Etika Bisnis Konstruksi Daffa [PDF]

  • Author / Uploaded
  • wepe
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS ETIKA PROFESI DAN KEWIRAUSAHAAN “ETIKA BISNIS KONSTRUKSI”



Disusun oleh : M. Daffa Gunawan 11170200 3 Sipil 1



POLITEKNIK NEGERI JAKARTA TEKNIK SIPIL 2020



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI...................................................................................................................................1 BAB I...............................................................................................................................................2 PENDAHULUAN...........................................................................................................................2 1.1



Latar Belakang..................................................................................................................2



1.2



Rumusan Masalah.............................................................................................................3



1.3



Tujuan Penelitian..............................................................................................................3



BAB II.............................................................................................................................................4 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................4 2.1



Etika Bisnis Konstruksi.....................................................................................................4



2.2



Tujuan Etika Bisnis...........................................................................................................5



2.3



Prinsip-prinsip Etika Bisnis Konstruksi............................................................................6



2.4



Contoh Masalah dalam Etika Bisnis Konstruksi...............................................................8



2.4.1



Perilaku tidak adil......................................................................................................9



2.4.2



Konflik kepentingan...............................................................................................10



2.4.3



Penyuapan dan penipuan.........................................................................................11



2.4.5



Contoh Kegiatan yang Melanggar...........................................................................13



BAB III..........................................................................................................................................15 KESIMPULAN..............................................................................................................................15 3.1



Kesimpulan.....................................................................................................................15



DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................16



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Selama ini banyak sekali berbagai macam penyimpangan atau pelanggaran yang



dilakukan oleh profesional konstruksi sehingga banyakmerugikan konsumen atau owner. Mulai dari kolusi, penipuan serta mutu produk konstruksi yang tidak memenuhi standar. Sebagian besar konsumen merasa tidak puas dengan hasil kinerja para profesional konstruksi.



Hal ini



mendorong beberapa orang dan organisasi konstruksi di indonesia khususnya untuk melakukan survey. Sehingga dari hasil survey tersebut di buat beberapa peraturan/kode etik untuk mengurangi keluhan ketidak puasan konsumen atau owner tersebut terhadap hasil produk konstruksi.



Peluang



bisnis



konstruksi



di Indonesia



pada saat ini sangat besar karena



mengingat Indonesia merupakan Negara yang berkembang sehingga pembangunannya



sangat



pesat, baik di sektor ekonomi maupun infrastrukturnya. Konstruksi merupakan salah satu



industri



yang



hasil produksinya digunakan oleh banyak orang. Dimana industri



konstruksi sangat berhubungan dengan kepuasan dan keselamatan banyak orang. Seiring dengan pertumbuhan bisnis industri konstruksi di Indonesia yang terus tumbuh hingga kisaran8,6 % dari Produk Domestik Bruto Nasional atau setara dengan Rp. 52,3 Triliun pada triwulan II 2006(BPS, 2006b), kasus-kasus yang berhubungan dengan pelanggaran terhadap etika bisnis konstruksi juga semakin tumbuh di industri konstruksi Indonesia.Hasil survei yang dilakukan oleh Construction Management Association of America terhadap pemilik modal, arsitektur, kontraktor, subkontraktor dan pihak-pihak yang terkait didalamnya mengatakanbahwa 61% dari keseluruhan transaksi telah tercemar oleh pelanggaran etika bisnis konstruksi.Indikasi umum yang terlihat adalah adanya konflik kepentingan dari masing-masing pihak. Disatusisi, penyedia jasa konstruksi dalam pelaksanaan kegiatan konstruksinya berusaha untuk mendapatkankeuntungan yang sebesar-besarnya, disisi lain pemilik modal juga berusaha untuk mendapatkankualitas dan mutu yang lebih baik dari apa yang telah mereka bayar. Selain itu, kurangnyatransparansi dalam proses dan biaya tender, lemahnya kualitas dokumen tender dan hal terkait lainnya juga berdampak langsung terhadap pelanggaran etika bisnis konstruksi.



