Filsafat Kontemporer [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Pada abad ke-20, kelahiran filsafat kontemporer sebagai reaksi terhadap pemikiran modern yang telah berubah menjadi mitos baru. Filsafat modern yang lahir sebagai respons sikap dogmatis Abad Pertengahan menurut kaum kontemporer telah terjebak dalam membangun mitos-mitos bartila. Mitos-mitos baru itu adalah suatu keyakinan bahwa dengan pemikiran fisafat, ilmu pengetahuan dan aplikasinya dalam teknologi, segala persoalan kemanusiaan dapat diselesaikan. Padahal kenyataannya tidak, banyak agenda kemanusiaan membutuhkan pemikiran-pemikiran baru. Di sinilah kontemporerisme menggugat modernisme yang telah menjadi mandek dan berubah menjadi mitos baru (Nunu Burhanuddin, 2018). Perkembangan dan kemajuan peradaban tidak bisa dilepaskan dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu yang dimulai zaman klasik, pertengahan, modern dan zaman kontemporer. Hal-hal yang baru yang ditemukan pada suatu masa menjadi unsur penting bagi penemuan-penemuan lainnya di masa berikutnya. Oleh karena itu, melihat sejarah perkembangan filsafat zaman kontemporer tidak lain adalah mengamati pemanfaatan dan pengembangan lebih lanjut dari sejarah filsafat sebelumnya. Yang dimaksud dengan zaman kontemporer adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang ini. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu di zaman modern hingga zaman kontemporer adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan zaman kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai



perkembangan



terakhir



yang



terjadi



hingga



saat



sekarang



(Nunu Burhanuddin, 2018). Perkembangan filsafat abad ke-20 ditandai dengan munculnya berbagai aliran filsafat, dan kebanyakan dari aliran itu merupakan kelanjutan dari aliran-aliran



1



filsafat yang telah berkembang pada abad modern, seperti pragmatisme, fenomenologi, dan eksistensialisme. Tokoh pertama yang berpengaruh pada abad ini adalah Edmund Husserl (1859-1938), selaku pendiri aliran fenomenologis ia telah memengaruhi pemikiran filsafat abad ke-20. Membuat deskripsi atau eksposisi tentang perkembangan ilmu di zaman kontemporer berarti menggambarkan aplikasi ilmu dan teknologi dalam berbagai sektor kehidupan manusia. Itulah salah satu karakteristik utama ilmu zaman kontemporer (Nunu Burhanuddin, 2018). Adapun karakteristik filsafat di zaman kontemporer sebagai berikut: (1) Zaman kontemporer sangat kental dengan inovasi-inovasi teknologi di berbagai bidang. (2) Filsafat pada zaman kontemporer tidak segan-segan melakukan dekonstruksi (pembongkaran) dan peruntuhan terhadap teori-teori ilmu yang pemah ada untuk kemudian menyodorkan pandangan-pandangan baru dalam rekonstruksi ilmu yang mereka bangun. Ciri lain adalah munculnya perkembangan teknologi rekayasa



genetika,



Teknologi



Informasi,



dan



teori



partikel



elementer



(Nunu Burhanuddin, 2018). Diantara ilmu-ilmu khusus yang dibicarakan oleh para filsuf, maka bidang FIsika menempati kedudukan yang paling tinggi. Menurut Trout (1993: 463), Fisika dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang membentuk alam semesta. Ia juga menunjukkan bahwa secara historis hubungan antara fisika dengan filsafat terlihat dalam du acara. Pertama, diskusi filosofis mengenai metode-metode fisika, dan dalam interaksi antara pandangan substansial tentang fisika (misalnya: tentang materi, kuasa, konsep ruang & waktu). Kedua, ajaran filsafat tradisional yang menjawab fenomena tentang materi, kuasa, ruang & waktu. Dengan demikian sejak semula sudah ada hubungan yang erat antara filsafat dan fisika (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 2016). Disamping teori mengenai fisika, teori alam semesta, dan lain-lain, maka zaman kontemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan sangat pesat. Mulai dari penemuan computer, berbagai satelit komunikasi, internet, 2



dan sangat



lain



sebagainya.



tinggi,



karena



Manusia



dewasa



pengaruh



ini



teknologi



memiliki komunikasi



mobilitas dan



yang



informasi



(Tim Dosen Filsafat Ilmu, 2016). Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer mengetahui hal yang sedikit tetapi secara mendalam. Ilmu kedokteran semakin menajam dalam spesialis spesialis. Demikian bidang-bidang ilmu lain. Disamping kecenderungan kea rah spesialisasi, kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya, sehingga dihasilnya bidang ilmu baru seperti: bioteknologi, psiko-linguistik, dll (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 2016).



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya : 1. Bagaimana pergolakan kultur pada zaman kontemporer? 2. Apa sajakah aliran-aliran pemikiran pada zaman kontemporer? 3. Apa sajakah penemuan penting pada zaman kontemporer?



C. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini agar dapat bermanfaat bagi pembaca secara umum. Sedangkan tujuan khusus dari penulisan makalah ini, antara lain : 1. Untuk mengetahui bagaimana pergolakan kultur pada zaman kontemporer. 2. Untuk mengetahui apa saja aliran-aliran pemikiran zaman kontemporer. 3. Untuk mengetahui apa saja penemuan penting zaman kontemporer.



3



BAB II PEMBAHASAN



A. Pergolakan Kultur Zaman Kontemporer Harus diakui bahwa usaha untuk menganalisis dan memahami pergolakan pemikiran yang mewarnai adanya pergolakan kultural Abad ke-20 merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah. Kesulitan ini disebabkan karena abad ke-20 masih berlangsung, walaupun akan segera berakhir. Pergolakan-pergolakan pemikiran masih saja terjadi, sehingga mungkin pada saatnya akan lahir karya-karya filosofis besar yang akan menentukan situasi kultural abad ini. Mungkin saja akan muncul pemikiran-pemikiran yang mengubah secara radikal situasi perkembangan pemikiran dan situasi kultural abad ini. Situasi perkembangan epistemologi dan perkembangan kultural secara keseluruhan baru dapat diuraikan jika semua bagianbagiannya sudah lengkap. Uraian ini dengan demikian sekali-kali tidak bermaksud menyuguhkan sebuah gambaran yang lengkap mengenai situasi kultural dalam wawasan pengembangan epistemologi abad ini. Uraian ini, lebih tepatnya dipandang sebagai sesuatu yang bersifat semen-tam. Sejarah belum bcrakhir, sehingga kalau zaman ini discbut sebagai Zaman Kontemporer, maka yang dimaksudkan adalah zaman yang sewaktu dengan kits saat ini. Zaman kontemporer saat ini adalah abad ke-20 walaupun tidak lama lagi zaman ini akan berakhir (Aholiab Watloly, 2001). Pranarka menjelaskan bahwa Zaman Kontemporer ini dapat digambarkan sebagai zaman yang diwamai oleh dua suasana kultural yang sangat pokok. Pertama, suasana yang dibawa oleh periode sebelumnya yaitu kelanjutan dari Pencerahan dan Positivisme. Kedua, suasana baru yang ditimbullcan oleh gerakan pemikiran Pencerahan dan Positivisme. Problem kultural yang dicanangkan oleh perkembangan pemikiran Zaman Abad Modem di bawah Pencerahan dan Positivisme Iebih bersifat kemanusiaan, mengikuti hukum perkembangan alam, dan ilmu pengetahuan (humans, naturalis, intelektualis). Namun demikian, gerakan-gerakan pemikiran barn yang



