Essay M. Nur Abdi Kepemimpinan Dalam Pandangan Islam Sebagi Acuan Pemuda Untuk Menjadi Pemimpin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

2019 “Kepemimpinan Dalam Pandangan Islam sebagai acuan Pemuda untuk menjadi seorang Pemimpin”



M. Nur Abdi



“Kepemimpinan Dalam Pandangan Islam sebagai acuan Pemuda untuk menjadi seorang Pemimpin”



Pendahuluan Setiap dan semua organisasi apapun sejenisnya pasti memiliki dan memerlukan seorang pemimpin yang harus menjalankan kepemimpinan (leadership) dan Manajemen (management) bagi keseluruhan organisasi sebagai satu kesatuan. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa dalam menjalankan organisasi, seorang pemimpin harus mampu menjalankan organisasinya. Artinya seorang pemimpin harus mampu membawa perubahan, karena perubahan adalah tujuan pokok dari kepemimpinan. Kepemimpinan bukanlah suatu rampasan perang yang dinikmati oleh seorang pemimpin dengan berbagai ungkapan pujian, tapi itu adalah amanah dan tanggung jawab. Tidak sebagaimana yang telah kita lihat saat ini, yaitu kepemimpinan yang dijadikan laksana tambang emas yang mampu memberi segala fasilitas yang dikehendaki oleh seorang pemimpin tanpa memperdulikan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Kepemimpinan yang merupakan sesuatu yang wajib dalam kehidupan agar kehidupan menjadi teratur dan keadilan bisa ditegakkan, sehingga tidak berlaku hukum rimba. Kepemimpinan juga dapat dikatakan penting apabila mampu memanfaatkan dan mengelola potensi setiap anggota dengan cara yang tepat. Maka dari itu seorang pemimpin dalam mengendalikan kepemimpinannya harus mendorong perilaku positif dan meminimalisir semua yang negatif, menguasai sepenuhnya masalah-masalah yang timbul dalam pekerjaan dan menyusun cara-cara yang tepat untuk pemecahanya, mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya, serta memanfaatkannya untuk kepentingan organisasi, mencanangkan strategi yang tepat untuk menggerakkan ke arah tujuan yang akan di capai, terakhir adalah membimbing, melatih dan mengasah setiap anggota dan yang lebih penting lagi adalah seorang pemimpin harus mengerti dan paham bahwa kepemimpinan adalah bukan permainan ego.



Pandangan Islam tentang Kepemimpinan Dalam Islam kepemimpinan adalah Imamah. Imamah adalah konsep yang tercantum Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang meliputi kehidupan manusia dari pribadi, berdua, keluarga bahkan sampai umat manusia atau kelompok. Konsep inimencakup baik caracara memimpin maupun dipimpin demi terlaksananya ajaran islam untuk menjamin kehidupan yang lebih baik di dunia dan di akhirat sebagai tujuannya. Kepemimpina Islam, sudah merupakan fitrah bagi setiap manusia di amanahi Allah untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi. Yang bertugas merealisasikan misi sucinya ini sebagai pembawa rahmat bagi alam semesta. Sekaligus sebagai abdullah (hamba allah) yang senantiasa patuh dan terpanggil untuk mengabadikan segenap dedikasinya di jalan Allah. Sabda Rasulullah saw “setiap kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap pemimpin dimintai pertanggungjawabannya (responbility-nya)”. Manusia yang diberi amanah dapat memelihara amanah tersebut dan Allah telah melengkapi manusia dengan kemampuan konsepsional atau potensi [fitrah], serta kehendak bebas untuk menggunakan dan memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Konsep amanah yang diberikan kepada manusia sebagai khalifah fil ardli menempati posisi sentral dalam kepemimpinan Islam. Logislah bila konsep amanah kekhalifahan yang diberikan kepada manusia menuntut terjalinnya hubungan atau interaksi yang sebaik-baiknya antara manusia dengan pemberi amanah (Allah), yaitu : (1) mengerjakan semua perintah Allah, (2) menjauhi semua larangan-Nya, (3) ridha (ikhlas) menerima semua hukum-hukum atau ketentuan-Nya. Selain hubungan baik dengan sesama manusia serta lingkungan yang diamanahkan kepadanya, simak firman Allah swt dalam surah AliImran[3]: 112:                 