Sektor industri konstruksi memegang peranan penting dalam pengembangan sosial dan ekonomi suatu negara. Ini sangat penting untuk fakta bahwa pertumbuhan ekonomi dari suatu negara dapat diukur dengan pembangunan infrastruktur fisik (Takim dan Akintoye, 2002; Abdullah et al 2004 dalam Nordin, Takim, & Nawawi, 2012). Dalam pelaksanaannya, pekerjaan-pekerjaan konstruksi didapatkan beberapa kasus yang didominasi oleh penyimpangan berupa pengaturan lelang, kekurangan volume pekerjaan, ketidak-sesuaian spesifikasi berupa pengurangan kualitas pekerjaan, pemahalan harga (mark-up) dan keterlambatan penyelesaian pekerjaan (Susanto & Makmur, 2013). Dengan kurangnya perhatian dan penerapan etika bisnis konstruksi di Indonesia oleh penyedia jasakonstruksi, pemilik modal, pemerintah sebagai regulator serta seluruh pihak yang terkait didalamnya,maka secara



langsung



mendorong



berkembangnya



pelanggaran-pelanggaran



terhadap



bisniskonstruksi di Indonesia. 1.2



Rumusan Masalah Rumusan dari pembahasan ini diantaranya: 1. Apa yang dimaksud dengan etika bisnis konstruksi? 2. Apa tujuan dari etika bisnis konstruksi? 3. Apa saja prinsip-prinsip dalam etika bisnis konstruksi? 4. Apa saja contoh kegiatan yang melanggar kegiatan etika bisnis konstruksi?



1.3



Tujuan Penelitian Tujuan dari pembahasan ini diantaranya: 1.



Mengetahui pengertian etika bisnis konstruksi



2.



Menjabarkan tujuan-tujuan dari etika bisnis konstruksi



3.



Mengetahui prinsip-prinsip dalam etika bisnis konstruksi



4.



Mengetahui contoh kegiatan yang melanggar etika bisnis konstruksi



etika



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Etika Bisnis Konstruksi Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang



dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”. Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Dasar pemikirannya adalah pertukaran timbal balik secara fair di antara pihak-pihak yang terlibat. Keuntungan hanya dilihat sebagai konsekuensi logis dalam kegiatan bisnis, yaitu bahwa dengan memenuhi kebutuhan masyarakat secara baik, keuntungan akan datang dengan sendirinya. Bisnis konstruksi adalah persaingan yang bermoral bisnis konstruksi yang berhasil adalah bisnis konstruksi yang memperhatikan norma moral. Sebaliknya, bisnis konstruksi yang tidak menghiraukan etika akan hancur. Bisnis konstruksi harus disertai kewajiban moral para pengelola perusahaan konstruksi adalah masyarakat dan anggota masyarakat, dengan hak dan kewajiban serta tanggung jawab moral terhadap masyarakat. Sehingga perusahaan konstruksi juga akan dituntut mempunyai tanggung jawab dan kewajiban terhadap masyarakat. Bisnis konstruksi harus mengingat keterbatasan sumber daya perusahaan konstruksi harus bertanggung jawab untuk tidak sekedar mengeksploitasi sumber daya untuk kepentingan jangka pendek, tetapi harus memeliharanya untuk jangka panjang demi kelangsungan perusahaan konstruksi itu sendiri. Bisnis konstruksi harus menjaga lingkungan sosial perusahaan konstruksi



harus memikirkan kehidupan sosial masyarakat, demi kelangsungan hidup perusahaan konstruksi itu sendiri. Bisnis konstruksi harus ikut mencari pemecahan atas masalah lapangan kerja, kelestarian alam dan lingkungan sosial sekitarnya. Bisnis konstruksi harus menjaga keseimbangan tanggung jawab sosial kekuasaan yang terlalu besar dari bisnis konstruksi jika tidak diimbangi dengan tanggung jawab sosial yang sebanding, akan menyebabkan bisnis konstruksi tersebut menjadi kekuatan yang merusak masyarakat. Bisnis konstruksi harus menggali sumber daya berguna perusahaan konstruksi yang memiliki tenaga yang terampil, mereka dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi masyarakat melalui berbagai proyek dan kegiatannya. Bisnis konstruksi harus memberi keuntungan jangka panjang tanggung jawab sosial merupakan suatu nilai lebih yang sangat positif bagi perkembangan dan kelangsungan hidup perusahaan konstruksi. Sehingga akan tercipta suatu citra yang sangat positif dimata masyarakat mengenai perusahaan tersebut. Hal ini akan mendatangkan keuntungan jangka panjang yang mungkin untuk sekarang tidak dapat terbayangkan. 2.2