4



muncul di abad kedua puluh Iebih bersifat kemanusiaan, mengikuti hukum perkembangan alam dan antiintelektual (humans, naturalis, dan antiintelektualis). Pandangan di atas, yang menuntun pada arah pengkajian atau pembahasan terhadap pergolakan kultural zaman ini, akan dipetakan dalam dua periode. Pertama, periode sebelum sampai ber-akhimya Perang Dunia II tahun 1945. Kedua, periode sesudah tahun 1945 sampai sekarang (Pranarka, 1987: 156) (Aholiab Watloly, 2001). 1. Periode Sebelum Perang Dunia II Sampai Berakhirnya Perang Dunia II Situasi pemikiran yang menandai pergolakan kultural periode ini merupakan kelanjutan dari perkembangan suasana kultural dan perkembangan alam pemikiran sebelumnya. Gerakan Positivisme bahkan terasa kuat pengaruhnya dalam periode ini. Evolusi ilmu menjadi sangat cepat dan makin bercabang-cabang. Timbulnya spesialisasi semakin memperbesar pengaruh ideologi dan teknologi keilmuan. Pertumbuhan pengetahuan semakin pesat dan sebagai konsekuensinya adalah tumbuhnya konflik-konflik yang sal ing memperebutkan hegemoni kebenaran dan kepastian. Suasana pemikiran yang semakin menguat-kan pengaruh Positivisme ini akhimya telah memaksakan adanya penerapan-penerapan ilmu tertentu terhadap kebudayaan. Psikologisme antara lain mengajarkan bahwa yang membentuk kebudayaan adalah rasa ketakutan. Rasisme sebaliknya menerangkan bahwa kebudayaan dan peradaban dipastikan oleh adanya pengaruh ras atau wama kulit suatu bangsa. Demikian pula halnya Determinisme ekonomi menerangkan bahwa kebudayaan ditentukan oleh ekonomi sebagai faktor satu-satunya (Aholiab Watloly, 2001). Kees Bertens (1983) menjelaskan bahwa tampaknya ekonomi telah menjadi elemen yang makin kuat di dalam pengembangan kultur keilmuan dan persaingan politik saat itu. Pertumbuhan ekonomi, dalam kenyataannya ternyata sangat membutuhkan dukungan pertumbuhan teknologi. Perang Dunia pertama maupun kedua secara jelas telah memacu pertumbuhan teknologi sebagai kekuatan yang sangat menentukan. Sejarah mencatat bahwa pertumbuhan epistemologi Zaman Modem Akhir ini telah menjadi sangat kaya dengan 5



pemikiran maupun penemuan-penemuan. Namun situasi pemikiran yang mewarnai pergolakan kultural zaman ini sekaligus merupakan zaman krisis kultural yang ruwet, terpecah-pecah, dan terkotak-kotak. Kenyataan ini antara lain disebabkan oleh pertumbuhan ilmu pengetahuan, filsafat, ideologi, teologi, serta teknologi yang menjadi majemuk, beraneka ragam dan problematis. Sejalan dengan ini, Thomas S. Khun (1993: 92) mengatakan bahwa revolusi ilmu melahirkan krisis, konflik, dan persaingan antarparadigma ilmu. Situasi inilah yang membuat orang semakin [erasing dan berperilaku semakin bertambah aneh (eksentrik) dengan penggerakan teknik-teknik pengarahan masa yang sifatnya ekstrapolitik dan ekstrainstitusional (Aholiab Watloly, 2001). Optimisme epistemologi abad ini semakin berkembang secara agresif, situasi ini ditandai dengan laju dan maraknya pertumbuhan ilmu pengetahuan yang sangat majemuk. Namun demikian, situasi perkembangan ini dijiwai oleh Positivisme dan Determinisme yang sangat egois. Muncullah kecenderungan untuk mengabdi kepada diri atau kepentingan sektor pengetahuannya sendiri (introvert-essoteric). Perkembangan tersebut telah melahirkan pula suatu zaman kehidupan yang diwamai dengan krisis kultural. Krisis kultural inl semakin terwujud dalam peperangan (Perang Dunia II) dengan dampaknya yang sangat luas bagi kehidupan manusia. Situasi ini melahirkan pula kekejaman, permusuhan, penderitaan, serta kehancuran. Orang menjadi sadar, betapa manusia dalam dirinya mengandung daya atau potensi untuk maju dan membangun. Namun di pihak lain, is juga mengandung potensi untuk merusak, membunuh, dan membinasakan (Aholiab Watloly, 2001). Kekaguman dan kegandrungan kepada kekuatan pengetahuan manusia berubah menjadi rasa takut, khawatir, dan was-was mengenai kekuatan itu sendiri. Oswald Spengler mcnggambarkan rasa ketakutannya terhadap situasi kultural Eropa saat itu sebagai, "Saat menuju keruntuhan atau kehancuran budaya" (Sullivan, 1970: 165-169). Sejarah menunjukkan bahwa Perang Dunia yang menggelar segala kemampuan pengetahuan telah menghancurkan kodrat 6



