Etika Dan Hukum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ETIKA DAN HUKUM MAKALAH



OLEH



DANIEL 147020006



PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR BIDANG KEKHUSUSAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI ARSITEK FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



0



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Nicolaus Simamora, MSA, IAI selaku dosen mata kuliah Etika Profesi yang memberikan kesempatan dalam rangka pembuatan makalah ini. Judul yang akan dibahas adalah “Etika dan Hukum” sesuai dengan arahan yang diberikan guna memahami lebih lanjut mengenai arti dan esensi etika serta hukum dan perbandingan kedua hal tersebut. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu penulis selalu mengharapkan setiap kritik serta saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini. Terima kasih.



Medan, 25 September 2014 Penulis,



Daniel (NIM: 147020006)



ii



DAFTAR ISI



HAL Halaman Judul HALAMAN KATA PENGANTAR ..............................................



ii



Halaman DAFTAR ISI ..................................................................



iii



BAB



I



PENDAHULUAN



1.1. LATAR BELAKANG ........................................



1



1.2 TUJUAN .............................................................



2



1.3 METODE PENULISAN .....................................



2



BAB II



ETIKA



2.1 META-ETIKA.....................................................



5



2.2 ETIKA NORMATIF............................................



9



2.3 ETIKA TERAPAN..............................................



12



BAB III HUKUM..............................................................



14



3.1. PENGERTIAN HUKUM.....................................



14



3.2 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ETIKA.......



21



3.3 HUBUNGAN ETIKA DENGAN HUKUM.........



21



3.4 CONTOH ETIKA HUKUM.................................



22



BAB IV KESIMPULAN....................................................



29



DAFTAR PUSTAKA



iii



iv



BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Etika dan hukum adalah dua hal yang cukup berbeda, etika mencakup hal yang bersifat moral, kebiasaan, dan dijadikan patokan untuk melakukan sebuah kegiatan yang baik adanya. Di sisi lain, hukum merupakan kumpulan peraturan – peraturan yang mengikat dan memiliki sanksi bila terjadi pelanggaran terhadap peraturan – peraturan tersebut. Etika dan hukum merupakan satu subjek atau pembelajaran yang sangat diperlukan dalam dunia profesional, sehingga para pelaku profesional tersebut mengerti dan memahami kode etik yang ada dalam profesi tertentu tersebut dan mampu menjalankan profesi tersebut tanpa melanggar hukum yang memiliki kuasa terhadap profesi tersebut. Merujuk kepada bagaimana pentingnya pemahaman akan etika dan hukum di dalam dunia profesi, maka dari itu perlu dipahami lebih lanjut dan lebih terperinci mengenai etika dan hukum. Pemahaman akan lebih dalam melalui penyertaan contoh kasus yang akan disediakan dalam penulisan makalah ini. Kehadiran etika 1ocia justru mau menegakkan keseimbangan perlakuanantara hak perorangan dan hak bersama. Oleh karena itu, secara hakiki 1ocia haruslah pasti dan adil sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Hal tersebut menunjukkan pada hakikatnya para penegak 1ocia (hakim,



jaksa, Notaris, Advokat, dan polisi) adalah pembela kebenaran dan



keadilan sehingga para penegak 1ocia harus menjalankan dengan itikad baik dan ikhlas, sehingga profesi 1ocia merupakan profesi terhormat dan luhur, oleh karena itu mulia dan terhormat.



1



1.2 TUJUAN Tujuan pembelajaran etika dan hukum adalah untuk memahami maksud dan fungsi etika serta hukum secara umum; mengerti posisi etika dan hukum dalam dunia profesional. 1.3 METODE PENULISAN Penulisan makalah ini dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan.



BAB II



2



ETIKA Etika sering kali dilibatkan atau dihubungkan dengan perngertian yang mengandung unsur kata ”sifat manusia yang ideal, baik, dan moral” (Lobaton, 2003). Etika juga sering kali merupakan kumpulan konsep atau prinsip yang membimbing atau menuntun manusia dalam berperilaku dan memberi pengertian mengenai perbuatan apa yang baik maupun buruk (Paul dan Elder, 2006). Etika sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”ethos” yang berarti kebiasaan, budaya, dan lebih luas dapat diartikan sebagai karakter sebuah kepercayaan atau idealisme yang digunakan sebagai ciri-ciri sebuah komunitas, negara, atau ideologi. Etika disebut sebagai bagian dari filosofi, dan sering disebut sebagai filosofi moral yang mana, kembali lagi, berbicara tentang perilaku atau berbuatan yang benar maupun yang salah. Kini, filsuf membagi teori etika menjadi tiga bagian pembelajaran, yaitu meta-etika, etika normatif, dan etika terapan. Fungsi etika adalah sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas. Orientasi kritis diperlukan karena kita dihadapkan dengan 3ocial33m moral. Etika bersifat lebih umum, konseptual, dan hanya berlaku dalam pergaulan (saat ada orang lain) sedangkan moral bersifat lebih detail dan secara langsung, moral berlaku sepanjang hidup (ada atau tidak ada orang lain. Etika adalah kebiasaan atau adat istiadat yang sudah disepakati bersama.



 Macam-Macam Etika



3



a) Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia 4ocial4 yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika Deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil. b) Etika Normatif, yaitu etika yang mengajarkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalamkehidupan sehari-hari. Etika Normatif juga memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan dilakukan. Secara umum etika dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a) Etika Umum, mengajarkan tentang kondisi – kondisi & dasar – dasar bagaimana seharusnya manusia bertindak secara etis teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat pula dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori etika. b) Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan. Penerapan ini 4oci berwujud : Bagaiman seseorang bersikap dan bertindak dalam kehidupannya dan kegiatan profesi khusus yang dilandasi dengan



etika



moral.



berwujud  Bagaimana manusia



Namun, bersikap



penerapan



itu



dapat



juga



atau melakukan



tindakan



dalam



kehidupan terhadap sesama. Etika Khusus dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : 1) Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. 2) Etika 4ocial, yaitu mengenai sikap dan kewajiban, serta pola perilaku manusia sebagai anggota bermasyarakat. Etika 4ocial meliputi banyak bidang, antara lain :



4



Sikap terhadap sesame Etika keluarga Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang



informasi.



