Farmakologi Obat Paracetamol [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS FARMAKOLOGI



“FARMAKOKINETIKA OBAT PARACETAMOL”



DISUSUN OLEH: 1. AURA NUR AISYAH 2. EKA FITRI MILLENIA 3. PUTRI MAHARANI 4. TIARA ANGGRAINI HERMAN 5. VIRA NISA OKTAVIANY



PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG TA 2018/2019 1



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karuniaNya yang telah memberi saya kesempatan dalam menyusun dan membuat makalah ini yang berjudul “FARMAKOKINETIKA OBAT PARACETAMOL”. Makalah ini dibuat untuk mengenal dan mengetahui bagaimana farmakokinetika obat paracetamol dalam tubuh. Dalam proses pembuatan makalah ini seringkali terjadinya kesalahan. Baik kesalahan dari kurangnya pengetahuan serta kurang nya wawasan dalam membuat makalah yang benar. Kami berharap makalah ini dapat dibaca dan dipahami oleh pembaca sekalian. Jika terjadi kesalahaan kata maupun tulisan kami mengucapkan maaf sebesar besarnya karena kami tau makalah ini jauh dari kata sempurna. Padang, 29 Maret 2019



2



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................. 1 KATA PENGANTAR................................................................................ 2 DAFTAR ISI ............................................................................................. 3 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG................................................................... 4 B. RUMUSAN MASALAH.............................................................. 4 C. MANFAAT.................................................................................... 4 BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI PARACETAMOL........................................................ 5 B. BENTUK SEDIAAN..................................................................... 5 C. CARA PENGGUNAAN............................................................... 6 D. CARA PENYIMPANAN.............................................................. 7 E. KOMBINASI DENGAN OBAT LAIN........................................ 7 F. INDIKASI..................................................................................... 8 G. EFEK SAMPING.......................................................................... 8 H. PENGGUNAAN PADA KEHAMILAN...................................... 8 I. KONTRAINDIKASI.................................................................... 9 J. FARMAKODINAMIK................................................................. 9 K. FARMAKOKINETIKA............................................................... 10 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN............................................................................ 12 B. SARAN........................................................................................ 12



3



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam



tubuh atau efek



tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi termasuk sebagai proses eliminasi obat. Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh (Gunawan, 2009).



B. RUMUSAN MASALAH 1. Jelaskan bagaimana proses absorpsi pada obat paracetamol! 2. Jelaskan bagaimana proses distribusi pada obat paracetamol! 3. Jelaskan bagaimana proses metabolisme obat paracetamol! 4. Jelaskan bagaimana proses eksresi pada obat paracetamol!



C. MANFAAT 1. Mengetahui bagaimana proses absorpsi obat paracetamol 2. Mengetahui bagaimana proses distribusi obat paracetamol 3. Mengetahui bagaimana proses metabolisme obat paracetamol 4. Mengetahui bagaimana proses ekskresi obat paracetamol



4



BAB I PEMBAHASAN A. DEFINISI PARACETAMOL Paracetamol atau acetaminophen adalah obat analgesik non-opiat yang berfungsi untuk meredakan nyeri dan menurunkan demam. Nyeri yang dapat diatasi dengan paracetamol adalah nyeri ringan sampai sedang. Paracetamol dapat digunakan pada beberapa keluhan seperti nyeri kepala, nyeri otot, arthritis, nyeri punggung, nyeri pada gigi, dan demam. Paracetamol merupakan obat yang dijual bebas dan analgesik yang paling sering digunakan oleh dokter dan masyarakat sebagai lini pertama untuk meredakan nyeri. Paracetamol memiliki efek menghambat pembentukan prostaglandin, namun kerjanya dalam menghambat enzim siklooksigenase belum terlalu jelas. Nama kimia paracetamol adalah acetaminophen dan N-(4-hydroxyphenyl)acetamide Parasetamol merupakan obat analgesik non narkotik yang memiliki cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Saraf Pusat (SSP). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgesik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain melalui resep dokter atau yang dijual bebas. Parasetamol dapat ditoleransi dengan baik sehingga banyak efek samping aspirin yang tidak dimiliki oleh obat ini sehingga obat ini dapat diperoleh tanpa resep.Parasetamol merupakan obat lain pengganti aspirin yang efektif sebagai obat analgesik-antipiretik. Karena hampir tidak mengiritasi lambung, parasetamol sering dikombinasikan dengan AINS untuk efek analgesik.



