ETIK [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MKU ETIKA DAN PROFESIONALISME “Mengidentifikasi Kasus Dilema Etik”



Disusun Oleh : Dian Pratiwi (1758011042) Fitra Galih Nonasri (1718011021)



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2019



KASUS DILEMA ETIK Bayi Kembar Siam Gani dan Malik Meninggal Dunia Novianti Nurulliah Selasa, 21 Nov 2017, 09:16 BANDUNG RAYA BANDUNG, (PR).- Bayi kembar siam Ahmad Gani dan Ahmad Malik meninggal dunia di tengah perawatan intensifi oleh tim dokter RS Hasan Sadikin Bandung. Bayi kembar siam putera Ny. Amariah (39) asal Padalarang, ini sejak kedatangannya ke RSHS 10 hari lalu, kedua bayi memiliki kondisi yang kurang baik. "Bayi Amariah 2 meninggal lebih dahulu 3 hari lalu, disusul bayi Amariah 1 yang meninggal kemarin sore sekitar pukul 17.34 WIB dan diantar langsung oleh ambulans RSHS ke Padalarang pukul 19.30," kata Humas RSHS Nurul Wulandhani melalui siaran persnya,Selasa, 21 November 2017. Ia mengatakan, sejak kedua bayi dirawat di RSHS, orangtua selalu diberikan informasi dan edukasi mengenai kondisi kesehatan serta kemungkinan yang dapat terjadi pada kedua bayi. "Telah dilakukan juga informed concent kepada keluarga," ujarnya. Awalnya tim dokter merencanakan untuk melakukan operasi pemisahan pada hari Senin, 20 November 2017. Namun sejak beberapa hari lalu keadaan bayi memburuk dan berpotensi tinggi membahayakan kondisi kedua bayi. Tim dokter memutuskan untuk menyegerakan operasi pada Jumat malam, 17 November 2017. "Operasi dilakukan sekitar 12 jam dan selesai pada pukul 10.00 keesokan harinya. Namun takdir berkata lain. Bayi yang lebih kecil (bayi Amariah 2) tidak dapat bertahan dan dinyatakan meninggal," tutur Nurul. Sementara bayi Amariah 1 langsung mendapatkan perawatan intensif di ruang ICU RSHS. Dalam masa kritisnya, dokter melakukan upaya-upaya stabilisasi semaksimal mungkin. Namun pada Senin, 20 November 2017 ia tidak dapat bertahan dan meninggal dunia. "Segenap keluarga besar RSHS mengucapkan turut berduka cita yang sedalamdalamnya kepada keluarga yang ditinggalkan semoga senantiasa diberi kesabaran serta kesehatan," tutur Nurul.



Dempet bagian perut Gani dan Malik, dua bayi asal RT 3, RW 27, Desa/Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat terlahir dalam kondisi kembar siam, dempet di bagian perut. Ibu bayi kembar siam, Mariah menuturkan, bayinya itu terlahir dengan kondisi dempet perut, 2 kepala, 2 badan, 2 kaki, 4 tangan, 1 anus, dan 1 jenis kelamin. Saat ini dirinya harus bersabar menunggu perkembangan dari pihak RSHS mengenai kabar anaknya itu. “Kakaknya, Gani dalam kondisi sehat, tetapi adiknya, yaitu Malik belum bisa merespons sejak lahir sampai sekarang,” ujar Mariah di kediamannya, Blok D2 Nomor 30 Kompleks Perumahan Pondok Padalarang Indah, Senin, 13 November 2017. Mariah mengungkapkan, bayinya terlahir pada Jumat, 10 November 2017, sekitar pukul 22.30 di Bidan Nuraeni, Kampung Rancabali, Desa Padalarang secara normal. Namun, ia tak menyangka bayinya terlahir kembar siam. Selanjutnya, bidan menanganinya dengan membawa bayi ke rumah sakit. Saat kehamilannya, Mariah mengaku tak mengalami kejanggalan. Terakhir, ia menjalani USG saat kehamilannya berusia 4 bulan. Saat itu, bayinya terdeteksi hanya satu dan kondisinya sehat. “Saya juga tidak ngidam apa-apa dan tidak ada keanehan dalam kehamilan saya. Makanya, saya kaget bayi saya kembar siam,” katanya. Bayi dengan berat 3,2 kg tersebut merupakan anak keempat dari lima bersaudara pasangan Mariah dan Agus Priyanto. Keempat anak lainnya terlahir dalam kondisi normal. Mariah berharap kedua anaknya bisa dipisahkan dalam kondisi selamat.