Etika politik Etika lingkungan Etika idiologi adalah filsafat atau pemikiran kritisrasional tentang ajaran moral sedangka moral adalahajaran baik buruk yang diterima umum mengenaiperbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkandengan moral serta harus dipahami perbedaan antaraetika dengan moralitas. 2.1 META-ETIKA Meta-etika adalah teori etika yang mempertanyakan asal usul dari prinsip etika yang ada, dan makna dari asal prinsip tersebut. Sering kali meta-etika mengandung pertanyaan yang mempertanyakan apakah etika hanyalah sebuah temuan dalam lingkup sosial, atau bahkan mempertanyakan apakah etika melibatkan lebih dari ekspresi emosi individu. Bila dilihat dari etimologi kata, meta berarti sesuatu yang bersifat hal yang mempunyai hubungan ke depan, ataupun hal yang mempunyai cakupan lebih besar/luas. Meta-etik bisa pula diartikan sebagai sudut pandang mata burung dari etika itu sendiri. Bila dibandingkan dengan dua teori etika yang lain, maka metaetika adalah teori etika yang paling sedikit membahas tentang filosofi moral, namun, sebagaimana telah disebutkan, lebih membahas mengenai asal usul etika itu sendiri. Dalam pembahasan meta-etika, ada dua isu yang kerap kali menjadi pembahasan, yaitu isu metafisik dan isu psikologis. 2.1.1 Isu Metafisik



5



Metafisik



adalah



pembelajaran



mengenai



objek



atau



benda



yang



ada/nyata/memiliki eksistensi di alam semesta. Eksistensi itu sendiri tidak dibatasi oleh bentuk, apakah itu yang memiliki bentuk dan massa (physical) seperti batu, tanah, atau sesuatu yang tidak memiliki bentuk dan massa (nonphysical) seperti pemikiran dan roh. Isu metafisik yang merujuk pada meta-etika adalah pembahasan mengenai apakah etika atau nilai moral adalah sesuatu yang bersifat kekal, mempunyai eksistensi yang tidak berbentuk/bermassa (nonphysical) atau hanya sebatas persetujuan yang dilakukan oleh sekelompok manusia. Pandangan yang mengatakan bahwa etika atau nilai moral adalah sesuatu yang objektif, kekal, pasti dan tidak dibatasi oleh waktu pertama diungkapkan oleh Plato (terjemahan Cooper, 1997), yang mengambil contoh matematis, yaitu ketika disebutkan 1+1=2 adalah pasti dan tidak akan berubah – yang berlaku dimanapun. Hal ini berarti bahwa karakter matematika ini merupakan sesuatu yang objektif, kekal, dan bahkan memiliki eksistensi sendiri – yang mana disebutkan oleh Plato bahwa nilai moral pula adalah sama, yaitu sebuah objektivitas, yang memiliki eksistensi tersendiri. Filsuf pada abad pertengahan juga menetapkan bahwa nilai moral adalah sesuatu yang absolut atau pasti dan menganggapnya sebagai hukum yang kekal. Lebih jauh lagi, pendapat mengenai keberadaan nilai moral (etika) ini adalah bahwa nilai ini terjadi di dalam hidup manusia secara sukarela, yang sebagai contoh adalah ketika manusia tahu bahwa membunuh adalah sebuah perbuatan yang salah (melanggar nilai moral). Pandangan lain, menjelaskan bahwa nilai moral adalah sebuah persetujuan yang dibentuk oleh sekelompok manusia dan bersifat subjektif. Hal ini pertama kali disampaikan oleh filsuf Yunani bernama Sextus Empiricus (terjemahan Annas



6



dan Barnes, 1994), dan ia pula menentang adanya objektivitas nilai moral. Orang-orang yang berpandangan demikian tidak menolak adanya nilai moral itu sendiri, namun menentang adanya eksistensi yang melekat pada setiap manusia sehingga nilai moral tersebut bersifat pasti dan objektif. Mereka beranggapan bahwa nilai moral semata-mata adalah persetujuan yang dibuat oleh manusia – yang disebut sebagai moral relatif. Dari sifat relatif tersebut, Sumner (1906) menambahkan dua pembagian sifat relatif tersebut, yaitu moral relatif yang bersifat individual dan moral relatif yang bersifat kultural. Kedua pembagian relativitas ini sudah cukup menjelaskan, yang mana yang bersifat individual adalah nilai moral yang dibentuk berdasarkan persetujuan satu individu dengan yang lain, dan moral relatif yang bersifat kultural merujuk pada nilai yang disetujui bersama tanpa memperhitungkan kepentingan satu atau dua individu semata-mata. Hal ini cukup terbukti dengan adanya suku yang masih menerapkan kanibalisme, yang mana pada saat ini dianggap sangat amoral dan bertentangan dengan nilai yang dianut masyarakat luas. 2.1.2 Isu Psikologis Sisi lain meta-etika adalah yang melibatkan psikologi manusia yang mendasari penilaian dan perbuatan moral, terutama untuk memahami alasan mengapa seorang manusia harus bermoral (memiliki etika). Pemahaman isu psikologis ini dapat dielaborasi dengan pertanyaan yang mudah seperti alasan mengapa manusia harus bermoral – dan sering kali pertanyaan tersebut dijawab dengan alasan agar seseorang menghindari cibiran atau bahkan hukuman, memperoleh kepuasan diri dan pujian, atau agar dapat berbaur dengan sebuah komunitas. Psikologi manusia yang berhubungan dengan moral sering kali dikaitkan dengan sifat egois manusia. Hobbes (1994) dengan tegas berpendapat bahwa hampir