Tujuan Etika Bisnis Tujuan etika bisnis meliputi 2 aspek, antara lain: A. Perkembangan Moral 1. Tingkat Prakonvensional. Pada tahapan ini manusia mengakui adanya aturan budaya/Culture dan ungkapan budaya, baik buruk, benar serta salah. Penilaian ini berdasarkan faktor lahiriah saja. Untuk tahapan ini adanya orientasi hukuman dan kepatuhan serta orientasi relativis-instrumental. 2. Tingkat Konvensional. Untuk tahapan ini, manusia hanya memiliki harapan kepada keluarga, suatu kelompok atau bahkan untuk negaranya, yang merupakan pandangan bahwa ini sebagai sesuatu hal yang berharga bagi dirinya. Ada 2 tahapan ini yaitu orientasi kesepakatan antarpribadi serta orientasi hukum dan ketertiban. 3. Tingkat Pascakonvensional. Pada tingkatan ini terdapat suatu usaha yang jelas untuk merumuskan suatu niai-nilai serta prinnsip yang muncul. Pada tahap tingkatan ini terbebas dari otoritas



kelompok. Terdapat dua tingkatan tahap,



antara lain Orientasi kontrak sosial legalistis dan Orientasi prinsip etika universal. B. Otonomi moral



Otonomi ini sebenarnya memiliki arti manusia menaati kewajibannya karena sesuatu hal yang bernilai dan menjadi bagian dari tanggung jawab manusia itu sendiri. Hanya manusia yang berotonomi moral yang tentu taat dan patuh pada hukum. Kaitannya dengan etika bisnis konstruksi ini ialah untuk memperkuat kesadaran para pelaku bisnis konstruksi di Indonesia, ini adalah upaya untuk meningkatkan otonomi moral pelaku bisnis tersebut. Peningkatan otonomi moral dapat diperoleh dengan cara melatih dan menyempurnakan kemampuan/kreativitas para pelaku bisnis tersebut. Menurut Martin dan Schinzinger (1994), disebutkan bahwa ada beberapa keterampilan yang memiliki hubungan dengan kemampuan/kreativitas, antara lain : 1. Memiliki kemahiran dalam mengenali suatu permasalahan serta isu-isu moral di dalam bisnis konstruksi 2. Memiliki keterampilan memahami, menjelaskan secara kritis dan mengkaji argumen yang berlawanan dari isu-isu moral 3. Memiliki kemampuan dalam membentuk sudut pandangan yang konsisten serta komprehensif 4. Memiliki keadaan yang imajinatif tentang berbagai respon alternatif terhadap isuisu dan pemecahan kreatif atas kesulitan yang dihadapi 5. Memiliki kepekaan terhadap kesulitan yang terjadi 6. Peningkatan ketepatan dalam penggunaan bahasa etika yang lazim 7. Meningkatnya penghargaan baik terhadap kemungkinan dalam pemecahan konflik moral serta perlunya toleransi perbedaan di kalangan orang-orang 8. Pentingnya integrasi antara profesional dengan keyakinan



2.3



Prinsip-prinsip Etika Bisnis Konstruksi Dalam beretika bisnis diperlukan prinsip-prinsip, yaitu diantaranya: 1. Prinsip tanggung jawab 2. Keadilan 3. Kebebasan 4. Prinsip Otonomi



5. Tanpa pamrih 6. Kesetiaan Berikut ini penjelasan prinsip-prinsip yang dibutuhkan dalam beretika bisnis konstruksi: 1. Prinsip tanggung jawab Dalam kehidupan manusia dan khususnya dalam menjalankan segenap profesi kita dituntut untuk selalu bersikap, tanggung jawab yang mancakup dua arah : 



Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya







Tanggung jawab terhadap kehidupan orang lain atau masyarakat



2. Keadilan Prinsip ini menuntut para profesional yang menghormati hak orang lain, dimana dalam pelaksanaan keadilan itu berarti, didalam menjalankan profesinya setiap profesional tidak bleh melanggar hak oranng lain atau lembaga lain ataupun negara 3. Kebebasan Dalam pekerjaanya seorang professional memiliki kebebasan dalam mengemban profesinya walaupun diikat oleh kode etik profesi. Walaupun organisasi profesi ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan profesi anggotanya pada akhirnya yang paling bertanggung jawab adalah anggota itu sendiri. 4. Otonomi Prinsip ini menuntut agar organisasi profesi secara keseluruhan bebas dari campur tangan pihak lain. Organisasi profesi itulah yang paling tau mengenai segala sesuatu yang menyangkut profesi dibawah kewenangannya. Hal ini sekaligus membedakan organisasi massa atau organisasi lain pada umumnya. 5. Tanpa Pamrih Para profesional wajib membaktikan keahlian mereka semata-mata kepada kepentingan yang mereka layani, artinya secara spesifik kepentingan klien didahulukan diatas kepentingan pribadi dan kepentingan keluarganya. 6. Kesetiaan



Menuntut agar setiap profesional setia pada cita-cita luhur profesinya, walaupun tindakan itu bertentangan dengan kepentingan kliennya bahkan negaranya.



2.4



Contoh Masalah dalam Etika Bisnis Konstruksi Di dalam dunia bisnis proyek konstruksi yang sangat kompetitif telah menciptakan



tekanan yang besar



pada manajer proyek. Tekanan berasal dari siklus proyek dan tujuan



membangun keuntungan dalam organisasi bisnis, yang memaksa organisasi untuk mengejar praktik yang tidak etis. Tetapi, di dalam praktek industri dimana ada persyaratan bisnis yang ketat praktek tidak etis dapat ditekan. Guo, Richards, Wilkinson, & Li, (2013) menyaksikan di negara-negara seperti Perancis dan Selandia Baru dimana pelestarian lingkungan adalah merupakan prioritas utama, sehingga spesifikasi desain konstruksi dan kontrol pelaksanaan diperlukan untuk lulus pengawasan yang ketat, dan praktek tersebut dapat menghindari kesalahan yang dapat membahayakan keamanan lingkungan dan sosial. Telah diketahui bahwa pelaksanaan proyek konstruksi terutama berfokus pada biaya, waktu, dan kualitas daripada dampak sosial dan dampak jangka Panjang dari proyek. Akibatnya, kegiatan yang tidak etis dalam proyek bisnis dapat ditemukan dengan mudah, di mana situasi atau masalah timbul karena praktek bisnis yang meragukan, korupsi tinggi, atau pelanggaran hukum (Mishra, Dangayach, & Mittal, 2011). Penelitian tersebut memandang sebagai kekurangan, bahwa literatur serta perspektif praktisi saat ini tidak juga mengidentifikasi peran etika dalam keberhasilan proyek. Temuan dari penelitian yang dilakukan dalam industri konstruksi di negara-negara lain, yang disaksikan oleh Hamimah, Hashim, Yusuwan, & Ahmad, (2012) seperti di Amerika Serikat, Australia, Afrika Selatan, Hong Kong, dan praktek di Malaysia, memberikan bukti bahwa industri konstruksi terkendala dengan masalah etika. Masalah umum etika professional dalam industri konstruksi yang disorot adalah praktek tender, standar kualitas pekerjaan konstruksi, budaya keselamatan, pembayaran, korupsi, dan yang paling penting akuntabilitas publik untuk uang yang dihabiskan untuk bangunan umum dan infrastruktur, yang kemudian disimpulkan sebagai bentuk perilaku yang tidak adil, kelalaian, konflik kepentingan, kolusi tender, penipuan dan penyuapan. (Hamimah, Hashim, Yusuwan, & Ahmad, 2012). Dari penelitian Mishra, Dangayach, & Mittal, (2011) telah teridentifikasi etika sebagai dimensi keempat yang penting dalam organisasi berbasis proyek, dan



pendekatan



mempertimbangkan etika akan menghasilkan keberlanjutan proyek, ini



akan meningkatkan



kepuasan dan loyalitas pelanggan serta menciptakan harmoni, kepercayaan, persaudaraan, nilainilai dan moralitas di antara anggota tim. 2.4.1



