Esai Desentralisasi [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Dias
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DILEMA OTONOMI DAERAH DAN ASET SUMBER DAYA ALAM Otonomi daerah sebagai basis pembangunan dan perkembangan di daerah menjadi hal yang tak pernah luput dari bahasan. Mulai dari dampak baik buruk, hingga masalah sumber daya dan kaitannya dengan kapital. Karena Otonomi daerah banyak diyakini merupakan jalan terbaik dalam rangka mendorong pembangunan daerah.1 Berbicara tentang refleksi Sumber Daya Alam (SDA) tidak lepas konteksnya dengan kehadiran UU Otonomi Daerah kalau itu dikaitkan dengan otonomi daerah. Pertama, dalam konteks sejarah, bahwa Undang-Undang Otonomi Daerah (UU Otda) ketika lahir tahun 1999 tidak terlepas dari proses perubahan sosial yang terjadi di Indonesia. UU Otda lahir juga bersamaan dengan lahirnya desakan dari negara-negara luar, dalam hal ini adalah negara kreditorkreditor internasional, agar terjadi proses regulasi ekonomi di Indonesia. Contohnya, ada Letter of Itent (LoI), ada berbagai macam pembukaan-pembukaan aspek usaha dari penanaman midal untuk bisa langsung melakukan modal ke daerah. Kedua, ada desakan dari masyarakat yang harus di akomodasi oleh pemerintah waktu itu. Artinya UU Otda itu kalau dalam konteks historis seperti ketika zaman kolonial ada Politik Etis. Jadi ini sebenarnya seperti pemberian hadiah dari pemerintah pusat kepada daerah. Atau sebuah proses pelunakan, proses perlawanan terhadap otoritarianisme sentralistik di pusat. Jadi di berikan wewenang agar daerah bisa bernegosiasi dengan modal sendiri, dan pemilik modal juga bisa langsung menanamkan investasinya di daerah, kemudian juga daerah diberikan wewenang untuk bisa mengatur daerahnya. Terlepas dari kedua hal yang menjadi alasan mengapa UU Otda bisa muncul. Perlu direfleksikan kembali terkait UU Otda, terlebih kaitannya dengan pengelolaan SDA di tingkat daerah. Karena terdapat beberapa hal yang saling berbenturan dengan semangat otonomi daerah itu sendiri. Dalam hal ini juga terdapat tiga hal yang bisa dijadikan bahan refleksi. Pertama, tentang betapa 1 David Osborn dan Peter Plastrik, Memangkas Birokrasi (Jakarta: PPM, 2000), 65.



gencarnya ekspansi modal ke daerah, bahwa ini tidak lepas dari tekanan kreditor Internasional. Muncul sebuah fenomena di mana Pendapatan Asli Daerah (PAD) dianggap seperti Tuhan baru. Fenomena ini muncul karena pemerintah daerah sangat fokus terhadap peningkatan PAD. Hal ini dianggap manipulatif, karena secara undang-undang ini adalah manipulatif pemahaman, manipulatif terhadap rakyat. Seperti diketahui dalam skema Otda ada yang namanya Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Kalau melihat UU No.25 tahun 1999, komposisi pembagian SDA antara pusat dan provinsi, sektor-sektor strategis itu tetap di kuasi sebagian besar oleh pusat. Jadi, apabila ada daerah yang dikatakan ingin mengejar PAD, itu bersifat manipulatif karena pada akhirnya daerah akan tetap meminta suntikan, menyusu di pusat. Seperti misalnya mengenai minyak, sebenarnya 85% dikuasai pusat, hanya 6% diberikan pada kabupaten penghasil. Seperti diketahui bahwa penanaman modal hanya dimainkan oleh grup-grup besar yang tinggal di Jakarta, sementara di daerah hanya ada grupgrup kecik. Kita menafikan UU Otda tidak bisa mengatur arus uang. Misalnya Raja Garuda Mas memiliki perusahaan di Riau dan mengelola perkebunan kelapa sawit yang begitu luas, tetapi setoran atau modal besarnya tetap di Jakarta atau ke Singapura. Sehingga tidak bisa mengontrol yang namanya arus kapital. Kedua, tentang kewenangan UU Otda ternyata juga menghasilkan konflik baru, misalnya kewenangan antara batas kabupaten dengan kabupaten. Kewenangan antara otoritas pemerintah pusat dan daerah. Seperti contoh kasus di Jambi, antara Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo Karena tidak ada batas yang jelas antara kedua kabupaten ini, dan di sana ada sebuah perkebunan yang diperebutkan antara masyarakat di dua Batin Siantar masyarakat adat, akhirnya muncullah konflik.2 Hal ini justru di manfaatkan oleh bupati di sana untuk bisa mengambil dukungan dari masyarakat. Contohnya, menurut bupati setempat, kau masyarakat bisa memperjuangkan batas wilayah daerah A masuk ke wilayah 2 “Terkait Penyelesaian Konflik Warga Kedua Belah Pihak Sepakat Tinggalkan TNKS,” Suarabutesarko.com, terakhir di akses pada 14 April 2017, https://www.suarabutesarko.com/artikel/450-terkait-penyelesaian-konflik-wargakedua-belah-pihak-sepakat-tinggalkan-tnks



Noya, maka daerah ini akan dijadikan kecamatan definitif. Otomatis hal ini akan menjadikan proses kampanye seorang bupati. Ketiga, semangat UU Otda atau semangatnya pengelolaan SDA ke depan harus bisa melihat kemiskinan sebagai lawan. Akan tetapi bila dilihat PAD sudah menjadi Tuhan baru, kemudian meskipun eksploitasi yang meningkat terus ternyata kemiskinan juga meningkat. Indeks kemiskinan saat ini cukup meningkat. Sebagai contoh salah satu provinsi yang kaya akan sumber daya alamnya seperti Papua, harus menerima sebuah ironi bahwa jumlah penduduk miskin di provinsi tersebut tidak mengalami perubahan yang signifikan bahkan cenderung stagnan. Menurut Badan Pusat Statistik tentang jumlah penduduk miskin di Papua tahun 2015 – 2016 jumlah penduduk miskin cenderung mengalami peningkatan dan baru mengalami penurunan tidak begitu besar pada tahun 2016 semester 2.3 Artinya ada proses yang cukup signifikan antara proses transformasi, proses perubahan sosial politik, proses perubahan di sistem ketatanegaraan dengan dua hal, yaitu rusaknya ekologi dan naiknya angka kemiskinan. Melihat persoalan otonomi daerah dengan pengelolaan SDA tidak serta-merta hanya mempertahankan kawasan hutan saja, atau pengerukan mineral saja. Lebih dari itu bahwa apabila kemudian tujuannya adalah untuk menyelamatkan hutan, menyelamatkan SDA, maka mau tidak mau harus merubah sosial politik, tatanan kapital yang ada saat sekarang ini. Karena hal ini tidak bisa dilihat hanya pada konteks bagaimana bisa mengelola SDA kalau kemudian tidak mampu melihat paskah tatanan sosial politik yang ada sekarang ini mendukung untuk bisa menyelamatkan SDA saat ini. Muchamad Dias Anang Setiawan F1015031 Ilmu Politik 3 “Presentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi Tahun 2013 – 2016, Badan Pusat Statistik, terakhir di akses ada 10 Januari 2017, https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1219