7



setiap perilaku atau sikap yang kita ambil adalah berdasarkan keinginan diri (egois), bahkan ketika seseorang hendak melakukan sebuah tindakan yang tampak tidak egois, seperti memberi sedekah, seseorang tersebut memiliki alasan egois akan hal itu – yaitu untuk merasakan memiliki kekayaan lebih atas orang lain. Pandangan ini disebut sebagai ego psikologis yang mana beranggapan bahwa semua perilaku manusia didasarkan oleh keinginan yang perpusat pada diri sendiri. Mirip dengan pandangan ini adalah hedonisme, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kesenangan pribadilah yang mendorong manusia untuk melakukan sesuatu. Pandangan lain mengenai isu psikologi yang mempengaruhi moral adalah pandangan yang menghubungkan perasaan dan alasan (rasio) seseorang dalam berperilaku. Sebagai contoh, sebuah anggapan bahwa seks bebas adalah salah – bisa jadi merupakan pemikiran yang rasional atau hanya ungkapan perasaan. Berhubungan dengan hal ini, dapat pula terjadi perbedaan psikologi dalam alasan menganut nilai – nilai moral dan pembeda tersebut adalah jenis kelamin, pria, maupun wanita. Hal ini menimbulkan pandangan bahwa kebanyakan nilai moral yang tradisional adalah berdasarkan persepsi pria (berpusat pada keputusan pria) dan bisa jadi, bila melihat perspektif wanita, akan ditemukan pandangan yang unik dan mungkin bisa dijadikan nilai moral. Sebagai contoh disebutkan bahwa pada umunya peran sebagai pengusaha, pemimpin, pemerintah sering kali hanya disediakan bagi pria, dan wanita pada umumnya memiliki peran untuk memelihara keluarga dan berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga. Pandangan ini sering kali dihubungkan dengan gerakan feminis. 2.2 ETIKA NORMATIF Etika normatif adalah standar moral yang mengarahkan perilaku yang benar atau salah. Etika normatif bertujuan untuk mengadakan sikap manusia yang baik adanya. Aturan emas yang klasik yang merupakan contoh penerapan dari etika



8



normatif adalah ”Lakukanlah apa yang ingin diperlakukan kepada anda oleh orang lain.” Contohnya adalah, karena seseorag berharap agar benda berharganya tidak dicuri/diambil oleh orang lain, maka seseorang tersebut tidak mencuri benda berharga milik orang lain. Dari aturan emas tersebut, teori normatif ini terbentuk, yang mana mempengaruhi semua perbuatan yang hendak seseorang lakukan. Asumsi utama dalam etika normatif adalah bahwa hanya ada satu kriteria utama dalam berperilaku, apakah itu aturan atau prinsip tertentu. Terdapat tiga pandangan atau tori yang mempengaruhi kriteria utama itu, antara lain teori kebaikan, teori tanggung jawab, dan teori konsekuensialis. 2.2.1 Teori Kebaikan Banyak filsuf mengakui bahwa moral terdiri dari aturan – aturan perilaku yang tepat guna, seperti jangan membunuh, jangan mencuri – yang harus dipelajari dan menjadi acuan hidup. Pandangan etika kebaikan, menempatkan proses pembelajaran dan menjadikan aturan – aturan acuan menjadi sesuatu yang tidak begitu penting, dan malah menekankan pada pengembangan sikap kebaikan dalam diri seseorang. Pandangan ini juga menyatakan bahwa untuk memiliki moralitas atau etika yang baik, makan seseorang harus menjauhi perilaku buruk yang menghasilkan karakter yang buruk pula. Pembelajaran dan pengenalan akan etika atau moral seharusnya diadakan sejak dini karena karakter yang baik terbentuk pada masa muda seseorang yang menjadi tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. 2.2.2 Teori Tanggung Jawab Seseorang sering kali merasa bahwa ada satu tanggung jawab sebagai manusia, contohnya untuk berbuat baik, untuk menghindari perbuatan yang jahat. Teori tanggung jawab ini mendasari perbuatan moral dengan prinsip – prinsip utama yang berhubungan, tentunya, dengan tanggung jawab seseorang terhadap orang lain. Ada empat teori yang menyetujui pendasaran moral atas tanggung jawab,



9



yang pertama dikemukakan oleh Pufendorf (1691), yang mengklasifikasikan bahwa manusia bertanggung jawab terhadap 3 pribadi: kepada Tuhan, sesama, dan orang lain. Pendekatan terhadap teori tanggung jawab yang kedua adalah teori hak. Pada umumnya, hak adalah sesuatu yang patut diperoleh seseorang dari sikap atau perilaku orang lain. Hak dan tanggung jawab atau sering kali dihubungkan dengan kewajiban sangat berhubungan satu dengan yang lain sehingga hak seseorang mempengaruhi tanggung jawab orang lain, sebagai contoh bila A memiliki hak atas satu benda dari B, maka B bertanggung jawab atau berkewajiban untuk memberikan benda tersebut kepada A. Locke (1963), merupakan perintis HAM, yang tentunya sangat mempengaruhi teori tanggung jawab ini, memaparkan bahwa kita tidak memiliki hak untuk merusak hidup, kesehatan, kebebasan, dan milik sesorang, yand pastinya menjadi kewajiban moral bagi kita untuk berlaku agar hak orang tersebut tidak terrenggut dari mereka. Pendekatan ketiga adalah oleh Kant (1985) yang menekankan satu penerapan prinsip tanggung jawab – yaitu perlakukanlah seseorang sebagai satu tujuan akhir, bukan sebagai ”alat” untuk mencapai tujuan akhir. Contoh dari pendekatan ini yang secara moral benar (beretika baik) adalah memberi donasi/sumbangan – yaitu ketika orang yang menerima sumbangan tersebut adalah tujuan akhir, yaitu untuk memberikan kebahagiaan bagi penerima sumbangan tersebut. Contoh yang salah adalah mencuri, yaitu ketika seseorang mengambil benda orang lain untuk mencapai kebahagiaan orang yang mencuri. Pendekatan ini diyakini oleh Kant dapat menjadi prinsip dalam bermoral dan berperilaku. Pendekatan keempat adalah oleh Ross (1930) yang menekankan tanggung jawab prima facie yang terdiri dari tujuh buah tanggung jawab terhadap sesama yaitu