Berita Asli



DESKRIPSI KASUS



Bayi laki-laki kembar siam yang lahir dalam keadaan perut dan pinggul menyatu dari pasangan suami istri Pak Agus berusia 47 tahun dan Ibu Mariah berusia 37 tahun mengalami kondisi yang buruk. Salah satu dari kedua bayinya berukuran lebih kecil, jantung dan paru-parunya tidak berkembang sempurna dan tidak memiliki anus, sedangkan kembarannya dalam keadaan stabil. Dokter rumah sakit tersebut bingung dalam memutuskan tindakan yang harus dilakukan, karena dalam kondisi ini, bayi yang lebih kecil memiliki peluang hidup yang kecil. Bila bayi yang berukuran lebih kecil dipertahankan, perburukan bisa terjadi pada bayi yang stabil dan berisiko tidak dapat menyelamatkan keduanya. Namun bayi yang lebih kecil juga tidak dapat dikorbankan karena bertentangan dengan kode etik kedokteran di Indonesia. Hal itu sama saja melakukan euthanasia pada pasien yang secara jelas tidak diperbolehkan untuk dilakukan di Indonesia. Tim dokter RS Hasan Sadikin mengatakan baru pertama kali menemukan kasus seperti ini, sehingga mereka harus berkonsultasi dengan Komite Etik Rumah Sakit, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan juga ahli agama untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut agar tidak melanggar kode etik serta tidak bertentangan dengan prinsip kemanusiaan. Selama masa konsultasi dan pencarian jalan keluar, bayi kembar siam terus diberikan perawatan intensif untuk menghindari perburukan-perburukan yang mungkin akan terjadi. Pengambilan keputusan untuk kasus ini mengalami dilema dalam etik kedokteran. Bapak Agus dan Ibu Mariah menyerahkan segala keputusan pada tim dokter untuk kebaikan anak kembarnya. Dalam kasus ini, tim dokter mengalami dilema etik pada aspek beneficience, non maleficience, dan justice. Pada aspek beneficience, dokter mengutamakan keselamatan kedua nyawa bayi kembar siam dan berusaha agar kebaikan lebih banyak dibandingkan dengan keburukannya. Kebaikan dalam hal ini adalah mengusahakan kedua bayi untuk hidup meskipun keadaan salah satunya benarbenar sudah kritis akibat kegagalan organ dan fungsi jantung serta paru-parunya yang menurun. Di satu sisi, apabila salah satu bayi meninggal, maka akan mempengaruhi bayi kembarannya. Namun, apabila mengorbankan salah satu bayi untuk menyelamatkan bayi lainnya, hal tersebut bertentangan dengan kode etik



kedokteran dan hukum yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, dokter memutuskan untuk melakukan diskusi terlebih dahulu kepada tim etik, IDI, dan pemuka agama agar mendapatkan keputusan terbaik untuk pasien. Pada aspek non maleficience, dokter tidak mengorbankan salah satu bayi yang keadaannya kritis untuk menyelamatkan bayi lain yang kondisinya lebih stabil. Dalam hal ini, dokter tidak melakukan euthanasia terhadap pasien, berarti dokter menjunjung kaidah non maleficience. Selain itu, dokter mencegah pasien dari bahaya dengan menjaga kestabilan kedua bayi dengan tidak mengorbankan salah satunya (bayi yang kritis) karena akan berdampak pada keselamatan bayi yang stabil. Berdasarkan pernyataan dari tim dokter yang telah menangani kasus kembar siam di RSHS, mereka telah 3 kali berhasil melakukan operasi pemisahan bayi kembar siam, 1 kali operasi bayi kembar siam tidak berhasil dipisahkan, dan 1 kali kejadian operasi gagal atau meninggal. Melalui kompetensi dokter yang telah lebih banyak berhasil dibandingkan gagal, dokter membuat keputusan terbaik untuk mencegah bahaya apabila bayi kembar tersebut terus dibiarkan menyatu, yakni dengan melakukan pemisahan. Pada aspek justice, kedua bayi yang lahir dalam kondisi hidup diberikan hak untuk hidup meskipun salah satunya memiliki peluang hidup yang lebih kecil. Peluang hidup yang kecil dimiliki oleh bayi yang mengalami kegagalan fungsi organ jantung dan paru-paru serta organ lain yang tidak dimiliki. Dokter memberikan kesempatan yang sama pada kedua bayi untuk tetap dipelihara karena dalam hal ini, kedua bayi dalam kedudukan yang sama pula. Hingga pada akhirnya dokter RSHS memutuskan untuk melakukan operasi pemisahan bayi kembar siam tersebut dengan mempertimbangkan aspek non maleficience yang sudah dijelaskan sebelumnya. Hal ini dilakukan oleh tim dokter untuk mengurangi penderitaan pasien yang harus berbagi fungsi organ dalam jangka waktu tertentu. Secara sistematis, dilema etik yang terjadi dapat dijelaskan menurut model Murphy sebagai berikut : 1.



