombinasi
2. Beban geser, tarik dan momen
Elemen Mesin
75
Poros dan Pasak
Luasan kampuh las dan tegangan geser
Perhitungan momen
3, Beban geser dan geser karena momen
Tegangan geser
Tegangan geser karena momen
Elemen Mesin
76
Poros dan Pasak
Tegangan geser kombinasi
Momen inersia polar
Luasan kampuh las
Geser kebawah karena beban 15 kN
Geser kebawah karena momen
Elemen Mesin
77
Poros dan Pasak
Geser kombinasi
Rumus diambil dari tabel
Elemen Mesin
78
Poros dan Pasak
Luasan kampuh las
Geser kebawah karena beban 60 kN
Geser kebawah karena momen
Geser kombinasi
Elemen Mesin
79
Poros dan Pasak
Elemen Mesin
80
Poros dan Pasak
BAB II POROS DAN PASAK 2.1 Poros Poros adalah bagian dari mesin yang berputar yang dipergunakan untuk memindahkan daya dari satu mesin ke mesin yang lain. Daya yang dipindahkan poros diakibatkan oleh adanya gaya-gaya tangensial dan resultan torsi atau momen puntir yang bekerja pada poros dan memungkinkan daya tersebut dapat dipindahkan ke beberapa mesin yang disambungkan pada poros tersebut. Untuk memindahkan daya dari satu poros ke poros yang lain diperlukan beberapa komponen seperti pulley, roda gigi, sabuk/belt, rantai dan sebagainya. Komponen ini dipasangkan pada poros, sehingga dapat mengakibatkan momen bengkok pada poros. Dengan kata lain bahwa poros yang digunakan untuk memindahkan momen torsi juga akan menerima momen bengkok. Komponenkomponen tersebut dipasang pada poros dengan bantuan pasak/key atau juga spline, sehingga pada poros harus dibuat alur-alur sebagai tempatnya. Menurut pembebanannya,
poros
yang
digunakan
untuk
memindahkan
daya
diklasifikasikan menjadi: 1- Poros Transmisi. Poros ini menerima beban puntir dan bengkok. Pemindahan daya pada poros ini menggunakan kopling, pulley-belt, roda gigi, rantai sproket, dan lain-lain. Poros jenis ini digunakan untuk memindahkan daya dari sumber daya menuju mesin-mesin yang menyerap daya. Ukuran standard dari poros transmisi : 25 mm hingga 60 mm dengan 5 mm sleps. 60 mm hingga ll0 mm dengan 10 mm sleps. 110 mm hingga 140 mm dengan 15 mm sleps. 140 mm hingga 500 mm dengan 20 mm sleps. 2- Spindel. Poros ini menerima beban utama berupa momen puntir. Dimensi spindel pendek, banyak digunakan pada mesin perkakas. Pengerjaan poros ini harus presisi dan deformasi yang diizinkan sangat kecil;
Elemen Mesin
81
Poros dan Pasak 3- Gandar (Axle). Poros ini berbentuk serupa dengan poros, tetapi merupakan komponen mesin yang tidak ikut berputar (stasioner) dan jika dipergunakan untuk transmisi hanya akan menerima momen bengkok saja. Poros ini digunakan pada roda kereta api; 4- Poros. Poros yang digunakan untuk memindahkan daya dari mesin penggerak ke peralatan yang lain. Poros ikut berputar, sehingga selain menerima beban bengkok juga beban puntir; 5- Poros Fleksibel. Poros yang digunakan memindahkan dua mekanisme, dimana porosnya berputar dan membentuk sudut satu sama lain. Daya yang dipindahkan biasanya kecil. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam perancangan poros adalah sebagai berikut: a. Kekuatan poros. Poros harus dirancang untuk kuat menahan beban yang terjadi. Pada umumnya poros menerima berupa: momen puntir, momen bengkok, kombinasi momen bengkok dan momen puntir, atau beban aksial dan kombinasi momen torsi dan momen bengkok. Selain itu, pengaruh tegangan konsentrasi akibat bentuk poros bertingkat dan adanya alur pasak harus dipertimbangkan dengan baik. b. Kekakuan poros. Kekakuan poros harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis mekanisme yang ada. Selain kekuatan yang cukup, defleksi atau puntiran yang terjadi dapat menimbulkan terjadinya getaran. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan yang serius pada konstruksi. c. Putaran kritis. Poros yang terkena beban dan mengalami defleksi, jika berputar pada kecepatan putar tertentu, dapat mengakibatkan getaran yang serius. Putaran ini disebut putaran kritis. Untuk itu, poros harus dirancang sebaik mungkin, hingga putaran kerjanya tidak diperbolehkan sama dengan putaran kritis. d. Tahan korosi. Poros yang digunakan pada turbin air, turbin uap, dan pompa harus dirancang supaya tahan terhadap korosi akibat kavitasi. 2.1.1 Material Poros Material yang digunakan untuk poros biasanya mild steel. Akan tetapi bila diperlukan kekuatan yang tinggi, dapat digunakan baja paduan seperti baja Elemen Mesin
82
Poros dan Pasak nickel, baja chrom atau baja chrom vanadium. Pada umumnya sebuah poros dibentuk dengan proses pengerolan panas (hot rolling) dan proses pengerjaan akhir (finishing) pada ukuran yang sesuai dengan proses cold drawing seperti dengan mesin bubut (turning) dan mesin gerinda (grinding). Pengerjaan poros dengan proses cold drawing hasilnya akan lebih kuat dari pada hot rolling (tetapi memiliki tegangan sisa/residual yang lebih tinggi). Tegangan sisa/residual ini dapat menyebabkan distorsi pada poros ketika dikerjakan dengan mesin, terutama bila dipotong untuk tempat slot atau pasak. Poros dengan diameter lebih besar biasanya dikerjakan dengan forging/tempa, kemudian dibubut dengan menggunakan mesin bubut. Tegangan yang umum terjadi pada poros adalah: 1. Tegangan geser akibat momen torsi yang dipindahkan; 2. Tegangan bengkok (karena beban tarik/tekan) akibat berat dari komponenkomponen seperti pulley, roda gigi, atau akibat berat poros sendiri; 3. Kombinasi dari momen torsi dan momen bengkok. Besarnya tegangan izin poros transmisi yang menerima beban tarik/tekan atau geser secara global dapat diperkirakan seperti berikut. Perkiraan ini harus diperiksa kembali sesuai dengan jenis material yang digunakan, jenis beban yang bekerja, proses pengerjaan, dan bentuk/desain yang dipilih. Untuk beban tarik atau tekan dapat diambil: a. 112 N/mm2 untuk poros tanpa pengurangan untuk alur pasak; b. 84 N/mm2 untuk poros dengan pengurangan untuk alur pasak. Untuk poros tertentu tegangan tarik yang diizinkan dapat diambil 60% dari tegangan elastisnya, tetapi tidak boleh lebih dari 36% tegangan tarik maksimum. Tegangan geser yang diizinkan dapat diambil sebagai berikut: a. 56 N/mm2 untuk poros tanpa pengurangan untuk alur pasak; b. 42 N/mm2 untuk poros dengan pengurangan untuk alur pasak. Untuk poros tertentu tegangan geser yang diizinkan dapat diambil 30% dari tegangan elastisnya, tetapi tidak boleh lebih dari 18% tegangan tarik maksimum. 2.1.2 Perancangan Poros 1) Poros dengan Beban Momen Torsi Poros yang menerima beban utama berupa momen puntir, seperti pada poros motor yang dihubungkan melalui sebuah kopling. Momen puntir yang Elemen Mesin
83
Poros dan Pasak ditransmisikan dapat dihitung berdasarkan daya P (HP) dengan putaran n (rpm) poros sebagai berikut: P
2 Mt n M n F V t 33000 12 33000 63000
atau P (lb in) n
Mt 63000
Dimana: P = Daya yang ditransmisikan (HP); Mt = Momen puntir yang terjadi (Nmm); n = Putaran poros (rpm); F = Gaya keliling (lb); V = Kecepatan (fpm). Apabila satuan dikonversikan menjadi metris, maka: P (kg cm) n
Mt 71620
Dimana: P = Daya yang ditransmisikan (HP); n = Putaran poros (rpm); Apabila momen puntir Mt (lb in) ditransmisikan melalui sebuah poros dengan diameter dp (in), poros akan menerima tegangan puntir p (psi) sebesar: p
Mt Mt 5,1 Mt 3 Wt dp dp3 16
Dalam perancangan poros, tegangan puntir yang terjadi pada poros harus lebih kecil dari pada tegangan puntir bahan poros yang digunakan, sehingga: 5,1 Mt dp3
izin
atau dp 3
5,1 Mt izin
2) Poros dengan Beban Momen Bengkok dan Puntir (Teori Tresca) Elemen Mesin
84
Poros dan Pasak Pada umumnya poros mentransmisikan daya melalui pulley-belt, roda gigi, atau rantai/sproket. Untuk itu, poros yang demikian akan menerima beban lentur dan beban puntir. Beben geser akibat momen puntir dan beban lentur akibar gayagaya yang bekerja pada transmisi. Untuk bahan poros yang ductile (ulet) dapat digunakan teori tegangan geser maksimum dari Teori Tresca: 2
2 4 2 x 2 2 2
maks
Untuk poros dengan penampang bulat pejal yang menerima beban statis: x
32 Mb
dan t
dp3
16 Mt dp3
, sehingga
16 Mb 2 16 Mt 2
maks
dp3
dp3
Dalam perancangan poros, diharuskan tegangan maksimum yang terjadi selalu di bawah tegangan yang diizinkan dari bahan poros. Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros dapat diperoleh tegangan tarik yield (luluh) dibagi dengan faktor keamanan, yang besarnya seperti berikut: izin
yield
yield 2
Selanjutnya dapat dihitung diameter poros dp:
16 Mb 2 16 Mt 2 dp3
dp 3
dp3
yield 2
10,2 Mb2 M2t yield
Dimana: σx = Tegangan bengkok yang terjadi (Psi); p = Tegangan puntir yang terjadi (Psi); Mb = Momen bengkok yang terjadi (lb in); Mt = Momen puntir yang terjadi (lb in); σyield = Tegangan luluh bahan poros (Psi); V = Faktor keamanan. Untuk poros berlubang: Elemen Mesin
85
Poros dan Pasak 16 4
d d3o 1 i d o
Mb2 M2t
yield 2
Apabila beban bekerja pada poros berlubang, maka digunakan persamaan Soderberg: yield 1 m batas 4 e
2
m yield batas e
2
yield 2
Dimana: σm = Tegangan rata-rata untuk bengkok atau tarik (Psi); σbatas = Tegangan batas untuk bengkok atau tarik (Psi); σyield = Tegangan luluh dari bahan poros (Psi); σe = Batas ketahanan bengkok/tarik dari bahan poros (Psi); = CR CS CD
1 K f Sn
e = Batas ketahanan geser dari bahan poros (Psi); = CR CS CD
1 K fg Sng
Kf = Faktor konsentrasi tegangan lelah untuk bengkok; Kfg = Faktor konsentrasi tegangan lelah untuk geser; yield = 0,5 σyield = Tegangan geser luluh bahan poros (Psi); m = Tegangan rata-rata untuk puntir (Psi); batas = Tegangan batas untuk puntir (Psi); yield = Tegangan geser luluh bahan poros (Psi). Batas ketahanan (endurance limit) suatu material dapat dinyatakan dengan: e 1e CR CS CD
Dimana: 1e = batas ketahanan dari material
CR = faktor beban CD = faktor ukuran CS = faktor pengerjaan permukaan
Elemen Mesin
86
Poros dan Pasak
Tabel 2.1: Faktor Pembebanan Faktor
Jenis Beban Bengkok
CR CD
Puntir
Aksial
1,0
0,58
0,9
1,0
D ≤ 0,4 in
0,9
0,4 < D < 2 in
CS
1,0
Lihat gambar
3) Poros dengan Beban Momen Bengkok dan Puntir (Teori Energi Distorsi) Menurut teori Energi Distorsi pada teori kegagalan untuk tegangan dua dimensi adalah: yield
2
12 1 2 22
σ1 dan σ2 adalah tegangan utama, bila diterapkan pada tegangan uniaksial, yield
2x 3 2
Jika disubstitusikan, menjadi: yield
yield m batas e
2
3 m yield batas e
2
Sehingga diameter poros dapat dihitung: yield 32 dp 3 Mm Mbatas e yield
2
3 Mt m yield Mt batas 4 e
2
4) Poros dengan Beban Berulang dan Kejut Apabila selama poros bekerja menerim beban bengkok dan beban kejut, seperti pada mesin pres dan mesin roll, maka pada perancangannya harus dimasukkan faktor pengaruh kelelahan akibat beban yang berulang. Faktor K m untuk momen bengkok dan Kt untuk momen puntir. Pada poros dengan beban bengkok tetap besarnya Km = 1,5, untuk tumbukan ringan Km = 1,5 – 2,0, untuk tumbukan berat Km = 2,0 – 3,0. Dengan demikian persamaan yang dipakai adalah: a. Teori Tegangan Geser Maksimum: Elemen Mesin
87
Poros dan Pasak 0,5 yield
yield K m Mb m Mb batas 3 e dp 16
2
2
K t Mt m yield Mt batas e
2
b. Teori Energi Distorsi yield
yield K m Mb m Mb batas 3 e dp 32
K t Mt m yield Mt batas e
2
2.1.3 Putaran Kritis dan Kekakuan Poros Poros yang selalu bekerja pada putaran tinggi, dalam perancangannya harus dipertimbangkan terhadap terjadinya putaran kritis. Putaran kerja dari mesin, harus dirancang berada di bawah atau di atas putarn kritisnya. Secara umum dapat diperhitungkan bahwa putaran kerja poros maksimum tidak boleh melebihi 80 % putaran kritisnya. Perhitungan putana kritis pada poros dengah dengan dua tumpuan, digunakan persamaan Rayleigh: nc 187,7
W1 Y1 W2 Y2 W3 Y3 ..... Wm Ym W1 Y12 W2 Y22 W3 Y 32 ..... W m2 Ym2
Dimana: nc = putaran kritis (rpm); Wm = berat masa yang berputar pada titik m (lb); Ym = defleksi yang terjadi pada masa W m (in). Kekakuan poros terhadap momen puntir sangat berpengaruh terhadap terjadinya defleksi sudut. Jika defleksi melampaui batas tertentu, dapat menimbulkan getaran, sehingga besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen puntir pada poros harus dibatasi. Untuk poros yang dipasang pada mesin secara umum yang berada dalam kondisi kerja normal, besarnya defleksi sudut dibatasi 0,08 (º/ft) panjang poros. Untuk poros transmisi besarnya defleksi sudut dibatasi 1,0 º untuk panjang poros 20 x diameter poros. Untuk poros Cam pada motor bakar dalam dibatasi 0,5 º untuk segala panjang poros. Besarnya defleksi sudut pada poros dapat dihitung dengan rumus: 584
Mt L G dp4
Elemen Mesin
88
Poros dan Pasak Dimana: = defleksi sudut (º); Mt = Momen puntir yang terjadi (lb in); L = panjang poros (in); dp = diameter poros (in); G = modulus geser bahan poros (lb/in 2).
Elemen Mesin
89
Poros dan Pasak Contoh soal 1 Sebuah poros lurus yang berputar pada 200 rpm digunakan untuk memindahkan daya sebesar 25 hp. Poros ini terbuat dari mild steel yang memiliki tegangan geser izin 420 kg/cm 2. Tentukan diameter poros tersebut jika momen bengkok yang terjadi pada poros diabaikan ! Penyelesaian: Kecepatan putar poros : Daya yang dipindahkan : Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros :
n = 200 rpm. P = 25 hp. s = 420 kg/cm2.
Momen torsi yang terjadi : T
4500 P 4500 25 89,5 kgm = 8950 kgcm. 2 n 2 200
Diameter poros pejal:
s d3 16 16 T 3 16 8950 3 d=3 108,5 4,77 cm 5,0 cm. s 420
T=
Elemen Mesin
90
Poros dan Pasak Contoh soal 2 Tentukan besar diameter poros pejal yang digunakan untuk memindahkan daya sebesar 25 hp pada putaran 200 rpm. Tegangan geser maksimum untuk steel sebagai bahan poros 3600 kg/cm 2, sedangkan faktor keamanan 8 ! Tentukan pula dimensi dari poros jika untuk menggantikan poros di atas digunakan sebuah poros berlubang (hollow shaft) dan diketahui perbandingan diameter dalam di dan diameter luar d o adalah 0,5 (di = 0,5 . do) ! Penyelesaian : Daya yang dipindahkan Kecepatan putar poros Tegangan geser maksimum dari bahan poros Faktor keamanan
: : : :
P = 25 hp. n = 200 rpm. s maks. = 3600 kg/cm2. V = 8.