10



tanggung jawab untuk menepati janji (fidelity), tanggung jawab untuk memberi kompensasi ketika kita menyakiti seseorang (reparation), tanggung jawab untuk berterima kasih (gratitude), tanggung jawab untuk mengenali kebaikan (justice), tanggung jawab untuk memberi pengaruh baik kepada orang lain (beneficience), tanggung jawab untuk meningkatkan kebaikan dan kepintaran diri sendiri (selfimprovement), serta tanggung jawab untuk tidak menyakiti orang lain (nonmaleficience). Dikatakan bahwa akan ada saat ketika seseorang dihadapkan dengan kondisi yang mungkin menjadikan beberapa poin dari tujuh tanggung jawab tersebut saling bertentangan, seperti misalnya bila A meminjam senjata tajam dari B, maka menjadi tanggung jawab bagi A untuk mengembalikannya kepada B (fidelity), namun ketika B hendak mengambil senjata tersebut untuk menyakiti orang lain, A kemudian diperhadapkan dengan tanggung jawab untuk tidak menyakiti orang lain (non-maleficience). Maka A seharusnya mengetaui manakah tanggung jawab utama (prima facie) yang harus dikerjakan yang mana dalam kasus ini adalah untuk tidak mengembalikan senjata tajam agar tidak ada yg disakiti.



2.2.3 Teori Konsekuensialis Pada umumnya, tanggung jawab moral yang dilakukan didasarkan oleh konsekuensi dari tindakan yang diperbuat. Pandangan inilah yang beranggapan bahwa perbuatan moral yang benar didasarkan hanya oleh analisis konsekuensi dari sebuah tindakan yang mana bila sebuah tindakan menimbulkan lebih banyak konsekuensi yang bisa diterima/baik adanya, maka sebuah perbuatan tersebut benar. Terdapat tiga pembagian konsekuensialis, yaitu ethical egoism adalah ketika sebuah tindakan secara moral benar bila konsekuensi tindakan tersebut memiliki nilai positif lebih hanya bagi pelaku tindakan; ethical altruism adalah tindakan yang secara moral benar bila konsekuensi memiliki nilai positif lebih



11



terhadap semua orang kecuali pelaku; utilitarianism adalah tindakan yang bermoral baik bila konsekuensi memiliki nilai positif lebih bagi semua orang. 2.3 ETIKA TERAPAN Etika terapan, berbeda dengan etika normatif yang membedakan yang benar dan salah, serta meta-etika yang mempertanyakan asal usul moral tersebut. Etika terapan merupakan pengujian filosofis terhadap satu isu atau kejadian tertentu dalam kehidupan pribadi maupun sosial yang berhubungan dengan penilaian secara moral. Maka dari itu, etika terapan mengarah atau mengacu pada bagaimana manusia menentukan tindakan yang benar dalam berbagai bidang dalam hidup manusia. Porter (2006) menyatakan tujuh bidang atau tipologi terapan yang dapat membantu adanya peningkatan moral dalam lingkup organisasi maupun sosial dalam taraf nasional maupun global yaitu etika pengambilan keputusan, etika profesi, etika klinis, etika bisnis, etika organisasi, etika sosial, dan etika seksual. Hampir keseluruhan etika terapan tersebut menggunakan pendekatan berupa teori seperti ulititarianism yang mencari keuntungan atau kebahagiaan terbaik bagi semua belah pihak, deontological ethics yang berhubungan dengan hak dan kewajiban manusia yang mempengaruhi tindakan yang diambil, serta virtue ethics yang mana setiap tindakan adalah berdasarkan pada kebaikan sematamata. Etika profesi, sebagaimana yang menjadi sorotan dalam pembahasan ini, adalah etika yang mencakup standar perilaku secara perorangan, organisasi, dan korporat, yang mana diharapkan dapat ditemui dalam setiap profesional (RIBA, 2005). Pendekatan etika profesi yang sering ditemui menyangkut unsur berikut, yakni: kejujuran, integritas, transparansi, akuntabilitas, konfidensialitas (mampu menjaga rahasia perusahaan), objektivitas, rasa hormat, patuh hukum, loyalitas.



12



Dari unsur – unsur pendekatan etika profesi, dapat terlihat salah satunya adalah patuh hukum. Hal ini menekankan adanya hubungan yang cukup erat antara penerapan etika profesi dengan hukum yang mengikat – tanpa menjalankan hukum, seseorang tidak mampu memenuhi etika profesi tersebut.



BAB III HUKUM 3.1. PENGERTIAN HUKUM Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yang dibuat oleh penguasa negara atau pemerintah secara resmi melalui lembaga atau intuisi hukum untuk mengatur tingkah laku manusia dalam bermasyarakat, bersifat memaksa, dan memiliki sanksi yang harus dipenuhi oleh masyarakat. Hukum berisi sanksi yang tegas bagi mereka yang melanggar peraturan-peraturan tersebut. Definisi Hukum dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997): 1) Peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas.



13



2) Undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur kehidupan masyarakat. 3) Patokan (kaidah, ketentuan). 4) Keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam pengadilan, vonis. Dalam hukum pidana dikenal, dua jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya ( inilah contoh tindakan – tindakan yang bukan hanya menyimpang hukum tetapi juga menyimpang norma dan etika ). Filsafat hukum membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral ( etika ). Hukum, pada umumnya merupakan sebuah sistem yang teridir dari peraturan peraturan yang diadakan secara paksa (enforced) melalui institusi sosial untuk mengatur tingkah laku (Robertson, 2007).