B. Bentuk Sediaan Bentuk sediaan oral paracetamol terdiri dari tiga bentuk, yaitu tablet, drops,  dan sirup:



1. Tablet 500 mg dan 650 mg 2. Sirup 120 mg/ 5 mL 5



3. Drops 60 mg/ 0,6 mL Sediaan injeksi tersedia dalam:



1. Sediaan infus 500 mg/ 100 mL 2. Sediaan infus 1000 mg/ 100 mL Sediaan rektal tersedia dalam: 1. Sediaan suppositoria 125 mg 2. Sediaan suppositoria 250 mg



C. Cara Penggunaan Paracetamol dalam bentuk oral dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan. Pemberiannya sesuai dosis yang dianjurkan. Untuk pasien anak, pemberian paracetamol dapat menggunakan pipet atau sendok sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Untuk anak dengan berat badan < 12 kg, konsumsi dengan pipet lebih disarankan. Selain menyesuaikan dengan dosis, pemberian dengan pipet lebih mudah pada anak yang lebih muda. Paracetamol dalam bentuk injeksi diberikan pada pasien yang mengalami kesulitan untuk mengonsumsi obat oral, seperti pada pasien penurunan kesadaran. Dosis pada pemberian intravena perlu diperhatikan dengan baik. Pada pasien dengan berat badan kurang dari 50 kg, pemberian intravena dengan infusion pump perlu dipertimbangkan untuk mengurangi risiko kerusakan hepar akut akibat overdosis. Pemberian 1000 mg paracetamol intravena dilakukan dalam waktu ± 15 menit. Sediaan suppositoria sering digunakan pada kasus kejang demam. Sebelum memasukkan paracetamol ke dalam rektum, usahakan kandung kemih dan usus dalam keadaan kosong. Jangan memegang paracetamol suppositoria terlalu lama karena tablet dapat meleleh di tangan. Saat diberikan, pasien dibaringkan dan ujung yang lebih tajam pada tablet supositoria diarahkan menghadap ke rektum. Saat sudah



6



masuk, tahan selama beberapa menit agar obat tidak kembali keluar. Edukasi pasien untuk tidak ke kamar mandi setelah pemberian obat supositoria.



D. Cara Penyimpanan Paracetamol tablet dan sirup harus disimpan dalam tempat yang rapat dan terlindung dari sinar matahari dengan suhu < 25 C. Sediaan suppositoria harus disimpan di tempat dengan suhu < 15 C.



E. Kombinasi dengan Obat Lain Paracetamol sering dikombinasikan dengan obat analgesik lain, seperti ibuprofen, oksikodon,tramadol, dan analgesik lain. Kombinasi ini diharapkan dapat mengurangi nyeri dengan lebih efektif karena menggunakan beberapa mekanisme kerja serta mengurangi efek samping yang ditimbulkan dari masing-masing obat karena dosis yang digunakan lebih rendah. Secara umum, kombinasi obat analgesik tersebut dinilai aman apabila digunakan dalam jangka waktu pendek. Akan tetapi, sebuah studi menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi paracetamol dan ibuprofen selama 13 minggu menunjukkan adanya peningkatan risiko perdarahan gastrointestinal. Untuk penggunaan kombinasi paracetamol dan opioid dalam jangka waktu lama masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Paracetamol juga dapat dikombinasikan dengan kafein untuk mengurangi nyeri saat migrain; dengan aspirin untuk mengurangi nyeri pada arthritis; dengan isometheptene atau diklor fenazon untuk meredakan nyeri kepala akibat gangguan vaskuler;



dan



dengan



dekongestan



atau



mukolitik



seperti



pseudoefedrin,



fenilpropanolamin, klorfeniramin,  dekstrometorfan, guaifenesin untuk meredakan gejala flu dan batuk.