Tegangan geser yang diizinkan: s izin =
s maks. 3600 450 kg/cm2 . V 8
Momen torsi yang tejadi: T=
4500 P 4500 25 89,5 kgm = 8950 kgcm. 2 n 2 200
Diameter poros pejal:
d=3
16 T 3 16 8950 3 101,3 4,66 cm 5,0 cm. s 450
Bila yang digunakan adalah poros berlubang:
T=
d4 di4 d 1 s ( o ) s d3o (1 ( i )4 ) 450 d3o (1 ( )4 ) 16 do 16 do 16 2
Sehingga: 16 8950 3 108 4,75 cm 5,0 cm. 1 4 1 4 450 (1 ( ) ) 450 (1 ( ) ) 2 2 di = 0,5 do 0,5 5,0 = 2,5 cm
do =
16 T
3
Elemen Mesin
3
91
Poros dan Pasak Contoh soal 3 (dalam satuan SI) Sebuah poros pejal sedang memindahkan daya sebesar 1 MW pada kecepatan putar 240 rpm. Tentukan besar diameter poros, jika momen torsi maksimum yang terjadi adalah 20 % lebih besar dari momen torsi rata-rata ! Tegangan geser dari bahan poros yang diizinkan 60 N/mm 2. Penyelesaian: Daya yang dipindahkan Kecepatan putar poros Torsi maksimum yang terjadi Tegangan geser bahan poros yang dizinkan
: : : :
P = 1 MW = 1 000 000 Watt. n = 240 rpm. Tmaks. = 1,2 . Trata-rata s = 60 N/mm2.
Momen torsi yang dipindahkan : 2 n Trata -rata 60 2 240 Trata -rata 6 10 = 60 P=
Trata rata =
60 106 39 788 Nm = 39 788 000 Nmm. 2 240
Jadi: Tmaks . = 1,2 39 788 000 = 47 745 000 Nmm.
Perhitungan diameter poros: Tmaks . =
d=3
s d3 16
16 Tmaks. 3 16 47 745 000 3 4 052 770 159,4 mm 160,0 cm. s 60
Elemen Mesin
92
Poros dan Pasak 2) Poros dengan Beban Momen Bengkok Jika suatu poros menerima momen bengkok, maka tegangan bengkok maksimum (akibat beban tarik atau beban tekan) yang terjadi diberikan menurut persamaan: M b = I y
Dimana : M = momen bengkok yang terjadi (kgcm). I = momen inersia dari penampang poros terhadap sumbu polar (cm4). b = tegangan bengkok yang terjadi (kg/cm 2). y = jarak terjauh dari sumbu netral ke sisi/serat terluar (cm). Diketahui bahwa untuk poros pejal: I =
d d4 dan y = 64 2
Jika kedua harga di atas dimasukkan ke persamaan di atas, diperoleh:
M 4 d 64
=
b , sehingga M = b d3 d 32 2
Dengan menggunakan persamaan di atas akan diperoleh diameter poros. Untuk poros berlubang: I =
d (do4 di4 ) dan y = o 64 2
Jika kedua harga di atas dimasukkan ke persamaan di atas, diperoleh:
M (do4 di4 ) 64
=
d4 di4 d b b ( o ) b d3o (1 ( i )4 ) , sehingga M = do 32 do 32 do 2
Dengan menggunakan persamaan di atas dan perbandingan antara diameter dalam di dan diameter luar d o akan diperoleh dimensi dari poros berlubang.
Elemen Mesin
93
Poros dan Pasak Contoh soal 4 Sepasang roda pada sebuah gerbong kereta api menerima beban 5 ton di setiap roda pada axlenya. Jarak antara roda dari ujung axle tersebut 10 cm. Jarak antara kedua rel 140 cm. Tentukan besar diameter axle tempat memasang roda, bila tegangan dari bahan tidak boleh melebihi 1000 kg/cm 2 ! Penyelesaian: 5 ton
5 ton 10 cm
A
10 cm
140 cm
C
D
RC
B
RD
Gambar 2.1 Poros dengan beban bengkok Beban pada tiap axle Jarak beban dari roda Jarak rel Tegangan yang terjadi maksimum
: : : :
W = 5 ton = 5000 kg. a = 10 cm. L = 140 cm. b = 1000 kg/cm2.
Momen bengkok maksimum yang terjadi pada roda di C dan D :
M = W a = 5000 10 = 50 000 kg cm. Diameter axle dapat dihitung dengan hubungan sebagai berikut: b d3 , sehingga: 32 32 M 3 32 50 000 3 d=3 509 7,984 cm 8,0 cm. b 1000
M=
Elemen Mesin
94
Poros dan Pasak 3) Poros dengan Beban Kombinasi Puntir dan Bengkok Bilamana suatu poros menerima beban kombinasi momen puntir dan momen bengkok, maka poros harus direncanakan dengan dasar kedua momen tersebut secara simultan. Terdapat beberapa macam teori yang dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dari tipe pembebanan kombinasi. Berikut ini ada dua teori penting dari bermacam-macam teori di atas: 1. Teori tegangan geser maksimum atau teori Guest. Teori ini biasanya dipergunakan untuk bahan yang kenyal (ductile) seperti baja lunak/mild steel; 2. Teori tegangan normal maksimum atau teori Rankine. Teori ini biasanya dipergunakan untuk bahan yang rapuh (brittle) seperti besi tuang/cast iron. b = tegangan bengkok (tegangan tarik atau tekan) akibat momen bengkok. s = tegangan geser akibat momen torsi. Berdasarkan teori tegangan geser maksimum (teori Guest), tegangan geser maksimum yang terjadi pada poros: s =
1 b2 4 s2 2
Dengan memasukkan harga b dan s diperoleh:
s maks. =
b maks. =
1 32 M 2 16 T 2 ( ) 4( ) 3 2 d d3
16 d
3
M2 T 2
Atau: s maks. d3 = M2 T 2 16
Faktor
M2 T 2 dinamakan momen torsi ekivalen dan biasanya dinyatakan
dengan Te. Te ini diasumsikan sebagai momen torsi yang bekerja sendiri dan mengakibatkan tegangan geser (s) yang sama seperti momen torsi sebenarnya. Dengan pembatasan tegangan geser maksimum (s maks.) sama dengan tegangan geser yang diizinkan (s izin) dari bahan poros, maka persamaan di atas: Te = M2 T 2
s d3 16
Dari persamaan di atas, besar diameter poros d dapat dihitung.
Elemen Mesin
95
Poros dan Pasak Berdasarkan teori tegangan normal maksimum, besar tegangan normal maksimum yang terjadi pada poros adalah:
1 1 32 M 32 M 2 16 T 2 b ( 21 b )2 (s )2 ( 21 ) ( ) 2 2 d3 d3 d3 32 1 ( (M M2 T 2 )) 3 2 d
b maks. =
1 b maks. d3 = (M M2 T 2 ) 32 2 1 Faktor ( (M M2 T 2 )) dinamakan momen bengkok ekivalen dan biasanya 2
dinyatakan dengan Me. Me ini diasumsikan sebagai momen bengkok yang bekerja sendiri dan mengakibatkan tegangan tarik atau tegangan tekan (b) yang sama seperti momen bengkok sebenarnya. Dengan pembatasan tegangan normal maksimum (b maks.) sama dengan tegangan bengkok yang diizinkan (b izin)
dari bahan poros, maka persamaan di atas menjadi:
Me =
1 (M M2 T 2 ) b d3 2 32
Dengan persamaan di atas, maka diameter poros dapat dihitung. Catatan : 1. Jika digunakan poros berlubang (hollow shaft), maka persamaan ii sampai v dapat ditulis sebagai berikut : Te = T 2 M2 Me =
s d3o (1 k 4 ) 16
1 (M M2 T 2 ) b d3o (1 k 4 ) 2 32
Dimana :
k=
di do
2. Untuk pemilihan diameter poros dari hasil perhitungan kedua teori tersebut di atas diambil harga yang terbesar (harga yang lebih aman).
Elemen Mesin
96
Poros dan Pasak Contoh soal 5 Sebuah poros berpenampang bulat pejal menerima beban momen bengkok sebesar 30 000 kgcm dan momen torsi l00 000 kgcm. Poros ini dibuat dari baja karbon yang mempunyai tegangan tarik maksimum 7000 kg/cm2 dan tegangan geser maksimum 5000 kg/cm 2. Jika faktor keamanan diambil 6, tentukan diameter poros tersebut ! Penyelesaian: Momen bengkok yang terjadi Momen torsi yang terjadi Tegangan tarik maksimum dari bahan poros Tegangan geser maksimum dari bahan poros Faktor keamanan
: : : : :
M = 30 000 kgcm. T = 100 000 kgcm. t maks. = 7000 kg/cm2. s maks. = 5000 kg/cm2. V = 6.
Tegangan tarik yang diizinkan t izin : t izin =
t maks. 7000 1166,67 kg/cm2 . V 6
Tegangan geser yang diizinkan s izin : s izin =
s maks. 5000 833,33 kg/cm2 . V 6
Diameter poros dihitung dengan: 1. Teori tegangan geser maksimum : Momen puntir ekivalen : Te M2 T 2 30 0002 100 0002 10,44 104 kgcm.
Kemudian dipergunakan persamaan sebagai berikut : s d3 16 10,44 10 4 = 833,3 d3 16 Te =
Sehingga : d=3
10,44 104 16 3 638 8,6 cm. 833,3
2. Menurut teori tegangan normal maksimum : Momen bengkok ekivalen : Me =
1 1 (M M2 T 2 ) (30 000 10,44 104 ) 6,72 104 kgcm. 2 2
Elemen Mesin
97
Poros dan Pasak Kemudian dipergunakan persamaan sebagai berikut : b d3 32 6,72 10 4 = 1166,67 d3 32 Me =
Sehingga : d=3
6,72 104 32 3 586,6 8,37 cm. 1166,67
Dari kedua hasil perhitungan diambil harga terbesar, yaitu : d = 8,6 cm 9,0 cm.
Elemen Mesin
98
Poros dan Pasak Contoh soal 6 Sebuah roda gigi yang dipasang pada poros dengan ditumpu pada dua buah bantalan seperti terlihat pada Gambar 2.2. Diameter roda gigi 12,5 cm. Daya yang dipindahkan 5 pk pada kecepatan putar 120 rpm. Bahan poros mempunyai tegangan geser yang diizinkan sebesar 420 kg/cm2. Tentukan diameter poros tersebut ! Penyelesaian : Diameter roda gigi Daya yang dipindahkan Kecepatan putar poros Tegangan geser izin bahan poros
: : : :
D = 12,5 cm. P = 5 hp. n = 120 rpm. s = 420 kg/cm2.
Roda gigi
125 cm
Poros
10 cm
10 cm
Gambar 2.2 Poros dengan Beban Torsi Besar momen torsi yang dipindahkan poros : T=
4500 P 4500 5 29,85 kgm = 2985 kgcm. 2 n 2 120
D
F = 477,6 kg
Gambar 2.3 Pembebanan pada Roda Gigi Elemen Mesin
99
Poros dan Pasak Gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi adalah : F=
2 T 2 2985 477,6 kg 480 kg. D 12,5
Momen bengkok yang terjadi pada pusat roda gigi D : M=
477,6 1255 2985 kgcm. 2
Diameter poros dapat dicari dengan menggunakan persamaan T e dan diperoleh sebagai berikut: Te = M2 T 2 29852 30002 4232 kgcm.
Padahal telah diketahui bahwa : Te =
s d3 16
Sehingga :
d=3
4232 16 3 51,4 3,7 cm 4,0 cm. 420
Elemen Mesin
100
Poros dan Pasak Contoh soal 7 Sebuah poros dibuat dari mild steel digunakan untuk memindahkan daya sebesar 120 hp pada putaran 300 rpm. Panjang poros adalah 3 m. Poros ini juga menerima beban dari dua buah pulley yang masing-masing mempunyai berat 150 kg dan bekerja pada jarak 1 m dari masing-masing ujungnya. Jika harga tegangan yang diizinkan digunakan sebagai dasar perhitungan kekuatan, tentukan diameter poros yang sesuai ! Penyelesaian: 150 kg
150 kg
A
B
D
C 1m
1m
1m
RA
RB
Gambar 2.4 Free Body Diagram Daya yang dipindahkan Kecepatan putar poros Panjang poros (jarak antara kedua bantalan) Berat masing-masing pulley Jarak antara pulley ke ujung poros
: : : : :
P = 120 hp. n = 300 rpm. L = 3 m. W = 150 kg. a = 1 m.
Momen torsi yang dipindahkan : T=
4500 P 286,4 kgm = 28 640 kgcm. 2 n
Gaya reaksi pada kedua bantalan A dan B akibat beban pulley : RA = RB = 150 kg. Momen bengkok maksimum yang terjadi pada titik C dan D :
M = 150 1 = 150 kgm = 15 000 kgcm. Momen puntir ekivalen: Te = M2 T 2 15 0002 + 28 6402 32 330 kgcm.
Perhitungan besar diameter poros d: Te =
s d3 16
Telah diketahui bahwa: s = 600 kg/cm2, sehingga 32 330 =
600 d3 16
Jadi:
d=3
32 330 16 3 274,4 6,49 cm 6,5 cm. 600
Elemen Mesin
101
Poros dan Pasak Contoh soal 8 (dengan menggunakan satuan S.I.) Sebuah poros lurus digerakkan sebuah motor yang terletak secara vertikal di bawahnya. Sebuah pulley dengan diameter 1,5 m dipasangkan pada poros ini dengan belt yang memiliki tegangan 5,4 kN pada sisi kencang dan 1,8 kN pada sisi kendornya. Kedua tegangan ini diasumsikan tegak (vertikal). Pulley berada overhang dengan jarak pusat 400 mm terhadap bantalan. Tentukan diameter poros yang diperlukan, jika tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros s= 42 N/mm2 ! Penyelesaian : Diameter pulley Radius pulley Tegangan belt pada sisi kencang Tegangan belt pada sisi kendor Jarak antara pusat pulley terhadap bantalan Tegangan geser yang diizinkan
: : : : : :
D = 1,5 m. R = 0,75 m = 750 mm. S1 = 5,4 kN = 5400 N. S2 = 1,8 kN = 1800 N. L = 400 mm. s = 42 N/mm2.
400
W
S1
S2
Gambar 2.5 Pembebanan pada Poros Momen torsi yang dipindahkan oleh poros : T = (S1 S2 ) R (5400 - 1800) 750 = 2 700 000 Nmm.
Dengan asumsi bahwa berat poros diabaikan, gaya total pada arah vertikal yang bekerja pada pulley: W = S1 S2 5400 + 1800 = 7200 N.
Momen bengkok yang terjadi :
M = W L = 7200 400 = 2 880 000 Nmm. Momen puntir ekivalen : Te = M2 T 2 2 880 0002 2 700 0002 3,95 106 Nmm .
Perhitungan diameter poros d: Te =
Elemen Mesin
s d3 . 16
102
Poros dan Pasak Sehingga: 3,95 106 =
s d3 16
Jadi :
d=3
3,95 106 16 3 479 000 78,2 mm 80 mm. 42
Elemen Mesin
103
Poros dan Pasak Contoh soal 9 (dengan menggunakan satuan S.I.) Sebuah poros didukung oleh dua buah bantalan yang berjarak 1 m. Sebuah pulley dengan diameter 600 mm dipasangkan pada jarak 300 mm di sebelah kanan dari bantalan kiri dan digunakan untuk menggerakkan sebuah pulley yang berada di bawahnya dengan bantuan belt yang mempunyai tegangan maksimum 2,25 kN. Pulley lain dengan diameter 400 mm dipasangkan pada jarak 200 mm di sebelah kiri dari bantalan kanan dan digerakkan dengan belt oleh sebuah motor listrik yang terletak horizontal di sebelah kanan. Sudut kontak untuk kedua pulley adalah 180° dan koefisien gesek = 0,24. Rencanakan sebuah poros pejal yang sesuai, jika tegangan tarik yang diizinkan dari bahan poros 63 N/mm 2 dan tegangan gesernya 42 N/mm 2 dengan asumsi bahwa besar momen torsi yang terjadi pada semua pulley sama ! Penyelesaian: Jarak antara kedua bantalan Diameter pulley C Radius pulley C Jarak pulley C dari bantalan kiri (dari A) Tegangan maksimum belt pada pulley C Diameter pulley D Radius pulley D Jarak pulley D dari bantalan kanan (dari B) Sudut kontak untuk kedua pulley Koefisien gesek Tegangan tarik izin dari bahan poros Tegangan geser izin dari bahan poros
: : : : : : : : : : : :
L = 1 m. D1 = 600 mm = 0,6 m. R1 = 0,3m. a = 300 mm = 0,3 m. S1 = 2,25 kN = 2250 N. D2 = 400 mm = 0,4 m. R2 = 0,2 m. b = 200 mm = 0,2 m. = 180° = radian. = 0,24. b = 63 N/mm2. s = 42 N/mm2.
Tegangan belt pada sisi kendor pada pulley C (S1 dan S2) :
2,3 log log
S1 = = 0,24 S2
S1 0,24 = S2 2,3 S1 = 2,126 S2 S1 2,250 S2 = 1060 N. 2,126 2,126
Elemen Mesin
104
Poros dan Pasak Beban vertikal yang bekerja pada poros di C adalah : WC = S1 S2 2250 + 1060 = 3310 N.
Diagram beban vertikal ditunjukkan pada Gambar 2.6c. Momen torsi pada pulley C : T = (S1 S2 ) R1 (2250 - 1060) 0,3 = 357 Nm.