Hukum dibuat oleh badan legislatif



melalui legislasi, hukum juga bisa dibuat oleh badan eksekutif melalui dekrit (decree) dan regulasi, bisa juga dibuat oleh hakim melalui pengukuhan putusan pengadilan (precedent). Hukum juga dapat dibentuk dalam kontrak yang legal oleh pihak perorangan. Terdapat dua sistem hukum yang berlaku, antara lain yurisdiksi hukum publik dan sistem hukum umum. Selain kedua sistem hukum tersebut, Syariat Islam juga merupakan jenis hukum yang menjadi hukum utama dalam beberapa negara, khususnya negara Islam. Bentuk hukum sendiri dapat pula dibagi menjadi dua yaitu hukum pidana dan hukum perdata. Sejarah hukum sangat berhubungan dengan perkembangan peradaban manusia. Hukum Mesir kuno, diketahui keberadaannya sejak 3000 SM yang terdiri dari aturan



14



- aturan publik yang kemudian dibagi dalam dua belas (12) jumlah buku. VerSteeg (2002) menyebutkan bahwa aturan - aturan tersebut didasarkan pada konsep Ma'at, konsep keadilan dan penegakan keadilan di negara Mesir Kuno. Dalam perkembangannya, sampai pada masa kejayaan kota Athena kuno sekitar abad 8 SM, hukum masih belum tersebut secara khusus, namun menggunakan tiga unsur pembeda aturan, yaitu aturan yang berasal dari dewa (thémis), dekrit manusia (nomos), serta budaya (díkē). Namun dalam perkembangan hukum Yunani kuno, terdapat banyak inovasi konstitusi dalam perkembangan demokrasi (Ober, 1996). Hukum Romawi sangat dipengaruhi oleh filosofi hukum Yunani, namun pengembangan aturan-aturan yang mendetail dibuat oleh juri profesional yang hasilnya bisa dikatakan sangat mutakhir (Stein, 1999). Pada abad pertengahan, aturan - aturan tidak begitu signifikan terlihat dan sering kali digantikan dengan keberadaan adat istiadat dan hukum kasus, sampai pada saat ketika para cendikiawan kembali meneliti aturan - aturan Romawi. Perkembangan hukum terus berlanjut pada abad pertengahan sampai terbentuknya hukum umum. Hukum juga pada akhirnya terbentuk oleh para pedagang Eropa agar dalam praktek dagang terdapat standar yang bisa dipatuhi untuk mencegah terjadinya penipuan. Pada abad 18 dan 19 M, cikal bakal hukum Negara Perserikatan Eropa terbentuk, melalui aturan - aturan Napoleonik dan Jerman - yang kemudian terus berkembang dalam prakteknya oleh Dewan Hukum Eropa (Mattei, 1997). Menurut Apeldoorn, tujuan hukum adalah mengatur



tata



tertib



dalam



masyarakat



secara



damai



dan



adil.



Prof. Soebekti mengatakan, tujuan hukum adalah mengabdi pada tujuan negara yang intinya mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya. Peraturan Hukum adalah sekumpulan peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi dengan tujuan untuk menciptakan ketertiban dalam sosialisasi antar manusia. Peraturan di sini bersifat memaksa dan orang yang melanggarnya akan mendapatkan hukuman tertentu. peraturan ini tidak mengikat kepada sekelompok orang saja tetapi berlaku universal kepada setiap orang yang berada dalam lingkup peraturan tersebut diberlakukan.



15



Hukum di Indonesia, mengambil sistem hukum sipil yang berasal dari Eropa, berdasarkan pada bentuk hukum atau aturan dari kerajaan Romawi. Bentuk - bentuk hukum yang berkembang di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Hukum Publik Hukum publik mengatur hubungan antara warga negara dengan negara yang menyangkut kepentingan umum.  Hukum Tata Negara Serangkaian peraturan hukum yang mengatur bentuk negara, susunan dan tugas-tugas serta hubungan antara alat-alat perlengkapan negara. Hukum Tata Negara hanya khusus menyoroti negara tertentu yang mempelajari bentuk negara, bentuk pemerintahan, hak-hak asasi warga negara, dan sebagainya. Yang menitikberatkan hal-hal yang bersifat mendasar (fundamental) dari negara.  Hukum Administrasi Negara Seperangkat peraturan yang mengatur cara berkerja alat-alat perlengkapan negara, termasuk cara melakukan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki oleh setiap negara dalam melakukan tugasnya. Hukum Administrasi Negara menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat teknis yang dibuat berdasarkan wewenang yang diberikan oleh Hukum Tata Negara.  Hukum Pidana Berisi hukum yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatankejahatan terhadap kepentingan umum dan perbuatan mana diancam dengan sangsi pidana tertentu.Bentuk atau jenis pelanggaran dan kejahatan dimuat didalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).  Hukum Acara/hukum formal Merupakan seperangkat aturan yang berisi tata cara untuk menyelesaikan, melaksanakan, atau mempertahankan Hukum Material. Hukum Acara



16



dibedakan antara Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata. Dalam Hukum Acara Pidana, diatur tata cara penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, dan penuntutan. Dalam Hukum Acara juga diatur pihak yang berhak melakukan penyitaan, penyidikan, pengadilan mana yang berwenang mengadili dan sebagainya. Semua itu diatur dalam Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), yaitu UU No.8 Tahun 1981.



2. Hukum Perdata (privat) Perdata sama artinya dengan warga negara, pribadi, sipil, atau privat. Sumber pokok hukum perdata adalah Burgerlijk Wetboek (BW) yang dalam arti luas juga mencakup Hukum Dagang dan Hukum Adat. Jadi Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur tentang kepentingan - kepentingan perorangan (privat). Dalam ilmu pengetahuan hukum, Hukum Perdata dapat dibagi sebagai berikut: 



Hukum Perorangan (pribadi) Berupa himpunan peraturan yang mengatur tentang manusia sebagai subjek hukum dan tentang kecakapannya memiliki hak - hak serta bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya itu.







Hukum Keluarga Hukum yang memuat rangkaian peraturan yang timbul dari pergaulan hidup dalam keluarga. Hubungan keluarga terjadi karena adanya perkawinan antara seorang laki - laki dan perempuan yang kemudian melahirkan anak.







Hukum Kekayaan Peraturan - peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang. Hukum Kekayaan mengatur benda dan hak - hak yang dapat dimiliki atas benda. Benda dalam hal ini adalah segala barang dan hak yang dapat menjadi milik orang atau sebagai objek hak milik.



17







Hukum Waris Hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah orang tersebut meninggal, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain/ahli waris kelaurga tersebut. Dalam Hukum Waris diatur pembagian harta peninggalan, ahli waris, urutan penerimaan waris, hibah serta wasiat.







Hukum Dagang Hukum ini mengatur permasalahan perdagangan/perniagaan yang timbul karena tingkah laku manusia (person) dalam perdagangan atau perniagaan.