Identifikasi masalah kesehatan a. Pasien bayi kembar siam dalam keadaan pinggul dan perut menyatu lahir normal dengan kondisi keduanya sama-sama hidup.



b. Kondisi bayi memiliki dua kepala, empat lengan, dua kaki, satu anus, dan satu alat kelamin. c. Salah satu bayi berukuran lebih kecil dengan fungsi jantung dan paru-paru abnormal dan beberapa organ tidak dimiliki seperti anus dan alat kelamin, serta dalam keadaan kritis. d. Bayi lainnya dalam keadaan stabil. 2.



Identifikasi masalah etik a) Autonomi : 1) Pasien bayi kembar siam diwakili autonominya oleh orang tua 2) Orang tua menyerahkan segala keputusan kepada dokter yang menangani untuk kebaikan kedua anaknya 3) Dokter tidak mendapatkan permintaan khusus dari pihak orang tua pasien, oleh karena itu tidak ada dilema etik pada aspek autonomi b) Non Maleficience : 1) Dokter tidak mengorbankan salah satu bayi yang keadaannya kritis untuk menyelamatkan bayi lain yang kondisinya lebih stabil (dokter tidak melakukan euthanasia) 2) Dokter mencegah pasien dari bahaya dengan menjaga kestabilan kedua bayi 3) Dokter tidak mengorbankan salah satu bayi yang kritis karena akan berdampak pada keselamatan bayi yang stabil. 4) Dokter



menggunakan



pengalaman



dan



kompetensinya



dalam



melakukan tindakan pemisahan bayi kembar siam untuk menangani kasus ini 5) Dokter melakukan operasi pemisahan untuk mencegah bahaya apabila bayi kembar tersebut terus dibiarkan menyatu. c) Justice 1) kedua bayi yang lahir dalam kondisi hidup diberikan hak untuk hidup meskipun salah satunya memiliki peluang hidup yang lebih kecil.



2) Dokter memberikan kesempatan yang sama pada kedua bayi untuk tetap dipelihara karena dalam hal ini, kedua bayi dalam kedudukan yang sama pula. 3.



Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan. a) Orang tua pasien b) Tim dokter yang menangani pasien kembar siam c) Tim etik Rumah Sakit Hasan Sadikin d) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) e) Ahli agama



4. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan a) Mengorbankan bayi yang kondisinya lebih buruk karena peluang hidupnya lebih kecil b) Mempertahankan bayi kembar siam sampai bayi mengalami perbaikan c) Melakukan pemisahan terhadap bayi kembar siam seperti kondisi bayi kembar siam lainnya 5. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif keputusan a) Mengorbankan bayi yang kondisinya lebih buruk karena peluang hidupnya lebih kecil. Konsekuensinya, bayi tersebut akan meninggal dan bayi lainnya mungkin akan tetap hidup. b) Mempertahankan bayi kembar siam sampai bayi mengalami perbaikan. Konsekuensinya, kedua bayi tidak dapat bertahan hidup lebih lama dan orang tua bayi kemungkinan akan kehilangan keduanya. c) Melakukan pemisahan terhadap bayi kembar siam seperti kondisi bayi kembar siam lainnya. Konsekuensinya, bayi yang organnya tidak lengkap dan berfungsi sempurna akan mengalami kesulitan beradaptasi, bertahan hidup, dan menjalankan fungsi normalnya sebagai makhluk hidup.



6. Memberi keputusan. Dalam kasus di atas terdapat tiga alternatif yang dapat dilakukan dengan konsekuensinya masing-masing. Tindakan yang mungkin untuk diambil keputusan adalah tidak melakukan euthanasia terhadap bayi yang peluang hidupnya lebih kecil, namun juga tidak membiarkan kondisi kedua bayi tetap menyatu. 7. Mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai dengan falsafah umum untuk perawatan klien. Keputusan yang dapat diambil yaitu melakukan pemisahan bayi kembar siam karena hal ini adalah keputusan terbaik, yakni tanpa melakukan euthanasia terhadap pasien, namun tetap memberikan penanganan terhadap pasien sesuai dengan pengalaman tim dokter. 8. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya Keputusan yang diambil haruslah sesuai dengan kode etik kedokteran dan hukum di Indonesia. Selain itu, keputusan yang diambil juga harus atas pertimbangan matang dari berbagai aspek etik sehingga dapat menguntungkan pasien dan keluarga, namun tetap tidak mengorbankan tim dokter.