Perilaku tidak adil Perilaku yang tidak adil dapat terjadi kompetisi (persaingan tidak sehat) dalam kontrak



(syarat kontrak yang tidak adil). Kadang-kadang hal ini terjadi dengan membatasi panggilan untuk penawaran tender, dengan mengirimkan undangan kepada perusahaan yang tidak memiliki keahlian nyata, sehingga muncul seolah-olah ada proses tender dengan persaingan yang ketat. Berikut fitur perilaku tidak adil yang disaksikan dan telah dicatat, sebagai sedikit atau tidak adanya kemampuan untuk menegosiasikan persyaratan kontrak; pengungkapan informasi komersial yang relevan dan penting tidak memadai, yang para pihak harus menyadari sebelum memasuki transaksi; pengungkapan yang tidak memadai dan jelas dari istilah penting dari kontrak, terutama yang berbobot terhadap pihak yang lemah; para pihak yang dominan berusaha untuk memvariasikan sifat hubungan jangka panjang sehingga lebih menguntungkan bagi mereka, tetapi telah mempengaruhi kelangsungan hidup dari pihak-pihak yang lemah (Mishra, Dangayach, & Mittal, 2011). Hasil kajian literatur yang dilakukan oleh Neu, Everett, & Rahaman, (2014) menemukan dalam penelitian sebelum-sebelumnya ada berbagai kasus, seperti: Pra-kualifikasi dan proses penetapan daftar pendek pemenang (shortlisting), dimanipulasi untuk menampi kelompok penawar potensial, sehingga hanya ada satu pilihan yang jelas; proses pewaran, spesifikasi teknologi dan bahan yang digunakan untuk mendukung penawar tertentu; informasi rahasia tentang proses seleksi tender atau penawar lain dapat “bocor” ke penawar yang disukai, sehingga mereka dapat menyusun tawaran mereka. Informasi orang dalam ini membuat lebih mudah menyiapkan penawaran yang akan menang, akhirnya syarat kontrak itu sendiri dapat ditulis dengan cara yang memungkinkan untuk adanya peningkatan biaya berikutnya; penggunaan cost-plus pricing, misalnya, adalah teknik disukai, karena memungkinkan pemenang untuk mengembang biaya sebagai cara untuk meningkatkan harga kontrak utama; dan promosi staf, pemberhentian, penurunan pangkat rentan terhadap praktek perburuhan yang tidak adil dalam praktek bisnis, dan ketika perselisihan timbul seringkali tidak ada jalan yang cepat, murah, dan bahkan ada keengganan oleh pihak yang lebih lemah untuk mengakses ketindakantindakan perbaikan karena takut akan ada tindakan pembalasan. Mitkus & Mitkus, (2014) mengemukakan ketentuan kontrak bahkan jelas dapat sengaja disalahartikan oleh pihak



yang berlaku tidak adil. Selain itu, ada beberapa contoh presentasi fakta palsu dan pelanggaran serupa lainnya. Contoh berikut sebagai perilaku yang tidak adil, yang diidentifikasi sebagai penyebab konflik yang cukup khas dalam kondisi kemerosotan ekonomi. Klien menjadi kekurangan uang untuk membayar kontraktor untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan. Alihalih mengakui fakta ini, klien mulai mengirimkan klaim tidak masuk akal kepada kontraktor, dengan alasan bahwa pembayaran tertunda karena, misalnya, kinerja pengerjaan akhir yang buruk, bahan yang salah digunakan, dan lain-lain. Kemudian klien terus memanfaatkan ketidaksempurnaan dalam system hukum dengan memasuki proses litigasi yang berlangsung selama beberapa tahun, dengan menggunakan uang yang harus dibayarkan kepada kontraktor. Pemalsuan dokumen, penghentian pekerjaan setelah pembayaran diterima, bersembunyi, dan lain-lain adalah contoh lain dari perilaku yang tidak adil dari para pihak (Janipha & Ismail, 2013). Umumnya, penawaran itu bertujuan untuk memperoleh barang dan/atau jasa yang disarankan oleh kontraktor terbaik. Dalam beberapa pengadaan, klien lebih memilih untuk memilih kontraktor dengan penawaran terendah. Namun, ada kontraktor (dengan penawaran terendah) tidak mengikuti persyaratan untuk setiap spesifikasi, bahan atau produk. Dengan demikian, hal itu berpengaruh terhadap kualitas pelaksanaan keseluruhan dalam lingkungan konstruksi dan menyebabkan biaya proyek yang berlebihan. 2.4.2