Tegangan yang terjadi pada pulley D (S3 dan S4) : Momen torsi yang terjadi pada kedua pulley adalah sama, sehingga:
(S3 S4 ) R 2 = 357 357 357 S3 S 4 = 1785 N. R2 0,2 S3 S1 = 2,126 S4 S2 S3 = 2,126 S 4
Harga S3 dari persamaan ii disubstitusikan ke persamaan i, akan diperoleh :
2,126 S4 S 4 = 1785 1785 S4 = 1585 N. 1,126 S3 = 1785 + 1585 = 3370 N Beban horizontal yang bekerja pada poros di D : WD = S3 + S4 3370 + 1585 = 4955 N.
Diagram beban horizontal ditunjukkan pada Gambar 2.6d. Perhitungan untuk mendapatkan momen bengkok maksimum yang terjadi akibat beban vertikal dan beban horizontal : 1. Akibat pembebanan vertikal. Gaya-gaya reaksi pada bantalan A dan B (RAV dan RBV) : RAV + RBV = 3310 N. Jumlah momen terhadap titik A adalah sama dengan nol ( MA = 0) :
MA = 0 0 = WC 0,3 RBV L WC 0,3 = RBV L 3310 0,3 = RBV 1
3310 0,3 993 N. 1 = 3310 - 993 = 2317 N.
RBV = R AV
Elemen Mesin
105
Poros dan Pasak Besar momen yang terjadi pada titik A dan B: MAV = MBV = 0. Besar momen yang terjadi pada titik C : MCV = R AV 0,3 2317 0,3 = 695,1Nm.
Besar momen yang terjadi pada titik D : MDV = R AV 0,8 WC 0,5 2317 0,8 - 3310 0,5 = 198,6 Nm.
Diagram momen bengkok yang terjadi akibat beban vertikal ditunjukkan pada Gambar 2.6e. 2. Akibat pembebanan horizontal. Gaya-gaya reaksi pada bantalan A dan B (RAH dan RBH) : RAH + RBH = 4955 N. Jumlah momen terhadap titik A adalah sama dengan nol ( MA = 0) :
MA = 0 0 = WD 0,8 RBH L WD 0,8 = RBH L 4955 0,8 = RBH 1
4955 0,8 3064 N. 1 R AH = 4955 - 3064 = 991N. RBH =
Besar momen yang terjadi pada titik A dan B : MAH = MBH = 0. Besar momen yang terjadi pada titik C : MCH = R AH 0,3 991 0,3 = 297,3 Nm.
Besar momen yang terjadi pada titik D : MDH = R AH 0,8 991 0,8 = 792,8 Nm. Diagram momen bengkok yang terjadi akibat beban horizontal ditunjukkan
pada Gambar 2.6f. 3. Resultan momen bengkok yang terjadi akibat beban vertikal dan beban horizontal: Resultan momen pada titik C : 2 2 MC = MCV MCH 695,12 297,32 756 Nm.
Resultan momen pada titik D : 2 2 MD = MDV MDH 198,6 2 792,82 817 Nm.
Elemen Mesin
106
Poros dan Pasak Diagram resultan momen bengkok ditunjukkan pada Gambar 2.6g. Dari diagram ini terlihat momen bengkok maksimum yang terjadi adalah pada titik D, yang besarnya : Mmaks. = MD = 817,2 Nm. Selanjutnya diameter poros d dapat dihitung : Dengan menggunakan momen torsi ekivalen :
Te = M2 + T 2 817,22 + 3572 892 Nm = 892 103 Nmm. Telah diketahui bahwa: Te =
d=3
s d3 , maka: 16
Te 16 3 892 103 16 3 = 108 103 47,6 mm. s 42
C
A
D
S5
B 0,2 m
0,3 m
S1
1m
S4 S2
a. Diagram ruang b. Diagram momen torsi 3310 N c. Diagram beban vertikal
RB V
RAV 4955 N
d. Diagram beban horizontal
RB V
RAH 695,1 198,6
297,1
792,8
e. Diagram momen bengkok vertikal
f. Diagram momen bengkok horizontal
817,2 756 g. Diagram resultan momen bengkok
Gambar 2.6 Perhitungan Momen pada Poros Elemen Mesin
107
Poros dan Pasak Dengan menggunakan momen bengkok ekivalen: Me =
1 1 (M M2 + T 2 ) (817,2 892) = 854,6 102 Nmm. 2 2
Telah diketahui bahwa: Me =
b d3 , maka: 854,6 10 2 = 63 d3 32 32
Jadi:
d=3
854,6 10 2 32 3 138,1 103 51,7 mm. 63
Dari kedua harga hasil perhitungan di atas diambil harga yang terbesar, jadi : d = 51,7 mm 55,0 mm.
Elemen Mesin
108
Poros dan Pasak Contoh soal 10 Sebuah poros didukung oleh bantalan A dan B yang berjarak 80 cm. Sebuah roda gigi lurus dengan = 20° mempunyai diameter pitch 60 cm terletak 20cm di sebelah kanan dari bantalan kiri (bantalan A) dan sebuah pulley dengan diameter 70 cm terletak 25 cm di sebelah kiri dari bantalan kanan (bantalan B). Roda gigi digerakkan oleh sebuah pinion dengan gaya tangensial ke bawah, sedang pulley digunakan untuk menggerakkan belt mendatar dengan sudut kontak 180°. Pulley yang berfungsi sebagai roda gila ini mempunyai berat 200 kg. Tegangan belt maksimum 300 kg dan perbandingan tegangan 3:1. Hitung besar momen bengkok maksimum yang terjadi dan diameter poros yang diperlukan, jika tegangan geser poros yang diizinkan 400 kg/cm 2! Penyelesaian: Jarak antara bantalan A dan B Sudut tekan roda gigi C Diameter lingkaran pitch roda gigi C Rdius lingkaran pitch roda gigi C Jarak roda gigi terhadap bantalan A Diameter pulley D Radius pulley D Jarak pulley D terhadap bantalan B Sudut kontak belt pada pulley D Berat pulley D Tegangan maksimum belt Perbandingan tegangan Tegangan geser yang diizinkan bahan poros
: : : : : : : : : : : : :
L = 80 cm. = 20°. D1 = 60 cm. R1 = 30 cm. a = 20 cm. D2 = 70 cm. R2 = 35 cm. b = 25 cm. = 180° = radian. W = 200 kg. S1 = 300 kg. S1 : S2 = 3 : 1. s = 400 kg/cm2.
Momen torsi yang terjadi pada poros di titik D :
T = (S1 - S2 ) R 2 S1 (1-
S2 1 ) R 2 300 (1- ) 36 7000 kgcm. S1 3
Gaya tangensial yang bekerja pada roda gigi C :
Ft =
T 7000 233,3 kg. R1 30
Diasumsikan torsi di D sama dengan di C.
Elemen Mesin
109
Poros dan Pasak Beban normal yang bekerja pada roda gigi : WC =
Ft 233,3 248,3 kg. cos cos 20
Beban normal yang bekerja pada sudut 20° terhadap arah vertikal ditunjukkan seperti gambar berikut.
WC cos 20°
WC sin 20°
20°
WC
Gambar 2.7 Arah Pembebanan Beban normal ini dapat diuraikan menurut arah vertikal dan horizontal seperti berikut ini : Komponen vertikal dari W C merupakan beban vertikal pada poros di C : WCV = WC cos 20 248,3 cos 20 = 233,3 kg.
Komponen horizontal dari W C merupakan beban horizontal pada poros di C : WCH = WC sin 20 248,3 sin 20 = 84,9 kg.
Tegangan belt :
S1 = 300 kg. S1 =3 S2 S 300 S2 = 1 = 100 kg. 3 3 Beban horizontal yang bekerja pada poros di D : WDH = S1 + S2 = 300 + 100 = 400 kg.
Beban horizontal yang bekerja pada poros di D : WDV = W = 200 kg.
Perhitungan untuk mendapatkan momen bengkok maksimum yang terjadi akibat beban vertikal dan beban horizontal : 1. Akibat pembebanan vertikal. Gaya-gaya reaksi pada bantalan A dan B (RAV dan RBV) : R AV RBV = 233,3 + 200 = 433,3 kg.
Elemen Mesin
110
Poros dan Pasak Jumlah momen terhadap titik A adalah sama dengan nol ( MA = 0) :
MA = 0 0 = WDV 55 WCV 20 RBV L W 55 WCV 20 RBV = DV L 200 55 233,3 20 RBV = 80 RBV = 195,8 kg. R AV = 433,3 - 195,8 = 237,5 kg. Besar momen yang terjadi pada titik A dan B : MAV = MBV = 0. Besar momen yang terjadi pada titik C : MCV = R AV 20 237,5 20 = 4750 kgcm.
Besar momen yang terjadi pada titik D : MDV = RBV 25 195,8 25 = 4895 kgcm.
2. Akibat pembebanan horizontal. Gaya-gaya reaksi pada bantalan A dan B (RAH dan RBH) : R AH RBH = 84,9 + 400 = 484,9 kg.
Jumlah momen terhadap titik A adalah sama dengan nol ( MA = 0) :
MA = 0 0 = WDH 55 WCH 20 RBH L W 55 WCH 20 RBH = DH L 400 55 84.9 20 RBH = 80 RBH = 296,3 kg. R AH = 484,9 - 296,3 = 188,6 kg. Besar momen yang terjadi pada titik A dan B : MAH = MBH = 0. Besar momen yang terjadi pada titik C : MCH = R AH 20 188,6 20 = 3772 kgcm.
Besar momen yang terjadi pada titik D : MDH = RBH 25 296,2 25 = 7405 kgcm.
Elemen Mesin
111
Poros dan Pasak 3. Resultan momen bengkok yang terjadi akibat beban vertikal dan beban horizontal: Resultan momen pada titik C: 2 2 MC = MCV MCH 4750 2 37722 6064 kgcm.
Resultan momen pada titik D : 2 2 MD = MDV MDH 4895 2 7405 2 8876 kgcm.
Dari diagram di bawah ini (Gambar 2.8) terlihat momen bengkok maksimum yang terjadi adalah pada titik D, yang besarnya : Mmaks. = MD = 8876 kgcm. Selanjutnya diameter poros d dapat dihitung menggunakan momen torsi ekivalen:
Te = M2 + T 2 70002 + 88762 11300 kgcm. Telah diketahui bahwa: Te = Jadi: d = 3
s d3 , maka 11 300 = 400 d3 16 16
11 300 16 3 = 143,8 5,5 cm. 400 WCV
D C
A
B 25 cm
20 cm
S1 WCH
S1 + S2
S2
80 cm a. Diagram ruang
700 kgcm
b. Diagram momen torsi 200 kg
233,3 kg
c. Diagram beban vertikal
RAV
RB V
84,9 kg
400 kg
d. Diagram beban horizontal
RB V
RAH 4750
4895
e. Diagram momen bengkok vertikal
3775
7405
f. Diagram momen bengkok horizontal
6064
8876
g. Diagram resultan momen bengkok
Gambar 2.8 Perhitungan Momen pada Poros Elemen Mesin
112
Poros dan Pasak 3) Poros dengan beban yang berfluktuasi (dengan standard ASME) Dalam bab terdahulu telah dibahas tentang poros yang menerima beban momen torsi dan beban momen bengkok secara konstan. Dalam praktek yang sebenarnya poros tersebut menerima beban momen torsi dan momen bengkok yang
berfluktuasi.
Untuk
itu,
dalam
perencanaan
suatu
poros
harus
dipertimbangkan adanya faktor kombinasi beban kejut (shock) dan faktor kelelahan (fatigue) untuk menentukan besar momen torsi (T) dan momen bengkok (M) yang terjadi. Untuk poros yang menerima beban kombinasi momen bengkok dan torsi : Besar momen torsi ekivalen : Te = (Km M)2 (K t T)2
Besar momen bengkok ekivalen : Me =
1 (Km M (Km M)2 (K t T)2 ) 2
Dimana : Km = Faktor kombinasi shock dan fatigue untuk bengkok. Kt = Faktor kombinasi shock dan fatigue untuk torsi. Tabel 2.2 menunjukkan harga Km dan Kt (dari standard ASME) berdasarkan sifat pembebanannya. Tabel 2.2: Harga Km dan Kt Sifat pembebanan
Km
Kt
1,0
1,0
1,5 - 2,0
1,5 - 2,0
1,0
1,0
b. Pembebanan tiba-tiba dengan kejut kecil
1,5 - 2,0
1,0 - 1,5
c. Pembebanan tiba-tiba dengan kejut besar
2,0 - 3,0
1,5 - 3,0
1. Untuk poros stasioner : a. Pembebanan normal/gradual b. Pembebanan tiba-tiba/kejut 2. Untuk poros yang berputar : a. Pembebanan normal/gradual
Elemen Mesin
113
Poros dan Pasak Contoh soal 11 Sebuah poros yang digunakan untuk memindahkan daya sebesar 25 hp pada kecepatan putar 200 rpm terbuat dari mild steel. Poros ini menerima beban yang terpusat sebesar 90 kg dan didukung oleh bantalan yang berjarak 2,5 m. Dengan asumsi sifat pembebanan gradual, hitung beban-beban yang terjadi pada poros tersebut ! Jika tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 420 kg/cm 2 sedang tegangan tarik dan tegangan tekan maksimum yang terjadi tidak boleh lebih dari 560 kg/cm2, tentukan diameter poros yang diperlukan ! Penyelesaian : Daya yang dipindahkan Kecepatan putar poros Beban terpusat Jarak antara kedua bantalan Tegangan geser yang diizinkan bahan poros Tegangan tarik/tekan maksimum yang terjadi
: : : : : :
P = 25 hp. n = 200 rpm. W = 90 kg. L = 2,5 m = 250 cm. s = 420 kg/cm2. t = 560 kg/cm2.
Besar momen torsi yang dipindahkan : 4500 P 4500 25 89,5 kgm = 8950 kgcm. 2 n 2 200
T=
Besar momen bengkok yang terjadi : M=
W L 90 250 5625 kgcm. 4 4
Perhitungan diameter poros d dengan menggunakan momen torsi ekivalen :
Te = M2 + T 2 56252 + 89502 10 571kgcm. Telah diketahui bahwa : Te =
s d3 , maka : 16
420 d3 16 10 571 16 3 d=3 = 128,18 5,04 cm. 420 Perhitungan diameter poros menggunakan momen bengkok ekivalen: 10 571 =
1 1 1 (M M2 + T 2 )Me = (M M2 + T 2 ) (5625 5625 2 8950 2 ) 2 2 2 8098 kgcm.
Me =
Elemen Mesin
114
Poros dan Pasak Telah diketahui bahwa : Me =
b d3 , maka: 32
560 d3 32 8098 32 3 d=3 = 147,29 5,28 cm 5,5 cm. 560
8098 =
Jika beban yang terjadi bersifat gradual, untuk menghitung diameter poros d digunakan Km = 1,5 dan Kt = 1,0 : Momen torsi ekivalen : Te = (Km M) 2 + (K t T) 2 Te = (Km M) 2 + (K t T) 2 = (1,5 5625)2 + (1,0 8950)2 = 12 300 kgcm.
Telah diketahui bahwa : Te =
s d3 , maka: 16
420 d3 16 12 300 16 3 d=3 = 149 5,3 cm 5,5 cm. 420
12 300 =
Elemen Mesin
115
Poros dan Pasak Contoh soal 12 Rencanakan sebuah poros untuk memindahkan daya sebesar 1,5 hp pada kecepatan putar 120 rpm dari sebuah motor listrik pada sebuah head stock sebuah mesin bubut melalui sebuah pulley dengan bantuan belt. Berat pulley 20 kg dan terletak pada jarak 10 cm dari pusat bantalan. Diameter pulley 20 cm. Sudut kontak dari belt 180° dan koefisien gesek antara belt dan pulley 0,3. Faktor shock dan fatigue untuk momen bengkok 1,5 dan momen torsi 2,0. Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 350 kg/cm 2. Penyelesaian : : : : : : : : : : : :
W = 20 kg. L = 10 cm. D = 20 cm. R = 10 cm. P = 1,5 hp. n = 120 rpm. = 180° = radian. = 0,3. s = 350 kg/cm2. Km = 1,5. Kt = 2,0.
d
D
Berat pulley Jarak antara kedua bantalan Diameter pulley Radius pulley Daya yang dipindahkan Kecepatan putar poros Sudut kontak belt Koefisien gesek belt dan pulley Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros Faktor shock dan fatigue untuk momen bengkok Faktor shock dan fatigue untuk momen torsi
10 cm
S1 S2 W
S1
W
S2
Gambar 2.9 Pembebanan pada Poros Momen torsi yang dipindahkan : T=
4500 P 4500 1,5 8,95 kgm = 895 kgcm. 2 n 2 120
Jika tegangan belt yang kencang S1 dan yang kendor S2, maka :
T = (S1 S2 ) R 895 = (S1 S2 ) 10 (S1 S2 ) = 89,5 kg.
Elemen Mesin
116
Poros dan Pasak
S1 = 0,3 S2 S 0,3 log 1 = 0,4098 S2 2,3 S1 = 2,57 S2 S1 = 2,57 S2
2,3 log
Persamaan ii disubstitusikan ke persamaan i, maka :
2,57 S2 S2 = 89,5 1,57 S2 = 89,5 S2 = 57 kg. S1 = 2,57 S2 2,57 57 = 146,5 kg. Jumlah beban vertikal yang terjadi pada pulley : FV = S1 + S2 W 146,5 + 57 + 20 = 223,5 kg.
Momen bengkok yang terjadi pada pulley : M = (S1 + S2 W) L 223,5 10 = 2235 kgcm.