Hukum Adat Hukum Adat tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat tertentu, serta hanya dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat yang bersangkuta. Hukum adat biasanya merupakan perbuatan yang diulang-ulang terhadap hal yang sama, yang kemudian diterima dan diakui oleh masyarakat. Contoh hukum adat: tata cara pernikahan daerah Jawa, pembagian warisan di Minangkabau dengan system matrilineal atau patrilineal di Batak, dan sebagainya.







Hukum Islam Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari ajaran Islam. a) Sebagai sistem hukum, yang berarti Hukum Islam tidak hanya hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia disuatu tempat pada suatu masa, tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang terdapat dalam Al-Quran. b) Ruang lingkup yang diaturnya, dalam hal ruang lingkup yang diatur oleh Hukum Islam tidak hanya mengenai hubungan manusia dengan manusia dan benda serta penguasanya dalam masyarakat, tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan Allah Tuhan yang Maha Esa.



18



Sebagaimana telah dipaparkan, terlihat jelas bahwa hukum merupakan aturan - aturan yang harus dipatuhi dan mengatur bagaimana seharusnya sebuah kelompok masyarakat atau bahkan sebuah negara bertindak dan berperilaku. Hukum, berbeda dengan nilai moral atau etika, disetujui dan diakui, serta memiliki status legalitas sehingga orang - orang yang terikat dengan institusi yang menyatakan legalitas hukum tersebut harus dan wajib mematuhi. Hukum juga pada dasarnya akan memiliki sanksi bagi pelanggar hukum, sehingga mau tidak mau (enforced), masyarakat yang terikat dengan hukum tersebut wajib mematuhi. Dalam praktek, tentunya pembuatan hukum harus memiliki batasan, dan dari nilai moral yang melekat pada manusia, batasan tersebut muncul, sehingga hukum yang dipaksakan tersebut masuk akal dan tidak mendatangkan kekecewaan atau bahkan kerugian bagi pelaku hukum yang ada (utilitarianism). Kant (1985) juga menyebutkan bahwa hukum yang dibentuk harus melindungi kebebasan pribadi dan hak asasi manusia. Dan seperti teori normatif moral, hukum yang baik adalah hukum yang mampu memberi lingkungan yang baik bagi manusia untuk mengembangkan kebaikan (virtue) manusia tersebut. Sebuah studi kasus yang melibatkan pelanggaran hukum dan etika profesi adalah kasus Philippe Leblanc, berumur 60 tahun (RFI, 2014). Philippe merupakan seorang arsitek yang tidak tergabung dalam asosiasi arsitek manapun, namun dengan menggunakan stempel asosiasi dari saudara iparnya, dia mampu mengesahkan dokumen untuk konstruksi bangunan yang dirancang dan hal ini telah dilakukan selama 30 tahun - merancang dan membangun tanpa lisensi. Tentu saja parktek arsitektur demikian melanggar hukum yang ada di Paris, yang mengharuskan bangunan yang dibangun, dirancang oleh arsitek yang meiliki lisensi. Selain melanggar hukum, Philippe juga tidak mengindahkan etika profesi yang dia miliki, yang mana, seorang arsitek harus memiliki lisensi. Ternyata Philippe belum



19



menyelesaikan diploma yang dia ambil dulu - dan hampir menyelesaikannya saat ini. Hukum yang dilanggar oleh Philippe tentunya membawa konsekuensi atau sanksi hukum, yaitu 2 tahun tidak diberi izin praktek. Pada awalnya sanksi hukum berupa denda juga diberikan, namun dalam pembelaan oleh pengacara Philippe, ternyata bangunan yang telah dihuni yang dirancang oleh Philippe tidak pernah bermasalah, dan bahkan baik menurut pendapat pengguna. Kasus ini muncul dan dilaporkan setelah beberapa pengguna jasa arsitek ini menanyakan pertanyaan - pertanyaan seputar hal lisensi tersebut. 3.2 Persamaan Dan Perbedaan Antara Etika Dan Hukum  Persamaan etika dan hukum terdapat dalam tujuan sosialnya. Sama – sama menghendai agar agar manusia melakukan perbuatan yang baik/benar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pelanggaran hukum merupakan perbuatan yang tidak etis. Perbedaannya adalah bahwa Etika itu ditujukan pada sikap batin manusia, dan sanksinya dari kelompok masyarakat profesi itu sendiri. Sedangkan hukum ditujukan pada sikap lahir manusia, membebani manusia dengan hak dan kewajiban, bersifat memaksa, sanksinya tegas dan konkret yang dilaksanakan melalui wewenang penguasa/ pemerintah. 3.3 Hubungan Etika dengan Hukum Antara etika dengan hukum terjalin hubungan erat, karena lapangan pembahasan keduanya sama-sama berkisar pada masalah perbuatan manusia. Tujuannya pun sama, yakni mengatur perbuatan manusia demi terwujudnya keserasian, keselarasan, kebahagiaan mereka. Bagaimana seharusnya bertindak, terdapat dalam kaidah-kaidah hukum dan kaidah-kaidah etika. Bedanya ialah jika hukum memberikan putusan hukumnya perbuatan, maka etika memberikan penilaian baik atau buruknya. Putusan hukum ialah menetapkan boleh tidaknya perbuatan itu dilakukan dengan diiringi sangsi-sangsi apa yang bakal diterima oleh pelaku. Penilaian etika apakah perbuatan itu baik dikerjakan yang bakal mengantarkan



20



manusia kepada kebahagiaan, dan menilai apakah itu buruk yang bakal mengantarkan seseorang kepada kehinaan dan penderitaan . Selain daripada itu terdapat perbedaan dalam luasnya dalam bidang yang dicakup. Ada masalah yang diperkatakan etika, tetapi tidak dicakup oleh hukum. Yang kita maksudkan disini hukum umum yang bersifat sekuler atau yang dibuat oleh manusia. Misalnya etika yang memerintahkan berbuat apa saja yang berguna dan melarang apa saja yang merusak, sedangkan hukum sekuler kadang-kadang tidaklah sejauh itu. Misalnya menyantuni fakir miskin dinilai oleh etika sebagai perbuatan yang baik dan terpuji, namun dalam hukum sekuler tiada hukum yang mengharuskan perbuatan itu dan tiada sangsi manakala hal itu ditinggalkan.