Konflik kepentingan Ini adalah situasi dimana seseorang dalam posisi kepercayaan, seperti politisi atau



eksekutif atau direktur, dari suatu perusahaan bersaing kepentingan profesional atau pribadi, yang bisa membuatnya berada pada posisi yang sulit dalam memenuhi tugasnya untuk tidak memihak. Konflik kepentingan dapat membuat tampilan ketidakpantasan, yang dapat merusak kepercayaan pada kemampuan



seseorang untuk bertindak dengan benar dalam jabatannya.



Konflik kepentingan cenderung melibatkan interpretasi pribadi yang menyatakan apakah perilaku tertentu umumnya dapat diterima atau tidak, dan tidak memposisikan dengan menyatakannya sebagai sesuatu perbuatan yang adalah ilegal. Tanggung jawab harus secara jelas ditempatkan pada setiap individu, untuk menyatakan semua kemungkinan potensi kasus dengan interpretasi negatif, sebelum terlibat dalam aktivitas proyek (Hamimah, Hashim, Yusuwan, & Ahmad, 2012). Yiu dan Cheung, (2006) dalam Mitkus & Mitkus, (2014) menambahkan bahwa, dalam konflik industri konstruksi kadang-kadang tampak tak terelakkan karena tingginya perbedaan kepentingan di antara para peserta proyek konstruksi. Oleh karena itu, setiap proyek



adalah unik. Di sisi lain, jalannya proyek dan keadaan yang ada dapat diinterpretasikan berbeda oleh setiap tim manajemen proyek konstruksi, sehingga sebuah perselisihan harus diselesaikan sebab tidak dapat dikelola. Terkait konteks “konflik konstruksi” perlu dicatat bahwa para pihak dalam suatu perjanjian kontrak konstruksi terikat oleh kontrak. Kegiatan dan hubungan mereka diatur oleh kontrak dan hukum. Fakta dari isi kontrak, yaitu aturan perilaku para pihak, yang ditentukan oleh kesepakatan antara para pihak dalam proses komunikasi bukan oleh ketentuan tertulis formal (misalnya, dokumen yang ditandatangani oleh para pihak). Banyak artikel tentang konflik dan perselisihan di industri konstruksi secara eksklusif berurusan dengan keadaan karakteristik konflik, dan cenderung mengabaikan penyebab atau keliru terhadap keadaan yang relevan hadir sebagai penyebab. Penyebab sebenarnya dari konflik yang terkait dengan konstruksi adalah komunikasi yang tidak berhasil diantara para peserta dalam sebuah proyek konstruksi (Mitkus & Mitkus, 2014). 2.4.3



Penyuapan dan penipuan Bentuk-bentuk utama korupsi yang diidentifikasi adalah penyuapan, penggelapan,



penipuan dan pemerasan. Konsep ini sebagian tumpang tindih dan kadang-kadang dipertukarkan dengan konsep lain (Hamimah, Hashim, Yusuwan, & Ahmad, 2012). Korupsi adalah perilaku menyimpang yang memanifestasikan