Momen torsi ekivalen : Te = (Km M) 2 + (K t T) 2 = (1,5 2235)2 + (2,0 895)2 3800 kgcm.
Sehingga besar diameter poros yang diperlukan :
s d3 16 3800 = 350 d3 16 3800 16 3 d=3 = 55,3 3,8 cm 4,0 cm. 350 Te =
Elemen Mesin
117
Poros dan Pasak Contoh soal 13 Sebuah poros horizontal terbuat dari baja nickel didukung oleh dua buah bantalan A di sebelah kiri dan B di sebelah kanan dengan jarak 250 cm. Pada poros tersebut dipasangkan dua buah roda gigi, yaitu roda gigi C dengan jarak 30 cm di sebelah kanan bantalan A dan roda gigi D dengan jarak 45 cm di sebelah kiri bantalan B. Diameter pitch dari roda gigi C 60 cm dan dari roda gigi D 20 cm. Poros ini digunakan untuk memindahkan daya sebesar 25 hp pada kecepatan 120 rpm. Daya ini diterima oleh roda gigi C dan dikeluarkan oleh roda gigi D. Berat roda gigi C 95 kg dan roda gigi D 35 kg. Faktor kombinasi shock dan fatigue untuk bengkok 1,5 dan untuk torsi 1,2. Tentukan diameter poros yang diperlukan, jika tegangan tarik yang terjadi maksimum 900 kg/cm 2 dan tegangan gesernya 500 kg/cm 2 ! Penyelesaian : Diameter pitch roda gigi C Radius Diameter pitch roda gigi D Radius Daya yang dipindahkan Kecepatan putar poros Tegangan tarik yang terjadi maksimum Tegangan geser yang terjadi maksimum Berat roda gigi C Berat roda gigi D Faktor shock dan fatigue untuk momen bengkok Faktor shock dan fatigue untuk momen torsi
A
C
25 cm
: : : : : : : : : : : :
DC = 60 cm. RC = 30 cm. DD = 20 cm. RC = 10 cm. P = 25 hp. n = 120 rpm. t = 900 kg/cm2. s = 500 kg/cm2. WC = 95 kg. WD = 35 kg. Km = 1,5 Kt = 1,2
D
175 cm
B 40 cm
FtC
FtD
RB
RA
Gambar 2.10 Pembebanan pada Poros Momen torsi yang dipindahkan : T=
4500 P 4500 25 149,2 kgm = 14 920 kgcm. 2 n 2 120
Elemen Mesin
118
Poros dan Pasak Gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi C:
FtC =
T 14 920 497,3 kg. RC 30
Beban total yang terjadi pada poros di titik C dengan arah vertikal ke bawah: FC = FtC + WC = 497,3 + 95 = 592,3 kg.
Gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi D:
T 14 920 1492 kg. RD 10 Beban total yang terjadi pada poros di titik D dengan arah vertikal ke bawah : FtD =
FD = FtD + WD = 1492 + 35 = 1527 kg.
Perhitungan untuk mendapatkan momen bengkok maksimum yang terjadi : Gaya-gaya reaksi pada bantalan A dan B (RA dan RB) : R A RB = 592,3 + 1527 = 2119,3 kg.
Jumlah momen terhadap titik A adalah sama dengan nol ( MA = 0) :
MA = 0 0 = FD 200 FC 25 RBV L F 200 FC 25 RB = D L 1527 200 592,3 25 RB = 240 RB = 1334,2 kg. R A = 2119,3 - 1334,2 = 785,1 kg. Besar momen yang terjadi pada titik A dan B : MA = MB = 0. Besar momen yang terjadi pada titik C : MC = R A 25 785,1 25 = 19627,5 kgcm.
Besar momen yang terjadi pada titik D : MD = RB 40 1334,2 40 = 53368 kgcm.
Jadi momen bengkok maksimum yang terjadi adalah pada titik D, yang besarnya: Mmaks. = MD = 53368 kgcm. Perhitungan diameter poros d dengan menggunakan momen torsi ekivalen: Te = (Km M) 2 + (K t T) 2 (1,5 53368)2 + (1,2 14 920)2 82 029,7 kgcm.
Elemen Mesin
119
Poros dan Pasak Telah diketahui bahwa : Te =
s d3 , maka: 16
500 d3 16 16 82 029,7 d=3 9,42 cm. 500
82 029,7 =
Perhitungan diameter poros d dengan menggunakan momen bengkok ekivalen: 1 1 (K m M (Km M) 2 + (K t T) 2 ) (1,5 53368 + 82 029,7) 81 040,85 kgcm. 2 2 Telah diketahui bahwa : Me = s d3 , maka: 32 Me =
900 d3 32 32 81 040,85 d=3 9,72 cm. 900
81 040,85 =
Dari hasil kedua perhitungan di atas diambil harga yang terbesar, yaitu: d = 9,72 cm 10,0 cm.
Elemen Mesin
120
Poros dan Pasak Contoh soal 14 Sebuah drum hoisting berdiameter 50 cm diikatkan pada sebuah poros yang didukung oleh dua buah bantalan dan dihubungkan dengan sebuah gear box yang mempunyai perbandingan reduksi 12:1 dengan digerakkan motor listrik. a. Barapakah daya penggerak motor listrik jika beban maksimum yang digulung
oleh
drum
hoisting
adalah
800
kg
dengan
kecepatan
penggulungan 50 m/menit dan efisiensi dari penggerak 80 % ? b. Hitung momen torsi yang terjadi pada poros drum dan kecepatan motor ! c. Berapakah diameter poros yang diperlukan jika poros tersebut terbuat dari baja dengan tegangan tarik yang terjadi maksimum 1150 kg/cm 2 dan tegangan geser yang terjadi maksimum 500 kg/cm 2 ? Roda gigi penggerak yang digunakan mempunyai diameter 45 cm dan dipasangkan pada ujung poros yang overhang 15 cm dekat bantalan. Penyelesaian: Asumsi Kecepatan penggulungan Diameter drum Radius drum Perbandingan reduksi Beban maksimum Efisiensi penggerak Tegangan tarik yang terjadi maksimum Tegangan geser yang terjadi maksimum Diameter roda gigi penggerak Radius roda gigi penggerak Jarak overhang roda gigi
: : : : : : : : : : : :
Km = 2,0, Kt = 1,5. v = 50 m/menit. D = 50 cm. R = 25 cm. i = 12 : 1 W = 800 kg. = 80 % = 0,8. t = 1150 kg/cm2. s = 500 kg/cm2. D1 = 45 cm. R1 = 22,5 cm. a = 15 cm.
Daya dari motor penggerak: P = W v = 800 50 = 40 000 kg m/menit. Daya pada drum hoist: PHoist =
Daya motor penggerak 40 000 8,9 hp. 4500 4500
Karena efisiensi penggerak 80 %, daya motor penggerak akan lebih besar : Psebenarnya =
PHoist 8,9 11,1hp. 0,8 0,8
Momen torsi yang terjadi pada poros drum: T = W R = 800 25 = 20 000 kgcm. Kecepatan sudut dari drum hoist: = Elemen Mesin
v 50 200 radian/men it. R 0,25
121
Poros dan Pasak Dengan perbandingan reduksi 12 : 1, kecepatan sudut dari motor listrik : motor = 12 = 200 12 = 2400 radian/men it.
Kecepatan putar dari motor: n =
motor 2400 382 rpm. 2 2
Gaya tangensial pada gigi roda gigi penggerak akibat momen torsi pada poros drum 20 000 kgcm:
Ft1 =
T 20 000 890 kg. R1 22,5
Denga asumsi bahwa sudut tekan pada roda gigi penggerak 20°, gaya tekan maksimum yang terjadi pada poros yang ditimbulkan : Ftekan =
Ft1 890 947 kg. cos 20 cos 20
Sehingga mengakibatkan momen bengkok pada bantalan yang besarnya : M = Ftekan a 947 15 = 14 205 kgcm.
Perhitungan diameter poros d dengan menggunakan momen torsi ekivalen: Te = (Km M) 2 + (K t T) 2 (2 14 205)2 + (1,5 20 000)2 41320 kgcm.
Telah diketahui bahwa Te =
s d3 , maka: 16
500 d3 16 16 41 320 d=3 7,49 cm. 500
41 320 =
Perhitungan diameter poros d menggunakan momen bengkok ekivalen: Me =
1 1 (K m M (Km M) 2 + (K t T) 2 ) (2 14 205 + 41 320) 34 865 kgcm. 2 2
Telah diketahui bahwa Me =
s d3 , maka: 32
1150 d3 32 32 34 865 d=3 7,49 cm. 1150
34 865 =
Dari hasil kedua perhitungan di atas diambil harga yang terbesar, yaitu : d = 7,49 cm 7,50 cm.
Elemen Mesin
122
Poros dan Pasak Contoh soal 15 Sebuah poros pejal didukung dengan dua bantalan yang barada pada 180 cm dan berputar dengan kecepatan 250 rpm. Suatu roda gigi involventa D dengan sudut 20° berdiameter 30 cm dipasangkan pada poros dengan jarak 15 cm di sebelah kiri dari bantalan kanan (bantalan Q). Dua buah pulley, yaitu pulley B berdiameter 75 cm terpasang pada poros dengan jarak 60 cm di sebelah kanan dari bantalan kiri (bantalan P) dan pulley C berdiameter 60 cm dengan jarak 135 cm di sebelah kanan dari bantalan kiri (bantalan Q). Suatu unit penggerak memberikan daya sebesar 40 hp ke roda gigi penggerak, dimana selanjutnya didistribusikan ke suatu permensinan dengan mengambil 25 hp pada pulley C dan 15 hp pada pulley B. Putaran dari pulley B mengarah vertikal ke bawah sedangkan putaran pulley C mengarah ke bawah dengan sudut 60° terhadap garis horizontal. Pada kedua puley mempunyai perbandingan tegangan 2 dengan sudut kontak 180°. Faktor kombinasi shock dan fatigue untuk momen bengkok 2,0 dan untuk momen torsi 1,5. Tentukan dimensi poros yang sesuai jika bahan poros memiliki tegangan tarik yang terjadi maksimum 840 kg/cm 2 dan tegangan geser 420 kg/cm 2 ! Penyelesaian: Jaral antar bantalan P dan Q Kecepatan putar poros Sudut tekan roda gigi D Diameter pitch roda gigi D Radius pitch roda gigi D Diameter pulley B Radius pulley B Diameter pulley C Radius pulley C Daya yang diterima oleh roda gigi D Daya yang dipindahkan oleh pulley C Daya yang dipindahkan oleh pulley B Tegangan tarik yang terjadi maksimum Tegangan geser yang terjadi maksimum Faktor pembebanan untuk momen bengkok Faktor pembebanan untuk momen torsi Elemen Mesin
: : : : : : : : : : : : : : : :
L = 180 cm. n = 250 rpm. = 20°. DD = 30 cm. RD = 30 cm. DB = 30 cm. RB = 15 cm. DC = 75 cm. RC = 37,5 cm. PD = 40 hp. PC = 25 hp. PD = 15 hp. t = 840 kg/cm2. s = 840 kg/cm2. Km = 2,0. Kt = 1,5. 123
Poros dan Pasak Perbandingan tegangan pada pulley B dan C : SB1 : SB2 = 2, SC1 : SC2 = 2. Sudut kontak pulley dan belt : = 180° = radian. Beban total yang terjadi : 1. Pada roda gigi D : Momen torsi yang diberikan ke roda gigi D : TD =
4500 PD 4500 40 114,6 kgm = 11 460 kgcm. 2 n 2 n
Gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi D :
FtD =
TD 11 460 764 kg. RD 15
Beban normal yang terjadi pada gigi roda gigi D : WD =
FtD 764 813 kg. cos cos 20
WD
20°
WD cos 20°
WD sin 20°
Gambar 2.11 Arah Pembebanan Komponen horizontal W D : WDH = WD sin 813 sin 20 278,062 kg.
Komponen vertikal W D : WDV = WD cos 813 cos 20 763,9 kg.
2. Pada pulley C : Momen torsi yang dipindahkan oleh pulley C : TC =
4500 PC 4500 25 71,6 kgm = 7160 kgcm. 2 n 2 n
Gaya yang terjadi pada belt :
TC = (SC1 - SC2 ) R C 7160 (SC1 - SC2 ) 30 7160 (SC1 - SC2 ) = 238,7 kg. 30 Elemen Mesin
124
Poros dan Pasak Telah diketahui bahwa
SC1 = 2 , sehingga: SC 2
(2 SC2 - SC2 ) 238,7 SC2 = 238,7 kg. SC1 = 2 SC2 = 477,4 kg. Beban total yang terjadi pada pulley C : WC = SC1 + SC2 477,4 + 238,7 716,1kg.
Beban ini bekerja pada arah 60° terhadap garis horizontal. WC cos 60°
WC
WC sin 60°
60°
Gambar 2.12 Arah Pembebanan Komponen horizontal W C : WCH = WC sin 60 716,1 sin 60 620 kg.
Komponen vertikal W C : WCV = WC cos 60 716,1 cos 60 358,05 kg.
3. Pada pulley B : Momen torsi yang dipindahkan oleh pulley B : TB =
4500 PB 4500 15 43 kgm = 4300 kgcm. 2 n 2 n
Gaya yang terjadi pada belt :
TB = (SB1 - SB2 ) RB 4300 (SB1 - SB2 ) 37,5 4300 (SB1 - SB2 ) = 114,7 kg. 37,5 Telah diketahui bahwa
SB1 = 2 , sehingga: SB2
(2 SB2 - SB2 ) 114,7 SB2 = 114,7 kg. SB1 = 2 SB2 = 229,4 kg. Beban total yang terjadi pada pulley B: WB = SB1 + SB2 229,4 + 114,7 344,1kg.
Elemen Mesin
125
Poros dan Pasak Selanjutnya dari hasil perhitungan tersebut dapat ditabelkan sebagai berikut : Tipe pembebanan Vertikal Horizontal
di titik D 754 278
Beban (kg) di titik C 620 358
di titik B 344,1 0
Perhitungan untuk mendapatkan momen bengkok maksimum yang terjadi akibat beban vertikal dan beban horizontal : 1. Akibat pembebanan vertikal. Gaya-gaya reaksi pada bantalan P dan Q (RPV dan RQV) :
RPV RQV = 764 + 620 + 344,1 = 1728,1kg. Jumlah momen terhadap titik P adalah sama dengan nol ( MP = 0) :
MP = 0 0 = WB 60 + WC 135 + WD 165 RQV L RQV 180 = WB 60 + WC 135 + WD 165
344,2 60 + 620 135 + 764 165 1280 kg. 180 = 1728,1 - 1280 = 448,1kg.
R QV = RPV
Besar momen yang terjadi pada titik P dan Q: MPV = MQV = 0. Besar momen yang terjadi pada titik B: MBV = RPV 60 448,1 60 = 26 880 kgcm.
Besar momen yang terjadi pada titik C:
MCV = RQV 45 WD 30 1280 45 - 764 30 = 34 680 kgcm. Besar momen yang terjadi pada titik D:
MDV = RQV 15 1280 15 = 19 200 kgcm. Diagram momen bengkok yang terjadi akibat beban vertikal ditunjukkan pada gambar 14e. 2. Akibat pembebanan horizontal. Gaya-gaya reaksi pada bantalan P dan Q (RPH dan RQH) : RPH + RQH = 278 + 358 = 636 kg. Jumlah momen terhadap titik P adalah sama dengan nol ( MP = 0) :
MP = 0 0 = WC 135 + WD 165 RQH L RQH L = WC 135 + WD 165
Elemen Mesin
126
Poros dan Pasak RQV =
358 135 + 278 165 523,3 kg. 180
RPV = 636 - 523,3 = 112,7 kg.
Besar momen yang terjadi pada titik P dan Q: MPH = MQH = 0. Besar momen yang terjadi pada titik B: MBH = RPH 60 112,7 60 = 6 765 kgcm.
Besar momen yang terjadi pada titik C:
MCH = RQH 45 WD 30 523,3 45 - 278 30 = 15 208,5 kgcm. Besar momen yang terjadi pada titik D:
MDH = RQH 15 523,3 15 = 7 849,5 kgcm. Diagram momen bengkok yang terjadi akibat beban horizontal ditunjukkan pada gambar 14f. 3. Resultan momen bengkok yang terjadi akibat beban vertikal dan beban horizontal : Resultan momen pada titik B: 2 2 MB = MBV MBH 26 8802 6 765,52 27 720 kgcm.
Resultan momen pada titik C: 2 2 MC = MCV MCH 34 6802 15 208,52 37 870 kgcm.
Resultan momen pada titik D: 2 2 MD = MDV MDH 19 2002 7 849,52 20 740 kgcm.
Diagram resultan momen bengkok ditunjukkan pada gambar 14g. Dari diagram ini terlihat momen bengkok maksimum yang terjadi adalah pada titik C, yang besarnya: Mmaks. = MC = 37 870 kgcm. Momen torsi maksimum pada titik C akibat daya yang dipindahkan ke roda gigi D adalah : Tmaks. = TD = 11 460 kgcm. (hasil dari perhitungan sebelumnya). Selanjutnya diameter poros d dapat dihitung menggunakan momen torsi ekivalen: Te = (Km M) 2 + (K t T) 2 (2 817,2)2 + (1,5 357)2 7,77 10 4 kgcm.
