Etiologi Dan Faktor Risiko Anemia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ETIOLOGI 1. Paparan Radiasi 2. Gen Abnormal Kelainan genetik merupakan salah satu faktor terjadinya anemia. Mutasi pada rantai globin beta di hemoglobin yang menyebabkan perubahan sifat sel darah merah. Mutasi tersebut membuat eritrosit mengalami kelainan dan menyebabkan terbentuknya hemoglobin S (HbS) dan perubahan bentuk sel darah merah menjadi serupa dengan sabit. Hemoglobin merupakan protein pada sel darah merah yang berfungsi membantu peredaran darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Pada keadaan normal, sel darah merah berbentuk cakram. Bentuk ini memudahkan pergerakan sel darah merah dalam pembuluh darah. Pada kelainan eritrosit bentuk sel darah merah akan serupa dengan sabit akhibat adanya hemoglobin S yang kaku. Sel darah merah yang berbentuk sabit dan kaku akan mudah menempel pada dinding pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan aliran darah menjadi terhambat sehingga kadar eritrosit dalam darah pun menurun. Eritrosit menurun juga disebabkan oleh sifat sel darah sabit ini yang memiliki umur pendek, sehingga tubuh akan kesulitan untuk membuat sel darah merah yang baru dengan cepat. Jika kadar eritrosit menurun maka hemoglobin yang berfungsi untuk menghantarkan oksigen pun ikut menurun dan membuat terjadinya anemia. 3. Hemolisis Hemolisis merupakan kerusakan membran sel darah merah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin dan komponen intraseluler lainnya ke dalam cairan di sekitarnya. Jika rusaknya sel darah secara berlebihan, maka tubuh akan kekurangan sel darah merah yang akhirnya menyeababkan anemia. Hemolysis biasanya disebabkan oleh infeksi, anemia hemolotik autoimun, obat-obatan, faktor keturunan, dan reaksi transfuse.



4. Makanan yang dikonsumsi Makanan yang dikonnsumsi Makanan yang dikonsumsi dapat menjadi salah satu penyebab dari anemia. Ada 3 unsur penting dalam pembentukan sel darah yaitu asam folat, zat besi serta vitamin b12. Kekurangan salah satu atau kegita dari unsur tersebut dapat menyebabkan masalah pada penyusunan sel darah merah yang dapat mengakibatkan anemia. Adapun ketiga unsur tersebut dapat terpenuhi dengan mengkonsumsi makan makan tertentu yang mengandung unsur unsur tersebut. a. Asam Folat Salah satu fungsi asam folat adalah membentuk sel darah merah. Tanpa asam folat yang cukup, maka produksi sel darah merah akan selalu di bawah normal sehingga Anda mudah mengidap anemia. Asam folat terkandung dalam beberapa makanan, termasuk hati sapi, buah-buahan sitrus (jeruk dan lemon), serta sayuran hijau, seperti bayam dan brokoli. Pola makan yang rendah akan folat dapat menyebabkan lebih berisiko mengalami anemia megaloblastik. Kekurangan asam folat yang parah dapat mengakibatkan anemia megaloblastik karena asam folat berperan dalam pematangan sel darah merah, sintesis DNA, pertumbuhan sel dan pembentukan heme. Gejala anemia megaloblastik yaitu diare, depresi, lelah berat, ngantuk berat, pucat dan perlambatan frekuensi nadi. Anemia megaloblastik adalah kurangnya sel darah merah dalam tubuh akibat sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang belum matang dengan struktur abnormal dan berukuran terlalu besar. b. Fe (Zat Besi) Zat besi diperlukan tubuh untuk menghasilkan komponen sel darah merah yang dikenal sebagai hemoglobin. Kurang konsumsi makanan kaya zat besi seperti hati, bayam, tahu, brokoli, ikan, dan daging merah, menjadi penyebab anemia defisensi besi.



Anemia defisensi besi adalah anemia yang timbul karena kekurangan zat besi sehingga pembentukan sel-sel darah merah dan fungsi lain dalam tubuh terganggu. Anemia defisensi besi juga didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan kadar hemoglobin (Hb) darah



yang



lebih



rendah



daripada



normal



sebagai



akibat



ketidakmampuan jaringan pembentuk sel darah merah dalam produksinya guna mempertahankan kadar hemoglobin (Hb) pada tingkat



normal.