3.4 5CONTOH ETIKA HUKUM 1. POLISI Kode Etik Kepolisian Polisi adalah suatu badan pemerintah yang bertugas menjaga ketertiban, keamanan, dan menegakkan hukum serta mengayomi masyarakat. Kepolisian adalah salah satu lembaga penting dalam tugas menjaga kemanan dan ketertiban suat negara sehingga lembaga kepolisian ada di seluruh negara berdaulat. Dalam lingkungan hukum atau pengadilan Polisi bertugas sebagai penyidik. Polisi ditugaskan untuk mencari barang bukti, keterangan dari berbagai sumber, baik keterangan saksi maupun keterangan saksi ahli. Selama ini peran Polri sebagai penegak hukum dalam menegakkan hukum pidana yaitu: 1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma hukum demi mengayomi masyarakat



21



2. Memasyarakatkan pelaku pidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna, 3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi juga harus melihat keadaan masyarakat. Tugas Polisi yang menjadi sorotan di kalangan masyarakat yaitu penegakan hukum. Terdapat dua pilihan praktik penegakan hukum yang dilakukan oleh Polisi : 1. Penegakan hukum sebagaimana yang disyaratkan oleh undang-undang pada umumnya, dimana ada upaya paksa yang dilakukan Polisi untuk menegakkan hukum sesuai dengan hukum acara yang diatur dalam undang undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP. 2. Tindakan yang mengutamakan kepentingan moral pribadi dan kewajiban hukum untuk memberikan perlindungan dan mengayomi masyarakat. Meskipun Polisi berperan sebagai aparat penegak hukum tetapi tujuan dan kewajiban Polisi adalah mengabdi kepada negara dan pemimpinnya. Dalam melakukan penangkapan dan penahanan misalnya polisi menghadapi atau mempunyai permasalahan sendiri. Pada saat memutuskan untuk melakukan penangkapan dan penahanan polisi sudah menjalankan pekerjaan yang multifungsi yaitu tidak hanya sebagai polisi tetapi sebagai jaksa dan hakim sekaligus. Melalui penyidikan ini rawan sekali terjadi pelanggaran kode etik atau penyalahgunaan kekuasaan Polisi berupa police corruption maupun police brutality. Melalui riset yang dilakukan, sebagian besar kasus yang menyagkut citra Polisi terjadi ketika Polisi melakukan penyidikan. Melihat keadaan tersebut dapat disimpulkan bahwa seketat apapun undang undang yang mengatur jika aparat penegak hukum tidak menerapkan moral dan integritas yang baik dalam bertugas maka hasilnya tetap saja tidak memuaskan. Etika profesi Polisi merupakan perwujudan dari nilai yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur



22



Prasetya yang didasari oleh Pancasila yang dirangkum sebagai Pedoman Hidup Polri dan sekarang menjadi Kode Etik Profesi Polri. Kode Etik Profesi Polri diberlakukan bagi pangkat terendah sampai dengan pangkat tertinggi yang berdasarkan undang-undang memiliki tugas, fungsi, dan wewenang kepolisian. Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disingkat KEPP adalah normanorma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut, atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab jabatan. Hukum Pasal 2 UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 2. GURU Kode Etik Guru 1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. 2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional. 3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan danpembinaan. 4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar. 5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat di sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap pendidikan.



23



6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. 7. Guru



memelihara



hubungan



seprofesi,



semangat



kekeluargaan,



dan



kesetiakawanan sosial. 8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. 9. Guru melaksanakan segala kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan. Hukum 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara 3.AKUNTANSI Kode etik Akuntansi Setiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi



kerja



dan



masyarakat



umum.



Dalam



upaya



memasarkan



dan



mempromosikan diri dan pekerjaan, akuntan profesional sangat tidak dianjurkan mencemarkan nama baik profesi. Akuntan wajib mempunyai sikap jujur dan dapat dipercaya. HUKUM Pasal 23 UUD 1945 hal keuangan. ... Dengan demikian maka ICW yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Undang-undang Perbendaharaan Indonesia masih tetap berlaku.



24



4. JAKSA Kode Etik Jaksa 1. Menaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan, dan peraturan kedinasan yang berlaku. Jaksa harus mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku pada saat ini 2. Menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. 3. Mendasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan dan kebenaran. 4. Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan atau ancaman opini publik secara langsung atau tidak langsung. Seorang jaksa harus berpendirian terhadap dirinya sendiri tanpa gangguan dari orang lain dan tidak boleh takut dengan ancaman seseorang 5. Bertindak secara objektif dan tidak memihak. Jaksa tidak boleh berpihak kepada salah satu tersangkat karena tersangkat masih ada hubungan dengan jaksa 6. Memberitahukan dan/atau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh tersangka atau terdakwa maupun korban. 7. Membangun dan memelihara hubungan fungsional antara aparat penegak hukum dalam mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu. 8. Mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung. 9. Menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya dirahasiakan.



25



10. Menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. 11. Menghormati dan melindungi hak asasi manusia dan hak-hak kebebasan sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undangan dan instrumen hak asasi manusia yang diterima secara universal. 12. Menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana. 13. Bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. 14. Bertanggung jawab secara eksternal kepada publik sesuai kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan kebenaran. HUKUM UU 16 Tahun 2004 Pasal 1 Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.



5. PRESIDEN KODE ETIK PRESIDEN Profesionalisme             Keahlian khusus yang dimiliki oleh seseorang baik yang diperolehnya dari pendidikan formal (dokter, akuntan, pengacara, dll), dari bakat (penyanyi, pelukis, pianis,dll), serta dari kompetensi dari mengerjakan sesuatu (direktur, pejabat, pegawai,dll).