Elemen Mesin
127
Poros dan Pasak
B
C
D Q
P
60cm
75cm
30cm 15cm 11460
a. Diagram ruang
7160 b. Diagram momen torsi
4300 3441
620
264
c. Diagram beban vertikal
RQ V
RPV
d. Diagram beban horizontal 258
RPH
278
RQ H 34 680 19 200
26 880
e. Diagram momen bengkok vertikal
15 282,5 7849,5 6765
f. Diagram momen bengkok horizontal
37 870 20 740 27 720
g. Diagram resultan momen bengkok
Gambar 2.13 Perhitungan Momen Telah diketahui bahwa Te =
s d3 , maka: 16
420 d3 16 7,77 10 4 16 d=3 = 9,8 cm. 420
7,77 10 4 =
Dengan menggunakan momen bengkok ekivalen : Me =
1 1 (K m M (Km M) 2 + (K t T) 2 ) (2 37870 7,77 10 4 ) = 76 720 kgcm. 2 2
Elemen Mesin
128
Poros dan Pasak Telah diketahui bahwa Me =
b d3 , maka: 32
840 d3 32 76 720 32 d=3 9,76 cm. 840
76 720 =
Dari kedua harga hasil perhitungan di atas diambil harga yang terbesar, jadi : d = 9,8 cm 10,0 cm.
Elemen Mesin
129
Poros dan Pasak 4) Poros dengan Beban Aksial serta Kombinasi Torsi dan Bengkok Bila suatu poros menerima beban aksial (F) sebagai tambahan dari adanya momen torsi dan momen bengkok seperti pada poros propeler dari perahu dan juga poros pada roda gigi cacing, maka tegangan ditimbulkan harus ditambahkan pada tegangan bengkok b. Dari persamaan tegangan bengkok :
M b = I y d M M y 2 32 M b = 4 d3 I d 64 Tegangan yang terjadi akibat beban aksial : 1. Untuk poros pejal :
a =
F
2 d 4
4 F d2
2. Untuk poros berlubang :
a =
F (do2 di2 ) 4
Dimana k =
4 F (do2
di2 )
4 F do2
(1 k 2 )
di do
Resultan tegangan yang terjadi pada poros pejal :
1 =
32 M d
3
4 F d
2
Dimana: M1 = M
32 d
3
(M
F d 32 M1 ) 8 d3
Fd 8
Resultan tegangan yang terjadi pada poros berlubang: 1 =
32 M d3o (1 k 4 ) 32 M1
4 F do2 (1 k 4 )
32 d3o (1 k 4 )
(M
F do (1 k 4 ) ) 8
d3o (1 k 4 )
Dimana: M1 = M
Elemen Mesin
F do (1 k 4 ) 8
130
Poros dan Pasak Bilamana porosnya panjang menerima beban tekan, maka dalam perhitungan perlu ditambahkan suatu faktor yang dikenal dengan column factor . Jadi tegangan yang terjadi akibat beban tekan: Untuk poros berbentuk silinder pejal:
c =
4 F d2
Untuk poros berbentuk silinder berlubang :
c =
4 F do2 (1 k 4 )
Harga column factor untuk beban tekan diperoleh sebagai berikut: 1. Untuk
L 115 : K
=
1 1 - 0,00044
2. Untuk
=
L K
L 115 : K
y
L ( )2 C E K 2
Dimana : L K y C
= panjang poros/jarak antara bantalan (cm). = radius girasi terkecil (cm). = tegangan tekan yield dari bahan poros (kg/cm 2). = koefisien dalam formula Euler tergantung pada kondisi kedua ujung. = 1,00 untuk kedua ujung bebas. = 2,25 untuk kedua ujung tetap. = 1,60 untuk ujung yang sebagian bersandar pada bantalan. = 1,00 untuk beban aksial yang berupa beban tarik. L/K = perbandingan silinder. Catatan : Pada umumnya untuk poros berlubang yang menerima beban yang berfluktuasi antara beban momen torsi, momen bengkok dan beban aksial, persamaan untuk momen torsi ekivalen (Te) dan momen bengkok ekivalen (Me) dapat ditulis sebagai berikut : Elemen Mesin
131
Poros dan Pasak
Te = (Km M +
F do (1 k 2 ) 2 ) (K t T)2 s d3o (1 k 4 ) 8 16
1 F do (1 k 2 ) F do (1 k 2 ) 2 (K m M (Km M + ) (K t T)2 2 8 8 s d3o (1 k 4 ) 32 Dimana : Me =
K = 0 dan do = d untuk poros pejal. F = 0 untuk beban aksial sama dengan nol. = 1 untuk beban aksial yang berupa beban tarik. Stiffness suatu poros : S=
T C I L
Stiffness dari poros berlubang : SH =
C (do4 di4 ) L 32
Stiffness dari poros pejal : SS =
C 4 d L 32
Perbandingan stiffness dari poros berlubang dengan poros pejal :
C (d4 di4 ) d4 d4 SH L 32 o = o 4 i C 4 SS d d L 32 Jika do = d dan k = do/di, maka : SH = SS
do4 (1
Elemen Mesin
do4
do4 di4
) 1- k 4
132
Poros dan Pasak Contoh soal 16 Sebuah poros berlubang menerima beban berupa momen torsi maksimum sebesar 15 000 kgcm dan momen bengkok maksimum sebesar 30 000 kgcm. Pada saat yang sama bekerja pula gaya axial sebesar 1000 kg. Dengan asumsi bahwa beban bekerja secara gradually, perbandingan diameter dalam dan diameter luar dari poros adalah 0,5 dan diameter luar poros 8 cm, berapa tegangan geser yang terjadi pada poros tersebut ! Penyelesaian : Momen torsi maksimum yang dipindahkan Momen bengkok maksimum yang terjadi Beban aksial yang terjadi Diameter luar Diameter dalam Kondisi pembebanan gradually
: : : : : :
T = 15 000 kgcm. M = 30 000 kgcm. F = 1000 kg. do = 8 cm. di = 0,5 . do Km = 1,5. Kt = 1,0.
Selanjutnya dipakai hubungan sebagai berikut : F do (1 k 2 ) 2 s d3o (1 k 4 ) = (Km M + ) (K t T)2 16 8 1 1000 8 (1 0,5 2 ) 2 s 83 (1 0,5 4 ) (1,5 30000 + ) (1 15000)2 16 8 94,22 s = 46 250 + 15 000 2 4,86 10 4 4,86 10 4 s = 515,8 kg/cm2 . 94,22 Dalam hal ini = 1 untuk beban aksial yang berupa beban tarik.
Elemen Mesin
133
Poros dan Pasak Contoh soal 17 Sebuah poros berlubang yang mempunyai diameter luar 50 cm dan diameter dalam 30 cm digunakan untuk menggerakkan propeller dari marine vessel. Poros dirakit pada bantalan yang berjarak 6 m dan daya yang dipindahkan sebesar 7500 hp pada kecepatan putar 1500 rpm. Gaya dorong aksial maksimum dari propeller 50 000 kg, sedang berat poros itu sendiri 7000 kg. Tentukan : a. Tegangan geser maksimum yang terjadi pada poros ! b. Sudut puntir yang terjadi pada poros sepanjang jarak antara bantalannya ! Penyelesaian : Diameter luar Diameter dalam Panjang poros/jarak antara kedua bantalan Daya yang dipindahkan Kecepatan putar poros Gaya dorong aksial Berat poros
: : : : : : :
do = 50 cm. di = 30 cm. L = 6 m = 600 cm. P = 7 500 hp. n = 150 rpm. F = 50 000 kg. W = 7 000 kg.
Besar momen torsi yang dipindahkan oleh poros : 4500 P 4500 7500 35 810 kgm = 3,581 106 kgcm. 2 n 2 150 Momen bengkok maksimum yang terjadi : T=
M=
W L 7000 600 5,25 105 kgcm. 8 8
Column factor dengan menggunakan persamaan radius girasi terkecil:
(do4 di4 ) (do2 di2 ) (do2 di2 ) 1 64 do2 di2 2 2 4 2 2 16 ( d d ) o i (do di ) 4
I K= A Jadi:
1 50 2 30 2 14,58 cm. 4 L 600 = 41,15. K 14,58
Column factor :
=
1 L (1- 0,0044) K
Elemen Mesin
1 1,2 (1- 0,0044) 41,15 134
Poros dan Pasak Sehingga : a. Tegangan geser maksimum yang terjadi pada poros :
F do (1 k 2 ) 2 s d3o (1 k 4 ) = (Km M + ) (K t T)2 16 8 1,2 50000 50 (1 0,6 2 ) 2 s 503 (1 0,6 4 ) (1,5 525000 + ) (1 3581000)2 16 8 21 353 s = (656 250 + 518 500) 2 + 3 581 000 2 3 768 760 3 768 760 s = 176,5 kg/cm2 . 21 353 b. Sudut puntir yang terjadi : T G = I L
G = 8,4 . 105 kg/cm2.
=
T L GI
Elemen Mesin
3 581 000 600 180 0,00478 radian = 0,00478 0,274 8,4 105 (50 4 30 4 ) 32
135
Poros dan Pasak 2.1.4 Perencanaan poros dengan mempertimbangkan rigiditas Kadang-kadang suatu poros direncanakan dengan dasar rigiditas dari bahan poros itu sendiri. Dalam hal ini akan dibahas dua jenis rigiditas, yaitu: rigiditas torsional dan rigiditas lateral. 1) Rigiditas torsional Rigiditas torsional ini penting sekali dalam perencanaan cam shaft pada suatu motor bakar, dimana ketepatan waktu dari pembukaan dan penutupan katup (valve) harus efektif. Sudut puntir yang terjadi tidak boleh lebih dari 0,25° untuk tiap satu meter panjang poros. Untuk poros lurus atau poros transmisi batas besar lendutannya 2,5° sampai 3° untuk tiap meter panjang poros. Penggunaan luas lendutan untuk poros dibatasi sampai 1° untuk suatu panjang poros yang sama dengan 20 kali diameter porosnya. Defleksi torsional dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan torsi :
T G = I L T L = GI Dimana: = defleksi torsional atau sudut puntir yang terjadi (radian). T = momen torsi yang terjadi pada poros (kgcm). I = momen inersia polar luas penampang poros terhadap sumbu polar (cm 4). 4 = d , untuk poros bulat pejal. 32 = (do4 di4 ) , untuk poros berlubang. 32 G = modulus rigiditas (modulus geser) dari bahan poros kg/cm 2. L = panjang poros (cm) 2) Rigiditas lateral Ini sangat penting dalam perencanaan poros transmisi dan poros yang bekerja pada kecepatan tinggi, dimana lendutan lateral akan menyebabkan huge-out dari kesetimbangan gaya-gaya. Rigiditas lateral juga penting untuk : menjaga clearance pantaloon yang dikehendaki. membetulkan kelurusan gigi-gigi dari roda gigi.
Elemen Mesin
136
Poros dan Pasak Jika poros mempunyai penampang yang uniform, maka lendutan lateral poros bisa diperoleh dengan menggunakan persamaan lendutan seperti dalam ilmu kekuatan bahan. Tetapi pada poros yang mempunyai penampang bervariasi, maka lendutan lateralnya dapat diperoleh dari persamaan dasar untuk kurva elastis dari suatu batang, misalnya:
d2y dx
2
=
M E I
Elemen Mesin
137
Poros dan Pasak Contoh soal 18 Sebuah poros spindel terbuat dari baja digunakan untuk memindahkan daya sebesar 5 hp pada kecepatan putar 800 rpm. Sudut puntir yang terjadi tidak boleh lebih dari 0,25° tiap meter dari panjang spindel. Jika modulus rigiditas bahan spindel 0,84 . 106 kg/cm2, tentukan diameter dari spindel dan juga tegangan geser yang terjadi pada spindel tersebut ! Penyelesaian: Daya yang dipindahkan : P = 5 hp. Kecepatan putar spindel : n = 800 rpm. Sudut puntir yang terjadi maksimum : = 0,25° = 0,25 = 0,00436 rad 180 Panjang spindel : L = 1 m = 100 cm. Modulus rigiditas : G = 0,84 . 106 kg/cm2. Besar momen torsi yang dipindahkan : T=
4500 P 4500 5 4,476 kgm = 447,6 kgcm. 2 n 2 800
Diameter poros dapat dicari menggunakan hubungan sebagai berikut :
T G = I L 447,6 0,84 10 6 0,00436 = 4 100 d 32 Jadi :
d= 4
32 447,6 100 0,84 10 0,00436 6
4 124,5 3,34 cm 3,5 cm.
Tegangan geser yang terjadi pada spindel: T=
s d3 16
Maka:
s =
16 T d
Elemen Mesin
3
16 447,6 3,5
3
53,17 kg/cm2 .
138
Poros dan Pasak Contoh soal 19 Bandingkan berat, kekuatan dan stiffness dari poros berlubang yang mempunyai diameter luar sama dengan diameter poros yang pejal. Diameter dalam dari poros berlubang adalah setengah diameter luarnya. Kedua poros tersebut mempunyai panjang dan bahan yang sama. Penyelesaian: Diameter dalam dari poros berlubang : Perbandingan diameter luar dan dalam : Diameter poros pejal :
di = 0,5 . do. k = di : do = 0,5 d = do
Perbandingan berat: Berat dari poros berlubang:
WH = luas penampang panjang massa jenis = (do2 di2 ) panjang massa jenis 4 Berat dari poros pejal: WS = luas penampang panjang massa jenis = d2 panjang massa jenis 4 Karena kedua poros tersebut mempunyai panjang yang sama dan terbuat dari bahan yang sama, sehingga:
(d2 di2 ) (d 2 d 2 ) WH 4 o = o 2 i 2 WS d d 4 Karena do = d, maka: WH (do2 di2 ) = do2 2 WS do
(1
di2 do2
do2
) 1 - k 2 1 - 0,5 2 0,75
Perbandingan kekuatan: Kekuatan poros berlubang : TH =
s d3o (1 k 4 ) 16
Kekuatan poros pejal: TS =
s d3 16
Elemen Mesin
139
Poros dan Pasak Karena kedua poros terbuat dari bahan yang sama dan d o = d, maka:
d3 (1 k 4 ) d3 (1 k 4 ) TH 16 s o = o 3 1 k 4 1 - 0,5 4 0,9375 TS do s d3 16 Perbandingan stiffness: Stiffness suatu poros: S=
T C I L
Stiffness poros berlubang: SH =
C (do4 di4 ) L 32
Stiffness poros pejal: SS =
C 4 d L 32
Karena kedua poros terbuat dari bahan yang sama dan d o = d, maka :
C (d4 di4 ) (d 4 d 4 ) SH L 32 o = = o 4 i C 4 SS d d L 32 Jadi :
SH = 1 k 4 1 0,5 4 0,9375. SS
Elemen Mesin
140
Poros dan Pasak Tahukah anda : 1. Apakah perbedaan poros dengan axle ? 2. Bagaimanakah cara membuat poros ? 3. Terangkan macam-macam jenis poros dan ukuran standard dari poros transmisi ! 4. Apakah tipe tegangan yang terjadi pada poros ? 5. Bagaimanakah cara perencanaan poros jika poros menerima beban torsi ? 6. Apakah yang dimaksud dengan momen ekivalen untuk beban torsi dan beban bengkok. Jelaskan bagaimana jika keduanya digunakan dalam perencanaan suatu poros ! 7. Jika poros menerima beban yang berfluktuasi, bagaimanakah momen bengkok ekivalen dan momen torsi ekivalennya ? 8. Jelaskan tentang rigiditas tosional dan rigiditas lateral !
Latihan : 1. Sebuah poros pejal berputar pada 400 rpm digunakan untuk memindahkan daya sebesar 15 hp. Jika tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 400 kg/cm 2, hitung diameter poros yang diperlukan ! (Jawab : 35 mm). 2. Sebuah
poros
berlubang
dari
rotary
compressor
digunakan
untuk
memindahkan momen torsi maksimum sebesar 475 kgcm. Tegangan geser dari bahan poros terbatas hingga 500 kg/cm². Tentukan diameter dalam dan diameter luar poros, jika perbandingan diameter dalam dan diameter luar 0,4 ! (Jawab : 32 mm ; 80 mm). 3. (Dengan menggunakan S.I.) Sebuah poros berlubang terbuat dari baja digunakan untuk memindahkan daya sebesar 600 kW pada putaran 500 rpm. Tegangan geser maksimum dari bahan poros 62,4 N/mm 2. Tentukan dimensi dari poros, jika diameter luarnya dua kali diameter dalamnya dan momen torsi maksimum 20 % lebih besar dari momen torsi rata-ratanya ! (Jawab : 180 mm ; 90 mm).