dirinya dalam penyalahgunaan fungsi seperti dalam



politik, ekonomi, kelembagaan, dan mendukung fakta bahwa godaan untuk korupsi bisa ada di mana-mana (Takim, Shaari, & Nordin, 2013). Nordin, Takim, & Nawawi, (2012) dalam tulisannya yang mencoba untuk menyelidiki Transparency Initiatives (TI) dalam konstruksi berkaitan dengan psikologi sosial dari perilaku manusia. Dua temuan pentingnya adalah sumber korupsi dan strategi pemberantasan korupsi di industri konstruksi. Temuan menunjukkan sejumlah sumber yang dapat menjadi alasan untuk praktik korupsi. Dua sumber masalah teknis yaitu kelemahan dalam sistem dan tekanan ekonomi. Pada masalah perilaku, perilaku manusia dipengaruhi oleh budaya, masyarakat, dan kepribadian. Oleh karena itu, pemerintah perlu lebih memperhatikan pada pengembangan budaya konstruksi yang sehat dengan mempromosikan jujur, etika dan integritas yang tinggi sebagai nilai budaya konstruksi. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan kepercayaan dalam lingkungan konstruksi, setiap orang merasa aman untuk melaporkan korupsi, dan pengakuan kepada perusahaan yang mematuhi praktik terbaik. Selanjutnya, telah disepakati bahwa prosedur yang terorganisir dengan baik, penegakan peraturan/hukum secara tegas, dan karya manajemen proyek yang transparan merupakan elemen



penting untuk mencegah korupsi. Lebih penting lagi memotivasi psikologi setiap individu untuk perbaikan perilaku sebagai manusia sosial, melalui penegakan integritas, nilai-nilai budaya dan etika. Oleh karena itu, meskipun ada banyak undang-undang dan regulasi yang membatasi praktek korupsi, adalah sikap orang dan nilai diri sebagai yang lebih penting dalam usaha untuk pemberantasan korupsi. Korupsi dalam industri konstruksi adalah masalah yang kompleks dan sensitif. Secara umum, diasumsikan dapat terjadi tetapi dalam bentuk dan skala korupsi dengan sifatnya yang sulit untuk dinyatakan. Korupsi dapat terjadi dalam setiap tahapan proyek konstruksi, seperti pada fase perencanaan proyek, pembiayaan, desain, tender dan pelaksanaan. Dan, bahwa dalam setiap fase tindakan korupsi mungkin melibatkan pemilik proyek, lembaga donor, konsultan, kontraktor, sub-kontraktor, mitra usaha patungan, dan agen. Korupsi dapat menyebabkan proyek yang berwenang dipertanyakan karena mungkin ada suap dan penipuan dalam pemilihan kontraktor, sehingga dapat menyebabkan harga proyek bisa terlalu meningkat dan produk akhir yang rusak atau berbahaya (gagal struktur) (Ahzahar, Karim, & Eman, 2011). Berikut ini penyuapan dan penipuan dalam pengadaan yang disaksikan dan dikutip oleh Neu, Everett, & Rahaman, (2014) bahwa penyuapan dan penipuan dalam pengadaan mengacu pada penjualan ilegal, tidak sah, dan membeli/menggunakan pengaruh dan kekuasaan pemerintah untuk kepentingan pribadi. Setelah kontrak diberikan, kemungkinan lain untuk penyuapan dan penipuan dapat terjadi, sebagai contoh, modifikasi kontrak yang dihasilkan dari informasi “baru” atau melengkapi spesifikasi setelah kontrak ditandatangani menciptakan situasi di mana tidak ada lagi proses tender yang kompetitif, tetapi hanya membuat negosiasi bilateral. Kontrak yang ada juga dapat dimodifikasi, baik secara formal atau hanya dengan tidak mengikuti ketentuan kontrak memungkinkan kontraktor untuk menggunakan bahan yang lebih murah dan dengan demikian menghasilkan keuntungan tambahan. Penelitian Takim, Shaari, & Nordin, (2013) menunjukkan bahwa sumber korupsi terdiri dari lima elemen, yaitu, mentalitas, budaya, lingkungan, gaya hidup, dan keniscayaan. Hal ini disebabkan persepsi individu yang mengklaim bahwa untuk mendapatkan proyek tidak bisa dihindari untuk melalui saluran informal (yaitu, membayar suap, permintaan untuk suap, dan transaksi tidak jujur). Sehingga, melalui gagasan pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan dengan tujuan meningkatkan nilai-nilai etis, dalam aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek integritas, diharapkan bisa membantu, untuk membangun masa depan yang berkelanjutan.