kemuliaan manusia. Suasana krisis kultural tersebut memunculkan kesadaran yang mendasar mengenai hakikat diri dan kehidupan manusia. Bahkan dari puing-puing Perang Dunia tersebut, tumbuh kesadaran pemikiran mengenai manusia dan hakikat kehidupan (Aholiab Watloly, 2001). Suasana perkembangan epistemologi yang menghadirkan krisis kultural semakin menyadarkan pare ilmuwan bahwa ilmu tidak saja diwarnai oleh teori relativitas dad Einstein. Hal ini disebabkan karena perkembangan sejarah pun telah pula merelativisir ilmu itu sendiri. Van Melsen (1992) dalam hal ini mengemukakan pandangannya bahwa ilmu pengetahuan di satu pihak menjanjikan kemungkinan-kemungkinan yang luar biasa, sedangkan di lain pihak ilmu pengetahuan juga gagal. Terdapat suatu jarak antara apa yang diharapkan dad ilmu pengetahuan dengan apa yang sungguh-sungguh dikerjakan ilmu pengetahuan untuk mewujudkan suatu dunia yang Iebih manusiawi. Walaupun demikian, masalah tersebut belum selesai, belum pemah terdapat zaman di mana manusia begitu sadar akan keterbatasan kekuasaan pengetahuannya. Manusia belum menyadari sepenuhnya bahwa ada saja sesuatu yang lepas dari genggaman pengetahuannya. Manusia sebaliknya harus insyaf bahwa selalu tinggal suatu jarak, dan karena itu rasa tidak berdaya manusia semakin bertambah besar (Aholiab Watloly, 2001). 2. Periode Sesudah Perang Dunia II Suasana perkembangan epistemologi zaman ini pada dasamya diwamai oleh kesadaran manusia mengenai adanya tanggung jawab kultwal dalam rangka pengembangan epistemologi. Manusia semakin menyadari akan betapa besamya tanggung jawabnya terhadap dirinya sendiri. Pergolakan pemikiran zaman bahkan menunjukkan bahwa betapa manusia semakin sadar akan posisi dirinya sebagai pusat dari seluruh perkembangan sejarah. Manusia adalah pusat perkembangan sejarah dengan segala optimisme maupun pesimismenya. Jelasnya, Pranarka menggambarkan situasi kultural periode ini sebagai periode kesadaran untuk menemukan kembali makna manusia. Timbullah kehausan akan 7



bangkitnya suatu humanisme baru, a new humanism which tends to make man more fruity human. Isu humanisasi dan dehumanisasi menjadi tumbuh ke depan. Suasana sepeni ini tampaknya menyebabkan timbulnya aliran yang menyalahkan perkembangan pemikiran sebelumnya (Aholiab Watloly, 2001). Pemikiran-pemikiran baru tersebut lazimnya disebut sebagai aliran antiintelektualisme. Umumnya, aliran-aliran pemikiran ini bereaksi menentang pemikiran sebelum Perang Dunia II. Menurut mereka, pemikiran-pemikiran sebelumnya amat diwamai oleh intelektualisme. Pemikiran-pemikiran itu secara tidak berbudaya telah memeras manusia demi intelektualisme. Manusia temyata bisa mengalami pengasingan diri (alienasi) dan menjadi tidak autentik dengan dirinya sendiri. Heidegger menggambarkan situasi ini dengan mengatakan bahwa manusia merasa dirinya sebagai terlempar di dalam kenyataan sejarah yang hams dipikulnya (Bertens, 1983: 147) (Aholiab Watloly, 2001). Secara kultural dapat dilihat bahwa walau bagaimanapun, pengetahuan akan selalu berusaha untuk menemukan kepastian secara sempit dan terbatas (deterministik). Sebagai reaksi terhadap hal itu, maka manusia sangat mendambakan untuk melepaskan dirinya dari segala bentuk determinisme tersebut. Manusia sesudah Perang Dunia 11 menginginkan kebebasan, keleluasaan yang tidak serba deterministik baik oleh agama, teologi, filsafat, ilmu pengetahuan, ideologi, maupun teknologi. Manusia menjadi semakin sadar bahwa pengetahuan, kepastian, dan kebenaran, adalah sebagian saja dari situasi manusia seperti itu. Tidak ada kepastian dan kebenaran yang apriori mutlak, kebenaran, dan kepastian itu hanya terjadi dari sejarah dan di dalam sejarah; is terjadi dari pengalaman dan di dalam pengalaman. Kebenaran dan kepastian bukanlah problem intelektual semata-mata, tetapi problem hidup manusia, dan problem pilihan, dan problem eksistensi. Jelaslah bahwa kebenaran dan kepastian adalah problem kultural, sehingga selalu ada saja tanggung jawab kultural yang menyatu dengan aspek kepastian dan kebenaran dasar dalam pengembangan epistemologi. Van Melsen menegaskan bahwa karena kemajuan pengetahuan, manusia 8



memperoleh kekuasaan yang semakin bertambah atas realitas. Akan tetapi, dengan itu tanggung jawabnya semakin bertambah pula (Melsen, 1992: 69) (Aholiab Watloly, 2001).



B. Aliran-aliran Pemikiran Zaman Kontemporer Filsafat kontemporer ditandai oleh variasi pemikiran filsafat yang sangat beragam dan kaya. Pemikiran yang muncul sebagai kesadaran akan tanggung jawab kultural dalam pengembangan epistemologi pada Zaman Kontemporer ini, lebih diwarnai oleh asumsi-asumsi psikologi untuk mengungkapkan situasi kemanusiaan manusia. Aliran-aliran pemikiran itu adalah: "Fenomenologi", "Eksistensialisme", "Personalisme", "Antropologi Kefilsafatan", "Analisis Bahasa", "Neopositivisme", "Pragmatisme", "NeoMarxisme", serta "Filsafat Ilmu". Akan tertapi terdapat 3 aliran pemikiran utama zaman kontemporer, yakni: 1. Pragmatisme Kata pragmatisme diambil dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Pragmatisme berpandangan bahwa substansi kebenaran adalah jika segala sesuatu memiliki fungsi dan manfaat bagikehidupan. Misalnya, beragama sebagai kebenaran, jika agama memberikan kebahagiaan; menjadi dosen adalah kebenaran jika memperoleh kenikmatan intelektual, mendapatkan gaji atau apapun yang bernilai kuantitatif dan kualitatif (Atang & Beni, 2008). Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey. Pandangan filsafat William James, diantaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab, pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktik, apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya (Atang & Beni, 2008). 9