Elemen Mesin
141
Poros dan Pasak 4. Sebuah poros dari motor sebuah mobil berbentuk silinder terbuat dari baja dengan diameter dalam 30 cm dan tebal 4 mm. Mesin mobil menghasilkan daya 15 hp dengan putaran 2000 rpm. Berapakah tegangan geser yang terjadi, jika poros kemudian diberi beban yang berfluktuasi pada pusat poros sebesar 25 N dengan tipe pembebanan gradually ! Silinder tersebut mempunyai perbandingan maksimum 4 : 1, bila daya dipindahkan melalui roda gigi. (Jawab : 310 kg/cm2). 5. Sebuah poros lurus sedang berputar pada 200 rpm digunakan untuk memindahkan daya sebesar 25 pk. Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 420 kg/cm 2. Jika poros juga menerima beban terpusat sebesar 90 kg yang ditumpu pada kedua bantalannya yang berjarak 3 m. Tentukan diameter poros tersebut, jika tegangan tarik/tekan maksimum tidak boleh melebihi 560 kg/cm 2 ! (Jawab : 50 mm). 6. Crank shaft sebuah mesin mempunyai panjang lengan piston 15 cm dan tekanan udara yang menghasilkan momen torsi maksimum dari crank pin 4,2 kg/cm2. Tentukan diameter poros, jika tegangan geser maksimum yang terjadi tidak boleh melebihi 525 kg/cm2 ! (Jawab : 55 mm). 7. (Dengan menggunakan S.I.) Sebuah pompa sentrifugal digunakan untuk sirkulasi suatu kondensor turbin uap dihubungkan pada sebuah motor dengan kopling fleksibel. Pompa tersebut menghasilkan 30 000 liter/menit pada putaran 900 rpm dengan head dynamic 8 meter. Efisiensi pompa 80 %. Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 56 N/mm 2. Tentukan diameter poros yang diperlukan ! (Jawab : 35 mm). 8. Sebuah poros lurus digunakan untuk memindahkan daya sebesar 40 hp pada putaran 160 rpm. Poros tersebut digerakkan oleh sebuah motor yang diletakkan langsung di bawahnya dengan menggunakan sabuk/belt untuk
Elemen Mesin
142
Poros dan Pasak transmisi dayanya. Pada ujung poros dipasang sebuah pulley dengan diameter 100 cm. Tegangan sabuk/belt pada sisi kencang 2,5 kali tegangan pada sisi kendornya. Pusat pulley overhang sejauh 15 cm dari pusat bantalan pada ujung poros. Tentukan diameter poros yang sesuai, jika bahan poros mempunyai tegangan geser izin 560 kg/cm 2 dan berat pulley 160 kg ! (Jawab : 60 mm). 9. Sebuah poros berlubang tergantung
menyangga sebuah pulley yang
mempunyai diameter 90 cm dan berada pada jarak 25 cm dari bantalan yang terdekat. Berat pulley 60 kg dengan sudut kontak 180°. Pulley tersebut diputar oleh sebuah motor yang berada vertikal di bawahnya. Tegangan sabuk/belt yang diizinkan 265 kg dan koefisien gesek antara permukaan pulley dan sabuk adalah 0,3. Tentukan diameter poros, jika diameter dalamnya adalah 0,6 diameter luarnya ! Tegangan sentrifugal diabaikan, tegangan tarik dari bahan poros yang diizinkan 840 kg/cm2 dan tegangan gesernya 630 kg/cm 2. 10. Sebuah poros menerima beban momen torsi sebesar 900 Nm dan momen bengkok 500 Nm. Beban tersebut merupakan beban gradually. Tentukan diameter poros yang sesuai ! (Jawab : 55 mm). 11. Sebuah poros terbuat dari mild steel digunakan untuk memindahkan daya sebesar 20 hp pada putaran 210 rpm. Poros tersebut ditumpu oleh dua buah bantalan yang mempunyai jarak 75 cm. Pada poros tersebut dipasangkan dua buah roda gigi. Sebuah pinion yang mempunyai jumlah gigi 24 buah dengan modul 6 mm terletak 10 cm di sebelah kiri dari bantalan kanan dan memindahkan daya dengan arah horizontal ke sebelah kanan. Sebuah roda gigi yang mempunyai jumlah gigi 50 buah dengan modul 6 mm terletak 15 cm di sebelah kanan dari bantalan kiri menerima daya dengan arah vertikal dari bawah.
Elemen Mesin
143
Poros dan Pasak Jika tegangan geser yang terjadi tidak boleh lebih dari 530 kg/cm 2 dan faktor kombinasi fatigue dan shock untuk momen torsi dan momen bengkok sama dengan 1,5. Hitunglah besar diameter poros tersebut ! (Jawab : 66 mm). 12. Sebuah poros dari mesin ditumpu oleh dua buah bantalan yang terpasang pada jarak 75 cm dan digunakan untuk memindahkan daya sebesar 250 hp pada putaran 600 rpm. Sebuah roda gigi yang mempunyai diameter 20 cm dengan profil gigi 20° terletak 25 cm di sebelah kanan dari bantalan kiri dan sebuah pulley yang mempunyai diameter 45 cm dipasangkan pada jarak 20 cm di sebelah kanan dari bantalan kanan. Roda gigi tersebut digerakkan oleh sebuah pinion dengan gaya tangensial, sedangkan pulley menggerakkan sabuk/belt dengan arah horizontal dan mempunyai sudut kontak 180°. Berat pulley 100 kg dan perbandingan tegangan sabuk/belt (sisi kencang dan sisi kendor) adalah 3. Tentukan besar diameter poros yang diperlukan, jika tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 630 kg/cm 2 ! (Jawab : 80 cm). 13. Dari soal nomor 12 sabuk/belt pemutar mempunyai sudut 60° dari garis sumbu horizontal, sedang faktor kombinasi fatigue dan shock untuk momen bengkok adalah 1,5 dan untuk momen torsi 1,0. Tentukan besar diameter poros yang diperlukan ! 14. (Dengan menggunakan S.I.) Sebuah poros digunakan untuk memindahkan daya sebesar 1 MW pada kecepatan putar 240 rpm. Sudut puntir yang terjadi pada poros tidak boleh lebih dari 1° untuk suatu panjang yang sama dengan 15 kali diameternya. Jika modulus rigiditas dari bahan poros 80 kN/mm 2, tentukan diameter poros yang diperlukan dan juga tegangan geser yang terjadi pada poros tersebut ! (Jawab : 165 mm ; 46 N/mm 2).
Elemen Mesin
144
Poros dan Pasak 15. Diameter dalam sebuah poros berlubang 2/3 dari diameter luarnya. Jika dibuat dalam bentuk pejal dengan bahan dan berat yang sama, bandingkan kekuatan dan stiffness kedua poros tersebut dengan asumsi d o = d ! (Jawab : 1,93 ; 2,6).
Elemen Mesin
145
Poros dan Pasak 2.2 Pasak Pasak adalah sepotong baja lunak (mild steel) yang dipasangkan/diselipkan di antara poros dan hub atau boss dan pulley untuk menghubungkan keduanya agar terjadi kebersamaan gerak/putaran. Pada umumnya pasak dipasangkan sejajar dengan sumbu poros. Fungsi utama dari pada pasak adalah sebagai pengunci sementara, sehingga beban yang bekerja berupa beban desak (crushing) dan beban geser (shearing). Untuk pemasangan pasak harus dibuat alur pada poros dan hub dari pulley. 2.2.1 Jenis Pasak Berikut ini adalah beberapa jenis pasak yang sering digunakan : Sunk key (pasak benam). Saddle key (pasak sadel). Tangent key (pasak tangensial). Round key (pasak bulat). Spline. 1) Sunk Key (Pasak Benam) Pasak ini dipasang pada poros sedalam setengah tebal pasak masuk dalam alur poros. Sedangkan setengah lagi masuk ke dalam alur hub atau boss dari pulley yang akan diikatkan pada poros tersebut. Jenis-jenis pasak benam : 1. Rectanguler sunk key (pasak benam segi empat) W
d
t
Taper 1 : 100
Gambar 2.14 Pasak Benam Lebar pasak: W =
d 2 ; Tebal pasak: t = W 3 4
Dimana : d = diameter poros atau diameter lubang hub. Pasak ini mempunyai kemiringan/taper 1 : 100. Elemen Mesin
146
Poros dan Pasak 2. Square sunk key (pasak benam bujur sangkar) Dalam jenis ini lebar dan tebal pasak sama. W=t=
d 4
3. Parallel sunk key (pasak benam paralel) Pasak ini berbentuk bujur sangkar atau segi empat, tetapi tidak mempunyai kemiringan dan umumnya digunakan untuk mengikat komponen yang tidak tetap (yang dapat diluncurkan sepanjang poros itu). Biasanya dipasang pada roda gigi, pulley dan lain-lain. 4. Gib head key (pasak benam dengan kepala) Yaitu pasak benam segi empat dengan sebuah kepala pada salah satu ujungnya dan dikenal sebagai gib head. Ini dimaksudkan untuk pasak yang dapat dilepas. Gib head key
d
45°
t
1,75 t
Taper 1 : 100
W
1,5 t
Poros
Gambar 2.15 Pasak Benam dengan Kepala Lebar pasak: W =
d 2 d ; Tebal pada ujung yang besar: t = W = 3 6 4
5. Feather key Yaitu pasak yang diikat pada salah satu komponen yang digabung dan memungkinkan adanya gerakan relatif pada arah aksial, sehingga disebut sebagai feather pasak. Jenis ini khusus seperti pasak paralel yang dipakai untuk memindahkan momen puntir dengan kebebasan gerakan aksial.
pengikat
pengikat
Gambar 2.16 Feather Key Elemen Mesin
147
Poros dan Pasak Pada gambar 2.16a, pasak diikat dengan sekrup pada poros sehingga tetap, sedang pulley dapat berputar bersama poros dan pasak, disamping itu pulley juga dapat bergerak relatif secara aksial terhadap pasak dan poros. Pada gambar 2.16b, pasak mempunyai gib head pada kedua ujungnya, sehingga pulley akan diam di atas pasak tersebut. Sedangkan pasak bersama pulley dapat berputar bersama poros hanya saja pasak dan pulley dapat bergerak relatif secara aksial bersama poros. Tabel 2.3: Pasak Paralel dan Pasak Berkepala Standard Dporos Penampang pasak > (mm) Lebar (mm) Tebal (mm) 6 2 2 8 3 3 10 4 4 12 5 5 17 6 6 22 8 7 30 10 8 38 12 8 44 14 9 50 16 10 58 18 11 65 20 12 75 22 14
Dporos > (mm) 85 95 110 130 150 170 200 230 260 290 330 380 440
Penampang pasak Lebar (mm) Tebal (mm) 25 14 28 16 32 18 36 20 40 22 45 25 50 28 56 32 63 32 70 36 80 45 90 45 100 50
6. Wood ruff key Yaitu jenis pasak yang mudah diatur. Pasak ini berbentuk potongan silinder yang penampang segmennya seperti pada Gambar 2.17. R
Gambar 2.17 Wood ruff key Pembuatan pasak ini dapat dengan menggunakan cutter pada mesin milling, tentunya yang memiliki cutter yang sama. Jenis ini banyak dipakai pada mesin perkakas serta konstruksi kendaraan. Keuntungan dari pasak jenis ini: Elemen Mesin
148
Poros dan Pasak a. Bila diperlukan adanya kemiringan pada hub atau boss dari komponen yang akan dipasang, maka kemiringan tersebut dapat dihasilkan dengan mengatur posisi pasak. b. Berguna sekali pada poros dengan bentuk miring disampingnya. Adanya kedalaman
ekstra
pada
poros
dapat
mencegah
kemungkinan
perputaran dalam alur kerja. Kerugian : a. Adanya kedalaman pasak akan mengurangi kekuatan poros. b. Jenis ini tidak dapat dipakai untuk jenis feather (pasak yang disatukan dengan poros). 2) Saddle key (pasak sadel) Ada dua jenis pasak sadel : 1. Flat saddle key (pasak sadel rata). 2. Hollow saddle key (pasak sadel radius). Flat saddle key adalah pasak dengan kemiringan yang diikat tetap dalam alur pasak pada hub dan bagian yang rata pada porosnya (lihat Gambar 2.18).
W
W
t
t
Pasak sadel rata Pasak sadel radius
Gambar 2.18 Saddle key Pemasangan pasak sadel ini disisipkan pada poros lingkar dengan dipukulkan, sehingga hanya sesuai untuk beban ringan saja. Hollow saddle key dilengkapi dengan kemiringan pasak yang tetap pada alur hub, sedang bentuk bawahnya sesuai bentuk kurva keliling porosnya. 3) Spline Kadangkala pasak dibuat menjadi satu dengan poros yang mengikat erat alur pasak yang dibaut pada hub. Poros macam ini disebut spline seperti ditunjukkan pada Gambar 2.19. Poros ini biasanya mempunyai 4, 6, 10 atau 16 spline.
Elemen Mesin
149
Poros dan Pasak Dengan demikian spline relatif lebih kuat daripada poros yang mempunyai alur pasak tunggal.
Gambar 2.19 Spline Spline digunakan bila gaya yang dipindahkan besar dibanding ukuran poros, seperti poros transmisi kendaraan dan transmisi roda gigi. Dengan menggunakan spline akan diperoleh
gerakan aksial, sehingga
didapatkan gerakan putar yang positif. 2.2.2 Gaya yang bekerja pada pasak benam Bila sebuah pasak digunakan untuk memindahkan momen puntir/torsi dari sebuah poros ke sebuah hub dari rotor, maka terdapat 2 macam gaya yang bekerja pada pasak tersebut, yaitu : 1. Gaya (F1) yang akibat pengencangan pasak pada alurnya, seperti dalam hal pengencangan pasak lurus/straight key juga pasak konis/tapered key dengan mendorongkan pada tempatnya. Gaya ini mengakibatkan tegangan tekan pada pasak yang besarnya sukar untuk diketahui. 2. Gaya (F) akibat momen puntir/torsi yang dipindahkan oleh poros, gaya ini mengakibatkan tegangan geser (shearing stress) dan tegangan desak (crushing stress). L
W
F
F1 F
D
t poros
Gambar 2.20 Pembebanan pada Pasak Distribusi gaya sepanjang pasak tidak merata/uniform karena gaya-gaya tersebut hanya terpusat di dekat ujung dari input torsi. Ketidak merataan ini disebabkan oleh puntiran poros dalam hub tersebut.
Elemen Mesin
150
Poros dan Pasak Gaya-gaya yang bekerja pada pasak untuk torsi yang dipindahkan dari sebuah poros ke sebuah hub dengan putaran ke kanan (searah jarum jam) ditunjukkan pada Gambar 2.10. Dalam perencanaan pasak, beban yang disebabkan oleh pengencangan pasak dapat diabaikan dan diasumsikan bahwa distribusi gaya sepanjang pasak merata. 2.2.3 Kekuatan dari pasak benam Pasak yang menghubungkan poros dengan hub ditunjukkan pada gambar 9. Selanjutnya notasi yang digunakan adalah : T = momen torsi yang dipindahkan oleh poros. F = gaya tangensial yang bekerja pada keliling poros. D = diameter poros. L = panjang pasak. W = lebar pasak. t = tebal pasak. s dan c = tegangan geser dan desak pasak. Selama pasak memindahkan daya, maka kemungkinan pasak akan rusak akibat beban geser/shear atau desak/crushing. Dengan memperhitungkan beban geser pada pasak, maka gaya tangensial yang bekerja pada keliling poros adalah : F = s A
Dimana : s = tegangan geser yang terjadi (N/mm 2). A = luasan yang menahan (mm 2) = L . W Sehingga momen torsi yang dipindahkan oleh poros adalah : T =F
d d L W s 2 2
Dengan mempertimbangkan beban desak pada pasak, maka gaya desak tangensial pada sekeliling poros adalah : F = c A
Dimana : c = tegangan desak yang terjadi (N/mm 2). A = luasan yang menahan (mm 2) = L . t/2
Elemen Mesin
151
Poros dan Pasak Sehingga momen torsi yang dipindahkan oleh poros adalah: T =F
d t d L c 2 2 2
Selanjutnya pasak akan mempunyai kekuatan-kekuatan yang sama baik terhadap beban geser maupun desak, jika : L W s
W c s d t d = L c , maka = 2 2 2 t 2
Pada umumnya besar tegangan desak yang diizinkan untuk bahan pasak minimum dua kali tegangan geser yang diizinkan. Sehingga dari persamaan (iii) diperoleh W = t. Dengan kata lain, suatu pasak bujur sangkar mempunyai kekuatan sama terhadap beban geser dan beban desak. Untuk mendapatkan panjang pasak yang diperlukan untuk memindahkan daya dari sebuah poros, dapat digunakan persamaan tegangan geser yang terjadi pada poros yang besarnya sama dengan tegangan geser akibat momen torsi. Diketahui bahwa persamaan tegangan geser pada pasak adalah: T = L W s
d 2
Sedang tegangan geser yang terjadi pada poros akibat momen torsi adalah: T=
s1 d3 16
Dalam hal ini sl adalah tegangan geser dari bahan poros. Dari persamaan (iv) dan (v) akan diperoleh hubungan sebagai berikut : L s
d = s1 d3 2 16
Dengan W = d/4, maka :
s1 d2 d s1 1,571 d s1 8 L= W s 2 s s Bila bahan pasak sama seperti bahan dari porosnya, maka s = s1. Sehingga dari persamaan (vi) dengan W = d/4 akan diperoleh hubungan sebagai berikut:
d2 d L= 1,571 d 8W 2 Elemen Mesin
152
Poros dan Pasak Contoh soal 1 Rencanakan sebuah pasak segi empat/rectangular key untuk poros yang berdiameter 50 mm. Tegangan geser dari pada pasak maksimum 420 kg/cm 2 sedang tegangan desaknya 700 kg/cm 2. Penyelesaian : Diameter poros Tegangan geser maksimum dari bahan pasak Tegangan desak maksimum dari bahan pasak
: : :
d = 50 mm = 5 cm. s = 420 kg/cm2. c = 700 kg/cm2.