26



Akuntabilitas             Kesanggupan seseorang untuk mempertanggung jawabkan apa pun yang dilakuannya berkaitan dengan profesi serta perannya sehingga dia dapat dipercaya. Misalnya seorang auditor yang memeriksa laporan keuangan sebuah perusahaan. Ia harus dapat mempertanggung jawabkan hasil pemeriksaan yang dibuatnya sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Menjaga kerahasiaan             Sebuah kemampuan memelihara kepercayaan dengan bersikap hati-hati dalam memberikan informasi. Seorang profesional harus mampu menyeleksi hal-hal yang bisa diinformasikan kepada umum dan informasi yang perlu disimpan sebagai sebuah kerahasiaan. Hal ini dilakukan demi menjaga reputasi sebuah perusahaan dan profesi yang dijabatnya. Misalnya seorang konsultan merupakan orang kepercayaan sebuah perusahaan, ia mengetahui seluruh seluk-beluk perusahaan tersebut, tapi harus menjaga informasi yang dimilikinya agar tidak sampai ke pihak luar yang tidak berkepentingan. Independensi             Sikap netral, tidak memihak salah satu pihak, menyadari batasan-batasan dalam mengungkapkan sesuatu juga merupakan salah satu pertimbangan kode etik. Misalnya, untuk mendamaikan dua pihak yang berselisih dan merugikan perusahaan. Seorang manejer yang bisa menjaga sikap independennya akan lebih dipercaya oleh kedua belah pihak sehingga akan sangat membantu dalam penyelesaian khasus perselisihan yang dihadapinya. HUKUM 1) Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 : Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UndangUndang Dasar.



27



2) pasal 5 ayat 1 UUD 1945 : Presiden berhak mengajukan rancangan undangundang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.  3) pasal 5 ayat 2 UUD 1945 : Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undangundang sebagaimana mestinya.



BAB IV KESIMPULAN Etika merupakan nilai - nilai yang dianut, memberi pemahaman mengenai yang benar dan yang salah (normative), serta mengarahkan tingkah laku, perbuatan, dan pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari - hari maupun profesional yang mencakup berbagai bidang (applied). Etika menetapkan nilai moral yang membantu manusia menjadi lebih baik dalam berperilaku dan menjadikan manusia dianggap baik di mata seseorang dalam berperilaku. Etika bisa bersifat perorangan, komunal, kultural, dan profesional - sehingga terdapat unsur pluralisme, yaitu kemungkinan adanya perbedaan nilai moral atau etika yang dianut antara sekelompok orang dengan orang lain. Berbeda dengan etika, hukum mengatur tingkah laku, sehingga dapat mencegah terjadinya kewenang-wenangan karena merupakan aturan yang dipaksakan (enforced) serta memiliki sanksi bagi pelanggar hukum. Meskipun terdapat perbedaan yang cukup signifikan dari etika, hukum tidak terlepas dari etika sendiri, karena pembuatan atau pembentukan hukum didasari oleh kaidah etika normatif, yang mana hukum yang dibuat, tidak boleh merugikan orang lain (utilitarianism), menjaga kebebasan



28



hak asasi manusia (deontology), serta mendorong manusia untuk berbuat baik (virtue). 1)



Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.



2) Adapun pengertian etika dilihat dari sisi ilmu pengetahuan, etika sama artinya dengan filsafat moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau menyelidiki perilaku moral. 3) Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yang dibuat oleh penguasa negara atau pemerintah secara resmi melalui lembaga atau intuisi hukum untuk mengatur tingkah laku manusia dalam bermasyarakat, bersifat memaksa, dan memiliki sanksi yang harus dipenuhi oleh masyarakat. 4) Antara etika dengan hukum terjalin hubungan erat, karena lapangan pembahasan keduanya sama-sama berkisar pada masalah perbuatan manusia. Tujuannya pun sama, yakni mengatur perbuatan manusia demi terwujudnya keserasian, keselarasan, kebahagiaan mereka.



29



30



DAFTAR PUSTAKA Hobbes, Thomas. 1994. LEVIATHAN. ed., E. Curley. Chicago: Hackett Publishing Company. Kant, Immanuel. 1985. GROUNDING FOR THE METAPHYSICS OF MORALS. terjemahan James W. Ellington. Indianapolis: Hackett Publishing Company. Kidder, Lobaton. 2003. HOW GOOD PEOPLE MAKE TOUGH CHOICES REV ED: RESOLVING THE DILEMMAS OF ETHICAL LIVING. New York: Harper Collins. Locke, John. 1963. TWO TREATISES. ed., Peter Laslett. Cambridge: Cambridge University Press. Mattei, Ugo. 1997. THE DISTINCTION BETWEEN COMMON LAW AND CIVIL LAW. Michigan: University of Michigan Press. Ober, Josiah. 1996. THE NATURE OF ATHENIAN DEMOCRACY. Princeton: Princeton University Press. Paul,



Richard;



Elder,



Linda.



2006.



THE



MINIATURE



GUIDE



TO



UNDERSTANDING THE FOUNDATIONS OF ETHICAL REASONING. Tomales: Foundation for Critical Thinking Free Press. Plato. 1997. REPUBLIC. terjemahan Cooper, John M.. Indianapolis: Hackett Publishing Company. Porter, R. 2006. THE HEALTH ETHICS TYPOLOGY: SIX DOMAINS TO IMPROVE CARE. Hampton: Socratic Publishing. RFI. 2014. FAKE ARCHITECT BUILT SCHOOLS AND CRÈCHES AROUND PARIS OVER 30 YEARS. France: RFI. RIBA. 2005. CODE OF PROFESSIONAL CONDUCT. London: Royal Institute of British Architects. Robertson, Geoffrey. 2007. CRIMES AGAINST HUMANITY: THE STRUGGLE FOR GLOBAL JUSTICE (Rev). New York: New Press. Ross, W. D. 1930. THE RIGHT AND THE GOOD. Oxford: Oxford University Press.



31



Samuel Pufendorf. 1691. THE WHOLE DUTY OF MAN ACCORDING TO THE LAW OF NATURE. London. Sextus Empiricus. 1994. OUTLINES OF PYRRHONISM. terjemahan J. Annas dan J. Barnes. Cambridge: Cambridge University Press. Stein, Peter. 1999. ROMAN LAW IN EUROPEAN HISTORY. Cambridge: Cambridge University Press. Sumner, William Graham. 1906. FOLKWAYS. Boston: Guinn. VerSteeg, Russ. 2002. LAW IN ANCIENT EGYPT. Durham: Carolina Academic Press.



32