ESSAY KEJAHATAN KORPORASI Sayyidi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ESSAY KEJAHATAN KORPORASI



Oleh : Sayyidi Al Fayadh 02011381924384 No. 64 Palembang



Universitas Sriwijaya Fakultas Hukum Ilmu Hukum 2019



Pendahuluan Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang tidak pernah memiliki batas kepuasan, akan selalu ada tujuan, keinginan yang ingin dicapai. Hal tersebut tentu baik untuk kehidupan manusia, karena ketika kita tidak memiliki tujuan yang ingin dicapai lagi, maka tidak akan ada perkembangan, tidak akan ada kemajuan yang akan dicapai oleh manusia, tetapi setiap tindakan pasti ada akibatnya. Akibat buruk dari rasa ketidak puasan manusia adalah mereka akan selalu merasa tidak tercukupi, Ketika mereka merasa tidak tercukupi dan mereka tidak bisa meraih apa yang mereka inginkan, mereka akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu tersebut, termasuk melakukan tindak pidana. Tindak pidana yang sering terjadi dalam dunia korporasi adalah tindak pidana korupsi, tindak pidana korupsi termasuk juga kedalam kejahatan korporasi. Selain korupsi, ada beberapa kejahatan yang biasa dilakukan oleh korporasi, yaitu : 



Menjual produk kadaluarsa







Penggelapan dana investasi dan asset milik investor







Pelanggaran UU Persaingan Usaha







Pelanggaran UU Lingkungan Hidup







Gangguan tehadap keamanan, Kesehatan, kenyamanan







Pelanggaran keselamatan kerja 1



Pengertian Secara singkat, kejahatan korporasi adalah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh petinggi – pegawai biasa yang berada dalam suatu perusahaan, kejahatan ini juga biasa disebut sebagai White Collar Crime atau kejahatan kerah putih. Penjelasan sealanjutnya tentang kejahatan kerah putih adalah suatau tindak kejahatan yang dilakukan oleh kaum intelek, kejahatan yang dilakukan oleh orang orang yang memiliki jabatan dalam suatu perusahaan. Berbicara mengenai korporasi, tidak dapat dilepaskan dari sudut pandang hukum perdata, karena pada awalnya memang hukum perdata yang banyak berhubungan dengan masalah korporasi sebagai subjek hukum. Dalam hukum perdata, perkataan orang berarti pembawa hak atau subjek hukum. Akan tetapi, orang atau manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum (natuurlijke persoon), karena masih 1



https://achmadruky.com/476/corporate-crimes-kejahatan-korporasi/#:~:text=Kepada%20Mitra %20Bisnis%20%3A%20Penipuan%20dan,terhadap%20keamanan%2C%20kesehatan%20dan %20kenyamanan



ada subjek hukum lain yang menurut hukum dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti seorang manusia, mempunyai kekayaan sendiri dan dengan perantaraan pengurusnya dapat digugat dan menggugat di muka pengadilan. Subjek hukum dimaksud yaitu badan hukum (rechtspersoon), artinya orang yang diciptakan oleh hukum.2 Korporasi, yang dalam bahasa Inggris disebut corporation, dalam bahasa Belanda disebut corporatie, dan dalam bahasa Jerman disebut Korporation, secara etimologis berasal dari kata corporatio dalam bahasa Latin3. Suatu kejahatan korporasi memiliki karakteristik tertentu. Diantara karakteristik kejahatan korporasi tersebut antara lain: 



Perbuatan pidana korporasi tersebut membawa keuntungan (ekonomis atau bukan) atau dilakukan dengan motif ekonomis untuk perusahaan tersebut.







Kejahatan korporasi tersebut membawa akibat negatif kepada orang lain atau membawa akibat negatif yang meluas kepada masyarakat. Misalnya, kejahatan di bidang lingkungan hidup yang menyebabkan kerugian bagi masyarakat secara meluas.







Kejahatan korporasi biasanya dilakukan dengan modus-modus yang canggih dan tidak konvensional. Misalnya dilakukan melalui rekayasa finansial yang sulit terdeteksi.



Dalam tindak pidana korporasi tidak luput dari kasus perdata, maka dari itu ada beberapa orang yang pro dan kontra terhadap kasus korporasi ini, Pendapat yang pro terhdap tindak pidana korporasi mempertengahkan alasan-alasannya sebagai berikut: 



Hanya memidana para pengurus perusahaan saja tidak cukup kuat untuk menekan tindak pidana korporasi ini.