7



F. Indikasi Indikasi paracetamol adalah untuk meredakan gejala demam dan nyeri pada berbagai penyakit seperti demam dengue, tifoid, dan infeksi saluran kemih. Pada pasien anak, paracetamol digunakan saat suhu > 38,5 C. Paracetamol juga dapat digunakan pada keluhan osteoarthritis, nyeri punggung belakang, nyeri kepala, nyeri pasca operasi, dan nyeri pada gigi. Dosis paracetamol untuk semua kasus tersebut sama. Dosis dibedakan berdasarkan usia. Paracetamol memiliki beberapa efek samping walaupun relatif jarang terjadi. Paracetamol perlu dihindari pada pasien dengan riwayat alergi terhadap paracetamol.



G. Efek Samping Efek samping pada paracetamol dapat dikelompokkan berdasarkan sistem organ. Efek samping yang sering ditemukan adalah gangguan pada hepar. Hal ini ditemukan pada 1 – 10% penggunaan paracetamol. Pada sistem gastrointestinal, mual dan muntah dapat ditemukan sampai 15%. Efek samping lain seperti nyeri perut, diare, konstipasi, dispepsia juga dapat ditemukan. Penggunaan paracetamol pada kehamilan masuk dalam Kategori B untuk sediaan oral. Paracetamol pada ibu menyusui akan diekskresikan dalam jumlah kecil ke dalam ASI.



H. Penggunaan pada Kehamilan Paracetamol sediaan oral masuk dalam kategori FDA B. Artinya, studi pada binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap janin, namun belum 8



ada studi terkontrol pada wanita hamil. Sedangkan paracetamol sediaan intravena masuk dalam kategori C. Artinya, studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.



I. Kontraindikasi Kontraindikasi paracetamol adalah pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas dan penyakit hepar aktif derajat berat.



J. Farmakodinamik Enzim siklooksigenase (COX) memiliki beberapa isoform. Yang paling dikenal adalah COX-1 dan COX-2. Walaupun keduanya memiliki kesamaan karakteristik dan mengkatalisis reaksi yang sama, terdapat perbedaan efek di antara keduanya. Enzim COX-1 merupakan enzim yang diekspresikan oleh hampir semua jaringan di tubuh, termasuk platelet, dan memiliki peran dalam produksi prostaglandin yang terlibat dalam proteksi lambung, agregasi platelet, autoregulasi aliran darah renal, dan inisiasi parturisi. Sementara itu, COX-2 berperan penting dalam proses inflamasi dengan mengaktivasi sitokin inflamasi. COX-2 juga banyak diekspresikan di ginjal dan memproduksi prostasiklin yang berperan dalam homeostasis ginjal. Aktivasi COX-1 dan COX-2 dipengaruhi oleh kadar asam arakidonat. Ketika kadar asam arakidonat rendah, maka prostaglandin akan dibentuk dari terutama dari COX-2, sementara saat kadar asam arakidonat tinggi, prostaglandin akan dibentuk terutama dari COX-1. Kadar asam arakidonat ini juga mempengaruhi kerja paracetamol. Kadar yang rendah memiliki efek poten terhadap paracetamol dan kadar yang tinggi akan menghambat kerja paracetamol. Paracetamol memiliki efek analgesik dan antipiretik yang setara dengan OAINS. Sebagai analgesik, paracetamol menghambat prostaglandin dengan cara 9