Menurut John Dewey, tak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah. Jika mengalami kesulitan, segera berpikir untuk mengatasi kesulitan itu. Oleh karena itu, berpikir merupakan alat (instrumen) untuk bertindak. Kebenaran dari pengertian dapat ditinjau dari berhasil-tidaknya memengaruhi kenyataan (Atang & Beni, 2008). Sains dalam pandangan James adalah kemajuan (progress) selama sains itu selalu memperbaiki kesalahannya. Memang, pada James kebenaran itu adalah sesuatu yang “menjadi”, dan karena itu tidak pernah final; kebenaran adalah suatu proses (Ahmad Tafsir, 2012). 2. Fenomenologi Kata "fenomenologi" berasal dari Yunani fenomenon, artinya sesuatu yang tampak, terlihat karena bercahaya, (yang dalam bahasa Indonesia disebut "gejala"). Jadi, Fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan segala sesuatu selaina hal itu tampak dan terlihat. Menurut para filsuf pengikut fenomenologi, suatu fenomena tidak perlu dapat diamati dengan indra, sebab fenomena



dapat



juga



dilirik



secara



rohani



tanpa



melewati



indra



(Nunu Burhanuddin, 2018). lstilah fenomenologi sebenamya telah digunakan oleh Kant dan Hegel. Namun, fenomenologi sebagai suatu aliran pemikiran yang khusus baru dirintis oleh gurunya Edmund Husserl (Franz Brentano) sebelum Perang Dunia II. Mengenai aliran Fenomenologi ini (Roger Scruton, 1986) menjelaskan bahwa sebenarnya pendiri aliran ini adalah Franz Brentano (1838-1917). Brentano adalah seorang psikolog dan guru Husserl yang paling gigih mengaku diri sebagai pendiri aliran Fenomenologi. Sebagai seorang psikolog empiris, Brentano melakukan suatu penelitian mengenai jiwa manusia yang sengaja dilakukan untuk menentang premis idealisme. Melalui penelitiannya ini ia menyatakan bahwa "Geist" (roh atau jiwa) yang universal mempunyai cara tersendiri di dalam dunia ini. Geist itu seolah-olah bertalian dengan manusia pribadi secara kebetulan dan hanya sewaktu-waktu saja. Menurutnya, sifat kejiwaan yang sangat abstrak itu 10



tidak dapat dijadikan titik tolak dalam psikologi. Psikologi harus dimulai dan kasus individual, yaitu kasus orang pertama yang dapat diketahui langsung oleh peneliti. Melalui ini baru kemudian ia melangkah pada pemikiran filsafat lama mengenai hakikat pengetahuan orang pertama. Apa yang didapat jika seseorang disuguhi makna kesadaran? Bagaimana orang yang mengetahui dibedakan dad yang diketahuinya? Pemikiran filosofis ini seterusnya membimbing Brentano kepada hal hakiki mengenai konsepsi makna (Aholiab Watloly, 2001). Tahapan penelitian ini akhimya menunjukkan bahwa setiap kejadian atau keadaan mental diperincikan oleh suatu referensi maim atau arah pada suatu objek. Jika orang itu yakin, maka ada sesuatu yang ia yakini, sebaliknya jika, orang itu bend, maka ada sesuatu yang ia bend. Atau jika orang melihat, maka ada sesuatu yang ia lihat. Menurut Brentano, hal-hal yang demikian ini menunjukkan bahwa isi objek itu dicirikan oleh beberapa sifat khusus yang mungkin saja tidak terbatas. Mungkin sekali sifat khusus itu tidak berada dalam aktualitas atau mungkin lain dari yang dipikirkan orang. Umpamanya, orang takut pada singa tetapi tidak pada seekor singa tertentu, atau orang bend pada orang yang merusakkan bunga, walaupun orang itu tidak ada. Orang mengagumi orang yang memberi derma pada rumah sakit, tetapi ia membenci orang yang mencuri di bank walaupun orang itu satu dan sama. "Fenomenologi intensionalitas" Brentano ini jelas-jelas membedakan antara objek material (apa yang tampak) dan objek intensional (conk logika) dari suatu keadaan mental (Aholiab Watloly, 2001). Ahli fenomenologi yang sangat terkenal ialah murid Brentano yaitu Edmund



Husserl



(1859-1938).



Husserl



terkenal



dengan



pandangan



epistemologinya mengenai fenomenologi murni. Pandangan epistemologinya ini bermaksud memperkenalkan metode reduksi fenomenologis sebagai can mendapatkan kebenaran dan kepastian. Caranya adalah mengisolasikan apa yang mumi di dalam kesadaran dari segala rintangan yang menghambat pemahaman kits atas apa yang disampaikan oleh kesadaran tersebut. Prosedur metodisnya 11



adalah dengan can memberi "tanda kurung" (reduksi fenomenologis). Melalui peranan refleksi, maka semua daftar atau referensi mengenai hal-hal yang dapat diragukan dapat dikeluarkan dari uraian tentang keadaan jiwa (objek intensional dari keadaan mental). Akhirnya, yang tertinggal atau yang tersisa adalah hal-hal yang sifatnya langsung dan murni (objek material) saja (Aholiab Watloly, 2001). Semua gagasan Husserl ini walaupun gelap dan tidak jelas dalam dirinya, diambil alih oleh Martin Heidegger (1889-1976). Martin Heideger lebih mengembangkan fenomenologi sebagai sebuah filsafat, bukan sebagai metode. la mengatakan bahwa fenomenologi (fenomena) mengandung arti apa yang menampakkan dirinya pada kesadaran. Fenomenologi Heidegger dengan ini melepaskan diri dari epistemologi dan menempatkan diri sebagai bentuk mendasar dari ontologi. Tujuannya adalah mengajukan pertanyaan akan makna hakiki dari keberadaan atau eksistensi manusia. Menurutnya, esensi manusia (bahasa Jerman: Seen) hams disebabkan atau diasalkan dari keberadaan atau eksistensinya (Dasein). Eksistensi atau Dasain adalah semacam keberadaan yang merupakan "ciri kesadaran diri manusia ". Eksistensi adalah sesuatu yang memahami hakikat diri manusia (Aholiab Watloly, 2001). Filsafat Fenomenologi Martin Heidegger mesti dimengerti sebagai suatu ajaran tentang manusia. Sebenamya, Heidegger dalam hal ini berusaha memahami manusia sebagai eksistensi. Arti istilah eksistensi ini telah diperkenalkan sejak Kierkegaard, Bapak Eksistensialisme (1813-1855). Heidegger dengan ini hendak menunjukkan bahwa untuk memahani makna hakikat diri manusia (Sein) harus dapat dikembalikan arah pemikiran kepada manusia sebagai eksistensi. Pertimbangan ini disebabkan karena hanya manusia sajalah mahluk satu-satunya yang dapat mempertanyakan tentang hakikat diri dan keberadaannya. Hanya manusia sajalah yang memiliki modus tentang keberadaan. Manusia tidak ada begitu saja, tetapi secara erat berpautan dengan keberada-annya sendiri dan keberadaan benda atau mahiuk lainnya. Seluruh struktur hakikat diri manusia disifatkan sebagai eksistensi. Eksistensi atau keberadaan manusia disifatkan 12