Karena ternyata korporasi semakin memainkan peranan penting.







Untuk melindungi masyarakat yang lebih baik dengan menghukum perusahaan-perusahan.







Pidana terhadap korporasi merupakan upaya untuk tidak memidana pihak lemah seperti pengurus atau karyawan perusahaan.4



2



Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1984), hal. 21 Soetan Malikoel Adil, Pembaharuan Hukum Perdata Kita, (Jakarta: Pembangunan, 1955), hal. 83 4 Muladi dan Dwidja Priyatno. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 47. 3



Adapun pihak yang kontra terhadap pemidanaan terhadap korporasi, mengemukakan alasan-alasannya, yang sebenarnya sangat bersifat legal tekhnis, antara lain: 



Masalah kesalahan atau kesengajaan dalam suatu tindak pidana hanya ada pada manusia alamiah.







Tingkah laku materiel sebagaimana disyaratkan oleh beberapa kejahatan hanya dapat dilakukan oleh manusia alamiah. Misalnya mencuri, membunuh, menganiaya.







Pidana yang merupakan perampasan terhadap kebebasan orang tidak dapat dikenakan pidana.







Pemidanaan terhadap korporasi sama saja dengan memidana terhadap pihak yang tidak bersalah, karena tidak ada unsur criminal intent pada badan hukum. Dan yang ada adalah manusia.







Dalam praktik ternyata tidak mudah menentukan norma-norma kapan yang bertanggung pidana adalah perusahaan saja, atau pengurus saja, ataupun keduanya.



Penyebab Terjadinya kejahatan korporasi A. Persaingan Dalam menghadapi persaingan bisnis, korporasi dituntut untuk melakukan inovasi seperti penemuan teknologi baru, teknik pemasaran, usaha-usaha menguasai atau memperluas pasar. Keadaan ini dapat menghasilkan kejahatan korporasi seperti memata-matai saingannya, meniru, memalsukan, mencuri, menyuap, dan mengadakan persekongkolan mengenai harga atau daerah pemasaran.5 B. Pemerintah Untuk mengamankan kebijaksanaan ekonominya, pemerintah antara lain melakukannya dengan memperluas peraturan yang mengatur kegiatan bisnis, baik melalui peraturan baru maupun penegkan yang lebih keras terhadap peraturan-peraturan yang ada. Dalam menghadapi keadaan yang demikian, 5



Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Bandung, PT. Citra Aditya Bhakti, 2005.



korporasi dapatmelakukannya dengan cara melanggar peraturan yang ada, seperti pelanggaran terhadap peraturan perpajakan, memberikan dana dana kampanye yangilegal kepada para politisi dengan imbalan janji-janji untuk mencaut peraturan yang ada atau memberikan proyek-proyek tertentu, mengekspor perbuatan ilegal ke negara lain.6 C. Karyawan Tuntutan perbaikan dalam penggajian, peningkatan kesejahteraan dan perbaikan dalam kondisi-kondisi kerja. Dalam hubungan dengan karyawan, tindakan-tindakan korporasi yang berupa kejahatan, misalnya pemberian upah di bawah minimal, memaksa kerja lembur atau menyediakan tempat kerja yang tidak memenuhiperaturan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja. D. Konsumen Ini terjadi karena adanya permintaan konsumen terhadap produkproduk industri yang bersifat elastis dan berubah-ubah, atau karena meningkatnya aktivitas dari gerakan perlindungan konsumen. Adapun tindakan korporasi terhadap konsumen yang dapat menjurus pada kejahatan korporasi atau yang melanggar hukum, misalnya iklan yang menyesatkan, pemberian label yang dipalsukan, menjual barangbarang yang sudah kadaluwarsa, produk-produk yang membahayakan tanpa pengujian terlebih dahulu atau memanipulasi hasil pengujian E. Publik Hal ini semakin meningkat dengan tumbuhnya kesadaran akan perlindungan terhadap lingkungan, seperti konservasi terhadap air bersih, udara bersih, serta penjagaan terhadap sumber-sumber alam. Dalam mengahadapi lingkungan publik, tindakan-tindkaan korporasi yang merugikan publik dapat berupa pencemaran udara, air dan tanah, menguras sumber-sumber alam.