Anemia defisiensi



besi



terjadi



karena



tubuh



kekurangan zat besi, sehingga jumlah sel darah merah yang sehat berkurang dan tidak dapat berfungsi dengan baik. Sel darah merah atau disebut hemoglobin dibentuk oleh zat besi. Hemoglobin di dalam sel darah merah dibutuhkan tubuh untuk mengikat dan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh organ tubuh. c. Vitamin B12 Vitamin B12 diperlukan untuk menghasilkan sel darah merah yang dapat berfungsi normal. Vitamin B12 adalah vitamin yang berfungsi untuk metabolisme sel dan pertumbuhan jaringan serta pembentukan eritrosit. Vitamin B12 penting sekali bagi tumbuh kembang sel darah merah yang normal. Anemia pernisiosa adalah keadaan ketika tubuh kekurangan vitamin B12 yang diperlukan untuk menghasilkan sel darah merah yang dapat berfungsi normal. Salah satu penyebab anemia pernisiosa adalah penyakit autoimun. Biasanya, vitamin B12 akan bergabung dengan protein di dalam saluran pencernaan yang kemudian akan diserap di bagian usus halus yang bernama ileum distal. Pada anemia pernisiosa, sistem imun pengidap akan menyerang bagian saluran cerna yang memproduksi faktor intrinsik, sehingga tubuh tidak bisa menyerap vitamin B12. Penyebab lain dari anemia pernisiosa adalah kurangnya konsumsi makanan yang mengandung vitamin B12. Jenis makanan yang mengandung vitamin B12 antara lain daging, ikan, dan produk susu. Selain itu, beberapa kondisi dapat memengaruhi saluran



cerna, seperti pembedahan peradangan, infeksi, obat-obatan, penyakit jantung kongestif, kerusakan liver, dialisis jangka panjang, hamil, mengidap kanker, serta gangguan darah juga dapat menjadi penyebab kekurangan vitamin B12. Gejala anemia pernisiosa ini meliputi rasa letih dan lemah yang hebat, diare, depresi, mengantuk, serta pucat.



FAKTOR RISIKO 1. Jenis Kelamin Wanita memiliki kadar hemoglobin dan hematokrit lebih rendah ketimbang pria. Pada pria sehat, kadar hemoglobin normal adalah sekitar 14-18 g/dL dan hematokritnya 38,5-50 persen. Sementara itu, pada perempuan sehat, kadar normal hemoglobinnya bisa sekitar 12-16 g/dL dan hematokrit sebesar 34,9-44,5 persen. Perbedaan inilah yang membuat wanita lebih rentan mengalami anemia daripada laki-laki. Selain itu, kebutuhan zat besi wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Perempuan membutuhkan asupan zat besi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) mengatakan bahwa kebutuhan zat besi remaja perempuan usia 13-29 tahun adalah 26 mg, angka ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan laki-laki seusianya. Remaja perempuan yang sedang dalam masa puber pun butuh lebih banyak asupan zat besi daripada anak laki-laki puber. Jika tidak tercukupi, kondisi-kondisi ini membuat wanita berisiko mengalami kekurangan zat besi, yang dapat berkembang menjadi anemia. Menstruasi berat atau menorrhagia dapat menjadi penyebab terjadinya anemia pada remaja wanita dan dewasa. Pada perempuan, asupan zat besi tidak hanya digunakan untuk mendukung pertumbuhan, tetapi juga digunakan untuk mengganti zat besinya yang hilang karena menstruasi setiap bulannya. Ketika haid berlangsung lebih lama dan darah yang keluar juga lebih banyak dari biasanya, Anda berisiko mengalami kekurangan darah. Ini karena volume darah yang terbuang cenderung lebih banyak daripada



yang dihasilkan. Kondisi ini menimbulkan tanda dan gejala anemia, termasuk kulit pucat dan gampang lelah. Hamil juga bisa menjadi salah satu faktor risiko Anda didiagnosis anemia. Pada saat hamil, otomatis tubuh ibu akan menghasilkan sel darah lebih banyak untuk mendukung pertumbuhan bayi. Jika ibu hamil tidak bisa mencukupi asupan makanan kaya zat besi, asam folat, atau nutrisi lainnya, sel darah merah yang dihasilkan tubuh akan lebih sedikit dari seharusnya. Ini adalah penyebab utama munculnya anemia pada ibu hamil. Proses persalinan dan masa nifas juga membuat wanita kehilangan banyak darah, sehingga membuatnya lebih rentan kena anemia dibandingkan pria. Semakin sering hamil dan bersalin, semakin besar kemungkinan wanita untuk mengalami anemia kronis. 2. Umur a. Bayi Semua bayi baru lahir akan mengalami penurunan hemoglobin pada minggu pertama kehidupan; namun pada bayi prematur penurunan tersebut sering terjadi sejak lahir, lebih cepat dan berlebihan. Bayi prematur berisiko kekurangan zat besi karena mereka tidak merasakan manfaat dari trimester ketiga kehamilan penuh, di mana bayi yang lahir normal mendapatkan cukup zat besi dari ibu (kecuali ibu sangat kekurangan zat besi) sebagai cadangan. Pada bayi aterm, deplesi besi (saat tubuh kekurangan besi akan mengambil cadangan besi) jarang terjadi sebelum usia 4 bulan, dan anemia juga jarang terjadi bila mulai dikenalkan makanan saat usia 4-6 bulan. Tetapi pada bayi premature, deplesi dapat terjadi pada usia 3 bulan karena pertumbuhan lebih cepat dan cadangan besi memang lebih sedikit. Pada bayi prematur dijumpai kadar eritropoetin yang sangat



rendah.