              



     



112. mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka



kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. Tuntutannya, diperlukan kemampuan memimpin atau mengatur hubungan vertikal manusia dengan Sang Pemberi [Allah] amanah dan interaksi horizontal dengan sesamanya. Jika kita memerhatikan teori-teori tentang fungsi dan peran seorang pemimpin yang digagas dan dilontarkan oleh pemikir-pemikir dari dunia Barat, maka kita akan hanya menemukan bahwa aspek kepemimpinan itu sebagai konsep interaksi relasi, proses, otoritas maupun kegiatan memengaruhi, memegarahkan dan mengoordinasi secara horizontal semata. Konsep Islam, kepemimpinan sebagai konsep interaksi, relasi, proses otoritas, kegiatan memengaruhi, mengarahkan dan mengoordinasi baik secara horizontal maupun vertikal. Kemudian, dalam teori-teori manajemen, fungsi pemimpin sebagai perencana dan pengambil keputusan (planning and decision maker), pengorganisasian (organization), kepemimpinan dan motivasi (leading and motivation), pengawasan (controlling), dan lain-lain [Aunur Rahim, dkk., 2001]. Uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa, kepemimpinan Islam adalah suatu proses atau kemampuan orang lain untuk mengarahkan dan memotivasi tingkah laku orang lain, serta ada usaha kerja sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Kepemimpinan bukan keistimewaan, tetapi tanggu jawab, ia bukan fasilitas, tetapi pengorbanan, juga bukan leha-leha tetapi kerja keras. Ia juga bukan



kesewenang-



wenangan bertindak, tetapi kewenangan melayani. Kepemimpinan adalah berbuat dan kepeloporan bertindak. Imam dan khalifah adalah dua istilah yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk “pemimpin”. Kata imam terambil dari kata amma-yaummu, yang berarti menuju, menumpu dan meneladani. Kata berakar kata khalafa, yang pada mulanya berarti menuju, menumpmu dan meneladani. Kata khalifah juga diartikan “pengganti”, karena yang menggantikan selalu berada dibelakang, atau datang sesudah yang digantikannya.



Al-Tabrasi dalam tafsirnya mengemukakan bahwa kata imam mempunyai makna yang sama dengan khalifah. Hanya saja kata imam digunakan untuk keteladanan. Karena ia terambil dari kata yang mengandung arti depan, berbeda dengan khalifah yang terambil dari kata “belakang”. Al-Qur’an



menggunakan kedua istilah ini, untuk menggambarkan ciri seorang



pemimpin, sekali di depan menjadi panutan. Ing ngarso sung tulodo. Dan di kali ini dibelakang untuk mendorong sekaligus mengikuti kehendak dan arah yang dituju oleh yang dipimpinnya, atau tut wuri handayani. Para pakar, setelah menulusuri Al-Qur’an dan hadis menetapkan empat sifat yang harus dipenuhi oleh para nabi yang pada hakikatnya adalah pemimpin umatnya, yaitu: (1) Al-Shidq yakni kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap,serta berjuang melaksanakan tugasnya. (2). Al-amanah, atau kepercayaan yang menjadikan dia memelihara sebaik-baiknya apa yang diserahkan kepadanya, baik dari tuhan maupun dari orang-orang yang dipimpinnya, sehingga tercipta rasa aman bagi semua pihak. (3) AlFhatanah,



yaitu



kecerdasan



yang



melahirkan



kemampuan



menghadapi



menanggulangi persoalan yang muncul seketika sekalipun. (4) At-Tabligh,



dan yaitu



penyampaian yang jujur dan bertanggung jawab, atau dapat diistilahkan dengan “keterbukaan”. Firman Allahs swt dalam surah Al-Baqarah [2]:124, diuraikan tentang pengangkatan Nabi Ibrahim sebagai imam/pemimpin:                  



     



124. dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji[87] Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku"[88]. Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".