Pertanggung Jawaban Kejahatan Korporasi Bentuk-bentuk sistem pertanggung jawaban korporasi yang terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yang terdiri dari: 6



Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Bandung, PT. Citra Aditya







Pengurus Korporasi Sebagai Pembuat dan Penguruslah Yang Bertanggung jawab



Model pertanggung jawaban pidana korporasi ini pada hakikatnya dijiwai oleh asas “universitas delinquere non potest”, yaitu badan hukum tidak dapat melakukan tindak pidana. Sistem pertanggungjawaban ini ditandai dengan usaha-usaha agar sifat tindak pidana yang dilakukan korporasi dibatasi pada perorangan. Dalam hal pengurus korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang bertanggungjawab, kepada pengurus korporasi dibebankan kewajibankewajiban tertentu, dimana kewajiban yang diberikan itu sebenarnya adalah kewajiban dari korporasi.7 



Korporasi sebagai pembuat dan pengurus yang bertanggung jawab



Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi adalah tindak pidana yang dilakukan seseorang tertentu sebagai pengurus dari badan hukum tersebut, bahwa korporasi sebagai badan usaha yang dijadikan pelaku kejahatan dalam melakukan tindak pidana tidak mungkin tanpa kehendak dari pengurusnya. Orang yang memimpin korporasi bertanggungjawab pidana, terlepas dari apakah ia tahu ataukah tidak tentang dilakukannya perbuatan itu 



Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggung jawab



Dijadikannya Korporasi sebagai subjek yang harus mempertanggungjawabkan tindak pidana di samping manusia alamiah merupakan pergeseran dari doktrin societas/universitas delinquere non protest, dan penerimaan terhadap konsep pelaku fungsional. Hal-hal yang membenarkan dapat dimintakannya pertanggung-jawaban pidana korporasi adalah: pertama, karena dalam berbagai tindak pidana ekonomi dan fiskal, keuntungan yang diperoleh korporasi atau kerugian yang diderita masyarakat dapat sedemikian besar, sehingga tidak akan mungkin seimbang bila pidana hanya dijatuhkan pada pengurusnya saja; kedua, dengan hanya memidana pengurus saja, tidak atau belum ada jaminan bahwa korporasi tidak akan mengulangi tindak pidana lagi, dengan demikian memidana korporasi dapat menaati peraturan yang bersangkutan.8 7



Hatrick Hamzah, 1996, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia (strict liability dan vicarious liability), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hal. 30 8 Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana, (Bandung: Sekolah Tinggi Hukum Bandung, 1991) hal. 16



Kejahatan korporasi sangat lekat dengan istilah white collar crime, hal ini karena para pelaku kejahatann korporasi adalah orang orang yang memiliki jabatan, orang orang yang intelek. White collar crime sendiri dikelompokan menjadi beberrapa sifat, Pengelompokan terhadap white collar crime menurut Munir Fuady adalah sebagai berikut : 



White collar crime yang bersifat individual, berskala kecil dengan modus operandi yang sederhana.







White collar crime yang bersifat individual, berskala besar dengan modus operandi yang kompleks.







White collar crime yang melibatkan korporasi.







White collar crime di sektor publik.9



Sebagaimana pengelompokan di atas, white collar crime terkadang dilakukan bukan oleh individu melainkan oleh korporasi. Tindakan white collar crime tersebut manfaatnya banyak dinikmati oleh korporasi, walaupun tindakan ini nyatanya dilakukan oleh pengurus-pengurus korporasi yang bersangkutan yang pada dasarnya juga mempunyai kepentingan terhadap tindakan tersebut. Jadi kejahatan korporasi merupakan bentuk white collar crime dengan bentuk khusus, tidak sama halnya dengan white collar crime yang sering melibatkan individu atau kelompok kecil daripada individu yang melakukan kejahatan dalam lingkup profesi mereka atau kapasitas pekerjaan mereka (white collar occupations). Kejahatan korporasi merupakan kejahatan organisasi yang terjadi dalam konteks saling keterkaitan yang sangat kompleks. Oleh karenanya, istilah “kejahatan korporasi” disebut juga dengan istilah “kejahatan organisasi” (organizational crime).10