sebagai suatu keprihatinan (sorge). Maksudnya bahwa keberadaan manusia merupakan suatu pergaulan praktis (bukan teoretis) dengan benda-benda atau makhluk lainnya. Pola hubungan ini disebut sebagai hubungan saling memelihara. Aliran fenomonologi ini telah berkembang dan mempunyai banyak paham di dalamnya. Fenomenologi telah memperlihatkan reaksinya terhadap teori-teori pemikiran yang telah ada sebelumnya mengenai penge-tahuan. la telah menunjukkan reaksi kritisnya balk itu terhadap "Subjektivisme", "Psikologisme", maupun terhadap pandangan lainnya yang bersifat deterministic (Aholiab Watloly, 2001). Secara epistemologis, Fenomenologi hendak membangun suatu refleksi intelektual yang terarah kepada pengetahuan di dalam konteks pengalaman manusia. Melalui pengalaman kontekstual ini maka dapat disusun pengetahuan secara terus-menerus berdasarkan fakta yang teramati. Sisi lain dan arti pemikiran fenomenologis ini adalah bahwa pengetahuan dapat ditempatkan di dalam pengalaman manusia secara dinamis dan menyeluruh. Kondisi itulah yang memungkinkan manusia dapat menemukan pengertian dan makna. Fenomenologi dengan ini mulai mengaitkan pengetahuan dengan hidup dan kehidupan manusia sebagai konteksnya (Aholiab Watloly, 2001). 3. Eksistensialisme Eksistensialisme Menurut Harun Hadiwijono, kata "eksistensi" berasal dari kata "eks" (keluar) dan "sistensi" yang diturunkan dari kata kerja "sisto" (berdiri, menempatkan). Jadi eksistensialisme dapat diartikan manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya. Artinya, manusia sadar bahwa dirinya ada dan ia dapat meragukan segala sesuatu hal yang pasti, yaitu dIrinya ada." Eksistensialisme adalah aliran Filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi. Eksistensi sendiri merupakan cara berada manusia di dunia, dan cara ini berbeda dengan cara berada makhluk-makhluk lainnya. Benda mati atau hewan tidak sadar akan keberadaannya, tetapi manusia menyadari keberadaannya, manusia sadar bahwa 13



dirinya sedang bereksistensi. Oleh sebab itu segala sesuatu berarti selama menyangkut dengan manusia, kemudian manusia memberikan arti pada segalanya, menentukan perbuatannya sendiri, serta memahami diri sebagai pribadi yang bereksistensi. Tokoh-tokoh aliran ini adalah Karl Jaspers, Martin Heidegger,



Jean



Paul



Sartre,



Gabriel



Marcel,



dan



Marleau



Ponty



(Nunu Burhanuddin, 2018). Eksistensialisme merupakan aliran yang cukup berpengaruh sesudah Perang Dunia II. Awalnya, Eksistensialisme lebih mempakan sebuah gerakan pemikiran daripada sebuah sistem pemikiran. Eksistensialisme di sisi lain juga dapat dipahami sebagai reaksi kritis terhadap agama dan lembaga-lembaga politik yang sudah tumbuh sebagai sebuah sistem. Agama telah begitu terperangkap dalam sistem institusi dan birokrasi yang sangat deterministik. Akibatnya, agama tidak sesuai lagi dengan pengalaman dasar dan cita-cita manusia (Aholiab Watloly, 2001). Eksistensialisme seolah-olah menganggap bahwa sistem pemikiran atau pengetahuan yang demikian tidak mendukung kebahagiaan manusia, bahkan membelenggu manusia. Oleh karena itu, Eksistensialisme lebih merupakan suatu aliran



yang



antiintelektualisme,



antideterminisme.



dan



antisistem.



Eksistensialisme berusaha menempatkan segala sesuatu sebagai bagian dari proses hidup dan kehidupan manusia yang tumbuh dan menyejarah (Aholiab Watloly, 2001). Eksistensialisme mencita-citakan kebahagiaan, kebebasan, manusiawi, menjauhkan alienasi, serta menumbuhkan autentisitas. Karena sifatnya yang antisistem dan antideterminisme itu, maka aliran ini menghadapi masalahmasalah mendasar mengenai hidup manusia. Masalah-masalah tersebut adalah kemerdekaan individu, kebersamaan, antara hidup yang dapat bermakna dan hidup yang serba absurd, antara hidup sebagai kemungkinan-kemungkinan dan hidup sebagai keharusan untuk mengambil pilihan-pilihan. Tercakup pula di dalamnya permasalahan-pennasalahan, seperti antara kebebasan dan prinsip, 14



antara autentisitas pribadi dan kompromi, serta antara keterbukaan dan ketertutupan sebagai sikap dasar (Aholiab Watloly, 2001). Perkembangan sejarah epistemologi di kemudian hari menunjukkan bahwa pengaruh Eksistensialisme mempunyai dampak yang cukup besar. Pengetahuan bukanlah hal rasio, nalar, atau intelek melulu, melainkan adalah hal hidup dan kehidupan manusia, tercakup pula di dalamnya hal pilihan dan cinta. Eksistensialisme menunjukkan bahwa konteks dasar pengetahuan adalah manusia. Pengetahuan berasal dari manusia, oleh manusia, dan untuk manusia. Kecenderungan antideterminis dalam epistemologi merupakan andil positif Eksistensialisme. Namun, sikap epistemologis ini telah menumbuhkan pula pandangan dan sikap kultural yang serba memutlakkan (indeterminis). Pemikiran ini akhirnya telah bermuara pada sikap anarki, ketidakpuasan total, kemerdekaan tanpa kebersamaan, serta absurditas (Aholiab Watloly, 2001). Secara umum, aliran Eksistensialisme terbagi menjadi dua aliran, yang satu menjadi Teis dan yang lain Ateis. Aliran yang satu bersifat religius dalam arti baru, seperti agama yang nonkonvensional. Suatu bentuk keberagamaan yang menekankan pada moral yang tidak legalistik, melainkan moral yang inspiratif dan eksistensial. Menurut aliran Teis, agama yang sejati mesti terjadi di dalam dialog dan kebersamaan. Aliran lain yaitu Ateisme, lebih bersifat antiagama, antinilai, antimoral, serta antisistem secara total. Terlepas dari kenyataan di atas, Eksistensialisme telah menjadi aliran yang membawa arus baru, kesadaran baru, dan gerakan baru. Secara khusus aliran Eksistensialisme telah membawa pula di dalamnya kritiknya yang mendasar tentang segala bentuk determinisme dan pemutlakan institusi atau organisasi (Aholiab Watloly, 2001). Dalam membuat definisi Eksistensialisme, kaum eksestianlis tidak sama. Namun demikian, ada sesuatu yang dapat disepakati oleh mereka, yaitu samasama



menempatkan



cara



wujud



manusia



sebagai



tema



sentral



(Atang & Beni, 2008).