PEMBAHASAN Berdasarkan deskripsi kasus di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam mengambil keputusan untuk penatalaksanaan pasien, seorang dokter harus mempertimbangkan kaidah bioetika. Pada kasus kembar siam ini, terdapat 3 pilihan penatalaksanaan. Pilihan pertama adalah mengorbankan bayi yang kondisinya lebih buruk karena peluang hidupnya lebih kecil. Pilihan ini tentu saja dilarang di Indonesia karena tindakan menggorbankan nyawa dengan sengaja demi menyelamatkan nyawa lainnya merupakan tindakan eutanasia. Kode etik kedokteran Indonesia Pasal 10, menyebutkan bahwa “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani.” Melalui KODEKI Pasal 10 ini, dijelaskan bahwa naluri yang kuat pada setiap makhluk yang bernyawa, termasuk manusia ialah mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, dokter mengambil peranan penting untuk berusaha memelihara dan mempertahankan makhluk hidup. Seorang dokter tidak diperbolehkan untuk a. Menggugurkan kandungan b. Mengakhiri hidup seorang penderita penyakit yang menurut ilmu dan pengalaman tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia). Hal ini menjadi dasar tim dokter untuk tidak mengorbankan bayi yang peluang hidupnya lebih kecil. Selain itu, dalam KUHP Pasal 344 juga disebutkan bahwa “Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang jelas dinyatatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.” KUHP Pasal 338 “Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara palinh lama lima belas tahun.” Apabila dokter mengambil keputusan untuk mengorbankan salah satu bayi, maka dokter terebut dikenakan sanksi etik dan sanksi hukum. Pilihan kedua adalah mempertahankan bayi kembar siam sampai bayi mengalami perbaikan. Pilihan ini mengesampingkan aspek beneficence dan non maleficience. Dokter telah mengetahui risiko apabila bayi kembar siam tidak dilakukan tindakan segera, sehingga keputusan untuk mempertahankan kondisi bayi tanpa tatalaksana segera akan dapat membahayakan stabilitas kondisi



keduanya. Di satu sisi bayi yang peluang hidupnya lebih kecil mengganggu kondisi bayi yang stabil, namun di sisi lain, apabila bayi yang peluang hidupnya kecil dikorbankan, maka keeputusan tersebut bertentangan dengan kode etik kedokteran dan hukum di Indonesia. Pada kasus kembar siam di RSHS dokter telah berepengalama melakukan tindakan operasi terhadap paisen dengan 3 kali operasi sukses, 1 kali tidak bisa dipisahkan dan 1 kali pasien meninggal. Hal ini menunjjukan bahwa dokter di RSHS telah memiliki kopetensi. Jadi, alangkah baiknya apabila dokter dapat sebuah mengambil tindakan sebagai bukti dokter telah menjunjung tinggi aspek beneficence dan non malaficence, Pilihan ketiga adalah melakukan pemisahan terhadap bayi kembar siam seperti kondisi bayi kembar siam lainnya. Angka keberhasilan yang tinggi dalam operasi pemisahan bayi kembar siam di RSHS menjadi dasar melakukan pemisahan bayi kembar siam pasangan Pak Agus dan Bu Mariah meskipun kasus ini berbeda dengan kasus lainnya. Melakukan pemisahan pada bayi kembar siam ini berpeluang menyelamatkan nyawa keduanya, sehingga tidak ada yang perlu dikorbankan. Keputusan ini menjadi keputusan terbaik karena telah menjunjung aspek justice, beneficence dan non malaficence. Berdasarkan kasus ini, banyak hal yang dapat dipelajari oleh mahasiswa kedokteran yang ke depannya akan menjadi dokter dengan masalah etik yang akan dihadapi. Ketika mengambil keputusan etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Menurut Thompson & Thopson (1981) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Masalah etika keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika kesehatan, yang lebih dikenal dengan istilah etika biomedis atau bioetis (Bertens, 2005). Pengambilan keputusan etik yang dilakukan oleh tim dokter RS Hasan Sadikin melalui tahap diskusi dengan tim etik rumah sakit, IDI, dan ahli agama patut dijadikan contoh karena mereka telah menyikapi suatu kasus dilema etik dengan bijak tanpa mengorbankan siapapun, meskipun pada akhirnya, keputusan hidup dan mati ada di tangan Tuhan. Namun pada dasarnya tim dokter telah mengusahakan yang terbaik untuk semua pihak.



DAFTAR PUSTAKA Bertens, K. 2005. Etik. Hlm 279-83 Jakarta : Gramedia Pustaka Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Pasal 10 Suharti, Eni. 2017. KUHAP dan KUHP Cetakan Keenam Belas. Pasal 338 dan 344. hlm 115-116. Jakarta : Sinar Grafika Thompson, J.B. dan Thopson, H.O. 1981. Ethic in Nursing. Macmian Publ. Co Nurulliah, Novianti. 2017 . Bayi Kembar Siam Gani dan Malik Meninggal Dunia. https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2017/11/21/bayi-kembarsiam-gani-dan-malik-meninggal-dunia-414213. Bandung : Pikiran Rakyat. Diakses pada 19 November 2019 pukul 15.38 WIB.