Dalam beberapa literatur pada umumnya menyebutkan bahwa kejahatan korporasi merupakan salah satu bentuk white collar crime. Kejahatan korporasi sebagai salah satu bentuk white collar crime merupakan bentuk kejahatan dari hasil perkembangan zaman serta kemajuan peradaban dan tekhnologi, sehingga dikatakan bahwa kejahatan 9



Ibid., hal. 16 Muhammad Topan, Kejahatan Korporasi Dibidang Lingkungan Hidup, Cet: I, (Bandung: Nusa Media, 2009), hal. 42. 10



korporasi (corporate crime) merupakan salah satu wacana yang timbul dengan semakin majunya kegiatan perekonomian dan teknologi. Sebenarnya, white collar crime bukanlah jenis kejahatan baru. Tetapi, dikarenakan karakteristik pelaku dan modus operandi kejahatannya yang berbeda dengan kejahatan konvensional, kejahatan ini dibedakan dalam metode pengelompokan kejahatan dengan nama yang baru. Karakteristik pelaku white collar crime biasanya melibatkan orangorang yang mempunyai kekuasaan dan kehormatan dimasyarakat, pihak profesional/intelektual, baik oleh individu, organisasi, sindikat kejahatan, ataupun badan hukum. Modus operandi white collar crime sangat tertata rapi, terencana dan seringkali menggunakan media teknologi dan informasi yang canggih. Modus operandi white collar crime tersebut sangat sulit diungkap, karena dilakukan secara profesional di bidangnya, bahkan seringkali juga melibatkan kekuasaan (power). Dalam pada itu, karakteristik white collar crime pada umumnya dan kejahatan korporasi pada khususnya adalah sebagai berikut :11 1) Low visibility (visibilitas rendah), 2) Complexity (kompleksitas), 3) Diffusion of responsibility ( difusi tanggungjawab), 4) The diffusion of victimization (difusi viktimisasi), 5) Difficult to detect and to prosecute (sulit untuk mendeteksi dan untuk mengadili), 6) Lenient sanctions (sanksi ringan), 7) Ambiguous laws (hukum ambigu), 8) Ambiguous criminal status (status pidana ambigu). C. Bentuk-bentuk Sanksi Bagi Korporasi17 Bentuk-bentuk atau jenis-jenis sanksi yang dapat dijatuhkan kepada korporasi dapat berupa sanksi pokok dan sanksi tambahan. Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk sanksi pokok dan sanksi tambahan yang mungkin dijatuhkan kepada korporasi. 1. Sanksi Pokok a. Sanksi Pidana (denda) Korporasi hanya mungkin dituntut dan dijatuhi pidana apabila sanksi pidana penjara dan pidana denda di dalam suatu undang-undang ditentukan sebagai sanksi pidana yang bersifat alternatif (artinya dapat dipilih oleh 11



H. Setiyono, Kejahatan Korporasi (Analisis Victimologi dan Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia), (Malang: Bayumedia Publishing, 2005), hal. 43.



hakim). Apabila kedua sanksi pidana itu bersifat alternatif, maka kepada pengurusnya dapat dijatuhkan sanksi pidana penjara saja, atau sanksi pidana denda, atau kedua sanksi tersebut dijatuhkan secara kumulatif. Sementara itu, kepada korporasinya hanya dijatuhkan sanksi pidana denda karena korporasi tidak mungkin menjalani sanksi pidana penjara. Apabila sanksi pidana ditentukan secara kumulatif antara pidana penjara dan pidana denda, bukan secara alternatif, tetapi ada ketentuan lain dalam undang-undang itu yang menentukan dengan tegas bahwa dalam hal tuntutan dilakukan terhadap korporasi akan dijatuhkan sanksi pidana denda saja (mungkin dengan pidana denda yang lebih berat), maka sanksi pidana penjara dan denda yang ditentukan secara kumulatif itu tidak menghalangi dijatuhkannya pidana denda saja kepada korporasi. Sikap inilah yang diambil oleh beberapa undang-undang pidana khusus yang dibuat akhir-akhir ini diIndonesia. Lihat misalnya Pasal 45 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menentukan : “Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiga”. 2. Sanksi Administratif A. Pengumuman Putusan Hakim Salah satu bentuk sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada korporasi adalah diumumkannya putusan hakim melalui media cetak dan/atau elektronik. Pengumuman ini bertujuan untuk mempermalukan pengurus dan/atau korporasi. Korporasi yang sebelumnya telah memiliki reputasi yang sangat baik akan betul-betul dipermalukan bila sampai terjadi hal yang demikian itu. Bentuk sanksi pidana ini, sekalipun hanya merupakan sanksi tambahan, akan sangat efektif guna mencapai tujuan pencegahan (deterrence). B. Pembubaran yang Diikuti dengan Likuidasi Korporasi Apabila suatu korporasi dibubarkan sebagai akibat dijatuhkannya sanksi pidana, maka konsekuensi perdatanya adalah “likuidasi” atas aset korporasi yang bubar itu. Undang-undang yang dibuat belakangan ada yang sudah mengambil sikap seperti yang telah dikemukakan di atas, yaitu pembubaran korporasi sebagai bentuk sanksi pidana terhadap korporasi. Contohnya adalah Undang undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah



dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003, dalam Pasal 5 ayat (2) ditentukan suatu korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa “pencabutan ijin usaha dan atau pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi”. C. Pencabutan Ijin Usaha yang Diikuti Dengan Likuidasi Korporasi Dengan dicabutnya ijin usaha, maka sudah barang tentu untuk selanjutnya korporasi tidak dapat lagi melakukan kegiatan usaha untuk selamanya. Guna memberikan perlindungan kepada kreditor, hendaknya putusan hakim berupa pencabutan ijin usaha tersebut disertai pula dengan perintah kepada pengurus korporasi untuk melakukan likuidasi terhadap aset perusahaan untuk pelunasan utangutang korporasi kepada para kreditornya. Antara putusan hakim berupa pencabutan ijin usaha disertai perintah likuidasi dan putusan hakim berupa pembubaran korporasi sebagai hasil akhir boleh dikatakan tidak ada bedanya. Keduanya mengakibatkan perusahaan tidak dapat melakukan kegiatan usaha dan aset korporasi dilikuidasi. C. Pembekuan Kegiatan Usaha Pembekuan kegiatan usaha, baik untuk kegiatan tertentu atau semua kegiatan, untuk jangka waktu tertentu merupakan salah satu bentuk sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada korporasi. Misalnya saja, suatu Rumah Sakit dilarang menerima pasien dalam rangka pemeriksaan kandungan dan melakukan partus (melahirkan bayi) karena telah terlibat tindak pidana aborsi illegal (abortus provocatus criminalis). Pembekuan kegiatan tertentu ini, dapat ditentukan oleh hakim untuk jangka waktu tertentu saja atau untuk selamanya. D. Perampasan Aset Korporasi oleh Negara Perampasan dapat dilakukan baik terhadap sebagian atau seluruh aset, baik aset tersebut secara langsung digunakan atau tidak digunakan dalam tindak pidana yang dilakukan. Aset yang dirampas tersebut kemudian dapat dilelang kepada umum, atau diserahkan menjadi milik salah satu BUMN tertentu yang memerlukan aset tersebut untuk kegiatan usahanya. Perampasan aset korporasi sebagai pidana yang dijatuhkan kepada korporasi dapat dikombinasikan dengan denda dan atau jenis-jenis pidana yang lain sebagaimana telah diterangkan di atas. E. Pengambilalihan Korporasi oleh Negara Sanksi berupa perampasan korporasi berbeda dengan perampasan aset. Pada pidana perampasan aset, korporasi tetap milik pemegang saham, sedangkan perampasan korporasi berakibat saham pemilik beralih menjadi milik negara.



F. Penyitaan Korporasi Selain berlangsungnya proses pemeriksaan, hendaknya dimungkinkan pula dilakukan penyitaan terhadap korporasi oleh pengadilan dengan diikuti penyerahan pengelolaannya kepada direksi sementara yang ditetapkan oleh pengadilan. Pengadilan dapat mengeluarkan penetapan untuk menunjuk salah satu BUMN yang sejenis dalam bidang usaha dengan korporasi yang bersangkutan untuk mengelola sementara korporasi tersebut sampai penyitaan itu dicabut.12 3. Sanksi Tambahan korporasi dapat pula dibebani sanksi tambahan berupa melakukan kegiatan sosial tertentu, antara lain : a. Melakukan pembersihan lingkungan atau clean up dengan biaya sendiri atau menyerahkan pembersihannya kepada negara atas beban biaya korporasi (dalam hal melakukan tindak pidana lingkungan hidup); b. Membangun atau membiayai pembangunan proyek yang terkait dengan tindak pidana yang dilakukan; c. Melakukan kegiatan sosial lainnya, baik yang ada kaitannya maupun yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana yang telah dilakukannya dengan ditentukan jangka waktu minimumnya dan biaya minimumnya oleh hakim.13 Contoh Kasus Contoh kasus temtamg kejahaatan korporasi adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh petinggi PT. ASABRI. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat telah menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri (Persero) pada Senin, 16 Agustus 2021. Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan untuk delapan orang terdakwa. Dua di antara delapan terdakwa tersebut merupakan purnawirawan jenderal TNI yang pernah menjabat sebagai direktur utama PT Asabri (Persero). Kedelapan terdakwa tersebut adalah: 1. Mayjen (Purn) Adam Rahmat Damiri (Direktur Utama PT Asabri (Persero) 20112016) 12