Perencanaan pasak segi empat : Dari tabel 1, untuk diameter poros 50 mm diperoleh : Lebar pasak : W = 16 mm = 1,6 cm. Tebal pasak : t = 10 mm = 1 cm. Panjang pasak diperoleh dengan memperhitungkan, bahwa pasak tersebut menerima beban geser dan beban desak. Selanjutnya dimisalkan bahwa : L = panjang dari pasak. T = momen torsi yang dipindahkan oleh poros. Perhitungan pasak terhadap beban geser : T = L W s
d d , atau s d3 = L W s 16 2 2
Dimana : s d3 16 2 W d =L 16 2 T=
Sehingga: L=
d2 5 2 6,15 cm. 8 W 8 1,6
Perhitungan pasak terhadap beban desak : t d c 2 2 t d 3 s d = L c 16 2 2 T =L
Elemen Mesin
153
Poros dan Pasak Maka :
L=
s d2 420 52 11,8 cm. 4 t c 4 1 700
Kemudian dipilih harga terbesar dari kedua hasil perhitungan di atas, sehingga panjang pasak adalah 11,8 atau 12 cm.
Elemen Mesin
154
Poros dan Pasak Contoh soal 2 Sebuah rotor dengan daya 20 hp dan putaran 960 rpm mempunyai poros terbuat dari mild steel yang berdiameter 4 cm, sedangkan penambahan panjang 7,5 cm. Tegangan geser yang diizinkan dari bahan pasak 560 kg/cm 2 sedang tegangan desaknya 1120 kg/cm 2. Rencanakan alur pasak pada poros motor tersebut dan periksa pula tegangan geser pada pasak terhadap tegangan normal dari poros ! Penyelesaian: Daya dari motor Putaran motor Diameter poros Panjang tambahan Tegangan geser yang diizinkan dari bahan pasak Tegangan desak yang diizinkan dari bahan pasak
: : : : : :
P = 20 hp. n = 960 rpm. d = 4 cm. L = 7,5 cm. s = 560 kg/cm2. c = 1120 kg/cm2.
Momen torsi yang dipindahkan oleh motor adalah : T
P 4500 20 4500 14,92 kgm = 1492 kgcm. 2 960 2 960
Perencanaan alur pasak : Perhitungan pasak terhadap beban geser : T = L W s
d 2
1492 = 7,5 W 560
4 2
Dimana : W = lebar alur pasak. W
1492 2 0,17 cm = 1,7 mm. 7,5 560 4
Lebar alur pasak ini amat kecil, sehingga digunakan lebar alur pasak minimum yang besarnya d/4. Jadi lebar dari alur pasak : W=
d 4 1 cm = 10 mm. 4 4
Karena c = s . 2, maka pasak jenis segi empat dapat dipilih. Pemeriksaan tegangan geser pada pasak terhadap tegangan normal poros : Elemen Mesin
155
Poros dan Pasak
Tegangan geser pada pasak L W s 12 d = Tegangan normal pada poros / 6 s d2 8 L W 8 7,5 l = 1,2. d2 42
Elemen Mesin
156
Poros dan Pasak 2.2.4 Efek dari pada alur pasak Adanya pemotongan sebagian poros untuk tempat alur pasak akan sedikit mengurangi kekuatan poros dalam menerima beban/gaya yang dipindahkan. Hal ini disebabkan timbulnya konsentrasi tegangan di dekat sudut-sudut alur pasak serta adanya pengurangan luas penampang lintang poros tersebut. Dengan kata lain tegangan torsi dari poros tersebut menurun. Berikut ini diberikan hubungan antara pengaruh alur pasak terhadap kelemahan poros yang dihasilkan oleh percobaan HF Moore. e = 1 - 0,2
W h - 1,1 2 d
Dimana : e = Faktor kekuatan poros yang merupakan perbandingan kekuatan poros alur pasak terhadap kekuatan poros sama tanpa pasak. W = lebar pasak. d = diameter poros. h = kedalaman alur pasak. Biasanya diasumsikan bahwa kekuatan poros dengan alur pasak adalah 75 % dari kekuatan poros yang sama tapi pejal. Hal ini ternyata lebih besar dari harga yang didapat dengan rumus HF Moore di atas. Untuk pasak yang terlalu panjang dan pasak tipe luncur, maka sudut puntir akan membesar dan ratio kQ diberikan menurut hubungan sebagai berikut : kQ = 1 + 0,4
W h 0,7 d d
Dimana : kQ = faktor reduksi sudut puntir.
Elemen Mesin
157
Ulir Penggerak BAB III ULIR PENGGERAK 3.1 Macam-macam Penggunaan Ulir Penggerak Ulir penggerak digunakan untuk meneruskan gerakan secara pelan dan merata serta untuk menghasilkan gerakan linear dari gerakan berputar. Kiematika dari gerakan ulir penggerak sama dengan gerakan kinematika dari baut dan mur, tetapi hanya terdapat perbedaan dari geometri ulirnya. Ulir penggerak memberikan aplikasi gerakan, sedang baut dan memberikan aplikasi sebagai pengikat. Macam-macam aplikasi ulir penggerak adalah: dongkrak mobil, klem C, penggerak komponen tempat tidur pasien, penggerak eretan pada mesin bubut, penggerak pada mesin pres, dan lain-lain. Secara umum ulir penggerak mempunyai efisiensi antara 30 % hingga 75 %, tergantung pada sudut kemiringan ulir dan koefisien gesek antara bahan baut dan mur. Bila diinginkan efisiensi lebih tinggi (hingga 90%), dapat digunakan ulir bola (ball screw). Ulir ini telah dikembangkan oleh Saginav Steering Devision, General Motor Corp. Jenis ulir penggerak yang digunakan sebagai penggerak atau penerus gaya adalah sebagai berikut: Ulir Acme, Ulir Stub Acme, Ulir 60º Stub Acme, ulir Segi Empat, Ulir Gigi Gergaji. 1) Ulir Acme Ulir Acme adalah tipe ulir penggerak pertama yang dibuat dengan mesin perkakas. Ulir ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a. Ulir yang digunakan secara umum. Ulir ini diklasifikasikan menjadi 3 kelas fit, yaitu 2G untuk penggunaan umum, 3G dan 4G yang digunakan menerima reaksi balik yang kecil. b. Ulir yang memusat. Ulir ini mempunyai unit toleransi, yaitu kelonggaran antara diameter besar dengan ulir pada mur. Ulir yang memusat dibedakan atas kelas-kelas seperti 2C, 3C, 4C, 5C, dan 6C tergantung pada diameter minor dari ulir seperti pada Gambar 3.1.
Elemen Mesin
158
Ulir Penggerak
=14 30º h = 0,5 p t = 0,5 p F = 0,3707 p p = pitch (in)
Gambar 3.1 Ulir Acme 2) Ulir Stub Acme Ulir Stub Acme memiliki bentuk yang kasar dan dangkal. Ulir ini hanya mempunyai satu kelas, yaitu 2G untuk penggunaan umum seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2. Ukuran dasar untuk ulir Acme dan ulir Stub Acme dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Gambar 3.2 Ulir Stub Acme 2 = 29 = 14 30º p = pitch (in) n = jumlah ulir setiap inch N = jumlah putaran ulir setiap inch h = 0,3 p, tinggi dasar ulir *) Fcn = 0,4224 p, basic width of flat of crest of external thread Fcs = 0,4224 p, basic width of flat of crest of external thread Frn = 0,4224 p – 0,259 X, major – diameter allowance on internal thread Frs = 0,4224 p – 0,259 X, minor – diameter allowance on external thread – pitch diameter allowance on external thread *) modified stub acme forms exist having h = 0,375 p and h = 0,250 p
Elemen Mesin
159
Ulir Penggerak Tabel 3.1: Ukuran Dasar Ulir Acme dan Ulir Stub Acme (dalam inch) Acne Thread Stub Acne Thread General purpose (all classes) Centralizing classes Thread Basic and Centralizing Classes 2C, Nominal 5C and 6C Basic Height Helix Angle of per inch Height of 3C, and 4C size Basic Pitch of Thread 1/p Thread h Basic Major Helix Angle of Basic Major Helix Angle of h (in) Diameter (in) Basic Pitch Diameter Diameter Basic Pitch D D Diameter Diameter 1 16 0,03126 0,2500 0,01875 512’ 554’ 4 5 14 0,03571 0,3125 0,02143 442’ 428’ 16 3 12 0,04167 0,3750 0,02500 433’ 420’ 8 7 12 0,04167 0,4375 0,02500 350 341 16 1 10 0,05000 0,5000 0,4823 0,03000 4 3’ 413’ 452’ 2 5 8 0,06250 0,6250 0,6052 0,03750 4 3’ 412’ 452’ 8 3 6 0,08333 0,7500 0,7284 0,05000 433’ 442’ 420’ 4 7 6 0,08333 0,8750 0,8516 0,05000 350’ 357 341’ 8 1 5 0,10000 0,1000 0,9750 0,06000 4 3’ 410’ 452’ 1 1 5 0,10000 1,1250 1,0985 0,06000 333’ 339’ 325’ 8 1 1 5 0,10000 1,2500 1,2220 0,06000 310’ 315’ 3 4’ 4 3 1 4 0,12500 1,3750 1,3457 0,07500 339’ 344’ 330’ 8 1 1 4 0,12500 1,5000 1,4694 0,07500 319’ 323’ 312’ 2 3 1 4 0,12500 1,7500 1,7169 0,07500 248’ 252’ 243’ 4 4 0,12500 2,0000 1,9646 0,07500 226’ 229’ 222’ 2 1 2 3 0,16667 2,2500 2,2125 0,10000 255’ 258’ 250’ 4 1 2 3 0,16667 2,5000 2,4605 0,10000 236’ 239’ 232’ 2 3 2 3 0,16667 2,7500 2,7085 0,10000 221’ 223’ 218’ 4 2 0,25000 3,0000 2,9567 0,15000 319’ 322’ 312’ 3 1 3 2 0,25000 3,5000 3,4532 0,15000 248’ 251’ 243’ 2 2 0,25000 4,0000 3,9500 0,15000 226’ 228’ 222’ 4 1 4 2 0,25000 4,5000 4,4470 0,15000 2 8’ 210’ 2 6 2 2 0,25000 5,0000 4,9441 0,15000 155’ 156’ 153’ 5
Elemen Mesin
160
Ulir Penggerak 3) Ulir 60º Stub Acme Ulir ini memiliki sudut puncak 60º seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3. Ukuran dasar untuk ulir 60º ulir Stub Acme dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Gambar 3.3 Ulir 60º Stub Acme Tabel 3.2: Ukuran Dasar Ulir 60º Stub Acme (dalam inch) Total Depth of Thread (h+0,02 p) (in)
Thread Width of flat (in) Thickness Root of (Basic) Crest of Screw (Basic) Screw t =0,5 p F=0,250 p Fc=0,227 p (in)
Thread per inch
Pitch p (in)
Depth of Thread (Basic h=) 0,433 p (in)
16
0,06250
0,0271
0,0283
0,0313
0,0156
0,0142
14
0,07143
0,0309
0,0324
0,0357
0,0179
0,0162
12
0,08333
0,0361
0,0378
0,0417
0,0208
0,0189
10
0,10000
0,0433
0,0453
0,0500
0,0250
0,0227
9
0,11111
0,0541
0,0503
0,0556
0,0278
0,0252
8
0,12500
0,0541
0,0566
0,0626
0,0313
0,0284
7
0,14286
0,0619
0,0647
0,0714
0,0357
0,0324
6
0,16667
0,0722
0,0755
0,0833
0,0417
0,0378
5
0,20000
0,0866
0,0906
0,1000
0,0500
0,0454
4
0,25000
0,1083
0,1133
0,1250
0,0625
0,0567
Elemen Mesin
161
Ulir Penggerak 4) Ulir Segi Empat dan Modifikasi Ulir Segi Empat Secara umum ulir segi empat lebih efisien dibanding jenis ulir lainnya, tetapi memiliki kelemahan dalam hal keuntungan mekanis. Untuk itu, dilakukan modifikasi ulir segi empat dan dapat memperbaiki kelemahan mekanis tersebut, seperti terlihat pada Gambar 3.4. Ukuran Dasar Ulir SegiEmpat dapat dilihat pada Tabel 3.3
a) Ulir Segi Empat
b) Modifikasi Ulir Segi Empat Gambar 3.4 Ulir Segi Empat dan Modifikasi Ulir Segi Empat p = pitch h = basic depth of thread = 0,5 p H = total depth thread of thread = 0,5 p + clearance t = thickness of thread = 0,5 p Fc = flat at root of thread = 0,4563 p – (0,17 . clearance) F = basic width of flat at crest of thread = 0,4563 p
Elemen Mesin
162
Ulir Penggerak Tabel 3.3: Ukuran Dasar Ulir SegiEmpat (dalam inch) Square Thread Thread per inch
Minor Diameter (in)
Modified Square Thread Thickness of the Thread at the root (in)
10
0,163
0,0544
8
0,266
0,0680
0,366
0,0837
5
0,575
0,1087
1
4
0,781
0,1357
1 2
3
1,208
0,1812
1,612
0,2416
2,063
0,2718
2,500
0,3160
3,418
0,3624
Nominal Diameter (in) 1 4 3 8 1 2 3 4
1
2 1 4
3 4
6
2
1 2
1 4
2 3 4 1 1 2 1
5) Ulir Gigi Gergaji Ulir gigi gergaji hanya mampu menahan beban dalam satu arah saja dan lebih kuat dibanding jenis ulir lainnya, karena ketebalan gigi terutama pada daerah kakinya seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Ulir Gigi Gergaji Elemen Mesin
163
Ulir Penggerak Keterangan Gambar: Nominal major diameter D Height of sharf V-thread h = 0,89064p Basic height of thread h = 0,6 p Root radius r = 0,07141 p Root truncations = 0,08261 p Depth of engagement he = h – G/2 Crest truncations f = 0,14532 p Crest width F = 0,16316 p Major diameter of internal thread (nut) Dn = D + 0,12542 p Minor diameter of external thread (screw) Kt = D - 1,32542 p - G Height of thread of internal thread (nut) hn = 0,66271 p Height of thread of external thread (screw) hs = 0,66271 p
Ulir gigi gergaji sering digunakan pada propeler pesawat terbang, mekanisme senjata berat. Mengingat aplikasi yang sangat khusus tersebut, ulir gigi gergaji tidak mempunyai standar ukuran pada Tabel 3.4. Tabel 3.4: Asosiasi Pitch Diameter (in) 1 11 sampai 2 16
11 sampai 1 16
> 1 sampai 1
1 2
Assosiated pitches, (threads/in) 20, 16, 12 16, 12, 10 16, 12, 10, 8, 6
1
1 1 sampai 2 2 2
16, 12, 10, 8, 6, 5, 4
2
1 sampai 4 2
16, 12, 10, 8, 6, 5, 4
> 4 sampai 6
12, 10, 8, 6, 5, 4, 3
> 6 sampai 10
10, 8, 6, 5, 4, 3, 2
1 ,2 2
> 10 sampai 16
10, 8, 6, 5, 4, 3, 2
1 1 1 , 2, 1 , 1 2 4 2
> 16 sampai 24
8, 6, 5, 4, 3, 2
1 1 1 , 2, 1 , 1 , 1 2 4 2
6) Ulir Bola (Ball Screw) Ulir bola berfungsi sama dengan jenis lainnya. Pada saat proses pemindahan daya maupun putaran, gesekan yang timbul ulir jenis ini sangat kecil. Hal ini disebabkan oleh gerakan bola yang berputar, tidak bergesekan dengan alur pada batang ulir. Efisiensi ulir bola bisa mencapai 90% ke atas, jika digunakan untuk merubah gerakan aksial menjadi gerakan berputar, efisiensi bisa mencapai 80% 164 Elemen Mesin
Ulir Penggerak ke atas dan bila sudut maju cukup kecil, maka ulir bola dapat mengunci sendiri. Bentuk ulir bola dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Ulir Bola Keuntungan penggunaan ulir bola: a. Efisiensi tinggi ≥ 90%; b. Umurnya lebih panjang; c. Tidak ada pengaruh terhadap slip; d. Panas yang ditimbulkan kecil dan bisa diabaikan; e. Momen puntir awal rendah, dapat dipakai pada motor yang berdaya kecil; f. Gerakannya halus dan dapat dikontrol selama gerakan g. Bentuknya kecil, karena mur dengan bola kecil, tetapi mampu menahan beban tinggi; h. Dapat mengeliminasi beban balik tanpa menambah gesekan; i. Mempunyai posisi yang tepat. Kerugian penggunaan ulir bola: a. Diperlukan pelumasan; b. Akibat gesekan kecil, memiliki efisiensi tinggi, tetapi supaya dapat mengunci sendiri diperlukan rem; c. Bila ada kotoran masuk, dapat mengganggu dan mengurangi umurnya; d. Akibat kemampuan menahan beban tinggi, perlu diperhatikan lenturan dan putara kritis yang ditimbulkan. Elemen Mesin
165
Ulir Penggerak Contoh penggunaan ulir bola: a. Mesin perkakas: kontrol posisi, kontrol pahat, kontrol meja, dan slide; b. Pesawat udara: pengatur flap dan slot, pengatur gigi pendaratan, pengatur pemasukan udara, pengatur dorongan baik; c. Senjata: pengatur sudut elevasi Canon, pengatur Roket; d. Pesawat angkat: kesetimbangan rantai, konveyor, meja cetakan, lengan; e. Aplikasi lain: dongkrak, kaki antena, peralatan instrumen, tempat tidur pasien di rumah sakit. 3.2 Definisi Bila dilihat pada satu putaran dari sebuah ulir, dapat digambarkan sebagai satu segi tiga siku-siku, yang alasnya merupakan keliling dari lingkaran dengan diameter rata-rata ulir dan tingginya sama dengan jarak majunya (lead). Sudut adalah sudut maju dari ulir (helix angle) seperti ditunjukkan pada Gambar 3.7. Segitiga siku-siku merupakan hubungan keliling dengan jarak maju dari sebuah ulir yang dibentangkan. adalah sudut antara garis menyilang tegak lurus sumbu atau bidang tegak lurus sumbu normal dengan kemiringan berputarnya satu ulir.