15



C. Penemuan Penting Pada Zaman Kontemporer Disamping mengenai berbagai teori, zaman kontemporer juga ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih dan perkembangan di bidang ilmu lain. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan sangat pesat, sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya yang dihasilkannya bidang ilmu baru seperti: bioteknologi, dll. 1. Televisi Televisi adalah sebuah media telekomunikasi yang berfungsi sebagai penerima siaran gambar bergerak beserta suara dan bersifat satu arah. Pesawat televisi merupakan alat yang dipergunakan untuk menerima siaran yang disampaikan oleh stasiun pemancar televisi, baik itu yang pesawat televisi yang monokrom (hitam-putih) maupun berwarna. Kata "televisi" berasal dari bahasa Yunani yang merupakan gabungan dari kata tele yang berarti "jauh" dan visio yang berasal dari bahasa latin yang berarti "penglihatan" sehingga televisi dapat diartikan sebagai alat (Hery Nuryanto, 2012). Penemuan Televisi diawali dengan beberapa penemuan-penemuan di antaranya oleh seorang kebangsaan Jerman yang bernama Paul Nipkon pada tahun 1884, kemudian oleh Charles F.Jenskins di Amerika pada tahun 1890. Dari temuan-temuan itu kemudian dikembangkan oleh Phil T. Fransworth di Idaho (AS) pada tahun 1922 dan oleh Dr.Vladimir Zworikins di Westinghouse (AS) tahun 1923 dan disusul oleh Baird di Inggris tahun 1927, tetapi dari penemuanpenemuan ini yang terkenal dengan sebagai bapak Televisi adalah Nipkow Disk (Mohammad Zamroni, 2009). Salah satu sistem televisi mula pertama diperkenalkan oleh George Carcy, sekitar tahun 1875. Televisi ini dikenal dengan televisi rnekanis. Pada tahun 1884 Paul



Nipkon



juga



mengembangkan



televisi



dengan



cakram



berputar.



Perkembangan sistem televisi, baik secara langsung maupun tidak langsung sangat dibantu oleh penemuan-penemuan alat elektronik, antara lain penemuan tabung sinar katode oleh K.F. Braun pada tahun 1904, penemuan kode tabung 16



hampa oleh I.A. Fleming dan penemuan triode tabung hampa oleh Lee De Forest pada tahun 1906. Penemuan-penemuan ini kemudian memunculkan televisi. Pada tahun 1926 Baird untuk pertama kali berhasil mendemonstrasikan televisi yang dipancarkan secara listrik. Sekalipun gambarnya belum begitu sempurna, tetapi itulah televisi modern pertama. Setelah itu, kemudian diadakan penyempumaanpenyempumaan. Dikembangkanlah sistem televisi elektronik. Hal ini mulai dikembangkan pada tahun 1932. Pada tahun 1935 sudah dilakukan penyiaranpenyiaran televisi, misalnya di Jerman, terus berkembang di Amerika dan Negaranegara Eropa yang lain, Bahkan Bred, Bell dan Frank Gray, masing-masing telah mencoba mengembangkan sistem pemancaran televisi warna (Sudirman, 2008). Di Indonesia Televisi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1962 ketika Indonesia mendapat kehormatan untuk menyelenggarakan pesta olah raga Asean Games di Jakarta. Pada saat ini jangkauan siaran hanya sekitar Jakarta dan Bogor pada radius 80 km. Tiga tahun kemudian baru menyusul pembangunan TVRI di daerah-daerah lain seperti Medan (1970), Ujung Pandang (1972), Balikpapan (1973) dan Palembang (1874). Pada saat ini diperkirakan jumlah pesawat Televisi ada 18 juta (Mohammad Zamroni, 2009). 2. Komputer Penemuan di dunia komputer ini terus mengalami perkembangan dengan penelitian yang dilakukan antara tahun 1911-1946 hingga berhasil ditemukan Electronic Numerial Integrator and Computer (ENIAC) sebagai komputer elektronik pertama yang disempurnakan oleh J. Prespen Eckert Jr., John W. Manchly dan Brainerd di University of Pennsylvanis pada tahun 1946. Komputer jenis ini menempati ruangan sebesar 90 m2 atau 9x5 m dengan tinggi 2 m dan berat 30 ton (Mohammad Zamroni, 2009). Generasi ENIAC selanjutnya muncul dengan komputer yang berdasarkan microchip yang dikembangkan oleh Dr.Robert Noyce, lulusan MIT yang mengajar di Stanford University California dengan dibantu oleh William Shockley yang menemukan transistor. Komputer jenis ini dibanding dengan 17