berperan sebagai substrat dalam siklus peroksidase enzim COX-1 dan COX-2 dan menghambat peroksinitrit yang merupakan aktivator enzim COX. Sebagai antipiretik, paracetamol menghambat peningkatan konsentrasi prostaglandin di sistem saraf pusat dan cairan serebrospinal yang disebabkan oleh pirogen. Efek klinis paracetamol dapat terlihat dalam satu jam setelah pemberian. Dalam beberapa studi ditemukan bahwa paracetamol dapat menurunkan suhu sebesar 1oC setelah satu jam pemberian. Paracetamol tidak seefektif OAINS dalam meredakan nyeri pada arthritis akut karena tidak dapat menurunkan kadar prostaglandin di cairan sinovial. Dibandingkan dengan OAINS, paracetamol memiliki efek samping ke sistem gastrointestinal yang lebih rendah. Oleh karena itu paracetamol dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pada pasien dengan riwayat ulkus peptikum.



K. Farmakokinetika Farmakokinetik paracetamol cukup baik dengan bioavailabilitas yang tinggi. Absorpsi Paracetamol diabsorbsi dengan baik di usus halus melalui transport pasif pada pemberian oral. Pemberian dengan makanan akan sedikit memperlambat absorpsi paracetamol. Pada pemberian melalui rektum, terdapat variasi konsentrasi puncak di plasma dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi puncak di plasma lebih lama. Distribusi Setelah pemberian oral, konsentrasi puncak pada plasma akan dicapai dalam waktu 10 – 60 menit pada tablet biasa dan 60 – 120 menit untuk tablet lepas-lambat. Konsentrasi rata-rata di plasma adalah 2,1 μg/mL dalam 6 jam dan kadarnya hanya dideteksi dalam jumlah kecil setelah 8 jam. Paracetamol memiliki waktu paruh 1 – 3 jam. Paracetamol memiliki bioavailabilitas yang tinggi. Sekitar 25% paracetamol dalam darah diikat oleh protein.



10



Metabolisme Metabolisme paracetamol terutama berada di hati melalui proses glukoronidasi dan sulfasi menjadi konjugat non toksik. Sebagian kecil paracetamol juga dioksidasi melalui enzim sitokrom P450 menjadi metabolit toksik berupa N-acetyl-p-benzoquinone imine(NAPQI). Pada kondisi normal, NAPQI akan dikonjugasi oleh glutation menjadi sistein dan konjugat asam merkapturat. Ketika diberikan dosis dalam jumlah yang besar atau terdapat defisiensi glutation, maka NAPQI tidak dapat terdetoksifikasi dan menyebabkan nekrosis hepar akut. Metabolisme terdiri dari 2 fase yaitu: Reaksi fase 1 Reaksi



biotransformasi



yang



mengubah



molekul



obat



secara



oksidasi,reduksi,atau hidrolisis(Mutschler, 1991), yang mengubah obat menjadi lebih polar, dengan akibat menjadi inaktif, lebih aktif atau kurang aktif(Setiawati et al., 2008). Reaksi fase 2 Pada reaksi fase 2 terjadi penggabungan(konjugasi)molekul-molekul obat dan juga metabolit-metabolit yang terjadi pada reaksi fase 1 dengan senyawa tubuh sendiri(Mycek et al., 1995). . Eliminasi Sekitar 85% paracetamol diekskresi dalam bentuk terkonjugasi dan bebas melalui urin dalam waktu 24 jam. Pada paracetamol oral, ekskresi melalui renal berlangsung dalam laju 0,16 – 0,2 mL/menit/kg. Eliminasi ini akan berkurang pada individu berusia > 65 tahun atau dengan gangguan ginjal. Selain ginjal, sekitar 2,6% akan diekskresikan melalui bilier. Paracetamol juga dapat diekskresikan dengan hemodialisa.



11



BAB III PENUTUP



A. KESIMPULAN Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam



tubuh atau efek



tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi termasuk sebagai proses eliminasi obat. Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh (Gunawan, 2009).



B. SARAN Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya kami akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.



12