2.4.5



Contoh Kegiatan yang Melanggar 1. Adanya Mark Up Anggaran Proyek Hambalang Salah satu isu-isu yang melanggar kode etik profesi pada peroses pembangunan sarana olah raga sport centre adalah adanya Mark Up Anggaran proyek. Mark Up anggaran proyek biasanya dilakukan kontraktor untuk menghindari kerugian akibat naiknya harga barang/ material. Namun pada kasus proyek hambalang Mark Up anggaran sengaja dilakukan oleh beberapa pihak untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Mark Up yang seperti inti bisa dikategorikan dalam tindak pidana korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi mengaku telah menemukan bukti kuat proyek gedung olahraga di Bukit Hambalang, Sentul, Bogor, telah di-markup atau digelembungkan. Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, penggelembungan dana proyek itu cukup besar. 2. Kasus Tenggelamnya Kota Sidoarjo oleh lumpur dari PT. Lapindo Beberapa pengamat menyebutkan bahwa kejadian ini mutlak merupakan kesalahan dari perusahaan. Akibatnya, semburan lumpur ini membawa dampak negative yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Ada yang mengatakan bahwa lumpur Lapindo meluap karena kegiatan PT Lapindo di dekat lokasi itu. Lapindo Brantas melakukan pengeboran sumur Banjar Panji1 pada awal Maret 2006 dengan menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara. Kontrak itu diperoleh Medici atas nama Alton International Indonesia, Januari 2006, setelah menang tender pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta. Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona pemboran mereka di zona Rembang dengan target pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing setelah menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat diatasi dengan pompa lumpurnya Lapindo (Medici). Genangan Lumpur hingga mencapai ketinggian 6 meter pada pemukiman



membuat total warga yang dievakuasi lebih dari 8.000 jiwa, lebih dari 1.500 unit rumah warga terendam, sekitar 200 Ha lahan pertanian dan perkebunan rusak akibat terendam lumpur, lebih dari 16 pabrik tergenang sehingga harus menghentikan aktivitas produksinya, tidak berfungsinya sarana dan prasarana pendidikan, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon) dan masih banyak lainnya. Lumpur ini juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Kandungan logam berat (Hg), misalnya, mencapai 2,565 mg/liter Hg, padahal baku mutunya hanya 0,002 mg/liter Hg. Hal ini menyebabkan infeksi saluran pernapasan, iritasi kulit dan kanker. Kandungan fenol bisa menyebabkan sel darah merah pecah (hemolisis), jantung berdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal.



BAB III KESIMPULAN



3.1



Kesimpulan Etika dan profesionalisme dalam bisnis konstruksi merupakan suatu studi yang



menyangkut permasalahan dan keputusan moral yang dihadapi oleh individu maupun organisasi yang terlibat dalam bisnis konstruksi. Etika dalam bisnis konstruksi di Indonesia yang berjiwakan etika pancasila adalah aturan main yang harus mengikat setiap pelaku bisnis konstruksi, yang apabila dipatuhi secara penuh akan menciptakan ketertiban dan keteraturan perilaku bagi setiap warga Negara. Ketertiban dan keteraturan perilaku ini akan menyumbangkan kematangan dan efektivitas usaha perwujudan keadilan social.



DAFTAR PUSTAKA



Prinsip-Prinsip



Etika



Bisnis



dan



Prinsip



Etika



Profesi.



2016.



Online:



https://tekniksipilblog006.wordpress.com/2016/10/02/36/ NA., Afi. 2015. Etika Konstruksi. Online: https://prezi.com/ssghvdbuj-va/etika-konstruksi/ Wiranata, I Made Kusuma, d.k.k., 2016. Jurusan Teknik Sipil Universitas Warmadewa: Etika Bisnis Konstruksi Indonesia. Online: https://dokumen.tips/documents/etika-bisnis-konstruksi-diindonesia-5671d139c6216.html