generasi ENIAC sebelumnya 1500x lebih kecil, 10.000 kali lebih murah, 17.000 kali lebih ringan dan 28.000 kali lebih kecil kebutuhan tenaga listriknya (Mohammad Zamroni, 2009). ENIAC terdiri atas 18.000 tabung vakum, 70.000 resistor, dan 5 juta titik solder. Mesin tersebut sangat besar dan membutuhkan daya sebesar 160 kW namun dapat bekerja 1.000 kali lebih cepat dibandingkan dengan komputer sebelumnya. Pada masa berikutnya, John von Neumann (Tahun 1903 - 1957) yang bergabung dengan tim University of Pennsylvania, membangun desain komputer Electronic Discrete Variable Automatic Computer (EDVAC). Kunci utama pada desain Neumann adalah unit pemrosesan sentral (CPU) yang berfungsi sebagai pusat koordinasi operasi sistem komputer. Pada tahun 1951, UNIVAC I yang dibuat oleh Remington Rand menjadi komputer komersial pertama. Ciri dari komputer generasi pertama adalah penggunaan tabung vakum dengan silinder magnetik untuk penyimpanan data dan instruksi operasi dibuat secara spesifik untuk suatu tugas tertentu (Y. Mayono & B. Patmi Istiana, 2007). 3. Satelit Satelit komunikasi merupakan suatu produk kemajuan teknologi yang tidak terbayangkan akan terwujud pada masa Arthur C. Clarke yang memaparkan gagasannya lewat tulisan Wireless World edisi Oktober 1945. Namun, pada akhir tahun 1950-an John R. Pierce dari Bell Laboratories berhasil mendemonstrasikan kelayakan komunikasi ruang angkasa dengan satelit Echo dan Telstar. Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh Uni Soviet tahun 1957 dengan satelit SPUTNIK dan Amerika Serikat pada tahun 1963 dengan satelit komunikasi geosynchronous yang pertama, yaitu SYNCOM 2 (Mohammad Zamroni, 2009). Hingga pada tahun 1957 Rusia berhasil meluncurkan Satelit pertamanya yang diberi nama SPUTNIK. Peluncuran satelit ini sebagai awal perlombaan teknologi angkasa luar antara Rusia dan Amerika. Lima tahun setelah peluncuran SPUTNIK ini, Amerika berhasil meluncurkan satelitnya yang pertama dengan



18



nama TELSTAR pada tanggal, 10 Juli 1962. Kemudian disusul dengan satelit ERLY BIRD pada tahun 1965 (Mohammad Zamroni, 2009). Indonesia sendiri menjadi anggota Intelsat pada tanggal, 9 Juni l967 yang didirikan di Stasiun Bumu Jatiluhur yang diberi nama Satelit PALAPA. Dengan menggunakan satelit ini, komunikasi yang terjadi di negara Indonesia mengalami kemajuan yang pesat. Misalnya adanya telepon, perluasan jaringan Televisi, dan Radio. Potensi satelit adalah untuk menerima dan memancarkan kembali sinyal siaran ke seluruh tempat yang dapat dijangkaunya. Hal ini memungkinkan siaran radio dan televisi dapat diterima di mana saja sepanjang dapat ditangkap oleh antena stasiun bumi. Dengan kata lain, manfaat yang utama dari adanya teknologi satelit adalah untuk



keperluan penyiaran baik radio maupun televisi



(Mohammad Zamroni, 2009). 4. Internet Rangkaian pusat yang membentuk Internet diawali pada tahun 1969 oleh ARPA (Advanced Research Projects Agency), sebuah badan yang dibentuk pada tahun 1958 oleh Amerika yang terdiri dari para peneliti dan teknisi dari universitas dan laboratorium yang ada di Amerika. Awalnya, badan ini dibentuk untuk menyaingi Rusia, yang saat itu lebih maju di bidang satelit. Para peneliti pun bekerja, tidak harus di satu lokasi, untuk membuat penelitian dan mendedikasikan hasil penelitian tersebut untuk perkembangan teknologi Amerika Serikat. Karena mereka bekerja dengan satu tujuan, tentu mereka harus saling berbagi hasil penelitian sesering mungkin. Namun, karena para peneliti tersebut bekerja tidak dalam satu lokasi, mereka mengalami kesulitan dalam hal ini. Akhirnya, ARPA memutuskan untuk membuat sebuah jaringan komputer atau komputer



network



pada



tahun



1969,



yang



diberi



nama



ARPANET



(Darma at al, 2009). Dengan adanya ARPANET, para peneliti dari seluruh belahan Amerika bisa berkomunikasi dan mengakses data-data yang mereka perlukan dari komputer server yang telah disediakan. Sambungan atau jalur yang digunakan



19



ARPANET saat itu adalah jalur atau kabel telephone. Namun, pada waktu itu, ARPANET bukanlah untuk semua orang, hanya untuk kalangan tertentu. Untuk mempercepat proses transmisi data, ARPANET akhirnya bekerja sama dengan pihak NOVEL. Mereka menggunakan teknologi yang dinamakan paket switching. Dengan teknologi setiap paket atau data yang dikirim, akan dipecah menjadi paket-paket yang kecil, sehingga bisa mempercepat proses pengiriman data. Saat data sampai ke tempat tujuan, data tersebut tersebut akan disatukan kembali (Darma at al, 2009). Pada waktu itu, teknologi network hub belum ditemukan, menyebabkan server yang ada di ARPANET (4 buah) harus dihubungkan secara langsung dari satu server ke server yang lain. Seiring waktu, akhirnya para peneliti menyadari akan besarnya manfaat yang bisa diberikan oleh networking. Setelah melalui beberapa penelitian, akhirnya mereka berhasil mengembangkan teknologi networking, yang menyebabkan jumlah komputer yang terhubung semakin banyak (Darma at al, 2009). Pada tahun 1972, email mulai diperkenalkan. Dengan email, para peneliti bisa lebih mudah untuk berkirim data dan informasi. Semenjak saat itu, traffic yang ada dalam networking tersebut menjadi semakin tinggi. Pada 1 Januari 1983, ARPANET menukar protokol rangkaian pusatnya, dari NCP ke TCP/IP. Ini merupakan awal dari internet yang kita kenal hari ini. Pada tahun 1989, ARPANET telah memiliki 100.000 server yang saling berhubungan. Hanya mereka yang mengerti dan memahami bahasa pemrograman, hafal angka-angka dari alamat-alamat internet, atau internet address saja yang bisa menggunakan ARPANET. Apalagi masing-masing jenis atau tipe komputer menggunakan cara yang berbeda untukmengakses file, network protocol yang digunakan pun juga masih berbeda-beda. Pada akhirnya, tahun 1989, diperkenalkan sebuah protokol, yaitu Hypertext Transfer Protocol atau HTTP. Dengan protokol yang sama, akan memudahkan komputer untuk saling berhubungan. Dengan HTTP ini, internet