Ada dua hal yang wajar digarisbawahi menyangkut ayat di atas, pertama, kepemimpinan dalam pandangan Al-Qur’an bukan sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi juga merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah swt, atau dengan kata lain, amanat dari Allah. Karena itu pula, seketika sahabat nabi, Abu Dzarr, meminta suatu jabatan, Nabi saw bersabda: “kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian(bila disia-siakan). Kedua,



kepemimpinan



menuntut



keadilan,



karena keadilan



adalah lawan



penganiayaan yang dijadikan syarat oleh ayat di atas, dan keadilan tersebut harus dirasakan oleh semua pihak. Dalam ayat lain yang membicarakn tentang kepemimpinan yang baik, ditemukan lima sifat pokok yang hendaknya dimiliki oleh pemimpin/imam. Kelima sifat tersebut terungkap alam firman Allah swt dalam dua surah, yaitu surah AsSajadah [32]: 24:            



24. dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar[1195]. dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami. Dan surah Al-Anbiyaa’ [21]: 73:             



   



73. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah. 1. Kesabaran dan ketabahan, kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin ketika mereka tabah/sabar.



2. “Yahdunna bi amirinaa”, mengantar masyarakatnya ketujuan yang sesuai dengan petunjuk Kami (Allah). 3. “Wa auhinaa ilaihim fi’lal khairat” (telah membudaya pada diri mereka kebajikan). 4. “Abidin” (beribadah, termasuk melaksanakan shalat dan menunaikan zakat). 5. “Yuuqinuun” (penuh keyakinan).



Teladan Kepemimpinan Rasulullah saw merupakan seorang pemimpin yang mesti dijadikan teladan oleh setiap pemimpin Islam, Rasulullah saw juga seorang pemimpin yang hidup sederhana, tapi memiliki sifat akhlak mulia. Dan istrinya Aisyah r.a mengatakan, akhlak Rasulullah saw itu adalah penerapan AlQur’an dalam segala aspek kehidupannya (Abdul Haim Mahmud: 1990). Sayyid Husen al-Affany menjelaskan dalam bukunya, Thartib al-afwah (1/81) bahwa Abu Bakr As Shiddiq itu pemimpin sederhana dan adil dalam melaksanakan tugas. Beliau menerapkan persamaan pembagian kekayaan negara kepada seluruh rakyatnya. Dan ketika sakit di akhir hidupnya, beliau berwasiat, agar hartanya yang hanya sedikit itu diberikan kepada pemimpin setelahnya. Umar Bin Khattab menangis menerima wasiat itu. Karena beliau tahu, tanggung jawabnya di masa depan jauh lebih berat. Namu begitu, Umar tetap mencontoh pendahulunya untuk hidup sederhana dalam mengemban tugas negara. Karena menurutnya Allah swt telah memuliakan umat ini dengan Islam. Maka tidak perlu mencari kemulian dengan yang lain (Atsar sahih riwayat Ibnu Abi Syaibah). Usman bin Affan juga berbuat adil dalam menerapkan hukum islam. Bahkan, beliau dengan tegas melaksanakan hukuman cambuk atas adiknya al-Walid bin Aqabah, yang telah melakukan pelanggaran syariat Islam. Alibin Abi Thalib juga memimpin dengan bijaksana, sederhana, dan adil bertindak.



Islam telah menetapkan syarat tertentu yang mesti terpenuhi pada diri seorang pemimpin, agar amanah besar itu tidak menjadi ajang perebutan oleh mereka yang tidak bertanggung



jawab. Dan sebagai pemimpin, Rasulullah saw dan Khulafaurasyidin,



begitu juga pemimpin adil pemerintahan Ummawiyah, Umar bin Abdul Aziz, telah memberikan teladan yang baik dengan hidup sederhana, adil, dan menjunjung tinggi supremesi hukum. Di bawah kepemimpinan mereka, negara Islam menjadi maju, besar, dan disegani. Dan umat Islam pada masa itu juga damai, aman, dan sejahtera.