Jurnal pakuan Law Review, kejahatan korporasi, hal 67-69 Sutan Remi Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Cet: II, (Jakarta: Grafiti Pers, 2007) hal. 205. 13



2. Letjen (Purn) Sonny Widjaja (Direktur Utama PT Asabri (Persero) 2016-2020) 3. Bachtiar Effendi (Direktur Keuangan PT Asabri (Persero) 2008-2014) 4. Hari Setianto (Direktur Keuangan PT Asabri (Persero) 2015-2019) 5. Lukman Purnomosidi (Direktur Utama PT Prima Jaringan) 6. Jimmy Sutopo (Direktur Utama PT Jakarta Emitmen Investor Relation; 7. Benny Tjokrosaputro (Direktur Utama PT Hanson International TBK) 8. Heru Hidayat (Komisaris PT Trada Alam Mineral). Dakwaan terhadap para terdakwa tersebut dibuat secara terpisah. Selain para terdakwa yang telah disebutkan di atas, terdapat satu orang lagi yaitu Ilham Wardhana Bilang Siregar selaku Kepala Divisi Investasi periode 2012- 2016 yang dijadikan tersangka. Namun, yang bersangkutan telah meninggal dunia terlebih dahulu sebelum disidangkan. Dalam pembacaan dakwaan tersebut, Jaksa pada Kejaksaan Agung mengatakan bahwa para terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Jaksa mengungkapkan aliran dana yang diterima para terdakwa dari kasus dugaan korupsi PT Asabri (Persero) ini telah merugikan negara sebesar Rp 22,7 Triliun. Dalam persidangan kasus ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim IG Purwanto, dengan didampingi dua orang hakim karir tipikor selaku anggota yaitu Saefudin Zuhri dan Rosmina, serta dua orang hakim ad hoc tipikor selaku anggota yaitu Ali Muhtarom dan Mulyono Dwi Purwanto. Kasus ini bermula ketika Direktur Utama, Direktur Investasi, dan Direktur Keuangan serta Kadiv Investasi Asabri bersepakat dengan pihak luar yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio PT Asabri (Persero) pada rentang tahun 2012-2019. Mereka menukar saham dalam portofolio PT Asabri (Persero) dengan sahamsaham milik Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi. Manipulasi harga tersebut bertujuan agar kinerja portofolio PT Asabri (Persero) terlihat seolah-olah baik. Setelah saham-saham tersebut menjadi milik PT Asabri (Persero) kemudian saham tersebut ditransaksikan atau dikendalikan oleh Heru, Benny, dan Lukman berdasarkan kesepakatan bersama dengan direksi PT Asabri (Persero), sehingga saham tersebut seolah-olah bernilai tinggi dan likuid.



Padahal transaksi tersebut hanya transaksi semu untuk menguntungkan Heru, Benny, dan Lukman serta merugikan investasi PT Asabri (Persero). Hal tersebut dikarenakan PT Asabri (Persero) menjual saham-saham dalam portofolionya dengan harga di bawah harga perolehan saham tersebut. Untuk menghindari kerugian PT Asabri (Persero) menjual kembali saham tersebut dengan Nomine Heru, Benny, dan Lukman, serta dibeli lagi oleh PT Asabri (Persero) oleh manajer investasi yang dikendalikan Heru dan Benny. Atas perbuatannya para terdakwa diancam dengan pidana Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.14



14



Berkas dpr, mengawal kasus korupsi asabri, 3 agustus