Eritropoetin



berfungsi



merangsang



proliferasi,



diferensiasi dan maturasi sel darah merah. Pada bayi yang mengkonsumsi susu sapi lebih banyak daripada ASI lebih berisiko tinggi terkena anemia defisiensi besi. Kandungan zat besi baik di dalam ASI maupun susu formula keduanya rendah



serta bervariasi. Namun bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko yang lebih kecil untuk mengalami kekurangan zat besi dibanding dengan bayi yang mendapat susu formula. Hal ini disebabkan karena zat besi yang berasal dari ASI lebih mudah diserap, yaitu 20-50% dibandingkan hanya 4-7% pada susu formula. b. Anak-anak Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi, anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Pada anak-anak



penurunan



kadar



hemoglobin



dapat



terjadi



akibat



pertumbuhan cepat tetapi tidak diimbangi dengan asupan zat besi yang seimbang. Asupan makanan yang kurang, terutama zat besi, akan berpengaruh terhadap status gizi anak balita dan dapat terjadi kekurangan zat besi, sehingga mengakibatkan kadar hemoglobin (Hb) darah menurun dan menyebabkan anemia defisiensi besi. c. Orang tua >65 tahun Semakin bertambah usia maka produksi sel darah merah semakin menurun karena terjadinya penurunan fungsi fisiologis pada semua organ khususnya sumsum tulang yang berfungsi memproduksi sel darah merah. 3. Trauma Trauma atau luka menyebabkan perdarahan seperti terkena sayatan, benda tajam atau terbentur. Luka akan merobek jaringan dan menyebabkan perdarahan. Jika perdarahan tidak terkontrol, komponen darah akan berkurang, tubuh akan kehilangan banyak darah akibatnya kadar hemoglobin akan turun. 4. Faktor yang berhubungan a. Pajanan toksi (timbal) mengendap di sumsum tulang belakang. b. Invasi Tumor (kanker payudara) c. Kelainan Kongenital (spina bifida) Tiga factor diatas akan menyebabkan kegagalan sumsum tulang belakang. Sehingga menyebabkan pembentukan sel hematopostik menurun dan akan menyebabkan pansitopenia. Apabila terjadi pansitopenia maka akan timbul resiko anemia aplastik dikarenakan produksi eritrosit dan hemoglobin menurun.



DAFTAR PUSTAKA



Dewi, Ratna Murti., dkk. (2020). Karakteristik dan Prevalensi Anemia pada Mahasiswi D IV Kebidanan Reguler B Tingkat 3 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Tahun 2019. Yogyakarta: Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Elise,



Sara.



2017.



Penyakit



Sickle



Anemia.



Diperoleh



dari



https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3165498/penyakit-sickle-cellanemia-apa-itu. Diakses pada tanggal 28 November 2020. Faiqah, Syajaratuddur., dkk. (2018). Hubungan Usia, Jenis Kelamin dan Berat Badan Lahir dengan Kejadian Anemia pada Balita di Indonesia. Mataram: Poltekkes Kemenkes Mataram. Fitriany, Julia., dan Amelia Intan Saputri. (2018). Anemia Defisiensi Besi. Aceh: Universitas Malikussaleh. Halodoc.



22



Agustus



2019.



Anemia



Hemolitik.



https://www.halodoc.com/kesehatan/anemia-hemolitik.



Diperoleh



dari



Diakses



pada



tanggal 28 November 2020. Hendarto, Aryono., dan Keumala Pringgadini. (2013). Nilai Nutrisi Air Susu Ibu. Diperoleh



dari



https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/nilai-nutrisi-air-



susu-ibu. Diakses pada tanggal 28 November 2020. Nurin, Fajarina. 2020. Penyebab Anemia dan Faktor-Faktor yang Meningkatkan Risiko Anda. Diperoleh



dari



https://hellosehat.com/kelainan-



darah/anemia/penyebab-anemia/#gref. Diakses pada tanggal 28 November 2020. Purnamasari, Rini. (2016). Anemia Kekurangan Zat Besi. Diperoleh dari https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/anemia-kekuranganzat-besi. Diakses pada tanggal 28 November 2020.



Samiadi, Lika Aprilia. (2020). Anemia pada Masa Pertumbuhan Bayi. Diperoleh dari



https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/anemia-pada-



bayi/#gref. Diakses pada tanggal 28 November 2020. Saptyasih, N. R. A., Widajanti, L., Nugraheni., S. Hubungan Asupan Zat Besi, Asam Folat , Vitamin B12 dan Vitamin C dengan Kadar Hemoglobin Siswa di SMP Negeri 2 Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 4, No. 4. Semarang : UNDIP. http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm Swari, Risky Candra (2020) Anemia Defisiensi Besi. Diperoleh dari https://hellosehat.com/kelainan-darah/anemia/anemia-defisiensibesi/#gref. Diakses pada tanggal 29 November 2020