20



tidak lagi menjadi rumit dan bukan lagi hanya untuk para ilmuwan atau teknisi. Protocol ini pertama kali dibuat oleh Tim Berners-Lee (Darma at al, 2009). HTTP dapat juga dikatakan sebagai alamat yang digunakan di dalam internet. Alamat ini me-nunjukkan suatu identitas yang unik. Seperti alamat rumah, alamat pada masing-masing halaman pada internet pasti berbeda-beda, sehingga memudahkan pencarian bagi penjelajahnya. Sedangkan untuk alamat masing-masing komputer yang mengakses internet, digunakan istilah IP (Internet Protokol) Address. Setiap komputer yang online mempunyai IP Address yang berbeda dengan komputer lainnya. Tidak ada 2 komputer yang memiliki IP Address sama (Darma at al, 2009). 5. Rekayasa Genetika Program Rekayasa genetika merupakan salah satu teknik bioteknotogi yang dilakukan dengan cara pemindahan gen (transgenik) dari satu makhluk hidup ke makhtuk hidup tainnya. Tujuannya adalah untuk menghasilkan tumbuhan/hewan yang memiliki sifat-sifat tertentu sehingga mendatangkan keuntungan yang tebih besar bagi manusia (Omar Karmana, 2008) Rekayasa genetika mencakup teknik-teknik yang memungkinkan materi genetik suatu organisme hidup diupayakan untuk dimodifikasi. Dengan rekayasa genetika, sifat-sifat baru yang lebih baik dapat dibentuk dalam organisme hidup. Empat teknik mutakhir yang memajukan bioteknologi, meliputi rekombinasi DNA, fusi sel (teknologi hibridoma), fusi protoplasma, dan amplifikasi gen. Kegiatan-kegiatan penerapan bioteknologi untuk mendapatkan hasil tenentu dinamakan bioproses. Banyak industri yang berskala besar menerapkan bioteknologi yang menggunakan mikroba untuk meningkatkan bahan-bahan yang bermutu rendah menjadi bahan yang bermutu tinggi (Omar Karmana, 2004). Pada abad 20, bloteknologi kesehatan berkembang dengan ditemukannya insulin untuk pengobatan diabetes dan penisilin sebagai antiblotik. Pada saat yang sama, struktur DNA telah ditemukan oleh Watson dan Crick, bermula dari sinilah Bioteknologi modern dimulal. Rekayasa genetika mulai berkembang sejak 21



ditemukannya enzim restriksi terutama aplikasinya di bidang bioteknologi industri dan Iluman Genom Project Tanaman transgenik seperti golden rice, enzim chymosin, domba Dolly, deteksi kanker, vaksin flu burung, merupakan produk-produk bioteknologi yang memanfaatkan teknologi rekombinasi DNA (rekayassa genetika) (Agustin Krisna Wardani at al, 2017). Perkembangan bioteknologi telah diramalkan oleh Alvin Topler pada tahun 1900. Ramalan ini menyatakan bahwa pada abad ke-20 sampai abad ke-21 ada empat teknologi sangat berperan dalam kebudayaan manusia, yaitu mikroelektronika, teknologi energi alternatif, aeronautika, dan bioteknologi. Pengetahuan manusia tentang bioteknologi bermula dari pernbuatan makanan dan minuman secara fermentasi yang telah dikenal oleh masyarakat Babilonia sejak 6.000 tahun SM. Hal tersebut terjadi jauh sebelum Louis Pasteur mencetuskan temuannya tentang peran milcroba atau jasad renik dalam fermentasi. Minuman khas Jepang (sake), bir, anggur, keju, yoghurt, dan pangan tradisional Indonesia seperti tempe, oncom, dan acar merupakan contoh hasil proses bioteknologi tradisional. Proses bioteknologi sederhana dicirikan oleh pemanfaatan atau pendayagunaan mikmorganisme, seperti balcteri, cendawan, dan kapang untuk pengawetan dan pembuatan makanan atau minuman (Omar Karmana, 2004). Bioteknologi generasi kedua dimulai ketika ditemukan penisilin oleh Alexander Flemming pada 1928. Pada 1970- an, bioteknologi generasi ketiga mulai maju pesat. Hal tersebut diawali dengan diterapkannya rekayasa genetika untuk memanipulasi dan memperbaiki sifat organisme sebagai "agen" yang berperan penting dalam bioproses (Omar Karmana, 2004).



22



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan beberapa point penting, antara lain : 1. Pergolakan kultural zaman kontemporer dipetakan dalam dua periode. Pertama, periode sebelum sampai berakhimya Perang Dunia II tahun 1945. Kedua, periode sesudah tahun 1945 sampai sekarang. 2. Filsafat kontemporer ditandai oleh variasi pemikiran filsafat yang sangat beragam dan kaya. Pemikiran yang muncul sebagai kesadaran akan tanggung jawab kultural dalam pengembangan epistemologi pada Zaman Kontemporer ini, lebih diwarnai



oleh



asumsi-asumsi



psikologi



untuk



mengungkapkan



situasi



kemanusiaan manusia. Aliran-aliran pemikiran utama zaman kontemporer adalah: "Pragmatisme”, "Fenomenologi", dan "Eksistensialisme". 3. Zaman kontemporer tidak hanya ditandai dengan berbagai pemikiran dan teori tetapi ditandai juga dengan penemuan berbagai teknologi canggih dan perkembangan di bidang ilmu lain. Di antaranya perkembangan teknologi dan informasi yang meliputi: Televisi, Komputer, Satelit dan Internet. Adapula perkembangan sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya yang dihasilkannya bidang ilmu baru seperti: bioteknologi (rekayasa genetika).



23



DAFTAR PUSTAKA



Agustin Krisna Wardani., Sudarma Dita Wijayanti., & Endrika Widyastuti. 2017. Pengantar Bioteknologi. Jakarta: UB Press. Ahmad Tafsir. 2012. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Aholiab Watloly. 2001. Tanggung Jawab Pengetahuan: Mempertimbangkan Epistimologi Secara Kultural. Yogyakarta: Kanisius. Atang Abdul Hakim & Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum: Dari Metologi Sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia. Darma., Jarot S., Shenia A. 2009. Buku Pintar Menguasai Internet. Jakarta: Mediakita. Hery Nuryanto. 2012. Sejarah Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Balai Pustaka. Mohammad Zamroni. 2009. Perkembangan Teknologi Komunikasi Dan Dampaknya Terhadap Kehidupan. Jurnal dakwah, Vol. X No. 2, Juli-Desember 2009. Nunu Burhanuddin. 2018. Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenadamedia Group. Oman Karmana. 2004. Cerdas Belajar Biologi. Jakarta: Grafindo. Oman Karmana. 2006. Biologi. Jakarta: Grafindo. Sudirman. 2008. Sejarah. Jakarta: Yudhistira Quandra. Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM. 2016. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Liberty. Y. Mayono., & B. Patmi Istiana. 2007. Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Yudhistira Quandra.



24