l=np
dm
Gambar 3.7 Segitiga Siku-siku p = Jarak puncak (pitch) adalah jarak antara bentuk ulir yang berdekatan diukur sejajar dengan sumbu ulir. l = Jarak maju (lead) adalah jarak mur bergerak sejajar denagnsumbu sekrup bila mur diberi satu putaran (3600). Untuk ulir tunggal jarak maju sama dengan jarak puncak. Bila ulir ganda, maka jarak maju (l) sama dengan dua jarak puncak dan seterusnya (n p), sehingga dapat dirumuskan. l=np Elemen Mesin
166
Ulir Penggerak Dimana: l = jarak maju n = jenis ulir p = jarak puncak =sudut helikal (helix angle)
3.3 Momen Torsi dan Efisiensi Ulir Ulir penggerak adalah alat yang dipakai dalam pemesinan untuk mengubah gerakan
sudut
menjasi
gerakan
linier
dan
biasanya
bertujuan
untuk
memindahkan daya. Dalam pemakaiannya pada mesin press yang digerakkan oleh motor seperti terlihat pada gambar 3.8. satu momen torsi diberikan pada ujung skrup melalui transmisi roda gigi, sehingga menggerakkan kepala mesin press ke bawah terhadap beban. Pada Gambar 3.8 ulir penggerak yang digunakan adalah jenis ulir segi empat dengan ulir tunggal dengan diameter ratarata dm, jarak puncak p, sudut maju , dan sudut ulir dibebani dengan gaya tekan aksial F dari diagram bebas seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9.
Gambar 3.8 Mesin Press dengan Ulir Segi Empat Elemen Mesin
167
Ulir Penggerak
Gambar 3.9 Ulir Segi Empat Kesetimbangan gaya dari gaya-gaya yang bekerja, pada saat menaikkan beban diperoleh:
Fx 0, P - N sin - N cos 0 Fy 0, F N sin N cos 0
Dari persamaan di atas diperoleh:
P
F (sin cos ) cos sin
Sedangkan kesetimbangan pada saat menurunkan beban diperoleh:
Fx 0, - P - N sin N cos 0 Fy 0, F N sin N cos 0
Dari persamaan di atas diperoleh:
P
F ( cos sin ) cos sin
Dari kedua persamaan P, jika kedua ruas dikalikan 1/cos dan digunakan persamaan tan = l/( dm), maka diperoleh gaya P untuk menaikkan dan menurunkan beban sebesar:
PNaik
l l F F d m dm dan PTurun , sehingga l l 1 1 dm dm
Elemen Mesin
168
Ulir Penggerak Momen puntir yang bekerja pada ulir penggerak: MT P
dm 2
Apabila gaya P dimasukkan pada persamaan momen puntir, diperoleh: MT Naik
F dm l dm F dm dm l dan MT Turun 2 dm l 2 dm l
Momen puntir tersebut yang diperlukan untuk melawan sebagian gesekan dalam menaikkan beban (MT Naik) dan menurunkan beban (MT Turun). Jika momen puntir (MT
Turun)
negatif atau nol, maka beban akan turun dengan sendirinya dan
menyebabkan uir berputar tanpa usaha dari luar. Jika momen puntir (MT
Turun)
positif, maka ulir penggerak mengunci sendiri (self locking). Kondisi pada saat locking adalah: dm l Jika kedua ruas dibagi dengan dm dan digunakan persamaan tan = l/( dm), maka diperoleh: tan Untuk melakukan analisis terhadap ulir penggerak, maka digunakan efisiensi. Jika = 0 disubstitusikan pada persamaan momen puntir, diperoleh: MT 0
Fl 2
Mengingat gesekan ulir telah dieliminir, momen puntir yang diperlukan hanya untuk menaikkan beban, maka efisiensinya:
MT 0 F l MT Naik 2 T
Persamaan-persamaan di atas telah diaplikasikan pada ulir segi empat, dimana beban normal sejajar dengan sumbu ulir penggerak. Untuk ulir acme, beban normal ulir posisinya miring terhadap sumbu, karena sudut ulir 2 dan sudut majunya . Karena sudut maju kecil, kemiringan ini dapat diabaikan dan sudut ulir yang dipertimbangkan. Pengaruh sudut adalah menaikkan gaya gesekan pada ulir. Dengan demikian momen puntir yang dibutuhkan untuk menaikkan beban adalah: MT Naik
F dm l dm sec dm l sec 2
Besarnya efisiensi:
tan 1 (sec tan ) tan ( sec )
Elemen Mesin
169
Ulir Penggerak Harga koefisien gesek yang dihubungkan dengan beban dimana gesekan terjadi pada kondisi ulir sudah bergerak (well run-in) seperti pada Tabel 3.5. Tabel 3.5: Koefisien Gesek Beban Ulir Baja (kering) Baja (pelumasan) Perunggu
Baja 0,15 – 0,25 0,11 – 0,17 0,08 – 0,12
Kuningan 0,15 – 0,23 0,10 – 0,16 0,04 – 0,06
Perunggu 0,15 – 0,19 0,10 – 0,15 -
Besi Tuang 0,15 – 0,25 0,11 – 0,17 0,06 – 0,09
3.4 Analisis Tegangan Untuk mengetahui kekuatan atau tegangan yang terjadi pada ulir penggerak, dapat dilakukan analisis terhadap beban yang bekerja pada ulir tersebut dan sifat bahan yang digunakan. Jenis tegangan yang terjadi adalah: tegangan bantalan, tegangan geser, tegangan tarik, tegangan kombinasi, dan tegangan tekuk. 1) Tegangan Bantalan Besarnya tegangan tekan yang terjadi antara permukaan ulir pada ulir penggerak dengan permukaan ulir pada murnya, yang saling terkait, adalah sebagi berikut: F dm h n Dimana: Tekan
σTekan = tegangan tekan yang terjadi (psi); F = beban pada ulir (lb); dm = diameter rata-rata ulir (in); h = kedalaman ulir (in); n = jumlah ulir. Tegangan yang terjadi tersebut harus lebih kecil dibandingkan tegangan yang diizinkan dari bahan yang digunakan. Pada Tabel 3.6 ditunjukkan penggunaan dari beberapa material untuk bahan ulir penggerak dan murnya. Tabel 3.6: Perancangan Tekanan Bantalan untuk Ulir Bahan Jenis Peralatan
Ulir Penggerak
Mur
Perancangan Kecepatan gesek pada Tekanan Bantalan diameter rata-rata ulir (psi) (fpm) 2500 - 3500 Rendah dengan pelumasan
Press Tangan
Baja
Perunggu
Dongkrak
Baja
Besi Tuang
1800 - 2500
Rendah, v < 8
Dongkrak
Baja
Perunggu
1600 - 2500
Rendah, v ≤ 20
Ulir Pengangkat Baja
Besi Tuang
600 - 1000
Sedang, v = 20 – 40
Ulir Pengangkat Baja
Perunggu
800 - 1400
Sedang, v = 20 – 40
Ulir Gerak Maju Baja
Perunggu
150 - 240
Tinggi, v ≥ 50
Elemen Mesin
170
Ulir Penggerak 2) Tegangan Bengkok Untuk mendapatkan besarnya tegangan bengkok yang terjadi pada ulir, diasumsikan bahwa ulir sebagai sebuah batang kantilever yang pendek, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.10. Tegangan bengkok yang terjadi adalah sebagi berikut: Bengkok
Mb 3Fh Wb dm n b2
Dimana: σBengkok = tegangan bengkok yang terjadi (psi); Mb = momen bengkok yang terjadi (lb in); Wb = momen tahanan bengkok (in3); F = beban pada ulir (lb); dm = diameter rata-rata ulir (in); h = kedalaman ulir (in); b = tebal ulir (in).
Gambar 3.10 Tegangan Bengkok pada Ulir Tegangan bengkok yang terjadi tersebut harus lebih kecil dibandingkan tegangan bengkok yang diizinkan dari bahan yang digunakan. 3) Tegangan Geser Tegangan geser yang terjadi pada ulir penggerak, dapat dihitung dari besarnya beban yang bekerja dibagi dengan luas penampang yang menahan, seperti yang diasumsikan pada batang (beam). Tegangan geser yang terjadi pada batang ulir: Geser
3 F 2 dr n b
Elemen Mesin
171
Ulir Penggerak Tegangan geser yang terjadi pada mur: Geser
3 F 2 do n b
Dimana: Geser = tegangan bengkok yang terjadi (psi); F = beban pada ulir (lb); dr = diameter kaki ulir (in); do = diameter besar ulir (in). Tegangan geser yang terjadi tersebut harus lebih kecil dibandingkan tegangan geser yang diizinkan dari bahan yang digunakan. 4) Tegangan Tarik dan Tekan Tegangan tarik dan tekan yang terjadi pada ulir penggerak, dapat dihitung dari besarnya beban yang bekerja dibagi dengan luas penampang yang menahan, yang besarnya: Bengkok Tekan
F 4 F A dr2
Pada perhitungan luasan yang menahan, digunakan diameter kaki ulir atau diameter batang yang tidak berulir. 5) Tegangan Kombinasi Jika batang ulirnya pendek, maka beban pada kolom dapat diabaikan, sehingga ulir penggerak hanya menerima beban tekan saja. Jika ditinjau pada diameter kaki ulir, pada kondisi dua dimensi, maka pada luasan tersebut akan terjadi tegangan kombinasi antara tegangan tekan dan tegangan geser yang ditimbulkan oleh momen puntuir saat memutar ulir tersebut. Berdasarkan teori kegagalan, yaitu teori tegangan geser maksimum atau teori Tresca, besarnya tegangan geser yang terjadi: 2
maksimum 2 2
Tegangan geser yang terjadi akibat momen puntir: g
d d Mt 2 2 16 Mt I dr3 dr4 32
Mt
Elemen Mesin
172
Ulir Penggerak Jika rumus tegangan tekan dan tegangan geser dimasukkan, menjadi:
F 16 Mt 3 2 A dr 2
maksimum
2
Tegangan geser yang terjadi tersebut harus lebih kecil dibandingkan tegangan geser yang diizinkan dari bahan yang digunakan. 6) Tegangan Tekuk (Buckling) Pada saat ulir penggerak bekerja, sebagian batang ulirnya bergeser/keluar dari murnya, sehingga batang ulir tersebut menahan beban secara aksial. Jika jarak antara beban dan mur tersebut L, diameter ulir yang digunakan (diameter kaki) dr, maka diperoleh perbandingan panjang dengan diameter ulir sebesar L/d r. Jika perbandingan tersebut kecil, akan terjadi tegangan tekan seperti pada umumnya, tetapi jika perbandingan tersebut terlalu besar, akan terjadi tegangan tekuk. L 8 , terjadi tegangan tekan dr L 8 , terjadi tegangan tekuk dr
Untuk batang kolom yang panjang, perhitungan menggunakan rumus Euler, dimana besarnya beban kritis: FKritis
K 2 A E I k
2
Untuk batang kolom pendek, perhitungan menggunakan rumus Ritter, dimana besarnya beban kritis: Kritis
2 F L 1 2 yield A k K E
Dimana: σTekan = tegangan tekan yang terjadi (psi); σyield = tegangan luluh (psi); A = luas penampang yang menahan (in2); L = panjang kolom di antara penyangga (in); F = beban kolom (lb); Elemen Mesin
173
Ulir Penggerak E = modulus elastisitas (psi); I k = jari-jari girasi = (in); A K = faktor yang tergantung dari kondisi penyangga; Kasus 1, K = 0,25 Kasus 2, K = 1,0 Kasus 3, K = 2,0 Kasus 4, K = 4,0
Apabila beban yang bekerja pada batang ulir adalah beban eksentrik dengan eksentrisitas (e) sebagai jarak beban terhadap sumbu batang ulir, maka beban ini akan menimbulkan beban momen bengkok, sehingga tegangan yang terjadi merupakan tegangan kombinasi yang besarnya: Kritis
2 F L c e 1 2 yield 2 A k K E k
Dimana: c
= jarak sumbu batang ulir ke kulit terluar (in);
L/k = angka kerampingan; Jika L/k < 100, maka analisis menggunakan persamaan Ritter; Jika L/k > 100, maka analisis menggunakan persamaan Euler.
7) Torsi yang diperlukan untuk menaikkan beban pada ulir segiempat
Elemen Mesin
174
Ulir Penggerak
Besarnya torsi untuk mengatasi gesekan
Adanya beban aksial menimbulkan gesekan pada kerah dudukan beban, maka diperlukan perhitungan besarnya torsi untuk mengatasi gesekan pada kerah
Total torsi
Jika untuk memutar konstruksi menggunakan lengan sepanjang L
maka
besarnya gaya yang dibutuhkan untuk memutar beban P1 adalah
Elemen Mesin
175
Ulir Penggerak 8) Torsi yang diperlukan untuk menurunkan beban pada ulir segiempat
Besarnya torsi untuk mengatasi gesekan
9) Efisiensi ulir segiempat saat mengangkat beban
Elemen Mesin
176
Ulir Penggerak
7)
Efisiensi ulir segiempat pada kondisi mengunci sendiri (self locking)
Self locking
Efisiensi self locking lebih kecil dari ½ atau 50% W = beban yang diangkat h = ketinggian beban diangkat
Elemen Mesin
177
Ulir Penggerak Contoh soal (MD, RS khurmi, p.648) Alat press hand wheel
Diameter ulir
Torsi ada ulir
Elemen Mesin
178
Ulir Penggerak Gaya yang diperlukan untuk meutar hand wheel
Besarnya tegangan tekan
Jumlah ulir yang kontak dengan mur
Diameter rata-rata
Tegangan geser maksimum
Efisiensi
Elemen Mesin
179
Ulir Penggerak Contoh soal 2 (MD, RS khurmi, p.658-665) Perancangan screw jack
Torsi yang diperlukan untuk mengangkat beban
Gaya geser terjadi karena adanya torsi
Tegangan tekan karena beban aksial
Kombinasi tegangan tekan dengan geser diubah menjadi tegangan tekan
Elemen Mesin
180
Ulir Penggerak Kombinasi tegangan tekan dengan geser diubah menjadi tegangan geser
Bearing pressure pada mur Pb h = tinggi mur = n.p n = jumlah ulir pada mur p = pitch
Pemeriksaan tegangan yg terjadi pada ulir dan mur
t = p/2
D1 = diameter dalam D2 = diameter luar t1 = tebal kerah mur
Torsi yang diperlukan untuk mengatasi gesekan pada ulir bagian atas
Total torsi
Elemen Mesin
181
Ulir Penggerak Diameter handle
Perhitungan buckling C = 0,25 dan k = 0,25 dc
Diketahui:
Perancangan ulir untuk spindel
Dari tabel ulir segiempat didapatkan data
Elemen Mesin
182
Ulir Penggerak Koefisien gesek antara ulir dengan mur
Torsi yang diperlukan untuk memutar ulir
Tegangan tekan dikarenakan beban aksial
Tegangan geser karena adanya torsi
Tegangan kombinasi
Tegangan tumbukan c
82,58 N/mm2 ≤ 100 N/mm2
berarti rancangan aman
Tegangan geser
Elemen Mesin
183
Ulir Penggerak
47,315 N/mm2 ≤ 60 N/mm2
berarti rancangan aman
Bearing pressure Pb
Tegangan geser
Perhitungan mur (sobekan)
Perhitungan mur (tumbukan)
Elemen Mesin
184
Ulir Penggerak Perhitungan mur (geser)
Perhitungan handel apabila gaya tangan diasumsikan 300 N
Total torsi yang harus diatasi
Jadi panjang handle yang diperlukan
Elemen Mesin
185
Ulir Penggerak
Contoh soal 3 (MD, RS khurmi, p.665-668) Perancangan Dongkrak Mobil (toggle jack)
Diketahui:
Rancangan batang ulir segi empat
Elemen Mesin
186
Ulir Penggerak
Perhitungan diamater ulir
Gaya yang diperlukan untuk memutar ulir
Torsi yang diperlukan untuk memutar ulir
Dikembangkan lebih lanjut untuk perhitungan dimensi dari ulir, konstruksi dan komponen lainya seperti pin pengunci dan dudukannya.
Elemen Mesin
187