Kesimpulan Jadi kesimpulannya adalah kepemimpinan adalah jiwa pemimpin yang sudah ada dalam diri manusia tinggal bagaimana kita mengolahnya dengan baik agar bisa menjadi pemimpin yang baik dan sejalan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kita harus banyakbanyak membaca dan melihat pemimpin-pemimpin Islam yang berhasil dalam memimpin sebuah negara dan berusaha agar kita dapat mengikuti jejak mereka akan keberhasilannya. Pemuda saat ini adalah Pemimpin masa depan itu bukan hanya sebuah kata-kata tetapi memang benar akan adanya. Oleh karena itu, saat ini pemuda harus banyak-banyak belajar menjadi pemimpin dengan memiliki jiwa kepemimpinan yang sesuai dengan kepemimpinan Rasulullah saw. Tidak sedikit pemimpin muda yang berhasil dalam Islam contoh saja Mohamed Al-Fatih, Salahuddin Al- Ayubi, Umar bin Abdul Aziz, Abdurahman ad-Dakhil, dan lain-lain mereka semua adalah salah satu dari pemimpin muda yang berhasil membawa islam kepada kejayaanya. Mari kita semua belajar dari sejarah untuk Indonesia lebih baik kedepanya. Mengingat Tuhan adalah Kunci agar pemimpin kita semua sadar bahwa Tuhan mengawasi gerak-gerik kita untuk melakukan kebaikan ataupun keburukan.



Daftar Pustaka Boy Rafli Amar, Bachtiar, dkk. 2013. Pemimpin dan Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Ifadah, Nur dan Abdul Qadir Shaleh, 2018. Pendidikan Islam Leadership Kepemimpinan Ala Pesantren. Depok: kalimedia



Lampiran Foto-Foto salah lima dari sekian Pemimpin Islam pada masanya yang dapat kita ambil peajaran untuk sebagai referensi menjadi Pemimpin, selain Rasulullah dan Khulafaurasyidin.



Erdogan adalah Pemimpin Muslim saat ini yang berhasil membawa keberhasilan pada negara Turki yang mengembalikan Turki kepada Al-Qur’an dan Sunnah.



RIWAYAT HIDUP PENULIS



M. Nur Abdi Lahir di desa Buluan, Kecamatan Pandawan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan, dari Pasangan seorang Ayah Kurjani dan seorang Ibu Masitah. Sejak Usia 3 bulan sudah di ajak kedua orang tuanya merantau ke Kabupaten Kotabaru, tepatnya di desa Pulau Panci, Kec. Kelumpang Hilir, Kabupaten Kotabaru di kecamatan itulah tinggal sampai dengan remaja. Tahun 2018 menempuh pendidikan S1 di UIN Antasari Banjarmasin sampai saat ini. Pengalaman organisasi yang diikutinya ialah Ketua Osim (Organisasi Siswa Intra Madrasah) MTs Sabiilul Mutaqiin, Ketua Rohis (Rohani Islam) SMAN 1 Kelumpang Hilir, Ketua Osis (Organisasi Siswa Intra Sekolah), Pemangku Adat/Ketua Adat Pramuka Ambalan Putera Demang Lehman SMAN Kelumpang Hilir, Alumni PCB (Politik Cerdas Berintegritas) KPK Purwa dan Madya Provinsi Kalimantan Selatan, Kader PMII Komisariat UIN Antasari Banjarmasin dan Fakultas Dakwah, sekarang menjabat Staf Ahli Divisi Minat dan Bakat HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan), menjabat sebagai Ketua Tim Relawan Yayasan BANUA (Barisan Insan Mulia) ,dan mejabat anggota Divisi Kepelatihan UKM BD PSHT UIN Antasari Banjarmasin. Motto hidup “Tuntutlah Ilmu, Ilmu dan Ilmu karena Allah” . Jangan takut untuk mencoba, jika gagal maka cobalah sampai titik penghabisanmu.